PERILAKU KONVERSI AGAMA PADA MASYARAKAT
KELAS MENENGAH DI MASJID AL FALAH SURABAYA
PADA TAHUN 2015
Skripsi:
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat
Oleh:
YUSUF BUCHORI
NIM: E72212041
JURUSAN PERBANDINGAN AGAMA
FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ii
ABSTRAK
Perilaku konversi agama pada masyarakat kelas menengah di masjid Al Falah pada tahun 2015 merupakan judul dari penelitian ini. Dalam penelitian ini menjelaskan tentang berbagai alasan atau latar belakang yang menyebabkan konversi agama yang terjadi pada masyarakat kelas menengah. Kedua, menemukan bagaimana perilaku konversi agama, baik pada saat sebelum maupun sesudah pindah agama, yang didasarkan pada data pelaku konversi agama pada data pelaku konversi agama di masjid Al Falah Surabaya pada tahun 2015.
Hasil dari penelitian ini, penulis menemukan data dilapangan bahwa dilihat dari sisi lahiriah masyarakat kelas menengah kebutuhannya terpenuhi, sedangkan dari sisi batiniah belum sepenuhnya terpenuhi khususnya dari agama yang ia anut. Oleh karena itu, maka timbul perasaan ragu akan pelayanan dari agama yang dianut sehingga harus pindah ke agama lain, yaitu Islam.
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL ... i
ABSTRAK ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN ... v
MOTTO ... vi
DAFTAR TRANSLITERASI ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Batasan Masalah ... 8
D. Penegasan Judul ... 9
E. Alasan Memilih Judul ... 11
F. Tujuan Penelitian ... 12
G. Manfaat Penelitian ... 12
H. Telaah Pustaka ... 13
I. Metode Penelitian ... 15
J. Sistematika Pembahasan ... 20
BAB II PERILAKU KONVERSI AGAMA DAN MASYARAKAT KELAS MENENGAH ... 22
A. Konversi Agama ... 22
1. Definisi Konversi Agama ... 22
2. Faktor Penyebab Terjadinya Konversi Agama ... 25
xiii
B. Masyarakat Kelas Menengah ... 40
1. Definisi Masyarakat Kelas Menengah ... 41
2. Identifikasi Masyarakat Kelas Menengah ... 43
3. Kecenderungan Perilaku Masyarakat Kelas Menengah ... 45
BAB III KONVERSI AGAMA DI MASJID Al FALAH SURABAYA PADA TAHUN 2015 ... 50
A. Profil Masjid Al Falah Surabaya ... 50
1. Sejarah Berdiri dan Letak Geografis Masjid Al Falah ... 50
2. Sejarah Singkat Berdirinya Muhtadin ... 54
3. Visi, Misi dan Tujuan Muhtadin ... 57
4. Kegiatan dan Rencana Kerja Muhtadin ... 58
B. Deskripsi Data Konversi Agama pada Tahun 2015 ... 60
C. Identifikasi Masyarakat Kelas Menengah yang Melakukan Konversi Agama di Masjid Al Falah ... 71
D. Pelaksanaan Konversi Agama di Masjid Al Falah ... 73
BAB IV ANALISIS PERILAKU KONVERSI AGAMA PADA MASYARAKAT KELAS MENENGAH ... 82
A. Sebab-Sebab Konversi Agama Terjadi Pada Masyarakat Kelas Menengah ... 82
B. Perilaku Konversi Agama di Masjid Al Falah pada Tahun 2015 92
BAB V PENUTUP ... 99
A. Kesimpulan ... 99
B. Saran ... 100
1
A. Latar Belakang Masalah
Agama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi umat manusia,
sebab agama dan kehidupan beragama merupakan dua unsur yang tidak bisa
dipisahkan. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari misalnya, sebagian
besar manusia tidak lepas dari peranan agama atau kepercayaan, baik yang
bersifat individu maupun dalam hal yang bersifat sosial kemasyarakatan.
Seperti juga dalam mengatasi permasalahan tertentu. Itu artinya bahwa agama
atau kepercayaan memiliki kedudukan tinggi dalam kehidupan manusia. Oleh
karena itu manusia diseluruh dunia memiliki kepercayaan atau agama
masing-masing sesuai keinginannya.
Sejak awal manusia diciptakan sudah berbudaya, agama dan
kehidupan beragama telah terjadi dalam kehidupan, bahkan memberi corak
dan bentuk dari semua prilaku budayanya.1 Realitas tersebut merupakan fitrah
manusia yang dibawa sejak lahir.
Namun seiring dengan perkembangan peradabanaan manusia, muncul
berbagai persoalan yang mengelilinginya. Dunia yang modern dan tekhnologi
yang semakin canggih sehingga manusia menemukan banyak hal yang
berbeda. Seperti di negara Indonesia ini, kalau kita mau mengamati dari ujung
barat yaitu Sabang sampai Merauke pada ujung timur Indonesia tentu
2
didalamnya kita banyak menemukan berbagai macam hal yang berbeda,
seperti perbedaan antar suku, ras, bahasa, maupun agama.
Indonesia memang merupakan negara yang memberikan keleluasan
atau kebebasan untuk beragama bagi bangsanya. Hal tersebut juga ditetapkan
dalam UUD 1945 pasal 28 yang mengatur tentang Hak Asasi Manusia,
termasuk kebebasan memilih agama, “setiap orang bebas memeluk agama
dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di
wilayah Negara dan meninggalkannya serta berhak kembali”.2 Kebebasan
beragamaa juga telah dijelaskan dalam al-Qur’a>n surat Yu>nus ayat 99:
Artinya:Dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya.3
Ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa Allah mengutus para
rasul-Nya untuk menyampaikan ajaran mana yang baik dan mana yang buruk untuk
dilakukan. Dengan dianugerahi akal, pikiran dan perasaan oleh Allah, maka
manusia dapat menilai dan memilih diantaranya. Disini manusia tidak ada
paksaan dalam menentuknnya, baik atau buruk, dan manusia akan dihukum
sesuai dengan apa yang ia pilih.4
Ketika berbicara mengenai kebebasan beragama, Joachim Wach
menjelaskan bahwa memilih dan memeluk suatu agama atau sistem
kepercayaan yang dianut dan dipercayai, seseorang hendaknya tidak
dikarenakan adanya lantaran determinasi kultural melainkan atas
kebebasaannya sendiri. Misalnya memilih agama Kristen, Islam, Hindu
maupun Buddha, karena merupakan pilihan universal.5 Hal ini merupakan
pilihan pribadi dan atas dorongan keyakinan dalam batin dan tentunya tidak
lain adalah mengharapkan ketenangan.
Kebebasan akan keberagamaan menjadikan bangsa Indonesia
memiliki dorongan untuk memilih agama mana yang dianggapnya paling
benar dan dapat memberikan kebaikan atau dorongan positif pada kehidupan
tentunya. Dengan demikian sebagai suatu kepercayaan yang sifatnya sakral,
maka perlu kiranya bagi para pemeluknya untuk menghayati dan
mengamalkan segala hal yang diajarkan oleh agama tersebut, sehingga
mereka mendapatkan ketenangan dan ketentraman dalam batin, sebagaimana
Allah menjadikan pada hambaNya, hal ini yang termaktub dalam al-Qur’a>n
surat ar-Ra’d ayat 28:
4 Kementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirannya, Jilid 4, (Jakarta: Widya Cahaya, 2011), 367. 5 Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama, Terj. Djamanhuri (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
4
Artinya:“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”.6
Seperti yang kita ketahui dalam agama Islam, banyak umat Islam
merasakan ketenangan batin setelah melaksanakan ibadah. Yusuf al-Qardawi
menjelaskan bahwa perasaan umat mukmin yang yakin bahwa Allah akan
menolongnya merupakan sebuah jaminan bahwa dalam jiwanya tertanam
perasaan aman dan tentram.7 Bagi umat mukmin, ketenangan, keamanan dan
ketentraman tentunya dapat diterwujud karena kesungguhan hati dalam hal
iman kepada Allah SWT. yang memberinya cita-cita dan harapan akan
pertolongan, perlindungan dan penjagaan dari-Nya. Dengan melaksanakan
ibadah serta mengharap rid{o-Nya. Oleh karena itu, seseorang merasa bahwa
Allah selalu bersamanya dan senantiasa melindungi dan menolongnya dalam
berbagai permasalahan.
Oleh karena itu bisa diambil keterangan bahwa dari sudut spiritual
manusia selalu mengharapkan ketenangan batin dan menyandarkan dirinya
pada agama. Seperti yang dijelaskan oleh D. Hendropuspito, bahwa manusia
dihadapkan dengan berbagai tantangan dan untuk mengatasinya, manusia lari
kepada agama, karena manusia percaya dengan keyakinan yang kuat bahwa
6al-Qur’a>n, 13: 28.
7 Muhammad Utsman Najati, Psikologi dalam Al-Quran: Terapi Qurani dalam Penyembuhan
agama memiliki sesanggupan yang definitif dalam menolong manusia.8 Akan
tetapi, di era sekarang yang semakin banyaknya aliran kepercayaan dan juga
agama yang mana juga dibarengi dengan perkembangan tekhnologi yang
semakin canggih maka kemudian memudahkan manusia untuk berinteraksi
kepada siapapun, entah itu beda negara, agama, suku maupun yang lainnya.
Dengan adanya keleluasan berinteraksi dengan dunia luar, maka ketertarikan
dengan hal yang baru juga tidak dapat dielakkan, termasuk ketertarikan pada
doktrin-doktrin baru dari kepercayaan lain yang tersuguhkan yang mana
menurutnya bisa membawa pada ketenangan batin. Ini juga dikarenakan
manusia memiliki sifat yang selalu ingin puas dari hal-hal yang baru tersebut,
dalam artian bahwa manusia kurang puas dengan apa yang sudah ia miliki.
Dalam mendapatkan ketenangan, seringkali manusia tidak puas
terhadap agama dan kepercayaan yang telah lama diimani sebelumnya,
sehingga membuka celah akan goyahnya keimanan pada agama dan
kepercayaan kemudian mendorong manusia untuk mencari agama dan
kepercayaan yang lain yang dianggap lebih menjanjikan dan dapat menjawab
permasalahan yang dihadapi.
Gejala ini merupakan salah satu dari banyak faktor yang
mempengaruhi dan menyebabkan kemungkinan untuk terjadinya tidakan
pindah agama, karena faktor yang menyebabkan terjadinya konversi agama
diantaranya adanya pertentangan batin (konflik jiwa) dan ketegangan
perasaan, pengaruh hubungan dengan tradisi agama, hubungan pernikahan,
6
lingkungan agama, ajakan dan suasana, seperti tekanan emosional dan
kemauan sendiri serta faktor-faktor lain, baik internal maupun eksternal.9
Mengingat pentingnya agama bagi kehidupan manusia dalam
mengatasi goncangan jiwa dalam upaya mencari ketetapan hati serta
kepercayaan yang tegas, maka manusia dituntut menjalankan agama, sebab
agama adalah kebutuhan jiwa yang harus dipenuhi.10 Dengan memenuhi
kebutuhan jiwa maka tidak lain yang diperoleh dalam batin juga ketenangan.
Dengan itu juga merasa bahwa dengan menjalankan agama, seseorang akan
merasa bahwa Tuhan selalu bersamanya.
Peristiwa pindah agama oleh Jalaludin Ramayulis disebut konversi
agama, yaitu suatu tindakan dimana seseorang atau kelompok orang masuk
atau berpindah dari suatu sistem kepercayaan atau prilaku yang berlawanan
dengan kepercayaan sebelumnya.11
Kalau kita mengamati dalam realitasnya bahwa agama tidak hanya
dimiliki oleh kalangan masyarakat kelas bawah, akan tetapi sebaliknya bahwa
semua lapisan masyarakat baik dari kalangan bawah, menengah hingga
kalangan atas. Artinya bahwa agama merupakan milik semua kalangan
masyarakat tanpa mengenal kelas (lapisan sosial).
Dalam segi ekonomi maupun pendidikan, masyarakat kelas menengah
merupakan bagian dari masyarakat yang mana memiliki status sosial tinggi,
yang mana secara lahiriah kebutuhannya selalu terpenuhi. Oleh karena itu
membawa ketertarikan tersendiri bagi penulis untuk mengetahui bagaimana
masyarakat kelas menengah mampu melakukan perubahan keyakinan atau
pindah agama. Karena sebagaimana diketahui bahwa kebanyakan kasus
konversi agama biasanya terjadi pada masyarakat kelas bawah, sehingga
sebagian besar tidak lain alasannya adalah dikarenakan faktor ekonomi.
Melihat bahwa seseorang melakukan konversi agama adalah untuk
mendapatkan ketenangan batin atau ketentraman jiwa, maka pada faktanya
yang terjadi di masjid Al Falah Surabaya, kondisi status sosial pada kelas
menengah belum bisa sepenuhnya memberikan kepuasan atau ketentraman
batin seseorang.
Sesuai dengan fenomena yang terjadi di Masjid Al Falah Surabaya,
perpindahan agama Kristen ke Islam begitu sering terjadi. Berlangsungnya
ikrar bagi orang yang hendak melakukan pindah agama terjadi hampir setiap
hari di Masjid Al Falah Surabaya. Mereka yakin akan hal yang dilakukannya
mengenai perpindahan agama tersebut tentunya dikarenakan adanya suatu
latarbelakang (faktor pendorong) tertentu. Dari sudut lain, mereka yang
melakukan pindah agama tidak hanya terjadi pada kalangan bawah akan
tetapi mayoritas para konversan di sana yaitu berasal dari kalangan kelas
menengah. Hal ini terbukti bahwa paling tidak mereka rata-rata memiliki
mobil pribadi dan juga dari kalangan berpendidikan tinggi (hampir tidak ada
pelaku konversi yang tidak pernah sekolah), dan juga rata-rata memiliki
pekerjaan dengan gaji 2,5 juta keatas..
Berpijak pada latar belakang tersebut diatas, maka perlu bagi penulis
8
agama pada kalangan masyarakat kelas menengah yang terjadi di Masjid Al
Falah Surabaya untuk dijadikan sebagai bahan kajian ilmiah. Masalah pindah
agama menjadikan sebuah masalah yang menurut penulis menarik untuk
dikaji karena hal itu menyangkut perubahan batin yang mendasar dari orang
atau kelompok bersangkutan. Adapun kajian ini bertemakan “Perilaku
Konversi Agama pada Masyarakat Kelas Menengah di Masjid Al Falah
Surabaya pada Tahun 2015”.
B.
Rumusanmasalah
Berdasarkan uaraian latar belakang di atas, maka terdapat beberapa
permasalahan yang muncul dan menurut penulis sangat menarik untuk
meneliti serta mengkajinya. Diantara permasalahan yang penulis angkat
dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Mengapa konversi agama terjadi pada masyarakat kelas menengah?
2. Bagaimana perilaku masyarakat kelas menengah di masjid Al Falah
Surabaya pada tahun 2015, baik sebelum maupun sesudah konversi
agama?
C.
Batasan Masalah
Dalam penulisan hasil penelitian ini, agar tidak terjadi
pembahasan yang meluas dan tidak sesuai sasaran, maka penulis
penulis meneliti mereka pelaku konversi agama pada tahun 2015 yang
terjadi di masjid Al Falah Surabaya. Berdasarkan dokumen tersebut,
peneliti hanya menjelaskan perilaku, baik itu perilaku sebelum maupun
sesudah pindah agama dari pelaku konversi agama pada masyarakat
kelas menengah dengan kategori yang telah ditetapkan. Dalam hal ini,
pindah agama yang diteliti hanya perubahan dari agama Kristen ke
Islam.
D.
Penegasan Judul
Untuk memudahkan para pembaca dalam memahami judul
skripsi ini, yaitu “
Perilaku Konversi Agama pada Masyarakat KelasMenengah di Masjid Al Falah Surabaya pada Tahun 2015”. Maka penulis
perlu merumuskan atau mendefinisikan beberapa istilah yang terdapat dalam
judul tersebut. Adapun istilah-istilah dari judul diatas kami uraikan sebagai
berikut:
Perilaku; yang dimaksud oleh penulis yaitu sebuah tanggapan atau
reaksi dalam jiwa seseorang terhadap rangsangan dari keadaaan lingkungan
sekitar. Dalam hal ini penulis merujuk pada rangsangan dari adanya tindakan
pindah agama yang berupa sikap ataupun implementasi, baik sebelum
10
Konversi; berasal dari bahasa Inggris yaitu conversion yang memiliki
arti change from one state, or from one religion to another12, Ini berarti
bahwa konversi merupakan suatu perubahan dari satu keadaan seseoran atau
dari satu agama ke agama lain.
Agama; merupakan suatu jenis sistem sosial dibuat oleh
penganut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non empiris yang
dipercayai dan didayagunakan untuk mencapai keselamatan baik dari mereka
maupun masyarakat.13
Masyarakat; sekelompok manusia yang berinteraksi dengan kelompok
manusia lain sesuai perilaku manusia pada umumnya serta terorganisasi
seperti halnya masyarakat lain.14 Sedangkan Masyarakat yang penulis maksud
dalam karya ilmiah ini adalah beberapa individu atau kelompok yang
melakukan konversi agama.
Kelas Menengah; memiliki banyak definisi: pertama, yaitu lapisan
masyarakat terdiri atas individu manusia yaitu para pelajar, para profesional,
pekerja kerah putih, dan pemilik bisnis pada skala kecil atau menengah.15
Kedua, kelas menengah merupakan masyarakat yang berperan sebagai motor
pembangunan ekonomi dan agen perubahan ke arah demokratisasi politik.16
12 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Grafindo Persada, 2000), 245. 13 Hendropuspito, Sosiologi Agama, 1986, 34.
14 Ronald L. Johnstone, Religion in Society a Sociology of Religion (America: the United Stated of
America, 1983), 5-6.
15 Limas Susanto, “Kebingungan Kelas Menengah”, dalam Kelas Menengah Bukan Ratu
Adil,(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), 243.
16 Benny Subianto, “Kelas Menengah Indonesia: Konsep yang Kabur”, dalam Kelas Menengah
Dari kedua pengertian diatas memiliki makna atau sudut pandang yang
berbeda, akan tetapi kelas menengah yang penulis maksud dalam judul skripsi
ini adalah masyarakat yang mana kebutuhannya terpenuhi satu antara
pendidikan, ekonomi dan status sosialnya.
Jadi, penulis mencoba untuk menguraikan satu persatu dari
istilah-istilah yang dipakai dalam judul skripsi ini, untuk menghindari kesalahan
persepsi. Untuk lebih jelasnya, kiranya perlu bagi penulis untuk menjelaskan
arti dari judul skripsi tersebut sesuai dengan maksud dan pemahaman penulis,
yaitu studi terhadap gejala perpindahan agama Kristen ke Islam yang dialami
oleh masyarakat kelas menengah dengan segala hal yang
melatarbelakanginya yang terjadi di masjid Al Falah Surabaya pada tahun
2015.
E. Alasan Memilih Judul
Adapun yang mendorong penulis untuk mengangkat judul tersebut
adalah; pertama, untuk menjelaskan alasan-alasan yang dikemukakan oleh
para pelaku konversi agama pada masyarakat kelas menengah yang notabene
dari segi lahiriah baik itu keinginan maupun kebutuhan dalam kehidupannya
secara umum terpenuhi. Bagi penulis peristiwa tersebut menarik untuk di kaji
lebih dalam karena menyangkut masalah mendasar dalam diri seseorang.
Kedua, menjelaskan perilaku masyarakat kelas menengah khususnya
yang melakukan pindaha agama di masjid Al Falah Surabaya berdasarkan
12
agama. Apakah dengan kelas sosial yang melekat dalam kehidupannya, lantas
perilaku sebelum pindah agama masih melekat atau tidak pasca ia mengalami
perubahan pada keyakinan atau pindah agama.
F.
Tujuanpenelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan
dari penulis di dalam karya ilmiah ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat menjelaskan apa saja faktor penyebab terjadinya konversi agama
pada masyarakat kelas menengah.
2. Mampu menjelaskan dan menganalisis sikap atau perilaku masyarakat
kelas menengah, baik sebelum maupun sesudah melakukan konversi
agama, khususnya di masjid Al Falah Surabaya pada tahun 2015.
G. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu bahan kajian demi
pengembangan wawasan kemahasiswaan untuk melihat, mengkaji,
mencermati serta memahami secara mendalam tentang konversi agama
yang telah dan akan terjadi dalam masyarakat, sebagai bentuk proses
2. Dapat memberikan kontribusi terhadap perkembangan keilmuan dan
memperluas cakrawala berfikir secara ilmiah tentang konversi agama,
sehingga dapat diambil hikmah dan manfaatnya.
3. Sebagai tambahan pengetahuan bagi peneliti, serta memepertajam daya
kritis dan daya nalar serta melatih kepekaan terhadap
fenomena-fenomena keagamaan yang timbul ditengah masyarakat.
H. Telaah Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi tentang kajian atau penelitian yang
sudah pernah dilakukan sebelumnya, sehingga terlihat jelas bahwa kajian ini
bukanlah pengulangan atau duplikasi dari kajian terdahulu. Penulis sadar
bahwa pembahasan tentang konversi agama bukanlah suatu hal yang baru,
melainkan telah ada beberapa peneliti yang telah membahas sebelumnya.
Akan tetapi tempat dan agama yang diteliti berbeda serta didalam fokus
pembahasannya ada sedikit perbedaan.
Pertama, penelitian yang dibahas oleh M. Hamim, dengan judul:
“Konversi Agama dari Hindu ke Islam di Desa Jiu Kecamatan Kutorejo
Kabupaten Mojokerto”, didalamnya membahas tentang indikator terjadinya
konversi agama yaitu dari Hindu ke Islam. Selain itu juga membahas tentang
kualitas pemahaman akan ajarana agama Islam serta yang menjadi objek
penelitiannya adalah masyarakat pedesaan yang mayoritas juga dari
14
Kedua, Penelitian yang dibahas oleh Khadirotul Khasanah, dengan
judul :”Pengaruh Konversi Agama terhadap Keharmonisan Keluarga (Studi
Kasus di Kecamatan Grising Kabupaten Batang)”, didalamnya membahas
tentang penyebab terjadinya konversia agama yang kemudian dipadukan
dengan keharmonisan keluarga dan juga membahas tentang kiat-kiat pelaku
konversi agama menjaga keharmonisan keluarga.
Dari penelitian-penelitian yang penulis cantumkan di atas, berbeda
dengan penelitian yang hendak penulis lakukan ini. Skripsi yang penulis
angkat ini yaitu berjudul “Perilaku Konversi Agama pada Masyarakat Kelas
Menengah di Masjid Al Falah Surabaya pada Tahun 2015”.
Adapun perbedaan yang dapat dilihat yaitu penelitian yang penulis
angkat ini adalah sebuah kasus konversi agama yang dilakukan oleh
seseorang di masjid Al-Falah Surabaya pada tahun 2015 yang mana
mayoritas mereka adalah orang yang tingkat ekonominya, pendidikan
maupun tingkat sosialnya berada di kelas menengah. Sedangkan penelitian
yang penulis cantumkan di atas, yang pertama adalah kasus konversi agama
yang terjadi pada orang pedesaan yang mayoritas orang awam, serta yang
melakukan perpindahan dua kali yaitu dari Islam ke Hindu kemudian kembali
ke Islam lagi. Dan yang kedua adalah sebuah konversi agama yang dipadukan
dengan keharmonisan keluarga, artinya pelaku konversi agama bagaimana
menjaga agar keharmonisan keluarga tetap berjalan meskipun berbeda agama
I. Metode Penelitian
Dalam melakukan sebuah penelitian, berbagai metode banyak
digunakan oleh seorang peneliti, hal ini tentunya sesuai dengan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian itu sendiri. Sehingga penelitian itu menjadi
valid dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya secara ilmiah.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yang mana penelitian ini
mengarah pada pemahaman lebih luas mengenai makna dan konteks,
tingkah pelaku dan proses yang terjadi pada pola-pola pengamatan dari
fakta-fakta yang berhubungan.17 Pendekatan kualitatif adalah pendekatan
yang digunakan untuk mendeskripsikan, menggambarkan atau melukiskan
secara sistematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta serta sifat
hubungan antara fenomena yang diselidiki.18
Jadi, peneliti mencoba untuk mencari informasi dan mengulas
lebih dalam tentang motivasi atau hal yang mendorong seseorang
melakukan pindah agama serta kemudian bagaimana mereka dalam
mengaplikasikan sebuah ajaran yang baru ia yakini dalam kehidupan
sehari-hari. Selanjutnya yaitu, peneliti mengulas lebih dalam mengenai
aspek-aspek psikologi yang dialami oleh pelaku konversi agama, baik dari
sebelum hingga sesudah melakukan konversi agama.
17 Julian Brannen, Memadu Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah
IAIN Antasari Samarinda, 1999), 117.
18 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Remika Citra,
16
2. Sumber Data
Sumber data utama yang digunakan dalam penelitian kualitatif
adalah sebagai berikut:
a. Kata-kata, merupakan informasi yang diperoleh dari orang yang
diwawancarai, tentunya informasi yang sesui dengan masalah yang
dikaji dari sebuah penelitian. Moleong berpendapat bahwa sumber data
utama adalah kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau
diwawancarai.19 Dalam hal ini, sumber data dapat diperoleh langsung
dari pelaku konversi agama, orang yang bertanggung jawab dalam
pembinaan mualaf di Masjid al Falah (ketua pelaksana dan para ustadz
pembina).
b. Tindakan, merupakan kegiatan atau perilaku dari subjek yang diteliti.
Seperti kegiatan yang dilakukan sehari-hari oleh pelaku konversi
agama. Dalam mendapatkan informasi yang diperlukan tentunya
didapat melalui pengamatan, yaitu penggabungan antara kegiatan
melihat, mendengar dan bertanya yang terarah dan sitematis, sehingga
jawaban tidak melebar dari pembahasan..
c. Dokumen, merupakan data yang berupa sumber tertulis maupun dalam
bentuk rekaman audio. Dokumen yang digunakan untuk melengkapi
data seperti catatan-catatan, laporan data Yayasan masjid al Falah,
buletin yang bersangkutan, buku literatur, hasil rekaman dan lain
sebagainya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan bentuk penelitian dan juga jenis sumber data yang
dimanfaat, maka tekhnik pengumpulan/penggalian data yang digunakan
oleh peneliti adalah sebagi berikut:
a. Teknik interview, yaitu suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengajukan pertanyaan secara langsung kepada responden,20.
Adapun jenis interview yang digunakan adalah jenis interview bebas
terpimpin dan digunakan untuk mewawancarai ketua dan sekretaris dari
bagian pengurus ikrar di Masjid Al Falah Surabaya (lembaga Muhtadin)
serta beberapa mualaf yang melakukan pindah agama pada tahun 2015
yang masuk dalam kategori kelas menengah. Hal ini dilakukan untuk
mengumpulkan data dari jawaban lebih detail yang berhubungan
dengan permasalahan yang diteliti.
b. Teknik observasi, yaitu memperhatikan sesuatu dengan menggunakan
mata.21 Dalam observasi ini peneliti menggunakan observasi partisipan
dengan pengamatan dan pendengaran secara langsung tentang keadaan
dan proses perpindahan agama yang terjadi pada mualaf di Masjid
Al-Falah Surabaya, baik secara formal maupun informal.
c. Teknik Dokumentasi; dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
dokumentasi baik berupa rekaman, foto, tulisan atau yang lain, yang
mana data tersebut dianggap penting dalam penelitian. Dokumentasi
18
bisa diambil ketika berlangsungnya wawancara ataupun juga saat
berlangsungnya prosesi ikrar pindah agama.
4. Teknik Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan sebuah data sangat diperlukan dalam
penelitian kualitatif demi keaslian dan tingkat kepercayaan data yang telah
terkumpul. Dalam tekhnik keabsahan data, penulis menggunakan teknik
trianggulasi, hal ini merupakan salah satu teknik pemeriksaan dari
keabsahan sebuah data yang memanfaat suatu yang lain diluar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data
tersebut.22
Melalui metode pemeriksaan ini, penulis menggunakan teknik
trianggulasi data dan trianggulasi teori. Dimana data yang telah
dikumpulkan kemudian dikaitkan dengan teori-teori mengenai faktor
penyebab terjadinya konversi agama, yang diyakini fakta, data dan
informasinya dapat dipertanggungjawabkan. Kemudian pemeriksaan
melalui sumber data dengan cara membandingkan data hasil pengamatan
dan wawancara dengan informan. Artinya bahwa peneliti melakukan
perpaduan dari data yang dimiliki dengan pelaku konversi agama atau data
dari masjid al Falah Surabaya.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja
dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milah menjadi satuan yang
dapat dikelola, mensintesiskan, mencari dan menemukan pola,
menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan
apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.23
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagi sumber, yaitu wawancara, observasi, dokumentasi dll.
Setelah dibaca, dipelajari dan ditelaah, selanjutnya adalah mereduksi
(pemotongan) data, tentunya dalam hal ini adalah data inti. Kegiatan
mereduksi data tersebut dilakukan dengan cara mengabstraksi data.
Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses dan
pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijaga sehingga tetap berada
didalamnya.24
Metode pembatasan atau metode berfikir yang penulis gunakan
dalam menyusun skripsi ini adalah metode Diskriptif eksploratif , yaitu
menggambarkan keadaan atau status fenomena yang berkembang
dimasyarakat dengan mengkaji lebih dalam masalah yang terjadi.25
Artinya penulis memberikan gamabaran konversi agama pada masyarakat
kelas menengah di masjid al Falah, apakah mereka pindah agama atas
dasar ikut-ikutan, disuruh, perkawinan, ataukah yang lain.
23 Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, 248. 24 Ibid.
20
J. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan memudahkan peneliti
dalam menyusun skripsi ini, maka dijelaskan secara garis besar dari
masing-masing bab dan sub-sub babnya sebagai berikut:
Bab I (satu) yaitu pendahuluan yang mana pada bab ini mengawali
seluruh rangkaian pembahasan yang terdiri dari sub-sub bab, yakni latar
belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, penegasan dan alasan
memilih judul, tujuan dan manfaat penelitian, sumber yang digunakan ,
metodologi penelitian dan sitematika pembahasan.
Bab II (dua) berisikan tentang kajian teori yang mana didalamnya
menguraikan secara teoritis tentang konversi agama sebagai acun dan
sandaran dalam melakukan pnelitian di lapangan. Oleh karena itu, dalam bab
ini ada beberapa hal yang penulis anggap urgen untuk dibahas, yaitu definisi
konversi agama maupun masyarakat kelas menengah, faktor yang mendorong
terjadinya konversi agama, proses konversi agama, identifikasi kelas
menengah serta kecenderungan perilaku masyarakat kelas menengah.
Bab III (tiga) memuat tentang gambaran umum obyek penelitian. Bab
ini berisikan studi lapangan konversi agama pada mualaf di Masjid Al-Falah
Surabaya. Yang meliputi gamabaran umum masjid Al-Falah Surabaya,
deskripsi data konversi agama pada tahun 2015, identifikasi masyarakat kelas
menengah yang melakukan konversi agama serta pelaksanaan koversi agama.
Bab IV (empat) yaitu penyajian dan analisis data. Dalam bab ini,
melatarbelakangi terjadinya konversi agama pada masyarakat kelas menengah
dan perilaku konversi agama di masjid al Falah Surabaya pada tahun 2015,
serta analisis data.
Bab V (lima) yaitu penutup, yang mana bab ini menjadi bagian akhir
dari seluruh rangkaian penyusunan skripsi ini yang mana didalamnya
berisikan beberapa kesimpulanyang didapat dari penelitian dan saran-saran
22
BAB II
PE
RILAKU KONVERSI AGAMA DAN MASYARAKAT
KELAS MENENGAH
A. Konversi Agama
Sebelum membahas lebih jauh mengenai konversi agama, perlu
kiranya bagi penulis untuk menguraikan secara detail mengenai hal-hal yang
bersangkutan dengan konversi agama itu sendiri. Seperti apa definisi dari
konversi agama itu sendiri, kemudian disusul dengan faktor pendorong
terjadinya konversi agama, serta bagaimana proses dari konversi agama. Hal
ini menjadi perlu karena ini adalah acuan mendasar.
1. Definisi Konversi Agama
Secara etimologi kata konversi agama berasal dari bahasa latin yaitu
conversio yang berarti tobat, pindah, berubah (agama).1 Selanjutnya kata tersebut dipakai dalam bahasa Inggris, yaitu conversion yang artinya berubah dari suatu keadaan, atau dari suatu agama ke agama yang lain
(change from one stage, or one religion, to another).2 Berdasarkan arti kata tersebut dapat disimpulkan bahwa konversi agama mengandung
pengertian bertobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran
agama atau masuk ke agama lain.
1 Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo, 1996), 245.
Akan tetapi dari segi terminologi, kata konversi agama memiliki
beberapa penegertian. Zakiah Daradjat menyebutkan bahwa konversi
agama (Inggris: conversion) berarti berlawanan arah. Yang dengan sendirinya konversi agama berarti terjadinya suatu perubahan keyakinan
yang berlawanan arah dengan keyakinan semula.3 Pengertian yang lain
disampaikan oleh Hendropuspito bahwa konversi agama adalah orang
yang dulunya belum beragama samasekali kemudian menerima suatu
agama orang yang sudah memeluk agama tertentu kemudian keagama
lain.4
Menurut Thomas F O’Dea dalam bukunya “Sosiologi Agama” memberikan pengertian, bahwa konversi berarti suatu reorganisasi
personal yang ditimbulkan oleh identifikasi pada kelompok lain dan
nilai-nilai baru.5 Tentunya hal ini dalam ruang lingkup sosiologi.
Sedangkan Max Heirich memberikan definisi konversi agama
adalah suatu tindakan dimana seseorang atau sekelompok orang masuk
atau pindah ke suatu sistem kepercayaan atau prilaku yang berlawanan
dengan kepercayaan sebelumnya.6 Mereka merasa tidak nyaman, kurang
puas, atau dengan kata lain tidak mendapatkan apa yang ia inginkan
terhadap keyakinan yang sudah ia percayai sebelumnya.
Selain tersebut di atas, William James juga memberikan penjelasan
bahwa konversi agama juga bisa diartikan sebagai sebuah proses
3 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), 160. 4 Hendropuspito, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 78.
5 Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama Suatu Pengenalan Awal, (Jakarta: Rajawali Press, 1987),
120.
24
perjuangan menjauhi dosa daripada perjuangan menuju kebaikan.7 Artinya
bahwa seseorang merasa dalam dirinya merasa bersalah dan berdosa ketika
sebelum melakukan konversi agama. Tentunya melakukan sebuah
konversi agama dijadikan sebuah alternatif untuk menjauhi atau bahkan
menghilangkan dosa yang menyelimutinya. Karena menurut James, bahwa
dosa selalu muncul dalam setiap individu.
Dari beberapa pengertian yang dipaparkan di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa konversi agama merupakan perpindahan dari suatu
agama atau keyakinan ke agama atau keyakinan yang lain yang mana
disertai oleh perilaku yang dialami oleh seorang atau kelompok, baik
perubahan secara berangsur-angsur maupun spontan (mendadak) dan
perubahan itu diyakini menuju pada arah yang lebih baik menurutnya.
Selain itu, konversi agama juga bisa dikatakan suatu perkembangan
spiritual yang mengakibatkan perubahan suatu arah tertentu menuju ke
arah yang menurutnya lebih berarti bagi pelaku konversi agama.
Selain itu, dari pemaparan diatas terdapat juga beberapa yang
kiranya menjadikan ciri pada konversi agama itu sendiri. Diantaranya
sebagai berikut: pertama, adanya perubahan arah pandangan atau
keyakinan seseorang atau kelompok terhadap agama atau keyakinan yang
dianutnya. Kedua, adanya pengaruh dari kondisi kejiwaan sehingga sebuah
proses perubahan (konversi agama) dapat berlangsung secara
berangsur-angsur atau mendadak, baik perubahan keyakinan maupun agama. Ketiga,
7 William James, The Varietes of Religious Experience, terj. Luthfi Anshari, (Yogyakarta:
Perubahan yang terjadi, bukan hanya berasal dari lingkungan atau
dorongan jiwa semata, akan tetapi juga karena adanya petunjuk dari Yang
Maha Kuasa.8
2. Faktor Penyebab Terjadinya Konversi Agama
Dalam kehidupan, pola berpikir manusia selalu dinamis. Artinya
bahwa pola pikir manusia tidaklah selamanya stagnan melainkan selalu
berubah-ubah mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu, terjadinya
peristiwa konversi agama merupakan hal yang wajar terjadi dalam
kehidupan manusia. Peristiwa terjadinya konversi agama tentunya juga
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu.
Dalam penelitian ini, penulis menguraikan pendapat para ahli yang
memberikan gambaran faktor penyebab terjadinya konversi agama sesuai
dengan ilmu yang mereka kaji. Diantaranya yaitu:
a) Para Ahli Agama
Mereka menjelaskan bahwa dorongan seseorang pindah agama
yaitu karena adanya petunjuk atau hidayah dari Yang Maha Kuasa.
Petunjuk Ilahi merupakan pengalaman non empirik, oleh karena itu
sangat sulit untuk membuktikan secara empiris tentang faktor ini,
meskipun kita percayai bahwa faktor ini memgang peranan penting
dalam konversi agama. Kekuatan inilah yang menyebabkan seseorang
tidak mampu untuk menolaknya. Tanpa adanya pengaruh dari Ilahi,
26
orang tdak akan sanggup untuk menerima keyakinan yang baru.
Sehingga bantuan dari Allah SWT ini sangat diperlukan untuk
menentukan seseorang akan melakukan konversi agama atau tidak.
Hal ini diperkuat oleh dalam al-Qur’a>n surat al-Baqarah ayat 272:
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufik) siapa yang dikehendaki-Nya.”9
Ayat tersebut menjelaskan bahwa seseorang dilarang untuk
memberikan bantuan apapun kepada umat non muslim, baik berupa
materi atau non materi sebagai cara untuk membujuk, menggiring atau
memaksa mereka untuk memeluk agama Islam.10 Dengan adanya
paksaan, maka kehawatiran untuk terjadinya kekerasan selalu
menyelimuti. Bisa dartikan sebagai tindakan untuk beragama pada
orang lain, kita tidak diperkenankan untuk memaksa mereka.
Dengan diturunkannya hidayah dari Allah, manusia dapat
menemukan kebenaran-kebenaran asasi, kebenaran wahyu untuk
mencapai hasrat cintanya, kebahagiaan sejati dan kebenaran hakiki.11
Dalam hal hidayah, Islam juga mengajarkan, dalam Qur’a>n surat
al-Qas{as{ ayat 56:
9 al-Qur’a>n, 2: 272.
10 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan dan Keseharian Al Qur’an, (Tangerang:
Lentera Hati, 2007), Cet. 10, 584.
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada
orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk”.12
Ayat ini menjelaskan hidayah yang mengantar seseorang menerima
dan melaksanakan tuntunan Allah bukanlah suatu wewenang dari manusia,
atau dalam batas kemampuannya, melainkan semata-mata wewenang dan
hak tersebut sepenuhnya adalah hak prerogatif dari Allah swt.13 Manusia
tidak mampu memberikan hidayah yang menjadikan seseorang menerima
dengan baik dan melaksanakan ajaran, sekalipun dia adalah orang yang
paling dicintai oleh Allah (Nabi Muhammad).
b) Ahli Sosiologi
Mereka memberikan pandangan mengenai faktor konversi
agama diantaranya yaitu seperti: pertama, karena adanya faktor
perkawinan. Banyak orang yang berkeinginan melakukan perkawinan,
namun salah satu diantara mereka berlainan agama, maka jalan keluar
supaya dapat melangsungkan perkawinan yaitu kadang mereka harus
12 al-Qur’a>n, 28: 56.
28
pindah agama.14 Atas dasar cinta, kasih sayang dan ingin memiliki,
tidak jarang seseorang merelakan untuk meninggalkan agamanya.
Kedua yaitu karena adanya pengaruh kebiasaan yang bersifat
rutin. Pengaruh seperti ini dapat mendorong seseorang atau kelompok
untuk berubah kepercayaan jika dilakukan secara rutin.15,16 Misalnya
pertemuan dengan orang beda agama secara rutin, baik itu menghadiri
undangan pernikahan beda agama ataupun pertemuan yang lain. Contoh
lain seperti atas dasar penghormatan kepada temannya yang beda
agama, maka ia menghadiri undangan untuk hadir dalam perayaan
natal. Jika hal tersebut sering atau rutin ia lakukan, maka tidak menutup
kemungkinan ia bisa berubah arah pandang keimanan, sehinggal agama
yang ia peluk sebelumnya menjadi luntur dan masuk ke agama yang
sama dengan teman sejawatnya.
Ketiga yaitu pengaruh anjuran atau propaganda.17 Hal ini bisa
berasal dari keluarga, famili, karib dan lain sebagainya. Orang-rang
yang mengalami kegelisahan (keguncangan batin) akan mudah
menerima ajakan, sugesti atau bujukan dari orang lain, apalagi bujukan
tersebut menjanjikan harapan akan terlepas dari problem yang sedang
dialaminya. Karena seseorang yang sedang mengalami kegelisahan
batin, yang ada dalam benaknya hanyalah bagaimana untuk bisa
menenangkan dan menentramkan batin.
14 Jalaluddin, Psikologi Agama), 247. 15 Ibid.
Oleh karena itu, tidak sedikit para pemuka agama yang tidak
segan-segan mendatangi orang-orang yang mulai goyah keyakinannya
karena penderitaan.18 M ereka datang dengan membawa
bujukan-bujukan tentang ajaran agama dan hadiah yang menarik yang akan
menambah ketertarikannya kepada ajakan tersebut. Sedangkan
mengenai ajaran agama baik itu logis atau tidak, hal itu bukanlah hal
yang penting bagi orang yang sedang mengalami kegelisahan, yang
terpenting baginya adalah dirinya ingin terlepas dari segala penderitaan
dan tekanan-tekanan perasaan itu.
Keempat, yaitu adanya pengaruh pimpinan keagamaan.19
pemimpin keagamaan dengan pengaruh kekharismatikannya, serta
menjadi pusat perhatian masyarakat, maka tidak jarang seseorang
menjalin hubungan baik dengannya begitu erat. Karena kekharismaan
yang dimilikinya, seseorang akan mudah mengikuti saran-saran atau
petuah-petuah yang diungkapkannya. Apalagi dengan adanya keeratan
hubungan dengan pemimpin agama, maka secara otomatis seseorang
akan mengikuti apa saja yang ia lakukan atau ucapkan, karena diangkap
yang paling benar di antara mereka. Hal itu juga tidak menutup
kemungkinan untuk terjadinya pindah agama.
Kelima, yaitu pengaruh kekuasaan pemimpin.20 Masyarakat
pada umumnya masih banyak yang menganut agama yang dianut oleh
pemimpinnya (kepala Negara atau Raja). Pada abad pertengahan ada
18 Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, 188. 19 Ibid., 248.
30
pepatah “cuius regio illius est religio” artinya rakyat yang tinggal pada wilayah raja diwajibkan memeluk agama raja. Dengan adanya peraturan
tersebut, orang atau kelompok yang tidak seagama dengan raja maka
harus keluar dari wilayah tersebut.21 Masyarakat yang tidak ingin keluar
dari negara dan demi mendapatkan hidup yang layak dari pemerintah
negara, maka bagi yang tidak sama agamanya dengan raja akan
merelakan jika harus berpindah agama.
c) Ahli Psikologi
Mereka berpendapat bahwa yang menjadi dorongan untuk
melakukan konversi agama adalah faktor psikologis. Yang mana dalam
hal ini dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Baik dari
faktor internal maupun ekternal membawa dampak ketegangan batin
pada jiwa seseorang, lantas kemudian ia akan mencari jalan keluar
sehingga lepas dari adanya tekanan tersebut (ketenangan atau
ketentraman batin). Adapun yang penulis maksud dengan faktor
internal dan ekternal yaitu:
1) Faktor Internal
Pertama adalah faktor kepribadian. Secara psikologi, tipe ini
akan memengaruhi kehidupan jiwa seseorang. Dalam penelitian
William James ia menemukan bahwa tipe melankolis (pendiam) yang
memiliki kerentanan perasaan lebih mendalam dapat menyebabkan
terjadinya konversi agama.22
Faktor kedua adalah Pembawaan. Menurut penelitian Guy E.
Swanson dalam penelitiannya menemukan ada semacam
kecenderungan urutan kelahiran mempengaruhi konversi agama. Anak
sulung dan bungsu biasanya tidak mengalami tekanan batin, sedangkan
anak-anak yang dilahirkan diantara keduanya berdasarkan urutan
kelahirannya itu banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama.23
Ketiga adalah Faktor emosi.24 Orang-orang yang emosinya lebih
besar atau sensitif, maka memungkinkan ia akan mudah terkena sugesti
dari orang lain disaat ia sedang mengalami kegelisahan. Zakiah
Daradjat juga mengungkapkan bahwa meskipun secara lahir tidak
tamapak, tapi dapat dibuktikan pada usia remaja yang tidak sediki
faktor emosi memengaruhi akan terjadinya pindah agama.25
Keempat adalah faktor niat atau kemauan. Orang yang akan
melakukan konversi agama, dalam benaknya pasti merasa ada sesuatu
yang hilang atau merasa bersalah dan ingin lepas dari dosa.26 oleh
karena itu mereka akan melakukan suatu hal sehingga lepas dari
perasaan dosa tersebut. Dan untuk melakukannya harus disertai niat
yang kaut. Beberapa kasus konversi agama, terbukti bahwa perstiwa
22 Jalaluddin, Psikologi Agama, 250.
23 Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 108. 24 James, The Varietes of Religious Experience, 248.
32
konversi agama adalah dari hasil suatu perjuangan batin dan
kemauannya.27
Faktor ini memiliki peran penting, karena ketika seseorang
hanya merasa tegang dalam batin akan tetapi tanpa didorong dengan
niat, maka tindakan untuk keluar dari ketegangan batin tersebut tidak
akan pernah terjadi termasuk harus pindah agama. Selain itu dengan
dorongan niat yang kuat untuk mendekatkan diri pada Yang Maha
Kuasa, akan membuatnya semakin gigih dalam menjalankan
ajaran-ajaran dalam agama.
2) Faktor eksternal
Pepindahan agama yang disebabkan oleh faktor ekternal
terdapat tiga faktor yang dianggap memberikan pengaruh pada
seseorang untuk melakukan pindah agama.
Pertama yaitu faktor keluarga; Kondisi keluarga yang tidak
normal alias berantakan membuat seseorang akan merasa tidak tenang
sehingga memberikan dorongan untuk pindah agama. Dalam hal ini
yang sering mempengaruhi terjadinya konversi agama yaitu: keretakan
keluarga, ketidakserasian, berlainan agama, kesepian, kesulitan seksual,
terkucilkan.28 Selain itu juga biasanya dikrenakan pasangan hidup yang
beda agama, dengan dasar kasih sayang dan cinta serta tidak ingin
kehilanga sehingga ia rela untuk pindah agama.
Kedua yaitu, adanya perubahan status.29 Adanya perubahan
status secara mendadak, memberikan pengaruh terjadinya konversi
agama. Misalnya perkawinan beda agama, perceraian, pekerjaan dan
lain-lain. Seseorang yang mengalami suatu keadaan secara mendadak,
dan perubahan tersebut merupakan kondisi terpuruk yang tidak pernah
ia alami sebelumnya, maka ketegangan batin tidak dapat ia hindari,
sehingga terdorong untuk lebih intens mencari jalan keluar. Seperti
contoh, jika ada seseorang yang biasa hidup mewah, harta melimpah
dan segala yang ia inginkan akan mudah terpenuhi, namun suatu saat ia
dilanda musibah sehingga harta kekayaannya musnah dan lenyap
kemudian istri dan anaknya menuntut untuk memulihkan keadaan
ekonominya karena mereka tidak tahan jika harus hidup miskin.
Dengan kejadian itu, maka disinilah seseorang akan mengalami stres
(tekanan batin) dan mencoba untuk mencari jalan keluar. Hal ini juga
tidak menutup kemungkinan mendorong seseorang untuk pindah
agama.
Ketiga yaitu adanya faktor ekonomi.30 Kondisi ekonomi yang
sulit juga mempunyai pengaruh akan terjadinya konversi agama.
Masyarakat awam yang miskin dan yang tidak memiliki pengetahuan
dan keyakinan yang kuat, maka meraka cenderung memeluk agama
yang menjanjikan kehidupan dunia yang lebih baik. Kebutuhan
mendesak akan sandang dan pangan mempunyai pengaruh terjadinya
34
konversi agama. Oleh karena itu ketika seseorang memiliki
perekonomian yang mencukupi, maka sedikit kemungkinan untuk
terjadinya konversi agama.
Berangkat dari penjelasan diatas mengenai faktor pindah agama
yang telah diuraikan oleh beberapa ilmuan sesuai dengan kajian
keilmuannya, baik dari faktor dari dalam (internal) maupun dari luar
(eksternal), penulis mengidentifikasi bahwa penyebab yang sangat
mendasar untuk terjadinya konversi agama adalah karena konflik jiwa
(petentangan batin) dan ketegangan perasaan yang mungkin disebabkan
oleh keadaan tertentu yang tidak sesuai dengan kemauan. Meskipun
begitu, dari pemaparan berbagai penyebab faktor pindah agama tersebut
diatas memiliki peran sebagai jembatan akan ketegangan jiwa. Oleh karena
itu, macam-macam faktor pindaha agama harus tetap dicantumkan.
3. Proses Konversi Agama
Konversi agama menyangkut perubahan pada batin seseorang
secara mendasar. Segala bentuk kehidupan batin yang semula mempunyai
pola tersendiri berdasarkan pandangan hidup (agama) yang dianutnya,
maka setelah konversi pada dirinya secara spontan pula yang lama
ditinggalkan. Adapun selain secara mendadak, konversi agama juga
melalui beberapa proses.
Menurut Zakiah Daradjat, proses yang dilalui oleh orang yang
ini disebabkan karena perbedaan faktor yang mendorongnya dan
tingkatnya, ada yang dangkal, sekedar untuk dirinya saja dan ada pula
yang mendalam disertai dengan kegiatan agama yang sangat menonjol
sampai kepada perjuangan mati-matian. Ada yang terjadi hanya sekejap
mata, ada pula yang berangsur-angsur.31
Adapun Zakiah Daradjat memaparkan macam-macam proses
terjadinya konversi agama, adalah sebagai berikut:
a. Masa tenang pertama
Masa sebelum mengalami konversi, dimana segala sikap,
tingkah laku dan sifat-sifatnya acuh tak acuh menentang agama. Dalam
kondisi ini, seseorang berada dalam keadaan tenang karena masalah
agama belum memengaruhi sikapnya.32 Keadaaan demikian dengan
sendirinya tidak akan mengganggu keseimbangan batin hingga ia
berada dalam kondisi tenang dan tentram dan tidak ada permasalahan.
b. Masa ketidaktenangan
Perasaan ini bisa dikarenakan tertimpa musibah, krisis ataupun
merasa berdosa terhadap apa yang telah dilakukannya. Hal ini
menyebabkan kegelisahan, panik, putus asa, ragu dan bimbang. Orang
ini lebih sensitif dan mudah terkena sugesti. Bujukan atau sugesti yang
31 Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, 161.
36
membawa harapan akan terlepas dari kesengsaraan batin itu akan segera
diikutinya.33
c. Peristiwa konversi itu sendiri
Setelah mencapai masa puncak goncangan dan benar-benar
terjadi konflik batin, maka terjadilah peristiwa konversi. Orang tiba-tiba
merasa dapat petunjuk Tuhan, mendapat kekuatan dan semangat untuk
merubah pandangan. Ia tentunya merasa bahwa keputusan yang diambil
telah membawanya pada ketenangan batin. Karena ketenangan batin itu
terjadi dilandaskan atas suatu perubahan sikap kepercayaan yang
bertentangan dengan kepercayaan sebelumnya. Maka terjadilah
konversi agama.
d. Keadaan tentram dan tenang
Setelah krisis konversi lewat dan masa menyerah telah dilalui,
maka timbullah perasaan atau kondisi yang baru, rasa damai dan aman
di hati, tidak ada lagi dosa yang tidak diampuni Tuhan. Tiada kesalahan
yang patut disesali, semuanya telah lewat, segala persoalan menjadi
ringan dan terselesaikan. Nyaman dengan ajaran baru yang ia yakini.
sebagaimana Allah menjadikan pada hamba-Nya, hal ini termaktub
dalam al-Qur’a>n surat Ar-Ra’d ayat 28:
“Yaitu orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tentram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram”.34
Keraguan seseorang akan hilang setelah ia mendapat petunjuk
dan tuntunan dari Allah setelah sebelumnya bimbang dan ragu. Dengan
dzikir atau selalu mengingat kepada Allah, seseorang akan terbebas dari
kecemasan, artinya ketentraman jiwa akan mudah didapatkannya.35
e. Masa ekspresi dalam hidup
Ini adalah tingkat terakhir, dimana perilaku, sikap perkataan,
dan seluruh jalan hidupnya berubah mengikuti aturan-aturan yang baru
yang diajarkan oleh agama setelah konversi agama.36 Islam juga
mengajarkan. al-Qur’a>n surat al-H{ajj ayat 77:
“Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan”.37
34 al-Qur’a>n, 13: 28.
35 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Vol. 6 (Tangerang: Lentera Hati, 2002), 587. 36 Daradjat, Ilmu Jiwa, 162-163.
38
Sebagai usaha memperkokoh keimanan seseorang harus
melaksanakan doktrin-doktrin atau ajaran-ajaran agama. oleh karena itu
Allah menyuruh umat Islam untuk rukuk dan sujud agar supaya
seseorang tidak mudah terperdaya oleh kaum musyrikin.38 Selain itu,
Quraish Shihab juga menggambarkan bahwa seseorang untuk
mendapatkan kemenangan, haruslah ia merasakan sebagai petani
(bekerja) terlebih dahulu, yang harus susah payah membajak, menanam
benih, menyingkirkan hama dan menyirami tanamannya, kemudian
harus menunggu masanya untuk memetik buahnya.39
Selain itu juga termaktub dalam al-Qur’a>n surat al-Kahfi ayat 110:
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya".40
Beramal sholeh maksudnya adalah berbuat yang baik dan
bermanfaat untuk dirinya sendiri, keluarganya, dan masyarakat luas
demi karena Allah swt. ini juga yang termasuk dalam bentuk keimanan
kita kepada apa yang diajarkan oleh agama Islam.41
38 M. Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, Vol. 9, 132-133. 39 Ibid.
40 Ibid., 18: 110.
Suatu pemahaman, penghayatan dan penerapan adalah
kesadaran usaha untuk mempelajari ajaran Allah dengan aktifitas
(sholat, puasa, dzikir dan lain sebagainya) yang dapat mengembangkan
kualitas terpuji pada diri seseorang.42 Dan merupakan bentuk aplikasi
dari pemahaman akan ajaran agama yang dianutnya. Dengan
pengaplikasian bentuk ajaran agama dalam kehidupan nyata, maka
secara tidak langsung seseorang tersebut membangun dan memupuk
keimanan dalam jiwanya sehingga menumbuhkan karakter atau
perilaku yang sesuai dengan agama.
Selain tersebut diatas, proses terjadinya konversi agama juga tidak
lain karena adanya dorongan perubahan yang timbul dari dalam maupun
dari luar individu. Menurut M.T.L. Penido berpendapat bahwa konversi
agama memiliki dua unsur, yaitu unsur dari luar dan unsur dari dalam43,
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Unsur dari dalam diri adalah proses perubahan yang terjadi dalam diri
seseorang atau kelompok. Konversi yang terjadi dalam batin ini
membentuk suatu kesadaran untuk mengadakan suatu transformasi, hal
ini disebabkan karena krisis yang terjadi dan keputusan yang diambil
berdasarkan pertimbangan pribadi.44 Dalam proses ini, psikis seseorang
mengalami perubahan yaitu dari hilangnya struktur pola pikir yang
lama kemudian digantikan dengan pola pikir yang baru.
42 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Dengan Islam Menuju Psikologi Islam, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997), 126-127.
40
b. Unsur dari luar yaitu proses perubahan yang berasal dari luar atau
kelompok sehingga mampu menguasai kesadaran orang atau kelompok
yang bersangkutan.45 Dorongan daya dari luar memberikan suatu
pengaruh yang kuat sehingga sampai pada tekanan dalam batin
seseorang. Dalam keadaan ini seseorang membutuhkan penyelesaian
sehingga lepas dari tekanan batin dan mendapatkan ketenangan jiwa.
Dari kedua unsur tersebut, tentunya memiliki peran aktif dalam
memilih jalan keluar dari apa yang menjadi permasalahan batin. Apabila
pemilihan tersebut sesuai dengan permasalahan/kehendak batin, maka
ketenangan akan tercipta, terutama dalam hal memilih agama. Karena
agama mengajarkan moral, setidaknya hal tersebut menjadi penting akan
peran dari kedua unsur diatas.
B. Masyarakat Kelas Menengah
Dalam ilmu sosiologi acap kali kita mendengar istilah interaksi sosial,
yaitu hubungan antar individu dengan individu yang lain. Didalam interaksi
sosial melibatkan manusia, baik dari mereka yang mempunyai suku, ras,
agama serta golongan yang sama atau pun dengan mereka dari luar yang
berbeda.
Berbicara mengenai hal tersebut di atas, bisa terdeteksi bahwa dalam
masyarakat terdapat perbedaan-perbedaan mendasar. Oleh karena itu dalam
kajian ini penulis mefokuskan pada perbedaan yang terjadi dalam masyarakat.
Lebih rincinya, yaitu pada masyarakat kelas menengah.
1. Definisi Masyarakat Kelas Menengah
Sebagian besar masyarakat memberikan pandangan bahwa
golongan masyarakat kelas menengah merupakan aktor penting dalam
pembangunan perekonomian serta agen dari perubahan menuju arah
demokratisasi politik.
Ketika berbicara mengenai definisi kelas masyarakat, maka
timbullah beberapa pertanyaan muncul. Bambang Setiawan, salah seorang
jurnalis kompas menjelaskan bahwa dalam mengklasifikasikan kelas
masyarakat maka timbul pertanyaan, apakah kelas dibentuk secara
subyektif ataukah obyektif?. Jika dibentuk secara subyektif artinya definisi
kelas seseorang tergantung pada pengakuan. Sedangkan jika
pengelompokan dilakukan secara obyektif, apakah yang menjadi
ukurannya?, apakah parameter ditentukan oleh seorang peneliti ataukah
lewat kerja mesin yang dapat meminimalkan subyektifitas peneliti?, jika
ditentukan peneliti, seberapa jauh obyektifitas dapat dijaga?, dan jika
dilakukan oleh sebuah alat pemrograman, mampukah menghasilkan
pemilihan yang memuaskan?.46 Hal tersebut menandakan bahwa untuk
mengidentifikai atau mendefinisikan sebuah kelas menengah masih belum
ditemukan titik temu yang pasti.
42
Kelas menengah merupakan lapisan masyarakat yang terdiri atas
manusia pelajar, para profesional dan pemilik bisnis pada skala kecil dan
menengah.47 Disisi lain, Herrru Widiatmanti memaparkan bahwa kelas
menengah merupakan sebuah istilah, yaitu kelas sosial ekonomi antara
kelas pekerja dan kelas atas.48 Biasanya yang termasuk dalam kategori
kelas menengah adalah profesional, pekerja terampil, dan manajemen
bawah atau menengah.49
Kendati demikian, adanya pelapisan masyarakat dalam aneka
ragam kelas (bawah, menengah dan atas) seolah-olah fenomena alam,
karena hal tersebut merupakan sebuah fenomena yang tidak dikehendaki
atau diatur oleh individu masyarakat.
Perbedaan tersebut muncul karena adanya ketidakseimbangan atau
ketidaksamaan tentang kebutuhan seseorang yang disebabkan oleh
beberapa faktor yang memengaruhinya, seperti faktor ekonomi,
pendidikan maupun status sosial di masyarakat. Dari ketiga faktor itulah
yang kemudian menimbulkan adanya suatu pelapisan yang dikenal dengan