• Tidak ada hasil yang ditemukan

Daftar Kolokium 2007

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Daftar Kolokium 2007"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

INVENTARISASI KANDUNGAN GAS

DAERAH TANJUNG MEDAR KABUPATEN SUMEDANG,

PROVINSI JAWA BARAT

Dede I. Suhada1, Untung Triono1, David P. Simatupang1

1

Kelompok Kerja Energi Fosil-Pusat Sumber Daya Geologi

SARI

Lokasi rembesan gas berada di Blok Kontrak, Kampung Peusar, Kecamatan Tanjung Medar, Sumedang, Jawa Barat, berada pada koordinat 107o 51’ 59 ’’ BT dan 6 o 41’ 31” LS.

Secara regional lokasi penyelidikan termasuk kedalam Cekungan Bogor bagian Utara, yang telah mengalami dua kali kegiatan tektonik yaitu Intra Miosen dan Plio-Pleistosen. Formasi yang menyusun daerah penelitian terdiri dari Andesit, Anggota Batulempung Formasi Subang, Anggota Batupasir Formasi Subang, Formasi Kaliwangu, Formasi Citalang dan Endapan Kuarter. Struktur Geologi yang berkembang berupa lipatan dan sesar.

Kandungan gas didominasi oleh metana (CH4) diperkirakan berasal dari biogenik. Hasil analisis dari lima

conto batuan menunjukkan variasi kandungan karbon organik dari kategori miskin (TOC<0.5%) sampai

cukup tinggi ‘rich excellent’ (TOC=4.90%). Tingkat kematangan termal batuan sedimen Formasi

Kaliwangu dan Formasi Citalang masih sangat rendah (thermally immature) dengan Tmax berkisar antara

411-413oC, berpotensi rendah sebagai sebagai sumber hidrokarbon.

Nilai S2 antara 0.27 sampai 1.45mg/g yang masih jauh dibawah batas minimum suatu batuan sumber

dikatakan mempunyai potensi ekonomis, dan nilai indek hidrogen (HI) antara 25-35 memberikan indikasi kerogen vitrinitik-inertinitik (Tipe III-IV).

Batuan sedimen teranalisis hanya berpotensi sangat rendah sebagai penghasil gas apabila mencapai tingkat kematangan termal yang tinggi.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Minyak dan gas bumi hingga saat ini masih menjadi sumber energi utama yang dipakai luas di masyarakat dan industri di Indonesia dan seluruh dunia. Seiring dengan meningkatnya peradaban, laju konsumsi minyak dan gas bumi (migas) terus mengalami peningkatan, sementara secara alami

produksinya akan turun (oil depletion). Untuk

merespon hal tersebut diperlukan usaha untuk menurunkan konsumsi, yang harus sejalan dengan usaha peningkatan produksi migas nasional. Sesuai dengan sifat migas yang tidak terbarukan (non renewable), maka cara untuk meningkatkan produksi adalah melalui kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan-cadangan migas baru.

Sebagai sumber energi yang mulai digalakkan untuk digunakan secara luas di masyarakat, gas alam mempunyai nilai ekonomi yang semakin

tinggi dan menjadi salah satu komoditas yang penting. Bila ditemukan cadangan gas yang cukup besar disuatu daerah, pada akhirnya hal ini akan mendorong peningkatan produksi migas nasional, dan apabila ternyata cadangannya kecil dan tidak dapat diproduksikan secara komersial, cadangan ini tetap dapat bermanfaat bagi masyarakat, bila dikelola dengan baik dan memperhatikan kaidah-kaidah keselamatan.

(2)

Maksud dan Tujuan

Penyelidikan gas ini dimaksudkan untuk mengetahui lokasi dan sifat gas yang merembes ke permukaan di daerah penyelidikan dan mengetahui formasi batuan yang ada di daerah

sekitarnya. Bila memungkinkan, akan

dilakukan perkiraan jalur rembesan dan

posisi batuan induk (source rock), sebagai tempat

asal dan tempat terbentuknya gas.

Melalui hasil survei ini diharapkan akan dapat menghasilkan informasi rembesan gas bagi Kabupaten Sumedang dan juga untuk memperbarui dan melengkapi data di bidang migas pada Pusat Sumber Daya Geologi.

- Tersusunnya data dan informasi potensi sumber daya daerah rembesan Minyak

- Penambahan bank database tentang potensi

Migas

- Meningkatnya informasi potensi rembesan minyak daerah dan kemungkinan pengembangan dan pemanfaatannya

Lokasi Daerah Penyelidikan

Daerah penyelidikan terletak di dua Kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yaitu Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Subang (Gambar 1.1.). Daerah penyelidikan yang masuk ke dalam Kabupaten Sumedang meliputi wilayah Kecamatan Tanjungmedar, Tanjungkerta, dan Kecamatan Buahdua. Daerah penyelidikan yang masuk ke dalam Kabupaten Subang adalah Kecamatan Cijambe. Daerah penyelidikan dibatasi oleh

koordinat geografis 06°39’30.23” - 06°45’30.26”

Lintang Selatan dan 107°50’0.84” – 107°56’0.88”

Bujur Timur. Termasuk kedalam 4 (empat) lembar Peta Rupabumi Digital Indonesia yang diterbitkan oleh Bakosurtanal skala 1 : 25.000, yaitu lembar Cisalak 341, Buahdua 342, Sukamulya 323, dan Sumedang 1209-324.

Lokasi daerah penyelidikan terletak lebih kurang 40 km ke arah Timur Laut Kota Bandung, ibu kota Provinsi Jawa Barat. Pencapaian lokasi dapat dilakukan melalui jalan darat Bandung – Sumedang – Cimalaka – Citimun – Sukatani – Lokasi.

Keadaan Lingkungan

Daerah Desa Jingkang dan sekitarnya merupakan perbukitan dimana sebagian besar daerahnya merupakan daerah perkebunan. Untuk daerah sepanjang Sungai Cikandung merupakan daerah irigasi sehingga lahan pertanian banyak terdapat di sekitar ini. Mata pencaharian penduduk selain bertani dan berladang, terdapat juga sebagai peternak, baik itu kambing, sapi juga ikan air tawar.

Pendidikan yang tersedia di sekitar lokasi antara lain SD, SMP dan SMA. Untuk perguruan tinggi mereka melanjutkannya ke Kota Sumedang atau Bandung.

Waktu Penyelidikan

Pelaksanaan pekerjaan lapangan dilakukan selama 50 hari mulai dari tanggal 29 Juni 2007 sampai 17 Agustus 2007. Pengurusan perijinan dimulai dari tingkat provinsi, kemudian tingkat kabupaten sampai ke tingkat terendah yaitu desa. Pekerjaan lapangan meliputi pemetaan geologi, pengambilan conto gas dan juga conto batuan sekitar lokasi penyelidikan. Conto gas dan batuan yang didapat berguna untuk analisis laboratorium lebih lanjut.

Pelaksana dan Peralatan

Petugas lapangan terdiri dari 5 (lima) orang yaitu Ahli Geologi, Surveyor, Preparator dan dibantu oleh satu Ahli Geologi dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sumedang juga tenaga setempat.

Peralatan yang digunakan untuk pemetaan geologi dan pengambilan conto gas terdiri dari:

- Peta Rupabumi skala 1 : 25.000 terbitan

Bakosurtanal

- Kompas Geologi

- Palu Geologi

- GPS Garmin 60i

- Kamera

- Tabung Gas

- Alat-alat tulis

Penyelidik Terdahulu

(3)

Silitonga, P. H., (2003) yang melakukan penelitian Geologi Lembar Bandung, Jawa.

Penelitian tentang minyak dan gas pernah dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat-ITB bekerjasama dengan Pemda Sumedang pada tahun 2002. Sedangkan penelitian secara spesifik tentang rembesan gas baru dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada awal 2007.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Propinsi Jawa Barat , Pemerintah Daerah Kabupaten Sumedang hingga aparat desa yang terkait dalam perijinan serta pihak-pihak lain yang telah membantu kelancaran kegiatan ini.

GEOLOGI UMUM

Startigrafi

Daerah penelitian termasuk kedalam Cekungan Bogor. Menurut Soejono, (1984) Cekungan Bogor ini mulai berkembang pada kala Eosen Tengah dan pada Kala Oligosen-Miosen, mulai diendapkan sedimen marin (laut dalam) hasil aliran gravitasi dari arah selatan ke utara. Pengendapan ini mencapai Jawa Barat pada Kala Miosen Awal. Sedangkan penyebaran endapan kipas laut dalam di Jawa Barat yang umurnya makin muda ke utara, terjadi pada Kala Miosen Awal-Akhir. Di Jawa Barat pada Kala Miosen Awal diendapkan endapan gunungapi yang berasal dari selatan Pulau Jawa yang bersifat basalt-andesit. Pendangkalan Cekungan Bogor ke arah Utara dimulai pada Kala Miosen Tengah. Cekungan Bogor sendiri telah menjadi daratan pada Kala Pliosen.

Secara umum daerah Jawa Barat dibagi menjadi tiga mandala sedimentasi yaitu Mandala Banten di sebelah barat, Mandala Cekungan Bogor di sebelah selatan, dan Mandala Paparan Kontinen di sebelah utara. Pada kala Miosen, endapan sedimen di Mandala Cekungan Bogor pada umumnya didominasi oleh endapan aliran gravitasi (Koesoemadinata dan Soejono, 1974) yang merupakan sistem kipas laut dalam (Soejono, 1984). Secara umum, batuan penyusun Mandala Cekungan Bogor berupa batuan sedimen klastik berciri endapan turbidit dan sedimen

volkaniklastik. Lapisan-lapisan Neogen ini hanya dapat dijumpai dalam bentuk singkapan-singkapan yang sempit karena tertutup oleh endapan-endapan gunungapi Kuarter (van Bemmelen, 1949). Sedangkan pada Kala Miosen-Pliosen di lepas pantai Jawa Utara dan daerah Jawa Barat Utara (Mandala Paparan Kontinental), diendapkan endapan laut neritik yang terdiri dari gamping terumbu dan napal (Koesoemadinata dan Soejono, 1974).

Berdasarkan sejarah geologi, daerah penelitian berada di Blok Bogor bagian utara, dekat perbatasan Blok Jakarta-Cirebon dan Blok Bogor. Daerah penelitian termasuk ke dalam Mandala Cekungan Bogor bagian utara yang berdekatan dengan Mandala Paparan Kontinen. Oleh karena itu sifat sedimen yang terendapkan di daerah penelitian dapat dipengaruhi oleh kedua mandala sedimentasi tersebut. Sifat ini terlihat pada kesebandingan stratigrafi yang dilakukan oleh peneliti terdahulu di sekitar daerah penelitian. Formasi-formasi yang terlibat di daerah penelitian ialah Formasi Citalang, Formasi Kaliwangu dan Formasi Subang serta satuan endapan gunungapi. Formasi Citalang (500-600 m), terdiri dari lapisan-lapisan napal tufan diselingi oleh batupasir tufan dan konglomerat. Formasi Kaliwangu (kurang lebih 600 m), terdiri dari batupasir tufan, konglomerat, batulempung dan kadang-kadang lapisan-lapisan batupasir gampingan dan batugamping. Selain itu terdapat juga lapisan-lapisan tipis gambut dan lignit. Pada batupasir dan konglomerat banyak fosil moluska. Anggota Batupasir Formasi Subang (0-300 m), terdiri dari batupasir andesit, batupasir konglomerat, breksi, lapisan batugamping dan batu lempung. Jarang mengandung fosil Lepidocyclina. Anggota Batulempung Formasi Subang, terdiri atas batulempung, beberapa mengandung batugamping napalan keras, napal dan batugamping abu-abu tua. Juga kadang-kadang sisipan batupasir glaukonit hijau, mengandung fosil foraminifera.

Struktur Geologi

(4)

Daerah penelitian termasuk kedalam Zona sempit antara Purwakarta dan Majalengka.

Periode tektonik Intra-Miosen

Pada masa ini berlangsung pembentukan geantiklin Jawa di bagian selatan Pulau Jawa, sehingga menimbulkan gaya atau tekanan ke arah utara. Gaya-gaya ini mengakibatkan terbentuknya struktur lipatan lemah pada batuan sedimen di sebelah utara dimana Zona Bogor termasuk di dalamnya. Peristiwa tektonik terjadi setelah Formasi Cidadap yang berusia Miosen Tengah diendapkan. Hal ini dibuktikan dengan terdapatnya ketidakselarasan antara Formasi Cidadap dengan Formasi Kaliwangu yang berada diatasnya dan berumur Pliosen Bawah.

Periode tektonik Plio-Plistosen

Pada kala ini berlangsung kelanjutan dari aktifitas vulkanisma yang terjadi pada perioda sebelumnya sepanjang rantai transisi pegunungan antara Zona Bogor dan Zona Bandung. Sebagian merupakan kelanjutan dari kegiatan vulkanisma Intra-Miosen. Pada perioda ini terjadi perlipatan dan pensesaran yang sangat kuat dan intensif, yang diakibatkan oleh gaya dari selatan mengarah ke utara. Saat ini dapat kita lihat sebagai akibat tekanan yang kuat yakni berupa berupa lipatan dan sesar naik di bagian utara Zona Bogor yang memanjang antara Subang dan Gunung Ciremai, sepanjang 70 kilometer. Zona sesar naik ini dikenal dengan

Anjak Baribis (Baribis thrust). Sesar ini menerus

sampai ke Jawa Timur yang dikenal dengan Kendeng Thrust.

Indikasi Gas

Informasi adanya gas pertama kali berasal dari laporan penduduk kepada Pemda Sumedang dimana pada saat pembakaran lahan ditemukan titik api yang tidak padam.

Berdasarkan laporan kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi kepada Kepala Badan Geologi tanggal 15 Januari 2007, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pernah melakukan penelitian gas yang merembes di daerah Jingkang, dari hasil penelitian tersebut diperoleh data bahwa terdapat kemunculan gas

yang di dominasi oleh metana (CH4) di daerah

Blok Kontrak, Kampung Peusar, Desa Jingkang,

Kecamatan Tanjungmedar, Kabupaten Sumedang, sekitar 25 km ke arah Barat Laut kota Cimalaka.

KEGIATAN PENYELIDIKAN

Penyelidikan Lapangan

Pengumpulan Data Sekunder

Sebelum melakukan kegiatan lapangan terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data sekunder yang berasal dari penelitian terdahulu. Data-data sekunder ini berguna sebagai acuan dalam kegiatan lapangan diantaranya; Peta Geologi Regional Lembar Bandung, dilakukan oleh Silitonga, P. H., (2003), Pengkajian kemungkinan keterdapatan minyak dan gas oleh LPPM-ITB (2002) serta penelitian rembesan gas yang dilakukan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada awal 2007.

Pengumpulan Data Primer

Setelah dilakukan pengumpulan data sekunder, kegiatan selanjutnya adalah pengumpulan data primer berupa kegiatan lapangan dengan metode penentuan lokasi rembesan gas serta pengambilan contoh gas kemudian pemetaan geologi.

Sebagai langkah awal akan dilakukan penentuan koordinat lokasi rembesan berdasarkan data-data awal yang sudah dimiliki dengan menggunakan GPS. Koordinat perlu ditentukan dengan teliti, karena dapat berguna bagi usaha mencari asal gas. Juga dilakukan kegiatan mengambil conto gas yang keluar dari rembesan dan conto batuan tempat rembesan tersebut. Selanjutnya conto gas dan batuan akan diperiksa di laboratorium untuk mengetahui kandungan dan diperkirakan karakteristik gas.

(5)

Demikian juga bila ditemukan batuan yang mengandung minyak, sebaiknya dibungkus dahulu dengan kertas aluminium foil agar kandungan minyaknya tidak menguap.

Kegiatan pemetaan awal dilakukan pada daerah sekitar rembesan gas untuk mengetahui formasi tempat rembesan tersebut. Selanjutnya akan dilakukan pemetaan di daerah yang lebih luas, terutama di formasi yang lebih tua dari formasi tempat rembesan. Pemetaan formasi yang lebih tua dilakukan karena mengingat gas yang merembes ke permukaan akan berasal dari formasi dibawahnya. Pada formasi-formasi yang lebih tua itu akan dicari indikasi batuan yang mempunyai kemungkinan menjadi reservoir atau batuan induk dari gas dan akan diambil conto batuannya untuk diperiksa di laboratorium.

Analisis Laboratorium

Dalam kegiatan ini dilakukan empat kegiatan analisis laboratorium. Dua analisis dilakukan untuk mengetahui potensi hidrokarbon, kualitas kerogen serta tingkat kematangan termal dari

batuan sumber yaitu; Total Karbon Organik

(TOC) dan Pirolisis Rock Eval. Selain itu dilakukan juga analisis Retorting untuk mengetahui kuantitas minyak yang terkandung dalam batuan dan analisis Petrografi, untuk mengetahui jenis maseral dan penentuan tingkat kematangan dari material organik melalui reflektan vitrinite. Kedua analisis terakhir berguna untuk menguatkan dari analisis sebelumnya. Analisis kromatografi gas dilakukan untuk untuk mengetahui apakah gas yang muncul merupakan biogenik atau termogenik. Apabila hasil analisa menunjukkan kandungan methan lebih dari 99 % dan karbon isotop C13 kurang dari -60 per mile maka dapat dipastikan itu biogenik, jika kandungan methan kurang dari 95 % dan karbon isotop C13 lebih dari -45 per mile maka dapat dipastikan itu termogenik.

Jumlah conto batuan yang dianalisis sebanyak lima buah berasal dari conto singkapan batuan sedimen. Sedangkan untuk conto gas tidak didapatkan karena pada saat kegiatan gas tidak keluar lagi, sehingga tidak dilakukan analisis kromatografi gas (GC) maupun kromatografi gas spektroskopi massa (GCMS) fraksi saturat.

Untuk analisis Total Karbon Organik dan Pirolisis Rock Eval dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas

Bumi “Lemigas”. Sedangkan analisis Retorting dan Petrografi dilakukan di Laboratorium Kimia dan Fisika Mineral, Pusat Sumber Daya Geologi.

Pengolahan Data

Setelah semua data didapat, maka pekerjaan selanjutnya adalah pengolahan data. Pengolahan data ini merupakan pekerjaan studio untuk menghasilkan peta geologi. Peta geologi ini memuat data-data lapangan berupa singkapan, struktur geologi, lokasi gas dan aspek geologi lainnya. Peta ini merupakan hasil rekonstruksi data lapangan sehingga mengambarkan penyebaran batuan, hubungan umur antar batuan dan struktur yang berkembang di daerah penyelidikan.

HASIL PENYELIDIKAN

Geologi Daerah Penyelidikan

Morfologi

Morfologi yang berkembang di daerah penyelidikan terdiri dari empat satuan bentanglahan.

1. Bentanglahan Vulkanik

2. Bentanglahan Kerucut Intrusi

3. Bentanglahan Fluvial

4. Bentanglahan Struktural

Bentanglahan Vulkanik menempati dua wilayah yaitu wilayah timur dan wilayah barat daya daerah penyelidikan. Daerah yang termasuk bentanglahan ini di sebelah timur adalah sekitar barat laut lereng Gunung Tampomas dengan perbukitan bergelombang, sedangkan di sebelah barat daya merupakan hasil aktivitas dari gunung api tua, bentanglahan ini dicirikan dengan kemiringan lereng yang terjal dan lembah sungai yang berbentuk ‘V’.

Bentanglahan Kerucut Intrusi berada di tengah-tengah daerah penyelidikan yaitu Intrusi Gunung Geulis, sangat mudah dikenali karena bentuknya menonjol, berbeda dengan daerah sekitarnya, dengan kemiringan lerang yang sangat terjal.

(6)

anak-anaknya dicirikan dengan adanya limpah banjir,

meander sungai dan point bars. Pola pengaliran

yang berkembang adalah dendritik.

Bentanglahan Struktural menempati wilayah barat laut mulai dari Desa Kamal sampai Subang bentanglahan ini dicirikan dengan perbukitan – perbukitan yang memanjang ataupun terlipat yang disebabkan kontrol struktur yang kuat, terdapat

juga gawir-gawir sesar atau fault scarp. Gerakan

tanah ataupun longsor banyak dijumpai di daerah ini. Pola pengaliran yang berkembang adalah subdendritik.

Stratigrafi

Daerah penyelidikan terdiri dari sebelas formasi mulai dari yang tua berumur Miosen sampai Kuarter. Intrusi Andesit merupakan batuan tertua yang berada di daerah penyelidikan, kemudian diendapkan secara tidak selaras Anggota Batulempung Formasi Subang yang menjemari dengan Anggota Batupasir Formasi Subang, diatas Formasi Subang diendapkan secara tidak selaras Formasi Kaliwangu yang berumur Miosen Atas. Ketidakselarasan terjadi juga antara Formasi Kaliwangu dengan Formasi Citalang yang berada diatasnya. Setelah diendapkan Formasi Citalang yang berumur Pliosen selanjutnya merupakan pengendapan batuan yang berumur Kuarter.

Andesit

Dicirikan dengan tekstur porfiritik, struktur amigdaloidal, mengandung mineral piroksen da ampibol. Intrusi Andesit Gunung Geulis ini merupakan batuan tertua di daerah penyelidikan, dibuktikan dengan tidak adanya efek pemanggangan dan pola perlapisan terhadap batuan sekitarnya.

Anggota Batulempung Formasi Subang

Tersusun oleh batulempung, sisipan batupasir karbonatan dan nodul batulempung. Batulempung ini mempunyai sifat mengembang apabila terkena air. Batulempung ini tersebar di beberapa tempat, penyebaran terluas berada di sebelah utara mulai dari Desa Ciburuan Kecamatan Conggeang sampai Desa Cikadu, Subang. Batulempung ini tersingkap sangat baik di sepanjang Sungai Cikandung sekitar Desa Kertamekar yang menerus ke arah Desa Kamal, tersingkap pula di Sungai Cikandung di dekat Desa Wanajaya.

Penyelidik terdahulu menyebutkan berumur Miosen Atas sampai Pliosen.

Anggota Batupasir Formasi Subang

Tersusun atas batupasir karbonatan berselingan dengan batulempung, batupasir tufaan, breksi dan konglomerat. Batupasir ini tersingkap baik di Sungai Cikandung antara Desa Kertaharja sampai Kampung Tegallaja. Sebagian tersingkap juga di Sungai Cikandung sekitar Pari yang menyebar mulai dari Desa Mekarmukti sampai ke Desa Pamekarsari.Batupasir ini menjemari dengan Anggota Batulempung Formasi Subang yang berumur Miosen atas sampai Pliosen.

Formasi Kaliwangu

Formasi ini tersusun oleh batulempung berwarna abu-abu terang, menyerpih, terdapat fosil Turitela, mengandung lapisan tipis karbon. Penyebaran dari formasi ini relatif baratlaut-tenggara mulai dari Desa Cikawung, Indramayu sampai Kampung Jati di sebelah utara disepanjang Sesar Baribis. Sebaran lainnya terdapat di Desa Wanasari sampai Desa Cikadu, Subang. Terputus di Desa Pamekarsari oleh sesar geser. Formasi ini tersingkap baik juga di Sungai Cikandung disekitar Desa Kertamekar dengan penyebaran kearah baratlaut yaitu Desa Kamal. Penyebaran formasi ini terdapat juga secara setempat-setempat di daerah Desa Bantarsari, Subang. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras dengan Formasi Subang yang berada di bawahnya. Umur dari formasi ini diperkirakan Pliosen dengan lingkungan pengendapan laut dangkal.

Formasi Citalang

Tersusun atas Batupasir dan Tuf lapili, batupasir dan juga endapan sungai. Penyebaran dari formasi ini mulai dari daerah Cipicung sampai Pasir Pogor ketebalan diperkirakan sekitar 300 meter. Hubungan dengan formasi kaliwangu adalah ketidakselarasan dimana dicirikan dengan adanya bidang erosional. Umur dari formasi ini adalah Pliosen.

Endapan Kuarter

(7)

batuan yang ada di daerah penyelidikan, satuan tersebut dari tua ke muda adalah :

Hasil Gunung Api Lebih Tua

Breksi, lahar dan pasir tuf berlapis-lapis dengan kemiringan yang kecil. Berada di sebelah barat dan menempati hampir 40 % daerah penyelidikan

Hasil Gunung Api Muda Tak Teruraikan

Pasir tufan, lapili, breksi, lava, aglomerat. Menempati wilayah kecil didaerah Pasir Ipis sebelah timur laut daerah penelitian.

Tuf Berbatuapung

Pasir tufan, lapili, bom-bom, lava berongga dan kepingan-kepingan andesit-basal padat yang bersudut dengan banyak bongkahan dan pecahan batuapung. Menempati sekitar 4 % dan berada sebelah tenggara daerah penyelidikan.

Aluvium

Lempung, lanau, pasir dan kerikil, terutama endapan sungai sekarang. Berada di utara daerah penyelidikan sekitar daerah Pari pada aliran Sungai Cikandung.

Struktur Geologi

Struktur yang berkembang di daerah penyelidikan adalah lipatan berupa antiklin dan sinklin serta sesar yaitu sesar naik dan sesar mendatar.

Antiklin dan sinklin umumnya berarah barat-timur dan juga baratlaut-tenggara, lipatan ini terjadi pada Formasi Subang dimana banyak dijumpai lapisan hampir tegak yang menunjukkan tekanan yang kuat seiring dengan terbentuknya Sesar Naik Baribis.

Sesar naik yang berkembang berarah baratlaut-tenggara dengan kemiringan bidang sesar ke arah selatan, dan sesar naik ini memiliki arah yang sama dengan Sesar Naik utama Sesar Baribis . Sesar ini adalah Sesar Ciomas dan Sesar Gunung Geulis. Sesar Gunung Geulis yang berada di sekitar Intrusi Gunung Geulis diperkirakan menerus sampai kearah lokasi rembesan gas, kondisi ini yang memungkinkan gas terperangkap dalam struktur ini.

Sesar mendatar memiliki arah relatif utara selatan. Berada di sebelah utara memotong Anggota Lempung, Batupasir Formasi Subang dan Formasi Kaliwangu.

Potensi Kandungan Gas

Lokasi Gas

Lokasi kemunculan gas hanya terdapat di satu tempat yaitu di Kampung Peusar Desa Jingkang pada koordinat 107o 51’ 59 ’’ BT dan 6 o 41’ 31” LS. Hasil penyelidikan lapangan tidak didapatkan lagi rembesan gas, tidak tercium bau yang menyengat, hanya tersisa lempung berwarna merah bata yang mengeras terkena panas gas sebelumnya. Menurut penduduk setempat gas metan yang muncul terakhir adalah bulan Januari.

Potensi Hidrokarbon

Melihat dari keadaan sekarang dimana kemunculan gas metan tersebut hanya diwaktu-waktu tertentu dengan tekanan yang kecil, maka dapat dikatakan potensi gas tersebut kecil. Berikut tabel hasil pengukuran dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi pada dua titik pengamatan (Tabel 4.1). Jika dilihat dari titik

pengamatan dua dimana kandungan CH4

menunjukkan 100% mengindikasikan bahwa gas merupakan biogenik.

Hasil analisis karbon organik dan pirolisis (Tabel 4.2) dari 4 perconto batuan Formasi Kaliwangu menunjukkan variasi kandungan karbon organik dari kategori ‘miskin’ (TOC<0.5%) pada perconto GAS2 dan KLW1, ‘sedang’ (0.5%<TOC<1%) pada perconto CKD-06 dan ‘sangat bagus’ pada perconto CKD-07 (TOC=3.37%). Perconto PAL2 dari Formasi Citalang menunjukkan kandungan karbon organik yang cukup tinggi sebagai batuan sumber (TOC=4.90%).

Meskipun demikian seperti halnya batuan sedimen dari Formasi Kaliwangu, hasil analisis pirolisis menunjukkan potensi hidrokarbon yang sangat rendah. Hal ini terlihat dari nilai S2 antara

(8)

teranalisis bukan merupakan batuan sumber hidrokarbon yang potensial.

Kandungan hidrogen yang rendah seperti ditunjukkan oleh nilai indek hidrogen (HI) antara 25-35 memberikan indikasi kerogen vitrinitik-inertinitik (Tipe III-IV), sehingga batuan sedimen tersebut hanya berpotensi sangat rendah sebagai penghasil gas apabila mencapai tingkat kematangan termal yang tinggi. Kemudian tingkat kematangan termal batuan sedimen Formasi Kaliwangu dan Formasi Citalang juga masih

sangat rendah (thermally immature) dengan Tmax

berkisar antara 411-413oC.

Untuk hasil analisis dari retorting dan petrografi belum didapatkan hasilnya dari laboratorium sehingga tidak bisa dibahas saat ini.

Prospek Pengembangan

Berdasarkan penelitian bahwa gas yang muncul merupakan biogenik dan juga analisis geokimia terhadap conto batuan sekitar menunjukkan hasil pirolisis kerogen rendah dengan tingkat kematangan termal juga sangat rendah menegaskan bahwa sedimen teranalisis bukan merupakan batuan sumber hidrokarbon yang potensial dan tidak bisa dikembangkan lebih lanjut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Morfologi daerah penyelidikan terdiri dari empat bentanglahan yaitu; Bentanglahan Vulkanik, Kerucut Intrusi, Fluvial dan Struktural. Daerah penyelidikan termasuk kedalam Zona Bogor, dimana formasi yang menyusun daerah penelitian terdiri dari Andesit, Anggota Batulempung Formasi Subang, Anggota Batupasir Formasi Subang, Formasi Kaliwangu, Formasi Citalang dan Endapan Kuarter. Struktur Geologi yang berkembang berupa lipatan dan sesar. Sesar Gunung Geulis diperkirakan menerus sampai lokasi gas.

Rembesan gas muncul di Kampung Peusar Desa Jingkang berada pada Formasi Kaliwangu yang berumur Pliosen dengan kondisi gas tidak keluar lagi diperkirakan berasal dari biogenik. Tingkat kematangan termal batuan sedimen Formasi Kaliwungu dan Formasi Citalang dari daerah Tanjung Medar, Jawa Barat masih sangat rendah

(thermally immature). Batuan sedimen Formasi Kaliwangu dan Formasi Citalang di daerah penelitian berpotensi rendah sebagai sebagai sumber hidrokarbon.

Saran

(9)

Table 2.1 Stratigrafi daerah penyelidikan

No. Kode Conto Jenis Conto Batuan Formasi

1 CKD6 O/C Batulempung Fm. Kaliwangu

2 CKD7 O/C Batulempung, Lignit Fm. Kaliwangu

3 GAS2 O/C Batulempung Fm. Kaliwangu

4 KLW1 O/C Batulempung Fm. Kaliwangu

5 PAL2 O/C Batulempung Fm. Citalang

Table 3.1 Daftar conto batuan untuk dianalisa

N o . Tipe Analisis Jumlah conto

1 Preparasi sampel 5

2 Total Karbon Organik 5

3 Pirolisis Rock Eval 5

4 Retorting 5

5 Petrografi 5

(10)

Kandungan

Gas Titik 1 Titik 2

CO2 0,74-0,83 % vol 2,94 % vol

CH4 24-24 % LEL > 100 % LEL

SO2 - 0,7 ppm

CO 3 ppm 3 ppm

H2S - -

Table 4.1 Komposisi gas hasil pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi

Tabel 4.2 Hasil analisis karbon organik dan pirolisis

(11)

0

Poor Fair Good V. Good Ex cellent

F. KALIWUNGU

(12)

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

390 405 420 435 450 465 480 495 510 525

Tmax (0C)

HI

(m

g H

C/g TO

C

)

CKD - 06 CKD - 07 PAL2 CKR-19/SP.39 CKR-29/SP.55 PL-03/SP.93

0. so-reflectance

1.2 6 i

I m m a t u r e Oil Zone Ga s Zon e

TIPE I

TIPE II

TIPE III

Mixed

Oi

l

Ga

s

F. KALIWUNGU F. CITALANG F. PELANG

F. KEREK

F. KEREK

Legenda:

Gambar 4.3 Diagram Tmax vs Hydrogen Index

0 150 300 450 600 750 900

0 50 100 150 200 250 300

Oxygen I ndex ( OI ) in mg CO2/ g Organic Carbon

H

y

dr

og

e

n I

n

de

x

(HI

)

in

mg

HC/g

O

rg

ani

c

Car

bon CKD - 06

CKD - 07 PAL2 CKR-19/SP.39 CKR-29/SP.55 PL-03/SP.93 I Highly Oil Prone

II Oil Prone

III Gas Prone F. KALIWUNGU

F. PELANG

F. KEREK

F. CITALANG

Legenda:

(13)

Lokasi Rembesan Gas

Gambar

Table 3.2 Jumlah dan tipe analisa batuan
Table 4.1  Komposisi gas hasil pengamatan Pusat Vulkanologi dan                             Mitigasi Bencana Geologi
Gambar 4.1 Diagram TOC vs S2
Gambar 4.3 Diagram Tmax vs Hydrogen Index
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Analisa bakar dari conto singkapan menghasilkan hidrokarbon rata-rata 40 liter per ton batuan bitumen padat dengan tingkat kematangan rendah yang ditunjukan oleh nilai

Hasil analisis petrografi (Tabel 1) memperlihatkan bahwa tingkat kematangan material organik pada semua conto batuan bitumen padat adalah rendah ( immature ) dengan nilai

Analisa bakar dari conto singkapan menghasilkan hidrokarbon rata-rata 40 liter per ton batuan bitumen padat dengan tingkat kematangan rendah yang ditunjukan oleh nilai

Sedangkan dari pemboran inti BH-2 diketahui bahwa lempung hitam yang diasumsikan sebagai batuan induk gas biogenik diperoleh pada kedalaman sekitar 15 meter yang berada di

Muncul gambaran tingkat kecemasan dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) rendah pada mahasiswa kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) Universitas

Sedangkan dari pemboran inti BH-2 diketahui bahwa lempung hitam yang diasumsikan sebagai batuan induk gas biogenik diperoleh pada kedalaman sekitar 15 meter yang berada di

Tingkat pendidikan juga merupakan faktor lain yang penting dalam mempengaruhi perilaku kesehatan ibu terutama pada saat hamil terhadap penurunan kematian bayi dan

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,