• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR GAMBAR. Gambar 1 Diagram penelitian. Peta Administrasi Indonesia...

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAFTAR GAMBAR. Gambar 1 Diagram penelitian. Peta Administrasi Indonesia..."

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Diagram penelitian………. PetaAdministrasi Indonesia………...

20 29 Gambar 3.1 Piramida Penduduk Indonesia Tahun 2012………... 34 Gambar 3.2 Persentase Usia Penduduk 15 Tahun keatas Menurut Pendidikan

Tertinggi Yang Dimiliki……….……… 38

Gambar 3.3 Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan di

Indonesia Tahun 2012……….. 42

Gambar 4.1 Persentase Ibu Hamil Dalam Pemilihan Dukun Sebagai Tenaga

Pemeriksa Kehamilan………. 64

Gambar 4.2 Persentase Ibu Hamil Dalam Pemilihan Tenaga Pemeriksa

Kehamilan, Indonesia 2012……… 65 Gambar 4.3 Persentase Ibu Hamil Dalam Pemilihan Tempat Persalinan

Fasilitas Swasta Provinsi di Pulau Jawa 2012……… 73

Gambar 4.4 Persentase Ibu Hamil Dalam Pemilihan Tempat Persalinan,

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas kesehatan penduduk dapat dinilai melalui berbagai indikator kesehatan seperti angka harapan hidup (life expectancy), angka kematian bayi (infant mortality), angka kematian balita (child mortality), angka kematian ibu (maternal mortality), tingkat gizi masyarakat (nutritional status), dan lain sebagainya (Sri,1997). Angka kematian bayi di Indonesia secara bertahap sudah mengalami penurunan. Tercatat pada tahun 1994 IMR di Indonesia yang mencapai 66 kematian per 1.000 kelahiran hidup turun menjadi 52 kematian per 1.000 kelahiran hidup di tahun 1997, kemudian menurun lagi menjadi 43 kematian per 1.000 kelahiran hidup di tahun 2002, kemudian menurun lagi menjadi 39 kematian per 1.000 kelahiran di tahun 2007. Data pada tahun 2012 menjadi 34 kematian per 1.000 kelahiran (BPS, 2013).

Pembangunan merupakan sebuah proses yang direncanakan dalam rangka mencapai kondisi yang lebih baik dibandingkan keadaan sebelumnya. Aspek pembangunan meliputi sosial, budaya, ekonomi dan politik, sampai pada perkembangan mutakhir adanya penyelarasan dengan konservasi lingkungan. Nilai yang dipegang dalam pembangunan adalah optimalisasi sumberdaya dengan tetap menjaga kesinambungan serta kualitas lingkungan yang baik. Optimalisasi sumberdaya mempunyai arti bahwa pembangunan diharapkan dapat mendayagunakan potensi sumberdaya alam dan sumberdaya manusia agar memiliki nilai kemanfaatan lebih bagi masyarakat.

Keberhasilan pembangunan dalam bidang kesehatan sangat ditentukan oleh peran serta sebanyak mungkin warga masyarakat. Keterlibatan itu mengikutsertakan pula para ibu sebagai warga yang cukup berperan dalam keluarga. Kaum ibu secara potensial mempunyai kedudukan strategis dalam usaha peningkatan kesehatan dan kesejahteraan keluarganya, akan tetapai perwujudan potensi tersebut dalam realita kehidupan masyarakat sehari-hari masih sedikit diketahui ( Sutrilah, 1993).

(3)

Salah satu faktor penyebab kematian bayi adalah masalah kesehatan, gizi dan sanitasi. Masalah tersebut berkaitan erat dengan tingkat pendapatan, tingkat pendidikan dan kondisi rumah tangga (Mantra, 1985). Lebih lanjut lagi Kasto (1990) mengatakan bahwa tingkat kesadaran penduduk, keadaan sosial ekonomi, fasilitas kesehatan dan keadaan sanitasi serta lingkungan merupakan faktor yang dapat menentukan variasi atau perbedaan angka kematian bayi dari waktu ke waktu, perbedaan antar daerah yang satu dengan yang lainnya maupun antara kelompok masyarakat.

Gabr (1986, dalam Sani, 1993) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor-faktor yang menyebabkan kematian bayi, yaitu :

1. Faktor biologis, termasuk umur dan kesehatan ibu, genetik serta berat badan bayi yang rendah.

2. Faktor Keluarga Berencana (KB), menyangkut masalah jarak kelahiran, waktu, dan jumlah kelahiran.

3. Faktor sosial dan lingkungan, termasuk pendidikan ibu, taraf hidup, tingkat sanitasi lingkungan, sumber dan cara terjadinya infeksi.

4. Faktor perawatan medis, termasuk konsultasi genetik, perawatan perinatal, natal dan neonatal, serta perawatan anak, termasuk gizi dan imunisasi.

Dari keempat faktor tersebut, faktor perawatan medis merupakan faktor yang erat kaitannya dengan perilaku kesehatan ibu.

Wanita memiliki kontribusi yang sangat potensial terhadap kelangsungan hidup anaknya, juga ditemukan besarnya beban kematian karena proses melahirkan bayi. Oleh karena itu studi tentang hubungan antara faktor sosial ekonomi dengan perilaku kesehatan ibu hamil sampai saat ini masih dianggap cukup penting karena dapat memberikan informasi yang berguna tentang kesehatan wanita yang sering terabaikan. Wanita mempunyai peran yang sangat penting tidak hanya selama proses kehamilan berlangsung, tetapi juga ketika dan setelah bayi lahir. Dengan semakin sadarnya para kaum ibu-ibu tentang masalah kesehatan khususnya kesehatan bayi, maka hal tersebut dapat mendorong

(4)

Perilaku kesehatan ibu erat kaitannya dengan faktor penyebab kematian bayi dan juga kematian ibu itu sendiri. Menurut The UN-Inter agency Group for Child Mortality Estimates pada tahun 2011, angka kematian bayi di Indonesia 24. Meski angka kematian bayi di Indonesia terus menurun setiap tahun, namun tingkat kematian bayi di Indonesia masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN, yaitu 4,2 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,2 kali lebih tinggi dari Filiphina, dan 2,2 kali lebih tinggi dari Thailand. Begitu pula dengan angka kematian ibu di Indonesia yang juga masih tergolong tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN. (Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2012)

Tabel 1.1 IMR dan MMR di Beberapa Negara Kawasan ASEAN Tahun 2011

Negara Angka Kematian Ibu Angka Kematian Bayi

Singapura 3 2

Thailand 48 10

Filiphina 20 20

Malaysia 5,8 29

Indonesia 228 24

Sumber : (Pusat Data dan Informasi, Kemenkes RI, 2012)

Permasalahan utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di Indonesia adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan persalinan. Kematian ibu adalah kematian yang menimpa perempuan hamil hingga 42 hari pascapersalinan. Atas dasar itu maka prioritas utama adalah dengan meningkatkan pelayanan kesehatan wanita terutama pada masa kehamilan, persalinan dan pascapersalinan, semakin dikembangkan.

Perilaku kesehatan ibu hamil perlu diperhatikan mengingat Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi saat ini masih menghawatirkan dan jauh dari target. Sesuai dengan kesepakatan Sasaran Pembangunan Millenium (MDG’s), yang diantaranya bertujuan mengurangi kematian bayi dan meningkatkan kesehatan ibu. Target yang harus dicapai pada tahun 2015 yaitu MMR sebesar 102 per 1000 kelahiran hidup dan IMR sebesar 15 per 1000 kelahiran hidup (Tempo, 2013).

(5)

IMR di Indonesia bisa dikatakan berhasil sejak tahun 1997 hingga tahun 2012 yang mengalami penurunan, namun tidak begitu dengan MMR, meskipun mengalami penurunan hingga tahun 2007, tetapi terjadi peningkatan secara drastis pada tahun 2012.

Tabel 1.2 Tren Angka Kematian Ibu (MMR) dan Angka Kematian Bayi (IMR), Indonesia 1997-2012 SDKI 1997 SDKI 2002-2003 SDKI 2007 SDKI 2012 MMR 390 307 228 359 IMR 46 35 34 32 Sumber : BPS, 2013

Angka kematian bayi di tiap provinsi di seluruh wilayah Indonesia secara umum menunjukkan penurunan dari tahun ke tahun. Namun jika diamati angkanya per provinsi, sebagian besar provinsi masih terdapat angka kematian bayi yang lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional. Dalam Tabel 1.3 disajikan data tren angka kematian bayi menurut provinsi di Indonesia dari tahun 1997 hingga tahun 2012.

(6)

Tabel 1.3 Tren Angka Kematian Bayi, Indonesia 1997-2012 Provinsi SDKI 1997 SDKI 2002-2003 SDKI 2007 SDKI 2012 Aceh Na Na 25 47 Sumatera Utara 45 42 46 40 Sumatera Barat 66 48 47 27 Riau 60 43 37 24 Jambi 68 41 39 34 Sumatera Selatan 53 30 42 29 Bengkulu 72 53 46 29 Lampung 48 55 43 30 Bangka Belitung Na 43 39 27 Kepulauan Riau Na Na 43 35 DKI Jakarta 26 35 28 22 Jawa Barat 61 44 39 30 Jawa Tengah 45 36 26 32 DI Yogyakarta 23 20 19 25 Jawa Timur 36 43 35 30 Banten Na 38 46 32 Bali 40 14 34 29

Nusa Tenggara Barat 111 74 72 57

Nusa Tenggara Timur 60 59 57 45

Kalimantan Barat 70 47 46 31 Kalimantan Tengah 55 40 30 49 Kalimantan Selatan 71 45 58 44 Kalimantan Timur 51 42 26 21 Sulawesi Utara 48 25 35 33 Sulawesi Tengah 95 52 60 58 Sulawesi Selatan 63 47 41 25 Sulawesi Tenggara 78 67 41 45 Gorontalo Na Na 52 67 Sulawesi Barat Na Na 74 60 Maluku Na Na 59 36 Maluku Utara Na Na 51 62 Papua Na Na 36 54 Papua Barat Na Na 41 74 Nasional 52 43 39 34

Sumber : BPS, 2013 Catatan : Na = Tidak berlaku Terdapat data yang tidak berlaku untuk Provinsi Aceh, Maluku, Maluku Utara, dan Papua, serta tidak berlaku juga untuk provinsi-provinsi baru seperti Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Banten, Gorontalo, dan Sulawesi Barat. Data provinsi-provinsi tersebut tidak berlaku karena tidak dimasukan dalam survei-survei sebelumnya.

Perilaku kesehatan ibu hamil sangat menentukan status kesehatannya, dalam artian bahwa perilaku kesehatan ibu hamil akan menentukan pilihan perawatan medis, termasuk konsultasi genetik dan perawatan perinatal. Jika

(7)

seorang ibu hamil lebih banyak memperoleh tradisi-tradisi masyarakat setempat, sudah tentu pilihan mereka akan jatuh pada perawatan secara tradisional, seperti dukun. Sebaliknya, apabila perilaku kesehatan ibu hamil lebih berorientasi pada sistem medis, maka si ibu cenderung akan memilih praktisi-praktisi kesehatan yang lebih kompeten seperti bidan atau dokter yang akan merawat dan menangani persalinannya (Sani, 1993).

Faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku ibu adalah nilai-nilai sosio-kultural dalam masyarakat. Suatu budaya masyarakat, filosofi dan agama, kesemuanya turut membentuk konsepsi tentang kesehatan, sakit, dan kematian. Karena itu dalam suatu masyarakat senantiasa terdapat faktor-faktor yang mendukung maupun menghambat guna pencapaian kondisi kesehatan yang baik. Selain itu juga turut berperan adalah pengaruh komunitas dan dukungan sosial, termasuk organisasi kemasyarakatan yang ada. Organisasi masyarakat banyak membantu dalam penyebarluasan pengetahuan dan inovasi baru melalui anggota masyarakatnya.

Akses terhadap inforrmasi/media massa memiliki perananan penting didalam meningkatkan pengetahuan dan kepedulian terhadap apa yang terjadi di lingkungan sekitar, dimana mungkin dapat mempengaruhi sikap dan perilaku ibu hamil. Dengan penilaian minimal satu kali dalam seminggu ibu membaca surat kabar atau majalah, menonton televisi, dan mendengarkan radio. DIY merupakan provinsi yang memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan dengan persentase nasional dalam hal mengakses ketiga media massa, yaitu sebesar 14,6%. Sedangkan untuk provinsi yang terendah didalam mengakses ketiga media massa adalah provinsi NTB dengan persentase sebesar 1,5%. (BPS,2013).

Pendekatan ilmu geografi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan ekologi (Ecological Approach) dengan Man Environment Relationship yang menekankan kepada behavior. Dalam penelitian ini berarti ditekankan pada perilaku dasar ibu hamil dalam perawatan kesehatannya selama proses kehamilan.

(8)

1.2 Rumusan Masalah

Untuk dapat mencapai tujuan dari Sasaran Pembangunan Millenium (MDG’s), maka perilaku kesehatan ibu hamil perlu diperhatikan karena berkaitan erat dengan faktor penyebab kematian bayi dan juga kematian ibu itu sendiri.

Dengan semakin meningkatnya kondisi sosial ekonomi penduduk di suatu daerah diharapkan dapat meningkatkan status kesehatan penduduknya. Hal tersebut dikarenakan penduduk sudah memiliki kesadaran untuk hidup sehat dan memiliki anggaran kesehatan dalam rumah tangga. Demikian juga dengan semakin meningkatnya kondisi sosial ekonomi ibu hamil diharapkan akan mempengaruhi perilakunya dalam perawatan kesehatan di masa kehamilan (antenatal) sampai waktu pasca melahirkan sehingga akan mengurangi resiko kematian bayi maupun dirinya. Berdasarkan uraian tersebut, maka muncul pertanyaan sebagai berikut :

1) Bagaimanakah karakteristik sosial ibu hamil

2) Bagaimanakah perilaku kesehatan ibu hamil di Indonesia

1.3 Tujuan penelitian

Penelitian tentang perilaku kesehatan ibu hamil di Indonesia ini mempunyai tujuan, yaitu :

1) Untuk mengetahui karakteristik sosial ibu hamil

2) Untuk mengetahui perilaku kesehatan ibu hamil di Indonesia

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai syarat untuk melengkapi syarat mencapai gelar sarjana S-1 Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.

2. Untuk menambah wawasan mengenai perawatan kesehatan ibu hamil dalam upaya mendukung program pemerintah dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

3. Sebagai sumbangan pemikiran kepada para pengambil kebijakan di bidang kesehatan, khususnya mengenai kesehatan ibu dan bayi.

(9)

4. Sebagai informasi bagi penelitian sejenis dikemudian hari, sehingga dapat melakukan studi yang lebih mendalam dan komprehensif.

1.5 Tinjauan Pustaka

Pengertian perilaku menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap lingkungannya. Reaksi terjadi ketika adanya suatu rangsangan.

Menurut Skinner (1938) perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup, misalnya ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata, misalnya seseorang ibu memeriksakan kehamilannya. (ryamarya.blogspot.com, 2013)

Pengertian kesehatan dapat berarti berupa keadaan atau kondisi dimana seseorang mempunyai kesejahteraan dari jiwa dan juga sosial. Hal tersebut memungkinkan untuk setiap orang hidup secara produktif. Baik itu dalam segi sosial maupun ekonomis.

Menurut Notoatmodjo (1997), perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang (organism) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai 2 unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan. Respons atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi, dan sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau practice). Sedangkan

(10)

sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup :

1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons, baik secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersepsi penyakit atau rasa sakit yang ada pada dirinya dan diluar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit atau sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit yakni :

a) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion behavior). Misalnya makan makanan yang bergizi, olah raga, dan sebagainya.

b) Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi, dan sebagainya. Termasuk perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain. c) Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking

behavior), yaitu perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas kesehatan modern (puskesmas, mantra, dokter praktek, dan sebagainya).

d) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior) yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjuran-anjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya 2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respons seseorang

terhadap sistem pelayanan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional. Perilaku ini menyangkut respoms terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan penggunaan fasilitas, petugas dan obat-obatan.

(11)

3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh kita.

4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior) adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup :

a) Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen, manfaat, dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.

b) Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi higienis, pemeliharaan teknik, dan penggunaannya.

c) Perilaku sehubungan dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair. Termasuk didalamnya sistem pembuangan sampah dan air limbah yang sehat serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik

d) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan, lantai, dan sebagainya.

e) Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk (vektor) dan sebagainya.

Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok : 1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)

Usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan kesehatan terdiri dari 3 aspek :

a) Perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.

b) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit. c) Perilaku gizi (makanan dan minuman)

(12)

3. Perilaku kesehatan lingkungan

Becker, 1979 membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan, diantaranya : a) Perilaku hidup sehat

Kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, perilaku ini mencakup :

1. Menu seimbang 2. Olahraga teratur 3. Tidak merokok

4. Tidak meminum-minuman keras dan narkoba 5. Istirahat yang cukup

6. Mengendalikan stress

7. Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan b) Perilaku sakit

Respon seseorang terhadap sakit dan penyakit. Persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit. Pengobatan penyakit dan sebagainya.

c) Perilaku peran sakit Perilaku ini mencakup :

1. tindakan untuk memperoleh kesembuhan

2. mengenal atau mengetahui fasilitas atau sasaran pelayanan penyembuhan penyakit yang layak

3. mengetahui hak, misalnya memperoleh perawatan

Terdapat suatu kerangka pemikiran yang telah di kemukakan oleh Lawrence Green (1980, dalam Notoatmodjo 1993) yaitu model teori faktor yang mempengaruhi perilaku kesehatan. Faktor perilaku ditentukan oleh tiga kelompok faktor, yaitu :

1. Faktor pengaruh atau pemberi kecenderungan atau faktor predisposisi (presdiposing factors) yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, status sosial, dan unsure lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat serta variabel demografi seperti umur, jenis kelamin, dan jumlah anggota keluarga.

(13)

2. Faktor pendukung (enabling factors) berupa tersedia atau tidak tersedianya sarana atau fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya.

3. Faktor pendorong (reinforcing factors) seperti sikap dan perilaku orang lain (panutan), misalnya sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain yang merupakan kelompok referensi atau perilaku masyarakat, suami ataupun orangtua.

Dalam teori Lawrence Green juga dikatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor itu agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya.

Timbulnya perilaku sehat didasari pada pemahaman kesehatan yang berasal dari pendidikan. Jadi, tak mengherankan kalau banyak kasus kesehatan yang mencuat, bisa jadi disebabkan oleh masih rendahnya pendidikan perilaku kesehatan yang diberikan pada masyarakat. Sebuah komunitas bisa dikatakan sehat, apabila telah memenuhi tiga pilar derajat kesehatan. Ketiga pilar tersebut merupakan perilaku sehat, lingkungan sehat, serta pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau. Perilaku sehat merupakan pilar paling utama karena komponen tersebut ternyata sangat berpengaruh pada kedua pilar tersebut. Seperti seseorang dengan perilaku sehat, tentu saja akan menjaga lingkungannya tetap sehat juga. Demikian juga dengan perilaku sehat, seseorang tentu akan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada untuk memelihara kesehatannya (Siswono, 2004).

Angka kematian bayi (IMR) dikenal sebagai salah satu indikator tingkat kesejahteraan sosial ekonomi dan status kesehatan masyarakat. Permasalahan kematian jarang sekali dibicarakan panjang lebar didalam suatu perencanaan pembangunan, padahal penurunan angka kematian, terutama bayi merupakan tujuan yang implisit hampir selalu terkandung pada setiap strategi pembangunan.

(14)

infeksi, tetapi juga mencerminkan status kesehatan ibu, tingkat pelayanan prenatal dan postnatal maupun pelayanan kesehatan ibu sendiri, lingkungan dan sosial ekonomi pada umumnya. Karena tinggi rendahnya angka kematian bayi sangat ditentukan oleh kondisi sosial ekonomi orang tuanya (Sututo, 2000).

Menurut Mantra (2000), seorang bayi mulai terpapar terhadap lingkungannya sejak saat dilahirkan. Sebelumnya, selama kehamilan, kondisi atau kelangsungan hidup calon bayi berada di bawah kontrol faktor-faktor biologi yang terdapat pada orang tuanya dan faktor-faktor biologi lingkungan luar yang bekerja melalui ibunya. Contoh terakhir ini, misal kemiskinan akan membawa ibu ke dalam keadaan kurang gizi selama kehamilan. Bayi digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengetahui kondisi kesehatan di suatu Negara dengan parameter angka kematian bayi yakni jumlah kematian bayi selama satu tahun tertentu per 1.000 kelahiran hidup selama tahun yang sama.

Menurut Wilopo (1991), faktor yang menentukan angka kematian bayi (IMR) dibagi menjadi dua hal pokok, yaitu faktor sosial ekonomi dan “proximate determinant”. Faktor sosial ekonomi dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu individu, rumah tangga, dan masyarakat. Pada tingkat individu (istri atau suami), tingkat pendidikan, tradisi, norma, dan perilaku masing-masing dapat mempengaruhi kematian bayi memalui “proximate determinant”. Demikian juga di tingkat keluarga, penghasilan dan kekayaan dapat berpengaruh secara tidak langsung pada tinggi angka kematian bayi (IMR). Di tingkat komunitas, faktor ekologi, politik-ekonomi, dan sistem kesehatan adalah faktor yang sangat menentukan pula.

Terdapat beberapa faktor yang dapat berpengaruh terhadap perilaku kesehatan ibu. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ibu didalam perawatan kehamilan dan perawatan bayinya, seperti dikemukakan oleh Suparmanto (1995) antara lain adalah :

1. Umur

2. Tingkat pendidikan 3. Jenis pekerjaan ibu 4. Pendapatan keluarga

(15)

5. Jumlah kelahiran yang pernah dialami 6. Pengetahuan perawatan kehamilan

7. Sikap ibu hamil yang mengikuti penyuluhan 8. Keikutsertaan mengikuti penyuluhan

9. Nilai-nilai pada perawatan kehamilan 10. Kepercayaan ibu hamil

11. Ketersediaan pelayanan kesehatan ibu dan anak 12. Pendapat terhadap perilaku kader kesehatan desa

Menurut Wattie (1996) dalam Dewi (2003) agar ibu hamil terhindar dari resiko kematian atau kesakitan karena melahirkan, juga agar bayi yang dilahirkan sehat, maka ibu hamil perlu mempunyai akses yang cukup untuk perawatan kehamilan dan pelayanan persalinan. Rendahnya akses ibu hamil dalam hal tersebut, terutama ibu hamil di perdesaan dan yang berekonomi lemah merupakan persoalan yang penting yang masih dihadapi. Bagi ibu hamil , akses terhadap perawatan kehamilan, persalinan akan terhalang oleh faktor ekonomi, karena sistem medis yang memadai hanya menjangkau kalangan ekonomi tinggi dan daerah perkotaan. Sementara itu, tenaga bidan desa belum mampu menggeser posisi budaya dukun karena faktor pendidikan.

Perilaku kesehatan ibu erat kaitannya dengan faktor penyebab kematian bayi dan juga kematian ibu itu sendiri. Permasalahan utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di Indonesia adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan persalinan. Kematian ibu adalah kematian yang menimpa perempuan hamil hingga 42 hari pascapersalinan. Atas dasar itu maka prioritas utama adalah dengan meningkatkan pelayanan kesehatan wanita terutama pada masa kehamilan, persalinan dan pascapersalinan, semakin dikembangkan.

Kelangsungan hidup anak tergantung pada status kesehatan pada masa kehamilan dan perilaku perawatan kesehatan ibu terhadap bayi yang dilahirkan. Kematian bayi dan anak sampai berumur lima tahun relatif tinggi. Hal ini sangat

(16)

pemeliharaan dan perawatan pada anak-anaknya, karena faktor sosial ekonomi berkaitan dengan kemampuan tersebut (Budi Utomo, 1994).

Kondisi kesehatan bayi berawal dari kesehatan kehamilan, pertolongan persalinan, pemberian ASI dan pemberian makanan, serta pemberian imunisasi. Kesehatan bayi saat lahir sangat bergantung kepada kesehatan ibu sejak kehamilan hingga melahirkan, umur ibu saat melahirkan, jarak persalinan antara anak yang dilahirkan, jumlah anak yang telah dilahirkan, serta tenaga penolong persalinan. Kesehatan ibu sejak hamil dapat dipantau melalui pemeriksaan kehamilan ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan pelayanan antenatal yang mencakup timbang berat badan, ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, ukur fundus uteri, pemberian imunisasi tetanus toksoid, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan, dan mengetahui riwayat kehamilan ke berapa, jarak kehamilan, serta kesehatan janin (Siregar, 2001).

Perawatan kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan kehamilan (antenatal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri. Fakta berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan maupun dokter.

Perawatan kehamilan ibu melalui pelayanan kesehatan secara medis bukan semata-mata bertujuan untuk mengurangi resiko pada saat melahirkan, akan tetapi lebih jauh merupakan bagian dari keseluruhan perawatan kesehatan keluarga yang bertujuan untuk memantau kondisi kesehatan ibu dan memberikan konsultasi kesehatan sebagai pendidikan kesehatan. Ibu yang mempunyai bekal pendidikan kesehatan dan tata cara merawat kehamilan dan bayi lahir akan lebih berhati-hati dalam melakikan tindakan-tindakan perawatan kesehatan(Sututo, 2000).

Di Indonesia, pemeriksaan kehamilan didefinisikan sebagai pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan kehamilan yang diberikan oleh tenaga medis professional yaitu dokter umum, dokter ahli kebidanan dan kandungan, perawat,

(17)

bidan dan bidan di desa. Diasumsikan bahwa apabila ibu hamil mengandalkan tenaga medis profesional sebagai pemeriksa kehamilannya maka akan berpengaruh baik pada kelangsungan kehamilan. Dalam hal ini akan tercermin dari perilaku perawatan kesehatan kehamilannya, dimana biasanya tenaga medis profesional akan menyarankan ibu hamil tersebut untuk berperilaku sehat dalam menjaga kehamilannya.

Tingginya angka kematian ibu dan bayi disebabkan karena komplikasi saat kehamilan. Upaya untuk mencegah kematian terdiri dari dua aspek, yaitu teknologi kedokteran dan dukungan politik atau manajemen. Usaha meningkatkan kemampuan puskesmas di beberapa daerah dalam menangani gawat darurat terbukti mampu mencegah angka kematian ibu dan bayi baru lahir (Gulardi, 2002).

Menurut Kardjati dan Kusin (1985), menyatakan bahwa status kesehatan dan gizi ibu maupun pola reproduksinya dapat mempengaruhi kelangsungan hidup anaknya. Pengalaman beberapa generasi menunjukkan bahwa kerawanan kesehatan dan ketergantungan janin pada ibu mengarah pada ada tidaknya kebutuhan dan perawatan khusus selama kehamilan. Hasil kehamilan diharapkan tidak hanya bayi yang sekedar hidup tetapi juga sehat. Kebutuhan fisiologis ibu hamil ialah jumlah energy, protein dan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin serta pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan komposisi dan metabolisme tubuh. Dalam masa laktasi jumlah kebutuhan gizi ditentukan oleh produksi ASI, dengan demikian dapat dimengerti bahwa selama masa hamil dan laktasi kebutuhan makanan akan meningkat. Jika taraf konsumsi makanan ibu selama masa hamil rendah gizi maka dapat berpengaruh terhadap janin dan bayi yang dilahirkan.

Tingkat pendidikan juga merupakan faktor lain yang penting dalam mempengaruhi perilaku kesehatan ibu terutama pada saat hamil terhadap penurunan kematian bayi dan kematian ibu itu sendiri. Dengan pendidikan seseorang akan lebih terbuka dalam hal penangkapan informasi baru dan

(18)

bayi dan kematian ibu. Dalam hal ini dapat diasumsikan bahwa ibu yang berpendidikan memadai dapat dengan segera mendapatkan atau mengakses informasi baru yang berkaitan dengan segala cara perawatan kesehatan kehamilan sampai dengan perawatan bayi. Hal ini dikarenakan siklus yang dimulai dari perawatan saat hamil, ketika melahirkan dan merawat bayi tersebut, ibulah yang tahu benar bagaimana kondisi perkembangannya.

Menurut Caldwell (1979, dalam Kasto 1999), terdapat tiga alasan mengapa pendidikan ibu mempunyai peranan penting dalam menurunkan kematian bayi. Pertama, ibu yang berpendidikan tinggi diharapkan keluar dari tradisi, tidak terlalu fatalistik terhadap penyakit dan dapat mengadopsi alternatif modern untuk perawatan anak dan juga dalam terapi. Kedua, seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan dapat lebih memahami saran-saran dari dokter maupun perawat. Ketiga,ibu yang berpendidikan tinggi dapat mengubah sifat-sifat tradisional hubungan antar keluarga yang mempunyai efek terhadap perawatan anak.

Menurut Dewi (2003) di dalam penelitiannya mengemukakan bahwa faktor pendidikan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku kesehatan ibu hamil diantara faktor-faktor sosial ekonomi demografi lainnya. Keadaan ini berlaku baik di daerah perkotaan maupun daerah perdesaan. Disebutkan pula bahwa ibu hamil yang memiliki pendidikan tinggi cenderung memiliki perilaku baik di dalam perawatan kesehatan kehamilan. Hal ini karena dengan semakin tingginya pendidikan ibu maka pengetahuan ibu mengenai manfaat dan kegunaan perawatan kehamilan lebih baik, sehingga akan cenderung memeiliki respon positif terhadap segala rangkaian dalam perawatan kesehatan kehamilan.

Sara (2004, dalam Safeli, 2005) mengatakan bahwa kendati tingkat pendidikan formal bagi kaum perempuan telah mengalami peningkatan dalam tiga dasawarsa terakhir, sejatinya pendidikan belum dapat menjadikan banyak perempuan Indonesia melek terhadap ancaman kematian saat hamil dan persalinan. Mereka buta karena pendidikan yang rendah. Pendidikan yang rendah membuat mereka tak mampu mengakses banyak informasi tentang bahaya dan ancaman kematian ibu. Kaum perempuan terpinggirkan, bisa jadi karena

(19)

kesalahan budaya yang selalu menempatkan kaum hawa sebagai sub-ordinasi dari kaum pria. “Bukankah pekerjaan mereka mengurus anak, rumah tangga, melayani suami dan bekerja di dapur”, adalah bahasa budaya yang pantas dirombak sejak dini.

Tingkat pendidikan biasanya sejalan dengan tingkat ekonomi, keduanya saling menguatkan untuk menekan kematian memalui nilai gizi yang baik dan pemanfaatan fasilitas modern. Dengan pendidikan seseorang akan tahu tentang nilai kesehatan, sedangkan ekonomi yang cukup memungkinkan seseorang dapat memanfaatkan fasilitas kesehatan yang modern dan menjamin pemeliharaan kesehatan yang lebih intensif.

Umur kawin pertama juga dianggap sebagai salah satu indikator sosial demografi yang cukup penting, karena umur kawin pertama berkaitan dengan permulaan wanita “kumpul” pertama yang memungkinkan wanita beresiko untuk menjadi hamil. Umumnya wanita yang menikah pada usia muda mempunyai waktu yang lebih panjang beresiko hamil (BPS, 2003a).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Adioetomo (1984, dalam Amin, 2001), bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kawin muda memiliki resiko kematian yang lebih besar. Resiko kematian bayi pada ibu yang kawin pada umur di bawah 17 tahun 30% lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang kawin pada usia 20 tahun ke atas. Hal ini berkaitan dengan faktor psikologis ibu, dalam arti ibu yang kawin muda kurang memiliki kesiapan mental dalam menghadapi kehamilan sampai nanti melahirkan bayinya. Selain itu juga dari segi fisik biologis ibu yang kawin muda memiliki fisik yang belum matang untuk siap menghadapi kehamilan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Sukamdi (1985, dalam Safeli, 2005) dimana seorang wanita yang kawin dalam usia muda (di bawah umur) secara kejiwaan tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk mengatur rumah tangga. Alam pikirannya belum dewasa dan belum stabil sehingga belum bisa secara penuh memperhatikan kesejahteraan anak-anaknya. Selain itu juga wanita yang

(20)

Jelas bahwa perkawinan pada usia muda sangat merugikan bagi seorang wanita terlebih lagi nanti ketika menghadapi kehamilan, melahirkan, sampai merawat anak. Perlu diperhatikan juga bahwa tidak semua ibu yang kawin muda memiliki resiko kematian bayi. Ada juga yang berhasil melewati masa kehamilan sampai melahirkan dengan selamat. Keadaan ini mungkin dapat terjadi karena si ibu muda tersebut telah mengetahui bahwa kehamilannya penuh dengan resiko. Oleh karena itu maka dari sedini mungkin ia telah mempersiapkan segala hal yang berhubungan dengan kehamilannya dengan aman dan selamat sampai nanti melahirkan dan merawat anaknya.

Wibowo (2003) menyatakan bahwa permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan-kepercayaan dan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan. Sementara kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang, ditambah lagi dengan pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenarnya sangat dibutuhkan oleh wanita hamil, tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu hamil dan janin.

Pembahasan tentang angka kematian bayi dan angka kematian ibu ini sebaiknya dikaitkan dengan variabel lain yang dianggap berpengaruh terhadapnya. Muncul berbagai asumsi yang berkenaan dengan hal tersebut yaitu mengenai perawatan kesehatan ibu hamil yang dilatarbelakangi oleh karakteristik yang dimiliki oleh ibu, diantaranya usia pada waktu melahirkan, pendidikan, kegiatan utama ibu. Disamping itu juga terdapat faktor lain yang berpengaruh juga walaupun secara tidak langsung yang perlu diperhatikan juga seperti tenaga pemeriksa kehamilan, pemilihan tempat memeriksakan kehamilan kemudian peran serta suami dalam kehamilan istri.

1.6 Kerangka Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan, penulis akan mengkaji perilaku ibu hamil dalam perawatan kesehatan di Indonesia. Terdapat banyak faktor yang cukup kompleks dan saling berkaitan satu sama lainnya berhubungan dengan kelangsungan hidup anak. Pentingnya peranan

(21)

wanita dalam peningkatan kesehatan keluarga, khususnya perawatan kesehatan ibu dan bayi, hal ini disebabkan faktor ibu mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kelangsungan hidup bayinya, yang pada gilirannya akan berpengaruh pula pada perawatan kesehatan ibu sendiri. Di pihak lain perilaku ibu juga dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi yang melekat padanya.

Faktor sosial ekonomi dan demografi yang akan dianalisa pada kaitannya hubungan dengan perilaku ibu hamil dalam perawatan kesehatan adalah pendidikan ibu hamil, daerah tempat tinggal ibu hamil, dan umur ketika melahirkan. Variabel perilaku ibu hamil dalam penelitian ini hanya dibatasi pada variabel : tenaga pemeriksa kesehatan dan pemilihan tempat persalinan

Secara lebih jelas kerangka pemikiran yang dipakai dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1 : Diagram penelitian

1.7 Batasan Operasional

Perilaku Kesehatan Ibu Hamil dalam penelitian ini dibatasi kepada tindakan

yang dilakukan oleh ibu hamil berkaitan dengan kesehatan dirinya dan

Perilaku Kesehatan Ibu Hamil Tenaga Pemeriksa Kehamilan Tempat Persalinan Karakteristik Sosial Ibu Hamil

Pendidikan Ibu Hamil

Daerah Tempat Tinggal

Gambar

Gambar 1 Diagram penelitian……………………………………………….
Tabel 1.1 IMR dan MMR di Beberapa Negara Kawasan ASEAN Tahun 2011
Tabel 1.3 Tren Angka Kematian Bayi, Indonesia 1997-2012 Provinsi SDKI 1997 SDKI 2002-2003 SDKI2007 SDKI2012 Aceh Na Na 25 47 Sumatera Utara 45 42 46 40 Sumatera Barat 66 48 47 27 Riau 60 43 37 24 Jambi 68 41 39 34 Sumatera Selatan 53 30 42 29 Bengkulu 72 5
Gambar 1 : Diagram penelitian

Referensi

Dokumen terkait

KEEMPAT  Segala biaya yang timbul sebagai akibat ditetapkannya Keputusan Bupati ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Bantul Tahun

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat-Nya, sehingga penyusunan skripsi yang berjudul Pengaruh Pelarut Organik Terhadap

Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, konsumsi protein, dan kecernaan protein pada ayam broiler yang diberi perlakuan ransum dengan penggunaan

ISK complicated (rumit) adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomik/struktur saluran kemih, atau. adanya

Serta membantu pemilik buku KIA agar dapat mengakses segala pencatatan dan informasi yang terdapat di dalam buku KIA dan tersimpan dalam sistem informasi kesehatan

Dari pengujian ketahanan abrasi yang telah dilakukan menggunakan metode abrasive wheel dan menggunakan alat Taber Abrasser Wheel CS 17 didapatkan data pengaruh rapat arus

senada sebagai berikut, pertama pendapat dari Hamka didalam tafsir al- Azhar menjelaskan bahwa konsep pendidikan Islam yang terdapat didalam surah Lukman lebih mengarah