• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) - Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) - Hubungan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) dengan Kejadian Infeksi Saluran Kemih di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Tahun 2012"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

2.1.1. Definisi

BPH adalah gangguan yang makroskopiknya ditandai dengan pembesaran

dari kelenjar prostat dan histologisnya disebabkan oleh hiperplasia stroma yang

progresif dan hiperplasia kelenjar prostat. Jaringan prostat yang terus berkembang

ini pada akhirnya dapat mengakibatkan penyempitan dari pembukaan uretra.

Akibatnya, klinis BPH sering dikaitkan dengan lower urinary tract symptoms

(LUTS). Bahkan, BPH merupakan penyebab utama LUTS pada pria tua

(Speakman , 2008).

2.1.2. Epidemiologi

Prevalensi histologis BPH dalam studi otopsi meningkat dari sekitar 20%

pada pria berusia 41-50 tahun, 50% pada pria berusia 51-60 tahun, dan >90%

pada pria yang berusia lebih dari 80 tahun. Gejala obstruksi prostat juga terkait

dengan usia meskipun bukti klinisnya lebih jarang terjadi. Pada usia 55 tahun,

sekitar 25% pria dilaporkan mengalami obstruktif gejala voiding. Pada usia 75 tahun, 50% dari pria mengeluhkan terjadinya penurunan dalam kekuatan dan

kaliber pancaran urin (Presti , et al., 2008).

2.1.3. Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya

BPH, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan

peningkatan kadar dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa

hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH adalah :

a. Teori dihidrotestosteron (DHT)

DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada pertumbuhan

sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh

(2)

terbentuk berikatan dengan reseptor androgen (RA) membentuk kompleks

DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi sintesis protein growht factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat (Purnomo, 2011).

NADPH NADP

5α-reduktase

Testosteron Dihidrotestosteron

Gambar 2.1. Perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron oleh enzim

5α-reduktase

Sumber : Dasar-dasar Urologi (Purnomo, 2011)

b. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron

Pada pria dengan usia yang semakin tua, kadar estrogen dalam serum

relatif meningkat dibandingkan kadar testosteron. Pasien dengan BPH

cenderung memiliki kadar estradiol yang lebih tinggi dalam sirkulasi

perifer. Dalam the Olmsted County cohort, tingkat estradiol serum berkorelasi positif dengan volum prostat. Estrogen di dalam prostat

berperan pada proliferasi sel-sel kelenjar prostat dengan cara

meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon

androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan

jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis) (Roehborn et al., 2007). c. Interaksi stroma-epitel

Interaksi stroma-epitel berperan penting dalam regulasi hormonal, seluler,

dan molekuler pada perkembangan prostat normal dan neoplastik. Proses

peningkatan usia menyebabkan akumulasi bertahap dari massa prostat.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Cunha et al. menunjukkan bahwa sel stroma memiliki kemampuan untuk memodulasi diferensiasi sel epitel

prostat normal. Penelitian lain juga telah menunjukkan bahwa faktor

(3)

sel-sel prostat baru. Penyimpangan dari faktor pertumbuhan peptida atau

reseptornya dapat langsung memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan

prostat yang tidak terkendali yang menyebabkan BPH (Jie, et al., 2009). d. Berkurangnya kematian sel prostat

Gambar 2.2. Keseimbangan Proliferasi sel dan Apoptosis pada Prostat

Agonis antagonis

EGF

KGF TGF-β

IGFs

Seimbang

Sumber : Campbell-Walsh Urology 9th Edition (Roehborn et al., 2007)

Homeostasis pada kelenjar yang normal terjadi karena adanya

keseimbangan antara inhibitor pertumbuhan dan mitogens, yang masing-masing menghambat atau menginduksi proliferasi sel tetapi juga mencegah

atau memodulasi kematian sel (apoptosis). Pada pasien BPH, terjadi

pertumbuhan abnormal (hiperplasia) pada prostat yang mungkin

disebabkan oleh faktor pertumbuhan lokal atau reseptor faktor

pertumbuhan yang abnormal, yang menyebabkan meningkatnya proliferasi

atau menurunnya kematian sel (apoptosis) (Roehborn et al., 2007). e. Teori sel stem

Ukuran prostat dapat menggambarkan adanya jumlah absolut sel stem

pada kelenjar prostat. Lonjakan hormon androgen postnatal akan

membentuk jaringan prostat sehingga menginduksi pertumbuhan prostat

berikutnya. Sama seperti regulasi hormon jaringan prostat pada dewasa,

hormon seks steroid dapat memberikan efek pembentukan jaringan prostat

secara langsung atau tidak langsung melalui serangkaian jalur yang

kompleks (Roehborn et al., 2007).

Androgen (DHT)

Proliferasi sel

Kematian sel (apoptosis)

(4)

2.1.4. Faktor Risiko

Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya BPH adalah :

1. Kadar Hormon

Menurut Guess (1995) dalam Amelia (2007) kadar testosteron yang tinggi

berhubungan dengan peningkatan risiko BPH. Testosteron akan diubah

menjadi androgen yang lebih poten yaitu DHT oleh enzim 5α-reduktase,

yang berperan penting dalam proses pertumbuhan sel-sel prostat.

2. Usia

Proses penuaan akan menginduksi penghambatan proses maturasi sel

sehingga perkembangan sel-sel yang berdiferensiasi berkurang dan

mengurangi tingkat kematian sel (Roehborn et al., 2007). 3. Ras

Menurut Roehborn (2002) dalam Amelia (2007) orang dari ras kulit hitam

memiliki risiko 2 kali lebih besar menderita BPH dibanding ras lain.

Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah.

4. Genetik

Salah satu analisis kasus-kontrol, di mana subjek penelitiannya adalah pria

berusia dibawah 64 tahun yang menjalani operasi BPH, diperkirakan lebih

dari 50% pria menderita penyakit BPH secara genetik. Penelitian lain telah

menyebutkan bahwa penyakit ini diwariskan secara autosomal dominan

(Parsons, 2010).

5. Obesitas

Pada obesitas terjadi peningkatan kadar estrogen yang berpengaruh

terhadap pembentukan BPH melalui peningkatan sensitisasi prostat

terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel-sel kelenjar

prostat (Bain, 2006).

6. Penyakit Diabetes Mellitus

Dalam beberapa studi kohort yang berbeda yang dilakukan secara

kumulatif yang menggabungkan puluhan ribu orang menunjukkan bahwa

peningkatan kadar glukosa puasa plasma berhubungan dengan

(5)

klinis BPH, operasi BPH, dan LUTS (Parsons, 2010).

2.1.5. Patofisiologi

Pembesaran prostat tergantung pada potensi androgen dihidrotestosteron

(DHT). Dalam kelenjar prostat, 5-alfa-reduktase tipe II merubah testosteron

menjadi DHT, yang bekerja secara lokal, namun tidak secara sistemik. DHT

mengikat reseptor androgen pada inti sel, yang berpotensi menyebabkan BPH

(Deters, 2013).

BPH akan meningkatkan resistensi uretra, sehingga sebagai

kompensasinya menyebabkan perubahan pada fungsi kandung kemih. Selain itu

juga terjadi peningkatan tekanan detrusor untuk mempertahankan aliran urin.

Obstruksi yang disebabkan oleh perubahan fungsi detrusor, diperberat oleh

peningkatan usia yang menyebabkan perubahan pada fungsi kandung kemih dan

fungsi sistem saraf, yang menyebabkan frekuensi yang sering untuk mengeluarkan

urin, urgensi, dan nokturia (Roehborn et al., 2007).

2.1.6. Manifestasi Klinis

Tabel 2.1. LUTS pada BPH

Storage urin Voiding Setelah Miksi

Urgency

Frekuensi sering

Urgencyincontinence

Nokturia

Hesistensi

Aliran melemah

Intermitten (miksi terputus) Distensi abdomen

Postvoid dribble

Rasa tidak lampias

Sumber : The Canadian Journal of Urology (Kapoor, 2012)

Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih bagian

sebelah bawah, beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring

yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien. Sistem

(6)

Tabel 2.2. International Prostatic Symptom Score (IPSS)

berapa sering anda

ingin berkemih lagi

dalam 2 jam setelah

anda berkemih

4. Tidak dapat menunda

untuk berkemih

Dalam sebulan ini

berapa sering anda

(7)

merasa kesulitan untuk

menunda berkemih

5. Pancaran berkemih

yang lemah

Dalam sebulan ini

berapa sering anda

mengalami pancaran

7. Berkemih di malam hari

Dalam bulan ini berapa

sering anda harus

bangun tidur di malam

hari untuk berkemih

Sumber: Smith’s General Urology 17th Edition (Presti et al, 2008) Catatan :

Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh

dan teraba massa di daerah simfisis akibat retensi urin. Pada DRE

diperhatikan :

(8)

adanya kelainan buli-buli neurogenik

• Mukosa rektum

• Keadaan prostat, antara lain : kemungkinan adanya nodul,

krepitasi, konsistensi prostat, simetri antar lobus dan batas prostat.

DRE pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal seperti meraba

ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris dan tidak didapatkan nodul

(Purnomo, 2011).

b. Laboratorium

Urinalisis dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi

atau hematuria dan kreatinin serum diperiksa untuk menilai faal ginjal.

Penanda tumor prostate specific antigen (PSA) bisa diperiksa apabila dicurigai adanya kanker prostat (Presti et al, 2008).

c. Pencitraan

Pemeriksaan USG dapat dilakukan melalui trans abdominal

ultrasonography (TAUS) dan trans urethral ultrasonography (TRUS). Dari TAUS diharapkan mendapatkan informasi mengenai perkiraan volum

(besar) prostat; menghitung sisa (residu) urin paska miksi; panjang protusi

prostat ke buli-buli. Pada pemeriksaan TRUS dicari kemungkinan adanya

keganasan prostat berupa area hipoekoik dan sebagai penunjuk dalam

melakukan biopsi prostat (Purnomo, 2011).

d. Sistoskopi

Sistoskopi tidak dianjurkan untuk menentukan pengobatan tetapi dapat

membantu dalam memilih tindakan bedah pada pasien yang memilih

terapi invasif (Presti et al, 2008).

e. Residual volum urin postvoid (RVP) adalah volume urin yang tersisa di kandung kemih setelah berkemih. RVP umumya berkisar 20-30 cc (Berges

et al, 2011). Pengukuran RVP dapat dilakukan secara invasif yaitu kateterisasi maupun non-invasif yaitu USG. Teknik invasif akurat jika

dilakukan dengan benar namun menimbulkan risiko seperti cedera uretra,

(9)

selama berkemih. Apabila hasil uroflometri menunjukkan pancaran aliran

urin lemah, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya obstruksi (misalnya:

hiperplasia prostat) (Roehborn et al., 2007).

2.1.8. Komplikasi

Hiperplasia prostat

Penyempitan lumen uretra posterior

Peningkatan tekanan intravesikal

Buli-buli Ginjal dan Ureter

a. Hipertrofi otot detrusor a. Refluks vesiko-ureter

b. Trabekulasi b Hidroureter

c. Selula c. Hidronefrosis

d. Divertikel buli-buli d. Pionefrosis

e. Gagal ginjal

Gambar 2.3. Bagan pengaruh hiperplasia prostat pada saluran kemih

Sumber : Dasar-dasar Urologi (Purnomo, 2011)

2.2. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

2.2.1. Definisi

ISK merupakan respon inflamasi dari urotelium terhadap invasi bakteri

yang biasanya berhubungan dengan bakteriuria dan piuria (Roehborn et al., 2007).

2.2.2. Epidemiologi

(10)

cenderung menderita ISK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada laki-laki

jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus) (Sukandar,

2009).

Prevalensi ISK meningkat secara signifikan pada manula (manusia usia

lanjut). Bakteriuria meningkat dari 5-10% pada usia 70 tahun menjadi 20% pada

usia 80 tahun. Dikatakan bahwa ISK adalah penyebab bakterinemia pada manula

(Purnomo, 2011).

2.2.3. Klasifikasi dan Etiologi

• Klasifikasi

a. ISK uncomplicated (sederhana) adalah infeksi saluran kemih pada pasien tanpa disertai kelainan anatomi maupun kelainan struktur saluran

kemih

b. ISK complicated (rumit) adalah infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien yang menderita kelainan anatomik/struktur saluran kemih, atau

adanya penyakit sistemik. Kelainan ini akan menyulitkan

pemberantasan kuman oleh antibiotika

c. First infection (infeksi pertama kali) atau isolated infection adalah infeksi saluran kemih yang baru pertama kali diderita atau infeksi yang

didapat setelah sekurang-kurangnya 6 bulan telah bebas dari ISK

d. Unresolved bakteriuria adalah infeksi yang tidak mempan dengan pemberian antibiotika. Kegagalan ini biasanya terjadi karena

mikroorganisme penyebab infeksi telah resisten (kebal) terhadap

pemberian antibiotika yang dipilih

e. Infeksi berulang adalah timbulnya kembali bakteriuria setelah

sebelumnya dapat dibasmi dengan terapi antibiotika pada infeksi yang

pertama. Timbulnya infeksi berulang ini dapat berasal dari re-infeksi

atau bakteriuria persisten. Pada re-infeksi, kuman berasal dari luar

saluran kemih, sedangkan bakteriuria persisten bakteri penyebabnya

(11)

• Etiologi

Pada umumnya ISK disebabkan mikroorganisme (MO) tunggal :

a.Escherichia coli merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan infeksi simtomatik maupun asimtomatik

b.Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp (33% anak laki-laki berusia 5 tahun)

c.Infeksi yang disebabkan Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi (Sukandar,2009)

2.2.4. Faktor Predisposisi

Tabel 2.3. Faktor Predisposisi (Pencetus) ISK

• Litiasis

• Obstruksi saluran kemih

• Penyakit ginjal polikistik

• Nekrosis papilar

• Diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal

• Nefropati analgesik

• Senggama

• Kehamilan

• Kateterisasi

Sumber : Sumber: Buku Ilmu Penyakit Dalam Jilid II (Sukandar, 2009)

2.2.5. Patogenesis

a. Masuknya bakteri

Ada 4 cara bakteri masuk ke saluran genitourinaria, yaitu :

Ascending

Sebagian besar bakteri periuretral naik ke saluran kemih yang

menyebabkan ISK

• Hematogen

(12)

Staphylococcus aureus, Candida spesies, dan Mycobacterium

tuberculosis adalah patogen yang paling sering menginfeksi saluran

kemih secara hematogen

• Limfatogen

Saat ini hanya sedikit data yang menunjukkan bahwa penyebaran

bakteri melalui saluran limfa berperan dalam patogenesis ISK

• Infeksi langsung bakteri dari organ-organ yang berdekatan

Dapat terjadi pada pasien dengan intraperitoneal abses atau fistula

vesikovaginal atau vesicointestinal (Nguyen, 2008).

b. Faktor dari host

Kemampuan host untuk menahan mikroorganisme masuk ke dalam saluran kemih disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adalah

pertahanan lokal dari host dan peranan dari sistem kekebalan tubuh yang terdiri atas imunitas humoral dan imunitas selular (Purnomo, 2011).

Tabel 2.4. Pertahanan Lokal Tubuh terhadap Infeksi

Pertahanan lokal tubuh terhadap infeksi

• Mekanisme pengosongan urin yang teratur dari buli-buli dan gerakan peristaltik ureter (wash out mechanism)

• Derajat keasaman (pH) urin yang rendah

• Adanya ureum dalam urin

• Osmolalitas urin yang cukup tinggi

• Estrogen pada wanita pada usia produktif

• Panjang uretra pada pria

• Adanya zat antibakteria pada kelenjar prostat atau PAF (prostatic

antibacterial factor) yang terdiri atas unsur Zn

• Uromukoid (protein Tamm-Horsfall) yang menghambat penempelan

bakteri pada urotelium

(13)

Kuman E. coli yang menyebabkan ISK mudah berbiak dalam urin, di sisi lain urin bersifat bakterisidal terhadap hampir sebagian besar kuman dan

spesies E. coli. Derajat keasaman urin, osmolalitas, kandungan urea dan asam organik, serta protein-protein yang ada di dalam urin bersifat

bakterisidal.

Protein di dalam urin yang bertindak sebagai bakterisidal adalah

uromukoid atau protein Tamm-Horsfall (THP). Protein ini disintesis sel

epitel tubuli pars ascenden loop of henle dan epitel tubulus distal. Sebenarnya pertahanan sistem saluran kemih yang paling baik adalah

mekanisme wash out urine, yaitu aliran urin yang mampu membersihkan kuman yang ada di dalam urin. Gangguan dari mekanisme itu

menyebabkan kuman mudah sekali mengadakan replikasi dan menempel

pada urotelium. Supaya aliran urin adekuat dan mampu menjamin

mekanisme wash out, maka harus dalam kondisi jumlah urin cukup dan tidak ada hambatan di dalam saluran kemih. Oleh karena itu, kebiasaan

jarang minum dan pada gagal ginjal menghasilkan jumlah urin yang tidak

adekuat, sehingga memudahkan terjadinya ISK (Purnomo,2011).

c. Faktor dari mikroorganisme

Tidak semua bakteri bisa menempel dan menginfeksi saluran kemih. Dari

sekian banyak golongan Escherichia coli, yang uropatogen adalah serogrup O, K, dan H. Bakteri ini telah meningkatkan sifat penempelannya

pada sel uroepitel, kebal terhadap bakterisidal serum manusia,

menghasilkan hemolisin (untuk menginvasi jaringan), dan meningkatnya

antigen K (melindungi bakteri dari fagositosis neutrofil). Kemampuan E. coli untuk menempel pada sel epitel dimediasi oleh ligan yang terletak di ujung fimbria (pili) bakteri. Ligan ini mengikat reseptor glikolipid atau

glikoprotein pada membran permukaan sel uroepitel. Pili diklasifikasikan

berdasarkan kemampuannya untuk menggumpalkan darah. P pili dapat

menggumpalkan darah manusia, mengikat reseptor glikolipid pada sel

(14)

menggumpalkan darah marmut, mengikat residu manosida pada sel

uroepitel (Nguyen, 2008).

2.2.6. Manifestasi Klinis/Gambaran Klinis

Gambaran klinis ISK sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala hingga

menunjukkan gejala yang sangat berat akibat kerusakan pada organ lain. Pada

umumnya infeksi akut yang mengenai organ padat (ginjal, prostat, epididimis, dan

testis) memberikan keluhan yang hebat sedangkan infeksi pada organ berongga

(buli-buli, ureter, pielum) memberikan keluhan yang lebih ringan (Purnomo,

2011).

2.2.7. Diagnosis

Diagnosis ISK kadang-kadang sulit untuk ditegakkan dan bergantung pada

urinalisis dan kultur urin. Kadang-kadang, penelusuran lokalisasi mungkin

diperlukan untuk mengidentifikasi sumber infeksi (Nguyen, 2008).

a. Urinalisis

Untuk pasien dengan gejala sistem saluran kemih, harus dilakukan

urinalisis mikroskopis apabila terdapat bakteriuria, piuria, dan hematuria.

Urinalisis dapat mengidentifikasi bakteri dan leukosit dengan cepat dan

dapat mendiagnosis ISK. Biasanya, sedimen yang akan dianalisis

diperoleh dari sekitar 5-10 mL spesimen dengan melakukan sentrifugasi

selama 5 menit dengan kecepatan 2000 rpm (Roehborn et al., 2007). b. Kultur urin

Baku emas untuk mengidentifikasi ISK adalah jumlah bakteri tertentu

pada kultur urin . Urin harus dikumpulkan dalam wadah steril dan dikultur

segera setelah dikumpulkan. Bila hal ini tidak mungkin, urin dapat

disimpan dalam lemari es sampai 24 jam. Sampel tersebut kemudian

diencerkan dan menyebar di wadah kultur. Setiap bakteri akan membentuk

koloni tunggal di wadah. Jumlah koloni dihitung dan disesuaikan per

(15)

c. Pencitraan

Pada ISK uncomplicated (sederhana) tidak diperlukan pemeriksaan pencitraan, tetapi pada ISK complicated (rumit) perlu dilakukan pemeriksaan pencitraan untuk mencari penyebab/sumber terjadinya infeksi

(Purnomo, 2011).

2.2.8. Komplikasi

Infeksi saluran kemih dapat menimbulkan beberapa komplikasi (penyulit),

diantaranya :

a. Gagal ginjal akut

Edema yang terjadi akibat inflamasi akut pada ginjal akan mendesak

sistem pelvikalises sehingga menimbulkan gangguan aliran urin. Pada

pemeriksaan urogram terlihat spastisitas sistem pelvikalises atau pada

pemeriksaan radionuklir, asupan (uptake) zat radioaktif tampak menurun b. Batu saluran kemih

Adanya papila yang terkelupas akibat infeksi saluran kemih serta debris

dari bakteri merupakan nidus pembentukan batu saluran kemih. Selain itu,

beberapa kuman yang dapat memecah urea mampu merubah suasana pH

urin menjadi basa. Suasana basa ini memungkinkan berbagai unsur

pembentuk batu mengendap di dalam urin dan untuk selanjutnya

membentuk batu pada saluran kemih

c. Supurasi atau pembentukan abses

Infeksi saluran kemih yang mengenai ginjal dapat menimbulkan abses

pada ginjal yang meluas kerongga perirenal dan bahkan ke pararenal,

demikian pula yang mengenai prostat dan testis dapat menimbulkan abses

pada prostat dan abses pada testis

d. Urosepsis

Urosepsis adalah sepsis yang disebabkan oleh mikrobakteria yang berasal

dari mikrobakteria yang berasal dari urogenitalia. Bakteri lebih mudah

masuk ke dalam peredaran darah terutama jika pasien mengalami

(16)

mellitus, usia tua, pasien yang menderita penyakit keganasan, dan pasien

yang menderita gangguan imunitas tubuh yang lain (Purnomo, 2011).

2.3. Hubungan BPH dengan Infeksi Saluran Kemih

Tingkat infeksi yang diterbitkan UTIs in the institutionalized geriatric

population range pada populasi berkisar dari 12% sampai 30%. Perubahan anatomis dan fungsional yang terjadi pada populasi ini biasanya complicated

(rumit) oleh karena adanya penyakit yang mendasari atau kronis (Cohen, et.al.,

2011).

BPH dianggap sebagai bagian normal dari proses penuaan pada pria dan

tergantung pada hormon testosteron dan produksi dihidrotestosteron (DHT).

Diperkirakan 50% pria menunjukkan histopatologi BPH pada usia 60 tahun.

Jumlah ini meningkat menjadi 90% pada usia 85 tahun (Deters, 2013).

Pembesaran prostat pada pasien BPH akan menyebabkan obstruksi pada

saluran kemih . Selain itu pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk

kelemahan pada buli (otot detrusor) dan penurunan fungsi persarafan. Perubahan

karena pengaruh usia tua dan adanya obstruksi akibat BPH akan menyebabkan

menurunnya kemampuan buli-buli dalam mempertahankan aliran urin pada proses

adaptasi (Amelia, 2007). Aliran urin mampu membersihkan kuman yang ada di

dalam urin. Gangguan dari mekanisme aliran urin ini akan menyebabkan kuman

mudah sekali mengadakan replikasi dan menempel pada urotelium (Purnomo,

2011).

Selain itu, terdapat berbagai perubahan daya tahan tubuh dan perubahan

anatomi maupun fungsi pada sistem organ tubuh seorang usia lanjut yang dapat

menjadi alasan kenapa seorang yang berusia lanjut lebih muda terkena infeksi

dibandingkan usia muda. Perubahan yang terjadi tersebut salah satunya pada

saluran kemih (Nguyen, 2008).

Pada usia lanjut ginjal kurang mampu mengekskresikan asam dan urea

dan gagal untuk mempertahankan osmolalitas normal (Cohen, et.al., 2011).

Padahal, derajat keasaman urin, osmolalitas, kandungan urea dan asam organik,

Gambar

Gambar 2.1. Perubahan testosteron menjadi dihidrotestosteron oleh enzim
Gambar 2.2. Keseimbangan Proliferasi sel dan Apoptosis pada Prostat
Tabel 2.2. International Prostatic Symptom Score (IPSS)
Gambar 2.3. Bagan pengaruh hiperplasia prostat pada saluran kemih
+2

Referensi

Dokumen terkait

pemahaman konsep matematika siswa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pembelajaran discovery learning terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis siswa

Dengan pengujian hipotesis menggunakan uji signifikan simultan (Uji-F), uji signifikan Parsial (Uji- t) dan koefisien Determinasi (R 2 ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Apakah ada perbedaan hasil belajar matematika siswa dalam pokok bahasan bidang datar segi empat yang menggunakan model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw dan

“I took the CAT, which is what I’ll be doing until the car’s fixed.” “You can use mine,” Ava told her, but Phoebe shook her head.. “I’d feel better knowing there’s a

Fenomena kekerasan terhadap anak yang dilakukan oleh guru dalam.. dunia pendidikan dan pengajaran memang tidak identik

Tingginya responden yang tidak melakukan pemeriksaan IVA di Puskesmas Banguntapan I Bantul, sesuai dengan hasil penelitian Dewi L (2014) tentang faktor-faktor yang

  kaUangProte ectordalamm rangiPeratur ntelahmenda ectortersebu kmengenaiP KU/JAYA/I/2 DISELENGGAR urdantercant mudianolehT ,   dengan erdasarkanp dinganini..   Protesdapat

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode Dempster Shafer merupakan metode yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit ikan nila dengan gejala-gejala