• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA SIMBION ALGA ZOOXANTHELLAE PADA ANEMON LAUT HASIL TEKNOLOGI REPRODUKSI ASEKSUAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DINAMIKA SIMBION ALGA ZOOXANTHELLAE PADA ANEMON LAUT HASIL TEKNOLOGI REPRODUKSI ASEKSUAL"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

DINAMIKA SIMBION ALGA

ZOOXANTHELLAE

PADA ANEMON LAUT HASIL TEKNOLOGI REPRODUKSI ASEKSUAL

Dr. Ir. Muhammad Ahsin Rifa’i, M.Si.

Diterbitkan oleh:

Lambung Mangkurat University Press, 2016

d/a Pusat Pengelolaan Jurnal dan Penerbitan ULM Jl. H. Hasan Basry, Kayu Tangi, Banjarmasin 70123 Gedung Rektorat ULM Lt 2

Telp/Faks 0511-3305195

Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang.

Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya, dalam bentuk dan cara apapun, baik secara mekanik maupun elektronik, termasuk fotocopi, rekaman dan lain-lain tanpa izin tertulis dari penerbit

xvi, 157 hlm.; 15,5 x 23 cm

Cetakan Pertama, Agustus 2016

Desain cover : Muhammad Jilan Fawwaz Dirgantara Penata letak : Hadiratul Kudsiah & Muhammad Anugrah

Samudra

(3)

PRAKATA

Anemon laut memiliki nilai ekonomis dan ekologis. Biota ini sangat populer sebagai pengisi akuarium yang indah dan menarik karena memiliki bentuk tubuh meyerupai bunga beraneka warna. Secara ekologis,

anemon laut merupakan inang berbagai anemonfishes.

Pada sel-sel endodermis karang dan anemon laut melimpah sel-sel alga zooxanthellae sebagai simbion intraselluler. Kehadiran alga zooxanthellae telah memberikan andil yang besar dalam sistem daur energi anemon, lingkungan, dan biota lain yang berasosiasi. Alga zooxanthellae yang hidup bersimbiosis dengan anemon memiliki kemampuan untuk melakukan aktifitas fotosintesis dan menghasilkan nutrisi karbon yang selanjutnya disumbangkan ke inang dan lingkungan perairan di sekitarnya. Kehadiran alga zooxanthellae yang hidup bersimbiosis pada anemon laut dan karang sangat penting mengingat kondisi lingkungan perairan laut miskin nutrient. Dengan demikian maka kehadiran alga zooxanthellae sangat strategis bagi kehidupan anemon dan ekosistem

terumbu karang serta kajian dinamika alga

zooxanthellae pada anemon hasil reproduksi aseksual menjadi sangat urgen.

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya jualah sehingga buku ini dapat diselesaikan. Membagi ilmu pengetahuan tentang anemon laut menjadi motivasi utama penulisan buku ini setelah 18 tahun (1998 – 2016) melakukan riset yang berkesinambungan di wilayah perairan Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Ambon, hingga Papua.

Buku ini terdiri atas 5 bab yaitu bab 1 pendahuluan, bab 2 mengenal anemon laut, bab 3 simbion alga zooxanthellae, bab 4 dinamika simbion

(4)

alga zooxanthellae pada anemon laut, dan bab 5 penutup. Pada bab 1 dijelaskan tentang pentingnya anemon laut dan kehadiran simbion alga zooxanthellae. Bab 2 menjelaskan tentang bioekologi anemon laut yang diambil dari dari berbagai sumber dan hasil penelitian. Bab 3 menjelaskan tentang definisi dan pengertian alga zooxanthellae. Bab 4 menjelaskan tentang dinamika simbion alga zooxanthellae pada anemon laut sebagai inang yang disebabkan oleh berbagai factor alam dan buatan. Pada bab ini merupakan inti dari buku ini yang diambil penulis dari berbagai hasil penelitian dari berbagai jurnal dalam dan luar negeri. Pada Bab 5 menjelaskan tentang pentingnya nilai dan fungsi anemon laut dan strategi pengelolaannya.

Buku ini diharapkan dapat menjadi rujukan bagi para pelajar, mahasiswa, praktisi, dan peneliti

kelautan, pemerintah/pengambil kebijakan, dan

pembaca sakalian yang berminat. Penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang turut serta membantu dalam penerbitan buku ini.

Penulis menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna karena itu kritik dan saran konstruktif sangat diharapkan untuk penyempurnaan dimasa yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga buku sederhana ini dapat bermanfaat bagi kemashalatan ummat. Amin ya rabbal alamin.

Banjarmasin, 8 Agustus 2016 Penulis,

(5)

DAFTAR ISI

PRAKATA... III DAFTAR ISI ... V DAFTAR GAMBAR ... VII DAFTAR TABEL ... XVII

I. PENDAHULUAN ... 1

II. MENGENAL ANEMON LAUT ... 8

A.DESKRIPSI ... 8

B.HABITAT DAN SEBARAN ... 14

C.MAKANAN DAN CARA MAKAN ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED. D.REPRODUKSI ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED. III. SIMBION ALGA ZOOXANTHELLAE ... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED. A.ALGAE ZOOXANTHELLAE ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED. B.KLOROFIL-A ZOOXANTHELLA .... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED. C.INDEKS MITOTIK ... 50

IV. DINAMIKA SIMBION ALGA ZOOXANTHELLAE PADA ANEMON LAUT HASIL REPRODUKSI ASEKSUAL ... 54

A.DENSITAS ZOOXANTHELLAE ... 54

B.DENSITAS KLOROFIL-A ZOOXANTHELLAE ... 77

C.INDEKS MITOTIK ZOOXANTHELLAE ... 86

D.KONTRIBUSI KARBON SIMBION ALGA ZOOXANTHELLAE YANG DITRANSLOKASIKAN KE INANG ANEMON LAUT (CZAR) ... 97

(6)

E.VARIASI DAN JARAK GENETIK ZOOXANTHELLAE ... 103

G.DINAMIKA SIMBION ALGA ZOOXANTHELLAE PADA ANEMON LAUT HASIL REPRODUKSI ASEKSUAL DENGAN TEKNIK FRAGMENTASI TUBUH ... 110

IV. PENUTUP ... 22

A.NILAI DAN FUNGSI ANEMON ... 23

B.KONDISI DAN UPAYA PENGELOLAAN ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 29

GLOSARIUM ... 52

INDEKS ... 59

(7)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman GAMBAR 1. BEBERAPA JENIS ANEMON LAUT DARI

BEBERAPA PERAIRAN DI INDONESIA (SUMBER FOTO:RIFA’I 2009–2015) ... 9 GAMBAR 2. ANATOMI ANEMON LAUT (SUMBER:KRUPP,

2001). HTTP://WWW.PALAEOS.

COM/INVERTEBRATES/CNIDARIA/ ... 10 GAMBAR 3. ANATOMI ANEMON LAUT (SUMBER:

SHIMEK,2006) ... 13 GAMBAR 4. SPESIES ANEMON LAUT YANG DITEMUKAN

DI LOKASI PENELITIAN (RIFA’I,2016) ... 17 GAMBAR 5. RATA-RATA KELIMPAHAN RELATIF (%)

ANEMON LAUT BERDASARKAN STASIUN DI PERAIRAN DESA TELUK TAMIANG (N=45,

RANGE=0.00%-21.43%,𝑋=6.67%±

1.6%)(RIFA’I,2016)... 17 GAMBAR 6. RATA-RATA KELIMPAHAN RELATIF (%)

ANEMON LAUT BERDASARKAN KEDALAMAN PERAIRAN DI PERAIRAN DESA TELUK TAMIANG (N=45,RANGE=2.38%-35.71%, 𝑋=11.117% ±1.5%)(RIFA’I,2016) ... 18 GAMBAR 7. RATA-RATA DIAMETER TUBUH (IND/CM)

ANEMON RAKSASA BERDASARKAN STASIUN DI PERAIRAN DESA TELUK TAMIANG (N=45,

RANGE=0.00-30.53 CM,𝑋=23.45±

0.16 CM)(RIFA’I,2016) ... 18 GAMBAR 8. RATA-RATA DIAMETER TUBUH (IND/CM)

ANEMON RAKSASA BERDASARKAN KEDALAMAN PERAIRAN DI PERAIRAN DESA TELUK TAMIANG (N=45,RANGE=0.00-

(8)

30.53 CM,𝑋=26.77±0.39 CM) (RIFA’I,2016). ... 19 GAMBAR 9. PETA KEDALAMAN PERAIRAN (M) DAN

KELIMPAHAN RELATIF (%) ANEMON LAUT (ATAS).PETA KEDALAMAN PERAIRAN (M) DAN UKURAN DIAMETER TUBUH (CM) ANEMON LAUT (BAWAH) ... 21 GAMBAR 10.PEMULIHAN TUBUH ENTACMAEA QUADRI-

COLOR SETELAH PEMBELAHAN:(A) LUKA TERBUKA,(B) JARINGAN TUBUH (COLUMN) MENUTUP LUKA BEKAS PEMOTONGAN,(C) TUBUH MULAI BERWARNA NORMAL, DAN (D) MULUT MASIH TERTUTUP ... 28 GAMBAR 11.PROSES PEMBELAHAN TUBUN ANEMON

JENIS STICHODACTYLA GIGANTEA SECARA ARTIFISIAL (RIFA’I,1988) ... 29 GAMBAR 12.ANEMON LAUT SETELAH DILAKUKAN

PEMBELAHAN DAN PENJAHITAN.A= ANEMON SETELAH DIJAHIT, B=ANEMON YANG BELUM DIJAHIT (RIFA’I,1998) ... 29 GAMBAR 13.TEKNIK PENJAHITAN TUBUH ANEMON ... ERROR!

BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 14.KONDISI TUBUH ANEMON SETELAH DILAKU- KAN PENJAHITAN (RIFA’I,DKK.,2003) ... ERROR!

BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 15.HASIL PEMBELAHAN TUBUH ANEMON MENJADI 4 BAGIAN (RIFA’I,DKK.,2003) ... ERROR!

BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 16.RATA-RATA SINTASAN (%) BENIH ANEMON LAUT SELAMA 60 HARI PEMELIHARAAN DI PERAIRAN DESA TELUK TAMIANG KALIMAN- TAN SELATAN (RIFA’I,2011) .. ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

(9)

GAMBAR 17.HISTOGRAM DATA RATA-RATA TINGKAT

PERTUMBUHAN MUTLAK (CM) ANEMON LAUT SELAMA 60 HARI MASA PEMELIHA- RAAN DI LABORATORIUM DAN PERAIRAN DESA TELUK TAMIANG KALIMANTAN SELATAN (RIFA’I,2011) ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 18.ALGA ZOOXANTHELLAE (SYMBIODINIUM SP) (SUMBER: RUDWAN,2000 DAN RIDDLE,2006) ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 19.ANEMON LAUT AIPTASIA PALLIDA YANG MENGALAMI BLEACHING. A.ANEMON NORMAL YANG MENGANDUNG SIMBION ALGA ZOOXANTHELLAE. B.ANEMON YANG TELAH DITINGGALKAN SIMBION ALGA ZOOXAN-

THELLAE (SUMBER:JOHNSON,2007). ... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 20.LOKASI ALGA ENDOSIMBIOTIK DALAM ANEMON LAUT. A.BAGIAN ORAL DISC ANTHOPLEURA ELEGANTISSIMA, TAMPAK BATAS-BATAS

ZOOXANTHELLAE (ZX) HINGGA ENDODERM (EN) DAN KEBERADAANNYA DARI MESOGLEA (M) DAN ECTODERM (EPI). B.SISI TENTAKEL AIPTASIA PALLIDA, TAMPAK ZOOXANTHELLAE (ZX) DALAM VACOULA (V) SEL-SEL FLAGELLATA ENDODERMAL. SKALA BAR =10 µM. C.SEL-SEL ENDODERMAL DARI MASERASI

ENZIMATIK TENTAKEL A. PILLIDA, TAMPAK FLAGELLAE AFIKAL (F) DAN DUA ZOOXANTHELLAE YANG TERTUTUP DALAM MEMBRAN PLASMA SEL (PM). SKALA BAR =3 µM. D.ZOOCHLORELLA DAN SEL-SEL DEBRIS DALAM VACOLULA SEL-SEL INANG ANTHOPLEURA XANTHOGRAMMICA. SKALA BAR =1 µM. E.ZOOCHLORELLA BEBAS DALAM COELENTERON A. XANTHOGRAMMICA,

(10)

MEMBRAN VACUOLA (M) SKALA BAR =1 µM. (SUMBER:A.TRENCH (1971);B DAN C. GLIDER ET AL.(1980);D DAN E.O’BRIEN

(1980). ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 21.KONSENTRASI ALGA ZOOXANTHELLAE PADA

TENTAKEL DAN ORAL DISK.TAMPAK KANDUNG- AN KLOROFIL DAN SUPEROXIDE DISMUTASE

(SOD) DAN AKATIFITAS KATALASE PADA DAERAH

YANG BERBEDA DARI ANTHOPLEURA

ELEGANTISSIMA.(SUMBER:DYKENS

AND SHICK,1984). ... ERROR!BOOKMARK NOT

DEFINED.

GAMBAR 22.LIGHT AND CONFOCAL IMAGES OF SYMBIO- DINIUM CELLS IN HOSPITE (LIVING IN A HOST CELL) WITHIN SCYPHISTOMAE OF THE JELLY- FISH CASSIOPEA XAMACHANA.THIS ANIMAL REQUIRES INFECTION BY THESE ALGAE TO COMPLETE ITS LIFE CYCLE.THE CHLOROPLAST IMAGED IN 3-D IS HIGHLY RETICULATED AND DISTRIBUTED AROUND THE CELL’S

PERIPHERY (WIKIPIDIA,2016) ... 49 GAMBAR 23.SYMBIODINIUM REACH HIGH CELL DENSITIES

THROUGH PROLIFIC MITOTIC DIVISION IN THE ENDODERMAL TISSUES OF MANY SHALLOW TROPICAL AND SUB-TROPICAL CNIDARIANS. THIS IS A SEM OF A FREEZE-FRACTURED INTERNAL MESENTERY FROM A REEF CORAL POLYP (PORITES PORITES) THAT SHOWS THE DISTRIBUTION AND DENSITY OF SYMBIONT CELLS (WIKIPIDIA,2016). ... 49 GAMBAR 24.RATA-RATA DENSITAS ZOOXANTHELLAE

DARI ANEMON AF2(FRAGMENTASI 2 BAGIAN)

(X±SE=0,24±0,149,N=30), ANEMON AF4

(FRAGMENTASI 4 BAGIAN)(X±SE=9,17±0,225,

(11)

TASI)(X±SE=10,87±0,071,N=30) YANG DIKULTUR PADA KAWASAN TERUMBU KARANG DOMINAN RUSAK (KR) DAN BAIK (KB) SELAMA 10 BULAN ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 25.RATA-RATA DENSITAS ZOOXANTHELLAE ANTAR ANEMON AF2(FRAGMENTASI 2 BAGIAN),AF4 (FRAGMENTASI 4 BAGIAN), DAN AA(ALAMI NON FRAGMENTASI) SELAMA 10 BULAN PEMELIHA- RAAN DI KAWASAN TERUM BU KARANG DOMINAN RUSAK (KR) DAN DOMINAN BAIK (KB)

(X±SE=10,30±0,118,N=90) ... ERROR!

BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 26.RATA-RATA DENSITAS ZOOXANTHELLAE ANTAR KAWASAN TERUMBU KARANG DOMINAN DOMINAN RUSAK (KR) DAN DOMINAN BAIK (KB) ANEMON AF2(FRAGMENTASI 2 BAGIAN),AF4(FRAGMEN- TASI 4 BAGIAN), DAN AA(ALAMI NON FRAGMEN- TASI) SELAMA 10 BULAN PEMELIHARAAN

(X±SE=10,30±0,118,N=90) ... ERROR!

BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 27.RATA-RATA DENSITAS ZOOXANTHELLAE ANTAR BULAN PEMELIHARAAN ANEMON AF2

(FRAGMENTASI 2 BAGIAN),AF4(FRAGMEN- TASI 4 BAGIAN), DAN AA(ALAMI NON FRAG- MENTASI) YANG DIKULTUR PADA KAWASAN TERUMBU KARANG DOMINAN RUSAK (KR) DAN DOMINAN BAIK (KB) SELAMA 10 BULAN

(X±SE=10,30±0,118,N=90) ... ERROR!

BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 28.BAGIAN TUBUH UTAMA YANG HARUS DIMILIKI SETIAP BENIH ANEMON HASIL REPRODUKSI ASEKSUAL DENGAN TEKNIK FRAGMENTASI. A=TENTAKEL, B=SIFONOGLYFA, C=LINGKAR MULUT, D=BADAN, E=LINGKAR KAKI

(12)

(SUMBER:BOOLOOTIAN &STILES,1976). ERROR!

BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 29.LOKASI ALGA ZOOXANTHELLAE DALAM JARINGAN TENTAKEL ANEMON (SUMBER: GIBBONS,2008) ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 30.LOKASI ALGA ZOOXANTHELLAE PADA JARINGAN ORAL DISC ANEMON. ZOOXAN- THELLAE (ZX), ENDODERM (EN), MESOGLEA (M), DAN ECTODERM (EPI)(SUMBER: TRENCH,1971). ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 31.(A).ALGA ZOOXANTHELLAE YANG MELIMPAH PADA PERMUKAAN BAGIAN DALAM DARI LAPISAN ENDODERMIS ANEMON AIPTASIA PUICHELLA 234X.(B)ALGA ZOOXANTHELLAE MASIH BERADA DALAM SEL-SEL INANG. FLA- GELLATA SEL-SEL INANG DAN SEL-SEL INANG MULAI MEMBELAH DAN TAMPAK PERMUKAAN ZOOXANTHELLAE (ANAK PANAH)2400X.(C) ALGA ZOOXANTHELLAE MUNCUL DARI SEL-SEL INANG (ANAK PANAH)4750X.(D) ZOOXAN- THELLAE HILANG DARI EXOCYTOTIC CUP(ANAK PANAH)3250X(SUMBER:STEEN AND

MUSCATINE,1987) ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 32.JARINGAN GASTRODERMAL KARANG AGARICIA SP. ... 71 GAMBAR 33.PERKEMBANGAN DENSITAS ZOOXANTHELLAE

ANTAR ANEMON AF2,AF4, DAN AA SELAMA 10 BULAN PEMELIHARAN (NOPEMBER 2007 SAMPAI JULI 2008) DAN PREDIKSI PADA BULAN KE-12 MASA PEMELIHARAAN

(SEPTEMBER 2008) ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

(13)

GAMBAR 34.RATA-RATA DENSITAS KLOROFIL-A ZOO- XANTHELLAE DARI ANEMON AF2

(X±SE=39,79±1,027,N=30), ANEMON

AF4(X±SE=39,79±0,96,N=30), DAN

ANEMON AA(X±SE=45,34±0,30,N=30) YANG DIKULTUR PADA KAWASAN TERUMBU KARANG DOMINAN RUSAK (KR) ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 35.RATA-RATA DENSITAS KLOROFIL-A ANTAR ANEMON AF2(FRAGMENTASI 2 BAGIAN),AF4 (FRAGMENTASI 4 BAGIAN), DAN AA(ALAMI NON FRAGMENTASI) DI KAWASAN TERUMBU KARANG DOMINAN RUSAK (KR) DAN DOMINAN BAIK (KB) SELAMA 10 BULAN PEMELIHARAAN

(X±SE=41,64±0,55,N=90) ... 80

GAMBAR 36.RATA-RATA DENSITAS KLOROFIL-A ANTAR KAWASAN TERUMBU KARANG DOMINAN RUSAK (KR) DAN DOMINAN BAIK (KB) ANEMON AF2 (FRAGMENTASI 2 BAGIAN),AF4(FRAGMEN- TASI 4 BAGIAN), DAN AA(ALAMI NON FRAG- MENTASI SELAMA 10 BULAN PEMELIHARAAN

(X±SE=41,64±0,55,N=90) ... 80

GAMBAR 37.RATA-RATA DENSITAS KLOROFIL-A ANTAR BULAN PEMELIHARAAN ANEMON AF2, AF4, DAN AA DI KAWASAN TERUMBU KARANG DOMINAN RUSAK (KR) DAN DOMINAN BAIK

(KB)(X±SE=41,64±0,55,N=90) ... 81

GAMBAR 38.STRUKTUR KLOROPLAS ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 39.RATA-RATA INDEKS MITOTIK ZOOXAN- THELLAE (X±SE=6,273±0,076,N=240)

BERDASARKAN WAKTU PENGAMATAN SELAMA 24 JAM. AA:ANEMON LAUT NON FRAG-

MENTASI,AF2:ANEMON LAUT HASIL

(14)

HASIL FRAGMENTASI 4 BAGIAN (RIFA’I AND

JUSOFF,2013) ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 40. RATA-RATA INDEKS MITOTIK ZOOXAN- THELLAE (X±SE=6,273±0,076,N=240) BERDASARKAN SUMBER ANEMON LAUT. AA: ALAMI NON FRAGMENTASI,AF2: FRAGMEN- TASI 2 BAGIAN,AF4: FRAGMENTASI 4 BAGIAN (RIFA’I AND JUSOFF,2013) ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 41.RATA-RATA INDEKS MITOTIK ZOOXAN- THELLAE (X±SE=6,273±0,076,N=240) BERDASARKAN BULAN PEMELIHARAAN. AA: ALAMI NON FRAGMENTASI,AF2: FRAGMEN- TASI 2 BAGIAN,AF4: FRAGMENTASI 4

BAGIAN (RIFA’I AND JUSOFF,2013) ... ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 42.RATA-RATA INDEKS MITOTIK ZOOXAN- THELLAE (X±SE=6,273±0,076,N=240) BERDASARKAN LOKASI PEMELIHARAAN. AA: ALAMI NON FRAGMENTASI,AF2: FRAGMEN- TASI 2 BAGIAN,AF4: FRAGMENTASI 4

BAGIAN,KB: KARANG DOMINAN BAIK, KR: KARANG DOMINAN RUSAK (RIFA’I AND JUSOFF,2013) ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 43.POPULASI ZOOXANTHELLAE ANEMONE ANTHOPLEURA AUREORADIATA X=SEL ZOOXANTHELLAE YANG SEDANG MEM- BELAH MENJADI DOUBLET (SUMBER:

GIBBONS,2008) ... 91 GAMBAR 44.GRAFIK KISARAN RATA-RATA SUHU

PERAIRAN PADA SAAT PENGAMATAN INDEKS MITOTIK ZOOXANTHELLAE SELAMA 24 JAM (RIFA’I AND JUSOFF,2013)... 92

(15)

GAMBAR 45.RATA-RATA CZAR ANTAR ANEMON AF2

(FRAGMENTASI 2 BAGIAN),AF4(FRAGMEN- TASI 4 BAGIAN), DAN AA(ALAMI NON FRAG- MENTASI SELAMA 10 BULAN PEMELIHARAAN DI KARANG DOMINAN RUSAK (KR) DAN

DOMINAN BAIK (KB)(X±SE=69,8±0,65, N=90)(RIFA’I,2009) ... 100 GAMBAR 46.RATA-RATA CZAR ANTAR BULAN

PEMELIHARAAN ANEMON AF2(FRAGMEN- TASI 2 BAGIAN),AF4(FRAGMENTASI 4 BAGIAN), DAN AA (ALAMI NON FRAGMEN- TASI) PADA KARANG DOMINAN RUSAK (KR) DAN DOMINAN BAIK (KB)(X±SE=69,18± 0,65,N=90)(RIFA’I,2009) ... 100 GAMBAR 47.RATA-RATA CZAR ANTAR KAWASAN

TERUMBU KARANG ANEMON AF2(FRAG- MENTASI 2 BAGIAN),AF4(FRAGMENTASI 4 BAGIAN), DAN AA (ALAMI NON FRAGMENTASI) SELAMA 10 BULAN PEMELIHARAAN (X±SE=

69,18±0,65,N=90)(RIFA’I,2009) ... 101 GAMBAR 48. POLA FRAGMEN DNA GENOM ZOOXAN-

THELLAE ANEMON LAUT YANG DIAMPLIFI- KASI DENGAN PRIMER-2:P1,P3,P4=

ZOOXANTHELLAE YANG DIAMBIL DARI

ANEMON YANG DIFRAGMENTASI MENJADI 2 BAGIAN,P7,P8,P9= ANEMON ALAM, P12,P13,P14= ZOOXANTHELLAE YANG DIAMBIL DARI ANEMON YANG DIFRAG-

MENTASI MENJADI 4 BAGIAN (RIFA’I,2011)... 104 GAMBAR 49. POLA FRAGMEN DNA GENOM ZOOXAN-

THELLAE ANEMON LAUT YANG DIAMPLIFI- KASI DENGAN PRIMER-3:P1,P3,P4=

ZOOXANTHELLAE YANG DIAMBIL DARI ANEMON YANG DIFRAGMENTASI MENJADI 2 BAGIAN,P7,P8,P9= ANEMON ALAM,

(16)

P12,P13,P14= ZOOXANTHELLAE YANG DIAMBIL DARI ANEMON YANG DIFRAG-

MENTASI MENJADI 4 BAGIAN (RIFA’I,2011)... 104 GAMBAR 50. POLA FRAGMEN DNA GENOM ZOOXAN-

THELLAE ANEMON LAUT YANG DIAMPLIFI- KASI DENGAN PRIMER-4:P1,P3,P4=

ZOOXANTHELLAE YANG DIAMBIL DARI

ANEMON YANG DIFRAGMENTASI MENJADI 2 BAGIAN,P7,P8,P9= ANEMON ALAM, P12,P13,P14= ZOOXANTHELLAE YANG DIAMBIL DARI ANEMON YANG DIFRAG-

MENTASI MENJADI 4 BAGIAN (RIFA’I,2011)... 105 GAMBAR 51. POLA FRAGMEN DNA GENOM ZOOXAN-

THELLAE ANEMON LAUT YANG DIAMPLIFI- KASI DENGAN PRIMER2-4:P1,P3,P4=

ZOOXANTHELLAE YANG DIAMBIL DARI

ANEMON YANG DIFRAGMENTASI MENJADI 2 BAGIAN,P7,P8,P9= ANEMON ALAM, P12,P13,P14= ZOOXANTHELLAE YANG DIAMBIL DARI ANEMON YANG DIFRAG- MENTASI MENJADI 4 BAGIAN (RIFA’I,2011)

... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 52.DENDROGRAM 9 POPULASI ZOOXAN- THELLAE BERDASARKAN PENANDA ISSR MENGGUNAKAN 4 PRIMER

(RIFA’I,2011) .. ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

GAMBAR 53.HUBUNGAN MUTUALISME ANTARA SIMBION ALGA ZOOXANTHELLAE DAN INANG ANEMON LAUT ... 16 GAMBAR 56.DINAMIKA SIMBION ALGA ZOOXANTHELLAE

YANG DITEMUKAN PADA ANEMON LAUT HASIL REPRODUKSI ASEKSUAL... 17

(17)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman TABEL 1. ANALISIS KERAGAMAN TINGKAT PERTUM-

BUHAN MUTLAK (CM) BENIH ANEMON

SELAMA 60 HARI MASA PEMELIHARAAN ... 35 TABEL 2 DENSITAS ZOOXANTHELLAE ... 58 TABEL 3. DENSITAS KLOROFIL-A ZOOXANTHELLAE

ANTAR PERLAKUKAN FRAGMENTASI, ANTAR, DAN ANTAR WAKTU PEMELIHARAAN... ERROR!

BOOKMARK NOT DEFINED.

TABEL 4. INDEKS MITOTIK ZOOXANTHELLAE ANTAR WAKTU PENGAMATAN, FRAGMENTASI TUBUH ANEMON, PEMELIHARAAN, DAN LOKASI

PEMELIHARAAN ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

TABEL 5. CZAR ANTAR PERLAKUKAN FRAGMENTASI TUBUH ANEMON, LOKASI PEMELIHARAAN, DAN WAKTU PEMELIHARAAN ... 101 TABEL 6. JUMLAH PROFIL DNA HASIL ANALISIS ISSR

MENGGUNAKAN 4 PRIMER ... ERROR!BOOKMARK NOT DEFINED.

(18)

I. PENDAHULUAN

Salah satu organisme yang selama masa hidupnya selalu menetap dan mencari makan di kawasan terumbu karang adalah anemon laut. Anemon laut merupakan salah satu jenis karang dari filum Cnidaria. Karang dan anemon adalah anggota taksonomi kelas

yang sama, yaitu Anthozoa. Perbedaan utama adalah

karang menghasilkan kerangka luar dari kalsium karbonat, sedangkan anemon tidak.

Anemon memiliki nilai ekonomis penting. Hewan ini sangat populer sebagai bahan makanan laut (Sea Food), terutama di luar negeri antara lain Perancis, Jepang, Korea, dan Kepulauan Pasifik bagian timur, juga sebagian kecil penduduk kepulauan Indonesia seperti penduduk Kepulauan Seribu. Nilai ekonomis penting lainnya dari anemon laut adalah dapat dijadikan sebagai hewan pengisi akuarium yang sangat indah dan menarik karena memiliki bentuk tubuh yang meyerupai bunga beraneka warna. Karena itu, hewan ini sangat digemari oleh para penggemar aquarium

laut. Menurut Suwignyo dkk., (2005), beberapa jenis

anemon laut seperti Actinaria equima, Anemonia

sulcata, Bunodactis verrocosa, Redianthus malu, dan Stoichactis keuti telah di ekspor ke Singapura, Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada sebagai anemon hias untuk akuarium laut.

Selain memiliki nilai ekonomis, anemon laut juga memiliki nilai ekologis. Anemon laut merupakan inang

berbagai anemonfishes (Fautin and Allen, 1997;

Richardson, 1999; Astakhov, 2002; Randall and Fautin, 2002; dan Shimek, 2006). Tidak kurang 51 spesies ikan melakukan simbiosis fakultatif dengan anemon laut,

khususnya di perairan tropis (Arvedlund et al., 2006).

Selanjutnya menurut Allen (1974), anemon menjadi tempat hidup bersama bagi 26 jenis ikan hias

(19)

Amphiprion termasuk 1 jenis Premas biaculeatus.

Anemon laut dan ikan Amphiprion akan hidup dan

tumbuh dengan baik apabila hidup bersama-sama, tetapi apabila hidup sendiri-sendiri tanpa simbiosis mutualisme maka salah satu atau keduanya akan terganggu pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya

(Allen,1975 dan Randall et.al., 1990). Selain

anemonfishes, pada sel-sel endodermis karang dan anemon laut melimpah pula sel-sel alga zooxanthellae

sebagai simbion intraselluler (Rinkevick, 1989;

Muscatine and Wels, 1992; dan Fautin and Allen,

1997). Densitas zooxanthellae anemon laut

Stichodactyla gigantea mencapai 11,46 x 106 sel/cm2

(Niartiningsih, 2001). Kehadiran alga zooxanthellae ini telah memberikan andil yang besar dalam sistem daur energi anemon, lingkungannya, dan biota lainnya yang berasosiasi. Hasil penelitian menunjukkan interaksi antara alga zooxanthellae sebagai simbion dengan inangnya bersifat mutualisme, yaitu hubungan yang saling menguntungkan antara keduanya. Menurut Taylor (1969), inang memberikan perlindungan, beberapa metabolisme seperti karbon dioksida, dan beberapa nutrisi kepada alga. Alga memanfaatkan produk-produk ekskresi inang seperti fosfor esensial,

sulfur, senyawa nitrogen dari inangnya (McLaughlin et

al., 1964). Alga zooxanthellae yang hidup bersimbiosis

dengan anemon memiliki kemampuan untuk

melakukan aktifitas fotosintesis dan menghasilkan nutrisi karbon yang selanjutnya disumbangkan ke inang dan lingkungan perairan di sekitarnya (Taylor,

1969 dan Muscatine et al., 1981). Translokasi karbon

merupakan sumber energi utama untuk inang

(Streamer et al., 1993) dan selanjutnya digunakan

untuk membentuk glukosa, gliserol, asam amino dan kemungkinan lemak (Muscatine, 1967; Muscatine et al., 1984; dan Sutton and Hoegh-Guldberg, 1990). Alga

(20)

zooxanthellae inilah yang diduga memberikan

kontribusi terhadap fitness inang-inangnya dan

produktivitas primer terhadap komunitas di sekitarnya. Dengan demikian sangat jelas bahwa kehadiran alga zooxanthellae yang hidup bersimbiosis pada anemon laut dan karang sangat penting mengingat kondisi lingkungan perairan laut miskin nutrient.

Kehadiran alga zooxanthellae pada sel-sel

endodermis menjadi sangat penting bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan anemon laut. Zooxanthellae adalah sel tunggal berupa alga dinoflagellata yang hidup bersimbiosis dalam sel-sel beberapa binatang laut seperti kebanyakan terumbu yang membentuk karang di daerah tropis dan anemon laut, beberapa

hydroid, dan semua giant clam (Fautin and Allen,

(1997). Kehadiran anemon laut pada ekosistem terumbu karang diduga dapat meningkatkan kinerja efisiensi energi pada ekosistem terumbu karang. Hal ini disebabkan anemon laut di samping mampu

memproduksi oksigen dengan adanya alga

zooxanthellae juga mampu mengundang kehadiran ikan-ikan karang terutama ikan Amphiprion sehingga meningkatkan keragaman struktur tropik pada ekosistem terumbu karang.

Hasil penelitian menunjukkan, alga zooxanthellae mampu memberikan kontribusi terhadap fitness

inang-inangnya dan produktivitas primer perairan

disekitarnya. Ada kecenderungan zooxanthellae

menjadi faktor-faktor pengendali dalam kelimpahan dan distribusi anemon laut. Zooxanthellae pada anemon laut (Anemonia sulcata) ternyata mampu mentransfer 60% dari total karbon yang difiksasi melalui proses fotosintesis.

Anemon dan ikan-ikan anemon sangat rentan terhadap eksploitasi yang berlebihan. Hal ini disebabkan koloni anemon jarang bergerak sehingga

(21)

sangat mudah ditangkap oleh kolektor, anemon tumbuh lambat dan berumur panjang, ikan anemon sangat terbatas kemampuan penyebarannya, dan kedua kelompok organisme yang saling tergantung satu sama lain (Fautin and Allen, 1997; Wilkerson, 1998;

Jones, et al., 2005; Shuman et al., 2005; Almany et al.,

2007, dan Frisch and Hobbs, 2009).

Perkembangan jumlah penduduk yang sangat cepat serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan pemanfaatan anemon laut

terus meningkat terutama untuk memenuhi

permintaan pasar ikan hias domestik dan ekspor. Sebagai contoh, di Sulawesi Selatan menurut Balai Besar Karantina Ikan Sulawesi Selatan, data lalu lintas domestik dan ekspor anemon laut pada tahun 2002 hanya mencapai 49.655 ekor dan pada tahun 2006 telah terjadi peningkatan yang sangat signifikan hingga mencapai 84.534 ekor. Kondisi serupa diduga terjadi pula di beberapa propinsi lainnya di Indonesia seperti Bali, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.

Hingga saat ini eksploitasi anemon masih mengandalkan usaha penangkapan di alam dan belum ada hasil usaha budidaya. Jika kondisi ini dibiarkan maka suatu saat akan terjadi penurunan populasi. Oleh karena itu, untuk mendapatkan pemanfaatan yang berkelanjutan, kelestarian sumberdaya anemon perlu dijaga dan dipertahankan melalui suatu kebijaksanaan pengelolaan yang tepat, diantaranya melalui upaya restocking dan budidaya. Upaya tersebut tentunya membutuhkan benih-benih anemon dalam jumlah besar dan berkualitas yang bersumber dari hasil teknologi pembenihan dan bukan dari hasil penangkapan di alam.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka

pengembangan teknologi pembenihan untuk

(22)

penting. Hasil penelitian menunjukkan anemon laut

jenis Stichodactyla gigantea dapat direproduksi secara

seksual maupun aseksual. Cara yang umum dilakukan oleh anemon laut jenis ini di alam adalah reproduksi aseksual (Barnes, 1963; Russel and Hunter, 1979; McConnaughey and Zottoli, 1983; dan Nybakken, 1992), yaitu dengan cara memutuskan bagian lingkar kakinya pada saat binatang tersebut berpindah tempat. Bagian kaki yang tertinggal akan muncul gelembung-gelembung (semacam kuncup) yang selanjutnya memisahkan diri dan pada akhirnya beregenerasi

menjadi anemon-anemon kecil (Barnes, 1963).

Sedangkan menurut McConnaughey and Zottoli (1983), anemon ini melakukan reproduksi aseksual dengan merangkak secara perlahan ke arah yang berlawanan hingga tubuhnya terputus menjadi dua bagian. Bagian tersebut kemudian membulat dan hidup menjadi anemon-anemon baru. Tiga jenis anemon laut dari

famili Stichodactylidae dapat melakukan reproduksi

secara aseksual dengan pembelahan membujur (longitudinal) dan melintang (transversal). Ketiga jenis

anemon laut ini adalah Stichodactyla helianthus,

Entacmaea quadricolor, dan Heteractis maginifica (Dunn, 1981).

Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa

anemon laut jenis Stichodactyla gigantea dapat pula

dikembangbiakan secara aseksual dengan teknik fragmentasi tubuh secara longitudinal (Rifa’i, 1998; Rifa’i dkk., 2003, 2004, 2005; Rifa’i dan Kudsiah, 2007; dan Rifa’i dkk., 2008). Namun hasil penelitian ini hanya mengungkapkan teknik perekayasaan fragmentasi tubuh dan kajian sintasan benih hingga pendederan 30

hari di perairan alam. Sedangkan informasi

bioekologinya masih belum terungkap, terutama efek fragmentasi tubuh yang diduga menimbulkan stress bagi anemon dan dampaknya bagi kehadiraan biota

(23)

yang bersimbiosis seperti alga zooxanthellae. Stress ini dapat mengakibatkan warna tubuh karang dan anemon mengalami kepudaran yang dikenal dengan istilah

“bleaching”. Bleaching disebabkan adanya reduksi

densitas populasi zooxanthellae (Hoegh-Guldberg and Smith, 1989a,b dan Suharsono, 1990), reduksi pigmen-pigmen fotosintesis (Vaughan, 1914 dan Coles and Jokiel, 1977), atau kombinasi keduanya (Glyn and D’Croz, 1990 dan Lasser et al., 1990).

Dengan demikian maka reproduksi aseksual dengan teknik fragmentasi tubuh ini memberikan efek stress bagi benih anemon laut yang dihasilkan. Stress ini sangat berpotensi menyebabkan terganggunya

fungsi-fungsi biologis tubuh karena aktifitas

metabolismenya terkonsentrasi pada upaya pemulihan luka tubuh pasca fragmentasi. Sedangkan fungsi biologisnya lainnya seperti suplai nutrisi bagi simbionnya turut mengalami gangguan. Akibat gangguan ini diduga berdampak pula terhadap dinamika alga zooxanthellae yang hidup bersimbiosis pada jaringan endodermis anemon laut. Untuk itu maka dibutuhkan upaya pengkajian dengan melakukan pengukuran kuantitatif dinamika alga zooxanthellae meliputi parameter densitas zooxanthellae, densitas klorofil-a zooxanthellae, indeks mitotik zoxanthellae, kontribusi karbon yang dihasilkan alga zooxanthellae terhadap inang anemon laut (CZAR), dan variasi genetik zooxanthella. Kelima parameter ini memiliki korelasi sangat kuat terhadap efek fragmentasi tubuh anemon pada saat pelaksanaan reproduksi aseksual. Dengan diketahuinya data kelima parameter tersebut maka akan diketahui pola dinamika alga zooxanthellae yang ditemukan pada anemon alami dan hasil reproduksi aseksual. Tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang reproduksi aseksual anemon

(24)

pembenihannya. Selain itu diharapkan pula dapat memberikan informasi ilmiah tentang kualitas benih yang dihasilkan sehingga dapat diaplikasikan untuk kepentingan konservasi dan budidaya komersial.

Dinamika simbion alga zooxanthellae pada anemon laut masih sangat sedikit di bahas dan dipublikasikan oleh para ahli biologi dan ekologi kelautan. Buku ini mencoba mereview pola tersebut yang diambil dari berbagai literatur seperti jurnal, teks book, majalah, artikel, dan beberapa hasil penelitian nasional dan internasional.

(25)

II. MENGENAL ANEMON LAUT A.Deskripsi

Anemon laut merupakan salah satu jenis karang dari filum Cnidaria. Karang dan anemon laut adalah anggota taksonomi kelas yang sama, yaitu Anthozoa. Perbedaan utama adalah karang menghasilkan kerangka luar dari kalsium karbonat, sedangkan anemon tidak (Nybakken, 1992). Lebih dari 1000 spesies anemon laut ditemukan di perairan pantai, perairan dangkal (terumbu karang), dan perairan laut dalam di seluruh dunia (Fautin and Allen, 1997).

Anemon laut adalah binatang invertebrata yang tidak memiliki tulang belakang atau tidak memiliki skeleton pada seluruh tubuhnya. Anemon merupakan hewan predator yang tampak seperti bunga, memiliki berbagai bentuk, ukuran, dan warna. Tubuhnya radial semetrik, columnar dan memiliki satu lubang mulut yang dikelilingi oleh tentakel. Tentakel dapat melindungi tubuhnya terhadap serangan predator lain dan dapat pula digunakan untuk menangkap makanannya. Anemon laut biasanya memiliki ukuran diameter tubuh 1–4 inchi (2,5–10 cm), tetapi beberapa anemon ada juga yang dapat tumbuh mencapai diameter tubuh 6 kaki (1,8 m) (Gambar 1).

Secara umum anemon laut adalah polyp yang merupakan hewan berkantung yang mempunyai tentakel dan mulut pada salah satu ujungnya dan pada ujung seberangnya mempunyai pedal disk yang secara khusus digunakan untuk melengket (Shimek, 2006), (Gambar 2). Menurut Fautin and Allen (1997), anemon laut adalah binatang invertebrata atau binatang yang tidak memiliki tulang belakang. Anemon mempunyai

(26)

atau Coelenterata. Nama Cnidaria didasarkan adanya cnidae

Sticodactyla gigataea (Foto Rifa’i, Perairan Barrang

Lompo, Sulsel, 2009)

Entacmaea quadricolor (Foto Rifa’i, Perairan Teluk Tamiang Kalsel, 2015)

Sticodactyla martensii (Foto Rifa’i, Perairan Natuna, Kepulauan Riau, 2011)

Rhodactis indosinensis (Foto Rifa’i, Perairan Lai, Maluku

Tengah 2014)

Sticodactyla martensii (Foto

(27)

Kepulauan Riau, 2011) Tengah 2014) Gambar 1. Beberapa jenis anemon laut dari beberapa perairan di Indonesia (Sumber Foto: Rifa’i 2009 – 2016)

Gambar 2. Anatomi Anemon Laut (Sumber: Krupp, 2001). http://www.palaeos.com/Invertebrates/

Cnidaria/Hexacorallia.html

atau nematocyst yang dihasilkan dari filum ini.

Sedangkan nama Coelenterara didasarkan adanya

hollow gut yang ditemukan dalam rongga tubuh dan berhubungan dengan stomach, paru-paru, intestin, sistem sirkulasi, dan lain-lain. Pada bagian atas rongga tubuh ditemukan mulut yang dapat dilalui air, makanan, dan gamet. Mulut ini dikelilingi oleh tentakel yang dapat mengeluarkan nematocyst. Tentakel aktif menangkap makanan dan memasukkannya ke dalam mulut. Selain itu juga digunakan untuk pertahanan. Sedangkan menurut Nurachmad dan Sumadiyo (1992), anemon laut adalah binatang yang seluruh tubuhnya lunak dan mempunyai tentakel di bagian atas, serta

(28)

mengeras bagian bawah yang dipergunakan sebagai alat untuk menempel pada benda lain. Jika dipandang sangat menarik karena beraneka warna dengan lambaian tentakel yang selalu mengikuti gerakan air.

Menurut Dunn (1981), anatomi tubuh anemon Stichodactyla gigantea terdiri atas empat bagian yaitu

dasar (base), badan (column), lingkar mulut (oral disc),

dan tentakel (tentacle). Dasar (base) tubuh

Stichodactyla gigantea berbentuk kaku, tidak beraturan tergantung pada lapisan (substrat) yang ditempatinya. Lebarnya kadangkala sedikit lebih kecil dari bagian badannya, tetapi garis tengah pada umumnya lebih kecil dari garis tengah lingkar mulut. Binatang ini biasanya memiliki warna dasar yang sama dengan badan walaupun dengan corak yang lebih muda. Badan

(column) Stichodactyla gigantea umumnya pendek

(kurang lebih setengah dari garis tengah lingkar mulut), tetapi dapat memanjang tergantung kedalaman obyek

tempat menempel lingkar kakinya (pedal disc). Badan

binatang ini agak tembus cahaya dengan warna

bervariasi dari coklat kekuningan atau

kemerahmudaan sampai coklat keoranyean melalui hijau muda sampai biru kehijauan dan hijau kelabu. Badan bagian bawah halus dan memanjang secara vertikal dari dasar (base) untuk jarak yang pendek, terletak tepat atau tegak lurus dari badan bagian atas yang terang dengan corak atau warna yang lebih gelap (karena zooxhantellae endodermal) dan dilengkapi dengan kutil-kutil (verrucae). Susunan verrucae

kebanyakan endocoelic 8 – 10 berukuran lebih panjang

(susunan ketiga hingga keempat dari bagian atas paling panjang) dengan sejumlah susunan lebih pendek diantaranya. Diameter 1 – 2 mm pada hewan muda hingga 4 – 5 mm pada hewan besar. Warna verrucae biru hingga ungu hingga maroon, biasanya kontras dengan warna tubuh, namun sering kurang nyata pada

(29)

hewan muda yang memiliki warna yang pucat. Debris tidak terikat atau berpegang dengan verrucae. Lingkar

mulut (oral disc) Stichodactyla gigantea bergelombang,

terutama pada individu-individu yang lebih besar dengan garis tengah 500 mm pada saat hidup. Sebagian besar barisan tentakel hanya menempati setengah atau kurang dari bagian luar lingkar mulut. Warna sama dengan bagian bawah atau tentakel, di daerah sekitar mulut berwarna hijau, kuning maupun keoranyean dan dapat memiliki warna yang sama dengan badannya. Tentakel (tentacle), seluruh tentakel Stichodactyla gigantea termasuk kelompok rongga luarnya (exocoelic) memiliki bentuk sedikit lonjong dari pangkal sampai bagian ujung yang tumpul. Pada umumnya terdapat barisan tentakel dengan lima puluh atau lebih tentakel. Letak tentakel yang mendekati mulut tersusun dalam barisan tunggal dan ganda semakin ke tepi. Barisan rongga dalam (endocoelic) yang terpendek memiliki tiga sampai lima buah tentakel. Pada saat binatang ini masih hidup tentakelnya bersifat sangat lekat.

Menurut Shimek (2006), secara umum anemon laut adalah polip yang merupakan hewan berkantung yang mempunyai tentakel dan mulut pada salah satu ujungnya dan pada ujung seberangnya mempunyai pedal disc yang secara khusus digunakan untuk melengket (Gambar 3). Otot dan daerah datar ini mempunyai kelenjar epidermis yang menghasilkan

mukus bergetah yang membantunya untuk

menemukan substrat. Dinding tubuh anemon terdiri tiga lapisan. Lapisan pertama dinamakan mesoglea yaitu lapisan tengah non selluler yang terletak di antara dua lapisan jaringan. Lapisan jaringan terluar disebut epidermis sedangkan yang bagian dalam disebut gastrodermis. Kebanyakan anemon memiliki mesoglea tebal berserat dan bentuknya tidak rata dan

(30)

mempunyai lembaran material protein yang tahan lama

sehingga gastrodermis dan epidermis dapat

berhubungan. Bagian dalam dari kantong adalah usus (isi perut) yang dikenal dengan sebutan rongga coelenteron atau rongga gastrovascular.

Gambar 3. Anatomi anemon laut (Sumber: Shimek, 2006)

Bentuk tubuh anemon adalah sederhana, meskipun demikian secara signifikan dapat diubah oleh seleksi alam. Mulut tidak panjang mempunyai lubang (hole) terbuka hingga bagian dalam. Dekat sisi dalam mulut bagian bawah, secara internal berhubungan dengan

(31)

tubular yang disebut pharynx. Selanjutnya, lembaran jaringan tipis yaitu septa berhubungan dengan dinding tubuh bagian luar mengarah ke bagian tengah dari rongga. Beberapa diantaranya berhubungan dengan pharynx. Septa-septa ini membagi usus ke dalam beberapa compartement besar pada bagian atasnya tetapi semuanya terbuka terhadap lubang pusat pada bagian bawah. Jika anemon dibelah melintang paralel dengan substrat, maka pada bagian dalam akan nampak terbagi-bagi lagi dalam bagian-bagian sempit yang disebut bagian “pie slice-shaped” Septa-septa ini juga berhubungan dengan tentakel-tentakel. Dinding septa berhubungan dengan sisi-sisi dasar dari tentakel. Konsekuensinya, jumlah tentakel secara normal seimbang dengan jumlah septa. Berkaitan dengan bagian dalam tubuh, sisi tengah septa dibawah phariyx, sering memanjang ke luar seperti benang berupa untaian-untaian internal yang disebut filamen. Filamen ini mengandung nematocyst yang digunakan untuk membunuh mangsanya.

Boolootian and Stiles (1976), membagi kelas Anthozoa menjadi lima bagian yaitu tentakel, sifonoglyfa, lingkar mulut, badan, dan lingkar kaki. Menurut Fautin and Allen (1997), pola warna anemon laut menjadi sangat penting untuk identifikasi di lapangan, tetapi warna itu sendiri memiliki variasi yang sangat tinggi pada kebanyakan actinian sehingga memiliki nilai diagnosa yang kecil. Simbiosis alga dapat mempengaruhi warna anemon yang akan menghasilkan warna coklat keemasan atau merangsang binatang memproduksi pigmen yang melindungi alga dari sinar matahari yang berlebihan.

(32)

G. Dinamika Simbion Alga Zooxanthellae pada Anemon Laut Hasil Reproduksi Aseksual

dengan Teknik Fragmentasi Tubuh

Peningkatan aktifitas penangkapan sumberdaya anemon menyebabkan populasi ini terus terdegradasi. Karena itu dibutuhkan pengembangbiakan biota ini melalui upaya budidaya dan konservasi sehingga intensitas penangkapannya dapat berkurang. Langkah

awal yang harus dilakukan adalah dengan

mengembangan teknologi produksi benih melalui rangkaian riset secara komprehensif dan berkelanjutan. Salah satu riset yang telah dilakukan saat ini adalah pengembangbiakan anemon secara aseksual dengan teknik fragmentasi tubuh untuk memproduksi benih yang dapat digunakan untuk upaya budidaya dan konservasi di alam. Untuk keberhasilan upaya tersebut, benih anemon yang dihasilkan harus memiliki kualitas benih yang sama dengan benih alam dengan beberapa indikator seperti sintasan, pertumbuhan, ketahanan terhadap penyakit, dan kehadiran simbion

(33)

zooxanthellae yang hidup bersimbiosis pada jaringan endodermis anemon secara mutualisme.

Produksi massal benih anemon dengan teknik fragmentasi tubuh ternyata menimbulkan efek stress terutama pada awal pemeliharaan yang menyebabkan terganggunya hubungan mutualisme simbion alga zooxanthellae dengan inang anemon laut terutama

transfer energi dan nutrisi antara keduanya

sebagaimana dapat dilihat pada Gambar 53.

Gambar 53. Hubungan mutualisme antara simbion alga zooxanthellae dan inang anemon laut

Hasil penelitian ini menunjukkan dinamika simbion alga zooxanthellae yang ditemukan pada anemon laut hasil rerproduksi aseksual ini dapat dilihat pada Gambar 56.

Untuk dapat memahani mekanisme kerja

simbiosis antara alga zooxanthellae dan inangnya anemon, ada baiknya dipahami dulu terlebih dahulu struktur dan fungsi tubuh anemon. Anemon laut merupakan hewan

Inang: Anemon Simbion: Zooxanthellae

-Space Perlindungan -Sisa metabolisme & Ekskresi: CO2, S, P, N Fotosintesi s Senyawa Karbon 60 – 80% Gliserol, glukosa, dan asam amino

- Survival dan pertumbuhan - Fitness inang-inangnya - Faktor pengendali dalam kelimpahan dan distribusi anemon

(34)

Gambar 56. Dinamika simbion alga zooxanthellae yang ditemukan pada anemon laut hasil reproduksi aseksual

invertebrata yang termasuk dalam filum coelentarata

yang memiliki rongga tubuh. Rongga tubuh ini yang berfungsi sebagai alat pencernaan (gastrovaskuler). Coelentarata merupakan hewan diploblastik karena tubuhnya memiliki dua lapisan sel, yaitu lapisan luar

Anemon Laut Fragmentasi tubuh Luka Disfungsi fisiologis tubuh Stress Reduksi Densitas Zooxanthellae Reduksi Densitas Klorofil-a Zooxanthellae Reduksi Indeks Mitotik Zooxanthellae CZAR (Zooxanthellae  Inang)

(35)

yang disebut ektodermis (epidermis) dan lapisan dalam

yang disebut endodermis (gastrodermis). Ektodermis

berfungsi sebagai alat pelidung, sedangkan endodermis berfungsi sebagai alat pencernaan. Sel-sel gastrodermis berbatasan dengan coelenteron atau gastrosol. Gastrosol adalah pencernaan yang berbentuk kantong. Makanan

yang masuk ke dalam gastrosol akan dicerna dengan

bantuan enzim yang dikeluarkan oleh sel-sel

gastrodermis. Pencernaan di dalam gastrosol disebut

sebagai pencernaan ekstraseluler. Hasil pencernaan

dalam gasrosol akan ditelan oleh sel-sel gastrodermis

untuk kemudian dicerna lebih lanjut dalam vakuola makanan. Pencernaan di dalam sel gastrodermis disebut pencernaan intraseluler. Sari makanan kemudian diedarkan ke bagian tubuh lainnya secara difusi, begitu pula untuk pengambilan oksigen dan

pembuangan karbondioksida. Coelenterata memiliki

sistem saraf sederhana yang tersebar berbentuk jala

yang berfungsi mengendalikan gerakan dalam

merespon rangsangan. Sistem saraf terdapat pada mesoglea. Mesoglea adalah lapisan bukan sel yang terdapat diantara lapisan epidermis dan gastrodermis. Tubuh coelenterata terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan mulut. Mulut dikelilingi oleh tentakel. Mulut berfungsi untuk menelan makanan dan mengeluarkan sisa makanan karena coelenterata tidak memiliki anus. Tentakel berfungsi untuk menangkap mangsa dan memasukan makanan ke dalam mulut. Pada permukaan tentakel terdapat sel-sel yang disebut knidosit atau knidoblas. Setiap knidosit mengandung kapsul penyengat yang disebut nematokis.

Pada anemon alami yang tidak mengalami fragmentasi tubuh, hubungan simbiosis mutualisme antara alga zooxanthellae dan inangnya anemon laut berjalan normal sesuai fungsinya masing-masing. Alga zooxanthellae yang tinggal pada jaringan endodermis

(36)

inang aktif melakukan aktifitas fotosintesis. Dengan bantuan energi sinar matahari alga mengikat bikarbonat dan karbon dioksida menjadi karbohidrat dalam bentuk gliserol dan glukosa, juga asam amino alanin. Aktifitas ini membutuhkan nutrien tertentu terutama nitrogen dalam bentuk amonia dan fosfat yang dihasilkan oleh hasil metabolisme anemon. Alga zooxanthellae memberikan kurang lebih 60 - 80% produk fotosintetiknya ke inang. Ini difasilitasi oleh aksi enzim pencernaan inang pada dinding sel alga yang menjadi berlubang dan dapat dilalui oleh produk fotosintesis ke inang. Alanin yang diproduksi oleh alga zooxanthellae digunakan oleh inang untuk membentuk protein kompleks, sedangkan karbohidrat untuk menyediakan energi untuk bekerja dan pertumbuhan jaringan.

Pada anemon yang mengalami fragmentasi tubuh telah terjadi luka tubuh yang sangat masif. Morfologi tubuhnya terbelah total secara longitudinal dari bagian atas (tentakel) hingga bagian bawah (kaki). Sebagai hewan avertebarata, anemon laut secara alami akan segera melakukan regenerasi untuk memperbaiki jaringan atau organ yang telah hilang. Proses regenerasi

ini menyebabkan aktifitas metabolisme inang

terkonsentrasi pada metabolisme basal untuk

memperbaiki sel-sel tubuh yang mengalami kerusakan akibat luka pasca fragmentasi. Selama proses perbaikan maka terjadilah disfungsi fisiologi tubuh terutama disfungsi protein dan enzim yang mengganggu penyaluran nutrisi dari inang ke alga zooxanthellae. Disfungsi ini yang menyebabkan terjadinya pemecahan protein dan terbentuknya mukus di lapisan epidermis secara berlebihan juga disfungsi adhesi sel-sel. Disfungsi fisiologis inilah yang menyebabkan inang mejadi stress.

(37)

Akibat adanya stress ini menyebabkan terjadinya reduksi alga zooxanthellae dalam jaringan endodermis inang anemon laut melalui berbagai mekanisme pengeluaran seperti eksositosis, apoptosis, nekrosis, pinching off, dan detachment. Hasil penelitian ini

menunjukkan efek stress fragmentasi tubuh

menyebabkan densitas zooxanthellae mengalami

penurunan. Hal ini terbukti semakin banyak fragmen tubuh yang dihasilkan semakin sedikit densitas zooxanthellae yang ditemukan terutama pada awal-awal pemeliharaan di perairan. Penurunan densitas zooxanthellae ini diikuti pula dengan penurunan konsentrasi pigmen-pigmen fotosintesis. Menurut Glynn (1996), secara normal karang memiliki densitas

zooxanthellae sekitar 1–5 x 106 sel/cm2 dan ditemukan

2–10 pigmen klorofil-a per zooxanthellae. Bila karang mengalami bleching mereka akan kehilangan 60–90% zooxanthellaenya dan setiap zooxanthellae akan kehilangan 50 – 80% pigmen fotosintesisnya. Menurunnya densitas alga zooxanthellae dan klorofil-a ini berpengaruh linear terhadap kecepatan pembelahan sel-sel alga zoxanthellae atau indeks mitotik. Selanjunya reduksi densitas zooxanthellae, klorofil-a, dan indeks mitotik secara bersama-sama berpengaruh pula secara linear terhadap kontribusi karbon oleh alga zooxanthellae kepada inang anemon laut (CZAR).

Hasil penelitian genetik terhadap alga

zooxanthellae menggunakan teknik PCR-ISSR

menemukan bahwa alga zooxanthellae yang ditemukan pada populasi anemon alami dan hasil reproduksi

aseksual dengan teknik fragmentasi memiliki

polimorfisme (variasi genetik) sebesar 37,93%. Populasi alga zooxanthellae yang berasal dari anemon AF4 (fragmentasi 4 bagian) terpisah dengan populasi alga zooxanthellae yang berasal dari anemon AA (alami non

(38)

fragmentasi) dan anemon AF2 (fragmentasi 2 bagian) pada jarak genetik 19%.

Dengan demikian sangat jelas bahwa fragmentasi tubuh dalam pelaksanaan reproduksi aseksual anemon telah memberikan efek terhadap dinamika simbion alga zooxanthellae baik densitas zooxanthellae, densitas klorofil-a, indeks mitotik, kontribusi karbon alga zooxanthellae terhadap inang anemon (CZAR), variasi genetik, maupun jarak genetik alga zooxanthellae. Meskipun demikian efek fragmentasi ini semakin kecil seiring dengan lamanya pemeliharaan anemon di alam.

Hal ini dapat dibuktikan dengan densitas

zooxanthellae, densitas klorofil-a, nilai indeks mitotik, jumlah CZAR yang semakin besar. Juga dapat dilihat dari tingkat polimorfisme yang hanya mencapai 37,93% dan jarak genetik yang hanya mencapai 19% setelah masa pemeliharaan selama 10 bulan.

(39)

IV. PENUTUP

Anemon laut merupakan salah satu jenis karang

dari filum Cnidaria. Karang dan anemon laut adalah

anggota taksonomi kelas yang sama, yaitu Anthozoa. Perbedaan utama adalah karang menghasilkan kerangka luar dari kalsium karbonat, sedangkan anemon tidak. Lebih dari 1.000 spesies anemon laut ditemukan di perairan pantai, perairan dangkal (terumbu karang), dan perairan laut dalam di seluruh dunia. Anemon laut adalah binatang invertebrata yang tidak memiliki tulang belakang atau tidak memiliki skeleton pada seluruh tubuhnya. Anemon merupakan hewan predator yang tampak seperti bunga, memiliki berbagai bentuk, ukuran, dan warna. Tubuhnya radial semetrik, columnar dan memiliki satu lubang mulut yang dikelilingi oleh tentakel. Tentakel dapat melindungi tubuhnya terhadap serangan predator lain dan dapat pula digunakan untuk menangkap makanannya. Anemon laut biasanya memiliki ukuran diameter tubuh 1-4 inchi (2,5-10 cm), tetapi beberapa anemon ada juga yang dapat tumbuh mencapai diameter 6 kaki (1,8 m).

Penyebaran anemon laut sangat luas mulai perairan sub tropis hingga perairan tropis. Di Sulawesi Selatan, anemon tersebar di Taman Laut Takabonerate dan pulau-pulau kecil seperti Barrang Lompo dan sekitarnya, Salemo, Kapoposang, Bauruang, dan pulau-pulau lainnya. Di alam bebas anemon ditemukan hidup secara soliter dan bergerombol membentuk koloni. Anemon yang hidup soliter termasuk dalam bangsa atau ordo Actinaria, sedang yang hidup bergerombol termasuk dalam bangsa atau ordo Zoanthidea. Anemon hidup di dasar laut menempel pada benda keras, pecahan karang, pasir. Ada pula yang sedikit membenamkan bagian tubuhnya ke dasar tanah yang

(40)

agak berlumpur. Anemon umumnya dijumpai pada daerah terumbu karang yang kurang subur dan dangkal, di goa atau di lereng terumbu. Namun ada juga yang hidup di tepian padang lamun.

A. Nilai dan Fungsi Anemon

Anemon laut merupakan salah satu komoditi perairan yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis. Biota ini sangat populer sebagai bahan makanan laut (Sea Food), terutama di luar negeri antara lain Perancis, Jepang, Korea, dan Kepulauan Pasifik bagian Timur. Nilai ekonomis penting lainnya adalah dapat dijadikan sebagai hewan pengisi akuarium yang sangat indah dan menarik karena memiliki bentuk tubuh yang meyerupai bunga beraneka warna. Beberapa jenis anemon laut

seperti Actinaria equima, Anemonia sulcata, Bunodactis

verrocosa, Redianthus malu, dan Stoichactis keuti telah di ekspor ke Singapura, Eropa, Amerika Serikat, dan Kanada sebagai anemon hias untuk akuarium laut. Selain itu anemon memiliki sel-sel penyengat (nematokis) yang mengandung bioaktif potensial berupa toxin-toxin yang sangat berguna bagi dunia farmasi, seperti polypeptide neurotoxin (Sh I), ShK, AsKS, BgK, HmK, AeK, AsKC 1-3, BDS-I, BDS-II, APETx1, dan Gigantoxin II and Gigantoxin III dari anemon Sticodaytyla gigantea, dll.

Anemon laut juga memiliki peranan dalam ekosistem terumbu karang. Tidak kurang 51 spesies ikan karang melakukan simbiosis fakultatif dengan anemon laut, khususnya di perairan tropis. Antara kedua jenis binatang ini telah terjalin simbiose yang bersifat mutualisme. Anemon laut dan ikan Amphiprion dapat hidup dan tumbuh dengan baik bila hidup bersama-sama, tetapi bila sendiri-sendiri, maka pertumbuhan dan kelangsungan hidup salah satu atau

(41)

keduanya akan terganggu. Ditemukan 10 spesies anemon yang dapat menjadi host bagi ikan-ikan giru yaitu Adhesive anemone, (Cryptodendrum adhaesivum), Bulb-tipped anemone, (Entacmaea quadricolor), Beaded anemone (Heteractis aurora), Sebae anemone (Heteractis crispa), Ritteri anemone (Heteractis magnifica), Malu anemone (Heteractis malu), Long-tentacled anemone (Macrodactyla doreensis), Gigantic carpet anemone (Stichodactyla gigantea), Haddoni atau green carpet anemone (Stichodactyla haddoni), dan Merten’s carpet anemone (Stichodactyla mertensii).

Seperti halnya karang dan beberapa biota bentik lainnya, pada sel-sel endodermis anemon laut berlimpah sel-sel zooxanthellae sebagai simbion intraselluler. Zooxanthellae adalah sel tunggal berupa alga dinoflagellata (coklat keemasan) yang hidup bersimbiose dalam sel-sel beberapa binatang laut seperti kebanyakan terumbu yang membentuk karang di daerah tropis dan anemon laut, beberapa hydroid,

dan semua giant clam. Hasil penelitian menunjukkan,

zooxanthellae mampu memberikan kontribusi terhadap fitness inang-inangnya dan produktivitas primer

perairan disekitarnya. Ada kecenderungan

zooxanthellae menjadi faktor-faktor pengendali dalam kelimpahan dan distribusi anemon laut. Bahkan zooxanthellae pada anemon laut (Anemonia sulcata) mampu mentransfer 60% dari total karbon yang difiksasi melalui proses fotosintesis.

Hasil penelitian penulis pada tahun 1998, 2003 - 2005 menunjukkan, kehadiran anemon laut mampu meningkatkan keragaman biota pada ekosistem terumbu karang. Anemon laut mampu mengisi space-space habitat terumbu karang yang selama ini dikatagorikan sebagai non produktif seperti karang mati, karang hancur, dan pasir. Dengan demikian, kehadiran anemon pada ekosistem terumbu karang

(42)

dapat menjadi biota pelengkap bukan pesaing space bagi kehidupan terumbu karang. Dalam fase kehidupannya anemon laut sangat membutuhkan habitat-habitat tersebut untuk menempelkan basal disk atau kaki jalannya. Anemon laut tidak akan pernah menempelkan basal disknya pada terumbu karang yang masih hidup.

Dengan demikian, secara ekologis kehadiran anemon laut dapat meningkatkan kinerja efisiensi energi dan mampu mengundang kehadiran ikan-ikan karang terutama ikan giru (Amphiprion) sehingga menimbulkan semakin beragamnya struktur tropik pada ekosistem terumbu karang. Kehadiran ikan-ikan karang ini berdampak positip terhadap penambahan bahan organik yang berasal dari fecesnya, dan dengan adanya kemampuan bakteri di terumbu maka bahan organik tersebut dapat segera dimanfaatkan oleh biota-biota yang berasosiasi dengan terumbu karang, termasuk zooxanthellae dan alga lainnya.

B. Kondisi dan Upaya Pengelolaan

Kondisi ekosistem terumbu karang di Indonesia saat ini telah mengalami degradasi intensif akibat ilegal fishing menggunakan bom dan bahan beracun. Hanya 6,2% terumbu karang di Indonesia dikategorikan masih sangat baik, sisanya 23,7% dikategorikan baik, 28,3% dikategorikan sedang, dan 41,8%.% telah dikategorikan rusak (Anonim, 2007). Akibat kerusakan ini telah dihasilkan kawasan-kawasan non produktif potensial dengan karaktersitik habitat karang mati dan karang hancur, miskin produksi dan perputaran energi, miskin ikan-ikan karang dan biota-biota lainnya yang selama ini bersimbiosis dengan terumbu karang (Rifa’i, 1998). Terbentuknya kawasan-kawasan tersebut telah

(43)

penurunan kondisi ekologis perairan pesisir dan laut dangkal. Padahal daerah ini secara ekologis merupakan spawning ground, nursery ground, dan feeding ground utama ikan-ikan komersial yang ditangkap oleh nelayan tradisional Indonesia. Oleh karana itu, upaya perbaikan ekosistem terumbu karang dengan replanting hewan karang itu sendiri merupakan salah-satunya alternatif yang dapat dilakukan agar kondisi ekologisnya kembali normal dan populasi ikan-ikan karang serta biota lainnya kembali melimpah. Namun upaya tersebut sangat sulit diwujudkan dalam waktu yang relatif cepat mengingat pertumbuhan terumbu karang sangat lambat. Pertumbuhan diameter tipe

karang Acropora genus Folliaceous (karang daun)

adalah 5 - 10 cm dan tingginya 2 - 5 cm/tahun. Sedangkan untuk tipe karang masif (karang otak) jenis Monstastrea annularis hanya tumbuh dengan diameter 0,5 - 2 cm dan tinggi 0,25 - 0,75 cm/tahun (Nybakken, 1992).

Oleh karena itu, upaya perbaikan emergensi harus

segera dilakukan sambil menunggu upaya replanting

terumbu karang itu sendiri. Upaya yang dimaksud adalah dengan mengembangkan suatu teknologi yang dapat mengubah kawasan terumbu karang non

produktif menjadi kawasan produktif dengan

pendekatan ekologis dan ekonomis. Pendekatan ekologis yang dimaksud adalah bila teknologi yang diaplikasikan kelak akan mampu menjadi pioner perbaikan ekosistem terumbu karang, sedangkan upaya ekonomi yang dimaksud adalah bila teknologi yang diaplikasikan kelak akan mampu memberi manfaat ekonomis yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat pesisir.

Perkembangan jumlah penduduk yang sangat cepat serta berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pemanfaatan anemon laut terus meningkat

(44)

terutama untuk memenuhi permintaan pasar ikan hias domestik dan ekspor. Sebagai contoh, di Sulawesi Selatan menurut Balai Besar Karantina Ikan Sulawesi Selatan, data lalu lintas domestik dan ekspor anemon laut pada tahun 2002 hanya mencapai 49.655 ekor dan pada tahun 2006 ini telah terjadi peningkatan yang sangat signifikan mencapai 84.534 ekor. Kondisi serupa tentunya terjadi pula di propinsi lainnya di Indonesia, maupun di luar negeri.

Mengingat potensi, nilai, dan fungsi anemon laut yang dimilikinya, serta kondisi populasinya saat ini yang terus terdegradasi, maka upaya restocking dan

budidaya harus segera dilakukan. Upaya ini

membutuhkan benih anemon dalam kuantitas dan kualitas yang memadai. Benih yang dibutuhkan tidak mungkin lagi mengandalkan benih alami, melainkan benih dari hasil pembenihan konvensional. Hasil ujicoba selama 10 tahun terakhir ini, penulis telah

mengembangbiakkan anemon laut jenis Stichodactyla

gigantea secara vegetatif (aseksual) dengan teknik fragmentasi tubuh. Saat ini, benih-benih yang dihasilkan telah direstocking di alam, khususnya di perairan kawasan terumbu karang non produktif. Hasil uji coba menunjukkan selain mampu menambah populasi anemon di alam juga mampu mengurangi habitat atau kawasan terumbu karang yang rusak dengan hadirnya populasi baru anemon laut. Populasi baru anemon ini ternyata mampu meningkatkan nilai dan fungsi ekosistem terumbu karang sebagai biota pioner dan upaya perbaikan emergensi sambil menunggu lambatnya pertumbuhan karang yang hanya mencapai 3 – 5 cm per tahun. Di samping itu, benih yang dihasilkan dapat menjadi alternatif baru usaha budidaya laut komersial untuk memasok pasar ikan/anemon hias dalam negeri dan luar negeri. Teknologi reproduksi secara aseksual ini sangat

(45)

memungkinkan dikembangkan pada spesies-spesies komersial lainnya yang diminati pasar nasional dan internasional.

Berdasarkan permasalahan maka dirasa perlu menemukan suatu paket teknologi Taman Anemon pada Kawasan Terumbu Karang non Produktif. Taman anemon yang dimaksud adalah menempatkan benih-benih anemon laut dalam suatu hamparan atau kawasan terumbu karang yang telah mengalami kerusakan, miskin nutrient, miskin ikan-ikan karang ekonomis penting, dan miskin biota laut asosiasi. Kehadiran anemon laut ini diduga mampu memberikan nilai tambah ekologis dan nilai tambah ekonomis. Secara ekologis, restocking anemon laut pada kawasan terumbu karang mampu memberikan peningkatan

keragaman-kelimpahan ikan-ikan karang dan

produktivitas primer perairan. Kehadiran anemon laut mampu menjadi pioner perbaikan ekosistem terumbu karang (Rifa’i dan Kudsiah, 2011). Anemon laut merupakan salah satu organisme yang menetap dan mencari makan di kawasan terumbu karang, dijumpai pada daerah terumbu karang yang kurang subur menempel pada benda keras, karang mati, karang hancur, dan pasir (Dunn, 1981 dan Fautin and Allen, 1997).

Aplikasi taman anemon dapat menjadi paket teknologi untuk kepentingan upaya percepatan perbaikan ekosistem terumbu karang dan perbaikan ekonomi masyarakat pesisir. Upaya ini diharapkan akan memberikan solusi yang strategis terhadap upaya perbaikan ekosistem terumbu karang sekaligus solusi perbaikan ekonomi masyarakat pesisir dalam suatu paket teknologi Taman Anemon yang aplikatif, inovatif, dan solutif berbasis ekologis dan ekonomis.

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Allen, G.R., 1974. Damselfishes of the South Seas. T.F.H. Publications, Inc. Sydney. Australia.

Allen, G.R., 1975. The Anemonefishes: Their

Classification and Biology, 2nd ed. T. F. H. Publ. Inc., Neptune City, N.J. 352 pp.

Almany G. R., Berumen M. L., Thorrold S. R., Planes S. Jones G. P., 2007. Local replenishment of coral reef fish populations in a marine reserve. Science 316: 742-744

Ambariyanto. 1996. Effect of Nutrient Enrichment in

the Field on the Giant Clam Tridacna maxima.

Ph.D. Thesis School of Biological Science and Marine Studies Centre the University of Sidney Australia. 269 p.

Astakhov, D.A. 2002. Species Composition of Anemonefishes and Their Host Sea Anemones in the Khanhhoa Province. Journal of Ichthyology 42: 37-50.

Barnes, R.D. 1963. Invertebrata Zoology. W.B. Saunders Co. Philadelphia.

Battey J. F. and J. S. Patton 1987. Glycerol

Translocation in Condylactis gigantea. Marine

Biology 95: 37–46

Bé, A.W.H., H.J. Spero, and O.R. Anderson. 1982. Effect of Simbiont Elimination and Reinfection on the Life Processes of the Planktonic Foraminifer Globigerinoides sacculifer. Mar. Biol 70: 73-86. Belda, C.A., A. Cuff, J.S. Lucas, and D. Yelloless. 1993.

Some Responses of the Giant Clam to Elevated Nutrient Levels in Sea Water. In Fitt, W.K. (ed). Biology and Mariculture of Giant Clams. ACIAR Proceeding.

(47)

Blank, R.J. and Trench, R.K. 1986. Nomenclature of Endosymbiotic Dinoflagellates. Taxon 35(2): 286– 294.

Boolootian, R.A. and Stiles, K.A. 1976. College Zoology. 9 th ed. Macmilan Publ.Co.Inc. New York.

Bowen, I.D. 1983. Laboratory Technique for

Demonstrating Cell Death In: Davies I Sigee, D.C. (Eds) Cell Ageing and Cell Death. Davies Cambridge University Press. 5 – 40 p.

Brown, B.E. and L.S. Howard. 1985. Assessing the Effect of Stress on Reef Corals. Adu. Mar. Bio, 22: 1–63.

Carlos, A.A., B.K. Baillie, and T. Maruyama. 2000.

Diversity of Dinoflagellata Symbionts

(Zooxanthellae) in a Host Individual.

Mar.Ecol.Prog.Ser, 195: 93–100.

Cervino, J. M., R. L. Hayes, M. Honovich, T. J. Goreau, S. Jones, and P. J. Rubec. 2003. Changes in zooxanthellae density, morphology, and mitotic index in hermatypic corals and anemones exposed

to cyanide. Mar. Poll. Bull. 46: 573–586.

Campbell, A. K. 1983. Intracellular Calcium: Its Universal Role as Regulator. John Wiley, New York. 556 pp.

Chomsky, O., Kamenir, Y., Hyams, M., Dubinsky, Z.,

Chadwick-Furman, N.E., 2004. Effects of

temperature on growth rate and body size in the

Mediterranean Sea anemone Actinia equina. J Exp

Mar Biol Ecol 313: 63–73.

Clayton, W.S. and H.R. Lasker. 1984. Host Feeding Regime and Zooxanthellae Photosynthesis in the

nemone, Aiptasia pallida (Verrill). Biological

Bulletin, 167: 590 – 600.

Coles, S.L., and P.L. Jokiel. 1977. Effects of the Temperature on Photosynthesis and Respiration in the Hermatitypic Corals. Mar. Biol, 49: 209 – 216.

(48)

Colley, N.J. and Trench, R. K. 1983. Selectivity in Phagocytosis and Persistence of Symbiotic Algae by the Scyphistoma Stage of the Jellyfish Cassiopeia xamachana. Proceedings of the Royal Society of

London. Series B 219 (1214): 61–82. doi:

10.1098/rspb.1983.0059.

Cook, C.B. and C.F. D’Elia. 1987. Are Natural Population of Zooxanthellae Ever Nutrient-Limited? Symbiosis , 4: 199–212

Cook, C.B. and W.K. Fitt. 1990. Some Effects of Dissolved Inorganic Nutrients on the Growth of

Zooxanthellae in The Hydroid Myrionema

amboinese. In: Nardon., P., V. Gianinazzi-Pearson, A.M. Grenier, L. Margulis, D.C. Smith (eds) Endocytobiology IV. INRA, Paris. 285 – 288 pp. Cook, C.B., C.F. D’Elia, G. Muller-Parker. 1988. Host

Feeding and Nutrient Sufficiency for Zooxanthellae

in the Sea Anemone Aiptasia pallida. Mar. Biol.

98: 45–49.

Crossland C. J., D. L. Barnes, and M. A. Borowitzka. 1980. Diurnal Lipid and Mucus Production in the Staghorn Coral Acropora acuminate. Marine Biology 60: 81 – 90

Dahl, G., and J.C. Henquin. 1978. Cold-Induced Insulin Release in Vivo: Evidence for Eocytosis. Cell Tissue Res. 194: 387-398.

D’Elia, C.F., S.L. Domotor, and K.L. Webb. 1983. Nutrient Uptake Kinetics of Freshly Isolated Zooxanthellae. Marine Biology, 75: 157–167

D’Elia, C.F., and W.J. Wiebe. 1990. Biogeochemical nutrient cycles in coral reef ecosystem. In:

Dubinsky, Z. (ed). Coral Reefs. Elsevier,

Ecosystems of the Word. 25: 49-74

Davies, P.S. 1984. The Role of Zooxanthellae in the

Nutritional Energy Requirements of Pocillopora

(49)

Davies P. S. 1991. Effect of Daylight Variations on the Energy Budgets of Shallow Water Corals. Marine Biology 108: 137–144

Davy S.K., I.A.N. Lucas and J.R. Turner. 1996. Carbon Budgets in Temperate Anthozoan-Dinoflagellate Symbiosis. Marine Biology 126: 773–783

Douglas, W. W. 1973. Involvement of Calcium in Exocytosis and The Eexocytosis-Vesiculation Sequence. Biochem. Soc. Symp. 39: 1-28.

Dunn S. R., J. C. Thomason, M. D. A. Le Tissier, and J. C. Bythell. 2004. Heat Stress Induces Different Forms of Cell Death in Sea Anemones and Their Endosymbiotic Algae Depending on Temperature Duration. Cell and Differentiation 11: 1213-1222 Dunn, D.F., 1981. The clownfish sea anemones:

Stichodactylidae (Coelenterata: Actiniaria) and other sea anemones symbiotic with pomacentrid fishes. Trans Am Philos Soc 71: 1–115.

Dykens, J.A., and J.M. Shick. 1984. Photobiology of

the Symbiotic Sea Anemone, Anthopleura

elegantissima: Defenses Against Photodynamic Effects and Seasonal Photoaclimatization. Biol. Bull., 167: 97–683.

Edmunds, P.J. and P.S. Davies. 1986. An Energy Bugdet for Porites porites (Scleractinia). Mar. Biol., 92: 339 – 347.

Edmunds, P.J. and P.S. Davies. 1989. An Energy

Budget for Porites porites (Scleractinia), Growing in

a Stressed Environment. Coral Reefs, 8: 37 – 43 Fautin, D.G. and Allen. 1997. Field Guide to Anemone

Fishes and Their Host Sea Anemones. 2nd ed.

Western Australian Museum, Perth Australia. 160 pp. http://www.nhm.ku.edu. [Diakses: 31 Oktober 2006]

Fautin, D.G., A.L. Crowther, and C.C. Wallace, 2008. Sea anemones (Cnidaria: Anthozoa: Actiniaria) of

Gambar

Gambar 2. Anatomi Anemon Laut (Sumber: Krupp,  2001). http://www.palaeos.com/Invertebrates/
Gambar 3.  Anatomi anemon laut   (Sumber: Shimek, 2006)
Gambar 53.  Hubungan mutualisme antara simbion  alga zooxanthellae dan inang anemon laut
Gambar 56.  Dinamika simbion alga zooxanthellae yang  ditemukan pada anemon laut hasil reproduksi aseksual  invertebrata  yang  termasuk  dalam  filum  coelentarata  yang  memiliki  rongga  tubuh

Referensi

Dokumen terkait

Dan untuk kemudahan dalam pengambilan data dan prediksi pangsa pasar khususnya lima operator GSM prabayar yaitu : Simpati, XL, Mentari, IM3, dan Three (dimana kelima

Dari -en1elasan i atas kita a-at mengetahui beta-a -entingn"a filsafat untuk  menemukan hakikat sebenarn"a tentang ilmu, bagaimana $ara mem-erolehn"a, an manfaat

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan irigasi sprinkler portable pada tanaman pakcoy, tidak terjadi aliran permukaan (run off) karena laju penyiraman

Perkawinan wanita dibawah umur dapat terjadi karena orang tua dan masyarakat Desa Nagar Agung takut anaknya dikatakan perawan tua kalau tidak segera menikah meskipun anaknya masih

Tujuan pengkajian yang menjadi dasar dalam penulisan kajian ini adalah: (1) menganalisis peran P2MKP yang paling prioritas dalam pengembangan sumberdaya manusia; (2)

Seluruh Dosen dan Staff program studi Diploma III Teknik Informatika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatra Utara yang telah memberikan

1) Supply chain manajemen menyangkut pertimbangan mengenai lokasi setiap fasilitasyang memiliki dampak terhadap aktivitas dan biaya dalam rangka memproduksi produk

Data yang didapatkan oleh peneliti baik primer maupun sekunder dirangkum setelah diurai dan di analisis, agar terfokus pada hal-hal pokok yang penting terkait dengan key