B
IOTEKNOLOGI
&
IOSAINS
ISSN 2442 - 2606
Balai Pengkajian BioteknologiDeputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
B
VOLUME 2
NOMOR 1
JUNI 2015
KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI FIBRINOLITIK WU 021055* ASAL PERAIRAN PANTAI PAPUMA, JEMBER
Ajeng Maharani Sri Pananjung, Evi Umayah Ulfa, Kartika Senjarini, Sattya Arimurti
AKTIVITAS LIGNINOLISIS DARI BASIDIOMYCETES YANG DAPAT DIPAKAI UNTUK BIODEGRADASI DIOKSIN
Nuki Bambang Nugroho
PENICILLIN PRODUCTION BY MUTANT OF Penicillium chrysogenum
Dudi Hardianto, Suyanto, Erwahyuni E. Prabandari, Lira Windriawati, Edy Marwanta, Tarwadi
PENENTUAN KOMBINASI MEDIUM TERBAIK GALAKTOSA DAN SUMBER NITROGEN PADA PROSES PRODUKSI ETANOL Rofiq Sunaryanto & Berti Hariasih Handayani
THE COMBINATION OF GROWTH HORMONES INCREASED THE IN VITRO SHOOTS MULTIPLICATION ON SAGO PALM (Metroxylon sagu Rottb.) Teuku Tajuddin, Karyanti, Tati Sukarnih, Nadirman Haska
PRELIMINARY CYTOTOXIC EVALUATION OF Andrographis paniculata IN BREAST CANCER CELL LINES
KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI FIBRINOLITIK WU 021055* ASAL PERAIRAN PANTAI PAPUMA, JEMBER
Ajeng Maharani Sri Pananjung, Evi Umayah Ulfa, Kartika Senjarini, Sattya Arimurti
AKTIVITAS LIGNINOLISIS DARI BASIDIOMYCETES YANG DAPAT DIPAKAI UNTUK BIODEGRADASI DIOKSIN
Nuki Bambang Nugroho
PENICILLIN PRODUCTION BY MUTANT OF Penicillium chrysogenum
Dudi Hardianto, Suyanto, Erwahyuni E. Prabandari, Lira Windriawati, Edy Marwanta, Tarwadi
PENENTUAN KOMBINASI MEDIUM TERBAIK GALAKTOSA DAN SUMBER NITROGEN PADA PROSES PRODUKSI ETANOL Rofiq Sunaryanto & Berti Hariasih Handayani
THE COMBINATION OF GROWTH HORMONES INCREASED THE IN VITRO
SHOOTS MULTIPLICATION ON SAGO PALM (Metroxylon sagu Rottb.) Teuku Tajuddin, Karyanti, Tati Sukarnih, Nadirman Haska
PRELIMINARY CYTOTOXIC EVALUATION OF Andrographis paniculata IN BREAST CANCER CELL LINES
KOMPETENSI
Membangun keunggulan
bioteknologi industri, kesehatan, dan
pertanian untuk meningkatkan
daya saing industri dan
pertumbuhan ekonomi Nasional
Pelayanan Teknis Pengujian Teknologi Mikropropagasi Tanaman Teknologi Agromikrobiologi
Balai Pengkajian Bioteknologi Center for Biotechnology Assessment
Kawasan PUSPIPTEK Gedung 630, Setu - Tangerang Selatan BANTEN – Indonesia Telp. +62 21 7563120, Fax +62 21 7560208 Teknologi Ex-vitro Tanaman Rekayasa Industri Berbasis Bioteknologi Aplikasi Bioteknologi Pakan Ternak
Laboratorium Rekayasa Genetika Laboratorium Mikrobiologi
Laboratorium Mikrobiologi Vitamin dan Enzim Laboratorium Teknologi Fermentasi
Laboratorium Rekoveri dan Ekstraksi Senyawa Obat Laboratorium Analitik dan Kontrol Kualitas Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Laboratorium Bioteknologi Pakan Ternak Laboratorium Agromikrobiologi
Pilot plant fermentasi (bioreaktor : 75l L (3 buah), 500 L, dan 2.500 L) Pilot plant penapisan (recovery)
Filtrasi membran mikro, ultra nano dan Reverse Osmosis Destilasi dan stripping
Kristalisasi dan Pengeringan vakum
Sentrifugasi dan Ekstraksi (padat/cair dan cair/cair) Pilot plant teknologi mikropropagasi tanaman (In Vitro) Pilot plant teknologi Ex Vitro
Unit pengolah limbah Cair aerob/anaerob
Fasilitas Pilot Plant
Fasilitas Laboratorium
Teknologi Fermentasi &
Proses Hilir
Rekayasa Genetika Terapan
KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI FIBRINOLITIK WU 021055* ASAL PERAIRAN PANTAI PAPUMA, JEMBER
Ajeng Maharani Sri Pananjung, Evi Umayah Ulfa, Kartika Senjarini, Sattya Arimurti
AKTIVITAS LIGNINOLISIS DARI BASIDIOMYCETES YANG DAPAT DIPAKAI UNTUK BIODEGRADASI DIOKSIN
Nuki Bambang Nugroho
PENICILLIN PRODUCTION BY MUTANT OF Penicillium chrysogenum
Dudi Hardianto, Suyanto, Erwahyuni E. Prabandari, Lira Windriawati, Edy Marwanta, Tarwadi
PENENTUAN KOMBINASI MEDIUM TERBAIK GALAKTOSA DAN SUMBER NITROGEN PADA PROSES PRODUKSI ETANOL Rofiq Sunaryanto & Berti Hariasih Handayani
THE COMBINATION OF GROWTH HORMONES INCREASED THE IN VITRO SHOOTS MULTIPLICATION ON SAGO PALM (Metroxylon sagu Rottb.) Teuku Tajuddin, Karyanti, Tati Sukarnih, Nadirman Haska
PRELIMINARY CYTOTOXIC EVALUATION OF Andrographis paniculata IN BREAST CANCER CELL LINES
Tarwadi, Churiyah, Olivia Bunga Pongtuluran, Fifit Juniarti, Fery Azis Wijaya
Balai Pengkajian Bioteknologi
Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
ISSN 2442 - 2606
JUR
NAL
VOLUME 2
NOMOR 1
JUNI 2015
VOLUME 2 NOMOR 1 JUNI 2015
ISSN 2442 - 2606
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
Homepage: http://ejurnal.bppt.go.id
Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia terbit 2 kali setahun sejak Desember 2014 Penanggung Jawab
Kepala Balai Pengkajian Bioteknologi Ketua Dewan Redaksi
Dr. Rofiq Sunaryanto Dewan Redaksi Drs. Tarwadi, M.Si Dr. Anis H Mahsunah, M.Sc Dr. Ir. Teuku Tajuddin, M.Sc Juwartina Ida Royani, M.Si Dr. Yenni Bakhtiar, M.Ag.Sc
Redaktur Pelaksana Endah Dwi Hartuti, S.Si, Apt
Diana Dewi, M.Si Mitra Bestari
Dr. Pudjono (Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada) Dr. Elok Zubaidah (Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya) Dr. Josephine Elizabeth Siregar, M.Sc (Eijkman Institute Indonesia)
Dr. Mulyoto Pangestu, PhD (Monash Clinical School, Monash Universit, Australia) Marwan Diapari, PhD (London Research & Development Centre, Agriculture & Agri-Food, Canada)
Desain Grafis & Informatika Dr. rer.nat. Catur Sriherwanto
Sekretariat & Distribusi Siti Zulaeha, S.Si Imron Rosidi, M.Si
Nuryanah, S.E. Alamat Redaksi
Balai Pengkajian Bioteknologi, Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi – BPPT, Gedung 630 Kawasan Puspiptek Setu, Tangerang Selatan, Banten 15314, Indonesia, Telp. +62 21 7563120, Fax. +62 21 7560208
VOLUME 2 NOMOR 1 JUNI 2015
ISSN 2442 - 2606
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
Homepage: http://ejurnal.bppt.go.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menerbitkan Jurnal Bioteknologi &
Biosains Indonesia (JBBI) Volume 2 Nomor 1. JBBI
merupakan media publikasi ilmiah
bagi para peneliti, perekayasa, praktisi, akademisi dan pengamat di bidang bioteknologi
dan biosains.
Edisi kali ini memuat 6 makalah ilmiah dari hasil penelitian, pengembangan teknologi
dan kerekayasaan. Edisi ini menampilkan kajian karakterisasi bakteri yang memiliki
aktivitas fibrinolitik, serta jamur dengan aktivitas pengurai lignin dan polutan lingkungan.
Makalah selanjutnya menunjukkan jamur mutan yang menghasilkan antibiotik penisilin
yang lebih tinggi. Berikutnya adalah produktivitas etanol oleh mikroba yang dapat
dipengaruhi oleh kombinasi media tumbuh yang digunakan. Kombinasi hormon pada
media tumbuh ternyata juga dapat meningkatkan perbanyakan tunas pada tanaman
sagu. Makalah terakhir memaparkan ekstrak tanaman sambiloto yang berpotensi
menghambat pertumbuhan sel kanker payudara.
Kami menyadari bahwa penyusunan jurnal ini tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, baik dalam isi maupun penyajiannya. Harapan kami, semoga informasi
dan naskah yang ditampilkan dalam JBBI edisi ini dapat bermanfaat bagi yang
memerlukannya.
VOLUME 2 NOMOR 1 JUNI 2015
ISSN 2442 - 2606
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
Homepage: http://ejurnal.bppt.go.id
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungannya untuk kelancaran penerbitan Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia
(JBBI) ini. Penghargaan yang tinggi juga disampaikan kepada para penulis yang
dengan semangat tinggi telah berkontribusi pada JBBI edisi Bulan Juni 2015.
VOLUME 2 NOMOR 1 JUNI 2015
ISSN 2442 - 2606
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
Homepage: http://ejurnal.bppt.go.id
DAFTAR ISI
Halaman: KATA PENGANTAR
UCAPAN TERIMA KASIH LEMBAR ABSTRAK
i ii iv KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI FIBRINOLITIK WU 021055*
ASAL PERAIRAN PANTAI PAPUMA, JEMBER
Ajeng Maharani Sri Pananjung, Evi Umayah Ulfa, Kartika Senjarini, Sattya Arimurti
47 – 54
AKTIVITAS LIGNINOLISIS DARI BASIDIOMYCETES YANG DAPAT DIPAKAI UNTUK BIODEGRADASI DIOKSIN
Nuki Bambang Nugroho
55 – 60
PENICILLIN PRODUCTION BY MUTANT OF Penicillium chrysogenum
Dudi Hardianto, Suyanto, Erwahyuni E. Prabandari, Lira Windriawati, Edy Marwanta, Tarwadi
61 – 65
PENENTUAN KOMBINASI MEDIUM TERBAIK GALAKTOSA DAN SUMBER NITROGEN PADA PROSES PRODUKSI ETANOL Rofiq Sunaryanto & Berti Hariasih Handayani
66 – 72
THE COMBINATION OF GROWTH HORMONES INCREASED THE IN VITRO SHOOTS MULTIPLICATION ON SAGO PALM (Metroxylon sagu Rottb.)
Teuku Tajuddin, Karyanti, Tati Sukarnih, Nadirman Haska
73 – 79
PRELIMINARY CYTOTOXIC EVALUATION OF Andrographis paniculata IN BREAST CANCER CELL LINES
Tarwadi, Churiyah, Olivia Bunga Pongtuluran, Fifit Juniarti, Fery Azis Wijaya
80 – 85
INDEKS PENGARANG INDEKS KATA KUNCI
86 87
KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI FIBRINOLITIK WU 021055* ASAL PERAIRAN PANTAI PAPUMA, JEMBER Characterization of Fibrinolytic Bacteria WU 021055* from Papuma Coast, Jember
Ajeng Maharani Sri Pananjung1, Evi Umayah Ulfa1, Kartika Senjarini2,*, Sattya Arimurti2
1
Fakultas Farmasi, Universitas Jember 2
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember, Jln. Kalimantan 37, Jember 68121 *E-mail: senjarini@unej.ac.id
J Bioteknol Bios Indon 2(1):47-54 ABSTRACT
A blood clot (thrombus) in a blood stream is formed due to a circulatory system imbalance in the hemostasis which results in plug of blood vessels. The suppliy of nutrients and oxygen to the tissues is inhibited (ischemia) by the accumulation of thrombus and embolus in the blood vessel. This prosses is the main cause for further atherotrombotic diseases such as myocardial infraction and cerebral infraction. This disease could be overcome by thrombolytic therapy by using fibrinolytic protease enzyme. Fibrinolytic activity of protease enzymes have been studied from various species of bacteria. Bacterial isolate of WU 021055* obtained from Papuma coastal waters has demonstrated fibrinolytic activity. This research was aimed to identify the bacterial isolate through morphological characterization (colony and cell morphology), physiological characterization (indole test, carbohydrates fermentation test (glucose, lactose, sucrose and fructose), catalase test, starch hydrolysis test, and the pH effect test), and molecular identification using 16S rRNA. Based on those characterizations, the bacterial isolate of WU 021055* shows a high similarity to Bacillus aerius.
Keywords: Atherotrombosis, fibrinolytic, identification, characterization, bacteria
ABSTRAK
Bekuan darah (trombus) dalam peredaran darah terbentuk akibat ketidakseimbangan sistem sirkulasi dalam hemostasis yang menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Akumulasi trombus dan embolus pada pembuluh darah mengakibatkan suplai nutrisi dan oksigen ke jaringan terhambat (iskemia) dan bahkan kematian jaringan (infark). Pembentukan ini merupakan etiologi dari penyakit aterotrombosis seperti infark miokard dan infark serebral. Penyakit akibat trombosis ini dapat diatasi dengan terapi trombolitik dengan enzim protease fibrinolitik. Aktivitas enzim protease fibrinolitik telah diteliti dari berbagai spesies bakteri. Isolat bakteri WU 021055* asal perairan pantai papuma tampak memiliki aktivitas fibrinolitik. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi isolat bakteri melalui karakterisasi morfologi (morfologi koloni dan sel), karakterisasi fisiologis (uji indol, uji fermentasi karbohidrat (glukosa, laktosa, sukrosa dan fruktosa), uji katalase, uji hidrolisis pati, dan uji pengaruh pH), dan identifikasi secara molekuler menggunakan 16S rRNA. Berdasarkan karakterisasi morfologi, fisiologi, dan marker 16S rRNA, isolat bakteri WU 021055* menunjukkan kemiripan yang tinggi dengan Bacillus aerius.
Kata Kunci: Aterotrombosis, fibrinolitik, identifikasi, karakterisasi, bakteri
AKTIVITAS LIGNINOLISIS DARI BASIDIOMYCETES YANG DAPAT DIPAKAI UNTUK BIODEGRADASI DIOKSIN Ligninolytic Activity of Basidiomycetes Applicable for Dioxin Biodegradation
Nuki Bambang Nugroho
Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT, Gedung 630 Kawasan PUSPIPTEK, Setu, Tangerang Selatan, Banten 15314 E-mail: nuki.bambang@bppt.go.id
J Bioteknol Bios Indon 2(1):55-60 ABSTRACT
Chemical compounds belonging to dioxin group are known to be highly toxic environmental pollutant. Polychlorinated dibenzo-p-dioxin and polychlorinated dibenzofuran are produced during organic materials burning process. Pentachlorophenol, a compound similar to dioxin, is widely used as wood preservative, fungicide, bacteriocide, herbicide, algicide and insecticide. Some white-rot fungi have potential to produce lignin degrading enzyme and degrade dioxin compounds. The diversity of white-rot fungi in Indonesia provides potential source for environmental pollutant-degrading microorganisms. In this study, basidiomycetes were isolated from fruiting body and rotted wood samples which were collected from seven provinces in Indonesia. Three hundred seventy basidiomycete isolates were screened for dioxin degrading activity using dye-decolorization method. The result indicated that sixty isolates had dioxin degrading activity, three of which showed significant activity.
Keywords: Ligninolytic, basidiomycetes, biodegradation, dioxin, fungus
ABSTRAK
Senyawa-senyawa kimia dalam kelompok dioksin telah diketahui sebagai polutan lingkungan yang sangat beracun. Dibenzo-p-dioksin terpoliklorinasi dan dibenzofuran
terpoliklorinasi dihasilkan selama proses pembakaran bahan-bahan organik. Pentaklorofenol, suatu senyawa mirip dioksin, banyak digunakan sebagai pengawet kayu, fungisida, bakterisida, herbisida, algisida dan insektisida. Beberapa jamur pelapuk putih memiliki potensi untuk menghasilkan enzim pengurai lignin dan mendegradasi senyawa-senyawa dioksin. Keanekaragaman jamur pelapuk putih di Indonesia yang tinggi merupakan sumber potensial mikroorganisme pengurai polutan lingkungan. Pada kajian ini, basidiomisetes diisolasi dari sampel-sampel tubuh buah dan kayu lapuk yang diambil dari tujuh provinsi di Indonesia. Tiga ratus tujuh puluh isolat basidiomisetes telah diseleksi aktivitasnya sebagai pendegradasi dioksin. Metode dye-decolorization digunakan pada seleksi ini. Hasil seleksi menunjukkan bahwa enam puluh isolat basidiomisetes memiliki aktivitas sebagai pendegradasi dioksin, tiga isolat di antaranya menunjukkan aktivitas tertinggi.
Kata Kunci: Ligninolisis, basidiomisetes, biodegradasi, dioksin, jamur
LEMBAR ABSTRAK
PENICILLIN PRODUCTION BY MUTANT OF Penicillium chrysogenum Produksi Penisilin oleh Mutan Penicillium chrysogenum
Dudi Hardianto*, Suyanto, Erwahyuni E Prabandari, Lira Windriawati, Edy Marwanta, Tarwadi
Biotech Center BPPT, Building 630 PUSPIPTEK Area, Setu, Tangerang Selatan, Banten 15314 *E-mail: dudi.hardianto@bppt.go.id
J Bioteknol Bios Indon 2(1):61-65
ABSTRAK
Penisilin adalah antibiotika yang pertama kali ditemukan dan digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri. Sejak ditemukan penisilin sebagai antibiotika oleh Alexander Fleming pada tahun 1928, banyak usaha dilakukan untuk meningkatkan produktivitas Penicillium chrysogenum. Pemuliaan galur untuk meningkatkan produksi penisilin dapat menggunakan mutasi acak secara fisika dan kimia. Pada penelitian ini, radiasi sinar ultraviolet digunakan untuk mendapatkan mutan P. chrysogenum. Produksi penisilin ditentukan menggunakan HPLC dan produktivitas mutan dibandingkan dengan induk P. chrysogenum. Mutan M12 menghasilkan penisilin 1,23 kali lebih banyak dibandingkan dengan induk P. chrysogenum.
Kata Kunci: Penisilin, Penicillium chrysogenum, ultraviolet, mutan, radiasi
ABSTRACT
Penicillin is the first antibiotic discovered and used for treatment of bacterial infections. Since the discovery of penicillin as antibiotic by Alexander Fleming in 1928, much effort has been invested to improve productivity of Penicillium chrysogenum. Strain improvement to increase the penicillin production can be carried out by physical and chemical random mutation. In this research, ultraviolet irradiation was used to obtain P. chrysogenum mutant. Penicillin production was determined by using HPLC and productivity of P. chrysogenum mutants was compared to the wild type. Mutant M12 produced 1.23 fold higher penicillin than the wild type did.
Keywords: Penicillin, Penicillium chrysogenum, ultraviolet, mutant, radiation
PENENTUAN KOMBINASI MEDIUM TERBAIK GALAKTOSA DAN SUMBER NITROGEN PADA PROSES PRODUKSI ETANOL Determination of The Best Medium of Galactose and Nitrogen Sources on Ethanol Production
Rofiq Sunaryanto1,* & Berti Hariasih Handayani2
1
Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT, Gedung 630 Kawasan PUSPIPTEK, Setu, Tangerang Selatan, Banten 15314
2
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjajaran. *E-mail: rofiq.sunaryanto@bppt.go.id
J Bioteknol Bios Indon 2(1):66-72 ABSTRACT
Ethanol is an important product for biotechnology -based industries. Ethanol can be produced from various raw materials and some types of microbes. Determination of the best combination of galactose with nitrogen sources on ethanol production using Saccharomyces cerevisiae has been done. Combination of galactose at the concentration of 3 g/L and 20 g/L with nitrogen sources (casein, peptone, and urea, each at the concentration of 10g/L) was used to obtain the best composition of fermentation medium. Fermentation was carried out for 60 hours at 30°C, 250 rpm, and working volume of 50 mL in a 250 mL erlenmeyer. The results showed that the galactose concentration of 20 g/L was able to improve the productivity of ethanol and the growth of S. cerevisiae cells. The combination of 20g/L galactose and 10 g/L casein produced the highest ethanol concentration (6% v/v), whereas 20 g/L 10 g/L peptone and 20 g/L galactose-10 g/L urea combinations produced 2.5% and 0.58% (v/v) ethanol, respectively. The use of 3 g/L galactose mixed with several nitrogen sources produced ethanol below 0.7% (v/v).
Keywords: Ethanol, galactose, peptone, casein,
Saccharomyces cerevisiae
ABSTRAK
Etanol merupakan salah satu produk penting bagi industri yang berbasis bioteknologi. Etanol dapat dihasilkan dari berbagai macam bahan baku dan beberapa jenis mikroba. Penentuan kombinasi terbaik antara galaktosa dengan sumber nitrogen pada produksi etanol menggunakan
Saccharomyces cerevisiae telah dilakukan. Konsentrasi galaktosa 3 g/L dan galaktosa 20 g/L yang dikombinasikan dengan sumber nitrogen dengan konsentrasi 10 g/L dalam hal ini kasein, pepton, dan urea digunakan sebagai perlakuan untuk mendapatkan kombinasi medium sumber karbon dan sumber nitrogen terbaik. Fermentasi untuk menghasilkan etanol dilakukan selama 60 jam pada suhu 30°C, agitasi 250 rpm dengan volume kerja 50 mL dalam erlenmeyer 250 mL. Hasil penelitian menunjukkan penambahan galaktosa dengan konsentrasi sampai dengan 20 g/L mampu memperbaiki produktivitas etanol dan pertumbuhan sel S. cerevisiae. Konsentrasi 20 g/L galaktosa dengan 10 g/L kasein menghasilkan produktivitas etanol paling tinggi yaitu 6%(v/v), konsentrasi galaktosa 20 g/L dengan 10 g/L pepton menghasilkan 2,5% (v/v) etanol dan konsentrasi galaktosa 20 g/L dengan 10 g/L urea menghasilkan 0,58%(v/v) etanol. Penggunaan konsentrasi galaktosa 3 g/L yang dikombinasikan dengan beberapa jenis sumber nitrogen menghasilkan etanol dibawah 0,7% (v/v).
Kata Kunci: Etanol, galaktosa, pepton, kasein,
THE COMBINATION OF GROWTH HORMONES INCREASED THE IN VITRO SHOOTS MULTIPLICATION ON SAGO PALM (Metroxylon sagu Rottb.)
Kombinasi Hormon Tumbuh Meningkatkan Perbanyakan Tunas In Vitro pada Tanaman Sagu (Metroxylon sagu Rottb.) Teuku Tajuddin*, Karyanti, Tati Sukarnih, Nadirman Haska
Biotech Center BPPT, Building 630 PUSPIPTEK Area, Setu, Tangerang Selatan, Banten 15314
*E-mail: teuku.tajuddin@bppt.go.id
J Bioteknol Bios Indon 2(1):73-79 ABSTRAK
Pohon sagu (Metroxylon sagu Rottb.) mempunyai banyak keunggulan dibanding dengan tanaman-tanaman penghasil pati lainnya, khususnya karena memiliki produktivitas yang tinggi, tumbuh di area bantaran sungai dan rawa, yang merupakan lingkungan tidak sesuai bagi pertumbuhan tanaman-tanaman lain. Dalam rangka membangun suatu perkebunan sagu di area yang luas, maka sangat dibutuhkan anakan-anakan sagu yang ukurannya seragam dalam jumlah yang besar. Namun demikian, terbatasnya jumlah anakan yang seragam telah menjadi kendala bagi pengembangan perkebunan sagu. Sebagai alternatif, perbanyakan in vitro dengan induksi tunas langsung dilakukan untuk mendapatkan bibit-bibit sagu dengan genotip unggul secara masal. Anakan sagu yang diperoleh dari Propinsi Maluku digunakan sebagai sumber eksplan. Eksplan dikultur pada media MS dan B5 yang mengandung kombinasi hormon auksin dan sitokinin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan BAP 2.0 ppm dan NAA 2.0 ppm menghasilkan jumlah tunas terbanyak.
Kata Kunci: Auksin, sitokinin, in vitro, sagu, inisiasi tunas
ABSTRACT
Sago palm (Metroxylon sagu Rottb.) has many advantages over other starch-producing crops especially for its higher yield, ability to grow along riverbanks and on swampy areas not suitable for other crops. With the purpose of establishing large-scale plantations, a large amount of uniform sago palm suckers are required. However, limited availability of uniform suckers has hindered the mass propagation and development of cultivated Sago palm. Alternatively, in vitro cultures were performed in order to obtain a large-scale of mass clonally propagation of superior genotypes of sago palm. The young suckers obtained from areas of Maluku Province were used as explants. In vitro culture was carried out through direct shooting. The explants were cultured on two kinds of media, which were MS and B5 media containing various growth hormones of auxins and cytokinins. The results showed that the treatment with BAP 2.0 ppm and NAA 2.0 ppm produced the highest number of shoots.
Keywords: Auxin, cytokinin, in vitro, sago palm, shoot initiation
PRELIMINARY CYTOTOXIC EVALUATION OF Andrographis paniculata IN BREAST CANCER CELL LINES Uji Pendahuluan Sitotoksik Andrographis paniculata pada Sel Kanker Payudara
Tarwadi1,*, Churiyah2, Olivia Bunga Pongtuluran2, Fifit Juniarti2, Fery Azis Wijaya3
1
Biotech Center BPPT, Building 630 PUSPIPTEK Area, Setu, Tangerang Selatan, Banten 15314 2
Centre for Pharmaceutical and Medical Technology BPPT, Building 610, PUSPIPTEK Area, Setu, Tangerang Selatan, Banten 15314 3PT Biogen Scientific, Rukan Tanjung Mas Raya –Jl Raya Lenteng Agung Blok B1/21, Jakarta Selatan.
*E-mail: tarwadi@bppt.go.id
J Bioteknol Bios Indon 2(1):80-85 ABSTRAK
Sambiloto (Andrographis paniculata) banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit di Indonesia dan negara-negara Asia lainnya. Dalam studi ini, ekstrak metanol dan etanol sambiloto yang diperoleh dari B2PTO Tawangmangu telah diuji terhadap sel lini kanker payudara T47D dan MCF-7 dan sel lini normal fibroblast HFL-1 menggunakan reaksi enzimatik 3-(4,5-dimethylthiazoyl-2-yl) 2,5-diphenyltetrazoliumbromide (MTT). Uji in vitro terhadap sel lini normal fibroblast HFL-1 menunjukkan bahwa 50 ppm ekstrak metanol sambiloto tidak menghambat pertumbuhan sel. Tetapi, ekstrak metanol dan etanolnya menghasilkan IC50 yang relatif rendah pada sel lini
kanker payudara, yaitu 111 ppm dan 122 ppm pada sel lini MCF-7 dan 70 ppm dan 197 ppm pada sel lini T47D. Selain itu, campuran ekstrak sambiloto yang mengandung 25% ekstrak Thyponium divaricatum dan Anredera cordifolia
memberikan daya hambat pertumbuhan pada sel kanker payudara MCF-7 yang lebih besar, dengan nilai IC50
masing-masing adalah 68 ppm dan 34 ppm. Kesimpulannya, total ekstrak metanol atau etanol sambiloto yang diperoleh dari Tawangmangu memiliki potensi sebagai sumber senyawa anti-kanker serta perlu kajian lebih lanjut.
Kata Kunci: Ekstrak Andrographis paniculata, MTT, sel lini normal, sel lini kanker, aktivitas anti kanker
ABSTRACT
Sambiloto (Andrographis paniculata) is widely used as medicine to treat various diseases in Indonesia and other Asian countries. In this study, methanolic and ethanolic extracts of sambiloto collected from B2PTO Tawangmangu have been tested againts breast cancer cell lines of T47D and MCF-7 and normal fibroblast cell line of HFL-1 using enzymatic reaction of 3-(4,5-dimethylthiazoyl-2-yl) 2,5-diphenyltetrazoliumbromide (MTT). In vitro assay performed on normal fibroblast of HFL-1 cell line showed that 50 ppm of methanolic extract of sambiloto did not inhibit cell growth. However, methanolic and ethanolic extracts of sambiloto gave relatively low of IC50 on breast cancer cell lines which were 111 ppm and 122 ppm on the MCF-7 cell lines and 70 ppm and 197 ppm on the T47D cell lines, respectively. In addition, the mixture of sambiloto extract containing 25% of Thyponium divaricatum and Anredera cordifolia extracts confered greater growth inhibition on breast cancer cell line of MCF-7, where IC50 values were 68 ppm and 34 ppm, respectively. In conclusion, the total methanolic or ethanolic extract of sambiloto collected from Tawangmangu has potency as a source of anti-cancer compounds and needs further study.
Keywords: Andrographis paniculata extract, MTT, normal cell line, cancer cell lines, anti-cancer activity
VOLUME 2 NOMOR 1 JUNI 2015
ISSN 2442 - 2606
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
Homepage: http://ejurnal.bppt.go.id
KARAKTERISASI ISOLAT BAKTERI FIBRINOLITIK WU 021055* ASAL
PERAIRAN PANTAI PAPUMA, JEMBER
Characterization of Fibrinolytic Bacteria WU 021055* from Papuma Coast, Jember
Ajeng Maharani Sri Pananjung1, Evi Umayah Ulfa1, Kartika Senjarini2,*, Sattya Arimurti21
Fakultas Farmasi, Universitas Jember
2
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember, Jln. Kalimantan 37, Jember 68121 *E-mail: senjarini@unej.ac.id
ABSTRACT
A blood clot (thrombus) in a blood stream is formed due to a circulatory system imbalance in the hemostasis which results in plug of blood vessels. The suppliy of nutrients and oxygen to the tissues is inhibited (ischemia) by the accumulation of thrombus and embolus in the blood vessel. This prosses is the main cause for further atherotrombotic diseases such as myocar-dial infraction and cerebral infraction. This disease could be overcome by thrombolytic thera-py by using fibrinolytic protease enzyme. Fibrinolytic activity of protease enzymes have been studied from various species of bacteria. Bacterial isolate of WU 021055* obtained from Papuma coastal waters has demonstrated fibrinolytic activity. This research was aimed to identify the bacterial isolate through morphological characterization (colony and cell mor-phology), physiological characterization (indole test, carbohydrates fermentation test (glu-cose, lactose, sucrose and fructose), catalase test, starch hydrolysis test, and the pH effect test), and molecular identification using 16S rRNA. Based on those characterizations, the bacterial isolate of WU 021055* shows a high similarity to Bacillus aerius.
Keywords: Atherotrombosis, fibrinolytic, identification, characterization, bacteria
ABSTRAK
Bekuan darah (trombus) dalam peredaran darah terbentuk akibat ketidakseimbangan sistem sirkulasi dalam hemostasis yang menyebabkan penyumbatan pembuluh darah. Akumulasi trombus dan embolus pada pembuluh darah mengakibatkan suplai nutrisi dan oksigen ke jaringan terhambat (iskemia) dan bahkan kematian jaringan (infark). Pembentukan ini merupakan etiologi dari penyakit aterotrombosis seperti infark miokard dan infark serebral. Penyakit akibat trombosis ini dapat diatasi dengan terapi trombolitik dengan enzim protease fibrinolitik. Aktivitas enzim protease fibrinolitik telah diteliti dari berbagai spesies bakteri. Isolat bakteri WU 021055* asal perairan pantai papuma tampak memiliki aktivitas fibrinolitik. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi isolat bakteri melalui karakterisasi morfologi (morfologi koloni dan sel), karakterisasi fisiologis (uji indol, uji fermentasi karbohidrat (glukosa, laktosa, sukrosa dan fruktosa), uji katalase, uji hidrolisis pati, dan uji pengaruh pH), dan identifikasi secara molekuler menggunakan 16S rRNA. Berdasarkan karakterisasi morfologi, fisiologi, dan marker 16S rRNA, isolat bakteri WU 021055* menunjukkan kemiripan yang tinggi dengan Bacillus aerius.
PENDAHULUAN
Penyakit atherotrombosis seperti infark miokard dan infark serebral merupakan penyakit yang terjadi akibat sumbatan bekuan darah (trombus) pada pembuluh darah (arteri). Pada tahun 2004, penyakit tersebut merupakan penyebab kematian utama di dunia. Terhitung sebanyak 7.200.000 (12,2%) kematian terjadi akibat penyakit ini di seluruh dunia (World Health Organization 2008). Salah satu penyebab dari infark miokard dan infark serebral adalah trombosis yang diakibatkan oleh ruptur dari plak aterosklerosis pada dinding pembuluh darah sehingga menghasilkan bekuan darah. Bekuan darah terbentuk disebabkan karena sistem sirkulasi yang tidak seimbang dalam hemostasis sehingga terjadi penyumbatan pembuluh darah. Derajat sumbatan bekuan darah dan ukuran infark ditentukan oleh derajat dan lokasi proses pembentukan bekuan darah (Prasad et al. 2007).
Trombus yang menyumbat pembuluh darah tersebut dapat dihancurkan dengan mekanisme trombolisis (fibrinolisis). Fibrinolisis bekerja dengan mengaktifkan plasminogen menjadi enzim proteolitik plasmin. Plasmin akan mengubah bentuk trombus dan membatasi perkembangan trombosis dengan mencerna proteolitik fibrin (Kumada et al. 1994). Mekanisme kerja enzim fibrinolitik adalah dengan menghidrolisis fibrin yang menyebabkan bekuan darah menjadi produk terlarut yang dapat dibuang dari peredaran darah sehingga membebaskan pembuluh darah dari bekuan darah dan memulai proses penyembuhan dinding pembuluh darah (Escobar et al. 2002). Agen fibrinolitik dapat diperoleh dari tanaman, hewan, atau mikroba. Penggunaan mikroba khususnya bakteri telah banyak diteliti sebagai penghasil agen fibrinolitik.
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, sekitar dua pertiga wilayah negara ini berupa lautan. Review riset mengenai diversitas biota laut dari perairan Indonesia mengindikasikan bahwa potensi biota laut Indonesia sebagai penghasil senyawa bioaktif dalam pengembangan obat sangat besar (Chasanah 2009). Hasil penelitian Setiawan (2013), menunjukkan bahwa bakteri asal perairan pantai Papuma yaitu
isolat dengan kode WU 021055* memiliki aktifitas fibrinolitik. Isolat telah diuji aktivitas fibrinolitiknya menggunakan metode fibrin
plate assay dengan indeks aktivitas enzim fibrinolitik sebesar 11. Karena potensi yang dimiliki isolat bakteri tersebut sebagai penghasil enzim fibrinolitik maka karakterisasi terhadap bakteri tersebut sangatlah penting. Salah satu karakterisasi yang dapat dilakukan yaitu identifikasi isolat bakteri. Identifikasi isolat bakteri dapat dilakukan dengan metode konvensional dan metode molekuler. Metode konvensional didasarkan pada identifikasi fenotip diantaranya pemeriksaan morfologi, fisika, kimia, biokimia. Identifikasi mikroorganisme secara molekuler menggunakan penanda molekul tertentu, seperti 16S rRNA atau gen pengkodenya. Metode molekuler ini didasarkan pada teknik
polymerase chain reaction (PCR) yang merupakan teknik penggandaan in vitro. Sekuen 16S rRNA juga digunakan sebagai penanda molekuler karena molekulnya bersifat ubiquitous (terdapat di semua makhluk hidup) dengan fungsi yang identik pada seluruh organisme. Penggunaan molekul 16S rRNA menjadi pilihan yang banyak digunakan untuk melacak filogeni bakteri. Selain itu informasi genetik dari sekuen 16S rRNA cukup lengkap pada data base Gene Bank sehingga lebih mudah untuk melihat kekerabatan bakteri.
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan adalah satu isolat bakteri dari Perairan Pantai Papuma Jember koleksi Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Jember yang memiliki aktivitas fibrinolitik yaitu WU 0210155*. Alat yang digunakan adalah mikroskop elektron Olympus BX53F dan mesin polymerase chain reaction (PCR)
Techne TC-312.
Peremajaan Isolat Bakteri
Isolat bakteri dalam stok gliserol (-80°C) diremajakan dengan cara bakteri ditumbuhkan pada media NB (Nutrient Broth) cair dan digoyangkan pada suhu ruang selama 18 jam. Hasil peremajaan dimurnikan koloninya untuk mendapatkan koloni tunggal (single colony) dengan cara streak pada media NB padat dan diinkubasi pada inkubator dengan suhu ruang
J Bioteknol Bios Indon - Vol 2 No 1 Thn 2015
selama 48 jam. Koloni tunggal hasil peremajaan dibiakkan kembali dalam media NB cair selama 18 jam.
Pewarnaan Gram Isolat Bakteri
Pewarnaan Gram dilakukan dengan membuat usapan tipis suspensi dari isolat bakteri berumur 24 jam pada gelas objek yang bersih, kemudian dikeringanginkan. Setelah kering, difiksasi dengan cara melewatkan bagian bawah gelas objek di atas api bunsen. Selanjutnya hapusan bakteri ditetesi dengan larutan Kristal violet selama 1 menit. Dibilas dengan air kran mengalir. Kemudian ditetesi dengan larutan iodine dan dibiarkan selama 1 menit. Dibilas dengan air kran mengalir. Dibilas dengan alkohol 96% selama 20 detik. Dibilas kembali dengan air kran mengalir. Ditetesi dengan safranin selama 45 detik. Terakhir dibilas dengan air kran mengalir, dan diletakkan di atas kertas serap. Hasil pewarnaan Gram isolat bakteri diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000x. Untuk memperjelas morfologi sel, cover glass di atas suspensi bakteri ditetesi dengan minyak imersi dan perhitungan koloni bakteri dengan menggunakan koloni counter. Sel bakteri Gram positif akan berwarna ungu hingga biru, sedangkan bakteri Gram negatif akan berwarna merah. Karakterisasi Biokimia
Karakterisasi isolat bakteri WU 021055* yang dilakukan meliputi uji indol, uji fermentasi karbohidrat (glukosa, laktosa, sucrosa dan fruktosa), uji katalase, uji hidrolisis pati, dan uji pengaruh pH. Uji indol dilakukan dengan inokulasi isolat bakteri ke dalam medium NB padat pada tabung reaksi secara aseptik, di inkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam, kemudian ditetesi dengan reagen Kovac’s. Uji fermentasi karbohidrat (glukosa, laktosa, sucrosa dan fruktosa) dilakukan dengan menambahkan medium NB cair dengan brom tymol blue
(BTB) sebagai indikator dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan gula yang di fermentasikan 1-2%. Isolat diinokulasi dan diinkubasi pada suhu 37ºC selama 24 jam (Cappuccino & Sherman 1987).
Uji katalase dilakukan dengan cara isolat diberi 2 tetes reagen hidrogen peroksida (H2O2) 3%. Pada uji hidrolisis pati,
isolat bakteri digoreskan pada media pati dan diinkubasi selama 24 jam. Permukaan koloni ditetesi dengan iodin. Uji pengaruh pH dilakukan dengan menumbuhkan satu ose isolat bakteri dari suspensi biakan dalam larutan media NB cair dibuat dalam suasana pH yang berbeda yaitu pH 3, 5, 7 dan diinkubasi selama 24 jam.
Isolasi DNA Kromosom Isolat Bakteri Kultur bakteri sebanyak 1000 µl disentrifugasi 13.000 x g selama 5 menit pada suhu 4°C sehingga didapatkan pelet dan diulang sebanyak tiga kali. Isolasi DNA dilakukan mengikuti prosedur Wizard® Genomic DNA Purification Kit.
PCR DNA Pengkode 16S rRNA
Isolat bakteri yang terlihat pita DNA genomnya diamplifikasi dengan menggunakan primer DNA pengkode 16S rRNA yaitu 27F (5’ AGA GTT TGA TCM TGG CTC AG 3’), 533F (5’ GTG CCA GCM GCC GCG GTA A 3’) dan 907R (5’ CCG TCA ATT CMT TTG AGT TT 3’), 1492R (5’ GGT TAC CTT GTT ACG ACT T 3’) (Lane,1991). PCR dilakukan dengan mereaksikan 15 µl aquabidest steril, 25 µl 2x PCR Master mix (Qiagen Kit), 1,25µl forward primer (10 pmol/µl, konsentrasi akhir 0,25 pmol/µl), 1,25 µl reverse primer (10 pmol/µl, konsentrasi akhir 0,25 pmol/µl) dan 2 µl ekstrak DNA. Suhu denaturasi 98°C dalam 5 menit dan 95°C dalam 35 detik; annealing dengan suhu 55°C selama 35 detik dan elongasi pada suhu 72°C dalam 90 detik. Total siklus 35 kali. Purifikasi DNA Hasil PCR
Purifikasi hasil PCR dilakukan melalui pemotongan gel agarosa yang mengandung pita DNA hasil PCR. Produk PCR dimurnikan pada 1% gel agarosa mengikuti prosedur PCR clean-up Gel Extraction Nucleospin® Extract II. Produk purifikasi DNA hasil PCR diukur dengan menggunakan NanoDrop spektrofotometer.
Analisis Data Sekuen DNA
Penentuan urutan DNA murni (sequencing) dilakukan dengan mengirimkan DNA hasil purifikasi dari produk PCR ke 1st BASE Singapura. Bioedit software (Tom Hall, Ibis Theraupetics) digunakan untuk analisis data kasar hasil sequencing. Setelah
Tabel 1. Hasil Pengamatan Morfologi Isolat Bakteri WU 021055*
Karakteristik Hasil
Bentuk Koloni Bulat
Bentuk Tepian Koloni Bergerigi
Warna koloni Putih
Bentuk Sel Basil
Warna Sel Ungu
Gram (+/-) +
diketahui alignment sekuen DNA pengkode 16S rRNA dari masing-masing isolat maka sekuen dibandingkan dengan database gen pengkode 16S rRNA menggunakan BLAST online software (www.ncbi.nlm.nih.gov.) untuk menentukan spesies dari isolat dan hubungan kekerabatan dengan spesies bakteri lainnya
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi secara fenotip dilakukan sebagai tahap awal sebelum identifikasi lebih lanjut. Identifikasi fenotip meliputi morfologi isolat bakteri yaitu, bentuk koloni, bentuk tepian koloni, warna koloni dan juga morfologi sel isolat bakteri pada (Tabel 1). Koloni isolat bakteri merupakan sekumpulan dari masa sel yang dapat dilihat secara langsung dengan mata. Semua sel dalam koloni itu sama dan dianggap semua sel tersebut merupakan keturunan (progeny) dari satu mikroorganisme dan mewakili sebagai biakan murni. Penampakan koloni isolat bakteri WU 021055* berbentuk bulat, tepi bergerigi dan berwarna putih. Semua koloni dalam media tumbuh menunjukkan warna dan bentuk koloni yang homogen sehingga dapat disimpulkan bahwa isolat bakteri WU 021055* pada (Gambar 1) dalam media tumbuh tersebut murni.
Pengamatan pewarnaan Gram menunjukkan isolat bakteri WU 021055* bersifat Gram positif dengan bentuk sel basil yang dibandingkan dengan kontrol negatif E. coli dan kontrol positif B. subtilis.
Menurut Jawetz et al (2008) bakteri dibagi dalam golongan Gram positif dan Gram negatif berdasarkan reaksinya terhadap pewarnaan Gram. Bakteri dikatakan Gram negatif apabila sel bakteri berwarna merah dan termasuk Gram positif apabila sel bakteri berwarna ungu. Hasil pewarnaan
isolat bakteri WU 021055* pada Gambar 2 menunjukkan Gram positif dan berbentuk basil. Disimpulkan bahwa isolat bakteri WU 021055* termasuk dalam Genus Bacillus.
Karakterisasi fisiologis isolat bakteri WU 021055* diamati berdasarkan pengamatan uji biokimia. Hasil uji biokimia isolat bakteri WU 021055* menunjukkan hasil positif pada pengujian hidrolisis pati yang ditandai dengan perubahan warna pada media uji. Uji katalase positif ditandai dengan adanya gelembung pada media uji. Isolat bakteri WU 021055* dapat tumbuh optimal pada pH 7. Hal ini ditandai dengan keruhnya media uji pada kondisi pH 7. Pada pengujian fermentasi karbohidrat menunjukkan hasil negatif ditandai dengan tidak terbentuknya gelembung pada tabung durham. Uji pembentukan indol memberikan hasil negatif ditandai dengan tidak terbentuknya cincin merah pada media uji.
Teori dari identifikasi bakteri dengan teknik konvensional adalah membandingkan bakteri yang sedang diidentifikasi dengan bakteri yang telah teridentifikasi sebelumnya. Bila tidak terdapat bakteri yang ciri-cirinya 100% serupa, maka dilakukan pendekatan terhadap bakteri yang memiliki ciri-ciri yang paling menyerupai. Oleh karena itu teknik identifikasi dengan metode konvensional akan selalu menghasilkan suatu bakteri tertentu yang sudah teridentifikasi sebelumnya dan tidak akan dapat menemukan spesies baru (Cowan 1974). Menurut Claus & Barkeley (1986) genus
Bacillus mempunyai sifat fisiologis yang menarik karena tiap-tiap jenis mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Genus
Bacillus ditemui di berbagai lingkungan termasuk udara, tanah, perairan, dan makanan fermentasi. Sravankumar et al.
(2010) juga mengemukakan bahwa bakteri
Gambar 1. (a) Morfologi koloni isolat bakteri WU 021055* pada cawan petri dan (b) Morfologi satu koloni isolat bakteri WU 021055* pada pembesaran 1000 x.
a
J Bioteknol Bios Indon - Vol 2 No 1 Thn 2015
B. aerius memiliki bentuk basil, gram positif, dan hasil uji biokimia (Tabel 2). Hasil karakterisasi fisiologis menunjukkan kesamaan isolat bakteri WU 021055* dengan B. aerius yang diteliti sebelumnya.
Pada penelitian Setiawan (2013) isolat bakteri WU 021055* menunjukkan aktivitas fibrinolitik ditandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar koloni bakteri yang diuji pada media fibrin agar. Enzim fibrinolitik merupakan kelompok enzim protease yang mampu mendegradasi fibrin atau fibrinogen. Enzim fibrinolitik dapat diaplikasikan pada penderita trombosis karena enzim ini dapat menghancurkan fibrin dalam bekuan darah menjadi produk degradasinya yang lebih larut dalam darah (Sajuthi et al. 2010). Dilaporkan dalam penelitian Zhang et al (2012), bahwa B. aerius memiliki protein dengan aktivitas trombolitik, antikoagulan, dan hemolisis. Hal ini menunjukkan bahwa isolat bakteri WU 021055* memiliki kesamaan aktivitas fibrinolitik dengan B. aerius.
Karakterisasi secara molekuler menggunakan sekuen 16S rRNA sebagai kunci identifikasi. Analisis 16S rRNA
Gambar 2. Hasil pewarnaan Gram (a) Isolat Bakteri WU 021055*(+); (b) Kontrol (-) E.coli; (c) Kontrol (+) B. Subtilis. Pewarnaan Gram
dengan umur kultur 24-48 jam pada pembesaran 1000 x
Tabel 2.Hasil Uji Biokimia Isolat Bakteri WU 021055*
Pengujian Karakteristik B. aerius (Sravankumar 2010) Hasil (+/-) pengamatan Hidrolisis pati + + Katalase + + Fermentasi karbohidrat:: a. sukrosa - - b. fruktosa - - c. glukosa - - d. laktosa - - Pengaruh pH: a. pH 3 - b. pH 5 - c. pH 7 + d. pH 9 + Pembentukan indol - - Keterangan:
1. Hidrolisis pati (+) terdapat perubahan warna 2. Katalase (+) terdapat
gelembung
3. Fermentasi karbohidrat: a. sukrosa (-) tidak ada
gelembung
b. fruktosa (-) tidak ada gelembung
c. glukosa (-) tidak ada gelembung d. laktosa (-) tidak ada
gelembung 4. Pengaruh pH a. pH 3 (-) tidak terjadi perubahan warna b. pH 5 (-) tidak terjadi perubahan warna c. pH 7 (+) larutan terjadi kekeruhan d. pH 9 (+) larutan terjadi kekeruhan 5. Pembentukan Indol (-)
tidak terdapat cincin merah
menggunakan prinsip PCR yaitu melibatkan beberapa siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai cetakan DNA, penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (elongasi) primer atau reaksi polimerisasi yang dikatalisis oleh DNA polimerase. Dalam proses PCR diperlukan DNA kromosom sebagai template yaitu sebagai cetakan untuk pembentukan molekul DNA baru melalui isolasi DNA kromosom.
Hasil isolasi DNA kromosom pada Gambar 3 menunjukkan adanya satu pita di atas 10.000 bp jika dibandingkan dengan marker 1 kb. Pada umumnya ukuran DNA kromosom bakteri berukuran lebih dari 10.000 bp. Ukuran DNA kromosom yang tidak dapat ditentukan, namun ukuran tersebut dapat diindikasikan bahwa pita DNA
a
a
b
b
c
c
tersebut merupakan DNA kromosom bakteri dan bukan merupakan plasmid atau DNA organel. DNA organel misalnya DNA mitokondria atau DNA kloroplas tidak terdapat dalam sel bakteri karena sel bakteri tidak memiliki organel tersebut sehingga dapat dipastikan DNA tersebut adalah DNA kromosom.
Amplifikasi dengan PCR 16S rRNA dilakukan menggunakan primer universal yang dapat mengamplifikasi keseluruhan gen pada bakteri berdasarkan daerah konservatif dari gen pengkode 16S rRNA. Hasil amplifikasi DNA pengkode 16S rRNA menunjukkan bahwa pita DNA hasil PCR dengan pasangan primer yang pertama 27F dan 907R tampak sejajar dengan pita DNA marker yang berukuran 900 bp. Hal ini relevan dengan hasil yang diharapkan yaitu fragmen DNA berukuran 873 bp yang berkisar
di pita DNA marker tersebut. Pita DNA hasil PCR dengan pasangan primer yang kedua yaitu 533F dan 1492R berada pada kisaran fragmen marker yang berukuran 1000 bp. Hasil ini sesuai dengan ekspektasi ukuran hasil PCR menggunakan primer tersebut yaitu 959 bp.
Selanjutnya, untuk mendapatkan produk PCR yang murni dan tidak terkontaminasi oleh sisa-sisa PCR perlu dilakukan pemurnian produk PCR. Pemurnian ini penting dilakukan agar proses
sequencing DNA berlangsung dengan baik dan mendapatkan kualitas yang baik pula. DNA sampel yang memiliki kualitas kemurnian yang baik yaitu memiliki nilai 1,7-2,0 dari perbandingan A260/A280 (Oswald 2007). Nilai pengukuran kemurnian hasil purifikasi produk PCR termasuk dalam rentang murni yaitu antara 1,7-2,0. Konsentrasi sampel DNA dapat dihitung
Tabel 3. Beberapa organisme yang memiliki kemiripan terdekat dengan isolat bakteri WU 021055* berdasarkan urutan nuklotida DNA pengkode 16S rRNAnya.
Description Max score Total score Query cover E value Ident.
Bacillus aerius strain 24K 16S ribosomal RNA gene, partial sequence 1482 1482 100% 0.0 99%
Bacillus stratosphericus strain 41KF2a 16S ribosomal RNA gene, partial sequence 1482 1482 100% 0.0 99%
Bacillus altitudinis strain 41KF2b 16S ribosomal RNA gene, partial sequence 1482 1482 100% 0.0 99%
Bacillus stratosphericus strain 41KF2a 16S ribosomal RNA gene, partial sequence 1478 1478 99% 0.0 99%
Bacillus safensis strain NBRC 100820 16S ribosomal RNA gene, partial sequence 1459 1459 100% 0.0 98%
Bacillus pumilus strain NBRC 12092 16S ribosomal RNA gene, partial sequence 1459 1459 100% 0.0 98%
Gambar 3. Elektroforegram hasil isolasi DNA kromosom isolat bakteri asal perairan pantai Papuma, Jember.
Gambar 4. Elektroforegram hasil pemurnian produk PCR DNA pengkode 16S rRNA isolat WU 021055* melalui elektroforesis gel agarosa.
J Bioteknol Bios Indon - Vol 2 No 1 Thn 2015
dengan membandingkan intensitas pita DNA sampel dengan konsentrasi masing-masing pita DNA marker (Oswald 2007). Hasil PCR Amplifikasi DNA pengkode 16S rRNA yang telah dimurnikan dan diukur konsentrasinya melalui NanoDrop Spektro-fotometri dapat dilihat pada Gambar 4.
Hasil amplifikasi PCR gen 16S rRNA yaitu 873 bp pada pasangan primer yang pertama 27F dan 907R serta pasangan primer yang kedua 533F dan 1492R yaitu 959 bp kemudian dilakukan sequencing. Proses sekuensing dilakukan dengan menggunakan jasa 1st BASE. Hasil pembacaan fragmen DNA berupa untai tunggal. Pada penelitian ini data
sequencing yang diperoleh berupa sekuen utuh DNA pengkode 16S rRNA isolat WU 021055* yang telah diolah secara manual menggunakan software BioEdit menjadi input program BLAST. Hasil sekuen utuh 16S rRNA pada penelitian didapatkan 835 bp, panjang urutan basa nukleotida tersebut cukup mampu mengidentifikasi isolat hingga tingkat genus dan pembacaan tingkat spesies dalam gen
pengkode 16S rRNA untuk
mengidentifikasi isolat bakteri. Hasil analisis sekuen DNA pengkode 16S rRNA menunjukkan blast sekuen WU 021055* dengan data 16S rRNA di Gene Bank. Beberapa organisme yang memiliki homologi tertinggi (99%) dengan isolat bakteri WU 021055* dapat dilihat pada (Tabel 3).
Menurut Drancourt (2000) berdasarkan data urutan gen pengkode 16S rRNA, homologi dengan nilai ≥99% menunjukkan bahwa spesies yang dibandingkan merupakan spesies yang sama, sedangkan homologi dengan nilai ≥97% dinyatakan bahwa isolat yang dibandingkan berada pada genus yang sama dan homologi antara 89-93% menunjukkan famili yang berbeda. Tetapi hal ini perlu ditelusuri melalui analisis filogenetik dengan melihat percabangan yang dibentuk oleh isolat melalui pengamatan posisi yang ditempati diantara spesies yang lain atau spesies pembandingnya. Pohon filogeni pada Gambar 5 menunjukkan bahwa isolat WU 021055* terletak sejajar dengan B. aerius yang berarti bahwa isolat WU 021055* merupakan B. aerius.
Gambar 5. Pohon filogeni yang menunjukkan hubungan kedekatan isolat WU 021055* dengan bakteri yang terdapat di Gene Bank
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil pemeriksaan morfologi bakteri dan uji biokimia menujukkan bahwa isolat bakteri WU 021055* memiliki ciri yang sama dengan
Bacillus aerius. Berdasarkan hasil analisis sekuen dengan menggunakan program BLAST pada sekuen utuh hasil editing produk sequencing DNA pengkode 16S rRNA, isolat bakteri WU 021055* merupakan Bacillus aerius dengan presentase kemiripan 99%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih diucapkan kepada DIPA Universitas Jember yang telah membiayai penelitian ini melalui program Fundamental Nasional 2014 DIKTI.
DAFTAR PUSTAKA
Cappucino JG & N Sherman (1987) Microbiology, A Laboratory Manual. California. Menko Park The Benjamin/ Cummins Publishing Company, Menlo Park, California.
Chasanah E (2009) Marine biodiscovery research In Indonesia: challenges and rewards. J Coastal Dev 12(1):1-12. Claus D & CW Berkeley (1984)
Endospore-Forming Rods and Cocci. Dalam: NR Krieg & JG Jolt (ed.), Bergeys Manual of Determinative Bacteriology. Williams and Wilkins, Baltimore: 529–551. Cowan ST (1974) Manual for the
Identification of Medical Bacteria. Cambridge University Press, London. Drancourt M, C Bollet, A Carlioz, R Martelin,
JP Gayral, D Raoult (2000) 16S ribosomal DNA sequence analysis of a large collection of environmental and clinical unidentifiable bacterial isolates. J Clin Microbiol 38(10):3623-3630. Escobar CE, DM Harmaening, VL Simmons,
Smith, KM Moore, J Wyrick-Glatzel (2002) Introduction to Hemostasis. Dalam: DM Harmening (ed.), Clinical Hematology and Fundamentals of Hemostasis. (Edisi Keempat) FA Davis, Philadelphia.
Jawetz M & Adelberg (2008) Mikrobiologi Kedokteran. Alih Bahasa oleh Huriwati Hartanto. Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta.
Lane DJ, B Pace, GJ Olsen, DA Stahl, ML Sogin, NR Pace (1985) Rapid determination of 16S ribosomal RNA sequences for phylogenetic analyses. Proc Natl Acad Sci USA 82(20):6955–6959.
Sravankumar G, YVK Durgaprasad, T Ramana, Hasasreeramulu, CSLV Devi (2010) Isolation and identification of bacteria from marine biofilm on the artificial plat forms (iron panels) from Visakhapatham coast, India. Indian J Mar Sci 43(6):955-959.
Kumada K, T Onga, H Hoshino (1994) The effect of natto possessing a high fibrinolytic activity in human plasma. Igaku to Seibutsugaku 128(3):117-119. Oswald N (2007) Quick reference:
Determining DNA Concentration and
Purity. [online]
http://bitesizebio.com/13501/dna-concentration-purity/ diakses 17 Desem-ber 2015.
Prasad S, RS Kashyap, JY Deopujari, HJ Purohit, GM Taori, HF Daginawala (2007) Effect of Fagonia Arabica (Dhamasa) on in vitro Thrombolysis. BMC Complem Altern Med 7(1):36. Setiawan A (2013) Skrining Agen Fibrinolitik
Isolat Bakteri dari Perairan pantai papuma kabupaten jember. Skripsi fakultas kesehatan masyarakat Universitas Jember.
Sajuthi, Suparto, Yanti, Praira (2010) Purifikasi dan Pencirian Enzim Protease Fibrinolitik dari Ekstrak Jamur Merang. Makara Sains 14(2):145-150.
World Health Organization (2008) The World Health Report 2008: Primary Health Care Now More Than Ever. Geneva: WHO Library Cataloguing-in-Publication. Zhang X, Yuan Hongshui, Xin Xin Zhu
Baocheng (2012) Enzymological Properties and Thrombolysis Effect in Vitro of Fibrinolytic Enzyme S-7FE-1. J Chin Ins Food Sci Tech 10:013. Jurnal online
http://en.cnki.com.cn/Article_en/CJFDT OTAL-ZGSP201210013.htm diakses 12 Juli 2015.
VOLUME 2 NOMOR 1 JUNI 2015
ISSN 2442 - 2606
JURNAL
BIOTEKNOLOGI & BIOSAINS INDONESIA
Homepage: http://ejurnal.bppt.go.id
AKTIVITAS LIGNINOLISIS DARI BASIDIOMYCETES YANG DAPAT
DIPAKAI UNTUK BIODEGRADASI DIOKSIN
Ligninolytic Activity of Basidiomycetes Applicable for Dioxin Biodegradation
Nuki Bambang NugrohoBalai Pengkajian Bioteknologi BPPT
Gedung 630 Kawasan PUSPIPTEK, Setu, Tangerang Selatan, Banten 15314 E-mail: nuki.bambang@bppt.go.id
ABSTRACT
Chemical compounds belonging to dioxin group are known to be highly toxic environmental pollutant. Polychlorinated dibenzo-p-dioxin and polychlorinated dibenzofuran are produced during organic materials burning process. Pentachlorophenol, a compound similar to dioxin, is widely used as wood preservative, fungicide, bacteriocide, herbicide, algicide and insecticide. Some white-rot fungi have potential to produce lignin degrading enzyme and degrade dioxin compounds. The diversity of white-rot fungi in Indonesia provides potential source for environmental pollutant-degrading microorganisms. In this study, basidiomycetes were isolated from fruiting body and rotted wood samples which were collected from seven provinces in Indonesia. Three hundred seventy basidiomycete isolates were screened for dioxin degrading activity using dye-decolorization method. The result indicated that sixty isolates had dioxin degrading activity, three of which showed significant activity.
Keywords: Ligninolytic, basidiomycetes, biodegradation, dioxin, fungus
ABSTRAK
Senyawa-senyawa kimia dalam kelompok dioksin telah diketahui sebagai polutan lingkungan yang sangat beracun. Dibenzo-p-dioksin terpoliklorinasi dan dibenzofuran terpoliklorinasi dihasilkan selama proses pembakaran bahan-bahan organik. Pentaklorofenol, suatu senyawa mirip dioksin, banyak digunakan sebagai pengawet kayu, fungisida, bakterisida, herbisida, algisida dan insektisida. Beberapa jamur pelapuk putih memiliki potensi untuk menghasilkan enzim pengurai lignin dan mendegradasi senyawa-senyawa dioksin. Keanekaragaman jamur pelapuk putih di Indonesia yang tinggi merupakan sumber potensial mikroorganisme pengurai polutan lingkungan. Pada kajian ini, basidiomisetes diisolasi dari sampel-sampel tubuh buah dan kayu lapuk yang diambil dari tujuh provinsi di Indonesia. Tiga ratus tujuh puluh isolat basidiomisetes telah diseleksi aktivitasnya sebagai pendegradasi dioksin. Metode dye-decolorization digunakan pada seleksi ini. Hasil seleksi menunjukkan bahwa enam puluh isolat basidiomisetes memiliki aktivitas sebagai pendegradasi dioksin, tiga isolat di antaranya menunjukkan aktivitas tertinggi.
PENDAHULUAN
Jaringan kayu terdiri atas tiga biopolimer utama; selulosa, hemiselulosa dan lignin. Lignin merupakan polimer aromatik sangat tidak beraturan yang disintesis pada tanaman oleh reaksi polimerisasi p -hidroksisinamil alkohol tersubstitusi. Reaksi polimerisasi ini dikatalisis oleh enzim peroksidase. Beberapa mikroorganisme, khususnya jamur pelapuk putih, dapat mendegradasi polimer lignin yang kompleks.
Phanerochaete chrysosporium merupakan jamur pelapuk putih yang sering dipakai pada penelitian biodegradasi lignin (ligninolisis). Ligninolisis hanya terjadi jika ada substrat lain yang dapat didegradasi (Field et al. 1993). Setelah pertumbuhan awal P. chrysosporium
berhenti karena keterbatasan karbon, nitrogen atau belerang, ligninolisis mulai terjadi.
Ligninolisis merupakan proses tidak spesifik. Senyawa yang memiliki struktur aromatik (seperti senyawa xenobiotic) sangat mudah didegradasi oleh enzim ligninolisis. Senyawa-senyawa kimia dalam kelompok dioksin telah diketahui sebagai polutan lingkungan yang sangat beracun. Dibenzo-p -dioksin terpoliklorinasi (polychlorinated dibenzo-p-dioxin / PCDD) dan dibenzofuran terpoliklorinasi (polychlorinated dibenzofuran / PCDF) dihasilkan pada proses pembakaran bahan-bahan organik (Valli et al. 1992; Wittich 1998). Pentaklorofenol (pentachloro-phenol / PCP), suatu senyawa mirip dioksin, banyak digunakan sebagai pengawet kayu, fungisida, bakterisida, herbisida, algisida dan insektisida. Banyak senyawa xenobiotic, seperti PCDD, PCDF, polycyclicaromatichydrocarbon (PAH), fenol terklorinasi, polychlorinated biphenyl
(PCB), pestisida dan senyawa-senyawa pewarna, dapat dioksidasi pada kultur jamur pelapuk putih (Kamei & Kondo 2005; Mori & Kondo 2002a, 2002b, 2002c, Field & Sierra-Alvarez 2008). Jamur dapat mendegradasi PCDD/PCDF pada kondisi aerob. Jamur menggunakan enzim (lignin peroksidase atau mangan peroksidase) untuk mengoksidasi molekul dari senyawa PCDD / PCDF (Urbaniak 2013). Selain jamur, bakteri yang diisolasi dari tanah terkontaminasi dioksin dapat mendegradasi fenol, dan hal ini
menunjukkan juga kemampuan
mendegradasi PCDD/PCDF (Bui et al. 2012). Beberapa enzim terlibat pada
ligninolisis terutama lignin peroksidase (LiP) dan mangaan peroksidase (MnP). Beberapa jamur pelapuk putih (white-rot fungi) diketahui menghasilkan enzim LiP, salah satu enzim pengurai lignin (Buckley et al. 1998). Enzim LiP yang dimurnikan dapat mengoksidasi beberapa senyawa PAH menjadi PAH kinon, PCP menjadi tetrakloro-p-benzokinon, dan memecah diklorodibenzo-p-dioksin (dichlorodibenzo-p-dioxin / DCDD). Proses penguraian dioksin tidak hanya dilakukan oleh LiP, tetapi juga dibantu oleh MnP dan
laccase (Lac). Beberapa jamur pelapuk putih, tetapi bukan P. Chrysosporium, juga menghasilkan enzim Lac. Enzim ini merupakan enzim yang bekerja pada o-kinol,
p-kinol dan amino fenol. Lac berperan pada polimerisasi fenol dan oksidasi senyawa aromatik bukan fenol. Enzim dehalogenase dapat mendegradasi PCDD yang memiliki lebih dari empat subtituen klorin (Sakaki & Munetsuna 2010).
Metode seleksi enzim oksidase, khususnya Lac dan peroksidase, biasanya berdasarkan reaksi pembentukan atau
penghilangan warna sehingga
pendeteksiannya mudah dilakukan. Penghilangan warna pada senyawa pewarna merupakan indikator terjadinya oksidasi awal senyawa-senyawa xenobiotic dan lignin (Pasti & Crawford 1991). Jamur pelapuk putih dapat mendegradasi senyawa-senyawa dioksin karena struktur kimia dioksin mirip dengan sebagian struktur lignin. Enzim peroksidase dihasilkan oleh jamur pelapuk putih mengkatalisis oksidasi lignin dan senyawa aromatik menyerupai lignin. Senyawa pewarna seperti Remazol Brilliant Blue R, Poly B-411, Poly R-478, Poly R-481, Poly S-119, Poly T-128 dan Poly Y-606 dapat mengalami penghilangan warna oleh jamur pendegradasi lignin (Glenn & Gold 1983; Platt et al. 1985; Pasti & Crawford 1991; Ollikka et al. 1993).
BAHAN DAN METODE Sampel
Sampel kayu lapuk dan tubuh buah basidiomisetes diambil dari 7 provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Barat, Jawa Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Bali dan Lombok. Sampel untuk isolasi basidiomisetes adalah kayu lapuk dan tubuh buah basidiomisetes.
J Bioteknol Bios Indon - Vol 2 No 1 Thn 2015
Seleksi Basidiomisetes sebagai pengurai dioksin dilakukan dengan metode dye decolorization. Basidiomisetes yang menunjukkan aktivitas pengurai dioksin selanjutnya diisolasi dengan metode single
myceliumtransfer. Metode Seleksi
Metode seleksi awal (primary screening method) mengadopsi metode dye decolorization sebagaimana diuraikan oleh Sato et al. (2002). Senyawa pewarna Remazol brilliant blue R (RBBR) mengalami pengurangan / penghilangan warna oleh jamur pendegradasi lignin, sehingga penghilangan warna ini merupakan indikator yang baik untuk mengetahui oksidasi awal senyawa xenobiotic dan lignin (Pasti & Crawford 1991). Seleksi awal dilakukan dengan menginokulasikan sampel langsung ke permukaan media pewarna yang terdiri atas dua lapis. Lapis atas: 0,5% malt extract (Difco Laboratories, detroit, MI, USA), 1% agar dan 1% RBBR. Lapis bawah: Czapek Dox agar (Difco Laboratories, detroit, MI, USA). Benomyl 20 mg/L (Aldrich Chemical Co. Inc., Milwaukee, WI, USA) ditambahkan ke lapis atas media untuk menghambat pertumbuhan jamur-jamur yang tidak diinginkan.
Isolat yang terseleksi dengan dye decolorization diseleksi lanjut mengikuti
secondary screening method (Gambar 1) (Sato et al. 2002). Setiap isolat yang terseleksi dengan dye decolorization
ditransfer ke dalam empat labu Erlenmeyer 50 mL bertutup gelas berisi 5 mL medium rendah nitrogen (Tien & Kirk 1988), dan dipreinkubasi pada 25oC selama 10 hari. Setelah preinkubasi, 20 µl 2,7-DCDD (AccuStandard Inc., New Haven, CT, USA. dilarutkan dalam N,N-dimethylformamide / DMF) ditambahkan ke dalam dua labu sampai konsentrasi akhir 2,7-DCDD 10 µM (kultur inkubasi 15 hari: A). Tutup labu Erlenmeyer dilapis rekat dengan pita Teflon setelah penambahan 2,7-DCDD. Selama 15 hari inkubasi pada 25oC, 250 µl larutan glukosa 20% (konsentrasi akhir 1%) ditambahkan dua kali dan oksigen ditambahkan empat kali ke dalam kultur (Gambar 1). Dua puluh mikroliter DMF (tanpa 2,7-DCDD) ditambahkan ke dalam dua labu lainnya (kultur kontrol: B), kemudian diperlakukan (inkubasi, penambahan glukosa
dan penambahan oksigen) seperti kultur A. Satu hari sebelum akhir masa inkubasi, 2,7-DCDD ditambahkan ke dalam kultur B, DMF ditambahkan ke dalam kultur A. Setelah inkubasi selesai, dilakukan perbandingan jumlah 2,7-DCDD tersisa dalam kultur A dan B.
Untuk mengambil 2,7-DCDD yang tersisa dalam kultur, dilakukan mengikuti Sato et al. (2002). Asam sulfat pekat sebanyak 5 mL ditambahkan sebelum ekstraksi dengan n-heksana (tiga bagian masing-masing 10 mL) (Takada et al. 1996). Fraksi n-heksana dikumpulkan dan dicuci dengan aquades. Fraksi dikeringkan dalam desikator dengan penyerap air natrium sulfat kemudian dipekatkan sampai 0,1 mL. Konsentrasi 2,7-DCDD ditentukan dengan GC-MS mengikuti kondisi yang dijelaskan oleh Sato et al. (2002). Antrasena digunakan sebagai internal standar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari isolasi ini diperoleh 370 isolat basidiomisetes, 60 di antaranya menunjukkan aktivitas penghilangan warna senyawa RBBR (Tabel 1). Perbandingan jumlah isolat aktif penghilang warna RBBR terhadap total isolat pada setiap lokasi sampel berkisar dari 6% sampai 38%. Isolat-isolat aktif penghilang warna RBBR diseleksi lebih lanjut menggunakan secondary screening method.
Persentase 2,7-DCDD yang tersisa dalam kultur A dan B ditunjukkan pada Tabel 2 dan Gambar 2. Dari 60 isolat yang diseleksi menggunakan secondary screening method diperoleh 12 isolat dengan kemampuan degradasi dioksin. Sebagian besar isolat ini menunjukkan laju recovery
2,7-DCDD yang mirip untuk kedua perlakuan
Tabel 1. Aktivitas penghilangan warna RBBR oleh isolat basidiomisetes
Lokasi peng-ambilan sampel
Jumlah isolat basidiomisetes isolat dikoleksi isolat aktif persentase isolat aktif Sumatera Barat 62 15 24% Jawa Barat 34 2 6% Kalimantan Timur 71 6 8% Sulawesi Selatan 105 11 10% Sulawesi Utara 39 11 28% Bali 26 10 38% Lombok 33 5 15% Total 370 60 16%
(A dan B). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar isolat hanya memiliki kemampuan kecil dalam mendegradasi dioksin, kecuali isolat KT-BS, KT-BB dan SS-MN. Isolat KT-BS dan KT-BB diisolasi dari sampel asal Bukit Suharto dan Bukit Bangkirai Kalimantan Timur, sedangkan isolat SS-MN berasal dari sampel Malino Sulawesi Selatan. Perbedaan recovery
2,7-DCDD ditunjukkan isolat KT-BS (23%), KT-BB (27%) dan SS-MN (18%). Perbedaan recovery 2,7-DCDD oleh ketiga isolat ini menunjukkan kemampuan degradasi dioksin yang nyata. Kemampuan ketiga isolat pendegradasi dioksin ini lebih besar dibandingkan galur pendegradasi dioksin,
Phanerochaete sordida YK-624 (5%) (Sato et al. 2002).
Tabel 2.Recovery 2,7-DCDD dari kultur inkubasi 15 hari dan 1 hari (kontrol) Isolat Recovery 2,7-DCDD inkubasi 15 hari (A) inkubasi 1 hari = kontrol (B) perbedaan (B-A) SB-7 100% 98% -2% SB-13 88% 92% 3% JB-17 78% 79% 2% KT-BS 76% 99% 23% KT-BB2 64% 91% 27% SS-MN 82% 100% 18% SU-12 75% 76% 1% SU25 67% 73% 6% BL-11 71% 69% -2% BL-18 56% 66% 10% LB-18 39% 39% 0% LB-24 38% 30% -8% YK-624* 5%
*data dari Sato et al. (2002)