• Tidak ada hasil yang ditemukan

MERSI MEILINA H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MERSI MEILINA H"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

(STUDI KASUS PUSAT PENELITIAN EKONOMI

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA)

Oleh

MERSI MEILINA

H24097073

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

ANALISIS ASET PENGETAHUAN DALAM MEMFASILITASI

PROSES PENCIPTAAN PENGETAHUAN ORGANISASI

(STUDI KASUS PUSAT PENELITIAN EKONOMI

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Program Sarjana Alih Jenis Manajemen

Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

MERSI MEILINA

H24097073

           

PROGRAM SARJANA ALIH JENIS MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(3)

Memfasilitasi Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi (Studi Kasus Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Di bawah bimbingan ANGGRAINI SUKMAWATI.

Era globalisasi ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat serta ditunjang inovasi di berbagai kehidupan. Saat ini, pengetahuan telah menjadi basis penting di dalam sebuah organisasi modern. Pengetahuan yang dimiliki individu-individu sebagai sumber daya manusia diciptakan melalui interaksi dan interseksi antara pengetahuan tacit dengan pengetahuan eksplisit. Proses penciptaan tersebut melibatkan proses konversi pengetahuan yang terdiri dari empat model, yaitu sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi. Elemen kunci yang memfasilitasi proses penciptaan pengetahuan adalah aset-aset pengetahuan yang terdiri dari aset eksperiensial, aset konseptual, aset sistemik, dan aset rutin. Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) merupakan salah satu lembaga penelitian yang mengembangkan pengetahuan sebagai bahan baku dalam melakukan inovasi. Perilaku inovatif tersebut dapat terbentuk apabila proses penciptaan pengetahuan difasilitasi oleh aset-aset pengetahuan.

Berdasarkan hal tersebut, maka tujuan penelitian adalah (1) untuk mengidentifikasi aset-aset pengetahuan yang dimiliki P2E LIPI, (2) untuk mengidentifikasi proses penciptaan pengetahuan di P2E LIPI, dan (3) untuk menganalisis peran aset-aset pengetahuan dalam proses penciptaan pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi pada P2E LIPI. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur, baik dari buku, jurnal, dan skripsi. Responden dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai P2E LIPI yang berjumlah 65 orang. Teknik penarikan sampel menggunakan total sampling atau sampling jenuh, dimana populasi merangkap sebagai sampel penelitian. Analisis data yang digunakan adalah analisis korelasi kanonikal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aset pengetahuan eksperiensial memiliki korelasi yang lebih besar terhadap proses eksternalisasi sebesar 0,22 dan kombinasi sebesar 0,45. Aset pengetahuan eksperiensial adalah pengetahuan tacit yang dibangun melalui kebersamaan, pengalaman bersama dalam organisasi atau pengalaman bekerja sama diantara karyawan, pelanggan, pemasok, atau organisasi afiliasi. Aset pengetahuan konseptual memiliki korelasi yang lebih besar terhadap proses sosialisasi sebesar 0,41 dan internalisasi sebesar 0,43. Aset pengetahuan konseptual adalah pengetahuan eksplisit yang diartikulasikan melalui pencitraan, simbol, dan bahasa. Aset ini didasarkan pada persepsi pelanggan dan karyawan. Sedangkan aset pengetahuan sistemik dan rutin terbukti memiliki korelasi lemah terhadap proses penciptaan pengetahuan di P2E LIPI.

(4)

Judul Skripsi : Analisis Aset Pengetahuan Dalam Memfasilitasi Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi (Studi Kasus Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)

Nama : Mersi Meilina

NIM : H24097073

Menyetujui Pembimbing,

(Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM) NIP. 196710201994032001

Menyetujui

Ketua Departemen Manajemen

(Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc) NIP. 196101231986011002

(5)

v  

Penyusunan skripsi ini dibantu oleh banyak pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penyelesaian skripsi ini. ucapan terima kasih diberikan kepada:

1. Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis.

2. Bapak Drs. Darwin, M.Sc selaku Kepala Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, Ibu Diah Setiari Suhodo, SE, M.Econ St. selaku Kepala Sub Bidang Dokumentasi dan Informasi, Mba Dwi Untari, S.Sos selaku Pustakawan Pertama, dan Ibu Yanti yang telah menerima dan membantu penulis dalam melakukan penelitian di P2E LIPI.

3. Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.

4. Farida Ratna Dewi, SE, MM dan R. Dikky Indrawan, SP, MM selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji penulis pada waktu sidang.

5. Teman-teman satu bimbingan: Tito, Gita, Fika, Anthy. Teman-teman seperjuangan: Meisha, Tiara, Stefanny, Sindi, Andrew, Reza, Rivaldi. Teman-teman Alih Jenis Manajemen angkatan 7. Terima kasih untuk kenangan suka dan duka, kebersamaan, bantuan, semangat, dan doa.

6. Teman-teman KPDG: Danica, Esther, Meiry, Tora, Bunti, Harnes, Sam, dan Saut untuk kata-kata motivasi dan dukungan doa.

7. Anak-anak rohaniku tersayang: Christine, Gaby, Genduk, Rita, Brian, dan Leo untuk semangat dan dukungan doa.

8. Saudara-saudariku di POUK Lenteng Agung dan BNKP Depok utk dukungan doa.

9. Adik-adik tercinta: Eva Ruth Nadia, Yakub Bebalazi, Devonne Reuven Solui, Mama Talu, Kakak Maeni, Nataria, Abang Benison, Abang Hari,

(6)

vi  

Abang Yoni, dan seluruh saudara yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan program Sarjana. 10. Orang tua tercinta: Azokhigo Daeli dan Riana Syahriah Lawolo yang telah

memberikan dukungan moral dan mendidik penulis agar selalu menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat.

11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

(7)

iii   

Penulis lahir di Jakarta, 27 Mei 1988. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Azokhigo Daeli dan Riana Syahriah Lawolo.

Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar (SD) Kartika XI-5 di Jakarta tahun 2000. Selanjutnya menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 98 di Jakarta tahun 2003. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 38 di Jakarta. Penulis melanjutkan pendidikan ke Diploma (D3) jurusan Administrasi Niaga di Politeknik Negeri Jakarta, Depok dan selesai pada tahun 2009. Setelah menamatkan pendidikan D3, penulis melanjutkan ke Program Sarjana Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen di Institut Pertanian Bogor, Bogor dan selesai pada tahun 2012.

(8)

iv

 

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Aset Pengetahuan Dalam Memfasilitasi Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi (Studi Kasus Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)”. Skripsi ini dibuat sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Program Alih Jenis Manajemen, Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Skripsi ini membahas mengenai aset pengetahuan sebagai elemen kunci dalam memfasilitasi proses penciptaan pengetahuan di Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2E LIPI). Aset pengetahuan terdiri dari aset pengetahuan eksperiensial, konseptual, sistemik, dan rutin. Proses penciptaan pengetahuan terdiri dari proses sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi kanonikal. Penelitian ini diharapkan dapat membantu perusahaan dalam membentuk perilaku inovatif yang mendukung tercapainya visi dan misi P2E LIPI.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan penulis untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Juni 2012

Penulis

(9)

vii  

Halaman RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR GAMBAR ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi I. PENDAHULUAN ... 1 1.1.Latar Belakang ... 1 1.2.Perumusan Masalah ... 5 1.3.Tujuan Penelitian ... 5 1.4.Manfaat Penelitian ... 6

1.5.Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II.TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Data, Informasi, dan Pengetahuan ... 7

2.2. Manajemen Pengetahuan ... 9

2.3. Manfaat Manajemen Pengetahuan ... 13

2.4. Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi ... 15

2.5. Penelitian Terdahulu ... 23

III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Kerangka Pemikiran ... 27

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 28

3.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 30

3.4.1. Uji Validitas ... 30

3.4.2. Uji Reliabilitas ... 32

3.4.3. Analisis Korelasi Kanonikal ... 33

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 38

4.1.1. Tugas Pokok dan Fungsi ... 39

4.1.2. Visi dan Misi ... 41

4.1.3. Struktur Organisasi ... 41

4.2. Karakteristik Responden ... 41

(10)

viii  

4.4. Proses Penciptaan Pengetahuan pada Pusat Penelitian Ekonomi

LIPI ... 49

4.5. Korelasi Kanonikal ... 53

4.5.1. Korelasi Antar Peubah Aset Pengetahuan ... 53

4.5.2. Korelasi Antar Peubah Proses Penciptaan Pengetahuan ... 53

4.5.3. Fungsi Kanonik ... 54

4.5.4. Bobot Kanonikal ... 54

4.5.5. Beban Kanonikal ... 55

4.5.6. Muatan Kanonikal ... 56

4.5.7. Korelasi Antara Aset Pengetahuan dengan Proses Penciptaan .. Pengetahuan ... 56

4.7. Implikasi Manajerial ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

1.Kesimpulan ... 60

2. Saran ... 60 DAFTAR PUSTAKA

(11)

ix  

No. Halaman

1. Tingkat Reliabilitas Alpha Cronbach ... 33

2. Komposisi Pegawai Berdasarkan Jabatan Fungsional... . 42

3. Jenis Kelamin Responden... ... 42

4. Aset Pengetahuan di Pusat Penelitian Ekonomi LIPI... .. 45

5. Proses Penciptaan Pengetahuan di Pusat Penelitian Ekonomi LIPI ... ... 50

6. Rekapitulasi Aset Pengetahuan di Pusat Penelitian Ekonomi LIPI... ... 52

7. Rekapitulasi Proses Penciptaan Pengetahuan di Pusat Penelitian Ekonomi LIPI ... 52

(12)

x  

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Dari Data Ke Pengetahuan ... 8

2. Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi ... 17

3. Model Konversi Pengetahuan ... 21

4. Kerangka Pemikiran ... 29

5. Tahap Analisis Korelasi Kanonikal ... 35

6. Diagram Jalur Analisis Korelasi Kanonikal ... 36

7. Distribusi Umur Responden ... 42

8. Distribusi Pendidikan Responden ... 42

9. Masa Kerja Responden ... 43

10. Diagram Jalur Analisis Korelasi Kanonikal ... 55

11. Model Kontribusi Aset Pengetahuan Terhadap Proses Penciptaan Pengetahuan pada Pusat Penelitian Ekonomi LIPI... .... 56

(13)

xi  

No. Halaman

1. Struktur Organisasi Pusat Penelitian Ekonomi LIPI ... 63

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner... .. 64

3. Hasil Korelasi Variabel Independen dan Dependen... . 67

4. Hasil Korelasi Kanonik... ... 68

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat serta ditunjang inovasi di berbagai bidang kehidupan. Setelah era efisiensi pada tahun 1950 dan 1960, era kualitas pada tahun 1970 dan 1980, dan era fleksibilitas pada tahun 1980 dan 1990, sekarang dunia menghadapi era inovasi (Janszen, 2000). Era inovasi muncul karena situasi organisasi saat ini dipengaruhi oleh banyak sekali perubahan yang berjalan cepat dan sulit diramalkan. Perubahan-perubahan tersebut terutama disebabkan oleh pesatnya perkembangan teknologi dan informasi. Teknologi dan informasi menjadi kata kunci penting dalam era ini. Kumpulan informasi yang tersistemasi dengan teknologi yang baik akan membentuk sebuah pengetahuan. Pengetahuan inilah yang pada akhirnya menjadi basis penting di dalam jantung organisasi modern saat ini. Pengetahuan yang dimiliki oleh sebuah organisasi merupakan aset yang sangat berharga dan merupakan aset yang tak kasat mata atau dikenal dengan sebutan intangible asset.

Indonesia sebagai negara berkembang harus mengupayakan berbagai cara dan jalan yang dapat mentransformasikan dirinya ke dalam organisasi yang berbasis pengetahuan. Hal ini menjadi sangat penting karena perkembangan pesat perekonomian dunia didorong oleh organisasi yang berbasis pengetahuan (Setiarso, 2006). Saat ini perekonomian dunia menghadapi persaingan yang semakin berat, karenanya negara berkembang seperti Indonesia harus siap untuk melakukan perubahan paradigma dari yang semula mengandalkan sumber daya (resourced based) menjadi berbasis pengetahuan (knowledge based). Pergeseran paradigma tersebut memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memberikan nilai tambah serta peningkatan produktifitas yang signifikan.

Kualitas sumber daya manusia sangat ditentukan oleh pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan yang dimiliki dalam benak individu-individu (sumber daya manusia) tercipta melalui proses yang dimulai dari akses informasi dan pengalaman, refleksi individu atas tindakan di masa lalu, kemampuan menyerap

(15)

pengetahuan, dan motivasi individu untuk belajar. Nonaka dan Takeuchi (1995) menyampaikan bahwa mencipta dan memanfaatkan pengetahuan adalah sumber terpenting bagi keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Pengetahuan diciptakan melalui interaksi dan interseksi antara pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit. Proses penciptaan pengetahuan (knowledge creation) melibatkan proses konversi pengetahuan. Proses konversi pengetahuan oleh Nonaka et al (2000) disebut sebagai proses yang menghasilkan pengetahuan melalui empat model, yaitu sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), kombinasi (combination), dan internalisasi (internalization). Keempat model tersebut dikenal sebagai model SECI. Model SECI berlangsung berulang-ulang membentuk suatu siklus sehingga proses konversi pengetahuan akan terus berputar dan berkembang. Elemen kunci yang memfasilitasi proses konversi pengetahuan adalah aset pengetahuan. Aset pengetahuan merupakan input, output, dan elemen moderator bagi proses penciptaan pengetahuan (Nonaka et al., 2000). Untuk memahami bagaimana aset pengetahuan diciptakan, diakuisisi, dan dieksploitasi, Nonaka et al (2000) mengusulkan aset pengetahuan dikelompokkan menjadi empat, yaitu aset pengetahuan eksperiensial, konseptual, sistemik, dan rutin. Aset pengetahuan merupakan hal yang dinamis dimana aset pengetahuan yang baik dapat dibuat dari aset pengetahuan yang sudah ada. Untuk mengelola aset pengetahuan yang menjadi pilar organisasi dalam menciptakan nilai, maka diperlukan manajemen pengetahuan (knowledge management). Manajemen pengetahuan adalah manajemen kreativitas sosial untuk menghasilkan nilai bagi organisasi dengan memanfaatkan aset-aset intelektual dan pengetahuan yang melekat pada setiap individu, sekelompok individu, dan/atau yang sudah ada dalam bentuk artefak, produk atau fitur, dan praktik unggulan organisasi (Fontana, 2011).

Manajemen pengetahuan adalah salah satu konsep dasar dalam pengelolaan aset pengetahuan. Pengelolaan aset pengetahuan sudah berlangsung sejak awal berdirinya sebuah organisasi (Birkinsaw, 2001). Cara sebuah organisasi menentukan struktur dan hirarki anggota sudah merupakan upaya mengelola aset pengetahuan dan menempatkan orang-orang yang berpengetahuan sama di satu tempat (the right man in the right place). Mengelola disini tidak

(16)

3   

hanya sebatas menyimpan, tetapi juga menciptakan budaya pembelajaran di lingkungan organisasi sehingga memudahkan anggota organisasi dalam melakukan pembelajaran secara mandiri dan memudahkan dalam memberikan solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi. Alasan penting penerapan manajemen pengetahuan di suatu organisasi adalah perbedaan yang mendasar antara aset fisik dan aset pengetahuan. Aset fisik akan berkurang nilainya jika dipergunakan dan cenderung bertambah atau memiliki nilai tetap jika tidak dipergunakan. Sementara, aset pengetahuan nilainya akan bertambah jika dibagikan dan dipergunakan, tetapi sebaliknya nilainya akan berkurang jika tidak dibagikan dan tidak dipergunakan. Oleh karena itu, manajemen pengetahuan berperan penting dalam mengarahkan para individu bekerja dan berbagi pengetahuan menurut pengetahuan yang dimilikinya (knowledge worker).

Penelitian adalah bagian dari proses penciptaan pengetahuan. Di dalam kegiatan penelitian terkandung aspek dari ilmu pengetahuan, yaitu tingkat perkembangan dan isi intelektual (Cole, 1992). Aspek-aspek tersebut tercermin dalam sebuah lembaga penelitian. Keberadaan sebuah lembaga penelitian mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan riset keilmuan, pemantauan, evaluasi kemajuaan dan penelaahan kecenderungan ilmu pengetahuan, serta teknologi untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat. Hasil-hasil penelitian disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk informasi pengetahuan. Bagi suatu lembaga penelitian, aset pengetahuan bisa berupa individu peneliti beserta pengalamannya, hasil-hasil penelitian, dan infrastruktur seperti proses, organisasi, sistem, serta metode. Pengelolaan pengetahuan di sebuah lembaga penelitian difokuskan untuk mengumpulkan, mengorganisir, membagi, dan menganalisis pengetahuan yang mereka miliki untuk tujuan di masa yang akan datang.

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) adalah lembaga penelitian terbesar di Indonesia yang memiliki pusat penelitian keilmuan di berbagai bidang di bawah Kedeputian Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) dan salah satunya adalah Pusat Penelitian Ekonomi (P2E). Kegiatan penelitian di P2E LIPI tidak dapat dilepaskan dari kondisi tiga elemen dasarnya, yaitu (1) komunitas ilmuwan dan teknologi, (2) sistem ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya tempat ilmu dan teknologi

(17)

tersebut berkembang, dan (3) organisasi yang menjadi semacam katalis bagi komunitas untuk tumbuh kembang di dalam sistem.

Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI dituntut dapat menghadapi tantangan baru untuk menghasilkan karya unggulan yang mampu bersaing dan menjadi acuan ilmiah baik di tingkat nasional maupun internasional. Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI juga dituntut untuk memberikan arah dan pencerahan bagi masyarakat dalam rangka meletakkan landasan yang kokoh dalam mencapai masyarakat adil, makmur, dan demokratis. Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI merupakan salah satu unit kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, penelitian dan kajian yang dilakukan tidak semata-mata berorientasi praktis kebijakan, melainkan juga dalam rangka pengembangan konsep, model, dan teori-teori baru dalam bidang ilmu ekonomi. Selain itu, hasil-hasil penelitian dan pengkajian diharapkan juga dapat memberikan manfaat bagi masyarakat luas terutama dalam memahami problematika ekonomi dan upaya pemecahannya berdasarkan perspektif ilmiah.

Kondisi P2E LIPI sebagai elemen organisasional yang memiliki karakteristik hubungan sosial tertentu merupakan salah satu titik kunci perkembangan penelitian. Hal ini disebabkan P2E LIPI sebagai kontributor penting yang menentukan arah dalam kebijakan ekonomi bangsa Indonesia bekerja sama dengan beberapa organisasi penting bidang ekonomi, seperti Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan lain-lain. Bagi P2E LIPI kondisi ini merupakan salah satu aset pengetahuan yang ditumbuhkembangkan dalam upaya menciptakan pengetahuan bagi para peneliti di bidang industri dan perdagangan, pembangunan daerah, keuangan dan perbankan, serta ekonomi syariah.

Oleh karena itu menjadi sangat penting menganalisis bagaimana inovasi bisa diciptakan dalam upaya mengembangkan pengetahuan sebagai bahan baku penelitian, baik yang bersifat pengetahuan eksplisit maupun pengetahuan tacit

dengan menganalisis proses penciptaan pengetahuan organisasi pada P2E LIPI dikaitkan dengan aset-aset pengetahuan yang dimiliki P2E LIPI.

(18)

5   

1.2 Perumusan Masalah

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai lembaga penelitian terbesar di Indonesia yang memiliki berbagai pusat penelitian diharuskan membentuk perilaku inovatif. Salah satu pusat penelitian tersebut adalah Pusat Penelitian Ekonomi (P2E). Hal ini disebabkan karena seluruh kegiatan penelitian dan pengkajian serta aktivitas di P2E diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan ilmu ekonomi, perumusan rekomendasi kebijakan ekonomi bagi pemerintah, dan pencerahan kepada masyarakat luas (stakeholders) dalam memahami dinamika ekonomi Indonesia kini dan mendatang. Perilaku inovatif ini dapat terbentuk apabila terjadi proses penciptaan pengetahuan pada P2E LIPI. Proses penciptaan pengetahuan dapat terjadi apabila difasilitasi oleh aset-aset pengetahuan yang dimilikinya.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka permasalahan pada penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Aset-aset pengetahuan apa saja yang dimiliki Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI?

2. Bagaimana proses penciptaan pengetahuan di Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI?

3. Bagaimana peran aset-aset pengetahuan dalam proses penciptaan pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi pada Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah dikemukakan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi aset-aset pengetahuan yang dimiliki Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI.

2. Mengidentifikasi proses penciptaan pengetahuan di Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI.

3. Menganalisis peran aset-aset pengetahuan dalam proses konversi pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi pada Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI.

(19)

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah:

1. Membantu organisasi untuk mengkaji hubungan timbal balik antara aset pengetahuan dengan proses penciptaan pengetahuan sebagai upaya membentuk perilaku inovatif.

2. Mengidentifikasi aset-aset pengetahuan yang ada di organisasi untuk memfasilitasi proses penciptaan pengetahuan.

3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian di bidang yang sama ataupun penelitian lanjut.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1. Penelitian ini difokuskan untuk menganalisis peran aset-aset pengetahuan dalam proses penciptaan pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi pada Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI.

2. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 65 orang pegawai P2E LIPI di Jakarta. Kuesioner yang disebarluaskan terdiri dari pertanyaan tentang identitas responden, pertanyaan mengenai aset pengetahuan yang terdiri dari aset pengetahuan eksperiensial, konseptual, sistemik, dan rutin, serta pertanyaan tentang proses penciptaan pengetahuan melalui proses konversi pengetahuan yang terdiri dari empat model, yaitu sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi.

3. Penulis menganalisis hubungan timbal balik antara empat kategori aset pengetahuan dengan empat kategori proses penciptaan pengetahuan. Pada akhirnya diharapkan penelitian ini mampu memberikan model kontribusi aset pengetahuan terhadap proses penciptaan pengetahuan pada organisasi.

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Data, Informasi, dan Pengetahuan

Manajemen pengetahuan pada dasarnya muncul untuk menjawab pertanyaan bagaimana seharusnya mengelola pengetahuan. Kesadaran untuk menerapkan pendekatan manajemen pengetahuan ke dalam strategi organisasi diperlukan karena terbukti organisasi yang menjadikan sumber daya pengetahuan sebagai aset utamanya senantiasa mampu mendorong organisasi lebih inovatif. Untuk memahami manajemen pengetahuan dengan baik, penting pula diketahui perbedaan antara data, informasi, dan pengetahuan, mengingat data, informasi, dan pengetahuan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Menurut Bergeron (2003) yang dimaksud dengan data adalah bilangan, terkait dengan angka-angka atau atribut-atribut yang bersifat kuantitas, yang berasal dari hasil observasi, eksperimen, atau kalkulasi. Informasi adalah data di dalam satu konteks tertentu. Informasi merupakan kumpulan data dan terkait dengan penjelasan, interpretasi, dan berhubungan dengan materi lainnya mengenai objek, peristiwa-peristiwa atau proses tertentu. Sementara itu, pengetahuan adalah informasi yang telah diorganisasi, disintesiskan, diringkaskan untuk meningkatkan pengertian, kesadaran atau pemahaman

Davidson dan Voss (2002) menyatakan bahwa untuk memahami perbedaan antara data, informasi, dan pengetahuan harus dapat digarisbawahi nilai hierarkinya. Informasi merupakan data yang disaring (distilled) dan dimaknai, demikian pula pengetahuan adalah informasi yang disaring dan dimaknai. Aspek lain yang dapat digunakan untuk membedakan antara data, informasi, dan pengetahuan, yaitu dengan memahami tiga terminologi bahwa data berada di dalam dunia, sementara pengetahuan berada di dalam diri agen (manusia), sedangkan informasi mengambil posisi sebagai perantara (mediating) antara data dengan agen (manusia). Association of State and Territorial Health Official

(ASTHO) yang dikutip oleh Sangkala (2007) berpendapat bahwa data bukanlah pengetahuan. Data dapat diubah menjadi informasi. Informasi tersebut apabila dianalisis dapat diubah ke dalam bentuk pengetahuan. Data menurut ASTHO bisa

(21)

berupa angka-angka, grafik, peta, narasi, atau audiovisual. Data bisa menjadi informasi apabila data tersebut diberi makna. Informasi tercipta ketika data dinilai melalui berbagai cara antara lain pengategorisasian, penyaringan, atau penyusunan. Adapun pengetahuan menurut ASTHO, yaitu informasi yang telah diberi konteks. Informasi menjadi pengetahuan ketika informasi telah dievaluasi, disusun, atau dikelola untuk diterapkan dalam mendukung keputusan atau memahami suatu konsep.

+ Tujuan

+ Memaknai

Gambar 1. Dari Data ke Pengetahuan (Davidson & Voss, 2002)

Davenport dan Prusak (1998) mengatakan bahwa data bersifat diskrit, yaitu fakta-fakta objektif mengenai kejadian atau objek-objek tertentu. Data akan menjadi informasi jika diolah (disortir, dianalisis, dan ditampilkan dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan melalui bahasa, grafik, atau tabel). Data dan informasi merupakan bahan baku yang diolah oleh aksi atau tindakan menjadi pengetahuan. Proses perubahan data menjadi informasi dilakukan melalui beberapa tahapan yang dimulai dengan huruf C, yaitu:

Contextualized : memahami manfaat data yang dikumpulkan.

Categorized : memahami unit analisis atau komponen kunci dari data.  Calculated : menganalisis data secara matematik atau secara statistik.  Corrected : menghilangkan kesalahan (error) dari data.

Condensed : meringkas data dalam bentuk yang lebih singkat dan jelas. Pengetahuan

Ide-ide, pemikiran, dan keyakinan

Data

Simbol-simbol dan fakta-fakta Informasi

(22)

9   

Sedangkan proses transformasi dari informasi menjadi pengetahuan melalui beberapa tahapan yang juga dimulai dengan huruf C, yaitu:

Comparison : membandingkan informasi pada situasi tertentu dengan situasi-situasi yang lain yang telah diketahui.

Consequences :menemukan implikasi-implikasi dari informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dan tindakan.  Connections : menemukan hubungan-hubungan bagian-bagian kecil dari

informasi dengan hal-hal lainnya.

Conversations : membicarakan pandangan, pendapat serta tindakan orang

lain terkait informasi tersebut.

Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa data adalah simbol-simbol, angka-angka, fakta-fakta, grafik, peta atau hasil observasi. Sementara itu, informasi adalah data yang telah ditambahkan makna tertentu. Informasi merupakan kumpulan data yang terkait dengan penjelasan, interpretasi, yang ada hubungannya dengan materi atau objek, peristiwa, atau proses tertentu. Data diubah menjadi informasi ketika data tersebut telah melalui pengategorisasian, penyaringan, atau penyusunan. Adapun pengetahuan, yaitu informasi yang telah dievaluasi, disusun, dan dikelola serta telah diberi tujuan.

2.2 Manajemen Pengetahuan

Manajemen pengetahuan sebagai pelaksanaan penciptaan, penangkapan, pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak dengan tepat, serta memberikan hasil dalam rangka mendukung strategi organisasi (Horwitch dan Armacost, 2002). Davidson dan Voss (2002) mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai sistem yang memungkinkan perusahaan menyerap pengetahuan, pengalaman, dan kreativitas para stafnya untuk perbaikan kinerja perusahaan. Davidson dan Voss juga menyatakan bahwa manajemen pengetahuan merupakan suatu proses yang menyediakan cara sehingga perusahaan dapat mengenali dimana aset intelektual kunci berada, menangkap ukuran aset intelektual yang relevan untuk dikembangkan.

(23)

Knowldege Transfer International (KTI) yang dikutip Sangkala (2007) mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai suatu strategi yang mengubah aset intelektual organisasi, baik informasi yang sudah terekam maupun bakat dari para anggotanya ke dalam produktivitas yang lebih tinggi, nilai-nilai baru, dan peningkatan daya saing. Menurut definisi ini, manajemen pengetahuan mampu mengajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada karyawan mengenai bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan sebagai entitas kolektif.

Manajemen pengetahuan adalah strategi dan proses pengidentifikasian, menangkap, dan mengungkit pengetahuan untuk meningkatkan daya saing (The American Productivity and Quality Centre) yang dikutip Tobing (2007). Definisi ini memperjelas bahwa manajemen pengetahuan lebih terkait dengan hal-hal berbagi pengetahuan, bukan demi pengetahuan itu sendiri, tetapi lebih kepada suatu sarana untuk menemukan cara yang memungkinkan anggota perusahaan menjalankan proses bisnisnya lebih cepat, lebih baik, dan dengan biaya yang lebih efisien.

Para ahli lain juga mencoba memberikan pengertian tentang manajemen pengetahuan seperti Santosu dan Surmach (2001) yang dikutip Sangkala (2007) menyatakan bahwa manajemen pengetahuan adalah proses dimana perusahaan melahirkan nilai-nilai dari aset intelektual dan aset yang berbasiskan pengetahuan. Manajemen pengetahuan merupakan seni untuk menciptakan nilai. Menurut Bergeron (2003), manajemen pengetahuan merupakan suatu pendekatan yang sistematik untuk mengelola aset intelektual dan informasi lain sehingga memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Sementara itu, menurut pandangan Sveiby (1998), manajemen pengetahuan adalah seni penciptaan nilai dari aset pengetahuan (intangible assets).

Berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli terlihat memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Tannebaum (1998) yang dikutip Sangkala (2007) menawarkan definisi berikut ini yang dapat dijadikan sebagai suatu konsensus sehingga kita mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap definisi manajemen pengetahuan.

(24)

11   

1. Manajemen pengetahuan mencakup pengumpulan, penyusunan, penyimpanan, dan pengaksesan informasi untuk membangun pengetahuan, pemanfaatan dengan teknologi informasi seperti komputer yang dapat mendukung manajemen pengetahuan, namun teknologi informasi tersebut bukanlah manajemen pengetahuan.

2. Manajemen pengetahuan mencakup berbagi pengetahuan (sharing knowledge). Tanpa berbagi pengetahuan, upaya manajemen pengetahuan akan gagal. Kultur perusahaan, dinamika dan praktik dapat memengaruhi berbagi pengetahuan. Kultur dan aspek sosial dari manajemen pengetahuan merupakan tantangan yang signifikan.

3. Manajemen pengetahuan terkait dengan pengetahuan orang. Pada suatu saat, organisasi membutuhkan orang-orang yang kompeten untuk memahami dan memanfaatkan informasi dengan efektif. Organisasi terkait dengan individu untuk melakukan inovasi dan memberi petunjuk kepada organisasi. Organisasi juga terkait dengan persoalan keahlian yang menyediakan input untuk menerapkan manajemen pengetahuan. Oleh karena itu, organisasi harus mempertimbangkan bagaimana menarik, mengembangkan, dan mempertahankan pengetahuan anggota sebagai bagian dari domain manajemen pengetahuan.

4. Manajemen pengetahuan terkait dengan peningkatan efektivitas organisasi. Kita berkonsentrasi dengan manajemen pengetahuan karena dipercaya bahwa manajemen pengetahuan dapat memberikan kontribusi kepada vitalitas dan kesuksesan perusahaan. Upaya untuk mengukur modal intelektual dan untuk menilai efektivitas manajemen pengetahuan harus dapat membantu kita memahami secara luas pengelolaan pengetahuan yang telah dilakukan.

Selain mengusulkan suatu konsensus mengenai pengertian manajemen pengetahuan, Tannebaum juga memberikan penjelasan mengenai karakteristik berbagai aktivitas manajemen pengetahuan. Manajemen pengetahuan menurut Tannebaum terdiri dari:

1. Pengembangan database organisasi mengenai pelanggan, masalah yang bersifat umum serta pemecahannya;

(25)

2. Mengenali para ahli internal, memperjelas apa yang mereka ketahui, dan mengembangkan kamus yang menjelaskan sumber daya internal kunci dan mengenali bagaimana menemukannya;

3. Mendapatkan dan menangkap pengetahuan dari para ahli tersebut untuk disebarkan ke yang lain;

4. Mendesain struktur pengetahuan yang membantu mengelola informasi dalam suatu cara yang dapat diakses dan siap untuk diaplikasikan;

5. Menciptakan forum bagi orang-orang yang ada di dalam perusahaan untuk berbagi pengalaman dan ide, baik dalam bentuk tatap muka, berkomunikasi melalui internet, website, chatting room, email, dan lain-lain;

6. Memanfaatkan groupware sehingga memungkinkan berbagai macam orang di lokasi yang berbeda dapat berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sama dan mencatat informasi di dalam suatu domain pengetahuan yang telah dipilih;

7. Bertindak untuk mengenali dan mempertahankan talenta orang-orang yang memiliki pengetahuan yang diperlukan di dalam bidang kegiatan utama bisnis;

8. Mendesain pelatihan dan aktivitas pengembangan lainnya untuk menilai dan membangun pengetahuan internal;

9. Menerapkan praktik penghargaan, pengakuan, dan promosi yang mendorong berlangsungnya kegiatan berbagi informasi antar anggota maupun antar unit dalam organisasi;

10. Membantu pekerjaan serta menyediakan alat-alat yang mendukung kinerja sehingga memungkinkan setiap orang menilai dan menerapkan pengetahuan apabila diperlukan;

11. Memaknai database pelanggan, produk, transaksi atau hasil dengan mengenali kecenderungan dan menggali informasi sebanyak mungkin;

12. Mengukur modal intelektual di dalam upaya mengelola pengetahuan yang lebih baik;

13. Menangkap dan menganalisis informasi yang terkait dengan perhatian pelanggan, pilihan-pilihan, dan kebutuhan dari lapangan, front line atau

(26)

13   

personil bagian pelayanan didorong untuk mampu memahami dengan lebih baik terhadap kecenderungan pelanggan.

2.3 Manfaat Manajemen Pengetahuan

Manfaat manajemen pengetahuan dapat dilihat dalam kaitannya dengan penggunaan pengetahuan sebagai basis untuk melahirkan inovasi, meningkatkan responsivitas terhadap kebutuhan stakeholders, meningkatkan produktivitas dan kompetensi karyawan yang telah diberi tugas dan tanggung jawab. Pengetahuan dan kapabilitas merupakan sumber daya yang berkelanjutan bagi organisasi. Adapun manfaat manajemen pengetahuan menurut Tobing (2007) berdampak kepada berbagai bidang berikut:

1. Bidang operasi dan pelayanan

Saat ini telah terjadi perubahan dari industri manufaktur ke industri jasa yang berimplikasi terhadap karakteristik dari pekerjaan (job characteristic). Dalam industri manufaktur, pekerja melakukan aktifitas yang sifatnya berulang sesuai dengan instruksi kerja yang ketat dan menghasilkan sesuatu barang yang berwujud atau tangible. Sedangkan dalam industri jasa, tindakan-tindakan yang dilakukan pekerja bersifat unik yang membutuhkan proses pengambilan keputusan yang kompleks berdasarkan pengertian dan pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja. Pekerjaan ini sering disebut knowledge work dan pekerjanya disebut

knowledge worker.

Perusahaan yang memiliki knowledge worker adalah perusahaan yang memiliki basis customer knowledge yang terkelola dengan baik. Customer knowledge ini dapat diakses oleh pekerjanya serta dapat membantu mereka dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggannya. Knowledge worker

sangat mengenal pelanggannya, mereka mengetahui permasalahan yang dihadapi pelanggan dan solusi yang sudah terbukti efektifitasnya serta mengetahui secara proaktif kebutuhan pelanggannya karena semuanya itu tersaji dalam basis

customer knowledge perusahaan yang dikelola dengan prinsip-prinsip manajemen pengetahuan.

Akibat logis dari kondisi tersebut adalah knowledge worker dapat memberikan respon yang lebih cepat, penanganan klaim pelanggan yang lebih baik, dan pelayanan yang lebih proaktif.

(27)

2. Bidang pengembangan kompetensi personil

Proses pembelajaran terjadi dalam siklus yang berkesinambungan (kontinyu). Proses ini berawal dari akuisisi pengetahuan yang kemudian diaplikasikan dalam proses bisnis organisasi. Pengetahuan yang diaplikasikan potensial memunculkan pengetahuan yang baru melalui proses penciptaan pengetahuan. Pengetahuan ini kemudian dipelihara dan dibagikan kembali untuk dapat diakuisisi dan dimanfaatkan secara luas. Siklus inilah yang menjadi proses utama dalam manajemen pengetahuan, yaitu knowledge creation, knowledge retention, knowledge sharing, dan knowledge utilisation.

Knowledge sharing sebagai salah satu proses utama dalam manajemen pengetahuan, pada hakikatnya adalah penciptaan kesempatan yang luas untuk belajar (learning) kepada seluruh anggota organisasi sehingga dapat meningkatkan kompetensinya secara mandiri. Namun demikian, tersedianya bahan ajar atau pengetahuan dalam manajemen pengetahuan yang disimpan dalam memori perusahaan, belum tentu akan mendorong minat belajar karyawan. Hal ini dapat terjadi karena dua faktor, pertama, pengetahuan yang tersedia kurang relevan dengan tugas sehari-hari dari para pekerja. Kedua, para pekerja memang tidak memiliki motivasi dan daya yang memadai untuk belajar secara mandiri.

3. Bidang pemeliharaan ketersediaan pengetahuan

Keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para pekerja dalam sebuah perusahaan perlu dikelola oleh perusahaan untuk menjamin tidak terjadinya knowledge loss. Knowledge loss adalah suatu kondisi dimana perusahaan kehilangan pengetahuan yang dibutuhkannya, walau pengetahuan tersebut sebenarnya sudah pernah dimiliki dan dipergunakan oleh perusahaan tersebut. Knowledge loss dapat terjadi ketika seorang pekerja keluar dari perusahaan baik karena alasan pensiun atau pindah ke perusahaan lain, sementara pengetahuan yang dimiliki pekerja tersebut belum ditransfer kepada memori perusahaan atau pekerja lainnya di dalam perusahaan. Knowledge loss dapat mengakibatkan terganggunya operasi perusahaan, bahkan dapat mengakibatkan gangguan yang lebih serius jika perpindahan atau keluarnya pekerja tersebut diikuti dengan berpindahnya beberapa pelanggan ke perusahaan lain atau

(28)

15   

mengikuti pekerja tersebut menjadi pelanggan dari perusahaan yang baru dimasukinya.

4. Bidang inovasi dan pengembangan produk

Salah satu produk dari manajemen pengetahuan adalah proses pembelajaran yang berimplikasi terhadap peningkatan kemampuan inovasi, yaitu dengan terciptanya pengetahuan baru. Inovasi yang dikombinasikan dengan kebutuhan pelanggan akan menjadi solusi atau produk yang efektif dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi pelanggan.

Proses pengembangan produk merupakan proses yang bersifat kolaboratif dan lintas fungsi. Artinya produk baru tidak dihasilkan oleh unit atau fungsi tertentu dalam perusahaan, tetapi melibatkan berbagai unit untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan tidak sekedar baru, tetapi juga harus laku dan dapat diproduksi dengan semestinya. Rancangan produk baru biasanya dihasilkan oleh unit riset dan pengembangan, kemudian unit marketing melakukan pengujian apakah rancangan produk tersebut dapat diterima pasar, kemudian baru dievaluasi bagaimana cara memproduksinya oleh unit rekayasa atau operasi. Manajemen pengetahuan mengakselerasi proses pengembangan produk baru, karena manajemen pengetahuan sendiri mempromosikan dan menyediakan media untuk kolaborasi (baik virtual maupun tatap muka) dan knowledge sharing.

Semua manfaat manajemen pengetahuan yang telah dijelaskan akan bermuara pada peningkatan produktifitas yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai organisasi.

2.4 Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi

Polanyi seorang ahli Kimia merupakan orang pertama yang memperkenalkan bahwa pengetahuan terdiri dari dua jenis, yaitu tacit knowledge

dan explicit knowledge (Sangkala, 2007). 1. Tacit knowledge (pengetahuan tacit)

Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dan sangat sulit untuk diformalisasikan, sulit untuk dikomunikasikan atau dibagi dengan orang lain. Pemahaman yang melekat di dalam pengetahuan individu tersebut masih bersifat subjektif. Pengetahuan yang dimiliki oleh individu tersebut masih dapat dikategorikan sebagai intuisi dan dugaan. Tacit knowledge berada

(29)

dan berakar di dalam tindakan maupun pengalaman seseorang, termasuk idealisme, nilai-nilai maupun emosionalnya. Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang bersifat pribadi dan juga sangat susah dibentuk. Selain itu, juga sulit dikomunikasikan atau dibagi kepada orang lain.

Tacit knowledge memiliki dua dimensi. Pertama, yang disebut dengan dimensi teknis, yang mencakup berbagai macam keterampilan atau keahlian yang sulit diformalkan. Elemen dimensi teknis ini sering kali diistilahkan dengan terminologi “know-how, keahlian dan keterampilan”. Dimensi ini sangat subjektif dan pemahaman yang dimiliki oleh seseorang tersebut sangat bersifat pribadi, intuitif, dugaan, dan inspirasi yang muncul dari pengalaman. Oleh karena itu, dimensi ini lebih berdimensi pengalaman. Kedua, yang disebut dengan dimensi kognitif. Dimensi ini terdiri dari kepercayaan, persepsi, idealisme, nilai-nilai, emosi, dan mental model sehingga dimensi ini tidak mudah diartikulasikan. Dimensi ini membentuk cara individu menerima dunia sekelilingnya serta menunjuk kepada kesan atau gambaran seseorang terhadap realitas.

2. Explicit knowledge (pengetahuan eksplisit)

Explicit knowledge sangat berbeda dengan tacit knowledge karena

explicit knowledge dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata, dapat dijumlahkan serta dapat dibagi dalam bentuk data, formula ilmu pengetahuan, spesifikasi produk, manual-manual, dan prinsip-prinsip universal. Pengetahuan ini senantiasa siap untuk ditransfer kepada orang lain secara formal dan sistematik.

Tacit knowledge dan explicit knowledge diciptakan oleh individu yang ada di dalam organisasi. Organisasi pada dasarnya tidak dapat menciptakan pengetahuan tanpa individu-individu yang ada dalam organisasi. Fungsi organisasi adalah memberi dukungan kepada kreativitas individu yang ada di dalam organisasi atau menyediakan suatu konteks bagi individu untuk menciptakan pengetahuan. Penciptaan pengetahuan harus dipahami dalam terminologi suatu proses yang secara organisasional memperbesar kemungkinan penciptaan pengetahuan individu dan mengkristalisasikan pengetahuan tersebut sebagai bagian dari jaringan pengetahuan organisasi.

(30)

17   

Berbagai pendekatan yang memungkinkan pengetahuan individual dapat diperbesar atau diperluas dan dinilai di dalam organisasi dapat dilakukan dalam beberapa langkah (Nonaka, 2000). Proses tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.

Gambar 2. Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi (Nonaka, 2000)

1. Memperluas dan Mengembangkan Pengetahuan Pribadi

Penggerak utama proses penciptaan pengetahuan di dalam organisasi adalah individu yang berada di dalam organisasi. Individu-individu tersebut mengakumulasi pengetahuan tacit melalui pengalaman yang mereka miliki. Kualitas pengalaman tacit dipengaruhi oleh dua hal penting, yaitu faktor keragaman pengalaman individu dan kualitas pengetahuan terhadap pengalaman yang merupakan penjelmaan pengetahuan ke dalam komitmen pribadi yang telah lama melekat di dalam pengalaman itu sendiri.

2. Berbagi Pengetahuan Tacit

Salah satu cara mengimplementasi penciptaan pengetahuan dalam organisasi adalah dengan menciptakan self-organizing team, dimana anggota organisasi berkolaborasi untuk menciptakan konsep baru. Self-organizing team

yang dibentuk merupakan tim yang anggota-anggotanya berasal dari berbagai fungsi. Keragaman asal anggota tim sangat penting bagi organisasi dalam rangka memutuskan kapan dan bagaimana menentukan bidang interaksi, dimana dan kapan individu dapat berinteraksi. Self-organizing team dapat memicu penciptaan pengetahuan organisasi melalui dua proses, yaitu pertama, organisasi

Enabling Condition Intention Chaos/Fluctuation Autonomy Redundancy Requisite Variety Conceptualization Networking Knowledge Justification Enlaring Individual Knowledge Sharing Tacit Knowledge Crystallization

(31)

memfasilitasi tumbuhnya saling percaya diantara anggota organisasi dan mempercepat terciptanya perspektif yang secara eksplisit berasal dari anggota organisasi itu sendiri yang dikenal dengan pengetahuan tacit. Kedua, berbagi perspektif implisit yang dikonseptualisasikan melalui dialog yang kontinyu diantara anggota organisasi. Berbagi pengalaman juga mampu memfasilitasi penciptaan perspektif umum yang dapat dibagi oleh anggota tim sebagai bagian dari pengetahuan tacit masing-masing.

3. Pengonseptualisasian

Setelah tercipta saling percaya diantara anggota organisasi dan telah terbentuk secara implisit perspektif yang sama melalui berbagi pengalaman, tim selanjutnya memerlukan pengartikulasian perspektif melalui dialog yang kontinyu. Mode yang dominan dalam pengubahan pengetahuan dalam tahap ini adalah eksternalisasi. Teori organizational learning telah banyak memberikan perhatian terhadap proses ini. Perspektif tacit diubah ke dalam bentuk konsep eksplisit yang dapat dibagi kepada tim. Dialog secara langsung memfasilitasi proses ini dengan menggiatkan eksternalisasi pada level individual. Dialog dalam bentuk tatap muka merupakan salah satu upaya membangun konsep karena hal ini memberikan peluang bagi seseorang untuk menguji asumsi maupun hipotesisnya. Agar dialog tersebut produktif, dialog harus dilakukan oleh berbagai macam orang dan bersifat temporer sehingga ada ruang untuk perbaikan dan negosiasi serta para peserta dalam dialog harus dapat mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan jujur.

Upaya konseptualisasi tidak hanya diciptakan melalui metode deduktif dan induktif, tetapi juga abduktif. Abduktif memiliki peranan penting di dalam proses konseptualisasi. Deduksi dan induksi secara vertikal berorientasi kepada proses memberi alasan, sementara abduksi merupakan perluasan secara lateral dari alasan dimana berpusat kepada penggunaan metafora-metafora. Biasanya proses induktif dan deduktif digunakan ketika sebuah pemikiran atau image

direvisi atau memberi makna terhadap sebuah konsep baru. 4. Pengkristalisasian

Kristalisasi dapat dipandang sebagai proses dimana berbagai macam bagian atau departemen di dalam organisasi menguji realitas dan penerapan

(32)

19   

konsep yang diciptakan oleh tim. Proses ini biasanya difasilitasi biasanya oleh apa yang disebut dengan kegiatan percobaan. Kegiatan ini merupakan proses sosial dimana terjadi pada level kolektif yang biasanya disebut dengan dinamika hubungan kerja sama atau sinergis antara berbagai fungsi dan departemen dalam organisasi. Hubungan ini cenderung dapat dilakukan dengan efektif apabila tersedia informasi yang cukup. Jika tidak tersedia informasi yang cukup biasanya inisiatif dilakukan oleh para ahli yang dianggap memiliki informasi dan pengetahuan yang lebih.

Penciptaan pengetahuan berlangsung dalam interaksi para anggota tim untuk selanjutnya dikristalisasi dalam bentuk yang lebih konkrit, misalnya berupa produk, konsep, atau sistem. Kristalisasi ini merupakan bentuk pengubahan pengetahuan yang kegiatannya diistilahkan oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) sebagai model konversi internalisasi. Proses kristalisasi merupakan proses sosial yang terjadi pada tingkatan kolektif yang terealisasi melalui apa yang disebut “dynamic cooperative relation or synergetics” diantara berbagai fungsi dan departemen dalam organisasi.

5. Penilaian Pengetahuan

Penilaian merupakan tahap terakhir menyatukan dan menyaring apakah pengetahuan yang diciptakan dalam organisasi benar-benar bermanfaat bagi organisasi dan masyarakat. Artinya penilaian sangat menentukan kualitas pengetahuan yang diciptakan dan mencakup kriteria atau standar penilaian. Persoalan yang terkait dengan standar penilaian ini antara lain terkait dengan biaya, keuntungan minimalnya, tingkat dimana produk dapat memberikan kontribusi kepada perkembangan perusahaan, termasuk nilai yang dijanjikan yang di luar fakta atau pertimbangan-pertimbangan pragmatis. Hal ini bisa berupa opini yang lebih luas dan lebih dari sekedar penciptaan pengetahuan, misalnya visi organisasi dan persepsi yang terkait dengan perjalanan, romantisme, dan estetikanya. Di dalam organisasi biasanya yang paling menentukan adalah standar penilaian. Standar penilaian harus dilakukan dalam terminologi konsistensi dengan sistem nilai yang paling tinggi. Kemampuan pimpinan memelihara keberlanjutan refleksi diri dalam perspektif yang lebih luas sangat diperlukan apabila tetap menginginkan kualitas penciptaan pengetahuan terjadi.

(33)

6. Menjejaringkan Pengetahuan

Selama tahap penciptaan pengetahuan organisasi, konsep yang telah diciptakan, dikristalisasikan, selanjutnya dinilai dalam organisasi dan diintegrasikan ke dalam basis pengetahuan organisasi untuk disebarkan ke seluruh jaringan organisasi. Pengetahuan organisasi yang telah tercipta tersebut selanjutnya dikelola kembali melalui proses interaksi antara visi organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dengan konsep baru yang telah diciptakan. Untuk menjembatani antara konsep besar dengan konsep yang baru tercipta diperlukan suatu konsep menengah (middle range concept). Jadi konsep menengah ini menghilangkan ketidakjelasan konsep besar ke tingkat konsep baru maupun sebaliknya. Kadang-kadang konsep besar tidak dimengerti dengan baik pada setiap tingkatan, kecuali konsep menengah memperjelas konsep yang sudah tercipta tersebut. Upaya memperjelas tersebut dilakukan melalui penciptaan atau penyusunan kembali konsep besar yang diberikan oleh pimpinan puncak serta konsep menengah yang diciptakan oleh pimpinan menengah. Interaksi ini dimediasi secara nyata dalam bentuk penyatuan informasi yang merupakan dinamika lain aktivitas self-organizing team untuk menjejaringkan pengetahuan yang terus-menerus menciptakan informasi dan makna baru.

Hal yang perlu dicatat bahwa proses penciptaan pengetahuan tidak pernah berakhir dan merupakan proses yang berputar baik yang terjadi dalam organisasi maupun dengan lingkungannya, karena lingkungan merupakan sumber pemicu penciptaan pengetahuan yang digambarkan dengan reaksi produk oleh pelanggan, pesaing, dan pemasok. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses penciptaan pengetahuan dalam organisasi berlangsung bagaikan sebuah siklus yang dimulai dari memperbesar pengetahuan individu, berbagi pengetahuan tacit dan konseptual, membangun tim mengelola dirinya sendiri, berbagi pengalaman, menyusunnya ke dalam bentuk konsep, mengkristalisasikan, menilai kualitasnya, menjaringkan ke seluruh organisasi baik internal maupun ke seluruh lingkungan organisasi.

Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995), proses penciptaan pengetahuan organisasi terjadi karena adanya interaksi (konversi) antara pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit. Kedua jenis pengetahuan tersebut dapat dikonversi melalui

(34)

21   

empat jenis proses konversi, yaitu sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), kombinasi (combination), dan internalisasi (internalization). Keempat jenis proses konversi ini disebut proses SECI seperti yang dilukiskan pada Gambar 3.

Tacit Knowledge ke Explicit Knowledge

  Tacit Knowledge dari Explicit Knowledge

Gambar 3. Model Konversi Pengetahuan (Nonaka & Takeuchi, 1995)

1. Sosialisasi (socialization)

Sosialisasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan tacit ke pengetahuan tacit memungkinkan pengetahuan tacit diubah melalui interaksi antar individu. Kunci untuk mendapatkan pengetahuan tacit, yaitu dengan pengalaman. Tanpa melalui cara berbagi pengalaman akan sulit bagi orang yang memiliki pengetahuan tacit tersebut ditransfer ke orang lain. Hal ini sangat terkait dengan adanya unsur-unsur emosional dan konteks maupun nuansa.

2. Eksternalisasi (externalization)

Eksternalisasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan tacit ke pengetahuan eksplisit melalui proses dialog dan refleksi. Melalui cara ini pengetahuan terkristalisasikan sehingga dapat didistribusikan ke pihak lain dan menjadi basis bagi pengetahuan baru. Pada tahap ini, pengetahuan tacit

diekspresikan dan diterjemahkan menjadi metafora, konsep, hipotesis, diagram, model atau prototipe sehingga dapat dimengerti oleh pihak lain.

3. Kombinasi (combination)

Kombinasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan eksplisit ke pengetahuan eksplisit terjadi melalui proses pengombinasian beragam pengetahuan eksplisit yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang mempertukarkan

Sosialisasi

Internalisasi

Eksternalisasi

(35)

dan mengombinasikan pengetahuan melalui semacam satu mekanisme pertukaran seperti pertemuan dan percakapan. Rekonfigurasi informasi yang ada tersebut selanjutnya disortir, dikategorisasi, dan dikontekstualisasikan kembali menjadi pengetahuan baru.

4. Internalisasi (internalization)

Internalisasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan eksplisit ke pengetahuan tacit. Proses pembelajaran dan akuisisi pengetahuan yang dilakukan oleh anggota organisasi terhadap pengetahuan ekplisit yang disebarkan ke seluruh organisasi terhadap pengalaman sendiri sehingga menjadi pengetahuan

tacit anggota organisasi.

Berdasarkan teori Nonaka & Takeuchi (2000), proses penciptaan pengetahuan dapat terjadi apabila difasilitasi oleh aset-aset pengetahuan. Adapun tipe-tipe aset pengetahuan, yaitu:

1. Aset Pengetahuan Eksperiensial (experiential asset)

Aset pengetahuan eksperiensial merupakan pengetahuan tacit yang dibangun melalui kebersamaan, pengalaman bersama dalam organisasi atau pengalaman bekerja sama diantara karyawan, pelanggan, pemasok, atau organisasi afiliasi. Aset pengetahuan eksperiensial dibagi lagi menjadi empat tipe pengetahuan, yaitu pengetahuan emosional, pengetahuan fisik, pengetahuan energetik, dan pengetahuan ritmik.

2. Aset Pengetahuan Konseptual (conceptual asset)

Aset pengetahuan konseptual merupakan pengetahuan eksplisit yang diartikulasikan melalui pencitraan, simbol, dan bahasa. Aset ini didasarkan pada persepsi pelanggan dan karyawan. Aset konseptual biasanya mempunyai bentuk tanwujud dan lebih mudah diartikulasikan dibanding aset eksperiensial, tetapi masih sulit dipahami apa yang dirasakan oleh pelanggan atau anggota organisasi. 3. Aset Pengetahuan Sistemik (systemic asset)

Aset pengetahuan sistemik merupakan pengetahuan eksplisit yang tersistemasi dan terkemas, seperti teknologi yang dirumuskan eksplisit, spesifikasi produk, manual atau informasi terdokumentasi tentang pelanggan dan pemasok. Termasuk juga proteksi hak intelektual secara legal, seperti lisensi atau paten.

(36)

23   

4. Aset Pengetahuan Rutin (routine asset)

Aset pengetahuan rutin merupakan pengetahuan tacit yang sudah rutin menyatu dan menjadi aturan dalam kegiatan atau praktik organisasi. Keterampilan, kegiatan rutin, dan budaya organisasi yang dilakukan sehari-hari. Melalui praktik berkesinambungan, pola pikir atau tindakan tertentu dikuatkan dan dilakukan bersama oleh anggota organisasi.

2.5 Penelitian Terdahulu

Purwanto (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Pendukung Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi di Koperasi Susu” meneliti enam koperasi susu, yaitu KPSBU, SAE, KUD Warga Mulya, KUD Jatinom, KUD Cepogo, dan KUD Musuk. Penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dalam proses penciptaan pengetahuan organisasi pada koperasi susu di Indonesia dan (2) menganalisis faktor-faktor pendukung bagi proses penciptaan pengetahuan koperasi susu di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data primer, yaitu berasal dari kuesioner dan wawancara dengan karyawan di enam koperasi serta data sekunder berasal dari data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pengumpul data primer maupun oleh pihak lain. Selain itu data sekunder berasal dari studi pustaka yang berkaitan dengan bahasan penelitian seperti buku, jurnal, dan internet. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (visi bersama, pengelolaan percakapan, penyebaran pengetahuan internal, dan variabel dummy) terhadap variabel dependen (pengetahuan organisasi koperasi susu).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan (keseluruhan), visi bersama, pengelolaan percakapan, dan penyebaran pengetahuan internal memiliki pengaruh nyata terhadap pengetahuan organisasi koperasi susu. Namun secara parsial, ternyata hanya pengelolaan percakapan dan penyebaran pengetahuan internal yang memiliki pengaruh nyata terhadap pengetahuan organisasi koperasi susu. Variabel dummy D1 dan D4 juga berpengaruh nyata terhadap pengetahuan organisasi koperasi susu. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat pengetahuan organisasi Koperasi KPSBU dibandingkan dengan Koperasi SAE dan Koperasi Warga Mulya adalah lebih tinggi. Dan secara umum, karakteristik

(37)

responden yang dilihat dari jenis kelamin, pengalaman, pendidikan, dan gaji tidak berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan organisasi koperasi susu. Untuk ukuran kebaikan model masih kurang bagus karena nilai koefisien determinasi (R2) = 29,7 persen yang artinya keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor X dalam model regresi di atas hanya 29,7 persen, sedangkan sisanya 70,3 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

Sukmawati et al (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Model Kontribusi Aset Pengetahuan dalam Memfasilitasi Proses Penciptaan Pengetahuan pada Koperasi Susu” bertujuan untuk (1) mengidentifikasi aset-aset pengetahuan yang dimiliki Koperasi Susu dan (2) menganalisis peran aset-aset pengetahuan tersebut dalam proses konversi pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi pada Koperasi Susu di Indonesia. Dalam penelitian ini, pengumpulan data primer berupa pendapat peternak, karyawan koperasi, dan pengurus koperasi dilakukan di tiga koperasi primer yang merupakan anggota Gabungan Koperasi Susu di Indonesia (GKSI), yaitu Koperasi Peternak Sapi Perah (KPS) Bogor di Bogor, Koperasi Susu Sinau Andandani Ekonomi (SAE) Pujon di Malang, dan Koperasi Sukamulya, Wates di Kediri. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan meminta 105 orang responden mengisi kuesioner. Sampel diambil secara acak sederhana (random sampling). Data sekunder meliputi anggota koperasi, data produksi, dan data penunjang lain. Penelitian ini menggunakan analisis korelasi kanonikal untuk mengetahui hubungan timbal balik antara empat kategori aset pengetahuan (aset pengetahuan eksperiensial, aset pengetahuan konseptual, aset pengetahuan sistemik, dan aset pengetahuan rutin) dengan empat model proses penciptaan pengetahuan (sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dibanding aset pengetahuan lainnya, aset pengetahuan konseptual memiliki korelasi yang lebih besar terhadap proses sosialisasi dan eksternalisasi. Aset pengetahuan rutin memiliki korelasi lebih besar terhadap proses eksternalisasi. Aset pengetahuan rutin ini merupakan pengetahuan tacit yang sudah menyatu dan menjadi aturan dalam praktik berkesinambungan dan pola pikir atau tindakan tertentu yang dikuatkan dan dilakukan bersama sehingga menjadi budaya organisasi. Aset pengetahuan eksperiensial memiliki korelasi lebih besar terhadap proses internalisasi dan

(38)

25   

kombinasi. Aset pengetahuan eksperiensial merupakan pengetahuan tacit yang dibangun melalui kebersamaan dan pengalaman bersama dalam organisasi atau pengalaman bekerja sama diantara karyawan, pelanggan, pemasok, atau organisasi afiliasi. Dibandingkan aset pengetahuan lainnya, pengetahuan sistemik terbukti memiliki korelasi paling lemah terhadap proses penciptaan pengetahuan. Aset pengetahuan sistemik merupakan aset pengetahuan yang bersifat pengetahuan eksplisit yang tersistemasi dan terkemas, seperti teknologi yang dirumuskan eksplisit, spesifikasi produk, manual atau informasi terdokumentasi tentang pelanggan dan pemasok, termasuk juga proteksi, dan hak kekayaan intelektual secara legal.

Raras (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Penerapan Manajemen Pengetahuan Untuk Menjadi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) Studi Kasus Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia)” bertujuan untuk (1) mengkaji penerapan Manajemen Pengetahuan yang ada di Burung Indonesia dan (2) menganalisis gambaran pembelajaran organisasi yang ada di Burung Indonesia yang menjadi dasar organisasi untuk menilai kapasitas organisasi menjadi organisasi pembelajar (learning organization). Dua faktor digunakan dalam penelitian di Burung Indonesia untuk menilai penerapan manajemen pengetahuan. Dua faktor tersebut, yaitu kualitas pembelajaran di organisasi dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan. Untuk melihat gambaran pembelajaran organisasi di Burung Indonesia yang merupakan organisasi non pemerintah digunakan organizational profile plot dari pembelajaran organisasi. Gambaran pembelajaran tersebut dilihat dari delapan fungsi kunci organisasi pembelajar, yaitu penciptaan budaya yang mendukung, pengumpulan pengalaman internal, pengaksesan pembelajaran eksternal, sistem komunikasi, mekanisme untuk menarik kesimpulan, pengembangan memori organisasi, pengintegrasian pembelajaran ke dalam strategi dan kebijakan, serta penerapan pembelajaran.

Hasil penelitian untuk kualitas pembelajaran di Burung Indonesia diperoleh skor sebesar 7,4 menunjukkan bahwa Burung Indonesia telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar, sedangkan untuk kualitas proses pembelajaran di Burung Indonesia diperoleh skor sebesar 46 yang

(39)

menunjukkan bahwa Burung Indonesia telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar. Gambaran pembelajaran organisasi (organization profile plot) dilihat secara keseluruhan dan menurut kelima divisi yang ada di Burung Indonesia. Kelima divisi tersebut, yaitu Knowledge Center, Conservation Programme, Communication and Business Development, Finance,

dan General Affairs and Administration. Jika dilihat secara keseluruhan dimensi yang memiliki nilai tertinggi adalah pengaksesan pembelajaran eksternal yang bernilai 14,26 sedangkan skor terendah berada pada dimensi memori organisasi yang bernilai 11,83. Dari gambaran pembelajaran di masing-masing divisi terlihat bahwa empat divisi memiliki skor tertinggi pada pembelajaran eksternal, sedangkan tiga divisi memiliki skor terendah pada memori organisasi dan dua divisi memiliki skor terendah pada budaya yang mendukung. Hasil gambaran pembelajaran tersebut digunakan Burung Indonesia sebagai dasar untuk merefleksikan pembelajaran yang telah ada dan dapat melihat kekuatan dan kelemahan organisasi di dalam pembelajaran tersebut.

(40)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Arti penting manajemen pengetahuan telah disadari oleh organisasi sebagai sumber daya utama dalam bersaing. Bukti-bukti menunjukkan bahwa pergeseran orientasi para pelaku organisasi telah terjadi selama beberapa dekade dimana pada tahun 1929 rasio penggunaan antara aset tak berwujud/aset pengetahuan (intangible assets) dengan modal yang berwujud/aset fisik (tangible assets) masih berkisar antara 30 banding 70 persen, tetapi pada tahun 1990 sudah terjadi pergeseran yang cukup signifikan, yakni antara 37 banding 63 persen. Demikian pula pada penelitian lain terungkap bahwa pada tahun 1978 nilai dari aset pengetahuan masih didominasi oleh aset yang bersifat fisik atau 80 persen dan hanya sekitar 20 persen terkait dengan aset pengetahuan. Pada tahun 1988 keadaan tersebut berubah menjadi 45 persen terkait dengan aset berbentuk fisik dan 55 persen terkait dengan aset pengetahuan. Setelah sepuluh tahun kemudian, titik beratnya justru berbalik dimana 70 persen modal perusahaan terkait dengan aset pengetahuan dan hanya 30 persen terkait dengan aset berbentuk fisik (Sangkala, 2007). Bukti-bukti tersebut semakin menujukkan bahwa aset pengetahuan perlu dikelola dengan baik untuk menghasilkan nilai dalam praktik-praktik unggulan organisasi yang akan ditawarkan kepada konsumen atau masyarakat.

Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) memiliki visi dan misi menjadi pusat penelitian yang memberikan kontribusi nyata dalam mengembangkan ilmu ekonomi dan memecahkan masalah-masalah ekonomi yang dihadapi bangsa Indonesia kini dan mendatang. Visi dan misi tersebut menuntut P2E LIPI untuk menjadi adaptif terhadap persaingan perekonomian global. Untuk mampu beradaptasi terhadap persaingan tersebut, organisasi harus memiliki pengetahuan yang berkualitas sehingga diperlukan pengelolaan manajemen pengetahuan (knowledge management) agar organisasi dapat selalu membentuk perilaku inovatif dalam menghadapi permasalahan yang semakin hari semakin kompleks terutama di bidang ekonomi.

(41)

Pada penelitian ini, diteliti tentang bagaimana peran aset-aset pengetahuan dalam proses konversi pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi pada P2E LIPI. Perilaku inovatif yang dilakukan P2E LIPI dapat terbentuk apabila terjadi proses penciptaan pengetahuan pada organisasi tersebut. Berdasarkan teori Nonaka et al (2000) proses penciptaan pengetahuan melibatkan proses konversi pengetahuan, yaitu sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), kombinasi (combination), dan internalisasi (internalization). Keempat model tersebut dikenal sebagai model SECI. Proses penciptaan pengetahuan dapat terjadi apabila difasilitasi oleh aset-aset pengetahuan. Aset pengetahuan dikelompokkan menjadi empat, yaitu aset pengetahuan eksperiensial, konseptual, sistemik, dan rutin. Oleh karena itu, peneliti akan meneliti hubungan timbal balik antara keempat model SECI dengan keempat jenis aset pengetahuan. Dengan demikian, penelitian ini mampu memberikan suatu model kontribusi aset pengetahuan dalam memfasilitasi proses penciptaan pengetahuan pada organisasi. Adapun bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 4.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang terletak di Gedung Widya Graha LIPI Lantai IV dan V, Jalan Jend. Gatot Subroto 10, Jakarta Selatan 12710. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 sampai dengan Januari 2012. 3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang didapat langsung dari sumber pertama (Suliyanto, 2006). Data primer diperoleh dari hasil kuesioner yang terdiri dari 55 pertanyaan. Menurut Suliyanto (2006) kuesioner adalah metode pengumpulan data yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara membagi daftar pertanyaan kepada responden agar responden tersebut memberikan jawabannya.

(42)

29   

Gambar 4. Kerangka Pemikiran

Visi dan Misi P2E LIPI Aset Pengetahuan: 1. Eksperiensial 2. Konseptual 3. Sistemik 4. Rutin Proses Penciptaan Pengetahuan: 1. Sosialisasi 2. Eksternalisasi 3. Kombinasi 4. Internalisasi Analisis Korelasi Kanonikal

Hubungan Aset Pengetahuan Terhadap Proses Konversi Pengetahuan Organisasi

Perilaku Inovatif

Model Kontribusi Aset Pengetahuan Dalam Memfasilitasi

(43)

Sedangkan data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan pengolahnya (Suliyanto, 2006). Data sekunder diperoleh melalui studi literatur baik dari buku, jurnal, dan sksipsi serta data penunjang lain yang berasal dari P2E LIPI.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

total sampling atau sampling jenuh. Sampling jenuh yaitu populasi merangkap sebagai sampel penelitian (Suliyanto, 2006). Teknik ini digunakan oleh peneliti karena terbatasnya populasi di P2E LIPI yang berjumlah 65 orang. Oleh karena itu, kuesioner dibagikan kepada seluruh pegawai P2E LIPI yang terdiri dari 42 orang peneliti dan 23 orang staf administrasi.

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala likert untuk memberi skor pada masing-masing jawaban responden berdasarkan bobot tertentu. Format yang digunakan adalah lima interval, yaitu:

a. Sangat Setuju skor 5

b. Setuju skor 4

c. Kurang Setuju skor 3 d. Tidak Setuju skor 2 e. Sangat Tidak Setuju skor 1

3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah dikumpulkan selanjutnya diolah agar data tersebut memiliki makna yang berguna untuk memecahkan masalah yang diteliti. Dalam melaksanakan pengolahan data diusahakan agar kesalahan yang terjadi dalam penelitian sekecil mungkin. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan kode (coding) terhadap data yang diperoleh untuk memudahkan serta meningkatkan efisiensi data entry processing ke sistem program komputer (Suliyanto, 2006).

3.4.1 Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir suatu daftar pertanyaan dalam mendefinisikan suatu variabel. Uji validitas harus mengandung dua hal, yaitu ketepatan dan kecermatan. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang

Gambar

Gambar 1. Dari Data ke Pengetahuan (Davidson & Voss, 2002)
Gambar 2. Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi (Nonaka, 2000)  1.  Memperluas dan Mengembangkan Pengetahuan Pribadi
Gambar 3. Model Konversi Pengetahuan (Nonaka & Takeuchi, 1995)  1.  Sosialisasi (socialization)
Gambar 4. Kerangka Pemikiran Visi dan Misi
+7

Referensi

Dokumen terkait

nak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah telah diteliti memiliki persentase di bawah ukuran normal bagi tinggi dan berat badan anak sehat. Sedangkan

Aliran darah (cardiac output) menuju ginjal cukup besar yaitu 20% dari total aliran darah karena ginjal memang berfungsi untuk memfiltrasi zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan lagi

Penentuan halal tidaknya suatu produk makanan dan minuman pada era globalisasi ini tidaklah mudah bahkan mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi ini dikarenakan

yaitu dua kalimat Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa, dan haji ke baitulmal. Semua ini telah disebutkan secara jelas dan terinci dalam kitab-kitab Sunnah sehingga

Dapat dikatakan bahwa majelis hakim, baik Judex Facti maupun Mahkmah Agung sebagai Judex Juris dalam memberikan putusan tidak memperhatikan aspek lainnya, bahwa

Paper ini memiliki simpulan bahwa: 1) Perilaku politik petani gurem di Desa Lebengjumuk pada Pilkada Kabupaten Grobogan tahun 2015 masih kental dengan hubungan

Antrian sering terjadi dalam kegiatan sehari-hari dalam suatu kegiatan baik orang atau benda yang sedang menunggu pelayanan seperti pada antrian pasien rumah

Pada tahap merencanakan penyelesaian, cenderung menyatakan kembali masalah ke dalam bentuk atau model matematika dengan menggunakan gambar bangun, dapat memilih konsep