• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Data, Informasi, dan Pengetahuan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Data, Informasi, dan Pengetahuan"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Data, Informasi, dan Pengetahuan

Manajemen pengetahuan pada dasarnya muncul untuk menjawab pertanyaan bagaimana seharusnya mengelola pengetahuan. Kesadaran untuk menerapkan pendekatan manajemen pengetahuan ke dalam strategi organisasi diperlukan karena terbukti organisasi yang menjadikan sumber daya pengetahuan sebagai aset utamanya senantiasa mampu mendorong organisasi lebih inovatif. Untuk memahami manajemen pengetahuan dengan baik, penting pula diketahui perbedaan antara data, informasi, dan pengetahuan, mengingat data, informasi, dan pengetahuan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Menurut Bergeron (2003) yang dimaksud dengan data adalah bilangan, terkait dengan angka-angka atau atribut-atribut yang bersifat kuantitas, yang berasal dari hasil observasi, eksperimen, atau kalkulasi. Informasi adalah data di dalam satu konteks tertentu. Informasi merupakan kumpulan data dan terkait dengan penjelasan, interpretasi, dan berhubungan dengan materi lainnya mengenai objek, peristiwa-peristiwa atau proses tertentu. Sementara itu, pengetahuan adalah informasi yang telah diorganisasi, disintesiskan, diringkaskan untuk meningkatkan pengertian, kesadaran atau pemahaman

Davidson dan Voss (2002) menyatakan bahwa untuk memahami perbedaan antara data, informasi, dan pengetahuan harus dapat digarisbawahi nilai hierarkinya. Informasi merupakan data yang disaring (distilled) dan dimaknai, demikian pula pengetahuan adalah informasi yang disaring dan dimaknai. Aspek lain yang dapat digunakan untuk membedakan antara data, informasi, dan pengetahuan, yaitu dengan memahami tiga terminologi bahwa data berada di dalam dunia, sementara pengetahuan berada di dalam diri agen (manusia), sedangkan informasi mengambil posisi sebagai perantara (mediating) antara data dengan agen (manusia). Association of State and Territorial Health Official (ASTHO) yang dikutip oleh Sangkala (2007) berpendapat bahwa data bukanlah pengetahuan. Data dapat diubah menjadi informasi. Informasi tersebut apabila dianalisis dapat diubah ke dalam bentuk pengetahuan. Data menurut ASTHO bisa

(2)

berupa angka-angka, grafik, peta, narasi, atau audiovisual. Data bisa menjadi informasi apabila data tersebut diberi makna. Informasi tercipta ketika data dinilai melalui berbagai cara antara lain pengategorisasian, penyaringan, atau penyusunan. Adapun pengetahuan menurut ASTHO, yaitu informasi yang telah diberi konteks. Informasi menjadi pengetahuan ketika informasi telah dievaluasi, disusun, atau dikelola untuk diterapkan dalam mendukung keputusan atau memahami suatu konsep.

+ Tujuan

+ Memaknai

Gambar 1. Dari Data ke Pengetahuan (Davidson & Voss, 2002)

Davenport dan Prusak (1998) mengatakan bahwa data bersifat diskrit, yaitu fakta-fakta objektif mengenai kejadian atau objek-objek tertentu. Data akan menjadi informasi jika diolah (disortir, dianalisis, dan ditampilkan dalam bentuk yang dapat dikomunikasikan melalui bahasa, grafik, atau tabel). Data dan informasi merupakan bahan baku yang diolah oleh aksi atau tindakan menjadi pengetahuan. Proses perubahan data menjadi informasi dilakukan melalui beberapa tahapan yang dimulai dengan huruf C, yaitu:

Contextualized : memahami manfaat data yang dikumpulkan.

Categorized : memahami unit analisis atau komponen kunci dari data.  Calculated : menganalisis data secara matematik atau secara statistik.  Corrected : menghilangkan kesalahan (error) dari data.

Condensed : meringkas data dalam bentuk yang lebih singkat dan jelas. Pengetahuan

Ide-ide, pemikiran, dan keyakinan

Data

Simbol-simbol dan fakta-fakta Informasi

(3)

Sedangkan proses transformasi dari informasi menjadi pengetahuan melalui beberapa tahapan yang juga dimulai dengan huruf C, yaitu:

Comparison : membandingkan informasi pada situasi tertentu dengan situasi-situasi yang lain yang telah diketahui.

Consequences : menemukan implikasi-implikasi dari informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan dan tindakan.  Connections : menemukan hubungan-hubungan bagian-bagian kecil dari

informasi dengan hal-hal lainnya.

Conversations : membicarakan pandangan, pendapat serta tindakan orang lain terkait informasi tersebut.

Dari berbagai pendapat yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa data adalah simbol-simbol, angka-angka, fakta-fakta, grafik, peta atau hasil observasi. Sementara itu, informasi adalah data yang telah ditambahkan makna tertentu. Informasi merupakan kumpulan data yang terkait dengan penjelasan, interpretasi, yang ada hubungannya dengan materi atau objek, peristiwa, atau proses tertentu. Data diubah menjadi informasi ketika data tersebut telah melalui pengategorisasian, penyaringan, atau penyusunan. Adapun pengetahuan, yaitu informasi yang telah dievaluasi, disusun, dan dikelola serta telah diberi tujuan.

2.2 Manajemen Pengetahuan

Manajemen pengetahuan sebagai pelaksanaan penciptaan, penangkapan, pentransferan, dan pengaksesan pengetahuan dan informasi yang tepat ketika dibutuhkan untuk membuat keputusan yang lebih baik, bertindak dengan tepat, serta memberikan hasil dalam rangka mendukung strategi organisasi (Horwitch dan Armacost, 2002). Davidson dan Voss (2002) mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai sistem yang memungkinkan perusahaan menyerap pengetahuan, pengalaman, dan kreativitas para stafnya untuk perbaikan kinerja perusahaan. Davidson dan Voss juga menyatakan bahwa manajemen pengetahuan merupakan suatu proses yang menyediakan cara sehingga perusahaan dapat mengenali dimana aset intelektual kunci berada, menangkap ukuran aset intelektual yang relevan untuk dikembangkan.

(4)

Knowldege Transfer International (KTI) yang dikutip Sangkala (2007) mendefinisikan manajemen pengetahuan sebagai suatu strategi yang mengubah aset intelektual organisasi, baik informasi yang sudah terekam maupun bakat dari para anggotanya ke dalam produktivitas yang lebih tinggi, nilai-nilai baru, dan peningkatan daya saing. Menurut definisi ini, manajemen pengetahuan mampu mengajarkan kepada organisasi, dari mulai pimpinan sampai kepada karyawan mengenai bagaimana menghasilkan dan mengoptimalkan keterampilan sebagai entitas kolektif.

Manajemen pengetahuan adalah strategi dan proses pengidentifikasian, menangkap, dan mengungkit pengetahuan untuk meningkatkan daya saing (The American Productivity and Quality Centre) yang dikutip Tobing (2007). Definisi ini memperjelas bahwa manajemen pengetahuan lebih terkait dengan hal-hal berbagi pengetahuan, bukan demi pengetahuan itu sendiri, tetapi lebih kepada suatu sarana untuk menemukan cara yang memungkinkan anggota perusahaan menjalankan proses bisnisnya lebih cepat, lebih baik, dan dengan biaya yang lebih efisien.

Para ahli lain juga mencoba memberikan pengertian tentang manajemen pengetahuan seperti Santosu dan Surmach (2001) yang dikutip Sangkala (2007) menyatakan bahwa manajemen pengetahuan adalah proses dimana perusahaan melahirkan nilai-nilai dari aset intelektual dan aset yang berbasiskan pengetahuan. Manajemen pengetahuan merupakan seni untuk menciptakan nilai. Menurut Bergeron (2003), manajemen pengetahuan merupakan suatu pendekatan yang sistematik untuk mengelola aset intelektual dan informasi lain sehingga memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Sementara itu, menurut pandangan Sveiby (1998), manajemen pengetahuan adalah seni penciptaan nilai dari aset pengetahuan (intangible assets).

Berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli terlihat memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Tannebaum (1998) yang dikutip Sangkala (2007) menawarkan definisi berikut ini yang dapat dijadikan sebagai suatu konsensus sehingga kita mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap definisi manajemen pengetahuan.

(5)

1. Manajemen pengetahuan mencakup pengumpulan, penyusunan, penyimpanan, dan pengaksesan informasi untuk membangun pengetahuan, pemanfaatan dengan teknologi informasi seperti komputer yang dapat mendukung manajemen pengetahuan, namun teknologi informasi tersebut bukanlah manajemen pengetahuan.

2. Manajemen pengetahuan mencakup berbagi pengetahuan (sharing knowledge). Tanpa berbagi pengetahuan, upaya manajemen pengetahuan akan gagal. Kultur perusahaan, dinamika dan praktik dapat memengaruhi berbagi pengetahuan. Kultur dan aspek sosial dari manajemen pengetahuan merupakan tantangan yang signifikan.

3. Manajemen pengetahuan terkait dengan pengetahuan orang. Pada suatu saat, organisasi membutuhkan orang-orang yang kompeten untuk memahami dan memanfaatkan informasi dengan efektif. Organisasi terkait dengan individu untuk melakukan inovasi dan memberi petunjuk kepada organisasi. Organisasi juga terkait dengan persoalan keahlian yang menyediakan input untuk menerapkan manajemen pengetahuan. Oleh karena itu, organisasi harus mempertimbangkan bagaimana menarik, mengembangkan, dan mempertahankan pengetahuan anggota sebagai bagian dari domain manajemen pengetahuan.

4. Manajemen pengetahuan terkait dengan peningkatan efektivitas organisasi. Kita berkonsentrasi dengan manajemen pengetahuan karena dipercaya bahwa manajemen pengetahuan dapat memberikan kontribusi kepada vitalitas dan kesuksesan perusahaan. Upaya untuk mengukur modal intelektual dan untuk menilai efektivitas manajemen pengetahuan harus dapat membantu kita memahami secara luas pengelolaan pengetahuan yang telah dilakukan.

Selain mengusulkan suatu konsensus mengenai pengertian manajemen pengetahuan, Tannebaum juga memberikan penjelasan mengenai karakteristik berbagai aktivitas manajemen pengetahuan. Manajemen pengetahuan menurut Tannebaum terdiri dari:

1. Pengembangan database organisasi mengenai pelanggan, masalah yang bersifat umum serta pemecahannya;

(6)

2. Mengenali para ahli internal, memperjelas apa yang mereka ketahui, dan mengembangkan kamus yang menjelaskan sumber daya internal kunci dan mengenali bagaimana menemukannya;

3. Mendapatkan dan menangkap pengetahuan dari para ahli tersebut untuk disebarkan ke yang lain;

4. Mendesain struktur pengetahuan yang membantu mengelola informasi dalam suatu cara yang dapat diakses dan siap untuk diaplikasikan;

5. Menciptakan forum bagi orang-orang yang ada di dalam perusahaan untuk berbagi pengalaman dan ide, baik dalam bentuk tatap muka, berkomunikasi melalui internet, website, chatting room, email, dan lain-lain;

6. Memanfaatkan groupware sehingga memungkinkan berbagai macam orang di lokasi yang berbeda dapat berkomunikasi untuk menyelesaikan masalah secara bersama-sama dan mencatat informasi di dalam suatu domain pengetahuan yang telah dipilih;

7. Bertindak untuk mengenali dan mempertahankan talenta orang-orang yang memiliki pengetahuan yang diperlukan di dalam bidang kegiatan utama bisnis;

8. Mendesain pelatihan dan aktivitas pengembangan lainnya untuk menilai dan membangun pengetahuan internal;

9. Menerapkan praktik penghargaan, pengakuan, dan promosi yang mendorong berlangsungnya kegiatan berbagi informasi antar anggota maupun antar unit dalam organisasi;

10. Membantu pekerjaan serta menyediakan alat-alat yang mendukung kinerja sehingga memungkinkan setiap orang menilai dan menerapkan pengetahuan apabila diperlukan;

11. Memaknai database pelanggan, produk, transaksi atau hasil dengan mengenali kecenderungan dan menggali informasi sebanyak mungkin;

12. Mengukur modal intelektual di dalam upaya mengelola pengetahuan yang lebih baik;

13. Menangkap dan menganalisis informasi yang terkait dengan perhatian pelanggan, pilihan-pilihan, dan kebutuhan dari lapangan, front line atau

(7)

personil bagian pelayanan didorong untuk mampu memahami dengan lebih baik terhadap kecenderungan pelanggan.

2.3 Manfaat Manajemen Pengetahuan

Manfaat manajemen pengetahuan dapat dilihat dalam kaitannya dengan penggunaan pengetahuan sebagai basis untuk melahirkan inovasi, meningkatkan responsivitas terhadap kebutuhan stakeholders, meningkatkan produktivitas dan kompetensi karyawan yang telah diberi tugas dan tanggung jawab. Pengetahuan dan kapabilitas merupakan sumber daya yang berkelanjutan bagi organisasi. Adapun manfaat manajemen pengetahuan menurut Tobing (2007) berdampak kepada berbagai bidang berikut:

1. Bidang operasi dan pelayanan

Saat ini telah terjadi perubahan dari industri manufaktur ke industri jasa yang berimplikasi terhadap karakteristik dari pekerjaan (job characteristic). Dalam industri manufaktur, pekerja melakukan aktifitas yang sifatnya berulang sesuai dengan instruksi kerja yang ketat dan menghasilkan sesuatu barang yang berwujud atau tangible. Sedangkan dalam industri jasa, tindakan-tindakan yang dilakukan pekerja bersifat unik yang membutuhkan proses pengambilan keputusan yang kompleks berdasarkan pengertian dan pengetahuan yang dimiliki oleh pekerja. Pekerjaan ini sering disebut knowledge work dan pekerjanya disebut knowledge worker.

Perusahaan yang memiliki knowledge worker adalah perusahaan yang memiliki basis customer knowledge yang terkelola dengan baik. Customer knowledge ini dapat diakses oleh pekerjanya serta dapat membantu mereka dalam memberikan pelayanan yang terbaik kepada pelanggannya. Knowledge worker sangat mengenal pelanggannya, mereka mengetahui permasalahan yang dihadapi pelanggan dan solusi yang sudah terbukti efektifitasnya serta mengetahui secara proaktif kebutuhan pelanggannya karena semuanya itu tersaji dalam basis customer knowledge perusahaan yang dikelola dengan prinsip-prinsip manajemen pengetahuan.

Akibat logis dari kondisi tersebut adalah knowledge worker dapat memberikan respon yang lebih cepat, penanganan klaim pelanggan yang lebih baik, dan pelayanan yang lebih proaktif.

(8)

2. Bidang pengembangan kompetensi personil

Proses pembelajaran terjadi dalam siklus yang berkesinambungan (kontinyu). Proses ini berawal dari akuisisi pengetahuan yang kemudian diaplikasikan dalam proses bisnis organisasi. Pengetahuan yang diaplikasikan potensial memunculkan pengetahuan yang baru melalui proses penciptaan pengetahuan. Pengetahuan ini kemudian dipelihara dan dibagikan kembali untuk dapat diakuisisi dan dimanfaatkan secara luas. Siklus inilah yang menjadi proses utama dalam manajemen pengetahuan, yaitu knowledge creation, knowledge retention, knowledge sharing, dan knowledge utilisation.

Knowledge sharing sebagai salah satu proses utama dalam manajemen pengetahuan, pada hakikatnya adalah penciptaan kesempatan yang luas untuk belajar (learning) kepada seluruh anggota organisasi sehingga dapat meningkatkan kompetensinya secara mandiri. Namun demikian, tersedianya bahan ajar atau pengetahuan dalam manajemen pengetahuan yang disimpan dalam memori perusahaan, belum tentu akan mendorong minat belajar karyawan. Hal ini dapat terjadi karena dua faktor, pertama, pengetahuan yang tersedia kurang relevan dengan tugas sehari-hari dari para pekerja. Kedua, para pekerja memang tidak memiliki motivasi dan daya yang memadai untuk belajar secara mandiri.

3. Bidang pemeliharaan ketersediaan pengetahuan

Keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para pekerja dalam sebuah perusahaan perlu dikelola oleh perusahaan untuk menjamin tidak terjadinya knowledge loss. Knowledge loss adalah suatu kondisi dimana perusahaan kehilangan pengetahuan yang dibutuhkannya, walau pengetahuan tersebut sebenarnya sudah pernah dimiliki dan dipergunakan oleh perusahaan tersebut. Knowledge loss dapat terjadi ketika seorang pekerja keluar dari perusahaan baik karena alasan pensiun atau pindah ke perusahaan lain, sementara pengetahuan yang dimiliki pekerja tersebut belum ditransfer kepada memori perusahaan atau pekerja lainnya di dalam perusahaan. Knowledge loss dapat mengakibatkan terganggunya operasi perusahaan, bahkan dapat mengakibatkan gangguan yang lebih serius jika perpindahan atau keluarnya pekerja tersebut diikuti dengan berpindahnya beberapa pelanggan ke perusahaan lain atau

(9)

mengikuti pekerja tersebut menjadi pelanggan dari perusahaan yang baru dimasukinya.

4. Bidang inovasi dan pengembangan produk

Salah satu produk dari manajemen pengetahuan adalah proses pembelajaran yang berimplikasi terhadap peningkatan kemampuan inovasi, yaitu dengan terciptanya pengetahuan baru. Inovasi yang dikombinasikan dengan kebutuhan pelanggan akan menjadi solusi atau produk yang efektif dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi pelanggan.

Proses pengembangan produk merupakan proses yang bersifat kolaboratif dan lintas fungsi. Artinya produk baru tidak dihasilkan oleh unit atau fungsi tertentu dalam perusahaan, tetapi melibatkan berbagai unit untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan tidak sekedar baru, tetapi juga harus laku dan dapat diproduksi dengan semestinya. Rancangan produk baru biasanya dihasilkan oleh unit riset dan pengembangan, kemudian unit marketing melakukan pengujian apakah rancangan produk tersebut dapat diterima pasar, kemudian baru dievaluasi bagaimana cara memproduksinya oleh unit rekayasa atau operasi. Manajemen pengetahuan mengakselerasi proses pengembangan produk baru, karena manajemen pengetahuan sendiri mempromosikan dan menyediakan media untuk kolaborasi (baik virtual maupun tatap muka) dan knowledge sharing.

Semua manfaat manajemen pengetahuan yang telah dijelaskan akan bermuara pada peningkatan produktifitas yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai organisasi.

2.4 Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi

Polanyi seorang ahli Kimia merupakan orang pertama yang memperkenalkan bahwa pengetahuan terdiri dari dua jenis, yaitu tacit knowledge dan explicit knowledge (Sangkala, 2007).

1. Tacit knowledge (pengetahuan tacit)

Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dan sangat sulit untuk diformalisasikan, sulit untuk dikomunikasikan atau dibagi dengan orang lain. Pemahaman yang melekat di dalam pengetahuan individu tersebut masih bersifat subjektif. Pengetahuan yang dimiliki oleh individu tersebut masih dapat dikategorikan sebagai intuisi dan dugaan. Tacit knowledge berada

(10)

dan berakar di dalam tindakan maupun pengalaman seseorang, termasuk idealisme, nilai-nilai maupun emosionalnya. Tacit knowledge merupakan pengetahuan yang bersifat pribadi dan juga sangat susah dibentuk. Selain itu, juga sulit dikomunikasikan atau dibagi kepada orang lain.

Tacit knowledge memiliki dua dimensi. Pertama, yang disebut dengan dimensi teknis, yang mencakup berbagai macam keterampilan atau keahlian yang sulit diformalkan. Elemen dimensi teknis ini sering kali diistilahkan dengan terminologi “know-how, keahlian dan keterampilan”. Dimensi ini sangat subjektif dan pemahaman yang dimiliki oleh seseorang tersebut sangat bersifat pribadi, intuitif, dugaan, dan inspirasi yang muncul dari pengalaman. Oleh karena itu, dimensi ini lebih berdimensi pengalaman. Kedua, yang disebut dengan dimensi kognitif. Dimensi ini terdiri dari kepercayaan, persepsi, idealisme, nilai-nilai, emosi, dan mental model sehingga dimensi ini tidak mudah diartikulasikan. Dimensi ini membentuk cara individu menerima dunia sekelilingnya serta menunjuk kepada kesan atau gambaran seseorang terhadap realitas.

2. Explicit knowledge (pengetahuan eksplisit)

Explicit knowledge sangat berbeda dengan tacit knowledge karena explicit knowledge dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata, dapat dijumlahkan serta dapat dibagi dalam bentuk data, formula ilmu pengetahuan, spesifikasi produk, manual-manual, dan prinsip-prinsip universal. Pengetahuan ini senantiasa siap untuk ditransfer kepada orang lain secara formal dan sistematik.

Tacit knowledge dan explicit knowledge diciptakan oleh individu yang ada di dalam organisasi. Organisasi pada dasarnya tidak dapat menciptakan pengetahuan tanpa individu-individu yang ada dalam organisasi. Fungsi organisasi adalah memberi dukungan kepada kreativitas individu yang ada di dalam organisasi atau menyediakan suatu konteks bagi individu untuk menciptakan pengetahuan. Penciptaan pengetahuan harus dipahami dalam terminologi suatu proses yang secara organisasional memperbesar kemungkinan penciptaan pengetahuan individu dan mengkristalisasikan pengetahuan tersebut sebagai bagian dari jaringan pengetahuan organisasi.

(11)

Berbagai pendekatan yang memungkinkan pengetahuan individual dapat diperbesar atau diperluas dan dinilai di dalam organisasi dapat dilakukan dalam beberapa langkah (Nonaka, 2000). Proses tersebut dapat dilihat dalam Gambar 2.

Gambar 2. Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi (Nonaka, 2000)

1. Memperluas dan Mengembangkan Pengetahuan Pribadi

Penggerak utama proses penciptaan pengetahuan di dalam organisasi adalah individu yang berada di dalam organisasi. Individu-individu tersebut mengakumulasi pengetahuan tacit melalui pengalaman yang mereka miliki. Kualitas pengalaman tacit dipengaruhi oleh dua hal penting, yaitu faktor keragaman pengalaman individu dan kualitas pengetahuan terhadap pengalaman yang merupakan penjelmaan pengetahuan ke dalam komitmen pribadi yang telah lama melekat di dalam pengalaman itu sendiri.

2. Berbagi Pengetahuan Tacit

Salah satu cara mengimplementasi penciptaan pengetahuan dalam organisasi adalah dengan menciptakan self-organizing team, dimana anggota organisasi berkolaborasi untuk menciptakan konsep baru. Self-organizing team yang dibentuk merupakan tim yang anggota-anggotanya berasal dari berbagai fungsi. Keragaman asal anggota tim sangat penting bagi organisasi dalam rangka memutuskan kapan dan bagaimana menentukan bidang interaksi, dimana dan kapan individu dapat berinteraksi. Self-organizing team dapat memicu penciptaan pengetahuan organisasi melalui dua proses, yaitu pertama, organisasi

Enabling Condition Intention Chaos/Fluctuation Autonomy Redundancy Requisite Variety Conceptualization Networking Knowledge Justification Enlaring Individual Knowledge Sharing Tacit Knowledge Crystallization

(12)

memfasilitasi tumbuhnya saling percaya diantara anggota organisasi dan mempercepat terciptanya perspektif yang secara eksplisit berasal dari anggota organisasi itu sendiri yang dikenal dengan pengetahuan tacit. Kedua, berbagi perspektif implisit yang dikonseptualisasikan melalui dialog yang kontinyu diantara anggota organisasi. Berbagi pengalaman juga mampu memfasilitasi penciptaan perspektif umum yang dapat dibagi oleh anggota tim sebagai bagian dari pengetahuan tacit masing-masing.

3. Pengonseptualisasian

Setelah tercipta saling percaya diantara anggota organisasi dan telah terbentuk secara implisit perspektif yang sama melalui berbagi pengalaman, tim selanjutnya memerlukan pengartikulasian perspektif melalui dialog yang kontinyu. Mode yang dominan dalam pengubahan pengetahuan dalam tahap ini adalah eksternalisasi. Teori organizational learning telah banyak memberikan perhatian terhadap proses ini. Perspektif tacit diubah ke dalam bentuk konsep eksplisit yang dapat dibagi kepada tim. Dialog secara langsung memfasilitasi proses ini dengan menggiatkan eksternalisasi pada level individual. Dialog dalam bentuk tatap muka merupakan salah satu upaya membangun konsep karena hal ini memberikan peluang bagi seseorang untuk menguji asumsi maupun hipotesisnya. Agar dialog tersebut produktif, dialog harus dilakukan oleh berbagai macam orang dan bersifat temporer sehingga ada ruang untuk perbaikan dan negosiasi serta para peserta dalam dialog harus dapat mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan jujur.

Upaya konseptualisasi tidak hanya diciptakan melalui metode deduktif dan induktif, tetapi juga abduktif. Abduktif memiliki peranan penting di dalam proses konseptualisasi. Deduksi dan induksi secara vertikal berorientasi kepada proses memberi alasan, sementara abduksi merupakan perluasan secara lateral dari alasan dimana berpusat kepada penggunaan metafora-metafora. Biasanya proses induktif dan deduktif digunakan ketika sebuah pemikiran atau image direvisi atau memberi makna terhadap sebuah konsep baru.

4. Pengkristalisasian

Kristalisasi dapat dipandang sebagai proses dimana berbagai macam bagian atau departemen di dalam organisasi menguji realitas dan penerapan

(13)

konsep yang diciptakan oleh tim. Proses ini biasanya difasilitasi biasanya oleh apa yang disebut dengan kegiatan percobaan. Kegiatan ini merupakan proses sosial dimana terjadi pada level kolektif yang biasanya disebut dengan dinamika hubungan kerja sama atau sinergis antara berbagai fungsi dan departemen dalam organisasi. Hubungan ini cenderung dapat dilakukan dengan efektif apabila tersedia informasi yang cukup. Jika tidak tersedia informasi yang cukup biasanya inisiatif dilakukan oleh para ahli yang dianggap memiliki informasi dan pengetahuan yang lebih.

Penciptaan pengetahuan berlangsung dalam interaksi para anggota tim untuk selanjutnya dikristalisasi dalam bentuk yang lebih konkrit, misalnya berupa produk, konsep, atau sistem. Kristalisasi ini merupakan bentuk pengubahan pengetahuan yang kegiatannya diistilahkan oleh Nonaka dan Takeuchi (1995) sebagai model konversi internalisasi. Proses kristalisasi merupakan proses sosial yang terjadi pada tingkatan kolektif yang terealisasi melalui apa yang disebut “dynamic cooperative relation or synergetics” diantara berbagai fungsi dan departemen dalam organisasi.

5. Penilaian Pengetahuan

Penilaian merupakan tahap terakhir menyatukan dan menyaring apakah pengetahuan yang diciptakan dalam organisasi benar-benar bermanfaat bagi organisasi dan masyarakat. Artinya penilaian sangat menentukan kualitas pengetahuan yang diciptakan dan mencakup kriteria atau standar penilaian. Persoalan yang terkait dengan standar penilaian ini antara lain terkait dengan biaya, keuntungan minimalnya, tingkat dimana produk dapat memberikan kontribusi kepada perkembangan perusahaan, termasuk nilai yang dijanjikan yang di luar fakta atau pertimbangan-pertimbangan pragmatis. Hal ini bisa berupa opini yang lebih luas dan lebih dari sekedar penciptaan pengetahuan, misalnya visi organisasi dan persepsi yang terkait dengan perjalanan, romantisme, dan estetikanya. Di dalam organisasi biasanya yang paling menentukan adalah standar penilaian. Standar penilaian harus dilakukan dalam terminologi konsistensi dengan sistem nilai yang paling tinggi. Kemampuan pimpinan memelihara keberlanjutan refleksi diri dalam perspektif yang lebih luas sangat diperlukan apabila tetap menginginkan kualitas penciptaan pengetahuan terjadi.

(14)

6. Menjejaringkan Pengetahuan

Selama tahap penciptaan pengetahuan organisasi, konsep yang telah diciptakan, dikristalisasikan, selanjutnya dinilai dalam organisasi dan diintegrasikan ke dalam basis pengetahuan organisasi untuk disebarkan ke seluruh jaringan organisasi. Pengetahuan organisasi yang telah tercipta tersebut selanjutnya dikelola kembali melalui proses interaksi antara visi organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya dengan konsep baru yang telah diciptakan. Untuk menjembatani antara konsep besar dengan konsep yang baru tercipta diperlukan suatu konsep menengah (middle range concept). Jadi konsep menengah ini menghilangkan ketidakjelasan konsep besar ke tingkat konsep baru maupun sebaliknya. Kadang-kadang konsep besar tidak dimengerti dengan baik pada setiap tingkatan, kecuali konsep menengah memperjelas konsep yang sudah tercipta tersebut. Upaya memperjelas tersebut dilakukan melalui penciptaan atau penyusunan kembali konsep besar yang diberikan oleh pimpinan puncak serta konsep menengah yang diciptakan oleh pimpinan menengah. Interaksi ini dimediasi secara nyata dalam bentuk penyatuan informasi yang merupakan dinamika lain aktivitas self-organizing team untuk menjejaringkan pengetahuan yang terus-menerus menciptakan informasi dan makna baru.

Hal yang perlu dicatat bahwa proses penciptaan pengetahuan tidak pernah berakhir dan merupakan proses yang berputar baik yang terjadi dalam organisasi maupun dengan lingkungannya, karena lingkungan merupakan sumber pemicu penciptaan pengetahuan yang digambarkan dengan reaksi produk oleh pelanggan, pesaing, dan pemasok. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa proses penciptaan pengetahuan dalam organisasi berlangsung bagaikan sebuah siklus yang dimulai dari memperbesar pengetahuan individu, berbagi pengetahuan tacit dan konseptual, membangun tim mengelola dirinya sendiri, berbagi pengalaman, menyusunnya ke dalam bentuk konsep, mengkristalisasikan, menilai kualitasnya, menjaringkan ke seluruh organisasi baik internal maupun ke seluruh lingkungan organisasi.

Menurut Nonaka dan Takeuchi (1995), proses penciptaan pengetahuan organisasi terjadi karena adanya interaksi (konversi) antara pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit. Kedua jenis pengetahuan tersebut dapat dikonversi melalui

(15)

empat jenis proses konversi, yaitu sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), kombinasi (combination), dan internalisasi (internalization). Keempat jenis proses konversi ini disebut proses SECI seperti yang dilukiskan pada Gambar 3.

Tacit Knowledge ke Explicit Knowledge   Tacit Knowledge dari Explicit Knowledge

Gambar 3. Model Konversi Pengetahuan (Nonaka & Takeuchi, 1995)

1. Sosialisasi (socialization)

Sosialisasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan tacit ke pengetahuan tacit memungkinkan pengetahuan tacit diubah melalui interaksi antar individu. Kunci untuk mendapatkan pengetahuan tacit, yaitu dengan pengalaman. Tanpa melalui cara berbagi pengalaman akan sulit bagi orang yang memiliki pengetahuan tacit tersebut ditransfer ke orang lain. Hal ini sangat terkait dengan adanya unsur-unsur emosional dan konteks maupun nuansa.

2. Eksternalisasi (externalization)

Eksternalisasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan tacit ke pengetahuan eksplisit melalui proses dialog dan refleksi. Melalui cara ini pengetahuan terkristalisasikan sehingga dapat didistribusikan ke pihak lain dan menjadi basis bagi pengetahuan baru. Pada tahap ini, pengetahuan tacit diekspresikan dan diterjemahkan menjadi metafora, konsep, hipotesis, diagram, model atau prototipe sehingga dapat dimengerti oleh pihak lain.

3. Kombinasi (combination)

Kombinasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan eksplisit ke pengetahuan eksplisit terjadi melalui proses pengombinasian beragam pengetahuan eksplisit yang dimiliki oleh seseorang. Seseorang mempertukarkan

Sosialisasi

Internalisasi

Eksternalisasi

(16)

dan mengombinasikan pengetahuan melalui semacam satu mekanisme pertukaran seperti pertemuan dan percakapan. Rekonfigurasi informasi yang ada tersebut selanjutnya disortir, dikategorisasi, dan dikontekstualisasikan kembali menjadi pengetahuan baru.

4. Internalisasi (internalization)

Internalisasi adalah pengubahan pengetahuan dari pengetahuan eksplisit ke pengetahuan tacit. Proses pembelajaran dan akuisisi pengetahuan yang dilakukan oleh anggota organisasi terhadap pengetahuan ekplisit yang disebarkan ke seluruh organisasi terhadap pengalaman sendiri sehingga menjadi pengetahuan tacit anggota organisasi.

Berdasarkan teori Nonaka & Takeuchi (2000), proses penciptaan pengetahuan dapat terjadi apabila difasilitasi oleh aset-aset pengetahuan. Adapun tipe-tipe aset pengetahuan, yaitu:

1. Aset Pengetahuan Eksperiensial (experiential asset)

Aset pengetahuan eksperiensial merupakan pengetahuan tacit yang dibangun melalui kebersamaan, pengalaman bersama dalam organisasi atau pengalaman bekerja sama diantara karyawan, pelanggan, pemasok, atau organisasi afiliasi. Aset pengetahuan eksperiensial dibagi lagi menjadi empat tipe pengetahuan, yaitu pengetahuan emosional, pengetahuan fisik, pengetahuan energetik, dan pengetahuan ritmik.

2. Aset Pengetahuan Konseptual (conceptual asset)

Aset pengetahuan konseptual merupakan pengetahuan eksplisit yang diartikulasikan melalui pencitraan, simbol, dan bahasa. Aset ini didasarkan pada persepsi pelanggan dan karyawan. Aset konseptual biasanya mempunyai bentuk tanwujud dan lebih mudah diartikulasikan dibanding aset eksperiensial, tetapi masih sulit dipahami apa yang dirasakan oleh pelanggan atau anggota organisasi. 3. Aset Pengetahuan Sistemik (systemic asset)

Aset pengetahuan sistemik merupakan pengetahuan eksplisit yang tersistemasi dan terkemas, seperti teknologi yang dirumuskan eksplisit, spesifikasi produk, manual atau informasi terdokumentasi tentang pelanggan dan pemasok. Termasuk juga proteksi hak intelektual secara legal, seperti lisensi atau paten.

(17)

4. Aset Pengetahuan Rutin (routine asset)

Aset pengetahuan rutin merupakan pengetahuan tacit yang sudah rutin menyatu dan menjadi aturan dalam kegiatan atau praktik organisasi. Keterampilan, kegiatan rutin, dan budaya organisasi yang dilakukan sehari-hari. Melalui praktik berkesinambungan, pola pikir atau tindakan tertentu dikuatkan dan dilakukan bersama oleh anggota organisasi.

2.5 Penelitian Terdahulu

Purwanto (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Pendukung Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi di Koperasi Susu” meneliti enam koperasi susu, yaitu KPSBU, SAE, KUD Warga Mulya, KUD Jatinom, KUD Cepogo, dan KUD Musuk. Penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi faktor-faktor pendukung dalam proses penciptaan pengetahuan organisasi pada koperasi susu di Indonesia dan (2) menganalisis faktor-faktor pendukung bagi proses penciptaan pengetahuan koperasi susu di Indonesia. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah data primer, yaitu berasal dari kuesioner dan wawancara dengan karyawan di enam koperasi serta data sekunder berasal dari data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pengumpul data primer maupun oleh pihak lain. Selain itu data sekunder berasal dari studi pustaka yang berkaitan dengan bahasan penelitian seperti buku, jurnal, dan internet. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (visi bersama, pengelolaan percakapan, penyebaran pengetahuan internal, dan variabel dummy) terhadap variabel dependen (pengetahuan organisasi koperasi susu).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan (keseluruhan), visi bersama, pengelolaan percakapan, dan penyebaran pengetahuan internal memiliki pengaruh nyata terhadap pengetahuan organisasi koperasi susu. Namun secara parsial, ternyata hanya pengelolaan percakapan dan penyebaran pengetahuan internal yang memiliki pengaruh nyata terhadap pengetahuan organisasi koperasi susu. Variabel dummy D1 dan D4 juga berpengaruh nyata terhadap pengetahuan organisasi koperasi susu. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat pengetahuan organisasi Koperasi KPSBU dibandingkan dengan Koperasi SAE dan Koperasi Warga Mulya adalah lebih tinggi. Dan secara umum, karakteristik

(18)

responden yang dilihat dari jenis kelamin, pengalaman, pendidikan, dan gaji tidak berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan organisasi koperasi susu. Untuk ukuran kebaikan model masih kurang bagus karena nilai koefisien determinasi (R2) = 29,7 persen yang artinya keragaman yang mampu dijelaskan oleh faktor-faktor X dalam model regresi di atas hanya 29,7 persen, sedangkan sisanya 70,3 persen dijelaskan oleh faktor lain di luar model.

Sukmawati et al (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Model Kontribusi Aset Pengetahuan dalam Memfasilitasi Proses Penciptaan Pengetahuan pada Koperasi Susu” bertujuan untuk (1) mengidentifikasi aset-aset pengetahuan yang dimiliki Koperasi Susu dan (2) menganalisis peran aset-aset pengetahuan tersebut dalam proses konversi pengetahuan organisasi yang mendorong inovasi pada Koperasi Susu di Indonesia. Dalam penelitian ini, pengumpulan data primer berupa pendapat peternak, karyawan koperasi, dan pengurus koperasi dilakukan di tiga koperasi primer yang merupakan anggota Gabungan Koperasi Susu di Indonesia (GKSI), yaitu Koperasi Peternak Sapi Perah (KPS) Bogor di Bogor, Koperasi Susu Sinau Andandani Ekonomi (SAE) Pujon di Malang, dan Koperasi Sukamulya, Wates di Kediri. Pengumpulan data tersebut dilakukan dengan meminta 105 orang responden mengisi kuesioner. Sampel diambil secara acak sederhana (random sampling). Data sekunder meliputi anggota koperasi, data produksi, dan data penunjang lain. Penelitian ini menggunakan analisis korelasi kanonikal untuk mengetahui hubungan timbal balik antara empat kategori aset pengetahuan (aset pengetahuan eksperiensial, aset pengetahuan konseptual, aset pengetahuan sistemik, dan aset pengetahuan rutin) dengan empat model proses penciptaan pengetahuan (sosialisasi, eksternalisasi, kombinasi, dan internalisasi).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dibanding aset pengetahuan lainnya, aset pengetahuan konseptual memiliki korelasi yang lebih besar terhadap proses sosialisasi dan eksternalisasi. Aset pengetahuan rutin memiliki korelasi lebih besar terhadap proses eksternalisasi. Aset pengetahuan rutin ini merupakan pengetahuan tacit yang sudah menyatu dan menjadi aturan dalam praktik berkesinambungan dan pola pikir atau tindakan tertentu yang dikuatkan dan dilakukan bersama sehingga menjadi budaya organisasi. Aset pengetahuan eksperiensial memiliki korelasi lebih besar terhadap proses internalisasi dan

(19)

kombinasi. Aset pengetahuan eksperiensial merupakan pengetahuan tacit yang dibangun melalui kebersamaan dan pengalaman bersama dalam organisasi atau pengalaman bekerja sama diantara karyawan, pelanggan, pemasok, atau organisasi afiliasi. Dibandingkan aset pengetahuan lainnya, pengetahuan sistemik terbukti memiliki korelasi paling lemah terhadap proses penciptaan pengetahuan. Aset pengetahuan sistemik merupakan aset pengetahuan yang bersifat pengetahuan eksplisit yang tersistemasi dan terkemas, seperti teknologi yang dirumuskan eksplisit, spesifikasi produk, manual atau informasi terdokumentasi tentang pelanggan dan pemasok, termasuk juga proteksi, dan hak kekayaan intelektual secara legal.

Raras (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Penerapan Manajemen Pengetahuan Untuk Menjadi Organisasi Pembelajar (Learning Organization) Studi Kasus Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia (Burung Indonesia)” bertujuan untuk (1) mengkaji penerapan Manajemen Pengetahuan yang ada di Burung Indonesia dan (2) menganalisis gambaran pembelajaran organisasi yang ada di Burung Indonesia yang menjadi dasar organisasi untuk menilai kapasitas organisasi menjadi organisasi pembelajar (learning organization). Dua faktor digunakan dalam penelitian di Burung Indonesia untuk menilai penerapan manajemen pengetahuan. Dua faktor tersebut, yaitu kualitas pembelajaran di organisasi dan kualitas proses pengelolaan pengetahuan. Untuk melihat gambaran pembelajaran organisasi di Burung Indonesia yang merupakan organisasi non pemerintah digunakan organizational profile plot dari pembelajaran organisasi. Gambaran pembelajaran tersebut dilihat dari delapan fungsi kunci organisasi pembelajar, yaitu penciptaan budaya yang mendukung, pengumpulan pengalaman internal, pengaksesan pembelajaran eksternal, sistem komunikasi, mekanisme untuk menarik kesimpulan, pengembangan memori organisasi, pengintegrasian pembelajaran ke dalam strategi dan kebijakan, serta penerapan pembelajaran.

Hasil penelitian untuk kualitas pembelajaran di Burung Indonesia diperoleh skor sebesar 7,4 menunjukkan bahwa Burung Indonesia telah memiliki dasar yang baik untuk menjadi organisasi pembelajar, sedangkan untuk kualitas proses pembelajaran di Burung Indonesia diperoleh skor sebesar 46 yang

(20)

menunjukkan bahwa Burung Indonesia telah memiliki beberapa karakteristik untuk menjadi organisasi pembelajar. Gambaran pembelajaran organisasi (organization profile plot) dilihat secara keseluruhan dan menurut kelima divisi yang ada di Burung Indonesia. Kelima divisi tersebut, yaitu Knowledge Center, Conservation Programme, Communication and Business Development, Finance, dan General Affairs and Administration. Jika dilihat secara keseluruhan dimensi yang memiliki nilai tertinggi adalah pengaksesan pembelajaran eksternal yang bernilai 14,26 sedangkan skor terendah berada pada dimensi memori organisasi yang bernilai 11,83. Dari gambaran pembelajaran di masing-masing divisi terlihat bahwa empat divisi memiliki skor tertinggi pada pembelajaran eksternal, sedangkan tiga divisi memiliki skor terendah pada memori organisasi dan dua divisi memiliki skor terendah pada budaya yang mendukung. Hasil gambaran pembelajaran tersebut digunakan Burung Indonesia sebagai dasar untuk merefleksikan pembelajaran yang telah ada dan dapat melihat kekuatan dan kelemahan organisasi di dalam pembelajaran tersebut.

Gambar

Gambar 1. Dari Data ke Pengetahuan (Davidson & Voss, 2002)
Gambar 2. Proses Penciptaan Pengetahuan Organisasi (Nonaka, 2000)
Gambar 3. Model Konversi Pengetahuan (Nonaka & Takeuchi, 1995)

Referensi

Dokumen terkait

Pengenal pengucap adalah suatu proses pengenalan untuk mengetahui siapa yang mengucapkan sinyal informasi tersebut dengan mencocokkan karakteristik ucapan yang ada di dalam basis

 Panjang garis tengah lingkaran pada lapangan basket adalah 1,80 meter dengan ukuran lebar garis yaitu 0,05 meter. Panjang garis akhir lingkaran daerah serang yaitu

bahwa dengan ditetapkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 245 Tahun 2004 tentang Pedoman Penetapan Tarif Retribusi Jasa Umum, maka Peraturan Daerah Kabupaten

Sementara untuk tujuan makalah ini adalah merancang Sinkronisasi dan CS pada audio watermarking, menganalisis kualitas audio yang sudah disisipkan watermark dibandingkan

Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa imuem mukim sebagai salah satu lembaga adat (Pasal 98 ayat (3) huruf b), dimana lembaga tersebut berfungsi dan berperan sebagai

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu mayoritas pada kategori baik sebanyak 39 orang (59,1%) dan minoritas dengan pengetahuan buruk sebanyak 27 orang

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Perbedaan Tingkat Dehidrasi dan Kelelahan pada Karyawan Terpapar Iklim

Dengan demikian, tujuan penelitian adalah untuk mengetahui faktor yang lebih mempengaruhi keberhasilan pembelajaran dalam ruang kelas terhadap persepsi, implementasi