• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN PENGETAHUAN TERHADAP ORGANISASI PEMBELAJAR PADA INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh HENDRA ETRI GUNAWAN H

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN PENGETAHUAN TERHADAP ORGANISASI PEMBELAJAR PADA INSTITUT PERTANIAN BOGOR. Oleh HENDRA ETRI GUNAWAN H"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

PADA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Oleh

HENDRA ETRI GUNAWAN

H24063083

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Hendra Etri Gunawan. H24063083. Analisis PengaruhManajemen Pengetahuan terhadap Organisasi Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor (IPB). Dibawah Bimbingan Erlin Trisyulianti.

Globalisasi memaksa perguruan tinggi di dunia untuk dapat bersiang secara global guna menuju World Class University, tidak terkecuali dengan Institut Pertanian Bogor (IPB). IPB harus melakukan inovasi-inovasi guna dapat beradapatasi dengan perubahan lingkungan yang ada. Inovasi yang dihasilkan oleh IPB pada dasarnya tidak cukup dijelaskan hanya dalam terminologi pemrosesan informasi serta penyelesaian masalah. Inovasi akan mampu dipahami sebagai sebuah proses dimana organisasi menciptakan dan menentukan masalah dan kemudian secara aktif mengembangkan pengetahuan baru untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Pengetahuan inilah yang menjadi

intangible asset bagi kemajuan IPB. Dengan demikian diperlukan suatu sistem atau tata kelola yang dapat menciptaan nilai dari aset pengetahuan atau yang biasa disebut juga dengan Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management). Pengetahuan, pengalaman dan kreativitas pegawai IPB akan terbentuk apabila mereka diberi kesempatan untuk melakukan pembelajaran dalam konteks individu maupun organisasi (Learning Organization).

Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) mengidentifikasi indikator Manajemen Pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor (IPB), (2) mengidentifikasi indikator Organisasi Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor (IPB), (3) mengetahui hubungan antara Manajemen Pengetahuan dan Organisasi Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor (IPB), (4) menganalisis pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Organisasi Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor (IPB).

Berdasarkan Uji korelasi Rank Spearman menunjukan bahwa terdapat hubungan kuat dan positif antara Manajemen Pengetahuan dan Organisasi Pembelajar dengan nilai korelasi sebesar 54,5 persen. Uji regresi linear menunjukan bahwa bahwa sebesar 38 persen variabel Manajemen Pengetahuan dapat menjelaskan variabel Organisasi Pembelajar dan sisanya sebesar 62 persen ditentukan oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Selain itu, uji regresi linear menunjukan bahwa Manajemen Pengetahuan memiliki pengaruh signifikan pada Organisasi Pembelajar di IPB dengan tingkat pengaruh 44,6 persen. Dengan demikian, uji hipotesis dalam penelitian ini yang berbunyi H0:

Manajemen Pengetahuan tidak memiliki pengaruh terhadap Organisasi Pembelajar, ditolak. Sedangkan H1: Manajemen Pengetahuan memiliki pengaruh

(3)

PADA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

HENDRA ETRI GUNAWAN

H24063083

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor

Nama : Hendra Etri Gunawan

NIM : H24063083

Menyetujui, Oktober 2011 Dosen Pembimbing

Erlin Trisyulianti, S.TP, M.Si. NIP 19730712 199702 2 001

Mengetahui, Ketua Departemen

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc. NIP 19610123 198601 1 002

(5)

iii   

Hendra Etri Gunawan lahir di Bogor, 18 April 1988. Hendra Etri Gunawan menjalani pendidikan formal di SDN Grogol 03 lulus tahun 2000, SLTPN 2 Depok lulus tahun 2003, dan SMAN 1 Depok lulus tahun 2006. Hendra Etri Gunawan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2006 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).

Selama masa perkuliahan, Hendra Etri Gunawan aktif diberbagai kegiatan kampus. Hendra Etri Gunawan adalah Ketua Komisi A DPM TPB 43, Ketua Panitia Open House IPB 2007, Ketua BEM FEM IPB 2008/2009, Menteri Kebijakan Daerah BEM KM IPB 2010 dan Kordinator Aliansi BEM se-Bogor 2010. Terakhir, Hendra Etri Gunawan bersama kawan-kawan PPSDMS Nurul Fikri Regional V Bogor membangun Rumah Peradaban Leadership Community.

Sekarang Hendra Etri Gunawan Aktif sebagai Direktur Eksekutif Institute for Regional Investment and Development Studies (IRIDS) 2010-2015.

Hendra Etri Gunawan merupakan penerima beasiswa prestasi PPSDMS Nurul Fikri Angkatan IV. Aktif mengikuti kegiatan pelatihan dan seminar tingkat Regional dan Nasional, diantaranya: Pendidikan Kepemimpinan Nasional PPSDMS Nurul Fikri 2010, Dialog Pemuda Tingkat Nasional 2009, Pelatihan Pimpinan Organisasi Mahasiswa Se-Indonesia 2009 dan National Youth Leadership Course 2010.

Terakhir, Hendra Etri Gunawan tergabung di Forum Indonesia Muda. Bersama pemuda-pemudi dari seluruh penjuru nusantara membangun visi Indonesia yang lebih baik. Terakhir Hendra Etri Gunawan memperoleh Juara 2 Lomba Sayembara Essay Pendidikan Nasional IDEA IPB 2011.

(6)

iv   

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan karena berkat rahmat, karunia, hidayah, dan inayah Nya skripsi yang berjudul Analisis Pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Organisasi Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor (IPB) dapat diselesaikan dengan baik. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat untuk objek penelitian yaitu almamater tercinta Institut Pertanian Bogor, guna menjadi perguruan tinggi pertanian berkelas dunia.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun penulis harapkan dari berbagai pihak agar menjadi suatu pembelajaran bersama ke depannya. Penulis juga memohon maaf atas segala kekurangan yang terdapat pada skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bogor, Oktober 2011

(7)

v   

Puji Syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya yang selalu tercurah, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat selesai karena bantuan, motivasi, doa, dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua, Ayahanda Samu Basuki dan Ibunda Sukaesih, yang selalu memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan program sarjana ini. Engkong penulis yang selalu memberikan harapan, semangat dan mengingatkan penulis untuk segera wisuda.

2. Erlin Trisyulianti, S.TP, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktunya untuk bimbingan, memberikan saran, motivasi, dan arahan kepada penulis.

3. Dr. Ir. Anggraini Sukmawati, MM dan Ir. Abdul Basith, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan waktunya untuk menguji dan memberikan penilaian atas hasil penelitian ini.

4. Dr. Ir. Jono Munandar, M.Sc selaku Ketua Departemen Manajemen, FEM IPB. Seluruh pegawai atau staf pendidik dan kependidikan Departemen Manajemen, FEM IPB.

5. Ibu Hirra Nurlaeni selaku Kepala Seksi Pengembangan SDM IPB yang telah membantu memberikan data-data yang diperlukan. Terima kasih pula kepada para pegawai IPB yang telah bersedia menjadi responden pada penelitian ini. 6. Sahabat Syifa Fauziah, Toniman, Windarti, dan Upin Ipin yang telah banyak

membantu penulis dalam menyediakan bahan bacaan, memberi dukungan, semangat dan doanya. Teman-teman Manajemen angkatan 43 yang telah memberikan banyak pelajaran dan kebersamaan selama kuliah.

(8)

vi   

Halaman RINGKASAN

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTRA ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Manajemen Pengetahuan ... 5

2.1.1 Pengetahuan dan Penciptaan Pengetahuan ... 7

2.1.2 Konversi Pengetahuan ... 10

2.1.3 Spiral Pengetahuan ... 13

2.1.4 Ba Ruang Pertukaran Informasi ... 16

2.2. Organisasi Pembelajar ... 17

2.3. Penelitian Terdahulu ... 21

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 24

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ... 26

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 28

3.4. Jenis dan Sumber Data ... 28

3.5. Metode Pengambilan Sampel ... 28

3.6. Metode Pengumpulan Data ... 30

3.7. Pengolahan dan Analisis Data ... 31

3.7.1 Uji Validitas ... 31

3.7.2 Uji Reliabilitas ... 31

3.7.3 Analisis Data ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1. Gambaran Umum Perguruan Tinggi ... 35

4.2. Karakteristik Responden ... 37

4.2.1 Karakteristik Jenis Kelamin ... 37

(9)

vii   

4.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 42

4.3.1 Uji Validitas ... 42

4.3.2 Uji Reliabilitas ... 42

4.4. Indikator Manajemen Pengetahuan ... 43

4.4.1 Konversi Pengetahuan ... 43

4.4.2 Spiral Pengetahuan ... 48

4.4.3 Ba Ruang Pertukaran Informasi ... 50

4.5. Indikator Organisasi Pembelajar ... 51

4.5.1 Disiplin Penguasaan Pribadi ... 52

4.5.2 Disiplin Model Mental ... 53

4.5.3 Disiplin Visi Bersama ... 54

4.5.4 Disiplin Berpikir Tim ... 56

4.5.5 Disiplin Berpikir Berpikir Sistem ... 57

4.6. Manajemen Pengetahuan di IPB ... 59

4.7. Hubungan Manajemen Pengetahuan dengan Organisasi Pembelajar ... 62

4.8. Analisis Pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Organisasi Pembelajar ... 63

4.9. Implikasi Manajerial ... 67

KESIMPULAN DAN SARAN ... 69

Kesimpulan ... 69 Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN ... 73                            

(10)

viii   

No. Halaman

1. Rincian Jumlah Sampel ... …… 29

2. Rentang Skala Sebaran Jawaban Kuesioner ... 30

3. Sebaran Jawaban Responden terhadap Konversi Pengetahuan (sosialisasi) ... 44

4. Sebaran Jawaban Responden terhadap Konversi Pengetahuan (eksternalisasi) ... 45

5. Sebaran Jawaban Responden terhadap Konversi Pengetahuan (kombinasi) ... 46

6. Sebaran Jawaban Responden terhadap Konversi Pengetahuan (internalisasi) ... 47

7. Sebaran Jawaban Responden terhadap Spiral Pengetahuan ... 49

8. Sebaran Jawaban Responden terhadap Ba Ruang Pertukaran Informasi ... 51

9. Sebaran Jawaban Responden terhadap Disiplin Penguasaan Pribadi ... 53

10. Sebaran Jawaban Kuesioner terhadap Disiplin Model Mental ... 54

11. Sebaran Jawaban Kuesioner terhadap Disiplin Visi Bersama ... 55

12. Sebaran Jawaban Kuesioner terhadap Disiplin Berpikir Tim ... 57

13. Sebaran Jawaban Kuesioner terhadap Disiplin Berpikir Sistem ... 58

14. Uji Korelasi Rank Spearman ... 63

15. One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test ... 65

16. Model Summary ... 65

17. ANOVAb ... 66

(11)

ix   

No. Halaman

1. Komponen Utama Perusahaan Berbasis Pengetahuan... 9

2. Model Konversi Pengetahuan ... 13

3. Spiral Penciptaan Pengetahuan ... 15

4. Ba Ruang Pertukaran Informasi ... 17

5. Model Sistem Organisasi Pembelajar ... 18

6. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 25

7. Kerangka Pemikiran Operasional ... 27

8. Karakteristik Jenis Kelamin ... 38

9. Karakteristik Pendidikan... 38

10. Karakteristik Usia ... 39

11. Karakteristik Masa Kerja ... 40

(12)

x   

No. Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 77

2. Hasil Uji Validitas Kuesioner ... 84

3. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ... 96

4. Hasil Uji Normalitas ... 113

(13)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan menuntut upaya sistematis perguruan tinggi untuk mengantisipasinya. Area pasar bebas di ASEAN dan Cina yang ditandai dengan CAFTA (China-Asean Free Trade Area) mengharuskan semua sektor untuk bersiap-siap memasuki persaingan global, termasuk sektor pendidikan. Hal ini ditandai dengan adanya gelombang pergerakan perguruan tinggi-perguruan tinggi di Negara berkembang seperti Thailand, Malaysia dan Taiwan yang mengarah kepada World Class University. Begitu pula dengan Institut Pertanian Bogor (IPB).

IPB sebagai lembaga pendidikan ternama di Indonesia terus berupaya melakukan pengembangan-pengembangan dalam meningkatkan kapabilitasnya menuju World Class University. Keinginan IPB untuk menjadi World Class University tercantum jelas pada Visi dan Misi IPB. Hal ini sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Pemerintah Republik Indonesia 2005-2025. Pada tahun 2014, Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementrian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menargetkan ada 11 Perguruan Tinggi di Indonesia yang bisa menempati posisi 500 besar World Class University berdasarkan ranking THES (Times Higher Education’s).  

Pengembang IPB menuju World Class University harus sejalan dengan kemampuan IPB dalam beradaptasi terhadap tuntutan lingkungan. IPB harus dapat beradaptasi dengan cepat terhadap setiap keadaan yang kemungkinan dapat berubah. Perubahan yang merupakan refleksi dari akselerasi perubahan yang dimungkinkan oleh adanya teknologi komunikasi dan informasi, harus dihadapi IPB dengan inovasi-inovasi yang diciptakan. IPB harus dapat melakukan inovasi-inovasi dalam memenuhi kebutuhan pasar global.

Inovasi yang dihasilkan oleh IPB pada dasarnya tidak cukup dijelaskan hanya dalam terminologi pemrosesan informasi serta penyelesaian masalah. Inovasi akan mampu dipahami sebagai sebuah proses dimana organisasi menciptakan dan menentukan masalah dan kemudian secara aktif

(14)

mengembangkan pengetahuan baru untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Pengetahuan inilah yang menjadi intangible asset bagi kemajuan IPB kedepan.

Pengetahuan sangat berperan dalam persaingan yang dialami IPB. Semakin tinggi tingkat pengetahuan pegawai IPB, maka semakin mudah untuk mengikuti perubahan sesuai dengan tugasnya. Dengan demikian diperlukan suatu sistem atau tata kelola yang dapat menciptaan nilai dari aset pengetahuan atau yang biasa disebut juga dengan Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management). Pengetahuan, pengalaman dan kreativitas pegawai IPB akan terbentuk apabila mereka diberi kesempatan untuk melakukan pembelajaran dalam konteks individu maupun organisasi (Learning Organization).

Oleh karena itu, guna mencapai visi, misi dan tujuan IPB menuju World Class University (WCU), IPB diharapkan dapat mengelola pengetahuan (Knowledge Management) pegawainya dan menjadikan pengetahuan itu menjadi sebuah kekuatan daya saing. Pada sisi lain, mengelola pengetahuan melalui Manajemen Pengetahuan tidak akan berjalan optimal tanpa adanya lingkungan pembelajar (Learning Organization). Berdasarkan uraian di atas peneliti bermaksud untuk meneliti lebih jauh tentang pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Organisasi Pembelajar (Learning Organization) pada Institut Pertanian Bogor (IPB).

1.2. Perumusan Masalah

Inovasi merupakan sebuah proses dimana organisasi menciptakan dan menentukan masalah dan kemudian secara aktif mengembangkan pengetahuan baru untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Pengetahuan inilah yang merupakan intangible asset bagi kemajuan Institut Pertanian Bogor (IPB) ke depan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan pegawai IPB, maka semakin mudah untuk mengikuti perubahan sesuai dengan tugasnya. Oleh karena itu, untuk mencapai visi, misi dan tujuan IPB menuju World Class University (WCU), diperlukan suatu sistem atau tata kelola yang dapat menciptaan nilai dari aset pengetahuan atau yang biasa disebut juga dengan Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management). IPB diharapkan dapat

(15)

mengelola pengetahuan (Knowledge Management) pegawainya dan menjadikan pengetahuan itu menjadi sebuah kekuatan daya saing. Pada sisi lain, pengetahuan, pengalaman dan kreativitas pegawai IPB akan terbentuk apabila mereka diberi kesempatan untuk melakukan pembelajaran dalam konteks individu maupun organisasi (Learning Organization), sehingga Manajemen Pengetahuan akan berjalan optimal.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya, maka permasalahan pada penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana indikator Organisasi Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor (IPB)?

2. Bagaimana indikator Manajemen Pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor (IPB)?

3. Apakah Manajemen Pengetahuan berhubungan dengan Organisasi Pembelajar?

4. Bagaimana pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Organisasi Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor (IPB)?

1.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan permasalahan yang dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi indikator Manajemen Pengetahuan pada Institut Pertanian Bogor (IPB)

2. Mengidentifikasi indikator Organisasi Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor (IPB).

3. Mengetahui hubungan Manajemen Pengetahuan dengan Organisasi Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor (IPB)

4. Menganalisis pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Organisasi Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor (IPB).

(16)

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitan ini adalah:

1. Memberikan informasi yang berguna sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan dan menyusun kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan pengetahuan dan Organisasi Pembelajar kepada pihak Institut Pertanian Bogor (IPB).

2. Memberikan informasi bagi pihak lain yang membutuhkan bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya atau kegiatan lain yang berkaitan.

3. Sebagai bahan pembelajaran, meningkatkan pengetahuan dan penerapan ilmu-ilmu manajerial.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penulis memfokuskan penelitian ini pada analisis pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Organisasi Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor. Variabel pada penetian ini adalah Manajemen Pengetahuan dan Organisasi Pembelajar. Indikator penelitian untuk variabel Manajemen Pengetahuan adalah konversi pengetahuan, spiral pengetahuan dan Ba. Sedangkan indikator penelitian untuk Organisasi Pembelajar adalah disiplin penguasaan disiplin pribadi, disiplin model mental, disiplin visi bersama, disiplin berpikir tim dan disiplin berpikir sistem. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada pegawai kependidikan berstatus PNS Institut Pertanian Bogor (IPB). Jumlah sampel yang diambil sebanyak 96 orang dari total pegawai berstatus PNS yang berjumlah 1673 orang. Penelitian keseluruhan didukung melalui wawancara dengan Kepala Seksi Pengembangan SDM dan Pegawai lain, serta studi literatur lain yang relevan.

(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Manajemen Pengetahuan

Manajemen Pengetahuan merupakan sistem yang memungkinkan perusahaan menyerap pengetahuan, pengalaman, dan kreativitas para stafnya untuk perbaikan kinerja perusahaan serta merupakan suatu proses yang menyediakan cara sehingga perusahaan dapat mengenali di mana aset intelektual kunci berada, menangkap ukuran aset intelektual yang relevan untuk dikembangkan (Davidson dan Voss, 2002 dalam Sangkala, 2007).

Fraopolo (2003) mendifinisikan Manajemen Pengetahuan sebagai pengungkitan (leveraging) kebijakan kolektif untuk meningkatkan responsifitas dan inovasi. Lebih lanjut Fraopolo menyatakan bahwa definisi tersebut secara tidak langsung harus memenuhi tiga kriteria sebelum informasi bisa dianggap sebagai pengetahuan, yaitu: Pertama, pengetahuan mempunyai hubungan yang merupakan suatu kumpulan (kebijakan kolektif) dari pengalaman dan perspektif berganda. Kedua, Manajemen Pengetahuan merupakan katalisator yang selalu relevan dengan kondisi lingkungan dan merangsang tindakan dalam merespon kondisi tersebut. Ketiga, pengetahuan dapat dipakai dalam lingkungan yang tidak bersesuaian. Manajemen Pengetahuan terdiri atas respon-respon inovatif untuk menghadapi peluang dan tantangan baru.

Sveiby (1998) dalam Sangkala (2007) mengungkapkan Manajemen Pengetahuan adalah seni penciptaan nilai dari aset pengetahuan. Selanjutnya Sveiby (Tjakraatmadja dan Lantu, 2006) menambahkan bahwa Manajemen Pengetahuan mewakili sebuah logika progresif yang maknanya melebihi dari sekedar manajemen informasi. Artinya, efektivitas Manajemen Pengetahuan sebenarnya dipengaruhi oleh kualitas lingkungan kerja yang kondusif untuk terjadinya proses berbagi pengetahuan dan pemaknaan sebuah informasi yang dihasilkan oleh manajemen informasi. Sedangkan teknologi informasi berperan untuk mempermudah proses belajar sehingga dapat mengakselerasi pertumbuhan pengetahuan organisasi. Pertumbuhan teknologi informasi akan

(18)

semakin meningkatkan efektivitas Manajemen Pengetahuan pada sebuah organisasi.

Pendapat senada dinyatakan oleh (Santosus dan Surmacz, 2001 dalam Sangkala, 2007) yang tegas membantah dengan mengatakan bahwa Manajemen Pengetahuan tidak identik dengan penggunaan teknologi informasi. Manajemen Pengetahuan memang sering kali aktivitasnya difasilitasi oleh teknologi informasi, tetapi teknologi itu sendiri bukanlah Manajemen Pengetahuan. Teknologi bukanlah titik awal dari Manajemen Pengetahuan. Keputusan melakukan Manajemen Pengetahuan didasarkan atas siapa (orang), apa (pengetahuan), dan mengapa (tujuan organisasi). Sementara itu, bagaimana menyimpannya (teknologi) adalah aktivitas terakhir.

Menurut Setiarso et al. (2009) Manajemen Pengetahuan adalah proses mengubah tacit knowledge menjadi explicit knowledge. Lanjut Setiarso et al. dalam bukunya bahwa Manajemen Pengetahuan yang sukses sebaiknya ditinjau dari ketiga komponen yang kritis, yaitu:

1. Alur pengetahuan yang benar dan sumber yang dilimpahkan ke organisasi

atau institusi.

2. Teknologi tepat yang disimpan dan dapat mengkomunikasikan pengetahuan tersebut.

3. Budaya tempat kerja yang benar, sehingga karyawan termotivasi untuk

memanfaatkan pengetahuan.

Tannebaum (1998) dalam Sangkala (2007) menawarkan definisi yang dapat dijadikan suatu konsensus, yaitu terdiri atas: Pertama, menajemen pengetahuan mencakup pengumpulan, penyusunan, penyimpanan, dan pengaksesan informasi untuk membangun pengetahuan. Pemanfaatan dengan tepat teknologi informasi seperti computer yang dapat mendukung Manajemen Pengetahuan, namun teknologi informasi tersebut bukanlah Manajemen Pengetahuan. Kedua, Manajemen Pengetahuan mencakup berbagi pengetahuan (sharing knowledge). Tanpa berbagi pengetahuan, upaya Manajemen Pengetahuan akan gagal. Budaya perusahaan, dinamika dan praktik –seperti sistem penggajian- dapat mempengaruhi berbagi

(19)

pengetahuan. Kultur dan aspek sosial dari Manajemen Pengetahuan merupakan tantangan yang signifikan. Ketiga, Manajemen Pengetahuan terkait dengan pengetahuan orang. Pada suatu saat, organisasi membutuhkan orang-orang yang kompeten untuk memahami dan memanfaatkan informasi dengan efektif. Organisasi juga terkait dengan individu untuk melakukan inovasi dan member petunjuk kepada organisasi. Organisasi juga terkait dengan persoalan keahlian yang menyediakan input untuk menerapkan Manajemen Pengetahuan. Oleh karena itu, organisasi harus mempertimbangkan bagaimana menarik, mengembangkan dan mempertahankan pengetahuan anggota sebagai bagian domain dari Manajemen Pengetahuan. Keempat, Manajemen Pengetahuan terkait dengan peningkatan efektivitas organisasi. Kita berkonsentrasi dengan Manajemen Pengetahuan karena dipercaya bahwa Manajemen Pengetahuan daapat memberikan kontribusi kepada vitalitas dan kesuksesan perusahaan. Upaya untuk mengukur modal intelektual dan untuk menilai efektivitas Manajemen Pengetahuan harus dapat membantu kita memahami secara luas pengelolaan pengetahuan yang telah dilakukan.

Berdasarkan uraian dari definisi-definisi yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Manajemen Pengetahuan merupakan suatu proses dan seni dalam mengelola perusahaan dengan melaksanakan penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, dan pentransferan pengetahuan untuk meningkatkan keunggulan kompetitif sehingga memberikan hasil dalam mencapai visi dan misi perusahaan.

2.1.1 Pengetahuan dan Penciptaan Pengetahuan

Posisi pengetahuan sedemikian sentralnya sehingga esensi perusahaan adalah organisasi pengetahuan (Brown dan Duguid, 2002 dalam Sangkala, 2007). Menurut Nonaka dan Konno (1998), pengetahuan terdiri atas dua jenis, yaitu explicit knowledge dan tacit knowledge. Explicit knowledge adalah jenis pengetahuan yang dapat yang dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata dan angka, serta dapat disampaikan dalam bentuk data, formulasi ilmiah, spesifikasi, manual, dan sebagainya. Pengetahuan jenis ini dapat segera diteruskan

(20)

dari satu individu ke individu lainnya secara formal dan sistematis. Tacit Knowledge adalah pengetahuan yang bersifat sangat personal dan sulit untuk dirumuskan, dikomunikasikan atau disampaikan kepada orang lain. Pemahaman subjektif, intuisi dan firasat termasuk ke dalam jenis pengetahuan ini. Terdapat dua jenis dimensi dalam tacit knowledge yaitu dimensi teknik dan dimensi kognitif. Dimensi teknik meliputi jenis-jenis keahlian atau keterampilan informal personal yang biasa disebut dengan know-how. Dimensi kognitif meliputi kepercayaan, ideal dan model mental yang sangat melekat dalam diri kita dan yang sering kita anggap benar. Meskipun sulit untuk diungkapkan dalam bentuk kata-kata, dimensi kognitif dari tacit knowledge membentuk cara kita memandang dunia.

Nonaka dan Taekuchi (1995) dalam Sangkala (2007) menjelaskan perbedaan antara tacit knowledge dengan explicit knowledge dapat dipahami dalam beberapa hal, antara lain: pengetahuan yang bersifat subjektif (tacit) cenderung bersifat implisit, fisikal dan subjektif, sementara pengetahuan yang bersifat objektif (explicit) cenderung explicit, meta fisikal, dan objektif. Tacit knowledge diciptakan ”di sini (here) dan sekarang (now)” di dalam suatu konteks spesifik dan praktis. Sedangkan explicit knowledge mengenai peristiwa atau objek ”di sana (there) dan kemudian (then)” serta lebih berorientasi pada peristiwa yang bebas dari konteks.

Nonaka dan Takeuchi (1995) dalam Nonaka dan Toyama (2007) mendifinisikan pengetahuan sebagai sebuah proses dinamik mengenai pembenaran terhadap keyakinan seseorang melalui pengungkapan suatu “kebenaran”. Keberadaan pengetahuan tidak bisa terlepas dari subjektifitas manusia dan konteks di sekitar manusia. Penilaian seseorang terhadap suatu “kebenaran” berbeda-beda, tergantung dari siapa orang itu (nilai) dan dari sudut pandang mana seseorang itu melihat (konteks).

Pada tradisi lama Western epistemology, pengetahuan didefinisikan sebagai justified true belief. Definisi ini memberikan

(21)

kesan bahwa pengetahuan merupakan sesuatu yang bersifat objektif, absolut dan bebas konteks (explicit knowledge). Jenis pengetahuan yang bersifat explicit ini mendominasi pemahaman sebagian besar para ahli di Negara-Negara Barat.

Menurut Nonaka dan Toyama (2005), model dari sebuah penciptaan pengetahuan dalam sebuah perusahaan dimana pengetahuan diciptakan melalui interaksi dinamis dengan lingkungan. Model ini terdiri atas tujuh komponen utama yaitu: percakapan (dialogue) dan praktek dari proses SECI; visi pengetahuan dan menggerakkan tujuan, yang memberikan arahan dan energi terhadap proses SECI; Ba, yaitu tempat berlangsungnya proses SECI; aset pengetahuan, yang merupakan input sekaligus output dari proses SECI; dan lingkungan sebagai sebuah ekosistem pengetahuan dan multi-layered ba (Gambar 1).

Gambar 1. Komponen utama perusahaan berbasis pengetahuan (Nonaka dan Toyama, 2005)

Visi pengetahuan (knowledge vision) memberikan arahan kepada penciptaan pengetahuan serta arahan kepada perusahaan untuk

Visi (apa?) Percakapan (mengapa?) Menggerak-kan Tujuan Praktek (bagaimana?)

Tacit Knowledge Subjektifitas)

Explicit Knowledge Ba (shared context) Aset pengetahuan Lingkungan

(22)

berkenan terhadap penciptaan pengetahuan yang berada di luar kemampuan perusahaan sehingga menentukan bagaimana perusahaan tersebut mampu terus berkembang dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, visi pengetahuan juga mengilhami para anggota organisasi untuk tertarik dengan ha-hal yang berhubungan dengan intelektualitas sehingga mendorong mereka untuk menciptakan pengetahuan. Agar pengetahuan dapat diciptakan dan diakui sebagai visi pengetahuan perusahaan, perusahaan perlu sebuah konsep dan tujuan yang kongkrit, atau suatu standar tindakan untuk menghubungkan visi dengan proses penciptaan pengetahuan berupa percakapan (dialogue) dan praktik. Konsep atau tujuan atau standar tindakan ini disebut dengan mendorong pegetahuan (Knowledge driven) karena hal tersebut mendorong terciptanya proses penciptaan pengetahuan.

Ba merupakan dasar dari kegiatan penciptaan pengetahuan, tempat berlangsungnya percakapan dan praktik dialektikal untuk menciptakan visi dan mendorong pencapaian tujuan organisasi. Aset pengetahuan tercipta dari proses penciptaan pengetahuan melalui percakapan dan praktik yang dilakukan di dalam Ba.

Penjelasan terakhir mengenai komponen utama perusahaan berbasis pengetahuan adalah lingkungan. Lingkungan merupakan ekosistem pegetahuan yang terdiri atas multi-layered Ba dimana keberadaannya melewati batasan organisasional dan terus menerus mengalami perkembangan.

2.1.2 Konversi Pengetahuan

Nonaka dan Toyama (2005) berpendapat bahwa pengetahuan diciptakan melalui penyatuan antara pemikiran dan tindakan dari individu yang saling berinteraksi dan melebihi batas-batasan yang bersifat organisasi. Pada proses penciptaan pengetahuan organisasi, individu saling berinteraksi untuk melewati batasan-batasan diri mereka sendiri, dan pada akhirnya dapat mengubah diri mereka, orang lain, organisasi dan lingkungan. Proses penciptaan pengetahuan tidak dapat dianggap semata-mata sebagai sebuah model penyebab normatif

(23)

karena nilai dan idealisme manusia bersifat subjektif dan konsep dari kebenaran tergantung pada nilai, idealisme dan konteks masing-masing individu. Penciptaan pengetahuan dapat ditinjau sebagai sebuah proses untuk menyadari visi masa depan atau keyakinan seseorang melalui praktik berupa saling interaksi dengan orang lain dan lingkungan

Menurut Nonaka dan Konno (1998), pengetahuan diciptakan secara sosial dengan cara menyatukan perbedaan pandangan banyak orang. Melalui proses konversi pengetahuan [Proses Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi dan Internalisasi (proses SECI)], pengetahuan subjektif seseorang menjadi berlaku secara sosial dan menyatu dengan pengetahuan orang lain sehingga pengetahuan terus mengalami perkembangan (Gambar 2). Model ini memungkinkan lahirnya empat postulat model konversi pengetahuan, yaitu:

Pertama, sosialisasi atau konversi pengetahuan dari tacit knowledge ke tacit knowledge. Pengubahan pengetahuan dari tacit knowledge ke tacit knowledge memungkinkan pengetahuan tacit diubah melalui interaksi antar individu. Seseorang bisa memperoleh tacit knowledge tanpa harus dengan bahasa. Bentuk pemagangan yang dilakukan oleh seseorang karyawan yang dibantu oleh penasihatnya dan belajar dari seorang ahli tidak perlu melalui penggunaan bahasa, tetapi dengan melakukan observasi, peniruan dan latihan. Kunci utama mendapatkan tacit knowledge adalah dengan transfer pengalaman. Orang yang memiliki tacit knowledge akan sulit mentransfer tacit knowledge yang dimilikinya tanpa melalui berbagi pengalaman. Hal ini sangat terkait dengan adanya unsur-unsur emosional dan konteks maupun nuansa.

Kedua, eksternalisasi atau konversi pengetahuan dari tacit knowledge ke explicit knowledge. Pada konversi pengetahuan ini, pengetahuan yang bersifat tacit dieksplisitkan menjadi berupa dokumen. Dokumen ini dapat berupa laporan, grafik, dan bentuk lain, sehingga menjadi pengetahuan yang mudah ditansfer. Pada prakteknya, eksternalisasi didukung oleh dua faktor kunci. Pertama,

(24)

artikulasi pengetahuan tacit yaitu konversi tacit ke pengetahuan explicit melibatkan teknik yang membantu untuk mengekspresikan ide-ide seseorang menjadi kata-kata, konsep atau bahasa kiasan (seperti metafora, analogi, atau narasi), dan visual. Dialog antar anggota organisasi sangat mendukung eksternalisasi. Kedua, melibatkan penerjemahan pengetahuan tacit pelanggan atau ahli menjadi bentuk yang mudah dipahami. Ini mungkin membutuhkan penalaran deduktif, indukti, atau inferensi kreatif.

Ketiga, kombinasi atau konversi pengetahuan dari explicit knowledge ke explicit knowledge. Konversi pengetahuan ini terjadi melalui proses pengombinasian beragam explicit knowledge yang dimiliki seseorang. Seseorang mengombinasikan pengetahuan melalui mekanisme pertukaran seperti pertemuan dan percakapan melalui telepon dan media lainnya. Rekonfigurasi informasi yang ada tersebut selanjutnya disortir, ditambahkan, dikategorisasi, dan dikontekstualisasikan kembali menjadi pengetahuan baru. Pada prakteknya, fase ini tergantung pada tiga proses, yaitu: Pertama, menangkap dan mengintegrasikan pengetahuan explicit baru. Proses ini melibatkan pengumpulan pengetahuan external (misalnya: data publik) dari dalam atau luar perusahaan dan kemudian menggabungkan data tersebut. Kedua, penyebaran pengetahuan explicit didasarkan pada proses mentransfer pengetahuan secara langsung melalui presentasi atau pertemuan. Di sini, pengetahuan baru tersebar di antara anggota organisasi. Ketiga, mengoreksi atau mengolah pengetahuan explicit, sehingga membuatnya lebih bermanfaat (misalnya, dokumen-dokumen seperti rencana, laporan, data pasar).

Keempat, internalisasi atau konversi pengetahuan dari expilicit ke tacit knowledge. Konversi ini identik dengan aktivitas untuk mendapatkan pengetahuan atau belajar. Pada aktivitas ini pengetahuan-pengetahuan yang explicit berupa dokumen atau media lain dibaca dan dipelajari, setelah itu dimaknai dan diberi konteks sesuai dengan tujuan

(25)

dari pencarian pengetahuan tersebut. Pada prakteknya, internalisasi bergantung pada dua dimensi, yaitu: Pertama, pengetahuan explicit harus diwujudkan dalam tindakan dan praktek. Dengan demikian proses internalisasi pengetahuan explicit harus dapat mengaktualisasikan konsep, strategi, taktik, inovasi, atau perbaikan. Kedua, ada proses mewujudkan pengetahuan explicit dengan menggunakan simulasi atau percobaan untuk memicu proses learning by doing, sehingga dapat dipelajari dalam situasi virtual.

Gambar 2. Model konversi pengetahuan (Nonaka dan Konno 1998) 2.1.3 Spiral Pengetahuan

Kegagalan dalam membangun dialog antara tacit knowledge dengan explicit knowledge merupakan suatu permasalahan. Tidak ada nya komitmen dan pemaknaan terhadap pengetahuan, mengakibatkan kombinasi semata-mata menjadi interpretasi yang dangkal sehingga sangat sedikit yang dapat dilakukan terhadap realitas yang ada. Kemungkinan lain akan terjadi kegagalan dalam mengkristalkan atau melekatkan pengetahuan ke dalam suatu bentuk yang kongkret untuk memfasilitasi lebih lanjut penciptaan pengetahuan didalam konteks sosial yang lebih luas. Pengetahuan yang tercipta oleh sosialisasi akhirnya terbatas dan hasilnya kemudian sulit untuk diterapkan ke dalam konteks yang lebih spesifik.

Tacit Knowledge yang dimiliki oleh individu menjadi jantung pada proses penciptaan pengetahuan. Hal ini diperoleh melalui

Sosialisasi Eksternalisasi

Internalisasi Kombinasi

Tacit Knowledge

Tacit

Knowledge Knowledge Expilicit

Expilicit Knowledge

Dari

(26)

internalisasi, untuk selanjutnya diperluas melalui interaksi yang dinamis diantara keempat mode pengubahan pengetahuan tersebut (Gambar 2).

Nonaka dan Takeuchi (1995) dalam Sangkala (2007) menjelaskan bahwa Tacit Knowledge dimobilisasi melalui dinamika yang melibatkan model penciptaan pengetahuan yang berbeda di dalam suatu proses dimana terbentuk seperti sebuah spiral dan dinamakan spiral penciptaan pengetahuan. Spiral penciptaan pengetahuan dapat dipahami dalam dua dimensi, yaitu dimensi ontologi (ontological dimension) dan dimensi epistemologi (epistemological logical).

Pada sisi dimensi ontologi, proses penciptaan pengetahuan pada dasarnya berasal dari individu. Penciptaan pengetahuan organisasi pada dasarnya bukan diciptakan oleh organisasi karena organisasi tidak dapat menciptakan pengetahuan. Pengetahuan yang terdapat dalam organisasi merupakan hasil kreasi dari orang-orang yang di dalamnya. Fungsi organisasi dalam proses penciptaan pengetahuan organisasi hanya memberi dukungan atau menyediakan konteks kepada anggota organisasi untuk menciptakan pengetahuan. Penciptaan pengetahuan organisasi dapat dipahami sebagai sebuah proses dimana organisasi memperluas dan memperbesar penciptaan pengetahuan yang diciptakan oleh anggota organisasi. Pengetahuan yang telah tercipta tersebut selanjutnya dikristalisasi sebagai bagian dari jaringan pengetahuan organisasi. Proses perluasan pengetahuan yang sudah terkristalisasi tersebut selanjutnya diperluas untuk mendapatkan justifikasi baik pada tingkat internal organisasi maupun ke tingkat antar organisasi dan bahkan dengan para stakeholder organisasi. Penjustifikasian terhadap pengetahuan yang telah terbentuk tersebut diperlukan untuk menentukan apakah pengetahuan tersebut benar-benar laik diakui sebagai pengetahuan organisasi sehingga dapat digunakan untuk mengkreasi inovasi-inovasi baru dalam organisasi. Pada sisi dimensi epistemology, pada dasarnya pengetahuan terdiri

(27)

atas tacit knowledge dan explicit knowledge. Penjelasan tacit knowledge dan explicit knowledge dapat dilihat pada sub bab pengetahuan dan penciptaan pengetahuan.

Gambar 3. Spiral penciptaan pengetahuan (Nonaka dan Takeuchi, 1995 dalam Sangkala,2007)

Penciptaan pengetahuan pada level organisasi memiliki perbedaan bila dilihat dalam konteks individu. Dalam konteks organisasi proses penciptaan pengetahuan berlangsung ketika keempat mode penciptaan atau konversi pengetahuan secara organisasional dikelola menjadi satu bentuk siklus yang berlangsung terus menerus. Siklus ini dibentuk oleh serangkaian pergeseran mode pengubahan atau konversi pengetahuan yang berbeda. Pada dasarnya terdapat beberapa pemicu yang menyebabkan pergeseran antar berbagai model pengubahan atau konversi pengetahuan dapat berlangsung, yaitu, Pertama, mode sosialisasi biasanya dimulai dengan membangun satu tim atau bidang yang menjadi tempat melakukan interaksi. Bidang ini berfungsi memfasilitasi berbagi pengalaman dan perspektif. Kedua, mode eksternalisasi dipicu berturut-turut oleh rangkaian pemaknaan melalui dialog. Di dalam dialog ini, penggunaan metafora digunakan

Individual Epistemological Dimension Explicit Knowledge Tacit Knowledge Externalization Ontological Dimension Knowledge Level Internalization Socialization Combination Organization Group Inter-Organization

(28)

sehingga memungkinkan anggota tim dalam mengartikulasikan perspektif dan tacit knowledge-nya yang sebelumnya sulit dikomunikasikan. Konsep-konsep yang diciptakan tim dapat dikombinasikan dengan data yang ada serta pengetahuan dari luar untuk mencari spesifikasi yang lebih kongkret dan dapat dibagi. Mode kombinasi ini biasanya difasilitasi oleh semacam pemicu yang disebut kordinasi antara anggota dan bagian lain di dalam organisasi serta dokumentasi dari pengetahuan yang sudah ada dalam organisasi. Spiral pengetahuan dapat dilihat pada Gambar 3)

Melalui proses uji coba, konsep diartikulasikan dan dikembangkan sampai kemudian muncul dalam bentuk yang lebih kongkret. Percobaan ini selanjutnya dapat memicu internalisasi melalui proses learning by doing. Para peserta dalam tim tersebut membagi explicit knowledge tersebut untuk diterjemahkan melalui interaksi dan dengan suatu proses uji coba ke dalam aspek tacit knowledge yang berbeda.

2.1.4 Ba Ruang Pertukaran Informasi

Nonaka dan Toyama (2005) mendefinisikan Ba sebagai dasar dari kegiatan penciptaan pengetahuan, tempat berlangsungnya percakapan dan praktik dialektikal untuk menciptakan visi dan mendorong pencapaian tujuan organisasi. Aset pengetahuan tercipta dari proses penciptaan pengetahuan melalui percakapan dan praktik yang dilakukan di dalam Ba.

Nonaka dan Konno (1998), membagi Ba menjadi dua dimensi, yaitu: Pertama, tipe interaksi (individu dan kolektif). Kedua, media interaksi (virtual atau tatap muka). Dua dimensi Ba ini membentuk empat tipe Ba yaitu: Pertama, originating Ba yang didefinisikan sebagai interaksi individu dan face to face. Dalam ruang ini terjadi pertukaran model pengalaman, perasaan, emosi dan mental. Menghilangkan hambatan diantaranya merupakan hal yang penting untuk mempercepat proses penciptaan pengetahuan. Kedua, Interacting Ba yang didefinisikan sebagai interaksi kolektif dan

(29)

langsung (face to face). Ruang ini berhubung erat dengan cara eksternalisasi. Pengetahuan tacit yang dimiliki setiap individu diartikulasikan melalui dialog antar pengikut. Ketiga, cyber Ba didefinisikan sebagai interkasi kolektif dan virtual (maya). Ruang ini berhubungan erat denga cara kombinasi. Pengetahuan explicit dapat ditrasnformasikan secara lebih mudah kepada lebih banyak orang dalam bentuk tertulis. Keempat, exercising Ba yang didefinisikan sebagai interaksi secara indivudu dan maya. Ruang ini berhubungan erat dengan internalisasi. Pada ruang ini individu memasukan pengetahuan explicit yang dikomunikasikan melalui media maya sperti tulisan dan simulasi program. Keempat tipe Ba tesebut diperlukan untuk proses konversi pengetahuan. Ba akan memperkuat proses penciptaan pengetahuan.

Gambar 4. Ba ruang pertukaran informasi (Nonaka dan Konno 1998) 2.2. Organisasi Pembelajar

Organisasi Pembelajar secara sistematis didefinisikan oleh Sangkala (2007) sebagai organisasi yang belajar dengan sekuat tenaga, secara kolektif dan terus-menerus mengubah dirinya agar lebih baik dalam mengumpulkan, mengelola, dan menggunakan pengetahuan bagi kesuksesan perusahaan. Lebih lanjut Sangkala menjelaskan bahwa Organisasi Pembelajar didefinisikan juga sebagai proses dimana seseorang memperoleh pengetahuan

Originating Ba Interacting Ba Exercising Ba Cyber Ba Tipe Interaksi Kolektif Maya Tatap Muka Individu Media

(30)

dan pemahaman baru yang dihasilkan melalui perubahan dalam perilaku dan tindakan. Definisi lain dari Organisasi Pembelajar adalah sebagai perusahaan yang terus menerus mengubah dirinya agar lebih baik dalam mengelola pengetahuan, memanfaatkan teknologi, memberdayakan karyawan, dan memperluas pembelajaran agar lebih baik dalam beradaptasi serta berhasil di dalam lingkungan yang senantiasa berubah. Organisasi Pembelajar akan memberikan lingkungan yang kondusif dalam membangun kemampuan untuk menciptakan yang sebelumnya tidak pernah diciptakan yang pada akhirnya kemampuan tersebut diperluas antar individu, kelompok, dan organisasi.

Marquadt dan Michael (1994) dalam Sangkala (2007) menggambarkan model sistem Organisasi Pembelajar secara sistematis berupa gambar irisan antara: pembelajaran (learning), organisasi (organization), anggota organisasi (people), pengetahuan (knowledge), dan teknologi (technology). Model sistem Organisasi Pembelajar dari (Marquardt dan Michael, 1994 dalam Sangkala, 2007) (Gambar 5).

Gambar 5. Model sistem organisasi pembelajar (Marquadt dan Michael, 1994 dalam Sangkala, 2007)

Pembelajaran merupakan bagian dan harus terjadi baik dalam subsistem manusia, teknologi, pengetahuan, dan organisasi. Apabila proses pembelajaran dalam Organisasi Pembelajar terjadi, maka perubahan persepsi, perilaku, kepercayaan, mentalitas, strategi, kebijakan, dan prosedur baik yang berkaitan dengan manusia maupun organisasi akan terjadi.

Organisasi Orang   Teknologi     Pengetahuan   Pembelajaran

(31)

Marquadt (1996) dalam Sangkala (2007) menambahkan bahwa ada beberapa dimensi dan karakter yang ditimbulkan bila organisasi telah menjadi Organisasi Pembelajar, yaitu sebagai berikut:

1. Pembelajaran dilakukan oleh organisasi secara keseluruhan, seolah-olah organisasi mempunyai satu otak.

2. Anggota organisasi merasakan pentingnya proses pembelajaran organisasi secara terus menerus untuk kepentingan meraih kesuksesan saat ini dan di masa yang akan dating.

3. Pembelajaran dilakukan secara terus menerus dan dari sisi strategi pembelajaran digunakan serta paralel dengan perbaikan kinerja.

4. Berpikir sistem merupakan hal yang bersifat fundamental. 5. Kegiatan dicirikan dengan aspirasi, refleksi, dan konseptualisasi.

6. Kompetensi inti dibangun dengan baik dan berfungsi sebagai titik awal setiap produk baru.

7. Iklim organisasi dan sistem penghargaan sangat kondusif dan memungkinkan karyawan, baik secara individu maupun kelompok melakukan pembelajaran.

8. Pembelajaran dicapai dengan seluruh sistem organisasi.

9. Anggota organisasi mengakui pentingnya Organisasi Pembelajar dan keberlangsungannya baik pada saat ini maupun untuk kesuksesan dimasa yang akan dating.

10.Pembelajaran adalah suatu kontinuitas, secara strategi menggunakan proses terintegrasi dengan dan disejajarkan dengan pekerjaan.

11.Ada suatu fokus atas kreativitas dan melahirkan pembelajaran.

12.Orang-orang memiliki akses yang berkesinambungan terhadap sumber informasi dan data yang penting bagi kesuksesan organisasi.

13.Iklim organisasi mendorong, menghargai, dan mempercepat pembelajaran individu dan kelompok.

14.Pekerjaan memiliki jaringan bagi upaya melakukan inovasi.

15.Perubahan merupakan bagian yang melekat, sementara kejutan yang tidak diinginkan serta kesalahan yang terjadi dipandang sebagai peluang untuk belajar.

(32)

16.Organisasi Pembelajar cerdas dan fleskibel.

17.Setiap orang didorong oleh keinginan untuk melakukan perbaikan kualitas secara berkelajutan.

18.Setiap orang didorong oleh aspirasi, refleksi, dan konseptualisasi

19.Ada pengembangan kompetensi inti yang baik sebagai dasar bagi produk dan layanan baru.

20.Anggota organisasi memiliki kemampuan untuk secara berkelanjutan beradaptasi, memperbaharui dan merivitalisasi dirinya dalam merespon perubahan lingkungan.

Menurut Senge (1990), Organisasi Pembelajar adalah organisasi yang secara berkelanjutan memperluas kapasitasnya dalam menciptakan hasil yang benar-benar mereka inginkan, dimana pola berpikir baru dan perluasan pola berpikir dipelihara, aspirasi kolektif disusun secara leluasa, dan orang belajar bagaimana belajar secara bersama-sama. Ciri-ciri suatu organisasi belajar adalah adanya lima disiplin yang membentuk suatu tatanan organisasi yang berhasil. Organisasi yang tidak memiliki salah satu atau beberapa dari kelima disiplin ini akan mengalami kesulitan untuk berfungsi secara maksimal. Kelima disiplin ini yang akan dijadikan variabel Organisasi Pembelajar, yaitu sebagai berikut:

1. Disiplin Penguasaan Pribadi (Personal Mastery)

Penguasaan pribadi adalah suatu disiplin yang secara konsisten memperluas dan memperdalam knowledge dan keahlian masing-masing, memfokuskan seluruh usaha untuk mempertajam visi pribadi, mengembangkan kesabaran dan ketekunan, serta mampu melihat realitas secara objektif.

2. Disiplin Model Mental (Mental Models)

Model mental adalah pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai yang dimiliki dan dijunjung tinggi oleh seluruh anggota organisasi. Pemahaman ini akan mempengaruhi kemampuan anggota organisasi untuk mengenali, memahami, menguji dan menigkatkan nilai-nilai yang sudah diyakini, serta mempengaruhi pemahaman tentang kondisi internal dan eksternal

(33)

organisasi sehingga akhirnya dapat menentukan tindakan yang paling sesuai dengan konteks permasalahan yang dihadapi.

3. Disiplin Visi Bersama (Shared Vision)

Disiplin visi bersama merupakan kemampuan dan kemauan seluruh anggota organisasi untuk menumbuhkan kebersamaan pandangan tentang visi organisasi kemudian meningkatkan komitmen pada pencapaian visi organisasi. Disiplin visi bersama berfokus pada upaya meningkatkan motif dan kekuatan pengikatan diri pada tujuan organisasi sehingga seluruh karyawa mau dan mampu menunjukan usaha dan semangat untuk berkorban demi kepentingan bersama agar organisasi dapat berumur panjang.

4. Disiplin Berpikir Tim (Team Learning)

Disiplin belajar tim merupakan disiplin seluruh anggota untuk mampu dan mau berdialog dan bekerja sama secara sinergis. Disiplin pembelajar tim dimulai dengan dialog dan berpikir bersama sehingga dapat terbentuk pendalaman yang makin kaya, yang tidak mungkin terbentuk secara individual. Belajar dalam tim penting karena yang menjadi unit belajar fundamental dalam suatu organisasi modern adalah tim, bukan individu. Disiplin ini berfokus pada pengembangan kapasitas organisasi untuk mampu melihat permasalahan dengan cara pandang yang saling melengkapi.

5. Disiplin Berpikir Sistem (System Thinking)

Disiplin berpikir sistem merupakan seluruh anggota organisasi untuk berpikir dan bertindak secara sistem dengan menimbang permasalahan terkait secara menyeluruh dan terintegrasi. Disiplin berpikir sistem berfokus pada peningkatan kapasitas organisasi untuk mampu melihat atau mempelajari hubungan keterkaitan seluruh permasalahan dan proses perubahan secara menyeluruh dan mampu merealisasikan secara tuntas. 2.3. Penelitian Terdahulu

Nugroho (2005) dalam tesisnya yang berjudul Hubungan Penerapan Manajemen Pengetahuan dengan Kinerja (Studi Kasus pada Dinas Perumahan Provinsi DKI Jakarta) bertujuan untuk menentukan dan

(34)

menjelaskan faktor dominan variabel Manajemen Pengetahuan dan Kinerja serta menjelaskan tingkat hubungan antara keduanya. Hasil penelitian digunakan untuk menentukan langkah rekayasa strategi penerapan Manajemen Pengetahuan guna mencapai kinerja maksimal. Penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu Manajemen Pengetahuan dan Kinerja. Instrumen penelitian menggunakan Metode Structural Equator Modelling (SEM). Analisis model menggunakan program Linear Structural Relation (LISREL). Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat penerapan Manajemen Pengetahuan sedang. Strategi penerapan Manajemen Pengetahuan untuk meningkatkan kinerja diantaranya: Pertama, melanjutkan dan mengembangkan Manajemen Pengetahuan. Kedua, mengembangkan proses dan mengarahkan pelaksanaan Ba sehingga dapat dengan nyata menunjang transformasi dari spiral pengetahuan secara positif. Ketiga, membangun tujuan, ukuran dan penilaian kinerja yang terpadu dan tersusun secara hirarkis pada tingkat organisasi, proses dan tugas. Keempat, Manajemen Pengetahuan sebagai model peningkatan kinerja.

Irtanti (2009) dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Penerapan Organisasi Pembelajar dengan Motivasi dan Kepuasaan Kerja Pegawai di Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) Bogor. Tujuan penelitian yaitu: Pertama, mengetahui persepsi pegawai tentang Organisasi Pembelajar, Motivasi Kerja dan Kepuasaan Kerja. Kedua, menganalisis hubungan Motivasi Kerja dengan pengembangan diri. Ketiga, menganalisis hubungan Organisasi Pembelajar dengan Motivasi Kerja dan Kepuasan Kerja karyawan. Penelitian ini menggunakan 3 variabel yaitu Organisasi Pembelajar, Motivasi Kerja dan Kepuasaan Kerja. Analisis data menggunakan Korelasi Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukan hubungan penerapan Organisasi Pembelajar terhadap Motivasi Kerja yaitu 0,615 yang berarti kuat dan positif. Hubungan antara Organisasi Pembelajar dan Kepuasan Kerja sebesar 0,594 yang berarti agak kuat dan positif. Sedangkan hubungan antara Motivasi Kerja dengan Kepuasan Kerja kuat dan positif dengan nilai korelasi 0,624.

(35)

Dwijayanto (2010) dalam skripsinya yang berjudul Analisis Pengaruh Manajemen Pengetahuan Terhadap Komitmen Karyawan Pada PT X Tbk, Cabang Bogor bertujuan untuk mempelajari penerapan manajemen pengetahuan pada PT X Tbk, mempelajari aplikasi komitmen karyawan pada PT X Tbk, dan menganalisis pengaruh manajemen pengetahuan terhadap komitmen karyawan pada PT X Tbk. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode convenience sampling. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Deskriptif, Analisis Intepretasi, Teknik Korelasi Pearson Product Moment, dan Analisis Regresi Linear. Berdasarkan hasil penelitian, nilai korelasi

antara manajemen pengetahuan dengan komitmen karyawan adalah sebesar 0,827. Hal ini menunjukkan telah terjadi hubungan kuat dan positif, berarti semakin besar manajemen pengetahuan yang ada di perusahaan, maka semakin besar pula komitmen karyawan pada perusahaan.

Pembelajaran yang diambil dari penelitian-penelitian terdahulu di atas adalah penggunaan variabel Manajemen Pengetahuan dengan indikator yaitu konversi pengetahuan, spiral pengetahuan dan Ba, serta penggunaan variabel Organisasi Pembelajar dengan indikator yaitu disiplin penguasaan pribadi, disipilin model mental, disiplin visi bersama, disiplin berpikir tim dan disiplin berpikir sistem. Selain itu penelitian terdahulu di atas juga dijadikan pembelajaran dalam menggunakan analisis data korelasi Rank Spearman dan Regresi Linear. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini menggabungkan varibel Manajemen Pengetahuan dan Organisasi Pembelajar, dan menganalisi pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Organisasi Pembelajar dengan menggunakan analisis regresi linear.

(36)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual

Persaingan global memaksa Institut Pertanian Bogor (IPB) untuk bersaing dengan perguruan tinggi-perguruan tinggi lain di dunia. Perguruan tinggi-perguruan tinggi di dunia saling berlomba untuk menjadi yang terbaik menuju World Class University. Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai lembaga pendidikan ternama di Indonesia terus berupaya melakukan pengembangan-pengembangan dalam meningkatkan kapabilitasnya menuju World Class University. Keinginan IPB untuk menjadi World Class University tercantum jelas dalam visi dan misi IPB. 

IPB memiliki startegi-strategi guna mencapai visi, misi dan tujuan nya. Strategi-strategi tersebut diturunkan pada setiap direktorat atau kantor sesuai peran dan fungsi dari masing-masing direktorat atau kantor. IPB melalui Direktorat Sumber Daya Manusia (SDM) memahami pentingnya pengelolaan pengetahuan dan Organisasi Pembelajar sebagai salah satu kebijakan dalam meningkatkan daya saing perguruan tinggi.

Manajemen Pengetahuan akan mendorong terciptanya pengetahuan sehingga pengetahuan tersebut memberi kemampuan kepada organisasi untuk senantiasa memiliki daya saing. Pengetahuan ini merupakan transformasi dari pengetahuan individu yang didapat dari proses belajar, pengalaman dan kreativitas, ke pengetahuan organisasi.

Pengelolaan pengetahuan melalui Manajemen Pengetahuan perlu didukung dengan Organisasi Pembelajar. Organisasi Pembelajar akan menghasilkan lingkungan yang kondusif dalam mentransformasi pengetahuan individu ke pengetahuan organisasi. Pada akhirnya, pengetahuan organisasi akan menjadi asset perguruan tinggi atau daya saing dalam berkompetisi di dunia global. Selanjutnya, perguruan tinggi dapat merumuskan suatu implikasi manajerial untuk melakukan koreksi atau perbaikan agar visi dan misi perguruan tinggi dapat tercapai. Kerangka pemikiran konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

(37)

Gambar 6. Kerangka pemikiran konseptual

Transformasi pengetahuan individu menjadi pengetahuan organisasi Perguruan Tinggi yang berdaya saing

Implikasi Manajerial Organisasi Pembelajar

Manajemen Pengetahuan

Persaingan Global Menuju World Class

University

Visi dan Misi Institut Pertanian Bogor

Direktorat Sumber Daya Manusia Direktorat Administrasi Pendidikan  Direktorat Kemahasiswaan Direktorat Pengkajian dan Pengambangan Akademik Direktorat/ Kantor Lainnya

(38)

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Manajemen Pengetahuan akan mendorong terciptanya pengetahuan sehingga pengetahuan tersebut memberi kemampuan kepada organisasi untuk senantiasa memiliki daya saing. Pengetahuan ini merupakan transformasi dari pengetahuan individu yang didapat dari proses belajar, pengalaman dan kreativitas, ke pengetahuan organisasi. Akumulasi pengetahuan individu akan menjadi asset perguruan tinggi berupa pengetahuan organisasi.

Pengetahuan, pengalaman dan kreativitas pegawai hanya akan terbentuk apabila pegawai diberi kesempatan untuk melakukan pembelajaran dalam konteks individu maupun organisasi (Learning Organization). Organisasi Pembelajar akan menghasilkan lingkungan yang kondusif dalam proses menciptakan dan mengembangkan pengetahuan serta mentransformasi pengetahuan individu menjadi pengetahuan organisasi.

Manejeman pengetahuan dan Organisasi Pembelajar akan menjadi variabel atau pokok bahasan dalam penelitian ini. Indikator yang akan dianalisis dalam Manajemen Pengetahuan, yaitu konversi pengetahuan, spiral pengetahuan, dan Ba. Pada Organisasi Pembelajar, komponen yang dianalisis adalah disiplin penguasaan pribadi, disiplin model mental, disiplin visi bersama, disiplin berpikir tim dan disiplin berpikir sistem.

Penelitian diawali dengan mengetahui bagaimana penerapan Manajemen Pengetahuan dan aplikasi Organisasi Pembelajar di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui wawancara, observasi, dan dokumen perguruan tinggi. Penelitian dilanjutkan dengan pengisian kuesioner oleh pegawai kependidikan untuk mengetahui interpretasi pegawai kependidikan terhadap Manajemen Pengetahuan dan Organisasi Pembelajar.

Kuesioner penelitian diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum disebar dan diisi oleh pegawai kependidikan. Dilanjutkan dengan metode deskriptif, teknik korelasi Rank Spearman dan analisis regresi linear. Penelitian ini bertujuan untuk mengindetifikasi indikator Manajemen Pengetahuan dan Organisasi Pembelajar pada Institut Pertanian Bogor (IPB) dan mengetahui hubungan 2 variabel tersebut, serta menganalisis pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Organisasi Pembelajar tersebut (Gambar 7)

(39)

Gambar 7. Kerangka pemikiran operasional

Persaingan Global

University

Institut Pertanian Bogor (IPB)

Pengaruh Manajemen Pengetahuan terhadap Organisasi Pembelajar

Metode deskriptif, Teknik Korelasi

Rank Spearman danRegresi Linear

Rekomendasi

Visi dan Misi Institut Pertanian Bogor Manajemen Sumber Daya Manusia

Institut Pertanian Bogor

Indikator Organisasi Pembelajar (Peter Senge 1990) : disiplin penguasaan pribadi, disiplin

model mental, disiplin visi bersama, disiplin

berpikir tim, disiplin berpikir sistem. Indikator Manajemen pengetahuan:

konversi pengetahuan, Ba (Nonaka dan Konno 1998) , spiral pengetahuan (Nonaka dan Takeuchi 1995)

Organisasi Pembelajar Manajemen Pengetahuan

(40)

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Institut Pertanian Bogor (IPB), Jalan Raya Dramaga Kampus IPB, Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat-16680. Lokasi ini dipilih sebagai bentuk bakti penulis terhadap almamater dan kecintaan terhadap dunia pertanian. Selain itu, lokasi ini dipilih dengan pertimbangan bahwa IPB merupakan salah satu perguruan tinggi yang memiliki perhatian tinggi terhadap pengembangan Manajemen Pengetahuan. Hal ini dapat terlihat dari masuknya IPB dalam nominasi Indonesian MAKE Study 2011 (www.dunamis.co.id). Indonesian MAKE Study 2011 merupakan ajang penghargaan bagi perusahaan atau lembaga yang sukses dalam menerapkan Manajemen Pengetahuan. Penelitian ini dilaksanakan pada rentang waktu Juni sampai Agustus 2011.

3.4. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama baik dari individu atau perseorangan, seperti hasil wawancara dan pengisian kuesioner . Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pengumpul data primer atau oleh pihak lain, misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram (Umar 2005). Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner dan wawancara dengan Ibu Hirra Herlina (Kepala Seksi Pengembangan SDM IPB) serta wawancara dengan pegawai lain. Data sekunder diperoleh dari data-data seputar perguruan tinggi dan hasil studi pustaka seperti buku, jurnal, dan penelitian terdahulu yang menunjang dan berkaitan dengan penelitian.

3.5. Metode Pengambilan Sampel

Populasi diartikan sebagai jumlah keseluruhan semua anggota yang diteliti, sedangkan sampel merupakan bagian yang diambil dari populasi (Istijanto, 2005). Populasi yang menjadi objek penelitian ini adalah pegawai Institut Pertanian Bogor (IPB) yang sesuai dengan karakteristik yang diharapkan.

(41)

Karakteristik pegawai yang dijadikan sampel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pegawai merupakan tenaga kependidikan

2. Pegawai sudah berstatus Pegawai Negri Sipil (PNS) 3. Pegawai berpendidikan minimal SLTA

4. Pekerjaan pegawai berhubungan dengan adminisitrasi atau sejenisnya.

Penentuan jumlah atau ukuran sampel dari populasi yang akan diteliti ditentukan dengan rumus slovin dalam Umar (2005). Rumusnya adalah sebagai berikut:

n

=

……….. (1)

Keterangan: n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir

Berdasarkan acuan diatas, dengan tingkat kelonggaran ketidaktelitian sebesar 10 persen maka jumlah sampel yang harus diambil pada penelitian ini adalah sebanyak 96 orang. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode convenience dengan tujuan memudahkan penarikan anggota populasi.

Tabel 1. Rincian jumlah sampel

Fakultas / Direktorat / Kantor Jumlah sampel

(Orang) FAPERTA 5 FKH 5 FPIK 3 FAPET 5 FAHUTAN 5 FATETA 5 FMIPA 10 FEM 11 FEMA 6 DIPLOMA 5 Direktorat Kemahasiswaan 4

Direktorat Komunikasi dan Sistem

Informasi 4

(42)

3.6. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik wawancara dan observasi dengan alat bantu kuesioner. Pada variabel Manajemen Pengetahuan menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari Nonaka dan Konno (1998) serta (Nonaka dan Takeuchi,1995 dalam Sangkala,2009) yaitu konversi pengetahuan, spiral penciptaan pengetahuan dan Ba. Sedangkan pada Organisasi Pembelajar menggunakan alat ukur yang diadaptasi dari Senge (1990) yaitu disiplin penguasaan pribadi, disiplin model mental, disiplin visi bersama, disiplin berpikir tim dan disiplin berpikir sistem.

Kuesioner penelitian untuk setiap variabel menggunakan Skala Likert dengan skala lima sebagai acuan, yaitu: 1. Sangat Setuju (SS); 2. Setuju (S); 3. Ragu-ragu (R); 4. Tidak Setuju (TS); 5. Sangat Tidak Setuju (STS). Jika dijawab 1 = nilai 5; 2 = nilai 4; 3 = nilai 3; 4 = nilai 2; 5 = nilai 1 untuk butir yang bersifat positif. Sebaliknya, untuk butir yang bersifat negatif, jika menjawab 1 = nilai 1; 2 = nilai 2; 3 = nilai 3; 4 = nilai 4; 5 = nilai 5.

Interpretasi dari setiap item pernyataan yang digunakan dalam kuesioner ditentukan berdasarkan rentang skala dengan rumus sebagai berikut:

Rentang Skala = Nilai Maksimal – Nilai Minimal ...(2) Besar Skala

Penelitian ini menggunakan skala Likert dari 1 sampai 5 sehingga berdasarkan rumus tersebut, nilai nilai rata-rata yang diperoleh sebesar 0,8. Dengan demikian, rentang skala yang diperoleh untuk interpretasi indikator penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rentang skala sebaran jawaban responden

Rentang skala Pernyataan jawaban

1,00 – 1,80 Sangat tidak tetuju

1,81 – 2,60 Tidak setuju

2,61 – 3,40 Ragu-ragu

3,41 – 4,20 Setuju

(43)

3.7. Pengolahan dan Analisis Data 3.7.1 Uji Validitas

Uji Validitas dalam penelitian dijelaskan sebagai suatu derajat ketepatan alat ukur penelitian tentang isi atau arti sebenarnya yang diukur (Umar, 2005). Uji validitas terhadap kuesioner dimaksudkan agar semua pertanyaan atau pernyataan berkaitan dengan apa yang ingin diukur. Pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner harus berada dalam topik yang sama. Langkah-langkah dalam menguji validitas adalah sebagai berikut:

1. Mendefinisikan secara operasional suatu konsep yang akan diukur. Konsep yang diukur hendaknya dijabarkan terlebih dahulu sehingga operasionalnya dapat dilakukan.

2. Melakukan uji coba pengukur tersebut pada sejumlah responden. Responden diminta untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Disarankan agar jumlah Responden untuk uji coba minimal 30 orang. Dengan jumlah minimal ini, distribusi nilai akan lebih mendekati kurva nomal.

3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.

4. Menghitung nilai korelasi antara data pada masing-masing pernyataan dengan nilai total, memakai rumus teknik korelasi Rank Spearman

Selanjutnya nilai korelasi r yang diperoleh dibandingkan dengan nilai pada tabel korelasi nilai r. Instrumen penelitian dinyatakan valid dan signifikan jika nilai r hitung lebih besar (>) dari nilai r tabel. 3.7.2 Uji Reliabilitas

Menurut Umar (2005), reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan yang ditunjukan oleh instrumen pengukuran. Uji reliabilitas menyatakan bahwa instrumen penelitian adalah reliabel jika nilai hitung alfa (α) lebih besar (>) dari nilai r tabel. Pengujian reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan teknik Alpha Cronbach, dengan rumus Alpha Cronbach adalah sebagai berikut:

(44)

Rumus varian yang digunakan adalah:

∑ ∑

………(4) Keterangan:

α = Realibilitas instrumen atau koefisien alfa k = Banyak butir pertanyaan

= Varian total ∑ = Jumlah varian butir X = Nilai yang dipilih n = Jumlah Responden 3.7.3 Analisis Data

Data dianalisis dengan metode deskriptif, teknik korelasi Rank Spearman, dan analisis regresi linear. Metode deskriptif digunakan untuk memudahkan proses pengolahan dan analisis data. Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang menggambarkan kondisi aktual yang telah diketahui melalui pengumpulan data dan selanjutnya menganalisis masalah yang ada sesuai dengan gambaran kondisi aktual yang telah dilakukan.

Menurut Umar (2005), korelasi Rank Spearman mengasumsikan bahwa data terdiri atas pasangan-pasangan hasil pengamatan numerik atau non numerik. Setiap Data Xi maupun Yi ditetapkan peringkatnya

relatif terhadap X dan Y yang lain dari yang terkecil sampai terbesar. Peringkat terkecil diberi nilai satu. Jika di antara nilai X dan Y terdapat angka yang sama, masing-masing nilai sama diberi peringkat rata-rata dari posisi seharusnya. Jika data terdiri atas hasil pengamatan non numerik bukan angka, data tersebut harus dapat diperingkat seperti yang telah dijelaskan sebelumnnya. Adapun rumus korelasi Rank Spearman, sebagai berikut:

1 ∑

……….(5)

Keterangan :

(45)

n = Jumlah pasangan pengamatan antara satu peubah terhadap peubah yang lainnya.

d = Perbedaan peringkat dari tiap pasangan variabel pengamatan Nilai koefisien korelasi rs berkisar antara -1 sampai +1, kriteria

pemanfaatannya dijelaskan sebagai berikut:

1. Jika, nilai rs > 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier

positif, yaitu makin besar nilai variabel X , makin besar pula nilai variabel Y. Atau sebaliknya, makin kecil nilai variabel X, maka makin kecil pula nilai variabel Y.

2. Jika, nilai rs < 0, artinya telah terjadi hubungan yang linier

negatif, yaitu makin kecil nilai variabel X, maka makin besar nilai variabel Y. Atau sebaliknya, makin besar nilai variabel X, maka makin kecil pula nilai variabel Y.

3. Jika, nilai = 0, artinya tidak ada hubungan sama sekali antara variabel X dan variabel Y.

4. Jika, nilai rs = +1 atau rs = -1, artinya telah terjadi hubungan

linier sempurna, sedangkan untuk nilai r yang makin mengarah ke angka 0, maka hubungan makin melemah. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Jika terdapat data dari dua variabel penelitian yang sudah diketahui mana variabel bebas X (independen) dan variabel terikat Y (dependen), lalu akan dihitung atau dicari nilai-nilai Y yang lain berdasarkan nilai X yang diketahui (Umar 2010). Adapun analisis rumus regresi adalah:

Y = a + bX...(6) dimana :

Y = Variabel dependen (terikat) X = Variabel independen (bebas) a = Nilai intercept (konstan) b = Koefisien regresi

(46)

H0 = Tidak terdapat pengaruh nyata antara Manajemen

Pengetahuan dengan Organisasi Pembelajar.

H1 = Terdapat pengaruh yang nyata antara Manajemen

Pengetahuan dengan Organisasi Pembelajar.

Tingkat signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95 persen (α = 0,05). Nilai ini dipilih karena dirasa cukup untuk mewakili hubungan antara dua variabel dan banyak digunakan dalam penelitian tentang ilmu-ilmu sosial. Hasil nilai r hitung dibandingkan dengan r tabel yang digunakan dalam memutuskan hipotesis diterima atau ditolak. Adapun kriteria pengujiannya adalah tolak H0 jika r

Gambar

Gambar 1. Komponen utama perusahaan berbasis pengetahuan  (Nonaka dan Toyama, 2005)
Gambar 2. Model konversi pengetahuan (Nonaka dan Konno 1998)  2.1.3  Spiral Pengetahuan
Gambar 3. Spiral penciptaan pengetahuan (Nonaka dan Takeuchi,  1995 dalam Sangkala,2007)
Gambar 6. Kerangka pemikiran konseptual Transformasi pengetahuan individu menjadi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berkaitan dengan pelayanan sosial, desa dalam hal ini memiliki peranan penting, pemerintah desa dan masyarakat desa memiliki kewajiban dalam menjalankan program

• Menentukan fkp bersama dan fungsi peluang marjinal dari peubah acak ganda diskret • Menentukan fkp bersama, fungsi sebaran kumulatif dan fungsi peluang marjinal dari peubah acak

Katarak yang baru terdiagnosa dapat menyebabkan pergeseran kesalahan bias, kekaburan, berkurangnya kontras, dan silau masalah bagi pasien. Pengobatan awal untuk katarak

nak yang berasal dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi rendah telah diteliti memiliki persentase di bawah ukuran normal bagi tinggi dan berat badan anak sehat. Sedangkan

Dari hasil kalibrasi dapat diketahui kesalahan penunjukan instrumen ukur, sistem pengukuran atau bahan ukur, untuk pemberian nilai pada tanda skala tertentu dan juga dapat

Aliran darah (cardiac output) menuju ginjal cukup besar yaitu 20% dari total aliran darah karena ginjal memang berfungsi untuk memfiltrasi zat-zat yang sudah tidak dibutuhkan lagi

- Dokumen sumber yang merupakan sumber informasi mengenai barang, bahan, dan produk yang ditemukan rusak dalam warehouse. Surat Pemberitahuan Barang Rusak diperlukan oleh

Menurut Sarason (1987) dikatakan bahwa pengaruh dukungan sosial yang tinggi terhadap individu akan memiliki pengalaman hidup yang lebih baik, harga diri yang lebih