• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perda Nabire

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perda Nabire"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE NOMOR : ... TAHUN ...

TENTANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NABIRE TAHUN 2007 – 2027

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NABIRE

(2)

Menimbang: 1. Bahwa untuk terwujudnya pembangunan di Kabupaten Nabire dengan memanfaatkan ruang wilayah secara efisien, serasi dan seimbang, sesuai dengan kebutuhan pembangunan dan kemampuan daya dukung wilayah yang berbasis pada pengurangan risiko bencana alam, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah;

2. Bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah, dan mayarakat, maka Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha;

3. Bahwa dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, yang dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua, maka Rencana Tata Ruang Wilayah tersebut perlu dijabarkan ke dalam Rencana Tata Ruang Wilayah;

4. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c serta sebagai pelaksanaan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dipandang perlu menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire yang berbasis pengurangan risiko bencana.

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

5. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3427);

6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470);

7. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469);

8. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan

(3)

Lembaran Negara Nomor 3501);

9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

10. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);

11. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);

12. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua;

13. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1226);

14. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

15. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4377);

16. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);

17. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

18. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4433);

19. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437);

20. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4444);

21. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

22. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;

23. Peratutan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2831);

24. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3293)

(4)

25. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara 3294);

26. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3373); 27. Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 1996 tentang

Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Nabire;

28. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1996 tentang Pembentukan Limapuluh Tiga Distrik di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Jayawijaya, Sorong, Manokwari, Nabire, Merauke, Jayapura, Yapen Waropen, Fak-Fak, Biak Numfor, Kotamadya Daerah Tingkat II Jayapura, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kabupaten Paniai Dalam Wilayah Provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya;

29. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pemanfaatan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3550);

30. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996, Nomor 104);

31. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang RTRW Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721);

32. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1998 tentang Penyerahan Sebagian Urusan Pemerintahan di Bidang Kehutanan kepada Daerah (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 106);

33. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776);

34. Peraturan pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);

35. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4156);

36. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4385);

(5)

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4593);

38. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

39. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;

40. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1990 tentang Penggunaan Tanah Bagi Kawasan Industri

41. Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1993 tentang Koordinasi Pengelolaan Tata Ruang Nasional;

42. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah;

43. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Daerah;

44. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang Daerah;

45. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 134 Tahun 1998 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi dan RTRW Kabupaten/Kota;

46. Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi;

47. Keputusan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 1456.K/20/MEM/2000 tentang Pedoman Pengelolaan Kawasan Karst;

48. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) Nomor 327/KPTS/M/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang;

49. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327 Tahun 2002 tentang Penetapan 6 (enam) Pedoman Bidang Penataan Ruang.

(6)

DENGAN PERSETUJUAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NABIRE

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN NABIRE TAHUN 2007 - 2027

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : (1) Kabupaten adalah Kabupaten Nabire;

(2) Provinsi adalah Provinsi Papua;

(3) Pemerintah Kabupaten adalah Pemerintah Kabupaten Nabire yang terdiri dari Bupati beserta perangkat daerah kabupaten lainnya sebagai badan eksekutif kabupaten;

(4) Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Papua yang terdiri dari Gubernur beserta perangkat daerah provinsi lainnya sebagai badan eksekutif provinsi;

(5) Bupati adalah Bupati Nabire;

(6) Gubernur adalah Gubernur Provinsi Papua;

(7) Dewan adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nabire;

(8) Distrik adalah wilayah yang merupakan bagian dari Kabupaten Nabire setingkat kecamatan yang dikepalai oleh seorang Kepala Distrik;

(9) Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia; (10) Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW adalah

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire;

(11) Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya; (12) Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik

direncanakan maupun tidak, yang mewujudkan adanya hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang;

(13) Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;

(7)

(14) Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses penyusunan Rencana Tata Ruang untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kualitas manusianya dengan pemanfaatan ruang yang secara struktural menggambarkan ikatan fungsi lokasi yang terpadu bagi berbagai kegiatan; (15) Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan struktur dan pola

pemanfaatan ruang;

(16) Struktur Pemanfaatan Ruang adalah susunan unsur-unsur pembentuk lingkungan secara hirarkis dan saling berhubungan satu dengan lainnya; (17) Pola Pemanfaatan Ruang adalah tata guna tanah, air, udara dan sumber

daya alam lainnya dalam wujud penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya;

(18) Pemanfaatan Ruang adalah rangkaian program kegiatan pelaksanaan pembangunan yang memanfaatkan ruang, menurut jangka waktu yang ditetapkan didalam rencana tata ruang;

(19) Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah suatu proses usaha agar rencana pemanfaatan ruang oleh instansi sektoral, Pemerintah Daerah, Swasta, serta masyarakat umumnya sesuai dengan Renana Tata Ruang yang ditetapkan;

(20) Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional;

(21) Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya yang penetapannya berdasarkan karakteristik fisik, biologi, sosial budaya dan ekonomi dengan mempertahankan keberadaannya;

(22) Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan;

(23) Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan;

(24) Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi;

(25) Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi;

(26) Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan;

(27) Kawasan Risiko Bencana adalah kawasan yang berdasarkan analisis kebencanaan berpotensi tinggi mengalami bencana alam yang meliputi bencana gempa bumi, tsunami dan longsor;

(28) Kawasan Rentan Bencana adalah kawasan yang dinilai berpeluang mengalami bencana dilihat dari aspek kependudukan, penggunaan lahan, dan distribusi obyek-obyek vital;

(8)

(29) Kawasan Risiko Bencana adalah kawasan yang berpotensi mengalami bencana alam berdasarkan aspek mitigasi dan sosial ekonomi;

(30) Visi Pembangunan adalah suatu pandangan ke depan yang menggambarkan arah dan tujuan yang ingin dicapai serta akan menyatukan komitmen seluruh pihak yang terlibat dalam pembangunan kabupaten;

(31) Tujuan Pembangunan adalah nilai-nilai dan kinerja yang mesti dicapai dalam pembangunan kabupaten dalam rangka mencapai visi yang telah ditetapkan;

(32) Strategi Pengembangan adalah langkah-langkah penataan ruang dan pengelolaan kabupaten yang perlu dilakukan untuk mencapai visi pembangunan kota yang telah ditetapkan;

(33) Kawasan Strategis adalah kawasan yang memiliki fungsi dan spesifikasi khusus yang penanganannya perlu diutamakan (prioritas) dalam pelaksanaan pembangunan;

(34) Wilayah Pengembangan selanjutnya disingkat WP, adalah wilayah yang secara geografis berada dalam satu pelayanan pusat sekunder;

(35) Sempadan Pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan pelstarian pantai;

BAB II RUANG LINGKUP

Pasal 2

(1) Ruang lingkup Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire mencakup strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dalam batas-batas ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara menurut peraturan perundangan-undangan yang berlaku;

(2) Lingkup RTRW Kabupaten Nabire Tahun 2007-2027 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

(a) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire Tahun 2007-2027 memiliki kedalaman sebagai rencana umum (master plan);

(b) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire Tahun 2007-2027 mencakup seluruh wilayah Kabupaten Nabire seluas 13.397,59 Km2 yang terdiri dari 22 distrik;

(c) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire Tahun 2007-2027 disusun dengan mengacu kepada pedoman penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten yang ada.

Pasal 3

(9)

(1) Tujuan pemanfaatan ruang wilayah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan yang diwujudkan melalui strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah untuk tercapaianya pemanfaatan ruang yang bekualitas dengan berbasis mitigasi bencana alam; (2) Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah; (3) Rencana pengembangan sistem sarana dan prasarana

wilayah;

(4) Arahan manajemen risiko bencana dan indikasi program pembangunan;

(5) Rencana pengendalian dan peran serta masyarakat dalam penataan ruang.

BAB III

TUJUAN , SASARAN, DAN FUNGSI, VISI DAN MISI Bagian Pertama

Tujuan dan Sasaran Pasal 4

Tujuan Penyusunan Revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire Tahun 2007-2027 adalah sebagai berikut:

(1) Mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat;

(2) Meningkatkan keseimbangan dan keserasian perkembangan antar wilayah serta keserasian antar sektor melalui pemanfaatan ruang kawasan secara serasi, selaras dan seimbang serta berkelanjutan dengan memperhatikan tingkat risiko bencana alam yang meliputi gempa bumi, tsunami, longsor dan banjir;

(3) Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan mencegah timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan;

(4) Meningkatkan fungsi dan peran Kabupaten Nabire dalam pengembangan wilayah yang lebih luas, berupa pengembangan kawasan budidaya dan non budidaya serta aspek-aspek strategis dalam mewujudkan fungsi yang nyata sebagai satu kesatuan dengan wilayah-wilayah sekitarnya.

Pasal 5

Sasaran yang akan dicapai dalam Penyusunan Revisi RTRW Kabupaten Nabire 2007 - 2027 ini antara lain:

(1) Terkendalinya pembangunan di wilayah kabupaten baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat;

(2) Terciptanya keserasian antara kawasan lindung dan kawasan budidaya;

(3) Tersusunnya rencana dan keterpaduan program-program pembangunan di wilayah kabupaten;

(10)

(4) Terdorongnya minat investasi masyarakat dan dunia usaha di wilayah kabupaten;

(5) Tersusunnya arahan indikasi program pembangunan dan arahan pengembangan kawasan-kawasan prioritas;

(6) Terkoordinasinya pembangunan antar wilayah dan antar sektor pembangunan.

Bagian Kedua Fungsi, Visi Dan Misi

Pasal 6

(1) RTRW Kabupaten Nabire terbagi dalam dua fungsi meliputi: (a) Fungsi Umum; dan

(b) Fungsi Khusus.

(2) Fungsi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup:

Pasal 1 Sebagai matra keruangan dari pembangunan daerah;

Pasal 1 Sebagai dasar kebijaksanaan pokok dalam pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Nabire sesuai dengan kondisi dan potensi wilayah secara berkelanjutan;

Pasal 1 Sebagai perwujudan keterpaduan, keterkaitan, keserasian dan keseimbangan antar kawasan dan antar sektor di dalam wilayah Kabupaten Nabire maupun dengan wilayah-wilayah lain disekitarnya; Pasal 1 Sebagai pedoman dan pemberi kejelasan dalam mengalokasikan

investasi pembangunan di Kabupaten Nabire, baik yang dilakukan oleh pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat;

Pasal 1 Sebagai pedoman untuk penyusunan rencana-rencana yang lebih detail serta rencana rinci tata ruang kawasan dalam wilayah yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Nabire;

Pasal 1 Sebagai dasar dalam memberikan arahan bentuk peran serta masyarakat lokal dalam pemanfaatan rencana tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang;

Pasal 1 Sebagai dasar dalam pemberian izin lokasi pembangunan skala besar.

(3) Fungsi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup:

(a) Sebagai arahan untuk pembangunan fisik kawasan berbasis bencana; (b) Sebagai arahan untuk melakukan manajeman risiko bencana alam; (c) Sebagai peringatan dini bagi Pemerintah dan Masyarakat di Kabupaten

Nabire terhadap kemungkinan bencana alam yang akan terjadi dalam bentuk zonasi-zonasi kawasan rentan bencana alam.

Pasal 7 Visi Kabupaten Nabire adalah:

(11)

Kenyang, Sehat dan Pintar dengan Berlandaskan Iman dan Takwa, serta di Dukung Infrastruktur yang memadai”

Pasal 8 Misi pembangunan Kabupaten Nabire adalah: (1) Pemenuhan kebutuhan dasar;

(2) Peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan; (3) Peningkatan derajat kesehatan;

(4) Pemberdayaan ekonomi rakyat;

(5) Pembangunan infrastruktur di distrik-distrik dan desa; (6) Peningkatan iman dan takwa;

(7) Pemasyarakatan teknologi anti gempa dan upaya menghindari bencana gempa.

BAB IV

KEDUDUKAN MATERI DAN JANGKA WAKTU RENCANA Pasal 9

RTRW berkedudukan sebagai:

(1) RTRW Kabupaten Nabire mengacu kepada RTRW Nasional dan RTRW Provinsi Papua;

(2) RTRW Kabupaten Nabire menjadi dasar pertimbangan dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK) pada lingkup wilayah perencanaan yang lebih kecil; (3) RTRW Kabupaten Nabire merupakan pedoman untuk pelaksanaan

pengawasan dan pengendalian pembangunan sesuai dengan indikasi program-program pembangunan yang dialokasikan.

Pasal 10 Materi RTRW mencakup:

(1) Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah; (2) Strategi dan arahan struktur ruang dan pemanfaatan ruang;

(3) Rencana umum tata ruang wilayah yang berbasis mitigasi bencana; (4) Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.

Pasal 11

(1) Jangka waktu RTRW adalah selama 20 (dua puluh) tahun dari tahun 2007-2027;

(2) RTRW dapat ditinjau kembali dan/atau disempurnakan dalam jangka waktu perencanaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila strategi pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten perlu ditinjau dan/atau disempurnakan sebagai akibat dari penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua atau dinamika pembangunan;

(12)

(3) Peninjauan kembali dan/atau penyempurnaan RTRW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu perencanaannya dilakukan minimal 5 tahun sekali.

BAB V

STRUKTUR DAN POLA PEMANFAATAN RUANG Bagian Pertama

Umum Pasal 12

Struktur dan pola pemanfaatan ruang Kabupaten Nabire dikelompokkan atas:

(a) Umum; dan

(b) Khusus

Pasal 13

Struktur dan pola pemanfaatan ruang umum sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 huruf a meliputi:

(a) Rencana pola pemanfaatan ruang merupakan bentuk pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten, menggambarkan ukuran/luas, fungsi (budidaya atau lindung), serta karakter kegiatan manusia dan/atau alam di dalamnya;

(b) Pemanfaatan ruang yang mengakomodasikan instrumen mitigasi bencana;

(c) Pemanfaatan Kawasan Budidaya dan pelestarian Kawasan Lindung diserasikan untuk meningkatkan perekonomian wilayah di satu sisi dan keberlanjutan pembangunan di sisi yang lain.

Pasal 14

Struktur dan pola pemanfaatan ruang khusus sebagaimana dimaksud pada Pasal 12 huruf b meliputi:

(a) Pemanfaatan ruang secara terbatas dilakukan untuk Kota Distrik Wanggar, Napan, dan Distrik Topo, dengan peruntukkan kawasan pertanian lahan kering, permukiman kepadatan rendah, dan teknologi bangunan tahan gempa;

(b) Pemanfaatan ruang secara sangat terbatas dilakukan untuk kawasan jasa perdagangan, perkantoran dengan kepadatan rendah di Kota Distrik Nabire;

(c) Koridor sepanjang pantai yang berfungsi sebagai perlindungan dari bencana tsunami dimanfaatkan sebagai sabuk pengamanan pantai atau Buffer Zone.

(13)

Bagian Kedua

Struktur Pemanfaatan Ruang Pasal 15

Struktur pemanfaatan ruang mencakup: (a) Satuan Wilayah Pengembangan; (b) Pusat-pusat pengembangan wilayah; (c) Sistem jaringan.

Pasal 16

(1) Satuan Wilayah Pengembangan sebagaimana dimaksud pada pasal 15 huruf a meliputi:

(a) Wilayah Pengembangan Nabire mencakup wilayah Distrik Nabire dan Wanggar dengan Pusat Pengembangan terletak di Nabire;

(b) Wilayah Pengembangan Uwapa mencakup wilayah Distrik Uwapa, dengan Pusat Pengembangan terletak di Uwapa;

(c) Wilayah Pengembangan Yaur mencakup Wilayah Distrik Yaur dan Teluk Umar dengan pusat pengembangan terletak di Kota Yaur;

(d) Wilayah Pengembangan Mapia mencakup Wilayah Distrik Sukikai, Mapia, Kamu Kamu Utara dengan pusat pengembangan terletak di Kota Mapia;

(e) Wilayah Pengembangan Napan mencakup Wilayah Distrik Napan, Siriwo, Makimi dengan pusat pengembangan terletak di Kota Napan.

(2) Setiap Satuan Wilayah Pengembangan sebagaimana dimaksud pada pasal 15 huruf a ditetapkan hirarki kota berdasarkan kedudukan, peranan dan fungsi kota.

Pasal 17

Pusat-pusat pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud pada pasal 15 huruf b meliputi:

(a) Kota Nabire sebagai Pusat Wilayah Pengembangan Nabire berfungsi sebagai klaster dengan kegiatan prioritas berupa distribusi, perdagangan, industri, jasa dan pariwisata

(b) Kota Topo sebagai Pusat Wilayah Pengembangan Uwapa berfungsi sebagai Pusat Sekunder Nabire;

(c) Kota Kwatisore sebagai Pusat Wilayah Pengembangan Yaur berfungsi sebagai Cluster dengan kegiatan prioritas perkebunan, dan marine culture;

(d) Kota Bomomani sebagai Pusat Wilayah Pengembangan Mapia berfungsi sebagai klaster dengan kegiatan prioritas perkebunan, Social Forestry;

(e) Kota Napan sebagai Pusat Wilayah Pengembangan berfungsi sebagai klaster dengan kegiatan prioritas perkebunan, pertanian, pertambangan, dan marine culture.

(14)

Pasal 18

(1) Sistem jaringan sebagaimana dimaksud pada pasal 15 huruf c mencakup transportasi, telekomunikasi, kelistrikan,air bersih dan sanitasi; (2) Sistem jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

meliputi sistem jaringan primer dan jaringan sekunder. Bagian Ketiga

Pola Pemanfaatan Ruang Pasal 19

Pola pemanfaatan ruang meliputi: (a) Kawasan lindung;

(b) Kawaan budidaya;

(c) Kawasan perdesaan dan perkotaan; (d) Kawasan strategis;

(e) Kawasan risiko bencana.

Pasal 20

(1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 huruf a meliputi :

(a) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya; (b) Kawasan perlindungan setempat;

(c) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya.

(2) Peta rencana kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan pada Lampiran 1.

Pasal 21

(1) Pemanfaatan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 huruf b, dimanfaatkan sebagai kawasan hutan produksi, kawasan pertanian, kawasan pertambangan, kawasan perindustrian, kawasan pariwisata, dan kawasan permukiman;

(2) Peta rencana kawasan budidaya sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), digambarkan pada lampiran 2.

Pasal 22

Pengelolaan kawasan perdesaan dan perkotaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 huruf c, diarahkan untuk menjaga dan mengoptimalkan fungsinya masing-masing, serta mensinergikan pertumbuhan dan perkembangannya secara berimbang, sehingga tercapai pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang berkelanjutan.

Pasal 23

(1) Kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 huruf d, adalah kawasan yang akan berdampak besar, baik itu dalam arti positif maupun negatif;

(15)

(2) Peta rencana kawasan Strategis sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), digambarkan pada lampiran 3.

Pasal 24

(1) Kawasan risiko bencana sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 huruf e, adalah kawasan yang memiliki potensi kerugian akibat bencana alam di suatu wilayah yang meliputi gempa, tsunami, tanah longsor dan banjir.

(2) Peta risiko bencana atau disebut juga peta multi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan pada Lampiran 4.

Pasal 25

(1) Dalam menganalisis zona risiko bencana gempa sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1), akan menggunakan 4 (empat) parameter yaitu tingkat kerawanan bencana gempa bumi, jenis penggunaan lahan, jumlah penduduk per distrik, dan jumlah obyek vital yang terdapat di setiap distrik;

(2) Peta risiko bencana gempa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan pada Lampiran 5.

Pasal 26

(1) Tsunami sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1), adalah gelombang yang ditimbulkan oleh pergerakan kerak bumi yang secara tiba-tiba;

(2) Dalam menganalisis zona risiko tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan 4 (empat) parameter adalah tingkat kerawanan bencana tsunami, jenis penggunaan lahan, jumlah penduduk per distrik dan jumlah obyek vital yang terdapat di setiap distrik;

(3) Peta risiko bencana tsunami sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan pada Lampiran 6.

Pasal 27

(1) Longsor sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1), adalah pergerakan suatu masa bantuan, tanah atau rombakan material penyusun lereng (yang merupakan percampuran tanah dan batuan) menuruni lereng;

(2) Dalam menganalisis zona risiko longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menggunakan 4 (empat) parameter adalah tingkat kerawanan bencana tsunami, jenis penggunaan lahan, jumlah penduduk per distrik dan jumlah obyek vital yang terdapat di setiap distrik;

(3) Peta risiko bencana longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan pada Lampiran 7.

Pasal 28

Banjir sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1), adalah aliran air di permukaan tanah (surface) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh

(16)

saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah ke kanan dan kiri serta menimbulkan genangan/aliran dalam jumlah melebihi normal dan mengakibatkan kerugian pada manusia.

BAB VI

STRATEGI DAN ARAHAN STRUKTUR DAN POLA PEMANFAATAN RUANG WILAYAH

Bagian Pertama

Strategi Pengembangan Wilayah Pasal 29

(1) Untuk mewujudkan tujuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ditetapkan strategi pengembangan wilayah.

(2) Strategi pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:

(a) Pengembangan sarana dan prasarana wilayah; (b) Pengembangan aktivitas ekonomi unggulan; (c) Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru; (d) Peningkatan kualitas sumberdaya manusia; (e) Percepatan pengembangan industri berbasis agro.

(3) Strategi pengembangan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dirinci dalam arahan struktur dan pola pemanfaatan ruang.

Bagian Kedua

Arahan Struktur Pemanfaatan Ruang Wilayah Paragraf 1

Umum Pasal 30

(1) Arah pengembangan Kabupaten Nabire memperhatikan:

(a) Kabupaten Nabire sebagai pendukung Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Biak;

(b) Potensi Kabupaten Nabire;

(c) Permasalahan Kabupaten Nabire terutama berkenaan dengan bencana gempa, tsunami, banjir dan longsor;

(d) Kondisi fisik dasar, penggunaan lahan dan kecenderungan perkembangannya, daya-dukung lahan dan daya-dukung lingkungan; (e) Kecenderungan perkembangan fisik kawasan terbangun,

perkembangan pembangunan jaringan jalan, dan perkembangan pembangunan jaringan prasarana wilayah;

(f) Kecenderungan tumbuhnya pusat-pusat pelayanan/aktifitas baru; (g) Kebijakan pembangunan yang ada.

(17)

(a) Kawasan Budidaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi sentra-sentra produksi pertanian, perkebunan. kehutanan, pertambangan, pariwisata, dan perindustrian;

(b) Kawasan yang masih terbatas aksesnya ke pusat-pusat kegiatan ekonomi;

(c) Kawasan yang masih terbatas ketersediaan sarana dan prasarana pelayanannya;

(d) Kawasan yang potensial untuk membuka akses ke kabupaten di sekitar.

Paragraf 2

Fungsi dan Peran Wilayah

Pasal 31

(1) Lokasi yang sesuai untuk pengembangan tanaman pangan dan hortikultura meliputi distrik Mapia, Kamu, Ikrar, Yaur, Wanggar, Nabire, dan Napan. Distrik lainnya dapat digunakan untuk pengembangan tanaman lahan kering;

(2) Fungsi kawasan industri di kabupaten Nabire sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 29 huruf a, khususnya diarahkan untuk mendukung pengembangan KAPET Biak;

(3) Pengembangan industri di Kabupaten Nabire diarahkan untuk industri yang mengolah produk-produk pertanian, perkebunan, perikanan, dan hasil hutan.

(4) Dengan mempertimbangkan kondisi sebagian wilayah Kabupaten Nabire yang berisiko bencana, maka kawasan permukiman, perkantoran dan fasilitas umum lainnya diarahkan berlokasi ke area-area yang lebih aman.

Paragraf 3 Hirarki Kota

Pasal 32

Peningkatan peran wilayah dilakukan melalui penyediaan fasilitas perkotaan berdasarkan hierarki kota sebagai berikut:

(1) Jangkauan Kota Jenjang I (Orde 1), jenjang I atau pusat utama di Kabupaten Nabire adalah Kota Nabire. Pusat utama ini memiliki jangkauan pelayanan seluruh wilayah Kabupaten Nabire. Kandidat desa/kelurahan yang menjadi Pusat Orde I adalah kelurahan yang akan menjadi ibukota Kabupaten. Kota Nabire merupakan kota dengan kemampuan pelayanan untuk melayani seluruh wilayah;

(2) Jangkauan Kota Jenjang II (Orde 2), untuk jenjang II di Kabupaten Nabire adalah desa/kelurahan yang saat ini berfungsi sebagai pusat distrik, di luar Distrik Nabire. Jangkauan pelayanannya meliputi distrik-distrik yang saling terkait;

(18)

(3) Jangkauan Kota Jenjang III (Orde 3) untuk kota dengan jenjang III di Kabupaten Nabire meliputi desa/kelurahan diluar ibukota Kabupaten dan ibukota distrik. Jangkauan pelayanannya meliputi desa-desa yang saling terkait.

Paragraf 4

Pengembangan Sarana dan Prasarana Wilayah Pasal 33

Pengembangan sarana dan prasarana wilayah yang terdapat di Kabupaten Nabire meliputi:

(a) Prasarana transportasi; (b) Fasilitas umum dan; (c) Utilitas.

Transportasi Pasal 34

(1) Pengembangan prasarana transportasi sebagaimana yang dimaksud pada pasal 33 huruf a, mencakup:

(a) Pengembangan transportasi darat; (b) Pengembangan transportasi laut dan; (c) Pengembangan transportasi udara.

(2) Rencana Sistem Prasarana Transportasi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada penentuan fungsi jalan, rencana pembangunan jalan dan jembatan, rencana lokasi terminal sesuai dengan kelas pelayanan sebagai terminal wilayah dan terminal sub-wilayah, rencana pembangunan/pengembangan pelabuhan, dan rencana pembangunan/pengembangan bandar udara;

(3) Berdasarkan lingkup pelayanannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 huruf a, sistem transportasi dibagi atas 2 (dua) kategori: sistem transportasi regional dan sistem transportasi lokal.

(4) Fungsí utama pengembangan transportasi regional Kabupaten Nabire sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), adalah untuk melayani perpindahan orang dan barang serta diarahkan untuk dapat melayani kebutuhan transportasi secara cepat, efektif, efisien, lancar, aman, dan murah.

(5) Titik berat pengembangan sistem transportasi regional di Kabupaten Nabire sebagaimana dimaksud pada ayat (4), adalah:

(a) Memperlancar arus pergerakan barang, orang, dan jasa ke luar wilayah Nabire;

(b) Mengembangkan sarana dan prasarana transportasi yang dapat

menghubungkan sentra-sentra produksi dengan sentra-sentra koleksi dan distribusí;

(19)

(c) Mengembangkan prasarana dan sarana yang dapat menghubungkan kota-kota kabupaten, sehingga berada dalam satu sistem pergerakan terpadu. (6) Pengembangan sistem transportasi lokal Kabupaten Nabire sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) ditujukan untuk melayani jaringan pergerakan antar desa, antar distrik, dan antar pusat-pusat pengembangan wilayah. Tiap pusat desa diharapkan mampu menjadi titik simpul pergerakan; (7) Peta rencana sistem transportasi wilayah di Kabupaten Nabire

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan pada Lampiran 8. Pasal 35

(1) Pengembangan transportasi darat sebagaimana dimaksud pada pasal 34 ayat (1) huruf a diarahkan pada:

(a) Pengembangan jaringan jalan; (b) Pengembangan simpul transportasi.

(2) Pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan mengembangkan jalan arteri dan kolektor. (3) Sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka dikembangkan

jaringan jalan arteri primer yang menghubungkan Kabupaten Nabire dengan wilayah eksternalnya, yang terdiri dari dua poros:

(a) Poros barat timur yang menghubungkan ibukota Kabupaten Nabire (Kota Nabire) dan kota orde 1 di Kabupaten Nabire (Topo) dengan wilayah eksternalnya, seperti ke arah barat laut menuju Kwatisore hingga ke Manokwari;

(b) Poros selatan melalui Distrik Mapia ke arah tenggara menuju Enarotali (Paniai, yang selanjutnya bisa terhubung hingga ke Jayapura) dan jangka panjang melalui Distrik Sukikai mengarah lebih ke selatan lagi menuju Timika.

(4) Sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka dikembangkan jalan arteri dan kolektor untuk menghubungkan antar kawasan di wilayah internal Kabupaten Nabire sebagai berikut:

(a) Jaringan jalan arteri sekunder, yang menghubungkan Kota Nabire dan kota orde 1 (Kota Topo) dengan kota-kota orde 2 di setiap WP (ibukota-ibukota distrik);

(b) Jaringan jalan kolektor primer untuk menghubungkan antar kota-kota orde 2 di masing-masing WP, termasuk jaringan jalan baru;

(c) Jaringan jalan kolektor sekunder untuk menghubungkan antara kota-kota orde 3 dengan kota orde 2 di masing-masing WP serta antar kota orde 3 di masing-masing WP.

(d) Untuk mendukung operasionalisasi transportasi darat, terminal regional dialokasikan merata di tiap WP, dengan terminal utama direncanakan di Kota Nabire, sedangkan terminal pendukung dialokasikan di empat pusat sekunder (ibukota Distrik Yaur, ibukota Distrik Napan, ibukota Distrik Mapia dan Topo).

(5) Secara khusus, perlu dilakukan pembangunan jaringan jalan baru dengan menitikberatkan pada poros-poros (arteri) penghubung antar pusat WP, dan

(20)

didukung dengan pengembangan jaringan jalan kolektor dan lokal yang menghubungkan antar desa atau distrik;

(6) Pengembangan simpul transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan meningkatkan terminal regional di alokasikan di setiap wilayah pengembangan, terminal utama di Kota Nabire dan terminal pendukung dialokasikan di empat pusat-pusat sekunder (ibukota distrik Yaur, ibukota distrik Napan, ibukota Distrik Mapia dan Topo);

(7) Rencana jaringan jalan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), digambarkan pada Lampiran 9.

Pasal 36

(1) Pengembangan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 ayat (1) huruf b, diarahkan untuk pengembangan pelabuhan laut dan pengembangan jaringan transportasi laut;

(2) Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada Pelabuhan Samabusa direncanakan menjadi pelabuhan utama di Kabupaten Nabire dan Pelabuhan Kimi dikembangkan dengan dilengkapi PPI (Pendaratan dan Pelelangan Ikan);

(3) Pelabuhan Kimi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digunakan untuk menunjang aktivitas perdagagan antar pulau, serta pelayanan angkutan penumpang di Kabupaten Nabire;

(4) Sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) untuk mendukung kelancaran operasional dan kelestarian fungsi serta keamanan pelabuhan perlu dilakukan upaya berikut:

(a) Minimasi sedimentasi, antara lain dengan mengendalikan pembuangan limbah dari aktivitas di hulu sungai menuju perairan sungai yang akhirnya bermuara ke perairan laut di sekitar kedua pelabuhan tersebut, serta dengan cara pengerukan berkala;

(b) Upaya pengamanan keselamatan pantai dari kemungkinan aberasi akibat hantaman ombak, antara lain melakukan pelestarian keberadaan hutan bakau dan pembuatan tanggul;

(c) Meningkatkan aksesibilitas penumpang dan barang antara pelabuan dengan kawasan-kawasan sentra produksi dan pusat-pusat aktivitas di Kabupaten Nabire;

(d) Meningkatkan berbagai fasilitas pendukung pelabuhan, seperti fasilitas pergudangan.

(5) Pengembangan jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk pelabuhan menjadi nasional, regional maupun lokal

(6) Peta rencana transportasi laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan pada Lampiran 10.

Pasal 37

(1) Pengembangan transportasi udara sebagaimana dimaksud pada pasal 34 ayat (1) huruf c diarahkan pada:

(a) Pengembangan bandar udara dan;

(21)

(2) Pengembangan bandar udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, sehubungan dengan adanya kerusakan akibat gempa dan keterbatasan panjang runway diarahkan untuk:

(a) Pengembangan bandar udara Nabire di Kabupaten Nabire;

(b) Pengembangan Kaladiri SP C (alternatif 1), Kaladiri SP 2 (alternatif 2), dan Yaro (alternatif 3) di Distrik Wanggar.

(3) Peta rencana sistem transportasi udara sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2), dapat dilihat pada lampiran 11.

Pasal 38

(1) Pengembangan fasilitas umum sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 huruf b, yang mencakup:

(a) Fasilitas pendidikan; (b) Fasilitas kesehatan; (c) Fasilitas perdagangan; (d) Fasilitas peribadatan;

(e) Fasilitas olah raga dan ruang terbuka hijau; (f) Fasilitas rekreasi dan kebudayaan;

(g) Fasilitas umum lainnya seperti kantor pemerintahan, balai pertemuan, kantor polisi, kantor pos.

(2) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, prediksi fasilitas pendidikan Tahun 2008 - 2027 dapat dilihat pada Lampiran 12;

(3) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, diprediksi fasilitas kesehatan Tahun 2008 - 2027 dapat dilihat pada Lampiran 13;

(4) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, diprediksi fasilitas perdagangan Tahun 2008 - 2027 dapat dilihat pada Lampiran 14;

(5) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, diprediksi fasilitas peribadatan Tahun 2008 - 2027 dapat dilihat pada Lampiran 15;

(6) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diprediksi fasilitas olah raga dan ruang terbuka hijau Tahun 2008 - 2027 dapat dilihat pada Lampiran 16; (7) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, diprediksi fasilitas rekreasi

dan kebudayaan Tahun 2008 - 2027 dapat dilihat pada Lampiran 17;

(8) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, diprediksi fasilitas umum lainnya Tahun 2008 - 2027 dapat dilihat pada Lampiran 18.

Pasal 39

(1) Pengembangan utilitas sebagaimana dimaksud pada Pasal 33 huruf c mencakup:

(a) Irigasi;

(b) Telekomunikasi (c) Energi listrik, (d) Air bersih, (e) Limbah cair, (f) Sampah.

(22)

sederhana telah dibangun di Distrik Wanggar dan Napan;

(3) Peta rencana prasarana pengairan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilihat pada Lampiran 19;

(4) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, pengembangan telekomunikasi dimaksudkan untuk penambahan jumlah jaringan hingga mendekati pedalaman, terutama menara pemancar bagi pihak swasta (seluler);

(5) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, sumber air bersih bersumber dari air permukaan (air terjun Sikura-kura) dan air resapan (dari sungai Nabire dan Sunagi Kurwo) yang terletak di Distrik Nabire;

(6) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, sumber terbesar penghasil limbah cair tersebut berasal dari permukiman penduduk;

(7) Mengingat relatif lebih tingginya biaya untuk infrastruktur sewerage, serta wilayah Kabupaten yang masih rendah kepadatan penduduknya sebagaimana dimaksud pada ayat (6), maka penanganan air limbah dapat menggunakan septic tank pribadi;

(8) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, penanganan sampah sampai pada saat ini belum menjadi persoalan yang kompleks.

Bagian Ketiga

Arahan Pola Pemanfaatan Ruang Paragraf 1

Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 40

(1) Kawasan lindung di Kabupaten Nabire sebagaimana dimaksud pada Pasal 20, berada di Distrik Nabire, Nabire Selatan, Sukaikai, Sukikai Selatan, Mapia Barat, Mapia Tengah, Kamu Selatan, Kamu Tengah, Kamu Utara, Dogiyai, Yaur, Yaro dan Teluk Umar;

(2) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 19 ayat (1) huruf a meliputi kawasan hutan lindung dan hutan bakau;

(3) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada berada di setiap distrik, namun luas terluas terdapat di Distrik Mapia, Kamu dan Ikrar;

(4) Kawasan hutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada pesisir pantai utara (Distrik Yaur, Wanggar, Nabire dan Distrik Napan).

Pasal 41

(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) huruf b antara lain:

(a) Sempadan pantai, diarahkan sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat;

(23)

(b) Sempadan sungai, diarahkan sekurang-kurangnya 100 meter di kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman;

(c) Kawasan sekitar danau, diarahkan dataran sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik danau/waduk antara 5-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat;

(d) Kawasan sekitar mata air, diarahkan sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air.

(2) Sebagiamana dimaksud pada ayat (1), lokasi kawasan perlindungan setempat di Kabupaten Nabire adalah sekitar sungai yang ada di wilayah ini

Pasal 42

(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) huruf C meliputi:

(a) Taman nasional laut adalah Taman Nasional Teluk Cendrawasih terletak di sepanjang pantai barat daya tepatnya di distrik Teluk Umar dan Distrik Yaur;

(b) Kawasan suaka alam terletak di distrik Uwapa, Mapia dan Kamu. (2) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilarang dialihhfungsikan dan/atau digunakan untuk kegiatan budidaya.

Paragraf 2

Pemanfaatan Kawasan Budidaya Pasal 43

(1) Kawasan Budidaya sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1), merupakan kawasan di luar kawasan lindung, yang mempunyai fungsi utama budidaya, antara lain seperti kawasan hutan produksi, pertanian, pertambangan, perindustrian, pariwisata, dan permukiman.

(2) Kawasan budidaya yang berada di Kabupaten Nabire sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi Distrik Makimi, Napan, Wapoga, Uwapa, Wanggar, Yaro, Kamu Timur, dan Teluk Kimi.

(3) Arahan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu untuk memperhatikan sebagai berikut:

(a) Potensi sumberdaya alam dan kesesuaian lahan, seperti potensi pertanian, perkebunan, perikanan, dan sebagainya;

(b) Lingkungan buatan, yang tercermin dari pola penggunaan lahan dan sebaran pusat-pusat aktivitasnya;

(c) Zonasi rawan bencana, meliputi rawan gempa, rawan tsunami, rawan banjir, rawan longsor, rawan aberasi pantai, dan sebagainya;

(d) Sinergitas, keterkaitan, dan kemungkinan konflik antar penggunaan lahan; (e) Ketersediaan prasarana wilayah, seperti aksesibiltas, ketersediaan fasilitas

(24)

(f) Keseimbangan pertumbuhan wilayah; (g) Kelestarian fungsi ekosistem keseluruhan.

Pasal 44

(1) Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) meliputi:

(a) Kawasan hutan produksi terbatas; (b) Kawasan hutan produksi tetap; (c) Kawasan hutan produksi konservasi.

(2) Kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Distrik Napan, Yaro, Teluk Makimi dan Uwapa.

Pasal 45

(1) Kawasan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada Pasal 44 huruf a, diperuntukan bagi hutan terbatas, dimana eksploitasi hanya melalui tebang pilih dan tanam;

(2) Kawasan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada Pasal 44 huruf b, diperuntukkan bagi hutan produksi tetap, dimana eksploitasi melalui tebang pilih atau tebang habis dan tanam;

(3) Kawasan hutan produksi konversi sebagaimana dimaksud pada Pasal 44 huruf c, diperuntukkan bilamana diperlukan dapat dialihfungsikan. (4) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk menjaga kelestarian

fungsi dan mengoptimalkan produktivitas ekonomi dari kawasan hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas perlu diupayakan sebagai berikut: (a) Adanya masukan teknologi (misalnya berupa peningkatan pengetahuan

dan metoda) secara kontinyu mengenai pemilihan tanaman yang sudah memenuhi persyaratan untuk ditebang dan yang banyak diminati di pasaran;

(b) Adanya masukan teknologi secara kontinyu dalam hal perawatan tanaman, sehubungan dengan teridentifikasikannya sebagian wilayah Kabupaten Nabire sebagai kawasan yang rawan gempa dan rawan longsor;

(c) Adanya masukan teknologi secara kontinyu dalam hal jenis dan kualitas bibit yang akan ditanam kembali di kawasan hutan produksi tersebut; (d) Adanya aktivitas pengawasan dan pemantauan secara kontinyu dalam

seluruh proses, mulai dari proses pemilihan tanaman yang akan ditebang, penanamannya kembali, dan pemeliharaan kawasan hutan tersebut dari kemungkinan longsor dan penebangan liar.

Pasal 46

Kawasan budidaya pertanian sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) meliputi:

(25)

(a) Kawasan tanaman pangan; (b) Kawasan perkebunan; (c) Kawasan perikanan.

Pasal 47

(1) Sebagaimana dimaksud pada Pasal 46 huruf a, Kawasan tanaman pangan diarahkan untuk memproduksi tanaman pangan (tanaman pangan lahan basah untuk kawasan tanaman pangan lahan basah, serta tanaman pangan lahan kering, seperti palawija dan hortikultura untuk kawasan tanaman lahan kering);

(2) Sebagaimana dimaksud pada Pasal 46 huruf b, kawasan perkebunan yang dominan dikembangkan di Kabupaten Nabire adalah kakao, kelapa, kopi dan melinjo;

(3) Kawasan perkebunanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi Distrik Napan, Wapoga, Makimi dan Teluk Makimi;

(4) Peta rencana pengembangan kawasan pertanian dan perkebunan digambarkan pada Lampiran 20;

(5) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada Pasal 46 huruf c, diarahkan untuk perikanan perairan pesisir dan budidaya air tawar; (6) Pengembangan budidaya perikanan air tawar sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) diarahkan berlokasi di distrik Makimi, Kamu dan Ikrar;

(7) Pengembangan budidaya perikanan perairan pesisir sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diarahkan di perairan Kampung Wainame, Kampung Arui, Kampung Mambor, Sima, Kampung Yaur, dan Kampung Napan;

(8) Peta rencana pengembangan perikanan digambarkan pada Lampiran 21.

Pasal 48

(1) Potensi pertambangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) yaitu berupa emas, marmer, granit, kuarsa, dan batubara;

(2) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka lokasi-lokasi pertambangan antara lain:

(a) Emas terdapat Distrik Napan, Siriwo, Wapoga, Yaur, Yaro, Wanggar, Nabire dan Nabire Barat;

(b) Marmer terdapat pada Distrik Yaur, Yaro, Nabire dan Nabire Barat. (c) Granit terdapat pada Distrik Yaur dan Yaro;

(d) Kuarsa terdapat pada Distrik Yaur dan Yaro;

(e) Batubara terdapat pada Distrik Sukikai dan Makimi;

(3) Peta arahan pengembangan kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digambarkan pada Lampiran 22.

(26)

Pasal 49

(1) Kawasan industri sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1), diarahkan bagi pengolahan produk-produk pertanian, perkebunan, perikanan, dan hasil hutan;

(2) Pengembangan kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih diprioritaskan mengarah ke distrik Uwapa.

Pasal 50

(1) Kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1) diarahkan untuk lebih dioptimalkan fungsinya. Pengembangan Taman Laut Nasional tidak hanya sebatas pada pengembangan wisata bahari melainkan juga menjadi eko-edukasi wisata bahari;

(2) Pengembangan wisata bahari sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan pada Kawasan Pantai Teluk Umar, Pulau Anggrameos, Simor, Pulau Kumbur, Pulau Pepaya, Pulau Nusi, Pulau Moor, Pulau Babi, Kali Gedodan beberapa Pulau Kecil lainnya di Teluk Sarera.

Pasal 51

(1) Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada Pasal 21 ayat (1), dengan mempertimbangkan kondisi sebagian wilayah Kabupaten Nabire yang risiko bencana diarahkan berlokasi ke area-area yang relatif lebih aman meliputi kawasan yang didominasi oleh lingkungan hunian dengan fungsi utama sebagai tempat tinggal;

(2) Pola pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebaiknya menggunakan pola KASIBA dan LISIBA guna meminimasi risiko bencana alam.

(3) Peta arahan pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), digambarkan pada Lampiran 23.

Paragraf 3

Pengelolaan Kawasan Perdesaan dan Perkotaan

Pasal 52

(1) Kawasan perdesaan dan perkotaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 22, diarahkan untuk menjaga dan mengoptimalkan fungsinya, masing-masing, serta mensinergikan pertumbuhan dan perkembangannya secara berimbang, sehingga tercapai pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang berkelanjutan;

(2) Pengembangan kawasan pedesaan sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) meliputi desa mandiri energi, desa mandiri pangan, dan kota terpadu mandiri;

(3) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdapat beberapa wilayah pengembangan (WP) kawasan perdesaan dan perkotaan diantaranya:

(27)

(a) Kawasan di wilayah pengembangan Yaur meliputi distrik Yaur dan Teluk Umar diprioritaskan intuk pengembangan perkebunan;

(b) Kawasan di wilayah pengembangan Mapia meliputi distrik Mapia, Sukikai, Ikrar dan Kamu diprioritaskan untuk pengembangan perkebunan dan kehutanan;

(c) Kawasan di Wilayah Pengembangan Napan meliputi distrik Napan, Makimi, Siriwo diprioritaskan untuk pengembangan perkebunan, pertanian, pertambangan, dan marine culture;

(d) Kawasan di wilayah pengembangan Nabire meliputi meliputi Nabire, Wanggar, dan Uwapa diprioritaskan untuk pengembangan perdagangan, industri, jasa dan pariwisata;

(e) Kawasan perkotaan yang termasuk dalam kategori kota-kota orde 2 ini juga perlu menyediakan informasi yang bisa diakses oleh kota-kota orde 3, yang selanjutnya informasi tersebut dapat diakses pula oleh kawasan perdesaan di sekitarnya, dengan jenis informasi yang serupa dengan yang berlaku di WP Yaur;

(f) Di WP ini juga direncanakan akan dikembangkan aktivitas industri, khususnya industri yang mengolah hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan hutan;

(g) Jasa dan pariwisata merupakan aktivitas lainnya yang akan dikembangkan di WP Nabire.

Paragraf 4 Kawasan Strategis

Pasal 53

(1) Sebagaimana dimaksud pada Pasal 23, kawasan strategis di Kabuputen Nabire meliputi:

(e) Wilayah Bencana Utama yaitu kawasan yang termasuk pada zonasi rawan bencana yang tinggi meliputi Distrik Napan, Siriwo dan sebagian Distrik Nabire sebelah timur;

(f) Wilayah Bencana Sekunder, yaitu kawasan yang termasuk pada zonasi rawan bencana yang Sedang. Meliputi Distrik Wanggar, Siriwo dan sebagian Distrik Uwapa;

(g) Kawasan Pusat Wilayah Pengembangan Nabire kawasan ini akan menjadi pusat pengembangan wilayah Nabire dengan sarana dan prasarana yang paling lengkap;

(h) Kawasan Cagar Alam Laut, darat dan Hutan Lindung kawasan ini diharapkan mampu menjadi buffer dari kegiatan budidaya yang ada di wilayah Nabire serta hutan lindung akan sangat berperan menegurangi risiko terjadinya bencana banjir dan longsor di daerah perbukitan;

(i) Kawasan pesisir pantai dan pulau-pulau kecil yang tersebar di 4 (empat) Distrik meliputi Distrik Yaur, Distrik Wanggar,

(28)

Distrik Nabire dan Distrik Napan merupakan potensi untuk pengembangan perikanan laut dan pariwisata maritim yang dapat dikembangkan dan menjadi aset bagi Kabupaten Nabire;

(2) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka strategi penanganannya meliputi:

(a) Meningkatkan aksesibilitas ke kawasan kepulauan; (b) Meningkatkan kerjasama dengan pihak investor;

(c) Membangun tempat pelelangan ikan dan industri pengolahan ikan; (d) Memberikan bantuan permodalan dan alat-alat penangkapan ikan yang

lebih maju;

(e) Mengeluarkan kebijakan yang menekankan pada batas pemanfaatan perairan di Kabupaten Nabire.

(f) Membantu pengembangan perikanan budidaya.

(3) Peta rencana pengembangan kawasan strategis digambarkan pada Lampiran 3.

Paragraf 5

Kawasan Risiko Bencana Pasal 54

(1) Kawasan risiko bencana sebagaimana dimaksud pada Pasal 24 ayat (1) meliputi:

(a) Kawasan risiko bencana vulkanik/gempa; (b) Kawasan risiko tsunami;

(c) Kawasan risiko bencana longsor; (d) Kawasan risiko banjir

(2) Arahan kawasan risiko bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melalui:

(a) Manajemen risiko bencana diperlukan di Kabupaten Nabire mengingat kondisi wilayah yang memiliki risiko tinggi terhadap bencana;

(b) Manajemen risiko bencana sebagaimana dimaksud dilakukan melalui pengaturan ruang atau spasial, sistem informasi dan keteknikan, pemberdayaan dan peningkatan kapasitas masyarakat serta pembentukan kelembagaan yang menanganinya;

(3) Kawasan risiko bencana vulkanik/gempa bumi tinggi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi Distrik Nabire Barat, dan sebagian Distrik Nabire;

(4) Kawasan dengan tingkat risiko tsunami tinggi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi distrik-distrik yang berbatasan langsung dengan laut (kawasan pesisir) khususnya Distrik Wanggar, sebagian besar Nabire Barat, dan sebagaian kecil Distrik Nabire dan Distrik Uwapa; (5) Kawasan yang memiliki potensi risiko bencana longsor tinggi

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi Distrik Wanggar, Distrik Nabire Barat dan sebagian distrik Nabire Uwapa dan Topo;

(29)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi Distrik Wanggar, Distrik Nabire Barat, sebagian Distrik Nabire dan sebagian kecil Distrik Yaro dan Distrik Yaur.

BAB VII

PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Pasal 55

(1) Pengendalian Pemanfaatan Ruang diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap Pemanfaatan Ruang;

(2) Pengendalian pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), di kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan pedesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu dilaksanakan melalui kegiatan pengawasan, penertiban, dan pendayagunaan mekanisme perizinan terhadap pemanfaatan ruang dan lokasi pembangunan, termasuk terhadap penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya;

(3) Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan oleh Bupati dengan memperhatikan aspek keikutsertaan masyarakat;

(4) Sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penertiban terhadap pemanfaatan ruang termasuk terhadap penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya di kawasan lindung, kawasan budidaya, dan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang diselenggarakan dalam bentuk pengenaan sanksi pidana, sanksi perdata, dan sanksi administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 56

(1) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud Pasal 55 ayat (1), termasuk terhadap penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lainnya di kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan perdesaan, kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan, dan evaluasi; secara rutin oleh Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) yang di bentuk oleh Bupati;

(2) BKPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengawasan Pemanfaatan Ruang yang berhubungan dengan program, kegiatan pembangunan, pemberian izin Pemanfaatan Ruang dan kebijakan yang berkaitan dengan Pemanfaatan Ruang;

(3) Masyarakat berhak melaporkan adanya temuan di lapangan yang berkaitan dengan penyelengaraan pemanfaatan tata ruang yang tidak sesuai dengan rencananya;

(4) Tata cara pelaporan ditetapkan dengan Peraturan Bupati. BAB VIII

(30)

WEWENANG Pasal 57

(1) Bupati menyelenggarakan penataan ruang wilayah Kabupaten;

(2) Apabila dalam penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), terdapat hal-hal yang dapat diselesaikan di wilayah Kabupaten, maka diperlukan pertimbangan dan persetujuan Gubernur.

Pasal 58

(1) Tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1), termasuk pengendalian perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya yang berskala besar dan berdampak penting;

(2) Perubahan fungsi ruang suatu kawasan dan pemanfaatannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan setelah bekonsultasi dengan Dewan; (3) Penetapan mengenai perubahan fungsi ruang sebagaimana dimaksud dalam

ayat (3) menjadi dasar dalam peninjauan kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten.

BAB IX

EVALUASI DAN REVISI RENCANA Pasal 59

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire tahun 2007-2027 dapat ditinjau kembali dan/atau disempurnakan dalam jangka waktu perencanaannya, sebagai akibat dari penjabaran Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua atau dinamika pembangunan;

(2) Peninjauan kembali dan/atau penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire 2007-2027 dalam jangka waktu perencanaannya dilakukan minimal 5 tahun sekali.

BAB X

HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Pertama

Hak Pasal 60

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah Kabupaten Nabire, masyarakat berhak: (1) Berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,

dan pengendalian pemanfaatan ruang;

(2) Mengetahui secara terbuka Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire, rencana tata ruang kawasan, rencana rinci tata ruang kawasan;

(3) Menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang;

(31)

(4) Memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang.

Pasal 61

(1) Untuk mengetahui rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 selain masyarakat mengetahui Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire dari Lembaran Kabupaten Nabire, masyarakat mengetahui rencana tata ruang yang telah ditetapkan melalui pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Kabupaten Nabire selain melalui media cetak juga melalui tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat mengetahui dengan mudah; (2) Pengumuman atau penyebarluasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

diketahui masyarakat dari penempelan/pemasangan peta rencana tata ruang yang bersangkutan pada tempat-tempat umum dan kantor-kantor yang secara fungsional menangani rencana tata ruang tersebut.

Pasal 62

(1) Dalam menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau kaidah yang berlaku;

(2) Untuk menikmati dan memanfaatkan ruang beserta sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya, menikmati manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dilaksanakan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan ataupun atas hukum adat kebiasaan yang berlaku atas ruang pada masyarakat setempat.

Pasal 63

(1) Hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak yang berkepentingan;

(2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua Kewajiban

Pasal 64

Dalam kegiatan penataan ruang wilayah Kabupaten Nabire, masyarakat wajib: (1) Berperan serta dalam memelihara kualitas ruang;

(2) Berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang;

(32)

Bagian Ketiga Peran Serta Masyarakat

Pasal 65

(1) Pelaksanaan kewajiban masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria, kaidah, baku mutu, dan aturan-aturan penataan ruang yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan;

(2) Kaidah dan aturan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang dipraktekkan masyarakat secara turun menurun dapat diterapkan sepanjang memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, astetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras dan seimbang.

Pasal 66

Dalam pemanfaatan ruang di daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 65, peran serta masyarakat dapat berbentuk:

(1) Pemanfaatan ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara berdasarkan peraturan perundang-undangan, agama, adat, atau kebiasaan yang berlaku; (2) Bantuan pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan wujud struktural

dan pola pemanfaatan ruang di kawasan perdesaan dan perkotaan;

(3) Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire;

(4) Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumberdaya alam lainnya untuk tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas;

(5) Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire;

(6) Pemberian masukan untuk penetapan lokasi pemanfaatan ruang; dan/atau kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Pasal 67

(1) Tata cara peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang di daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(2) Pelaksanaan peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Kepala Daerah termasuk pengaturannya pada Tingkat Kecamatan sampai dengan Desa/Kelurahan;

(3) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertib sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Nabire;

Pasal 68

(33)

(1) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Nabire, termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan/atau

(2) Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang.

Pasal 69

Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan di daerah disampaikan secara lisan atau tulisan mulai dari tingkat Desa/Kelurahan ke Kecamatan kepada Kepala Daerah dan pejabat yang berwenang.

BAB XI

KETENTUAN PIDANA Pasal 70

(1) Setiap orang dan/atau pejabat yang mempergunakan ruang dan/atau memberi izin bertentangan dengan peruntukkannya dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

(2) Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 40 dan/atau Pasal 41 dan/atau Pasal 42 dan/atau Pasal 43 dan/atau pasal 45, dan/atau pasal 46, dan/atau Pasal 47 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda minimal Rp. 500.000.000,- (Lima Ratus Juta Rupiah); (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran; (4) Pelanggaran tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila

dilakukan dan/atau atas nama Badan Hukum, tuntutan dan sanksi pidana dikenakan kepada pengurusnya, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama; (5) Pelanggaran atas ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang

mengakibatkan pencemaran dan rusaknya lingkungan hidup dikenakan pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dibidang pengelolaan Lingkungan Hidup.

BAB XII PENYIDIKAN

Pasal 71

(1) Selain oleh pejabat penyidik umum, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 70 dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

(a) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana;

Referensi

Dokumen terkait

Cuci bersih dan rebus sambiloto kering 10 gram, rimpang temulawak kering 10 gram, komfrey 5 – 10 gram, dan buah lada 1 gram dengan 5 gelas air hingga tersisa 3 gelas, diminum 3

pelaksanaannya terdapat beberapa perubahan, diantaranya perubahan kelas dalam mengajar dikarenakan status guru yang bersangkutan. Keterbatasan ini menyebabkan praktikan

Faktor Lingkungan adalah keadaan lingkungan manusia, dan kuman yang mendukung untuk perubahan sehat menjadi sakit, contohnya : kondisi perumahan yang belum memenuhi syarat

Melalui diskusi-diskusi yang telah dilaksanakan dalam serangkaian Lokakarya dan Kelompok Kerja, modifikasi ini didukung oleh para pihak terkait (stakeholder) di wilayah ini.

terhadap pemenuhan jaminan hak-hak di bidang kesehatan menuju Semarang Kota Layak Anak, sedangkan tujan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui responsivitas

Dalam tahun anggaran 2015, BB PENGKAJIAN telah menetapkan lima sasaran strategis yang akan dicapai yaitu: (1) Tersedianya inovasi pertanian spesifik lokasi,

Berdasarkan uraian di atas maka tujuan dari penelitian adalah: mengetahui diversitas ikan yang terdapat di Segara Anakan Cilacap, mengetahui distribusi spasial