• Tidak ada hasil yang ditemukan

Indonesia Lakukan Genosida

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Indonesia Lakukan Genosida"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1

Putusan Pengadilan Rakyat 1965:

Indonesia Lakukan Genosida

Yuliawati, Trifitri Muhammaditta & Prima Gumilang, CNN Indonesia Rabu, 20/07/2016 14:17 WIB

http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160720141601-12-145854/putusan-pengadilan-rakyat-1965-indonesia-lakukan-genosida/

Sidang perkara HAM 1965 di Pengadilan Rakyat Internasional di Den Haag, Belanda. (Dok. Akun Flickr International People's Tribunal Media)

Jakarta, CNN Indonesia -- Putusan akhir pengadilan rakyat internasional atas

kejahatan kemanusiaan periode 1965 di Indonesia atau International People’s

Tribunal (IPT) 1965 menyebutkan, Indonesia harus bertanggung jawab atas 10 tindakan kejahatan hak asasi manusia (HAM) berat pada 1965-1966.

Salah satu dari 10 kejahatan HAM itu ialah genosida atau tindakan sengaja untuk menghancurkan sebagian atau seluruh golongan penduduk tertentu. Kejahatan genosida ini dialami anggota, pengikut dan simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI), serta loyalis Presiden Sukarno dan anggota Partai Nasional Indonesia (PNI).

“Tindakan pembunuhan massal, dan semua tindak pidana tidak bermoral pada peristiwa 1965 dan sesudahnya, dan kegagalan untuk mencegahnya atau menindak pelakunya, berlangsung di bawah tanggung jawab sepenuhnya Negara Indonesia,” ujar Ketua Hakim IPT 1965 Zak Yacoob seperti dikutip dalam salinan putusan IPT 1965, Rabu (20/7). Hakim menyatakan Indonesia bertanggung jawab dan bersalah atas kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan atas tindakan dan perbuatan tidak manusiawi, khususnya yang dilakukan oleh pihak militer melalui sistem komando. Semua kejahatan terhadap

(2)

2

kemanusiaan, katanya, dilakukan kepada warga masyarakat Indonesia dengan sistematis, diam-diam, tapi meluas.

Sepuluh kejahatan HAM berat yang dilakukan pada periode 1965-1966 adalah pembunuhan massal, pemusnahan, pemenjaraan, perbudakan, penyiksaan, penghilangan paksa, kekerasan seksual, pengasingan, propaganda palsu, keterlibatan negara lain, hingga genosida.

"Semua tindakan ini merupakan bagian integral dari serangan yang menyeluruh, meluas,

dan sistematis terhadap PKI, organisasi-organisasi onderbouw-nya, para pemimpinnya,

anggotanya, pendukungnya, dan keluarga mereka, termasuk mereka yang bersimpati pada tujuannya, dan secara lebih luas juga terhadap orang yang tak berkaitan dengan PKI,” ujar Yacoob.

Yacoob selanjutnya mengatakan, Indonesia gagal mencegah terjadinya tindakan tidak manusiawi ini, ataupun menghukum mereka yang terlibat atau melakukannya.

“Sebab jika terjadi perbuatan pidana yang dilakukan terpisah dari pemerintah, atau tindakan yang biasa disebut aksi lokal spontan, bukanlah berarti negara dibebaskan dari tanggung jawab. Negara wajib menghalangi kembali berulangnya kejadian, dan menghukum mereka yang bertanggung jawab,” kata Yacoob.

Ada tiga rekomendasi dari hasil putusan pengadilan rakyat ini. Pertama, pemerintah Indonesia agar segera dan tanpa pengecualian, meminta maaf pada semua korban, penyintas, dan keluarga mereka atas tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh negara dan tindakan kejahatan lainnya yang dilakukan negara terkait peristiwa 1965.

Lihat juga:

Saskia Wieringa: Putusan Pengadilan 1965 Akan Dibawa ke PBB

Kedua, menyelidiki dan menuntut semua pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan. Ketiga, memastikan ada kompensasi yang setimpal dan upaya ganti rugi bagi semua korban dan penyintas.

Genosida

Hakim menyebutkan kejahatan kemanusiaan periode 1965-1966 termasuk kategori genosida. Dalam persidangan IPT 1965 pada November 2015 lalu, kejahatan kategori ini tidak dibahas dalam sidang.

(3)

3

Laporan putusan hakim IPT 1965 menyebutkan pihak penuntut tidak memasukkan tuntutan ini dalam tuduhan, juga tidak memungkinkan ada agenda mendengarkan kesaksian atas poin ini dalam sidang yang berlangsung selama empat hari.

Meski begitu, para hakim memutuskan mempertimbangkan pokok persoalan ini dalam putusan akhir. Dalam memutuskan kategori genosida ini, hakim mengutip Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 9 Desember 1948.

Dalam konvensi itu disebutkan genosida merupakan perbuatan terhadap bangsa, etnis, rasial atau agama dalam bentuk membunuh, menyebabkan luka-luka, dengan sengaja menimbulkan kelompok hidup dalam kerusakan fisik, upaya mencegah kelahiran atau dengan paksa mengalihkan anak-anak dari satu kelompok ke kelompok lain.

Menurut bunyi laporan ini, fakta-fakta yang dihadirkan dalam sidang pengadilan rakyat termasuk tindakan-tindakan yang disebutkan dalam Konvensi Genosida.

“Tindakan tersebut dilakukan dengan maksud khusus untuk menghancurkan atau membinasakan kelompok tersebut secara bagian atau keseluruhan. Hal ini juga berlaku pada kejahatan yang dilakukan pada kelompok minoritas Cina,” bunyi putusan itu.

Menurut Ketua IPT 1965, Saskia E. Wieringa, kepada CNNIndonesia.com, meski

Indonesia tidak meratifikasi konvensi tentang genosida, namun secara hukum internasional harus tunduk atas aturan ini.

Baca juga

Putusan Sidang Rakyat 1965: Tiga Negara Terlibat Kejahatan

Keterlibatan Soeharto

Putusan final juga menjelaskan detail bagaimana peran sentral Jenderal Soeharto dalam peristiwa pembantaian massal 1965 dan sesudahnya. Putusan hakim menyebutkan sejak 2

Oktober 1965, Jenderal Soeharto langsung mengambil kontrol de facto atas ibu kota

dan angkatan bersenjata.

Sebuah Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) dibentuk pada 10 Oktober untuk menumpas PKI dan orang-orang yang diduga sebagai simpatisannya.

(4)

4

Pada 1 November, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Kepala Komandan dari Kopkamtib. Dengan demikian, komando ini beroperasi di bawah perintah langsung darinya. Selanjutnya Soeharto dan kroni-kroninya segera menuding PKI sebagai dalang dari Gerakan 30 September (G30S0).

“Sebuah kampanye propaganda militer yang menyebarluaskan foto-foto para jenderal yang mati dan mengklaim bahwa Partai Komunis Indonesia lah, terutama perempuan-perempuan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani), yang menyiksa dan mencungkil mata atau memutilasi alat kelamin mereka sebelum meninggal,” bunyi laporan itu.

Akibat propaganda ini, kekerasan dan demonstrasi terhadap orang-orang yang diduga komunis dilakukan oleh tentara dan kelompok-kelompok pemuda yang dipersenjatai dan atau didukung militer dan pemerintah. Kekerasan ini terjadi di Aceh, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, dan menyebar ke seluruh tanah air.

Pada 21 Desember 1965, Jenderal Soeharto mengeluarkan sebuah perintah (Kep-1/KOPKAM/12/1965) untuk para pimpinan militer di seluruh Indonesia untuk mengumpulkan daftar-daftar anggota PKI dan organisasi-organisasi yang berafiliasi dengan partai tersebut di daerahnya masing-masing.

Putusan hakim juga menyebutkan beberapa komandon militer yang dapat diminta pertanggungjawaban yakni Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban disingkat Kopkamtib periode 1965-1969, Kopkamtib 1969-akhir 1978, dan komandan wilayah setempat periode 1965-1969 dan periode 1969-1978.

Selain menyebutkan Soeharto sebagai nama perseorangan, dokumen putusan sidang tak menyebutkan nama lain dari pihak apapun.

“Bukti dokumentasi terkini mengenai pembantaian benar-benar kurang, dan tampaknya akibat ditekan oleh aparat-aparat militer,” bunyi laporan itu.

(yul)

Putusan Sidang Rakyat 1965: Tiga Negara Terlibat Kejahatan

Yuliawati, Trifitri Muhammaditta & Prima Gumilang, CNN Indonesia

(5)

5

Pemutaran video pembacaan putusan IPT '65 di Kantor YLBHI, Jakarta. (CNN Indonesia/Prima Gumilang)

Jakarta, CNN Indonesia -- Majelis hakim pengadilan rakyat internasional atas

kejahatan kemanusiaan periode 1965 di Indonesia atau International People’s

Tribunal (IPT) 1965 menyebutkan tiga negara terlibat atas tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan selama 1965-1966.

Ketua Hakim IPT 1965 Zak Yacoob dalam siaran putusannya Rabu (20/7) menyebutkan Amerika Serikat, Inggris dan Australia terlibat dengan derajat keterlibatan yang berbeda-beda. Pernyataan ini dibacakan sebagai bagian dari putusan akhir IPT 1965. Dalam putusan akhir yang dibacakan hari ini, Indonesia dianggap bersalah dan harus bertanggung jawab atas tindakan kejahatan hak asasi manusia (HAM) berat pada 1965-1966. Dua pelanggaran HAM berat yang dilakukan Indonesia yakni kejahatan kemanusiaan dan genosida.

Yacoob menyebutkan Amerika memberi dukungan kepada militer Indonesia, padahal tahu dengan jelas adanya pembunuhan massal atas anggota atau simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan keluarganya.

“Bukti paling jelas adalah adanya daftar nama pejabat PKI yang memudahkan penangkapan atau pembantaian atas nama-nama tersebut,” kata Yacoob.

Adapun Inggris dan Australia dalam putusan disebut melakukan kampanye propaganda palsu yang terus berulang, meskipun terjadi pembunuhan massal secara terang.

(6)

6

media,” kata Yacoob.

Dalam salinan putusan disebutkan pembunuhan massal setelah 30 September 1965 telah dimuat oleh beberapa laporan media massa Barat. Contoh yang disebutkan ialah laporan

yang dibuat The Age (Melbourne) pada Januari 1966 oleh wartawan Robert Macklin. Dia

dan istrinya menyaksikan peristiwa pembunuhan.

“Kami melihat empat desa di mana semua lelaki dewasa telah dibunuh. Kami melihat kuburan massal di mana dalam tiap kuburan itu dipenuhi sampai 10 komunis laki-laki dan perempuan setelah mereka ditusuk hingga meninggal.”

Selain itu, pada 4 Maret 1966, The Boston Globe menerbitkan sebuah komentar oleh

wartawan terkenal Joseph Kraft di mana ia melontarkan pertanyaan: “Indonesia, negara terpadat kelima di dunia, telah menjadi ajang pembunuhan skala besar yang terus belanjut –sekitar 300.000 orang dibunuh sejak November tapi di sini, pembantaian itu tidak membangkitkan perhatian.”

Pada April 1966 kepala koresponden asing The New York Times, C. L. Sulzberger,

menggambarkan pembunuhan di Indonesia sebagai “salah satu pembantaian paling kejam dalam sejarah,” menyaingi pembantaian “Armenia oleh Turki, kelaparan di Kulaks oleh Stalin, genosida kaum Yahudi oleh Hitler, pembunuhan Muslim-Hindu yang mengikuti pembagian India, pembersihan besar-besar-besaran setelah Komunisas di Tiongkok” dalam hal skala dan kebiadaban.

Laporan lainnya dibuat oleh wartawan senior AS Seymour Topping melaporkan temuannya dengan panjang lebar di koran yang sama pada Agustus 1966. Ia mengamati bahwa “eksekusi biasanya dilakukan oleh militer di Jawa Tengah dan Bali dan bahwa masyarakat di Jawa Tengah dan Bali dihasut oleh tentara dan polisi untuk membunuh.” Dalam sidang IPT 1965 pada 10-13 November 2015, dua saksi ahli yakni Bradley Simpson dan Herlambang Wijaya memberikan kesaksian, dan dokumen menyebutkan indikasi keterlibatan negara lain.

Saksi menyebutkan sumber rujukan di antaranya artikel dari wartawan Kathy Kadane asal Amerika tahun 1990. Kadane mewawancarai Robert J. Martens, mantan pejabat politik di Kedutaan Besar AS di Jakarta, dan pejabat Kedutaan Besar lainnya di masa itu. Dalam laporan Kadane, Martens menyatakan bahwa beberapa daftar yang berisi ribuan nama diserahkan sedikit demi sedikit selama beberapa bulan.

(7)

7

“Itu benar-benar bantuan besar terhadap tentara. Mereka mungkin membunuh banyak orang, dan mungkin tangan saya berlumuran darah, tapi tidak semua hal itu buruk. Ada saat di mana Anda harus memukul dengan keras di waktu penentuan.”

Dalam kesaksian dalam sidang, Bradley Simpson menyatakan bahwa Martens dan analis CIA di Kedutaan menciptakan profil rinci PKI dan organisasi yang terafiliasi dengannya dari kepemimpinan nasional hingga ke regional, provinsi, dan kader lokal.

“Ini disampaikan melalui pejabat Indonesia” ke Soeharto, yang menggunakannya untuk melacak anggota PKI untuk penangkapan dan eksekusi,” bunyi salinan putusan itu.

Ada tiga rekomendasi dari hasil putusan pengadilan rakyat ini. Pertama, pemerintah Indonesia agar segera dan tanpa pengecualian meminta maaf pada semua korban, penyintas dan keluarga mereka atas tindakan kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan oleh negara dan tindakan kejahatan lainnya yang dilakukan negara terkait peristiwa 1965.

Kedua, menyelidiki dan menuntut semua pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan. Ketiga, memastikan akan adanya kompensasi yang setimpal dan upaya ganti rugi bagi semua korban dan penyintas.

(yul)

Luhut dan Ryamizard Tolak Putusan Pengadilan Rakyat 1965

Abraham Utama, CNN Indonesia

Rabu, 20/07/2016 18:29 WIB

Luhut berkata, putusan Pengadilan Rakyat 1965 tak bisa mendikte pemerintah Indonesia. (REUTERS/Darren Whiteside)

(8)

8

Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan secara tegas menolak apapun yang diputuskan Pengadilan Rakyat

Internasional (International People's Tribunal, IPT) atas Tragedi 1965. Ia berkata,

Indonesia memiliki sistem hukum sendiri yang tidak dapat diintervensi negara asing dan lembaga asing.

"Mereka (IPT) kan bukan atasan kami. Indonesia punya sistem hukum sendiri. Saya tidak ingin orang lain mendikte bangsa ini," ujar Luhut di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (20/7).

Luhut akan menanggapi secara keras pihak manapun yang berupaya memengaruhi prinsip hukum dan sikap pemerintah atas Tragedi 1965. Menurutnya, pemerintah akan dan sedang menyelesaikan tragedi yang oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia digolongkan sebagai pelanggaran HAM itu.

"Pemerintah tahu dan menyelesaikan itu dengan cara kami, dengan nilai-nilai universal. Saya keras soal itu," kata Luhut.

Pernyataan serupa juga dilontarkan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu. Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat itu berkata, masyarakat Indonesia tidak perlu menanggapi IPT 1965.

"Enggak usah didengarkan orang di sana. Kok dengerkan orang luar negeri? Orang luar negeri yang dengerkan Indonesia. Enggak usah dengerin, gombal itu," ucap Ryamizard. Sementara itu, Ketua Lembaga Ketahanan Nasional Agus Widjojo mengatakan pemerintah masih mengkaji usulan dan pertimbangan terkait penyelesaian Tragedi 1965. Agus yang menjadi Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional Membedah Tragedi 1965 berkata, pemerintah harus lebih dulu menilai seluruh masukan dari berbagai pihak. "Masukan bukan hanya dari simposium. Ada juga dari Jaksa Agung, Menkumham. Itu dikoordinasi oleh Menkopolhukam. Jadi sedang diolah," ujar Agus.

Putusan akhir pemerintah Indonesia terkait Tragedi 1965, kata Agus, akan menimbulkan dampak luas. Ia menyebut kasus ini sangat politis.

"Lihat saja kemarin dampak simposium seperti apa. Politiklah yang akan jadi pertimbangan kebijakan pemerintah," kata Agus.

(9)

9

Terkait tenggat waktu, Agus memperkirakan pemerintah akan siap mengumumkan kebijakan mereka soal Tragedi 1965 dalam waktu dekat.

Akhir Agustus mendatang, menurut Agus, pemerintah sudah akan memiliki gambaran

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.12 Hasil Data Observasi Peningkatan Kemampuan Asertif Siswa Siklus III

Pelatihan pemantapan kemampuan kerja tenaga penunjang Pemberian Insentif/Bantuan Seminar, Lokakarya, Pelatihan Stadium General Kewirausahaan. Pelaksanaan Program Peningkatan

Warna dari setiap buah dan sayuran yang direndam selama 15 menit pada  pelarut asam organik, maupun natrium bisulfit rata-rata menghasilkan warna yang cerah dan sesuai

Fungsi ini membolehkan pengguna melaksanakan arahan ‘ping’ rangkaian untuk mengesahkan jika Appliance boleh mencapai alamat IP atau URL yang dimasukkan oleh

Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data sense of humor adalah Multidimensional Sense Of Humor Scale (MSHS) yang disusun pertama kali oleh Thorson dan Powell

Hasil uji minat peserta didik menunjukkan adanya peningkatan minat belajar sebesar 7,3% dimana persentase rata-rata minat belajar sebelum menggunakan majalah elektronik

[r]

dan Kegiatan Belajar Dalam Bekomu- nikasi Sosial dan Intelektual, Serta Apresiasi Seni, Serta