• Tidak ada hasil yang ditemukan

THIRD LEGAL LIABILITY INSURANCE OLEH ADVOKAT SEBAGAI BENTUK TANGGUNG JAWAB DALAM MENJALANKAN PROFESINYA Oleh: Hengki M. Sibuea *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "THIRD LEGAL LIABILITY INSURANCE OLEH ADVOKAT SEBAGAI BENTUK TANGGUNG JAWAB DALAM MENJALANKAN PROFESINYA Oleh: Hengki M. Sibuea *"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

THIRD LEGAL LIABILITY INSURANCE OLEH ADVOKAT SEBAGAI BENTUK TANGGUNG JAWAB DALAM MENJALANKAN PROFESINYA

Oleh: Hengki M. Sibuea*

*Founder dan Senior Partner pada Kantor Hukum HENGKI SIBUEA & PARTNERS, sedang

menyelesaikan Program Magister Hukum Bisnis pada Magister Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada, Jakarta.

Tak ada yang menduga sebelumnya jika seorang Advokat dan/atau Kantor Hukum tempat Advokat bekerja, dalam menjalankan profesinya, ternyata dapat digugat oleh klien yang merasa telah dirugikan oleh Advokat dan/atau Kantor Hukum tersebut. Kejadian yang menggemparkan dalam bisnis jasa hukum, khususnya bagi para Advokat, adalah sekelas firma hukum Ali Budiarjo, Nugroho, Reksodiputro ("ABNR”) ternyata telah digugat oleh Klien ABNR, Sumatra Partners LLC, dikarenakan Klien ABNR tersebut merasa telah dirugikan atas jasa hukum, dalam hal ini adalah legal opinion, yang diberikan oleh ABNR.

Sebelumnya, untuk kasus yang hampir sama, firma hukum sekelas Hadiputranto, Hadinoto & Partners (“HHP”) pun pernah digugat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan oleh kliennya, Permindo, yang telah menyewa jasa hukum dari firma hukum HHP untuk menyelesaikan sengketa perjanjian pengeboran minyak yang melibatkan Pilona Petro Tanjung Lontar Ltd. dan Equatorial Energy Inc.

Menjadi pembelajaran yang sangat berharga bagi firma hukum-firma hukum yang ada di Indonesia, dari kejadian yang dialami oleh dua firma hukum besar tersebut, bahwa sekalipun jasa hukum yang diberikan oleh seorang Advokat, melalui firma hukum tempat Advokat bekerja, telah diberikan secara professional, ternyata para klien, yang tidak puas dengan jasa hukum yang diberikan oleh Advokat tersebut, sewaktu-waktu dapat menyeret Advokat dan/atau firma hukum tempat Advokat bekerja ke meja hijau. Artinya, para Advokat dan/atau firma hukum ternyata belum sepenuhnya memiliki rasa aman dan tenang dalam menjalankan profesinya.

Terhadap tidak adanya rasa aman dan tenang bagi para Advokat dan/atau firma hukum dalam menjalankan profesinya tersebut, Erman Rajagukguk, seorang Guru Besar Hukum Ekonomi dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, pernah mengatakan bahwa salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk memberikan rasa aman dan tenang bagi para Advokat dan/atau firma hukum dalam menjalankan profesinya, termasuk dari ancaman gugatan para klien yang marah dan merasa dirugikan atas jasa hukum yang diberikan oleh Advokat dan/atau firma hukum tersebut, adalah dengan mengasuransikan jasa hukum yang diberikan oleh Advokat dan/atau firma hukum tersebut.

Salah satu negara yang telah mengasuransikan jasa hukum yang diberikan oleh Advokat dan/atau firma hukum adalah Inggris. Hal inilah yang menyebabkan mengapa jasa hukum para Advokat di negeri Ratu Elisabeth tersebut terkenal sangat mahal dan para calon klien yang hendak menggunakan jasa hukum para Advokat di Inggris harus siap-siap untuk membayar mahal.

(2)

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan di atas, pertanyaan yang muncul adalah bagaimana asuransi dapat melindungi para Advokat dan/atau firma hukum di Indonesia dalam menjalankan profesinya memberikan jasa hukum?Untuk sampai pada jawaban atas pertanyaan itu, maka perlu kiranya penulis membahas terlebih dahulu mengenai asuransi dan hal-hal terkait lainnya.

Dalam menjalankan profesinya memberikan jasa hukum, sebagai Advokat dan/atau firma hukum, disadari atau tidak suatu saat pasti akan menghadapi suatu risiko. Agus Prawoto, dalam bukunya yang berjudul Hukum Asuransi dan Kesehatan Perusahaan Asuransi Berdasarkan Risk Base Capital (RBC) Edisi 2, penerbit BPFE Yogyakarta, 1995, mengemukakan bahwa risiko dapat berasal dari berbagai hal yang tidak diharapkan, namun dari suatu kemungkinan (probability). Hanya saja, seberapa besar risiko yang akan dihadapi oleh orang yang bersangkutan, sangat tergantung dari aktivitas yang dilakukan.Hampir dapat dipastikan tidak ada bisnis yang bebas dari risiko. Demikian juga halnya dalam bisnis pemberian jasa hukum oleh Advokat tidak dapat terbebas dari risiko, misalnya: gugatan yang diajukan oleh klien yang merasa dirugikan atas jasa hukum seorang Advokat.

Berdasarkan penjelasan mengenai kemungkinan risiko yang dihadapai oleh seorang Advokat di atas, timbul pertanyaan, apa yang harus dilakukan oleh seorang Advokat dalam menghadapai risiko berupa gugatan yang diajukan oleh klien yang merasa dirugikan atas jasa hukum tersebut? Apakah seorang Advokat menghindari risiko tersebut ataukah risiko tersebut, oleh seorang Advokat, dikelola sedemikian rupa, hingga kerugian yang mungkin timbul tersebut dapat diminimalisir sampai sekecil mungkin? Untuk memecahkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, kiranya, seorang Advokat, perlu memahami terlebih dahulu arti atau makna dari risiko itu sendiri. R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, dalam bukunya Kamus Hukum, Pradnya Paramita Cetakan ke-2, Jakarta 1970, pada halaman 89, menyebutkan:

“Risiko, risico (Bld), risk (Ing), adalah kewajiban menanggung atau memikul kerugian sebagai akibat suatu peristiwa di luar kesalahannya, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian.”

Selanjutnya pendapat David L. Bichlehaupt, yang dikutip oleh Emy Pangaribuan dalam bukunya Hukum Pertanggungan dan Perkembangannya, Liberty, Yogyakarta 1983, pada halaman 12, mengemukakan bahwa salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh manusia untuk mengatasi suatu risiko tersebut adalah dengan mengalihkan (transfer), yakni suatu cara pengalihan risiko dengan cara meminta orang lain untuk menerima risiko tersebut. Pengalihan risiko ini dilakukan dengan suatu perjanjian.Termasuk dalam pengertian ini adalah pertanggungan (asuransi). Dari pendapat para pakar sebagaimana telah diuraikan diatas dihubungkan dengan pertanyaan mengenai --apa yang harus dilakukan oleh seorang Advokat dalam menghadapai risiko berupa gugatan yang diajukan oleh klien yang merasa dirugikan atas jasa hukum tersebut dan apakah seorang Advokat menghindari risiko tersebut ataukah risiko tersebut, oleh seorang Advokat, dikelola sedemikian rupa, hingga kerugian yang mungkin timbul tersebut dapat diminimalisir sampai sekecil mungkin-- dan untuk memberikan rasa aman dan tenang bagi seorang Advokat dalam menjalankan profesinya memberikan jasa hukum, maka para Advokat dapat mengalihkan risiko tersebut kepada pihak lain yang lebih berpengalaman dan lebih

(3)

memahami dalam mengelola risiko, dalam hal ini dengan mengalihkan risiko tersebut kepada lembaga asuransi.

Terminologi lembaga (pranata hukum) asuransi, secara normatif, salah satunya dapat ditemui dalam Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPdt”), yang menyebutkan bahwa “Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti. Demikianlah persetujuan pertanggungan; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Persetujuan yang pertama, diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Dalam tulisan ini, penulis, terlebih dahulu perlu mengemukakan terminologi asuransi yang digunakan dalam berbagai kepustakaan hukum asuransi, kadang-kadang digunakan juga istilah pertanggungan atau jaminan.Sementara itu dalam kepustakaan asing terminologi asuransi dikenal dengan istilah Verzekering (Bld),

Insurance/Assurance (Ing).Guna tujuan penulisan ini, penulis lebih suka menggunakan istilah asuransi dikarenakan istilah ini sudah tidak asing bagi telinga masyarakat banyak.

Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”), menjelaskan “asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti”. Sementara itu Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (“UU Asuransi”), menyebutkan bahwa “asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atau meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Dari penjelasan yang terdapat dalam KUHD dan UU Asuransi di atas, didapatkan suatu fakta hukum bahwa asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjanjian dan oleh karenanya tidak dapat terlepas dari syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPdt.

Berbagai literatur tentang hukum asuransi menyebutkan bahwa salah satu unsur yang mempunyai peran cukup penting dalam perjanjian asuransi adalah adanya “kepentingan”.Pengertian “kepentingan” yang dimaksud adalah adanya keterkaitan hukum antara tertanggung dengan objek asuransi. Kepentingan juga sering disebut sebagai kekayaan atau hak subjektif yang jika terjadi suatu peristiwa, tertanggung akan mengalami kerugian, sehingga dalam suatu perjanjian asuransi, kepentingan adalah hal yang tidak bisa diabaikan.

Kepentingan dalam asuransi, menurut HMN Purwostutjipto dalam bukunya

Pengeritan Pokok Hukum Dagang Indonesia Jilid 6 Hukum Pertanggungan, Jakarta: Djambatan 1983, halaman 34/35, adalah objek pertanggungan, dan merupakan hak

(4)

subjektif yang mungkin akan lenyap atau berkurang, karena terjadinya peristiwa tak tentu (onzeker vooral) atau tidak pasti. Unsur kepentingan itu adalah unsur yang mutlak harus ada pada tiap-tiap pertanggungan, baik pada saat ditutupnya pertanggungan maupun pada saat terjadinya evenemen.Abdulkadir Muhammad, dalam bukunya Hukum Asuransi Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, halaman 89/113, mengartikan evenemen sebagai peristiwa yang menurut pengalaman manusia normal tidak dapat dipastikan terjadi, atau walaupun sudah pasti terjadi, saat terjadinya itu tidak dapat ditentukan dan juga tidak diharapkan akan terjadi. Jika terjadi juga, mengakibatkan kerugian.

Pada dasarnya, semua kepentingan dapat dijadikan sebagai objek asuransi, dengan syarat semua kepentingan tersebut memenuhi ketentuan undang-undang.Pasal 268 KUHD mengemukakan bahwa “suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam oleh sesuatu bahaya, dan tidak dikecualikan oleh undang-undang”. Dengan mengacu pada uraian ketentuan Pasal 268 KUHD tersebut, maka ada tiga kriteria yang harus dipenuhi agar kepentingan dapat memenuhi syarat menjadi objek asuransi, yaitu (i) kepentingan itu dapat dinilai dengan uang; (ii) kepentingan itu dapat diancam oleh suatu bahaya; dan (iii) kepentingan itu harus tidak dikecualikan oleh undang-undang.

Selanjutnya, kepentingan sebagai objek asuransi, maknanya semakin diperluas dalam Pasal 1 angka 2 UU Asuransi, dengan menyebutkan “objek asuransi adalah benda dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi dan/atau berkurang nilainya”. Mengacu pada rumusan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Asuransi tersebut, tampak bahwa objek asuransi menjadi lebih luas, hal ini dikarenakan dalam rumusan tersebut secara eksplisit telah menyebutkan bahwa tanggung jawab hukum juga dapat menjadi objek asuransi. Kepentingan lainnya juga dapat dijadikan objek asuransi dengan syarat bisa hilang, rusak, rugi dan berkurang nilainya.

Dewan Asuransi Indonesia dalam buku Perjanjian Asuransi dalam Praktik dan Penyelesaian Sengketanya, yang disampaikan pada Simposium Hukum Asuransi di Padang, tanggal 13 – 15 November 1978, Jakarta: BPHN, 1980, pada halaman 120, menyebutkan bahwa tanpa adanya kepentingan dalam objek asuransi, tertanggung tidak dapat menarik sesuatu ganti rugi dari penanggung. Barang siapa menuntut suatu ganti kerugian asuransi harus dapat membuktikan bahwa ia pada saat terjadinya kerugian memang mempunyai kepentingan yang menjadi objek asuransi (voorwerp van verzekering) yang bersangkutan, sebagaimana disebutkan dalam polis yang diserahkan.

Dengan memperhatikan uraian-uraian pendapat di atas, maka tampaklah bahwa kepentingan dalam perjanjian asuransi, kepentingan tersebut dapat berupa apa saja sebagaimana yang telah diuraikan di atas, merupakan hal yang bersifat mutlak dan jika dalam suatu perjanjian asuransi tidak ada kepentingan, maka perjanjian asuransi tersebut bisa batal.

Memperhatikan rumusan asuransi dan objek asuransi sebagaimana diatur dalam UU Asuransi di atas, maka terlihat bahwa salah satu objek asuransi adalah tanggung jawab hukum. Tanggung jawab hukum yang dimaksud dalam rumusan tersebut adalah terkait dengan kewajiban seseorang untuk memberikan ganti rugi, karena

(5)

perbuatan yang dilakukan oleh orang tersebut mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Terhadap tanggung jawab hukum orang yang bersangkutan tersebut dapat diasuransikan dan untuk jenis asuransi ini lebih dikenal dengan “Asuransi Tanggung Gugat” (Liability Insurance).

Mengenai Asuransi Tanggung Gugat” (Liability Insurance) ini, Mehr dan Cammack-A. Hasyami dalam bukunya Bidang Usaha Asuransi, Jakarta: Balai Aksara 1981, pada halaman 187, menjelaskannya sebagai asuransi untuk melindungi tertanggung terhadap kerugian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian tertanggung. Oleh karena asuransi ini menyangkut persetujuan untuk mengganti kerugian kepada pihak ketiga, maka asuransi tanggung gugat ini disebut juga asuransi pertanggungjawaban terhadap pihak ketiga.

Sementara, H. van Barneveld, alihbahasa oleh C. H. Strumhpler, Noerhadi dan Moerasad, dalam buku Pengetahuan Umum Asuransi. Jakarta: Bharatara, 1980, pada halaman 151, membagi jenis Asuransi tanggung jawab ini menjadi: (i) Tanggung jawab hukum, yang dalam hal ini adalah perikatan karena kekuatan undang-undang, dengan perbuatan manusia yang melanggar hukum. Perikatannya terbentuk karena perbuatan manusia; (ii) Tanggung jawab menurut kontrak, dimana hal ini ada jika sudah ada sautu perikatan karena persetujuan. Tidak atau secara salah melaksanakan perikatannya menimbulkan alasan untuk bertanggung-jawab; (iii) Tanggung jawab hasil produksi, Asurasi jenis ini muncul, baik karena undang-undang maupun persetujuan, karena kerugian yang ditimbulkan oleh benda yang telah diserahkan oleh tertanggung atau diserahkan setelah dikerjakannya; (iv) Tanggung jawab jasa. Pada jenis ini, produksi yang diserahkan adalah berupa jasa atau nasihat. Nasihat yang diberikan ternyata salah dan/atau mengakibatkan kerugian bagi penerima jasa; (v) Tanggung jawab jabatan. Tanggung jawab ini dikenal pada suatu jabatan, misalnya dokter, pengacara, notaris dan lain-lain.Disini titik beratnya adalah kriterium kesaksamaan; (vi) Tanggung jawab moril, jika seseorang yang menurut hukum tidak bertanggung jawab namun secara moril menganggap dirinya bertanggung jawab.

Bahwasanya seseorang baik dalam kapasitas sebagai pribadi maupun dalam kapasitas sebagai seorang professional dan atau sebagai pelaku usaha, bisa saja terjadi tindakan atau perbuatan yang dilakukan tersebut merugikan pihak lain. Dilihat dari kacamata ajaran hukum yang telah berlaku secara universal, tindakan yang dilakukan oleh seseorang yang merugikan dirinya dapat menuntut ganti rugi kepada pihak yang melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut.Hal ini juga secara jelas diatur dalam ketentuan Pasal 1365 KUHPdt dan 1366 KUHPdt.Gugatan seperti ini sering disebut dengan tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga dan tanggung jawab seperti ini dapat diasuransikan yang dikenal dengan istilah Third Legal Liability Insurance.

Mengacu pada uraian-uraian mengenai Asuransi Tanggung Gugat (Liability Insurance) atau yang dikenal denganThird Legal Liability Insurancetersebut, adapun pihak-pihak yang terdapat didalamnya adalah sebagai berikut:

a. Pihak Tertanggung. Tujuan pihak Tertanggung ini adalah untuk memperoleh tanggungan atau jaminan atas kerugian yang mungkin dialaminya, yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang belum diketahuinya sebelumnya.

(6)

b. Pihak Penanggung. Penanggung dalam hal ini memberi tanggungan atau jaminan dalam hal tertanggung mengalami kerugian.

c. Orang yang dirugikan oleh pihak Tertanggung oleh karena adanya peristiwa hukum.

Third Legal Liability Insurance ini ternyata telah dimanfaatkan oleh para profesional di bidang kedokteran. Hal ini berdasarkan pada pengalaman penulis dalam menangani beberapa perselisihan, sejauh ini setidaknya ada 5 (lima) perkara, yang melibatkan pasien, dokter dan rumah sakit. Dalam perselisihan tersebut, penulis mewakili dokter dan rumah sakit, yang menurut penilaian pasien dan kuasa hukumnya, diduga telah melakukan tindakan malpraktik yang merugikan pasien tersebut.Perselisihan tersebut berakhir dengan perdamaian dikarenakan tuntutan ganti rugi yang diminta oleh pasien tersebut dapat disetujui oleh dokter dan rumah sakit. Sementara dana untuk ganti rugi kepada pasien tersebut tidak diambil dari kantong pribadi dokter dan rumah sakit, melainkan seluruhnya ditanggung dari dana asuransi yang selama ini diikuti oleh dokter dan rumah sakit tersebut.

Begitu juga dengan risiko seorang Advokat digugat oleh klien-klien yang merasa dirugikan oleh jasa hukum yang diberikan oleh seorang Advokat, sebagaimana dokter dan rumah sakit yang digugat oleh pasien yang merasa dirugikan, adalah suatu hal yang tidak pasti dan tidak dapat diketahui sebelumnya. Namun Gugatan tersebut pastinya akan memberikan rasa tidak aman dan rasa tidak tenang bagi seorang Advokat dalam menjalankan profesinya. Keadaan dengan rasa tidak aman dan tidak tenang tersebut akan menghambat seorang Advokat dalam memberikan jasa hukumnya kepada klien dan juga dapat menghambat seorang Advokat dalam mengembangkan bisnis jasa hukumnya dikarenakan selalu dihantui oleh risiko akan digugat oleh klien yang merasa dirugikan.

Untuk melindungi, memberikan rasa aman dan tenang serta dapat lebih fokus dalam mengembangkan bisnis jasa hukumnya, sudah saatnya seorang Advokat dan firma hukumnya mengasuransikan jasa hukum yang diberikan melalui Asuransi Tanggung Gugat (Liability Insurance) atau yang dikenal dengan Third Legal Liability Insurance

tersebut. Hal ini bukan bermaksud untuk tidak profesional dan tidak bertanggung jawab ataupun memberikan jasa hukum yang asal-asalan kepada klien, akan tetapi, dengan mengasuransikan jasa hukum yang diberikan oleh seorang Advokat dan/atau firma hukum tersebut, hal tersebut semakin menunjukkan bahwa seorang Advokat tersebut sangat profesional karena Advokat dan/atau firma hukum tersebut dapat memberikan kenyamanan yang berlapis kepada para klien dan/atau masyarakat yang ingin menggunakan jasa hukumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik kesilmpulan sebagai berikut: dengan metode Rapid Application Development ( RAD) dapat

Abstrak. Event merupakan salah satu instrumen komunikasi yang banyak dimanfaatkan oleh perusahaan untuk memperkenalkan diri kepada khalayaknya. Pameran Pernikahan Tradisional 2015

Setelah mengikuti LKK ini, mahasiswa diharapkan memilki pengetahuan dan pengalaman nyata dalam manjemen dan asuhan keperawatan pasien di unit Gawat darurat (UGD)

[r]

Hasil analisis uji-t menunjukkan rata-rata hasil observasi aktivitas kegiatan belajar siswa pada model pembelajaran STAD (Student Team-Achievement Divisions)

Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak etanol daun kitolod (Laurentia longiflora) secara peroral dengan dosis 100mg, 300mg, dan 600mg/KgBB dapat menurunkan jumlah sel

Dari proposal judul skripsi ini yang menjadi sorotan aktivitas di Madrasah Tsanawiyah Mansyaul Ulum Wedarijaksa Pati yaitu mengenai strategi yang dilakukan oleh

Pada peneli- tian ini perlakuan lama pemanasan sangrai belum dapat mempengaruhi perubahan zat gizi biji sorghum yang merupakan sumber energi (karbohidrat, lemak dan