STRATEGI PEMASARAN MEBEL KAYU
(Studi Kasus Sentra Pedagang Mebel di Kecamatan Pasar Minggu,
Jakarta Selatan)
SIFA RACHMAH FAULIANI
E14061332
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
STRATEGI PEMASARAN MEBEL KAYU
(Studi Kasus Sentra Pedagang Mebel di Kecamatan
Pasar Minggu, Jakarta Selatan)
SIFA RACHMAH FAULIANI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa dipanjatkan oleh kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis dalam menyusun
penelitian ini. Penelitian ini berjudul Strategi Pemasaran Mebel Kayu (Studi Kasus di
Sentra Industri Kecil di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan) sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen
Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Achmad Fauzi dan Ibu Eka Auliani tercinta yang telah memberikan
dorongan motivasi, doa, dukungan materiil, dan kasih sayang, sehingga
penulis dapat menyelesaikan studi dan penulisan skripsi ini.
2. Adik-adik tercinta Rizka Rachmah Yuliani dan Faizal Rachman Aulia yang
senantiasa memberikan bantuan doa dan motivasi kepada penulis dalam
menyelesaikan studi ini.
3. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, ilmu,
saran, kritik, motivasi, serta pengarahan kepada penulis dalam proses
penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.
4. Exval Mahendra Saputro untuk setiap dukungan, motivasi, bantuan, doa, serta
5. Sahabat serta sahabat di Pondok Amanah B Erni, Thea, Dola, Shabrina, Indri,
Evi, Riri, Irma, dan Yuli yang senantiasa memberikan perhatian dan semangat
serta telah menjadi tempat untuk berbagi suka maupun duka.
6. Dola, Kris, Sentot, Suke, Linda, Yayat, Hania, Miranti, Andin, Suci, May,
Elisda, Wowo, Anita, Andi, Danesh, Andre, Ayu, Devi, Iffah, Ani, Lisa, Iput
yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
7. Seluruh teman-teman Manajemen Hutan 43 yang telah membuat kenangan
indah selama masa perkuliahan.
8. Teman-teman di jejaring sosial Rekso, Iqbal, Marsel, Alghienka, Arius,
Dhewinda, Tita, dan Fifi yang telah memberikan canda tawa untuk melepas
kejenuhan.
9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-satu yang telah membantu
penulis dalam penyelesaian skripsi. Semoga Allah membalas kebaikan mereka
Nama : Sifa Rachmah Fauliani
NIM : E14061332
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Hariadi Kartodihardjo, MS NIP : 195804241983031005
Menyetujui
Ketua Departemen Manajemen Hutan,
Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS NIP : 196304011994031001
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari pasangan H. Achmad Fauzi dan Hj. Eka
Auliani. Penulis memiliki dua orang adik, yaitu Rizka Rachmah Yuliani dan Faizal
Rachman Aulia.Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 September 1988.
Penulis mengawali pendidikan formal pada TK Dwi Asih pada tahun
1993-1994. Menempuh pendidikan dasar pada SDN 05 Pagi, Pejaten Barat pada tahun
1994-1997, kemudian dilanjutkan di SD Trisula Perwari I pada tahun 1997-2000.
Penulis memulai pendidikan tingkat menengah pertama di SLTPN 216 Jakarta pada
tahun 2000-2003. Pada tahun 2003-2006, penulis menempuh pendidikan tingkat
menengah atas di SMUN 68 Jakarta. Melalui proses SPMB (Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru), penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan sejak tahun 2006 hingga
sekarang.
Semasa kuliah, penulis aktif di Himpunan Profesi FMSC (Forest Management
Student Club) sebagai sekretaris, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan
(BEM-E) sebagai staf Hubungan Masyarakat. Penulis pernah menjadi mahasiswa
magang di PT. Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah pada bulan Februari hingga April
DAFTAR LAMPIRAN... vii
BAB I. Pendahuluan... 1
1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah... 1
1.3. Tujuan Penelitian... 3
1.3. Manfaat Penelitian... 3
BAB II. Tinjauan Pustaka... 4
2.1. Hutan... 4
2.2. Hasil Hutan Kayu... 4
2.3. Definisi Industri Kecil dan Menengah... 4
2.4. Definisi Pemasaran... 7
2.5. Regresi... 11
2.6. Analisis SWOT... 13
BAB III. Metode Penelitian... 18
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian... 18
3.2. Alat dan Bahan... 18
3.3. Jenis Data... 18
3.4. Metode Pengumpulan Data... 18
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data... 19
BAB IV. Hasil dan Pembahasan... 26
4.2. Analisis Regresi Pendugaan Jumlah Penjualan dan
Jumlah Keuntungan ... 29
4.3. Analisis SWOT... 37
BAB V. Kesimpulan dan Saran ... 45
5.1. Kesimpulan ... 45
5.2. Saran... 45
DAFTAR PUSTAKA... 46
LAMPIRAN... 47
DAFTAR TABEL No. Halaman 1 IFAS... 23
2 EFAS... 24
3 Jumlah pedagang dengan rata-rata penjualan mebel... 26
4 Jumlah pedagang dengan variasi produk mebel... 27
5 Jumlah pedagang dengan kisaran harga produk mebel... 27
6 Jumlah pedagang dengan margin keuntungan... 28
7 Analisis ragam model terpilih hubungan tingkat jumlah penjualan dengan empat variabel penduga... 30
8 Analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penjualan dengan empat variabel penduga... 30
9 Analisis ragam model terpilih hubungan tingkat jumlah penjualan dengan tiga variabel penduga... 32
10 Analisis ragam model terpilih hubungan tingkat jumlah keuntungan dengan tiga variabel penduga... 33
11 Faktor-faktor unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya... 39
12 Faktor-faktor unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya ... 38
13 Faktor-faktor unsur peluang dan nilai pengaruhnya... 40
14 Faktor-faktor unsur ancaman dan nilai pengaruhnya... 41
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1 Diagram perumusan masalah penelitian... 2
2 Sistem pemasaran sederhana... 8
3 Elemen-elemen sistem pemasaran modern... 8
4 Komponen P (produk, harga, tempat, dan promosi) dalam bauran pemasaran mebel... 9
5 Saluran distribusi barang konsumsi ... 11
6 Analisis SWOT... 14
7 Matriks SWOT... 15
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1 Data volume penjualan unit kecil mebel di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan
dan empat faktor penduganya... 48 2 Data volume penjualan unit kecil mebel
di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan dengan empat faktor penduganya dalam
distribusi frekuensi... 49 3 Hasil analisis regresi dan korelasi volume
penjualan dengan keempat faktor penduganya di sentra industri kecil Kecamatan Pasar Minggu,
Jakarta Selatan... 50 4 Hasil analisis regresi dan korelasi jumlah
penjualan dengan ketiga faktor penduganya di sentra
5 Hasil analisis regresi dan korelasi jumlah keuntungan dengan ketiga faktor penduganya di sentra industri kecil Kecamatan Pasar Minggu,
Jakarta Selatan... 52
6 Hasil analisis SWOT nilai pengaruh unsur kekuatan... 53
7 Hasil analisis SWOT nilai pengaruh unsur kelemahan... 54
8 Hasil analisis SWOT nilai pengaruh unsur peluang... 55
9 Hasil analisis SWOT nilai pengaruh unsur ancaman... 56
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi merupakan perkembangan yang mengalami kemajuan
cukup pesat berbagai bidang, terutama pada bidang industri. Pada perkembangan
ditempuh oleh pemerintah. Pemberian kemudahan dalam berinvestasi dan perolehan
bahan baku kayu log, mendorong industri mebel semakin berkembang, bahkan
industri-industri mebel yang sempat terpuruk dimasa krisis kini mulai bangkit
kembali (Avonina 2010).
Sementara itu kebutuhan mebel di dalam negeri juga terlihat cenderung
meningkat, sejalan dengan mulai membaiknya bisnis properti di Indonesia.
Sebagaimana diketahui kebutuhan akan rumah tinggal yang sehat juga terlihat
semakin meningkat dan secara tidak langsung kebutuhan akan perabotan rumah
tangga pun akan meningkat pula (Avonina 2010). Tak dapat dipungkiri bahwa salah
salah satu faktor penyebab meningkatnya perkembangan industri mebel ialah adanya
pergerakan dari usaha menengah. Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) ini
mengalami pertumbuhan yang signifikan. Rata-rata pertumbuhannya mencapai 15
hingga 20 persen (Uno 2009).
Peran usaha kecil dan menengah sangat diperlukan untuk meningkatkan
industri mebel di Indonesia. Apalagi saat ini nilai ekspor mebel nasional mengalami
kontraksi 30 sampai 40 persen. Tahun ini nilai ekspor mebel nasional berkisar 2,6
miliar dolar AS. Adapun salah satu penyebab turunnya nilai ekspor mebel ini ialah
adanya pengaruh krisis di Amerika Serikat (Tjahyono 2009).
1.5. Perumusan Masalah
Kegiatan pemasaran merupakan kegiatan yang penting dalam
keberlangsungan usaha tersebut. Strategi pemasaran harus dapat memberikan
gambaran yang jelas dan terarah tentang apa yang dilakukan perusahaan dalam
menggunakan setiap perusahaan dalam menggunakan setiap kesempatan atau
peluang. Strategi pemasaran berperan penting terhadap peningkatan volume
penjualan perusahaan, sehingga perlu adanya penelitian tentang strategi pemasaran
produk kayu. Diharapkan dapat memberikan solusi tentang strategi pemasaran yang
efektif dan efisien agar perusahaan dapat mempertahankan dan mengembangkan
pasar. Penjelasan perumusan masalah tersebut disajikan pada gambar berikut.
Gambar 1 Diagram Perumusan Masalah Penelitian
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menentukan hubungan antara jumlah penjualan dengan variabel harga, variasi
produk, distribusi, dan promosi di sentra industri kecil Pasar Minggu, Jakarta
Selatan menurut analisis bauran pemasaran.
2. Menentukan posisi sentra pedagang mebel kayu di Pasar Minggu, Jakarta Selatan
berdasarkan metode analisis SWOT guna menyusun alternatif strategi pemasaran
yang tepat untuk dijalankan.
1.3. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada:
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pedagang yang bergerak di bidang perkayuan
terutama pada bidang mebel dalam pengambilan keputusan pemasaran dan
diharapkan dapat memberikan informasi dalam mengembangkan pemasaran
produk.
2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak
yang berkepentingan dan dapat dijadikan bahan acuan maupun bahan
perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hutan
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan
ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi
dapat dipisahkan. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau
ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
2.2. Hasil Hutan Kayu
Kayu merupakan hasil hutan dari sumber kekayaan alam. Kayu merupakan
bahan mentah yang mudah diproses untuk dijadikan barang sesuai kemajuan
teknologi. Kayu memiliki beberapa sifat sekaligus yang tidak dapat ditiru oleh
bahan-bahan lain, yaitu bersifat renewable. Pengertian kayu disini ialah sesuatu bahan yang
diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari
pohon tersebut. Setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak
dimanfaatkan untuk tujuan penggunaan, baik berbentuk kayu pertukangan, kayu
industry, maupun kayu bakar (Dumanauw 1982)
Kayu adalah suatu bahan hasil proses metabolisme organisme hidup
tumbuhan berkayu berupa pohon. Batang pohon bertambah tinggi (tumbuh vertical)
disebabkan karena adanya jaringan meristem di pucuk (epical growing points).
Disamping itu batang pohon juga diameternya bertambah besar (tumbuh horizontal)
disebabkan karena adanya jaringan kambium lateral yang terletak diantara xylem dan
phloem (Panshin dan Zeeuw 1980).
2.3. Definisi Industri Kecil dan Menengah
Usaha kecil dan menengah saat ini merupakan usaha yang masih dapat
dipertahankan di tengah badai krisis moneter yang berkepanjangan. Untuk itu,
pemerintah berupaya dengan keras untuk membina dan membangun usaha kecil dan
menengah, guna menjadikan usaha ini penyumbang devisa bagi negara. Pengertian
industri kecil dan menengah sangat beragam tergantung dari instansi ataupun
organisasi yang berhubungan langsung dengan industri kecil dan menengah. Untuk
dapat memberikan gambaran tentang usaha kecil dan menengah, akan dijelaskan
terlebih dahulu definisi usaha kecil dan menengah. Menurut Rachmat (2005), definisi
2. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, usaha
kecil didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan
yang memenuhi kriteria-kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan
serta kepemilikan sebagai berikut:
a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha.
b)Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000
c) Milik warga negara Indonesia.
d)Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan
usaha menengah atau usaha besar.
e) Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau
badan usaha yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
3. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal
27 Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perseorangan atau badan usaha
yang telah melakukan kegiatan usaha yang mempunyai penjualan per tahun
setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau asset setingginya Rp 600.000.000 ( di
luar tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari:
a) Badan usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi);
b)Perorangan (perajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan, perambah
hutan, penambang pedagang barang dan jasa, dan sebagainya).
4. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/4/Kep/Dir.
Tanggal 4 April 1997 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil, usaha kecil
didefinisikan sebagai usaha yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 tidak termasuk tanah
dan bangunan tempat usaha.
b)Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000
d)Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang
dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi, baik langsung maupun tidak langsung dengan
usaha menengah atau usaha besar.
e)Berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum atau
badan usaha yang badan hukum termasuk koperasi.
Usaha kecil dan menengah dapat pula dibedakan berdasarkan batasan jumlah
tenaga kerja yang direkrut. Usaha kecil didefinisikan oleh Badan Pusat Statistik jika
jumlah tenaga kerja yang dimiliki antara 5 hingga 19 orang, sedangkan usaha
menengah berkisar antara 20-99 orang, lebih dari 100 orang dikategorikan sebagai
usaha besar.
Menurut Parmono dan Soejoedono (2004) usaha kecil dan menengah menjadi
pusat perhatian karena tingkat perekonomian dan pengetahuan yang kurang maju
dalam berbisnis. UKM menghadapi kendala-kendala dalam mempertahankan atau
mengembangkan usaha (bisnis) antara lain kurang pengetahuan pengelolaan usaha,
kurang modal, dan lemah di bidang pemasaran.
Banyak definisi usaha mikro kecil dan menengah yang dipahami baik dari
lembaga lokal maupun asing. Namun demikian, perbankan Indonesia menggunakan
definisi UMKM sesuai kesepakatan Menko Kesra dengan Bank Indonesia. Usaha
mikro adalah kegiatan ekonomi rakyat berskala kecil dan bersifat tradisional dan
informal dalam arti belum terdaftar, belum tercatat, dan belum berbadan hukum.
Hasil penjualan tahunan bisnis tersebut paling banyak Rp 100.000.000 dan milik
warga negara Indonesia.
Menurut Iqbal dan Simanjutak (2004), UKM harus memiliki harus memiliki
pengetahuan dan kemampuan untuk melakukan analisis persaingan/ kompetisi. Oleh
karena itu, UKM harus mengetahui siapa pesaingnya, pelanggan, dan juga tentang
usahanya sendiri sehingga UKM dapat merencanakan strategi binis yang tepat untuk
usahanya tersebut.
Definisi pemasaran secara luas adalah proses sosial dan manajerial dimana
pribadi atau organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui
penciptaan dan pertukaran nilai dengan yang lain. Sedangkan dalam konteks yang
lebih sempit, pemasaran mencakup menciptakan hubungan pertukaran muatan nilai
dengan pelanggan yang menguntungkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan
membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai
dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler dan Armstrong, 2008).
Pertukaran merupakan konsep inti dari pemasaran, mencakup perolehan
produk yang diinginkan dari seseorang dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya.
Konsep pertukaran dan hubungan menghasilkan konsep pasar. Pada saat berhadapan
dengan proses pertukaran, harus ada sejumlah besar pekerjaan dan keterampilan.
Manajemen pemasaran terjadi bila sekurang-kurangnya satu pihak pada pertukaran
potensial berpikir tentang makna dari mencapai tanggapan yang diinginkan dari pihak
yang yang lain. Manajemen pemasaran dilihat sebagai seni dan ilmu memilih pasar
sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan
menciptakan, menyerahkan, dan mengomunikasikan nilai pelanggan yang unggul
(Kotler dan Keller, 2007). Salah satu satu dari strategi pemasaran yang sering
dilakukan oleh suatu perusahaan ialah dengan cara melakukan penyebaran pemasaran
itu sendiri, atau lebih sering dikenal dengan istilah bauran pemasaran.
Komunikasi
Barang/jasa
Industri (kumpulan penjual)
Uang
Informasi
Gambar 2 Sistem pemasaran sederhana (Kotler dan Keller 2007)
Kekuatan lingkungan utama
Gambar 3 Elemen-elemen sistem pemasaran modern (Kotler dan Armstrong 2008)
2.4.1. Bauran Pemasaran
Bauran pemasaran didefinikan sebagai perangkat alat pemasaran yang
digunakan perusahaan untuk mengejar tujuan pemasarannya (Kotler dan Keller,
2007). Perangkat tersebut dikelompokkan ke dalam empat kelompok besar yang
merupakan elemen atau alat pemasaran. Keempat alat tersebut ialah produk
(product), harga (price), tempat (place), dan promosi (promotion). Keempat alat ini
biasa disebut sebagai 4P.
Bauran pemasaran sendiri didefinisikan sebagai suatu strategi yang dilakukan
oleh suatu perusahaan yang dapat meliputi menentukan master plan dan mengetahui
serta menghasilkan pelayanan (penyajian) produk yang memuaskan pada suatu
segmen pasar tertentu yang mana segmen pasar tersebut telah dijadikan sasaran pasar
untuk produk yang telah diluncurkan untuk menarik konsumen sehingga terjadi
pembelian (Endi, 2009). Keputusan bauran pemasaran yang dibuat dapat
mempengaruhi saluran dagang dan konsumen akhir.
Pemasok Pemasar
Pesaing
Pengguna akhir Perantara
Produk Tempat
Keragaman Produk Saluran Pemasaran
Kualitas Cakupan Pasar
Desain Pengelompokkan
Ciri Lokasi
Nama Merek Persediaan
Kemasan Transportasi
Ukuran
Pelayanan Harga Promosi
Garansi Daftar Harga Promosi Penjualan
Imbalan Diskon Periklanan
Potongan Harga Khusus Tenaga Penjualan
Periode Pembayaran Kehumasan
Syarat Kredit Pemasaran langsung
Gambar 4 Komponen P (produk, harga, tempat, dan promosi) dalam bauran
pemasaran mebel (Kotler dan Keller 2007)
2.4.1.1. Produk
Produk adalah objek yang vital dan sangat berpengaruh dalam keberhasilan
untuk mendatangkan keuntungan atau laba yang akan tetap menjaga operasional dan
kesehatan suatu perusahaan. Produk merupakan kombinasi barang dan jasa yang
ditawarkan perusahaan kepada pasar sasaran (Kotler dan Armstrong, 2008). Menurut
Kotler, 1997 produk adalah sesuatu yang ditawarkan ke dalam pasar untuk
diperhatikan, dimiliki, dipakai, dan dikonsumsi sehingga memuaskan keinginan atau
kebutuhan manusia. Melalui produk, produsen dapat memenuhi kebutuhan
konsumen. Hal ini disebabkan oleh dengan adanya produk akan diketahui seberapa
besar kepuasan dan kebutuhan terhadap produk itu sendiri dalam kehidupan Bauran
Pemasaran
konsumen. Sedangkan setiap produk memilki sifat dan karakteristik yang amat
beragam. Suatu produk yang dapat dikatakan potensial ialah produk yang sering
diburu konsumen, bahkan perusahaan tidak perlu melakukan promosi dalam
manjemen pemasaran.
2.4.1.2. Harga
Harga adalah sejumlah nilai uang yang bersedia dibayarkan oleh konsumen
agar dapat memperoleh suatu produk. Adapun faktor pembentuk harga antara lain
ialah besarnya jumlah permintaan dan penawaran, jumlah biaya yang telah
dikeluarkan oleh produsen untuk menghasilkan produk tersebut, dan adanya
kompetisi pada produk sejenis. Terdapat beberapa tujuan dalam strategi penetapan
harga, yaitu tujuan yang berorientasi laba, tujuan berorientasi volume (volume pricing
object), tujuan berorientasi citra (image of value), dan mempertahankan loyalitas
konsumen.
2.4.1.3. Distribusi
Distribusi merupakan kegiatan perusahaan yang membuat produk tersedia
bagi pelanggan sasaran (Kotler dan Armstrong, 2008). Salah satu strategi pemasaran
yang sebaiknya harus diperhatikan agar aktivitas jalannya distribusi dapat berjalan
dengan lancar adalah dengan memperhatikan perihal channel of ditributition atau jika
diterjemahkan mengandung arti saluran distribusi. Saluran distribusi merupakan
seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan (fungsi) yang digunakan untuk
menyalurkan produk dan status kepemilikan dari produsen dan konsumen. Saluran
ditribusi dapat membantu perusahaan dalam proses pemasaran terutama untuk
menganalisis berbagai kendala yang terjadi di lapangan, sehingga dapat diambil
kebijakan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah yang dihadapi dan distibusi
kembali akan dapat berjalan dengan normal dan baik demi tercapainya kepuasan
Gambar 5 Saluran distribusi barang konsumsi (Kotler 1997)
2.4.1.4. Promosi
Promosi adalah semua kegiatan yang dimaksudkan untuk menyampaikan dan
mengomunikasikan suatu produk kepada pasar sasaran untuk memberikan informasi
tentang suatu keistimewaan kegunaan dan terutama tentang keberadaannya dengan
tujuan untuk mengubah sikap atau untuk mendorong orang dalam bertindak. Menurut
Kotler dan Armstrong (2008), promosi merupakan aktivitas yang menyampaikan
manfaat produk dan membujuk pelanggan untuk membelinya. Kegiatan promosi ini
sangat erat kaitannya dengan penyebaran informasi untuk disampaikan ke konsumen.
Dalam penyampaian strategi informasi ini ada beberapa hal penting yang hendaknya
diperhatikan, yaitu program periklanan yang dijalankan, promosi dengan
mengutamakan penjualan yang dilakukan secara pribadi atau lebih dikenal dengan
istilah Personal Selling, promosi yang dilakukan dengan mengedepankan kualitas
promosi penjualan, dan promosi dengan cara meningkatkan publisitas,
2.5. Regresi
Regresi merupakan suatu alat ukur yang juga digunakan untuk mengukur ada
atau tidaknya korelasi antar variabel. Istilah regresi yang berarti ramalan atau taksiran
pertama kali diperkenalkan oleh Sir Francis Galton pada tahun 1877, sehubungan
dengan penelitiannya terhadap tinggi manusia, yaitu antara tinggi anak dan tinggi
orang tua (Hasan 2001). Dalam penelitiannya, Galton menemukan bahwa tinggi anak Pedagang Besar Pemborong Pengecer
Pengecer
dari orang tua yang tinggi cenderung meningkat atau menurun dari berat rata-rata
populasi. Garis yang menunjukkan hubungan tersebut disebut dengan garis regresi.
Analisis regresi lebih akurat dalam melakukan analisis korelasi, karena pada
analisis itu kesulitan dalam menunjukkan slope (tingkat perubahan suatu variabel
terhadap variabel lainnya dapat ditentukan). Jadi, dengan analisis regresi peramalan
atau perkiraan nilai variabel terikat pada variabel bebas lebih akurat pula (Hasan
2001).
Variabel bebas (independent variable) adalah variabel yang nilai-nilainya
tidak tergantung pada variabel lainnya, biasanya disimbolkan dengan X. Variabel ini
digunakan untuk meramalkan dan menerangkan nilai variabel yang lain. Variabel tak
bebas/terikat (dependent variable) adalah variabel yang nilai-nilainya bergantung
pada variabel lainnya, biasanya disimbolkan dengan Y. Variabel tersebut merupakan
variabel yang diramalkan atau diterangkan nilainya.
2.5.1. Regresi Linier Berganda
Regresi linier berganda adalah regresi dimana variabel terikatnya (Y)
dihubungkan/dijelaskan lebih dari satu variabel, mungkin dua, tiga, dan seterusnya
variabel bebas (X1, X2, X3,….,Xn) namun masih menunjukkan diagram hubungan
yang linier (Hasan 2001). Penambahan variabel bebas ini diharapkan dapat
menjelaskan karakteristik hubungan yang ada walaupun masih saja ada variabel yang
terabaikan.
Bentuk umum regresi linier berganda dapat dituliskan sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +…+ bnXn + e
Keterangan
Y = variabel terikat
X1, X2, X3 = variabelbebas
e = kesalahan pengganggu (disturbance terma), artinya nilai-nilai dari
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam persamaan. Nilai ini
biasanya tidak dihiraukan dalam perhitungan.
2.5.2. Analisis Korelasi
Korelasi merupakan istilah yang digunakan untuk mengukur kekuatan
hubungan antar variabel. Analisis korelasi adalah alat untuk mengetahui ada atau
tidak adanya hubungan antar variabel misalnya hubungan antar dua variabel (Hasan
2001). Apabila terdapat hubungan antar variabel, maka perubahan-perubahan yang
terjadi pada salah satu variabel akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada
variabel lainnya. Jadi, dari analisis korelasi, dapat diketahui hubungan antar variabel
tersebut.
Terdapat beberapa jenis korelasi yang terjadi antara dua variabel, yaitu
korelasi positif, korelasi negatif, tidak ada korelasi, dan korelasi sempurna. Korelasi
positif terjadi jika variabel yang satu (X) meningkat atau menurun maka variabel
lainnya (Y) cenderung untuk meningkat atau menurun pula. Korelasi negative ialah
jika variabel yang satu (X) meningkat atau menurun maka variabel lainnya (Y)
cenderung untuk meningkat atau menurun. Tidak ada korelasi terjadi jika antara
kedua variabel (X dan Y) tidak menunjukkan adanya hubungan. Korelasi sempurna
terjadi jika kenaikan atau penurunan variabel yang satu (X) berbanding dengan
kenaikan atau penurunan variabel lainnya (Y). Koefisien Korelasi (KK) merupakan
indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur keeratan (kuat, lemah, atau
tidak ada). Koefisien korelasi memiliki nilai antara -1 dan +1 ( -1 ≤ KK ≤ + 1).
2.6. Analisis SWOT
Pemasar harus melakukan analisis SWOT, dimana ia menilai kekuatan
(strengths (S)), kelemahan (weaknesses (W)), peluang (opportunities (O)), dan
ancaman (threats (T)) perusahaan secara keseluruhan. Kekuatan meliputi kemampuan
internal, sumber daya, dan faktor situasional positif yang dapat membantu perusahaan
melayani pelanggannya dan mencapai tujuannya. Kelemahan meliputi keterbatasan
Peluang adalah faktor atau tren yang menguntungkan pada lingkungan eksternal yang
dapat digunakan perusahaan untuk memperoleh keuntungan. Kemudian ancaman
adalah faktor pada lingkungan eksternal yang tidak menguntungkan dan
menghadirkan tantangan bagi performa perusahaan (Kotler dan Armstrong 2008).
Internal
Eksternal
Positif Negatif
Gambar 6 Analisis SWOT (Kotler dan Keller 2007)
Mencocokkan faktor eksternal dan internal kunci adalah bagian yang paling
sulit dalam mengembangkan Matriks SWOT dan membutuhkan penilaian yang baik.
Strategi SO menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan
peluang eksternal. Organisasi pada umumnya akan menjalankan strategi WO, ST,
atau WT agar dapat mencapai situasi dimana mereka dapat menerapkan strategi SO.
Strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan memanfaatkan
peluang eksternal. Kadang-kadang terdapat peluang eksternal kunci tetapi perusahaan
memiliki kelemahan internal yang menghambatnya untuk mengekspoitasi peluang
tersebut (David, 2006).
Strategi ST menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau
mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal. Ini tidak berarti bahwa organisasi yang
kuat harus selalu menghadapi ancaman di lingkungan eksternalnya secara langsung. Kekuatan
Kemampuan internal yang dapat
membantu perusahaan mencapai
Faktor eksternal yang mungkin
Stretegi WT adalah taktik defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan
internal dan menghindari ancaman eksternal (David 2006).
Biarkan selalu kosong
Gambar 7 Matriks SWOT (David 2006)
2.6.1. Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis terhadap lingkungan eksternal dapat disebut juga sebagai analisis
peluang dan ancaman. Pemantauan terhadap lingkungan eksternal dilakukan pada
pemantauan terhadap lingkungan makro dan lingkungan mikro terkait dengan
Lingkungan makro menurut Kotler (1997), meliputi:
1. Pemasok adalah perusahaan bisnis dan individu-individu yang menyediakan
sumberdaya yang diperlukan oleh perusahaan dan para pesaing untuk
memperolah barang dan jasa.
2. Perantara adalah perusahaan bisnis yang membantu perusahaan menentukan
pelanggan atau mendekatkan penjualan kepada perusahaan.
3. Pelanggan adalah suatu perusahaan yang mengaitkan dirinya dengan beberapa
pemasok dan perantara sehingga dapat memasok secara efisien produk-produk
dan jasanya kepada pasar sasaran.
4. Pesaing adalah suatu perusahaan yang menjual sendiri ke suatu pasar
pelanggan tertentu
5. Publik atau masyarakat adalah sekelompok orang yang memiliki kepentingan
actual atau potensial atau mempunyai dampak terhadap kemampuan
perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Lingkungan mikro menurut Kotler (1997), meliputi:
1. Lingkungan demografi, yaitu kondisi lingkungan yang memiliki kepentingan
terhadap pemasaran dan distribusinya. Kegiatan pemasaran bergantung
kepada populasi karena manusia membentuk pasar. Sedangkan untuk kegiatan
distribusi berhubungan dengan letak geografis, kecenderungan pergerakan
manusia, distribusi umur, tingkat kelahiran, perkawinan, kematian, ras, suku,
dan struktur agama yang dianut.
2. Lingkungan ekonomi, terdiri dari fakor-faktor yang mempengaruhi daya beli
konsumen dan pola pengeluarannya. Daya beli masyarakat bergantung pada
besarnya pendapatan, harga, besarnya jumlah tabungan, dan besarnya jumlah
utang.
3. Lingkungan teknologi berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi.
Hal ini terjadi diiringi dengan ditemukannya penemuan-penemuan baru yang
4. Lingkungan politik mempengaruhi keputusan pemasaran yang dilakukan oleh
perusahaan pemasok barang dan jasa. Lingkungan ini terdiri dari peraturan
pemerintah, lembaga pemerintah, dan golongan yang berpengaruh sehingga
dapat mempengaruhi dan membatasi berbagai organisasi dan individu dalam
masyarakat.
5. Lingkungan kebudayaan adalah lingkungan sosial dimana masyarakat tumbuh
menjadi dewasa dan membentuk kepercayaan, nilai dan norma pokok mereka.
Hal ini secara tidak disadari turut berpengaruh dalam penyerapan suatu
pendangan umum yang menentukan hubungan mereka dengan lingkungan
sekitarnya.
Tujuan utama pengamatan lingkungan adalah melihat peluang pemasaran
baru. Dalam banyak hal, pemasaran yang baik adalah seni menemukan,
mengembangkan, dan mendapatkan laba dari peluang. Peluang pemasaran adalah
wilayah kebutuhan atau potensi permintaan pembeli dimana perusahaan dapat
menggarapnya secara menguntungkan. Beberapa perkembangan di lingkungan
eksternal merupakan ancaman. Ancaman lingkungan adalah tantangan akibat
kecenderungan atau perkembangan yang kurang menguntungkan, yang akan
mengurangi penjualan dan laba jika tidak dilakukan tindakan pemasaran (Kotler dan
Keller 2007).
2.6.2. Analisis Lingkungan Internal
Analisis lingkungan internal juga biasa disebut sebagai analisis terhadap
kekuatan dan kelemahan. Analisis ini mencakup aspek produksi, aspek pemasaran,
aspek keuangan, dan aspek sumberdaya dalam perusahaan pemasok tersebut. George
Stalk dalam Kotler dan Keller (2007) menyatakan bahwa perusahaan yang
memenangkan persaingan adalah perusahaan yang memiliki kemampuan internal
yang unggul, tidak hanya memiliki kompetisi inti. Setiap perusahaan harus mengelola
beberapa proses dasar, seperti pengembangan produk baru, penciptaan penjualan, dan
pemenuhan pesanan. Masing-masing proses menciptakan nilai dan setiap proses
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sentra pedagang mebel Pasar Minggu, Jakarta
Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus tahun 2010.
3.2. Alat dan Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini ialah kuisioner.
Kemudian alat yang digunakan ialah Peta Jakarta Selatan, kalkulator, alat tulis,
kamera, laptop dengan software MINITAB 14 dan Microsoft Excel.
3.3. Jenis Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, wawancara
dengan kuisioner terhadap 30 responden. Responden yang dimaksud ialah para
pelaku dalam industri pemasaran mebel kayu di Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Penentuan jumlah responden ditentukan dengan metode purposive sampling, yaitu
dengan pertimbangan pengambilan contoh sebanyak 30 telah menunjukkan sebaran
normal baku dimana nilai tengah nol dan simpangan baku 1 (Walpole 1992). Adapun
kriteria industri kecil yang dipilih sebagai responden ialah responden telah
menjalankan usaha mebel selama lebih dari tiga tahun, mampu berkomunikasi dengan
baik, dan memiliki outlet untuk memasarkan produk mebel. Data sekunder diperoleh
dari instansi atau lembaga yang terkait dan dari literatur yang relevan dengan topik
penelitian ini.
3.4. Metode Pengumpulan Data
Untuk menunjang analisis data, maka pengumpulan data dilakukan melalui
3.4.1. Teknik observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung terhadap
objek yang diteliti.
3.4.2. Teknik wawancara, yaitu dengan melakukan kegiatan tanya jawab secara
langsung dengan responden. Wawancara dilakukan secara terstruktur dengan
membuat daftar pertanyaan atau kuisioner yang telah disiapkan untuk
mengetahui karakteristik masyarakat dan kegiatan bauran pemasaran pada
industri tersebut.
3.4.5. Pengumpulan data berupa informasi yang mendukung dari instansi-instansi
terkait dan literatur yang relevan.
4.5.Metode Pengolahan dan Analisis Data 3.5.1. Analisis Regresi
Untuk mengetahui adanya faktor lain yang berpengaruh terhadap pemasaran
produk mebel, dilakukan analisis regresi. Jumlah unit mebel yang terjual per tahun
dilambangkan dengan Y yang merupakan variabel tak bebas (dependent variable).
Sedangkan untuk faktor-faktor yang mempengaruhi penjualan mebel merupakan
variabel bebas (independent variable) dengan lambang X1, X2, X3, dan X4.
Metode dan analisis yang digunakan ialah regresi linier berganda yang terdiri
dari satu peubah tak bebas (Y) dan beberapa peubah bebas (X). Peubah Y merupakan
jumlah unit mebel yang terjual per tahun dan peubah X merupakan variasi produk,
harga mebel, sistem distribusi, dan promosi. Analisis ini diperlukan untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh dari komponen peubah bebas X terhadap peubah
tak bebas Y. Secara umum, persamaan regresi ini dapat ditulis sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4
Keterangan:
Y = volume penjualan mebel kayu (unit/tahun)
= jumlah keuntungan (Rp/tahun)
X1 = variasi produk (unit/toko)
X2 = harga mebel (Rp/unit)
X4 = promosi
A = konstanta
b1, b2, b3, b4 = koefisien penduga pada model
• Volume penjualan mebel, yaitu hasil penjualan semua produk mebel dalam unit
per tahun
• Variasi produk, yaitu semua jenis produk mebel yang dijual di setiap industri
kecil dalam berbagai macam desain produknya dalam satuan unit.
• Harga mebel, yaitu harga rata-rata semua jenis produk mebel yang dijual pada
setiap industri kecil.
• Sistem distribusi, yaitu dengan melihat tingkat efisiensi saluran tata niaga dari
besarnya margin keuntungan yang diperoleh.
• Promosi, yaitu dengan membuat skor pada kemampuan penjual dalam
mempromosikan produknya dengan melihat kondisi outlet dalam rangka menarik
perhatian konsumen dan kemampuan komunikatif penjual dalam menawarkan
produknya. Skoring nilai ini mulai dari 1 sampai 5 dengan kategori nilai tidak
baik, kurang baik, sedang, baik, dan sangat baik.
Nilai dari setiap variabel bebasnya diperoleh dengan menyusun distribusi
frekuensi, dimana dalam kelas-kelas yang digunakan harus meliputi nilai data terkecil
dan terbesar (Cahyono 1996). Setiap nilai data harus masuk ke dalam satu kelas dan
hanya satu kelas. Oleh karena itu, suatu nilai data yang masuk ke dalam dua kelas
harus dihindari. Penelitian ini menggunakan lima kelas, dengan nilai kelas mulai dari
+1 hingga +5. Adapun rumus interval kelasnya ialah sebagai berikut:
Interval Kelas = Jarak
Banyak kelas
Untuk mengetahui ketepatan suatu model yang diduga sebagai alat analisis maka
digunakan uji statistik dengan aplikasi MINITAB 14.
• Nilai Koefisien Korelasi
Korelasi merupakan angka yang menunjukkan arah dan kuatnya hubungan antar
dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam bentuk hubungan positif (+) atau
korelasi. Pengujian ini digunakan untuk mengetahui tingkat variabel pengamatan
(variabel tetap terhadap variabel bebas). Koefisien korelasi atau yang biasa
dinyatakan dalam r dapat menunjukkan ada atau tidaknya hubungan linier antara
variabel-variabel X dan Y. Hubungan ini dirumuskan dalam persamaan sebagai
berikut:
• Nilai Koefisien Determinasi (R2)
Nilai ini digunakan untuk melihat sejauh mana keragaman yang dapat
diterangkan oleh parameter bebas (Xi) yang terpilih terhadap parameter tidak bebas
(Y). Hubungan ini dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut:
R = JKregresi × 100%
JKtotal
• Pengujian Hipotesis
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah parameter bebas yang
digunakan (X1, X2, X3, dan X4) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap
volume penjualan (Y) sebagai variabel tak bebas. Pengujiannya sebagai berikut:
H0 : βi = 0, untuk semua i
H1 : setidaknya terdapat satu βi ≠ 0
Hipotesis Kerja
H0 : koefisien dugaan peubah (variasi, produk, harga mebel, sstem distribusi, dan
promosi) secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap jumlah mebel yang
dibeli per tahun.
H1 : koefisien dugaan peubah (variasi, produk, harga mebel, sistem distribusi, dan
promosi) secara bersama-sama berpengaruh terhadap jumlah mebel yang dibeli
per tahun.
Fhitung = JKR (k-1)
JKS (n-1)
Keterangan:
JKS = jumlah kuadrat sisa
k = jumlah variabel
n = jumlah sampel
Kriteria Uji
¾ Fhitung > Ftabel, maka tolak H0 yang berarti parameter yang diuji berpengaruh
nyata terhadap parameter tidak bebas.
¾ Fhitung ≤ Ftabel, maka terima H0 yang berarti parameter yang diuji tidak
berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas.
3.5.2. Analisis SWOT
Analisis SWOT dipakai untuk menyusun faktor-faktor strategi perusahaan.
Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman
eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat set kemungkinan
alternatif strategi (Kotler 1997) yang dapat dilihat pada Tabel 3.
• Analisis IFE (Internal Factor Evaluation)
Cara analisis faktor strategi internal (IFAS) ialah:
1. Menyusun 5-10 faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 1 yang ditentukan
oleh peneliti berdasarkan hasil observasi lapang.
2. Memberi bobot pada masing-masing faktor pada kolom 2 yang dilakukan oleh
responden, mulai dari 1,00 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak
penting). Berdasarkan pengaruh faktor-faktor terhadap posisi strategi
perusahaan (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total
1,00)
3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor yang
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk
(outstanding) dengan membandingkan dengan rata-rata industri dengan
pesaing utama. Namun untuk variabel yang bersifat negatif kebalikannya.
Contohnya jika kelemahan perusahaan yang besar dibandingkan dengan
rata-rata industri, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di
bawah rata-rata industri, nilainya adalah
4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing-masing factor yang nilainya bervariasi mulai dari
4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).
5. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar/catatan mengapa faktor-faktor
tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.
6. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total skor
pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan
bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi
internalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan
ini dengan perusahaan lainnya dalam kelompok industri yang sama.
Tabel 1 IFAS
FAKTOR-FAKTOR
STRATEGI INTERNAL Bobot Rating
Nilai Pengaruh (Bobot × Rating) Kekuatan
•
Kelemahan •
• Analisi EFE (External Factor Evaluatian)
Cara analisis factor strategi internal (EFAS) ialah:
1. Menyusun 5-10 faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 1 yang ditentukan
2. Memberi bobot pada masing-masing faktor pada kolom 2 yang diisi oleh
responden, mulai dari 1,00 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak
penting). Berdasarkan pengaruh faktor-faktor terhadap posisi strategi
perusahaan (semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total
1,00)
3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor yang
memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).
berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang
bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk
kategori kekuatan) diberi nilai mulai dari +1 (poor) sampai dengan +4
(outstanding) dengan membandingkan dengan rata-rata industri dengan
pesaing utama. Sedangkan variabel yang bersifat negatif kebalikannya.
Contohnya jika kelemahan perusahaan yang besar dibandingkan dengan
rata-rata industri, nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahan perusahaan di
bawah rata-rata industri, nilainya adalah 4.
4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor
pembobotan untuk masing-masing factor yang nilainya bervariasi mulai dari
4,0 (outstanding) sampai dengan 1,0 (poor).
5. Gunakan kolom 5 untuk memberikan komentar/catatan mengapa faktor-faktor
tertentu dipilih dan bagaimana skor pembobotannya dihitung.
6. Jumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4) untuk memperoleh total skor
pembobotan bagi perusahaan yang bersangkutan. Nilai total ini menunjukkan
bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategi
internalnya. Total skor ini dapat digunakan untuk membandingkan perusahaan
Tabel 2 EFAS
FAKTOR-FAKTOR
STRATEGI EKSTERNAL Bobot Rating
Nilai Pengaruh (Bobot × Rating) Peluang
•
Ancaman •
BAB 1V
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Statistik Pedagang Mebel
Dalam penelitian ini, jumlah penjualan dan jumlah keuntungan merupakan
variabel yang ingin diketahui pengaruhnya. Untuk memperoleh data tersebut
dilakukan kegiatan wawancara dengan 30 responden yang merupakan pemilik dari
toko kecil mebel yang telah menjalankan usahanya selama lebih dari tiga tahun dan
bertempat di Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Rata-rata penjualan produk
mebel per tahun sebanyak 238 unit yang ditunjukkan oleh Lampiran 1.
Tabel 3 Jumlah pedagang dengan rata-rata penjualan mebel
No.
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa industri kecil mebel di Jakarta
Selatan pada umumnya hanya dapat menjual produknya sebanyak 220-330 unit mebel
per tahunnya. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan persentasenya sebesar 36,7%.
Para pemilik toko mebel mengatakan hasil penjualan mebel tiap harinya tidak
menentu. Jumlah penjualan mebel ini mengalami gejala musiman. Contoh gejala
musiman disini ialah pada hari-hari menjelang hari raya jumlah penjualan mengalami
peningkatan secara signifikan. Sementara itu, jumlah penjualan akan menurun bila
mulai memasuki tahun ajaran baru. Hal ini terjadi karena pada umumnya para
orangtua akan sibuk untuk menyiapkan keperluan sekolah untuk anak mereka
Tabel 4 Jumlah pedagang dengan variasi produk
Berdasarkan Tabel 4, pada umumnya toko mebel memilki 19 hingga 38
variasi desain produk yang ditunjukkan dengan jumlah persentase sebanyak 50%.
Jumlah ini termasuk dalam kategori cukup bervariasi. Hal ini disebabkan oleh sasaran
penelitian ini ialah industri kecil dan menengah sehingga jumlah variasi produk yang
dimiliki tidak terlalu banyak. Selain itu, terbatasnya lahan toko dan kurangnya variasi
dari tingkat produsen juga mempengaruhi terbatasnya variasi produk. Adapun jenis
yang dominan dari variasi produk mebel ini terdiri atas tempat tidur, kursi, meja
makan, meja rias, dan lemari. Variasi produk dibedakan menurut jenis dan desainnya.
Sementara itu, jumlah industri toko mebel yang memiliki jenis sangat bervariasi
masih sangat sedikit jumlahnya.
Tabel 5 Jumlah pedagang dengan kisaran harga produk mebel
Kisaran harga mebel pada industri kecil dan menengah di Jakarta Selatan
berkisar antara Rp. 1.000.000 – Rp. 5.000.000 yang dapat dilihat pada Tabel 5.
sebesar Rp. 2.000.000- Rp. 3.000.000 produk ini sebanyak 13 industri atau sebanyak
43,3%. Harga ini dirasakan cukup sesuai dengan target sasaran pembeli yang
mengincar masyarakat golongan menengah. Adapun faktor yang menyebabkan
kisaran harga ini yang menjadi paling dominan ialah bahan baku utama dari produk
yang dijual. Pada umumnya, produk-produk yang dijual berbahan dasar papan
partikel, kayu mahoni, dan pinus. Sedangkan untuk produk mebel yang berbahan
baku dari kayu jati jarang ditemukan karena harganya yang mahal. Walaupun diakui
bahwa kualitas dari kayu tersebut sangat baik.
Tabel 6 Jumlah pedagang dengan margin keuntungan
Pada tiap penjualan pasti terdapat keuntungan yang diambil oleh para penjual.
Begitu pula dengan penjualan produk-produk mebel ini. Margin keuntungan yang
diperoleh penjual sangat bervariasi. Namun, masih dapat dilihat kisaran yang paling
dominan. Tabel 6 menyajikan margin keuntungan (Rp/unit) industri kecil. Adapun
kisaran keuntungan yang paling banyak diambil oleh penjual menurut penelitian ini
ialah sekitar Rp. 230.960 – Rp. 461.920 per unit. Hal ini ditunjukkan dengan
perolehan persentase sebanyak 26,7%. Unit yang diperjualbelikan disini ialah tempat
tidur, meja rias, kursi, dan lemari. Pada umumnya para penjual tidak mau mengambil
keuntungan terlalu banyak karena jika harga yang ditawarkan terlalu tinggi, maka
4.2. Hasil Analisis Regresi Pendugaan Jumlah Penjualan dan Jumlah Keuntungan
Pada dasarnya banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan
keputusan pembelian. Namun pada penelitian ini hanya digunakan empat faktor
penduga menurut analisis bauran pemasaran. Keempat faktor tersebut ialah variasi
produk (X1), harga mebel (X2), saluran distribusi (X3), dan promosi (X4).
Dari pengolahan data dengan regresi linier dapat dihasilkan sebuah
persamaan, yaitu:
Y (unit/tahun) = - 0,271 + 0,2281 X1 - 0,2367 X2 - 0,179 X3 + 0,9736 X4
R-sq = 56,%
Keterangan :
Y = jumlah penjualan dalam unit per tahun
X1 = variasi produk
X2 = harga produk mebel
X3 = sistem distribusi
X4 = promosi
Berdasarkan hasil perhitungan regresi linier berganda yang dilakukan dapat
dilihat bahwa tabel perolehan analisis ragam menghasilkan koefisien determinasi
sebesar 56% . Jumlah persentase itu diartikan bahwa dari keempat faktor penduga
yang digunakan telah dapat mewakili keseluruhan dari faktor-faktor yang
mempengaruhi jumlah penjualan. Semakin besar nilai koefisien determinasi (R-sq) maka semakin baik model regresinya. Pada hasil penelitian ini ditunjukkan bahwa
sebanyak 56% variabel tak bebas (jumlah penjualan) telah dapat diterangkan oleh
keempat variabel bebas yang terdapat di dalam model. Sedangkan sisanya sebesar
44% dapat dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam
model. Adapun hasil analisis regresi linear berganda dari model terpilih mengenai
Tabel 7 Analisis ragam model terpilih hubungan tingkat jumlah penjualan dengan menunjukkan bahwa semua peubah bebas yang digunakan, yaitu variasi produk,
harga mebel, sistem distribusi, dan promosi berpengaruh sangat nyata terhadap
jumlah penjualan.
Tabel 8 Hasil analisis regresi faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah penjualan dengan empat variabel penduga
Variabel Koefisien Regresi P
Konstanta (-) 0,271 0,861
Variasi Produk 0,2281 0,205
Harga Mebel (-) 0,2367 0,155
Sistem Distribusi (-) 0,1790 0,177
Promosi 0,9736 0,020
F hitung 8,13
R squared 56%
R-squared (adj) 49%
Dari Tabel 8, dapat dilihat bahwa nilai P dari setiap faktor penduga memiliki nilai yang berbeda-beda. Nilai P dari variabel variasi produk, harga mebel, dan sistem distribusi lebih besar dari nilai α = 5%, sedangkan variabel promosi memiliki nilai P lebih kecil dari nilai α = 5%. Hal ini dapat diartikan bahwa hanya variabel promosi yang berpengaruh nyata terhadap jumlah penjualan. Namun, hal ini tidak berarti
nilai α pada tabel 7 telah merupakan nilai keseluruhan dari keempat variabel
bebasnya.
Untuk mengukur kuat tidaknya hubungan antara suatu variabel bebas dengan
variabel tak bebasnya dapat dilakukan dengan uji korelasi yang menghasilkan suatu
koefisien korelasi. Nilai koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai dengan 1. Jika
koefesien korelasi diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat
ketergantungan antara dua variabel tersebut. Jika koefisien korelasi ditemukan positif
(+). maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear
sempurna dengan kemiringan (slope) positif. Jika koefisien korelasi ditemukan
negatif (-). maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan
linear sempurna dengan kemiringan (slope) negatif. Jika korelasi sama dengan nol
(0), maka tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut.
Berdasarkan hasil pengujian korelasi yang telah dilakukan antara jumlah penjualan dengan variasi produk mebel dan jumlah penjualan dengan promosi
diperoleh hasil yang positif (+). Sehingga dapat dikatakan bahwa variasi produk
mebel dan promosi memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan volume
penjualan. Sementara itu, untuk pengujian korelasi antara jumlah penjualan dengan
harga mebel dan sistem distribusi, diperoleh hasil negatif (-). Hal ini berarti kedua
variabel tersebut memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan jumlah
penjualan.
Pada persamaan diatas, dapat dilihat bahwa variabel sistem distribusi yang
dihitung dari margin keuntungan tidak sesuai dengan teori ekonomi. Dimana terlihat
dalam persamaan tersebut bahwa semakin tinggi keuntungan yang diperoleh maka
jumlah penjualan akan menurun. Sehingga dibuat persamaan baru dengan
menghilangkan variabel sistem distribusi. Berikut persamaannya:
Y = - 2,42 + 0,255 X1 - 0,103 X2 + 1,36 X3 Keterangan:
Y = volume penjualan (unit/tahun)
X1 = variasi produk (unit/toko)
X3 = promosi
Persamaan ini memliki nilai koefisien determinasi (R-sq) sebesar 45,9%. Nilai
ini berkurang dibandingkan dengan persamaan sebelumnya. Hal ini disebabkan
karena adanya pengurangan satu variabel, yaitu sistem distribusi. Namun sebanyak
45,9% dari faktor yang mempengaruhi jumlah penjualan telah dapat diterangkan oleh
ketiga variabel penduga tersebut.
Tabel 9 Analisis ragam model terpilih hubungan tingkat jumlah penjualan dengan tiga variabel penduga ini menunjukkan bahwa semua peubah bebas yang digunakan, yaitu variasi produk,
harga mebel, dan promosi berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah penjualan.
Setelah dilakukan uji korelasi antara ketiga variabel penduga tersebut dengan
jumlah penjualan, diperoleh koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,569; -0,019;
0,645 untuk X1, X2, dan X3. Sehingga dapat dilihat bahwa hanya variabel variasi
produk dan promosi yang memiliki korelasi positif dengan jumlah penjualan.
Sedangkan variabel harga memiliki korelasi yang negatif dengan jumlah penjualan.
Persamaan regresi sebelumnya menggunakan variabel Y untuk menghitung
jumlah unit penjualan rata-rata per tahun. Untuk mengetahui jumlah keuntungan total
yang diperoleh oleh pelaku industri per tahun dibuat persamaan regresi lain dengan
variabel Y sebagai jumlah keuntungan dalam rupiah per tahun. Sedangkan untuk
variabel X yang digunakan tetap atau sama dengan persamaan sebelumnya. Adapun
hasil persamaan regresi tersebut ialah:
Y = jumlah keuntungan (Rp/tahun)
X1 = variasi produk (unit/toko)
X2 = harga mebel (Rp/unit)
X3 = promosi
Persamaan ini memliki nilai koefisien determinasi (R-sq) sebesar 56,2%. Hal
ini dapat diartikan bahwa sebanyak 45,9% dari faktor yang mempengaruhi besarnya
jumlah keuntungan dapat diterangkan oleh ketiga variabel penduga tersebut.
Tabel 10 Analisis ragam model terpilih hubungan tingkat jumlah keuntungan dengan tiga variabel penduga
Dari Tabel 10, dapat dilihat bahwa nilai F hitung 11,13 ≥ F tabel pada taraf = 1% maupun pada taraf α = 5%. Selain itu nilai P yang diperoleh ≤ nilai α. Hal ini menunjukkan bahwa semua peubah bebas yang digunakan, yaitu variasi produk,
harga mebel, dan promosi berpengaruh sangat nyata terhadap volume penjualan.
Setelah dilakukan uji korelasi antara ketiga variabel penduga tersebut dengan
jumlah penjualan, diperoleh koefisien korelasi masing-masing sebesar 0,169; 0,644;
0,456 untuk X1, X2, dan X3. Sehingga dapat dilihat bahwa hanya ketiga variabel
penduga yang digunakan, yaitu variasi produk, harga, dan promosi memiliki korelasi
yang positif dengan jumlah keuntungan. Sehingga dapat diartikan dengan jika variasi
produk, harga mebel, dan promosi mengalami peningkatan, maka keuntungan yang
diperoleh juga akan semakin besar. Begitu pula sebaliknya, jika ketiga variabel X
tersebut mengalami penurunan maka jumlah keuntungan juga akan menurun.
Persamaan ini dibuat untuk mendapatkan jumlah keuntungan bersih yang
diperoleh per tahun yang telah dikurangi oleh biaya-biaya yang dikeluarkan. Hal ini
mewakili jumlah keuntungan. Jika jumlah penjualan tinggi, maka keuntungan yang
diperoleh belum tentu tinggi pula. Terutama jika diiringi dengan kenaikan harga
bahan baku, bahan bakar, dan tarif dasar listrik yang dapat menambah biaya yang
harus dikeluarkan oleh produsen. Sedangkan para produsen tidak dapat menaikkan
harga terlalu tinggi karena adanya persaingan dari toko sejenis maupun dari toko
yang menjual barang substitusi.
4.2.1. Hubungan Produk Mebel dengan Jumlah Penjualan dan Jumlah Keuntungan
Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dengan para pemilik toko
di outlet mebel milik mereka, pada umumnya mereka tidak melakukan kegiatan
desain. Mereka mengambil produk/barang yang telah siap pakai dari para pengrajin
mebel yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Mereka hanya menjual kembali barang
yang mereka ambil dari pengrajin mebel yang terdapat di Tangerang, Bogor, Klender,
Pulogadung, dan lain-lain. Selain itu, untuk memudahkan para pembeli untuk
memilih, biasanya pada setiap toko mebel menyediakan katalog berisi jenis-jenis
barang yang mereka perjualbelikan.
Menurut hasil penelitian yang telah dilakukan, semakin banyak variasi produk
yang ditawarkan oleh penjual maka volume penjualan dan jumlah keuntungannya
akan semakin tinggi. Hal ini memungkinkan para pembeli untuk leluasa dalam
memilih barang yang sesuai dengan selera mereka. Sehingga para pembeli tidak akan
merasa monoton dengan variasi barang yang itu-itu saja. Hal ini juga berkaitan
dengan pengadaan barang yang berkualitas. Jika penjual meningkatkan kualitas
produknya, maka jumlah penjualan akan meningkat. Selain itu, para pembeli biasanya
telah memiliki citra terhadap suatu merek toko tertentu. Jika pembeli merasa puas
terhadap pelayanan dan produk yang ditawarkan oleh suatu toko, maka ia akan
memilih toko tersebut untuk kegiatan pembelian selanjutnya.
Untuk persamaan regresi kedua, dimana Y sebagai jumlah keuntungan, variasi
produk berkorelasi positif dengan keuntungan yang diperoleh. Dengan bertambahnya
variasi produk, perusahaan dapat menarik minat pembeli sehingga dapat
akan bertambah. Jika jenis variasi produk disesuaikan dengan selera konsumen dan
perkembangan model produk mebel, maka pembeli akan semakin merasa tertarik
untuk membeli unit mebel di toko tersebut.
4.2.2. Hubungan antara Harga Mebel dengan Jumlah Penjualan dan Jumlah
Keuntungan
Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan, peningkatan harga terjadi jika
terdapat kenaikan harga bahan baku, baik bahan baku utama maupun bahan baku
pembantu. Selain itu, kenaikan harga bahan bakar juga ikut mempengaruhi kenaikan
harga produk mebel. Hal ini terkait dengan proses ditribusi yang dilakukan oleh toko
mebel.
Penetapan harga produk mebel ini dilihat dari besarnya jumlah biaya yang
telah dikeluarkan dalam pengadaan suatu produk ditambah dengan jumlah
keuntungan yang ingin diperoleh. Harga yang ditetapkan harus sesuai dengan kualitas
dari suatu produk itu sendiri. Penetapan harga tidak boleh terlalu rendah maupun
terlalu tinggi. Jika harga terlalu rendah, maka keuntungan yang diperoleh semakin
kecil. Kemudian, jika harga yang ditetapkan terlalu rendah maka pembeli akan
mengira jika produk yang ditawarkan kualitasnya rendah. Namun, jika harga terlalu
tinggi maka pembeli akan mencari pilihan alternatif toko atau barang lain yang bisa
menggantikan sesuai dengan besarnya harga barang tersebut.
Pada persamaan regresi Y sebagai jumlah penjualan, harga mebel memiliki
korelasi yang negatif dengan jumlah penjualan. Hal ini berarti jika harga naik maka
jumlah penjualan akan menurun. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya minat
pembeli untuk mengeluarkan uang lebih untuk membeli produk mebel. Keadaan ini
didukung dengan adanya barang subtitusi yang harganya jauh lebih murah daripada
mebel kayu, seperti mebel dari rotan dan bambu. Untuk persamaan regresi kedua
dengan Y sebagai jumlah keuntungan yang diperoleh, harga mebel dan keuntungan
memiliki korelasi yang positif. Hal ini dapat terjadi dengan kondisi dimana jika
kenaikan harga yang ditetapkan oleh penjual tidak diiringi dengan meningkatnya
menginginkan keuntungan yang lebih besar sehingga meningkatkan harga untuk
meningkatkan jumlah keuntungan yang diperoleh.
4.2.3. Hubungan antara Sistem Distribusi dengan Jumlah Penjualan dan Jumlah
Keuntungan
Dalam hal ini sistem distribusi yang dimaksud adalah saluran tataniaga
dengan melihat margin keuntungan yang diperoleh dari pengurangan harga jual
dengan harga beli ditambah dengan biaya-biaya yang dikeluarkan selama proses
distribusi berlangsung. Sistem distribusi memiliki nilai korelasi negatif dengan
volume penjualan.
Hal ini disebabkan karena sistem distribusi sangat erat hubungannya dengan
harga jual. Semakin tinggi biaya yang dikeluarkan untuk proses distribusi, maka
harga akan semakin tinggi pula. Sehingga dapat mengurangi jumlah volume
penjualan. Selain itu, jika proses distribusi mengalami hambatan seperti terjebak
macet, kurangnya unit kendaraan, dan terkena banjir, maka konsumen akan merasa
kecewa. Kemudian mempengaruhi citra merek toko mebel tersebut.
Dengan melihat korelasi yang negatif antara sistem distribusi dengan volume
penjualan, maka variabel ini dihilangkan pada persamaan selanjutnya. Kenaikan
variabel sistem distribusi menyebabkan penurunan dalam volume penjualan. Hal ini
dirasakan kurang sesuai dengan teori ekonomi. Dalam persamaan Y sebagai jumlah
keuntungan, variabel sistem distribusi juga tidak digunakan. Hal ini melihat dari
ukuran sistem distribusi yang digunakan itu sendiri telah merupakan margin
keuntungan dalam rata-rata unit mebel.
Pada kegiatan distibusi dilakukan kegiatan distribusi langsung, yaitu produsen
langsung mengantarkan produknya kepada para konsumen tanpa perantara. Pada
umumnya, pemilik toko mebel ini hanya memiliki satu unit kendaraan untuk proses
distribusi sehingga terkadang menyulitkan jika pemesanan kebutuhan akan produk
4.2.4. Hubungan antara Promosi dengan Jumlah Penjualan dan Jumlah Keuntungan
Kegiatan promosi memiliki korelasi positif dengan volume penjualan maupun
jumlah keuntungan. Hal ini berarti dengan penambahan kegiatan promosi maka
volume penjualan dan jumlah keuntungan yang diperoleh akan semakin meningkat
atau dapat dikatakan berbanding lurus. Oleh karena itu, peran kegiatan promosi
sangat dibutuhkan dalam kegiatan penjualan untuk meningkatkan permintaan
pembelian.
Namun, pada umumnya toko-toko mebel yang diteliti tidak melakukan kegiatan
promosi secara khusus. Mereka hanya mengandalkan kemampuan komunikatif para
pegawai untuk menawarkan barang dagangannya. Hal ini harus didukung dengan
penampilan yang menarik dan cara bicara yang menyenangkan agar dapat menarik
para pembeli. Hanya terdapat sebagian kecil toko yang melakukan penyebaran
pamflet atau brosur. Sehingga kegiatan promosi banyak dilakukan secara mulut ke
mulut dari para pembeli toko itu sendiri.
4.3. Analisis SWOT
Untuk mempertahankan keberlangsungan suatu usaha maka perlu dilakukan
suatu evaluasi guna mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dari
suatu usaha tersebut. Salah satu caranya ialah dengan melakukan analisis SWOT
dimana dilakukan analisis faktor internal mencakup kekuatan dan kelemahan dan
analisis faktor eksternal yaitu peluang dan ancaman.
4.3.1. Analisis Faktor Internal
4.3.1.1. Kekuatan (Strength)
Dalam menjalankan suatu perusahaan, pemilik perusahaan dituntut harus
memiliki kekuatan untuk membangun usahanya. Dibawah ini terdapat
kekuatan-kekuatan beserta rangking yang dimiliki oleh para pemilik toko mebel di Kecamatan
Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Penentuan indikator faktor internal diperoleh dari
Kemudian untuk nilai pengaruh, diperoleh dari hasil perkalian antara nilai bobot
dengan nilai rata-rata rating yang ditentukan oleh masing-masing responden.
Penetapan rangking dilihat dari besarnya nilai pengaruh yang diperoleh.
Semakin tinggi nilai pengaruhnya maka rangkingnya pun akan semakin baik. Disini
digunakan pemberian rangking satu (pertama) sebagai rangking terbaik. Dengan
adanya penentuan rangking ini, pemilik perusahaan dapat mempertimbangkan
pengambilan keputusan menyangkut pengembangan usahanya.
Tabel 11 Faktor-faktor unsur kekuatan dan nilai pengaruhnya
No Faktor-faktor Strategi Internal Nilai Pengaruh Rangking
1 Lokasi yang strategis 0,579 6
2 Produk yang berkualitas 0,604 5
3 Pelayanan yang baik 0,624 3
4 Hubungan baik dengan konsumen 0,615 4
5 Pasokan produk lancer 0,632 2
6 Citra merek baik 0,645 1
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa kekuatan terbesar dari industri kecil mebel
di Pasar Minggu ialah kekuatan dari citra merek suatu toko dengan rangking pertama.
Kemudian disusul oleh pasokan produk yang lancar pada rangking kedua. Pelayanan
yang baik dan hubungan yang baik dengan konsumen berada pada rangking ketiga
dan keempat. Kemudian produk yang berkualitas pada rangking kelima dan lokasi
yang strategis pada rangking keenam.
Seperti telah dibahas sebelumnya, pada umumnya konsumen telah memiliki
pencitraan terhadap suatu merek toko tertentu. Sehingga kebanyakan pembeli ialah
merupakan pelanggan setia dari toko mebel tersebut. Hal inilah yang dapat
dimanfaatkan oleh para pemilik toko, mereka harus menciptakan citra yang baik di
mata para konsumen agar mereka tertarik untuk melakukan transaksi jual beli lagi
4.3.1.2. Kelemahan (Weakness)
Kelemahan merupakan salah satu unsur yang dapat menghambat kegiatan
dalam tiap usaha mulai dari kegiatan produksi hingga kegiatan dalam memasarkan
produk. Penentuan faktor kelemahan dilakukan berdasarkan hasil observasi lapang dan wawancara yang dilakukan dengan para pemilik toko mebel. Penentuan nilai bobot dan nilai rata-rata rating merupakan hasil wawancara yang diisi oleh para responden. Sehingga dapat diperoleh nilai pengaruh dari hasil perkalian antara kedua nilai tersebut. Penetapan rangking untuk kelemahan masih menggunakan asumsi bahwa rangking pertama adalah rangking terbaik. Namun, dalam penetapan rangking terbaik tersebut dilihat dari indikator yang memiliki nilai pengaruh paling kecil. Karena semakin kecil kelemahan yang dimiliki suatu perusahaan maka semakin baik kondisi perusahaan tersebut.
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa persediaan modal yang terbatas merupakan hambatan atau kelemahan terkecil dengan perolehan rangking pertama. Kelemahan dengan rangking kedua ditunjukkan oleh target pasar yang terbatas. Kemudian rangking tiga dan empat ditunjukkan oleh kurangnya kegiatan promosi dan kurangnya unit distribusi yang dimiliki. Rangking kelima ditunjukkan oleh penetapan harga mebel.
Tabel 12 Faktor-faktor unsur kelemahan dan nilai pengaruhnya
No Faktor-faktor Strategi Internal Nilai Pengaruh Rangking
1 Kurangnya promosi 0,306 3
2 Kurangnya unit distribusi 1,827 4
3 Penetapan harga 1,992 5
4 Persediaan modal 0,279 1
5 Target pasar terbatas 0,298 2
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelemahan terbesar yang dimiliki oleh
para pemilik toko mebel ialah penetapan harganya yang dirasakan kurang tepat. Hal
ini disebabkan karena harga merupakan variabel yang mudah untuk dirubah.
Bergantung pada biaya-biaya yang harus dikeluarkan, harga barang lain, banyaknya