• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN BEKU FRAGMENTAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN BEKU FRAGMENTAL"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud

a.Mengamati batuan dan mendeskripsikan secara megaskopis.

b.Menentukan komposisi material penyusun yang terdapat dalam batuan. c.Menentukan struktur, tekstur, sortasi, serta petrogenesa batuan.

d.Menentukan nama batuan dengan menggunakan klasifikasi yang ada. 1.2 Tujuan

a.Mampu mengamati batuan dan mendeskripsikan secara megaskopis. b.Mampu menentukan komposisi material penyusun yang terdapat dalam

batuan.

c.Mampu menentukan struktur, tekstur, sortasi, serta petrogenesa batuan. d.Mampu menentukan nama batuan dengan menggunakan klasifikasi yang

ada.

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Hari, tanggal : Rabu, 24 April 2013

Waktu : 16.00 – 17.30 WIB

Tempat : Laboratorium Petrologi Gedung Pertamina Sukowati

BAB II

DASAR TEORI

(2)

Batuan beku fragmental merupakan batuan yang tersusun atas fragmen-fragmen hasil erupsi volkanik secara eksplosif (Williams, Turner, and Gilbert, 1954). Batuan beku fragmental merupakan bahan rombakan yang diletuskan dari lubang volkanik, diangkut melalui udara sebagai bahan maupun awan pijar dan diendapkan di atas tanah atau dalam tubuh air (Hienrich, 1956). Batuan beku fragmental merupakan batuan yang dihasilkan oleh proses lisenifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat vulkanik selama erupsi eksplosif kemudian bahan-bahan jatuhannya mengalami litifikasi baik sebelum ditransport maupun rewarking oleh air atau es (W.T. Huang, 1962).

2.2 Tipe Erupsi Eksplosif

a. Erupsi Magmatik Eksplosif / Magmatik Hidrotermal

 Exsolution dan ekspansi gas / uap yang berasal dari magma.  Relatif erupsi kering.

 Kontribusi air dari luar sedikit. b. Erupsi Freatik

 Letusannya diakibatkan uap panas yang mendorong magma keluar. c. Erupsi Freatomagmatik

 Uap dihasilkan dari interaksi magma (lava) denga air berasal dari luar (groundwater).

d. Erupsi Freatomagmatik dan Freatik  Erupsi hidrovolkanik.

2.3 Macam Material Hasil Erupsi Vulkanik a. Material Piroklastik

Akumulasi material piroklastik atau sering disebut sebagai tephra merupakan hasil banyak proses yang berhubungan dengan erupsi vulkanik tanpa memandang penyebab erupsi dan asal materialnya. Fischer, 1984 menyatakan bahwa fragmen piroklastik merupakan fragmen “seketika” yang terbentuk secara langsung dari proses erupsi vulkanik. Material piroklastik saat dierupsikan gunung api memiliki sifat fragmental, dapat berwujud cair maupun padat. Dan setelah menjadi massa padat material tersebut disebut sebagai batuan piroklastik.

(3)

Material ini disebabkan oleh suatu erupsi hidrovulkanik yaitu erupsi yang terjadi karena kontak air dengan magma. Berdasarkan cara transportasinya sebelum diendapkan, akumulasi material hidroklastik dibedakan menjadi :

 Endapan Hidroklastik Jatuhan

Endapan hidroklastik jatuhan adalah endapan yang terjadi dari akumulasi material hidroklastik yang dilemparkan dari pusat erupsi ke udara dan kemudian jatuh di tempat pengendapannya. Cara transportasi material hidroklastik jatuhan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu transportasi gerak peluru (trajectory) an turbulensi awan erupsi.  Endapan Hidroklastik Alami

Endapan ini terjadi dari akumulasi material hidroklastik yang terlempar dari pusat erupsi, kemudian bergerak sepanjang permukaan bumi menuju tempat pengendapannya.

c. Material Autoklastik

Material ini di alam dijumpai sebagai breksi vulkanik autoklastik, yaitu bentuk fragmentasi padat karena letusan gas-gas yang ada di dalamnya karena oleh penghancuran lava (Wright, 1963 vide Williard, 1968). Jadi material ini merupakan gesekan oleh penghancuran lava sebagai hasil dari perkembangan lanjut dari pembekuan.

d. Material Alloklastik

Material ini sering disebut sebagai breksi vulkanik alloklastik, yaitu breksi yang dibentuk oleh fragmentasi dari beberapa batuan “preexisting” oleh proses vulkanik bawah permukaan (Wright, 1963 vide Williard, 1968). Jadi proses breksiasi dari batuan ini terjadi di dalam gunung api baru kemudian ekstrusion sebagai alran breksi. Breksiasi ini mungkin dihasilkan oleh pengembangan gas atau oleh runtuhnya gunung api yang kemudian terbentuk rongga-rongga dan akhirnya diikuti erupsi. Aliran breksi pada tipe ini terjadi pada derajat kemiringan dan bergerak dari gunung api dengan media air menjadi lahar. Proses yang seperti ini mengakibatkan batuan ini sukar dibedakan dengan breksi laharik. Ciri dari breksi ini adalah ketebalannya yang besar dan tidak berlapis, material penyusunnya sangat kasar dan tidak tersortasi. Fragmen

(4)

mempunyai ukuran beraneka ragam, heterolitologi. Fragmen pumis, skoria, dan batuan afanitik jarang dijumpai.

e. Material Epiklastik

Material ini merupakan hasil dari pelapukan dan erosi dari batuan vulkanik dan umumnya bukan merupakan hasil vulkanisme yang seumur. Karena endapan epiklastik ini merupakan hasil proses rework dan telah mengalami transportasi maka pada umumnya fragmen-fragmennya lebih rounded dan material piroklastik maupun hidroklastik. Fragmen-fragmen tersebut dapat terbentuk oleh proses-proses non vulkanik atau proses epigenik sehingga membentuk modifikasi butiran yang agak membulat. Material epiklastik di alam sering dijumpai sebagai breksi laharik.

2.4 Tipe Endapan Piroklastik

Endapan piroklastik menurut Mc Phie et al (1993) adalah endapan volkaniklastik primer yang tersusun oleh partikel (piroklas) terbentuk oleh empsi yang eksplosif dan terendapkan oleh proses volkanik primer (jatuhan, aliran, surge). Proses erupsi ekplosif yang terlibat dalam pembentukan endapan piroklastik meliputi tiga tipe utama yaitu : erupsi letusan magmatik, erupsi freatik dan erupsi freatomagmatik. Ketiga tipe erupsi ini mampu menghasilkan piroklas yang melimpah yang berkisar dari abu halus (< 1/16 mm) hingga blok dengan panjang beberapa meter. Termasuk dalam tipe endapan piroklastik meliputi:

a. Piroklastik Aliran

Piroklastik aliran adalah aliran panas dengan konsentrasi tinggi, dekat permukaan, mudah bergerak, berupa gas dan partikel terdispersi yang dihasilkan oleh erupsi volkanik (Wright et al 1981, vide Mc Phie et al 1993). Fisher & Schmincke (1984) menyebutkan bahwa piroklastik aliran adalah aliran densitas partikel-partikel dan gas dalam keadaan panas yang dihasilkan oleh aktifitas volkanik. Aliran piroklastik melibatkan semua aliran pekat yang dihasilkan oleh letusan atau guguran lava baik besar maupun kecil.

(5)

Piroklastik yang dilontarkan secara ledakan ke udara sementara akan tersuspensi, yang selanjutnya jatuh ke bawah dan terakumulasi membentuk endapan piroklastik jatuhan. Endapan merupakan produk dari jatuhan baiistik dan konveksi turbulen pada erupsi kolom (Lajoie, 1984). Karakteristik dari endapan dapat yang diamati antara lapisan piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran dapat dilihat pada tabel 2.1. Tabel 2. 1. Perbedaan piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran (Lajoie, 1984)

Piroklastik Jatuhan Piroklastik aliran Sortasi Sortasi baik (well sorted) Sortasi buruk (poorly sorted)

Ketebalan lapisan Teratur dan mengikuti permukaan yang ditutupi

(mantle bedding)

Tidak teratur, menipis pada tinggian, menebal pada cekungan, menipis secara lateral terhadap batas saiuran Gradasi dan

laminasi

Lapisan massif jarang; gradasi normal Jarang, tapi dapat hadir, tidak ada struktur traksi yang tegas seperti laminasi parallel dan laminasi ob!ique, tetapi

crude strait umum.

Lapisan massif. Gradasi terbalik umum pada endapan yang terakumulasi dari suspensi laminar (aliran debris dan butiran). Gradasi normai banyak dijumpai pada endapan yang berasal dari suspensi turbulen dan itu umumnya ditemukan mendasari atau menutupi bagian laminasi.

Struktur primer yang lain

Bomb - surge dan acretionary lapilli umum dijumpai pada endapan subaerial atau shallow water. Lubang/pipa gas-escape

tidak ada.

Acretionary lapilli dihasilkan pada lapisan atas pada beberapa

subaerial nuees ardentes. Jarang atau tidak ada pada endapan

subagueous.

Sekuen struktur primer. (Phmary sructure

seguence)

Tidak ada Lubang/pipa gas-escape umum dijumpai Umum, dan umumnya itu jarang teramati pada sedimen transportasi massa (mass-transported sediments) yang lain. c. Piroklastik Surge

Piroklastik surge adalah ground hugging, dilute (rasio partikel gas rendah), aliran purticulate yang diangkut secara lateral di dalam gas

(6)

turbulen (Fisher 1979 vide Mc Phie e/ al 1993). Piroklastik surge dibentuk secara langsung oleh erupsi freatomagmatik maupun freatik (base surge) dan asosiasinya dengan piroklastik aliran {ash cloud surge dan ground surge).

Tempat yang dilalui oleh pengendapan lapisan sangat tipis atau laminasi biasanya disebut sebagai bed set.

2.5 Jenis Endapan Piroklastik yang Terkonsolidasi a. Breksi Piroklastik

Breksi piroklastik adalah batuan yang disusun oleh blok-blok gunung api yang telah mengalami konsolidasi dalam jumlah lebih dari 50% serta mengandung lebih kurang 25% lapili dan abu.

b. Aglomerat

Aglomerat adalah batuan yang dibentuk oleh konsolidasi material-material dengan kandungan yang didominasi oleh bomb gunung api dimana kandungan lapili dan abu kurang dari 25%.

c. Batu Lapili

Batu lapili adalah batuan yang dominan terdiri dari fragmen lapili dengan ukuran 2 – 64 mm.

d. Tuff

Tuff adalah endapan dari gunung api yang telah mengalami konsolidasi, dengan kandungan abu mencapai 75%. Macamnya : tuff lapili, tuff aglomerat, tuff breksi, dan tuff breksi piroklastik (Endarto, Danang, 2005).

2.6 Jenis Endapan Piroklastik yang Tidak Terkonsolidasi

a. Lapili

Lapili berasal bahasa latin lapillus, yang berarti nama untuk hasil erupsi eksplosif gunung api yang berukuruan 2mm – 64mm. Selain dari fragmen batuan , kadang-kadang terdiri dari mineral – mineral augti, olivine, plagioklas.

(7)

Debu gunung api adalah merupakan batuan piroklastik yang berukuran 2mm- 1/256mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari magma akibat erupsi eksplosif. Namun ada juga debu gunung berapi yang terjadi karena proses penggesekan pada waktu erupsi gunung api. Debu gunung api masih dalam keadaan belum terkonsolidasi,

c. Bom Gunung Api

Bom adalah merupakan gumpalan-gumpalan lava yang mempunyai ukuran lebih besar dari 64mm. Beberapa bomb mempunyai ukuran yang sangat besar. Sebagai contoh bomb yang berdiameter 5 meter dengan berat 200kg dengan hembusan setinggi 600 meter selama erupsi. Misalnya, di gunung api Asama, Jepang pada tahun 1935.

d. Block Gunung Api

Block Gunung Api merupakan batuan piroklastik yang dihasilkan oleh erupsi eksplosif dari fragmen batuan yang sudah memadat lebih dulu dengan ukuran lebih besar dari 64 mm. Block-block ini selalu menyudut bentuknya atau equidimensional.

2.7 Struktur Batuan Beku Fragmental

a. Jointing : Batuan tampak mempunyai retakan b. Vesikuler : Pada batuan tersebut terdapat lubang gas.

 Skoria : Lubang-lubang gas tidak saling berhubungan.  Pumice : Lubang-lubang gas saling berhubungan.  Aliran : Terdapat kenampakan aliran dari kristal-kristal

maupun lubang gas.

c. Amigdaloidal : Lubang-lubang gas terisi oleh mineral sekunder. 2.8 Tekstur Batuan Beku Fragmental

Yang khas pada batuan piroklastik adalah bentuk batuan yang runcing yang tajam, terutama dikenal sebagai glass hard atau gelas runcing tajam serta adanya batu apung (pumica).

a. Tekstur

 Fragmen, jika penyusun batuannya didominasi atas fragmen atau material piroklastik.

 Glassy (gelas), jika penyusun batuannya didominasi atas gelasan. b. Sortasi

(8)

 Baik, jika keseragaman butirnya baik atau seragam.

 Sedang, jika keseragaman butirnya cukup baik atau hampir seragam.  Buruk, jika keseragaman butirnya buruk atau tidak seragam.

2.9 Dasar Klasifikasi Batuan Beku Fragmental a. Ukuran Butir

Batas kisaran butir dan peristilahannya terdapat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2 Produk Piroklastik Berdasarkan Fischer (1966)

Ukuran Butir Jenis Butir

> 64 mm Coarse Fine Block & Bomb

< 64 mm Lapili

< 2 mm Coarse Ash

< 0,063 mm Fine Ash

b. Komposisi Fragmen Piroklastik

Komponen-komponen dalam endapan piroklastik lebih mudah dikenali pada endapan muda atau sedikit terlitifikasi. Pada material piroklastik berukuran halus dan telah terlitifikasi, identifikasi sulit dilakukan.

c. Tingkatan dan Tipe Welding

Jika material piroklastik khususnya yang berbutir halus terdeposisikan saat masih panas, maka butiran-butiran itu seakan-akan terelaskan atau terpateri satu sama lain. Peristiwa ini disebut welding. Welding pada umumnya dijumpai pada piroklastik aliran namun kadang-kadang juga dijumpai pada endapan jatuhan. (Indriyani dkk, 2007)

2.10 Klasifikasi Batuan Beku Fragmental

Pembuatan klasifikasi batuan piroklastik sudah banyak dibuat oleh para ahli, tetapi masih terjadi kekurangan maupun perbedaan tentang batuan piroklastik.

Klasifikasi berdasarkan perkembangan terbentuknya batuan piroklastik sangat sulit, sedangkan saat ini klasifikasi didasarkan pada:  Asal – usul fragmen

(9)

 Ukuran fragmen  Komposisi fragmen

a. Klasifikasi berdasarkan asal – usul fragmen

Batuan piroklastik yang merupakan hasil endapan bahan volkanik dari letusan tipe eksplosif maka Johnson dan Levis (1885), lihat Mac Donald (1972) membuat klasifikasi sebagai berikut:

Essential :

Fragmen berasal langsung dari pembekuan magma segar  Accessor

:

Fragmen berasal dari lava atau piroklastik yang terdapat pada kerucut volkanik

Accidental :

Fragmen yang berasal dari batuan lain yang tidak menunjukkan gejala pembekuan, metamorfisme

Klasifikasi berdasarkan ukuran dari fragmen. Klasifikasi ini dibuat pertama kali oleh Grabau (1924) dalam Carozzi (1975) :

> 2,5 mm : Rudyte  2,5 – 0,5 mm : Arenyte  < 0,5 mm : Lutyte

Klasifikasi batuan piroklastik dari Wenworth dan Williams (1932) dalam Pettijohn banyak dipakai, tetapi kisaran yang dipakai tidak sama antara batuan sedimen dan piroklastik :

 Breksi volkanik. .: Tersusun dari fragmen-fragmen diameter > 32 mm, bentuk fragmen meruncing

 Aglomerat : Fragmen berupa bom-bom dengan ukuran > 32 mm  Lapili/tuff lapili : Fragmen tersusun atas Lapili yang berukuran

antara 4 mm – 32 mm

 Tuff kasar : Fragmen-fragmen tersusun atas abu kasar dengan ukuran butir terletak antara 0,25 mm – 4 mm  Tuff halus : Fragmen-fragmen tersusun atas abu halus dengan

(10)

ukuran < 0,25 mm b. Klasifikasi berdasarkan komposisi fragmen

Klasifikasi yang telah dibuat digunakan untuk tuff, yaitu :  0,25 –4 mm : tuff kasar

 < 0,25 mm : tuff halus

Menurut Williams, Turner dan Gilbert (1954), tuff dapat diklasifikasikan menjadi :

 Vitric Tuff : tuff dengan penyusun utama terdiri dari gelas  Lithic Tuff : tuff dengan penyusun utama terdiri dari fragmen

batuan

 Crystal Tuff : tuff dengan penyusun utama kristal dan pecahan pecahan kristal

c. Klasifikasi menurut Fisher (1966) dan Pettijohn (1975)

Gambar 2.1 Klasifikasi Fisher (1966) dan Pettijohn (1975)

Pettijohn (1975) membuat klasifikasi tuf, dengan membandingkan prosentase gelas dengan kristal, yaitu:

1. Vitric Tuff

(11)

Tuf mengandung gelas antara 50% - 75% dan kristal 25% - 50%. 3. Crystal vitric tuff

Tuf mengandung gelas antara 25% - 50% dan kristal 50% - 75%. 4. Crystal tuff

Tuf mengandung gelas antara 0% - 25% dan kristal 75% - 100%. Heinrich (1956) mengatakan bahwa selama pengendapan tuf bisa bercampur dengan material sedimen yang bermacam-macam. Material sedimen yang paling banyak dapat dipakai untuk pemberian nama tuf. Misal serpihan atau mengandung gamping, tuf gampingan dan sebagainya.

Batuan sedimen non volkanik, bisa tercampuri oleh tuf hasil letusan gunung berapi, sehingga membentuk campuran dua bahan pembentuk batuan yang mempunyai sumber dan proses pembentukan yang tidak sama. Pettijohn (1975), adanya tuf di dalam batuan sedimen bisa dipergunakan untuk pemerian tambahan. Sehingga akan diperoleh penamaan seperti batupasir tufan, serpih tufan dan lainnya.

Klasifikasi berdasarkan komposisi sangat penting untuk analisa tuf. Batuan yang berdasarkan ukuran fragmen dengan mudah dan sederhana dapat dimasukkan ke dalam kelompok tuf ini, ternyata mempunyai komposisi yang cukup berariasi. Variasi komposisi tersebut dikelompokan lagi.

Vitric Tuff menurut Heinrich (1956), penyusun utama terdiri atas gelas. Tuf vitrik merupakan hasil endapan primer material letusan gunungapi. Komposisi umumnya bersifat riolitik, meskipun juga dijumpai berkomposisi dasitik, trasitik, andesitik dan basaltik.

Kepingan gelas umumnya mempunyai bentuk meruncing. Inklusi-inklusi magnetit banyak dijumpai dalam gelas. Gelas biasanya tidak berwarna, tetapi apabila berkomposisi basaltik berwarna kuning sampai coklat.

(12)

Fragmen-fragmen berupa kristal dan fosil terkadang dijumpai, walaupun dalam prosentase yang kecil. Mineral-mineral bisa berupa mineral penyusun riolit, andesit dan lain-lain. Mineral skunder yang hadir antara lain kalsit, opal, kalsedon, kuarsa, oksida-oksida besi dan lain-lain. Beberapa tuf vitrik yang mengendap dalam tubuh air tersemen oleh kalsit, Heinrich (1956).

Tuf vitrik umumnya bertekstur vitroclastic, yaitu kepingan-kepingan gelas terletak dalam matrik yang berupa abu gelas yang sangat halus, Williams, Turner dan Gilbert (1954).

Macam-macam tuf vitrik:  Tuf palagonit

Penyusun utama gelas basa, dengan warna kuning kehijauan sampai coklat tua. Tuf palagonit umumnya mengandung kristal-kristal plagioklas, olivin, piroksen dan bijih besi, lubang-lubang banyak terisi kalsit atau zeolit, Heinrich (1956).

 Porselanit atau batu cina

Penyusun berupa abu gelas yang sangat halus, sering disebut tuf lempungan.

 Welded tuff atau ignimbrit

Penyusun terdiri atas kepingan-kepingan gelas yang terelaskan, Heinrich (1956).

 Tuf pisolit

Penyusun terdiri atas pisolit-pisolit abu gelas yang sangat halus, Williams, Turner dan Gilbert (1954).

Crystal tuff komposisi dominan terdiri atas kristal, sedangkan gelas dijumpai berjumlah sedikit.

 Tuf kristal riolitik, yaitu kristal kuarsa, sanidin, biotit, hornblende, lain yang terkadang dijumpai seperti augit. Tuf kristal yang mengandung tridimit.

(13)

Gambar 2.3 welded ignimbrite - ignimbrite terelaskan Gambar 2.2 Unwelded ignimbrite - ignimbrit tak terelaskan

Gambar 2.4 Kenampakan ignimbrit di lapangan

 Tuf kristal dasitik, yaitu kristal hornblende, hipersten, andesin, magnetit dan augit banyak dijumpai pada trasit. Sedangkan pada tuf kristal basaltik, tersusun atas olivin, augit, magnetit dan labradorit.

Lithic tuff penyusun dominan berupa fragmen-fragmen batuan. Gelas dijumpai dalam jumlah yang relatif sedikit. Fragmen tersebut biasanya berupa fragmen batuapung, skoria, obsidian, andesit, basalt, granofir, batuan beku hipo-abisik bertekstur porfiritik atau halus. Kadang terdapat fragmen batuan plutonik, metamorfik maupun sedimen, Heinrich (1956). Bahan piroklastik yang dikeluarkan dari ventral volkan, sebelum terendapkan mengalami berbagai proses, baik cara terangkuntnya dan media transportasi, maupun material yang terendapkan.

Ignimbrit/endapan aliran pumis (ignimbrites : pumice-flow deposit) IGNIMBRIT - endapan aliran piroklastik didominasi pumis.

(14)

2.11 Fasies Gunung Api

Bogie dan Mackenzie (1988) membagi fasies gunung api ke dalam empat bagian, yaitu :

a. Fasies sentral (daerah kepundan)

Yang termasuk penciri dari fasies ini antara lain kubah lava, intrusi dangkal (vulcanic neck, radial dike, sill, crypto dome, tubuh pluton kecil bertekstur gelas, porfiritik hingga faneritik halus), batuan alterasi hidrotermal, batuan meta sedimen-metamorf, dan breksi autoklastik. b. Fasies proksimal

Yang termasuk penciri fasies ini adalah adanya perselingan lava, aliran piroklastik kasar dan aglomerat.

c. Fasies medial

Yang termasuk penciri fasies ini adalah breksi laharik, tuff, lapili, tuff kasar, dan tuff halus.

d. Fasies distal (daerah kaki gunung berapi atau dataran di sekitarnya) Penciri dari fasies ini adalah batupasir, breksi laharik, konglomerat, serta dijumpai struktur sedimen berupa convolute, laminasi, dan slumping.

BAB III

(15)

3.1 Nomor Batuan Peraga 47 Deskripsi Megaskopis

a. Warna : Abu-abu gelap

b. Struktur : Skoria c. Tekstur : Glassy d. Sortasi : Sedang Deskripsi Komposisi a. Matriks : Ash 50% b. Fragmen : Kristalin  Hornblende 20%  Biotit 30% Petrogenesa :

Struktur skoria, teksturnya glassy, dan sortasi sedang. Komposisinya ash dan kristalin. Kandungan gasnya sangat tinggi, sifat magmanya asam, viskositasnya tinggi, dan tipe letusannya eksplosif. Jenis depositnya fall deposit, mineralnya terbentuk bersamaan dengan pembentukan fragmen di dalam gunung api. Pada fasies gunung api, batuan ini mungkin ditemukan pada zona medial.

Gambar Batuan :

Nama Batuan : Skoria (Thorpe & Brown, 1985) 3.2 Nomor Batuan Peraga PR 10

Lubang gas Ash

(16)

Deskripsi Megaskopis

a. Warna : Abu-abu pucat

b. Struktur : Massif c. Tekstur : Glassy d. Sortasi : Baik Deskripsi Komposisi a. Matriks : Ash 100% b. Fragmen : -Petrogenesa :

Struktur massif, teksturnya glassy, dan sortasi baik. Komposisinya seluruh ash. Kandungan gasnya cukup tinggi, sifat magmanya asam, viskositasnya tinggi, dan tipe letusannya eksplosif. Jenis depositnya fall deposit. Pada fasies gunung api, batuan ini mungkin ditemukan pada zona medial.

Gambar Batuan :

Nama Batuan : Tuff (Fischer, 1966) 3.3 Nomor Batuan Peraga PR 02

Deskripsi Megaskopis

a. Warna : Biru transparan

b. Struktur : Massif c. Tekstur : Glassy Deskripsi Komposisi a. Matriks : Gelas 100% b. Fragmen : -Petrogenesa : Tuff

(17)

Struktur massif dan teksturnya glassy. Komposisinya seluruhnya terdiri dari gelasan. Terbentuk dalam waktu yang sangat cepat akibat ada kontak langsung dengan air di sekitar pusat erupsinya.

Gambar Batuan :

Nama Batuan : Obsidian (Thorpe & Brown, 1985) 3.4 Nomor Batuan Peraga PR 01

Deskripsi Megaskopis

a. Warna : Putih pucat

b. Struktur : Massif c. Tekstur : Fragmental d. Sortasi : Sedang Deskripsi Komposisi a. Matriks : Lapili 50% b. Fragmen :  Ash 30%  Kristalin  Hornblende 10%  Biotit 10% Petrogenesa :

Struktur massif, teksturnya fragmental, dan sortasi sedang. Komposisinya ash dan kristalin. Kandungan gasnya sangat rendah bahkan tidak ada, sifat magmanya basa, viskositasnya rendah, dan tipe letusannya efusif. Jenis depositnya flow deposit, fragmennya terbentuk terlebih dahulu pada aliran lava kemudian matriksnya menyisip saat lavanya mengalir pada tubuh

(18)

gunung api. Pada fasies gunung api, batuan ini mungkin ditemukan pada zona medial.

Gambar Batuan :

Nama Batuan : Tuff-brecia (Fischer, 1966)

BAB IV

PEMBAHASAN

Batuan beku fragmental merupakan batuan yang dihasilkan oleh proses lisenifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat vulkanik selama erupsi eksplosif kemudian bahan-bahan jatuhannya mengalami litifikasi baik sebelum ditransport maupun rewarking oleh air atau es (W.T. Huang, 1962).

Pada praktikum ini dengan menggunakan media batuan peraga, dikenalkan jenis-jenis batuan beku fragmental beserta struktur dan teksturnya. Kemudian dilakukan deskripsi secara megaskopis terhadap empat contoh batuan peraga dengan deskripsi berupa warna, struktur, tekstur, serta komposisi dan kelimpahan mineral penyusunnya. Sehingga dapat diinterpretasikan petrogenesanya dan

Biotit Tuff Lapili

(19)

penamaan batuannya melalui klasifikasi Russel B. Travis (1955), klasifikasi Thorpe & Brown (1985), atau klasifikasi Fischer (1966).

Berikut ini merupakan pembahasan dari hasil praktikum Petrologi acara Batuan Beku Fragmental.

4.1 Nomor Batuan Peraga 47

Melalui pengamatan secara megaskopis batuan peraga ini merupakan batuan beku fragmental, dapat dikatakan batuan beku fragmental karena memiliki tekstur dan struktur tertentu. Batuan beku fragmental merupakan batuan beku yang terbentuk dari hasil lontaran material gunung api saat mengalami erupsi. Selain itu tekstur batuan beku fragmental mirip dengan batuan sedimen tetapi tidak sama. Umumnya terdiri dari gelasan atau fragmental dan bisa saja terdapat kristalin.

Dari pengamatan megaskopis, nomor batuan peraga 47 memiliki warna abu-abu gelap. Strukturnya berupa skoria, karena terdapat lubang-lubang gas atau vesikuler yang tidak saling berhubungan. Kemudian teksturnya berupa gelasan dengan sortasi yang sedang. Batuan ini memiliki komposisi yang terdiri dari fragmen dan matriks. Fragmen merupakan material penyusun batuan yang ukurannya relatif besar, sedangkan matriks merupakan material penyusun batuan yang ukurannya lebih kecil dari fragmen. Umumnya kenampakan fragmen dan matriks pada sebuah batuan akan terlihat seperti matriks yang mengelilingi fragmen-fragmennya. Matriks pada batuan ini berupa ash atau debu vulkanik dengan kelimpahan sebesar 50%. Kemudian fragmennya berupa kristalin yang terdiri dari hornblende dengan kelimpahan sebesar 20% dan biotit dengan kelimpahan sebesar 30%.

Dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini terbentuk dari magma yang bersifat asam, dengan memiliki tingkat viskositas yang tinggi, serta jumlah kandungan gasnya juga tinggi. Sehingga pada batuan ini mampu membentuk struktur berupa skoria, karena gas-gas volatil yang terperangkap pada saat batuan ini terbentuk saling mendorong keluar hingga terbentuknya lubang-lubang pada batuan saat membeku. Kemudian memiliki tipe letusan berupa eksplosif karena umumnya magma dengan tingkat viskositas tinggi akan mengalami letusan tipe ini. Jenis deposit dapat diperkirakan berupa fall

(20)

deposit, karena berasal dari letusan magma yang bersifat asam. Pada saat gunung api mengalami erupsi, partikel-partikel berukuran halus yang terlontar saat erupsi langsung mendingin dengan cepat sehingga memiliki ukuran ash atau debu vulkanik sekitar < 2mm (Fischer, 1966). Kemudian berjatuhan pada tubuh gunung api dan sekitarnya kemudian terendapkan. Pada saat yang bersamaan pula kristal-kristal yang terbentuk dalam gunung api juga terlontar saat erupsi sehingga mengalami pengendapan bersamaan dengan abu vulkanik. Dalam selang beberapa waktu batuan tersebut mengalami kompaksi. Pada fasies gunung api, batuan ini kemungkinan terbentuk pada zona medial.

Karena strukturnya yang skoria dan teksturnya gelasan, nama batuan ini adalah Skoria (Thorpe & Brown, 1985).

4.2 Nomor Batuan Peraga PR 10

Melalui pengamatan secara megaskopis batuan peraga ini merupakan batuan beku fragmental, dapat dikatakan batuan beku fragmental karena memiliki tekstur dan struktur tertentu. Batuan beku fragmental merupakan batuan beku yang terbentuk dari hasil lontaran material gunung api saat mengalami erupsi. Selain itu tekstur batuan beku fragmental mirip dengan batuan sedimen tetapi tidak sama. Umumnya terdiri dari gelasan atau fragmental dan bisa saja terdapat kristalin.

Dari pengamatan megaskopis, nomor batuan peraga PR 10 memiliki warna abu-abu pucat. Strukturnya berupa massif, karena terlihat pejal tanpa adanya lubang-lubang gas. Kemudian teksturnya berupa fragmental dengan sortasi yang baik. Batuan ini memiliki komposisi seluruhnya terdiri ash atau abu vulkanik dengan ukuran < 2 mm (Fischer, 1966).

Dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini terbentuk dari magma yang bersifat asam, dengan memiliki tingkat viskositas yang tinggi, serta jumlah kandungan gasnya juga tinggi. Sehingga pada batuan ini mampu membentuk struktur berupa skoria, karena gas-gas volatil yang terperangkap pada saat

(21)

batuan ini terbentuk saling mendorong keluar hingga terbentuknya lubang-lubang pada batuan saat membeku. Kemudian memiliki tipe letusan berupa eksplosif karena umumnya magma dengan tingkat viskositas tinggi akan mengalami letusan tipe ini. Jenis deposit dapat diperkirakan berupa fall deposit, karena berasal dari letusan magma yang bersifat asam. Pada saat gunung api mengalami erupsi, partikel-partikel berukuran halus yang terlontar saat erupsi langsung mendingin dengan cepat sehingga memiliki ukuran ash atau debu vulkanik sekitar < 2mm (Fischer, 1966). Kemudian berjatuhan pada tubuh gunung api dan sekitarnya kemudian terendapkan. Dalam selang beberapa waktu batuan tersebut mengalami kompaksi. Pada fasies gunung api, batuan ini kemungkinan terbentuk pada zona medial.

Karena komposisinya terdiri dari abu vulkanik seluruhnya, maka nama batuan ini adalah Tuff (Fischer, 1966).

4.3 Nomor Batuan Peraga PR 02

Melalui pengamatan secara megaskopis batuan peraga ini merupakan batuan beku fragmental, dapat dikatakan batuan beku fragmental karena memiliki tekstur dan struktur tertentu. Batuan beku fragmental merupakan batuan beku yang terbentuk dari hasil lontaran material gunung api saat mengalami erupsi. Selain itu tekstur batuan beku fragmental mirip dengan batuan sedimen tetapi tidak sama. Umumnya terdiri dari gelasan atau fragmental dan bisa saja terdapat kristalin.

Dari pengamatan megaskopis, nomor batuan peraga PR 02 memiliki warna biru transparan. Strukturnya berupa massif, karena terlihat pejal tanpa adanya lubang-lubang gas. Kemudian teksturnya berupa glassy. Batuan ini memiliki komposisi seluruhnya terdiri dari gelasan.

Pada pembentukan batuan ini dapat diinterpretasikan bahwa batuan beku ini terbentuk dari magma yang bersifat asam kemudian saat erupsi, lava magma tersebut mengalir pada tubuh gunung api dan sekitarnya. Akibat dari kontak langsung dengan air, maka batuan ini mengalami pembekuan yang sangat cepat. Sehingga lava yang membeku tersebut tidak sempat membentuk kristal-kristal saat mengalami pembekuan dan akhirnya yang terbentuk adalah gelasan.

(22)

Karena strukturnya massif dan teksturnya berupa glassy, maka nama batuan ini adalah Obsidian (Thorpe & Brown, 1985).

4.4 Nomor Batuan Peraga PR 01

Melalui pengamatan secara megaskopis batuan peraga ini merupakan batuan beku fragmental, dapat dikatakan batuan beku fragmental karena memiliki tekstur dan struktur tertentu. Batuan beku fragmental merupakan batuan beku yang terbentuk dari hasil lontaran material gunung api saat mengalami erupsi. Selain itu tekstur batuan beku fragmental mirip dengan batuan sedimen tetapi tidak sama. Umumnya terdiri dari gelasan atau fragmental dan bisa saja terdapat kristalin.

Dari pengamatan megaskopis, nomor batuan peraga PR 01 memiliki warna putih pucat. Strukturnya berupa massif, karena terlihat pejal tanpa adanya lubang-lubang gas. Kemudian teksturnya berupa fragmental dengan sortasi yang sedang. Batuan ini memiliki komposisi yang terdiri dari fragmen dan matriks. Fragmen merupakan material penyusun batuan yang ukurannya relatif besar, sedangkan matriks merupakan material penyusun batuan yang ukurannya lebih kecil dari fragmen. Umumnya kenampakan fragmen dan matriks pada sebuah batuan akan terlihat seperti matriks yang mengelilingi fragmen-fragmennya. Matriks pada batuan ini berupa lapili dengan kelimpahan sebesar 30% dan memiliki ukuran 64 – 2 mm (Fischer, 1966). Kemudian fragmennya berupa ash atau abu vulkanik dengan kelimpahan sebesar 50% yang memiliki ukuran < 2 mm (Fischer, 1966) serta kristalin yang terdiri dari hornblende dengan kelimpahan sebesar 10% dan biotit dengan kelimpahan sebesar 10%.

Dapat diinterpretasikan bahwa batuan ini terbentuk dari magma yang bersifat basa, dengan memiliki tingkat viskositas yang rendah, serta jumlah kandungan gasnya yang sangat sedikit bahkan tidak ada. Sehingga pada batuan ini membentuk struktur massif karena tidak terdapat gas-gas volatil yang mendesak keluar untuk membentuk sebuah struktur vesikuler. Kemudian memiliki tipe letusan berupa efusif karena umumnya magma

(23)

deposit dapat diperkirakan berupa flow deposit, karena berasal dari letusan magma yang bersifat basa. Pada saat gunung api mengalami erupsi, fragmen-fragmen yang keluar mengalir di atas tubuh gunung api dengan cepat sehingga membawa dan menyeret material apapun yang dilaluinya. Hal tersebut yang menyebabkan sortasi pada batuan ini buruk hingga sedang. Pada saat pembentukannya, fragmen-fragmen batuan yang berupa ash dan kristalin ini mengalir melewati endapan lapili sehingga lapili tersebut menyisip di celah-celah fragmen membentuk matriks dan mengalami pengendapan. Dalam selang beberapa waktu batuan tersebut mengalami kompaksi. Pada fasies gunung api, batuan ini kemungkinan terbentuk pada zona medial.

Karena komposisinya terdiri dari abu vulkanik sebanyak 50% dan lapili sebanyak 30%, maka nama batuan ini adalah Tuff-brecia (Fischer, 1966).

(24)

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

 Batuan peraga nomor 47, warna abu-abu gelap, struktur skoria, teksturnya glassy dengan sortasi sedang, jenis depositnya fall deposit, fasies gunung api zona medial, merupakan batuan beku fragmental yang menurut klasifikasi Thorpe & Brown (1985) dinamakan skoria.

 Batuan peraga nomor PR 10, warna abu-abu pucat, struktur massif, teksturnya fragmental dengan sortasi baik, jenis depositnya fall deposit, fasies gunung api zona medial, merupakan batuan beku fragmental yang menurut klasifikasi Fischer (1966) dinamakan tuff.

 Batuan peraga nomor PR 02, warna biru transparan, struktur massif, teksturnya glassy, merupakan batuan beku fragmental yang menurut klasifikasi Thorpe & Brown (1985) dinamakan obsidian.

 Batuan peraga nomor PR 01, warna putih pucat, struktur massif, teksturnya fragmental dengan sortasi sedang, jenis depositnya flow deposit, fasies gunung api zona medial, merupakan batuan beku fragmental yang menurut klasifikasi Fischer (1966) dinamakan tuff-brecia.

5.2 Saran

a. Pada penentuan jenis deposit kurang akurat jika hanya dilihat dari handspacement.

b. Perlu diperdalam lagi materi mengenai batuan beku fragmental, khususnya saat melihat kasus langsung di lapangan.

(25)

Tim Asisten Petrologi.2013.Buku Panduan Praktikum Petrologi.Semarang : Universitas Diponegoro.

http://smiagiundip.wordpress.com/2013/04/11/fragmental-piroklastik/ (Diakses pada tanggal 30 April 2013, pada pukul 10.28 WIB)

http://heruharyadi27.blogspot.com/2009/11/batuan-piroklastik.html (Diakses pada tanggal 30 April 2013, pada pukul 10.28 WIB)

http://harizonaauliarahman.blogspot.com/2010/01/150-lagu-indonesia-terbaik-sepanjang.html (Diakses pada tanggal 30 April 2013, pada pukul 10.28 WIB)

http://3dogawaranpo.blogspot.com/2012/05/lithofasies-gunung-berapi.html (Diakses pada tanggal 3 Mei 2013, pada pukul 11.31 WIB)

(26)

Gambar

Tabel 2. 1. Perbedaan piroklastik jatuhan dan piroklastik aliran (Lajoie, 1984) Piroklastik Jatuhan Piroklastik aliran Sortasi Sortasi baik (well sorted) Sortasi buruk (poorly sorted) Ketebalan lapisan Teratur dan   mengikuti
Gambar 2.1 Klasifikasi Fisher (1966) dan Pettijohn (1975)
Gambar 2.3 welded ignimbrite - ignimbrite terelaskanGambar 2.2 Unwelded ignimbrite - ignimbrit tak terelaskan
Gambar Batuan :
+4

Referensi

Dokumen terkait