• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM PETROLOGI"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PRAKTIKUM

PETROLOGI

BATUAN BEKU FRAGMENTAL

Disusun oleh: Donovan Asriel 21100114140093

LABORATORIUM MINERALOGI, PETROLOGI

DAN PETROGRAFI

PROGRAM STUDI TEKNIK GEOLOGI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Petrologi, Acara: Batuan beku fragmental yang disusun oleh praktikan Donovan Asriel telah diperiksa dan disahkan pada

hari : tanggal : waktu :

Semarang, April 2015 Asisten Acara, Praktikan,

(3)

DAFTAR ISI

Cover ... Lembar Pengesahan... Daftar Isi ... Daftar Gambar ... BAB I PENDAHULUAN ... 1.1 Maksud ... 1.2 Tujuan ... 1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktikum ... BAB II DASAR TEORI... BAB III METODOLOGI ... 3.1 Alat dan Bahan ... 3.2 Diagram Alir Kerja ... BAB IV HASIL DESKRIPSI ... 4.1 Peraga Batuan No. 200 ... 4.2 Peraga Batuan No. 19 ... 4.3 Peraga Batuan No. 46 ... 4.4 Peraga Batuan No. 40 ... 4.5 Peraga Batuan No. 42 ... 4.6 Peraga Batuan No. 98P ... BAB V PEMBAHASAN ... 5.1 Peraga Batuan No. 200 ... 5.2 Peraga Batuan No. 19 ... 5.3 Peraga Batuan No. 46 ... 5.4 Peraga Batuan No. 40 ... 5.5 Peraga Batuan No. 42 ... 5.6 Peraga Batuan No. 98P ... BAB VI PENUTUP ... 6.1 Kesimpulan ... 6.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA ...

(4)

DAFTAR GAMBAR

4.1 Peraga Batuan No. 200

4.2 Peraga Batuan No. 19 4.3 Peraga Batuan No. 46 4.4 Peraga Batuan No. 40 4.5 Peraga Batuan No. 42 4.6 Peraga Batuan No. 98P

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud

 Mampu mendeskripsikan batuan beku fragmental (piroklastik) secara megaskopis.

 Mampu menentukan nama batuan tersebut. 1.2 Tujuan

 Mengetahui dan memahami struktur dan tekstur dari tiap batuan beku fragmental.

 Mampu menentukan jenis dan nama batuan.

 Memahami proses pembentukan batuan tersebut. 1.3 Tempat dan Waktu Pelaksanaan

hari : Senin

tanggal : 13 dan 20 April 2015 waktu : 18.30 WIB - selesai

tempat : Ruang Seminar Gedung Pertamina Sukowati Universitas Diponegoro

(6)

DASAR TEORI

2.1 Definisi Batuan Piroklastik

Batuan piroklastik berasal dari kata “Pyro”, yaitu api dan “Clastics”, yaitu pecahan/butiran. Batuan Piroklastk merupakan suatu batuan yang tersusun atas fragmen-fragmen hasil erupsi vulkanik secara eksplosif.

(Williams, Turner & Gilber, 1954) Bahan rombakan yang diletuskan dari lubang volkanik, diangkut melalui udara sebagai bahan maupun awan pijar dan diendapkan di atas tanah atau dalam tubuh air.

(Hienrich, 1956) Konsolidasi-litififkasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat volkanik selama erupsi yang bersifat eksplosif. Bahan-bahan lepas tersebut bergerak dari pusat volkanik dalam medium gas, air atau angin. Segera terendapkan di atas permukaan atau dalam air. Erupsi bawah laut - bahan piroklastik segera terendapkan melalui tubuh air ke dalam dasar samudra. 2.2 Pembagian Batuan Piroklastik secara Genetik

a) Endapan jatuhan piroklastik (Pyroclastic Fall Deposit)

Merupakan suatu Produk endapan jatuhan piroklastik yang dihasilkan oleh Produk vulkanik hasil erupsi gunungapi. Produk erupsi gunung api adalah sangat bervariasi dan sangat tergantung pada komposisi, viskositas dan kandungan gas dari magma yang keluar

(7)

 Aliran lava  Tepra  Piroklastik  Lahar  Gas (a) (b)

Gambar 2.2 (a) dan (b) Produk Erupsi

b) Berupa material halus (ash)

Ash merupakan fragment berukuran < 2 mm, pada umumnya didominasi oleh broken glass shards, broken crystal dan lithic (fragment batuan).

Gambar 2.3 Produk Erupsi berupa Ash

c) Endapan piroklastik jatuhan memiliki sortasi yang baik sampai membentuk perlapisan

(8)

Produk vulkanik lelehan (non-explosive), karena tekanan yang rendah dan bebas dari sumbat lava, bertekstur porfiritik hingga vitrovitrik, tergantung kepada viskositas magmanya.

(a) (b)

Gambar 2.4 (a) dan (b) Produk Erupsi Berupa Scoria Flows

(a) (b)

Gambar 2.5 (a) dan (b) Produk Erupsi Berupa Pumice/Ash Flows

e) Pyroclastic surge deposits

Hasil letusan pada saat pertama dan material dihentakan Sistem pengendapan seretan (traksi). Penyebaran tergantung arah letusan, tetapi biasanya cukup luas Ciri khas, biasanya menebal pada bagian yang lebih rendah Partikel, gas dan air vulkanik konsentrasi rendah yang mengalir dalam mekanisme turbulensi sebagai sebuah gravity flow (runtuhan). Macam-macamnya adalah base, ground, dan ash cloud. Strukturnya cross-bedding dengan sortasi yang buruk.

(9)

(a) (b)

Gambar 2.6 (a) dan (b) Produk Erupsi Berupa surge deposits

f) Macam Lahar

1) Lava basaltik terutama hasil dari erupsi aliran lava shield volcanoes, fissure systems, scoria cones dan spatter

2) Lava Andesitik- terutama hasil dari erupsi aliran lava stratovolcanoes, lava dome

3) Lava Dasitik hingga Rhyolitik, terutama hasil dari erupsi aliran lava stratovolcanoes. Pada umumnya eksplosif dan berasosiasi dengan tepra dan piroklastik aliran (pyroclastic flows).

2.3 Klasifikasi Non Genetik Batuan Piroklastik (Berdasarkan Ukuran dan Bentuk)

a) Batuan piroklastik  kumpulan tephra yang telah mengalami konsolidasi

b) Agglomerate  endapan piroklastik dengan ukuran rata-rata piroklast > 64 mm dengan bentuk membulat ( bom > 75 %)

c) Pyroclastic breccia  batuan piroklastik dengan ukuran rata-rata piroklast > 64 mm dengan bentuk menyudut (blok & bom > 75 %)

d) Lapilli tuff  batuan piroklastik dengan ukuran rata-rata piroklast 64 - 2 mm (didominasi lapili)

e) Tuff or ash tuff  batuan piroklastik dengan ukuran piroklast < 2 mm a. coarse (ash) tuff : 2mm - 1/16mm

(10)

Gambar 2.7 Klasifikasi Batuan Piroklastik

2.4 Klasifikasi Tuf (Tuff/Ash) a) Berdasarkan ukuran butir

i. Tuf kasar  berukuran butir pasir (2 - 1/16 mm)

ii. Tuf halus  berukuran butir lanau-lempung (<1/16 mm) b) Berdasarkan komposisi butiran

i. vitric tuffs  tuf gelas ii. cystall tuffs  tuf kristal iii. lithic tuffs  tuf batu

iv. crystall vitric tuffs  tuf gelas kristal v. lithic crystall tuffs  tuf kristal batu c) Berdasarkan komposisi (mineral/kimia) batuan

i. rhyolitic tuffs  tuf riolitik ii. dasitc tuffs  tuf dasit

iii. andesitic tuffs  tuf andesitik

iv. andesit basaltic tuffs  tuf andesitik basaltik v. basaltic tuffs  tuf basalt

d) Berdasarkan komposisi dominansi pumis atau skoria

(11)

ii. scoriaceous tuffs  tuf skoria : dasitik-riolitik erupsi plinian, stratovolcano

2.5 Klasifikasi Batuan Piroklastik a) Struktur

Dicirikan dengan adanya lubang-lubang gas,sturktur ini dibagi menjadi 3 yaitu:

Skoriaan, bila lubang-lubang gas tidak saling berhubungan.

Pumisan, bila lubang-lubang gas saling berhubungan.

Aliran, bila ada kenampakan aliran dari kristal-kristal maupun lubang-lubang gas

Amigdaloidal, Bila lubang-lubang gas terisi oleh mineral-mineral sekunder.

b) Tekstur

Batuan piroklastik pada umumnya memiliki tekstur holohialin, jadi tersusun seluruhnya atas gelas vulkanik

c) Ukuran Butir

Tabel 2.1 Ukuran Butir

d) Klasifikasi Hasil Keluaran Vulkanik

Tabel 2.2 Tabel Klasifikasi Hasil Keluaran Vulkanik

Ukuran Fragmen

Keadaan Pada Saat Dikeluarkan Padat/Semi padat

(memiliki bentuk khusus atau struktur internal)

Cair (memiliki bentuk khusus)

Cair memiliki struktur internal > 32 mm Volcanic breccias Agglomerat Pumice tuff

Tuff Breccia Agglutinate Scoria tuff 32 mm – 4 mm Lapili tuff Dribblet agglumerat

(12)

< 4 mm Dribblet agglutinate

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

Hand Speciment batuan beku fragmental (6 buah)  Lembar deskripsi

 Alat tulis  Kamera

3.2 Diagram Alir Kerja

Mulai

Pengamatan batuan peraga Pendeskripsian batuan secara megaskopis

(warna, struktur, tekstur) Pendeskripsian komposisi batuan Membuat hipotesa petrogenesa batuan

Penggambaran sketsa batuan

Pengklasifikasian/penamaan batuan beku fragmental Pengambilan foto batuan

Penyusunan laporan Selesai

(13)

BAB IV

HASIL DESKRIPSI

4.1 Batu Peraga Nomor 200

 Nomor Peraga Batuan : 200

 Hari/Tanggal : Senin/13 April 2015

 No. Urut : 1

 Jenis Batuan : Batuan Beku Piroklastik

 Deskripsi Megaskopis :  Warna = hijau transparan  Struktur = masif

 Tekstur = holohyalin  Sortasi=

- Tipe endapan= jatuhan

 Deskripsi Komposisi :  100% gelasan vulkanik

 Petrogenesa :

Batuan ini berwarna hijau bening, seperti kristal. Berdasarkan strukturnya, batuan ini termasuk masif, yaitu tidak memiliki lubang-lubang gas, padat, dan pejal. Teksturnya berupa holohylain, artinya batuan ini hanya tersusun atas gelasan dengan komposisi 100% gelas vulkanik. Berdasarkan tipe endapan, batuan ini terbentuk akibat mekanisme piroklastik jatuhan. Material-material hasil erupsi terlempar jauh ke atas, lalu jatuh ke bumi dan langsung bercampur dengan air sehingga material tersebut memadat.

 Foto Batuan :

100% gelas

Gambar 4.1 Batuan Peraga No 200

 Nama Batuan : Vitric Tuff (Williams, Turner, dan Gilbert, 1954) : Lutyte (Grabau, 1924)

(14)

4.2 Batu Peraga Nomor 19 Nomor Peraga Batuan : 19

 Hari/Tanggal : Senin/20 April 2015

 No. Urut : 2

 Jenis Batuan : Batuan Beku Piroklastik

 Deskripsi Megaskopis :  Warna = hitam mengkilat  Struktur = masif

 Tekstur = hipokristalin  Sortasi=

- Tipe endapan= jatuhan

 Deskripsi Komposisi :  gelas vulkanik 80%  kristal 20 %

 Petrogenesa :

Batuan ini berwarna hitam mengkilat dengan strukturnya yang masif, yaitu tidak memiliki lubang-lubang gas, padat, dan pejal. Teksturnya berupa hipokristalin, artinya batuan ini tersusun atas sebagian gelasan vulkanik dan sebagian lagi kristal dengan komposisi 80% gelas vulkanik dan 20%

(15)

endapan, batuan ini terbentuk akibat mekanisme piroklastik jatuhan.

Material-material hasil erupsi

terlempar jauh ke atas, lalu

jatuh ke bumi dan

langsung bercampur dengan

air sehingga material

tersebut memadat

membentuk batuan.

 Foto Batuan :

Gambar 4.2 Batuan Peraga No 19

: Obsidian (Sifat Fisik Batuan)

 Nama Batuan : Vitric Tuff (Williams, Turner, dan Gilbert, 1954) : Lutyte (Grabau, 1924)

(16)

4.3 Batu Peraga Nomor 46

 Nomor Peraga Batuan : 46

 Hari/Tanggal : Senin/20 April 2015

 No. Urut : 3

 Jenis Batuan : Batuan Beku Piroklastik

 Deskripsi Megaskopis :  Warna = abu-abu kehitaman  Struktur = skoriaan

 Tekstur = hipokristalin  Sortasi= baik

 Tipe endapan= jatuhan

 Deskripsi Komposisi :  gelas vulkanik 70%  kristal 20 %

 lithic (< 0,5 mm) 10%

 Petrogenesa :

Batuan ini memiliki warna abu-abu kecoklatan dengan struktur skoriaan, yaitu struktur yang memilliki lubang-lubang gas yang tidak teratur. Adapun teksturnya berupa hipokristalin, artinya batuan ini tersusun atas sebagian gelasan vulkanik dan sebagian lagi kristal dengan komposisi 70% gelas vulkanik, 20% kristal, dan 10% lithic. Berdasarkan tipe endapan, batuan ini

(17)

erupsi yang terlontar lalu menggelinding hingga akhirnya terendapkan dan membentuk batuan.

 Foto Batuan :

Gambar 4.3 Batuan Peraga No 46

: Skoria (Sifat Fisik Batuan)

 Nama Batuan : Vitric Tuff (Williams, Turner, dan Gilbert, 1954) : Lutyte (Grabau, 1924)

(18)

4.4 Batu Peraga Nomor 40

 Nomor Peraga Batuan : 40

 Hari/Tanggal : Senin/20 April 2015

 No. Urut : 4

 Jenis Batuan : Batuan Beku Piroklastik

 Deskripsi Megaskopis :  Warna = abu-abu kecoklatan  Struktur = skoriaan

 Tekstur = holohyalin  Sortasi=

- Tipe endapan= jatuhan

 Deskripsi Komposisi :  gelas vulkanik 100%

 Petrogenesa :

Batuan ini memiliki warna abu-abu kecoklatan dengan struktur skoriaan, yaitu struktur yang memilliki lubang-lubang gas yang tidak teratur. Adapun teksturnya berupa holohyalin, artinya batuan ini hanya tersusun atas gelasan vulkanik dengan komposisi 100% gelas vulkanik. Berdasarkan tipe endapan, batuan ini terbentuk akibat mekanisme piroklastik jatuhan. Material-material hasil erupsi terlempar jauh ke atas, lalu jatuh ke bumi dan langsung bercampur dengan air sehingga material tersebut memadat membentuk batuan.

(19)

4.5 Batu Peraga Nomor 42

 Nomor Peraga Batuan : 42

 Hari/Tanggal : Senin/20 April 2015

 No. Urut : 5

 Jenis Batuan : Batuan Beku Piroklastik

 Deskripsi Megaskopis :  Warna = putih abu-abu  Struktur = xenolith  Tekstur = hipokritalin  Sortasi= buruk  Tipe endapan= surge

 Deskripsi Komposisi :

Gambar 4.4 Batuan Peraga No 40

: Skoria (Sifat Fisik Batuan)

 Nama Batuan : Vitric Tuff (Williams, Turner, dan Gilbert, 1954) : Lutyte (Grabau, 1924)

(20)

 gelas < 5%  lithic 95%

 Petrogenesa :

Batuan ini memiliki warna putih abu-abu dengan struktur xenolith, yaitu struktur batuan yang memilliki lubang-lubang gas, namun telah terisikan oleh mineral ataupun material lain. Adapun teksturnya berupa hipokristalin, artinya batuan ini tersusun atas sebagian gelasan vulkanik dan sebagian kristal dengan komposisi gelas vulkanik kurang dari 5 % dan lithic 95 %. Berdasarkan tipe endapan, batuan ini terbentuk akibat mekanisme piroklastik aliran. Material-material hasil erupsi mengalir ke permukaan bumi dan langsung bercampur dengan air dan berbagai material lainnya sehingga material tersebut menjadi tercampur aduk satu sama lain. Lalu aliran tersebut berhenti dan terendapkan sehingga membentuk batuan ini.

 Foto Batuan :

Gambar 4.5 Batuan Peraga No 42

: Xenolith (Sifat Fisik Batuan)

 Nama Batuan : Lithic Tuff (Williams, Turner, dan Gilbert, 1954) : Rudyte (Grabau, 1924)

(21)

4.6 Batu Peraga Nomor 98 P

 Nomor Peraga Batuan : 98 P

 Hari/Tanggal : Senin/13 April 2015

 No. Urut : 6

 Jenis Batuan : Batuan Beku Piroklastik

 Deskripsi Megaskopis :

 Warna = hijau gelap transparan  Struktur = masif

 Tekstur = holohyalin  Sortasi=

- Tipe endapan= jatuhan

 Deskripsi Komposisi :  100% gelasan vulkanik

 Petrogenesa :

Batuan ini berwarna hijau gelap bening, seperti kristal. Berdasarkan strukturnya, batuan ini termasuk masif, yaitu tidak memiliki lubang-lubang gas, padat, dan pejal. Teksturnya berupa holohylain, artinya batuan ini hanya tersusun atas gelasan dengan komposisi 100% gelas vulkanik. Berdasarkan tipe endapan, batuan ini terbentuk akibat mekanisme piroklastik jatuhan. Material-material hasil erupsi terlempar jauh ke atas, lalu jatuh ke bumi dan langsung bercampur dengan air sehingga material tersebut memadat.

 Foto Batuan :

(22)

BAB V

PEMBAHASAN

Pada praktikum petrologi acara batuan beku fragmental ini, telah dilakukan pendeskripsian batuan secara megaskopis yang meliputi warna, struktur, tekstur, komposisi, petrogenesa, dan penamaan batuan itu sendiri. Berikut ini merupakan pembahasan dari pendeskripsian keenam batu diatas.

5.1 Batuan Nomor 200

Batuan piroklastik nomor 200 memiliki warna batuan hijau tosca yang bening sehingga tampak transparan. Dari warnanya yang terang itu, dapat diasumsikan kadar komposisi silika pada batuan ini relatif sedikit. Berdasarkan strukturnya, batuan ini termasuk masif, yaitu struktur batuan yang pejal atau kompak tanpa ada retakan-retakan ataupun lubang-lubang gas. Adapun secara teksturnya, batuan ini tergolong tekstur holohyalin, yaitu tekstur yang tidak berbutir atau tidak mempunyai kristal (amorf). Hal itu dilihat dari kenampakan komposisi batuan yang merupakan 100% gelasan. Jika dilihat secara megaskopis dan melalui sampel batuan hand speciment ini, batuan ini terbentuk akibat mekanisme endapan jatuhan. Tentunya mekanisme jenis itu merupakan hasil dari letusan tipe eksplosif. Dari sini, kita dapat mengidentifikasi sifat magma pembentuk batuan ini cenderung asam dengan asumsi magma asam memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat meletus secara eksplosif. Batuan ini terbentuk langsung dari pembekuan magma segar yang keluar melalui lubang kepundan (saluran utama gunung api) sehingga dapat diidentifikasi asal komposisinya termasuk essential.

Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini : Obsidian (Sifat Fisik Batuan)

 Nama Batuan : Vitric Tuff (Williams, Turner, dan Gilbert, 1954) : Lutyte (Grabau, 1924)

(23)

terjadi proses erupsi lalu jatuh langsung ke air. Hipotesis ini juga didasarkan pada sifat magma yang bersifat asam sehingga erupsinya pun bersifat eksplosif. Diidentifikasi tempat jatuhan batuan ini terletak tidak jauh dari pusat erupsi, kemungkinan di daerah kawah vulkanik di sekitar gunung api yang selanjutnya mengalami pendinginan dengan sangat cepat dan membentuk batuan ini.

Batuan ini pada umumnya digunakan untuk membuat kaca, cermin gelas maupun piring. Dari segi tata ruang, pada umumnya digunakan untuk dekorasi, batu kaca yang dihancurkan dengan ukuran kecil dicampur dengan semen dapat dibuat granit buatan. Pada zaman purba batuan ini banyak digunakan untuk membuat mata lembing, mata panah, dan alat perang lainnya. Setelah melakukan berbagai pendeksripsian, dapat disimpulkan batuan ini disebut Obsidian, berdasarkan sifat fisik batuannya, dan Vitric Tuff (Williams, Turner, dan Gilbert, 1954).

5.2 Batuan Nomor 19

Batuan piroklastik nomor 19 memiliki warna hitam yang mengkilat. Dari warnanya yang gelap tersebut, dapat diidentifikasi kadar komposisi silika pada batuan ini relatif banyak. Berdasarkan strukturnya, batuan ini termasuk masif, yaitu struktur batuan yang pejal atau kompak tanpa ada retakan-retakan ataupun lubang-lubang gas. Adapun secara teksturnya, batuan ini tergolong tekstur hipokristalin, yaitu tekstur batuan tersusun atas sebagian gelasan dan sebagian kristal. Hal itu dilihat dari kenampakan komposisi batuan yang terdiri dari 80% gelas vulkanik dan 20% kristal. Adapun kristal tersebut merupakan sepherolite, yaitu kristal plagioklas yang belum tumbuh menjadi mineral utuh. Jika dilihat secara megaskopis dan melalui sampel batuan hand speciment ini, batuan ini terbentuk akibat mekanisme endapan jatuhan. Tentunya mekanisme jenis itu merupakan hasil dari letusan tipe eksplosif. Dari sini, kita dapat mengidentifikasi sifat magma pembentuk batuan ini cenderung asam dengan asumsi magma asam memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat meletus secara eksplosif. Batuan ini terbentuk langsung dari pembekuan magma segar

(24)

yang keluar melalui lubang kepundan (saluran utama gunung api) sehingga dapat diidentifikasi asal komposisinya termasuk essential.

Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini merupakan batuan beku ekstrusif, yaitu batuan hasil vulkanisme yang bersifat eksplosif dimana batuan berasal dari magma yang terlempar ke udara saat terjadi proses erupsi lalu jatuh langsung ke air. Hipotesis ini juga didasarkan pada sifat magma yang bersifat asam sehingga erupsinya pun bersifat eksplosif. Adapun keterdapatan kristal pada batuan ini merupakan hasil pengkristalan mineral saat masih jauh di bawah permukaan bumi sebelum terjadinya proses erupsi. Hal itu diidentifikasi berdasarkan adanya kristal yang merupakan cikal bakal plagioklas yang terbentuk saat magma masih dalam suhu yang relatif tinggi. Kristal itu kemudian tetap terbawa keatas hingga terjadinya proses erupsi lalu membeku bersama magma dan membentuk batuan ini. Diidentifikasi tempat jatuhan batuan ini terletak tidak jauh dari pusat erupsi, kemungkinan di daerah kawah vulkanik di sekitar gunung api yang selanjutnya mengalami pendinginan dengan sangat cepat dan membentuk batuan ini.

Batuan ini pada umumnya digunakan untuk membuat kaca, cermin gelas maupun piring. Dari segi tata ruang, pada umumnya digunakan untuk dekorasi, batu kaca yang dihancurkan dengan ukuran kecil dicampur dengan semen dapat dibuat granit buatan. Pada zaman purba batuan ini banyak digunakan untuk membuat mata lembing, mata panah, dan alat perang lainnya. Setelah melakukan berbagai pendeksripsian, dapat disimpulkan batuan ini disebut Obsidian, berdasarkan sifat fisik batuannya, dan Vitric Tuff (Williams, Turner, dan Gilbert, 1954).

5.3 Batuan Nomor 46

Batuan piroklastik nomor 46 memiliki warna batuan abu-abu kecoklatan. Dari warnanya yang dominan terang itu, dapat diasumsikan kadar komposisi silika pada batuan ini relatif sedikit. Berdasarkan strukturnya, batuan ini

(25)

Lubang gas itu terbentuk karena adanya perbedaan suhu yang membuat gas di dalam batuan menguap dan membentuk lubang-lubang yang tidak teratur. Sortasi fragmen pada batuan ini termasuk baik dengan ukuran butir < 0,5 mm. Adapun secara teksturnya, batuan ini tergolong tekstur hipokristalin, yaitu tekstur yang tersusun oleh sebagian massa kristal dan sebagian lagi massa gelas vulkanik. Hal itu dilihat dari kenampakan komposisi batuan yang merupakan 70% gelasan, 20% kristal, dan 10% lithic. Jika dilihat secara megaskopis dan melalui sampel batuan hand speciment ini, batuan ini terbentuk akibat mekanisme endapan jatuhan. Tentunya mekanisme jenis itu merupakan hasil dari letusan tipe eksplosif. Dari sini, kita dapat mengidentifikasi sifat magma pembentuk batuan ini cenderung asam dengan asumsi magma asam memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat meletus secara eksplosif. Batuan ini memiliki kristal mineral dan lithic, sehingga dapat diidentifikasi fragmen-fragmen yang terkandung di dalam batuan ini merupakan fragmen yang berasal dari lava yang terdapat pada kerucut vulkanik. Dari identifikasi tersebut menerangkan asal komposisi batuan ini termasuk accessor.

Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini merupakan batuan beku ekstrusif, yaitu batuan hasil vulkanisme yang bersifat eksplosif dimana batuan berasal dari magma yang terlempar ke udara saat terjadi proses erupsi lalu jatuh ke permukaan bumi. Hipotesis ini juga didasarkan pada sifat magma yang bersifat asam sehingga erupsinya pun bersifat eksplosif. Adapun sebelum terjadi proses erupsi, magma yang berada di dalam kepundan menerobos dinding batuan (wall rock) dengan tekanan yang kuat sehingga sebagian material pada wall rock ikut terbawa dan menjadi fragmen dalam pembentukan batuan ini. Batuan ini memiliki lubang gas yang tidak teratur, yang diperkirakan terbentuk ketika terjadi proses erupsi saat magma terlontar ke udara. Ketika itulah terjadi perbedaan suhu antara suhu normal udara dengan suhu dalam magma sehingga timbul penguapan dari dalam magma dan kemudian membentuk lubang-lubang gas.

(26)

Setelah melakukan berbagai pendeksripsian, dapat disimpulkan batuan ini disebut Skoria, berdasarkan sifat fisik batuannya, Vitric Tuff (Williams, Turner, dan Gilbert, 1954), dan Lutyte (Grabau, 1924)

5.4 Batu Nomor 40

Batuan piroklastik nomor 40 memiliki warna batuan abu-abu kecoklatan. Dari warnanya yang dominan terang itu, dapat diasumsikan kadar komposisi silika pada batuan ini relatif sedikit. Berdasarkan strukturnya, batuan ini termasuk skoriaan, dilihat dari adanya lubang-lubang gas yang tidak teratur. Lubang gas itu terbentuk karena adanya perbedaan suhu yang membuat gas di dalam batuan menguap dan membentuk lubang-lubang yang tidak teratur. Adapun secara teksturnya, batuan ini tergolong tekstur holohyalin, yaitu tekstur yang hanya tersusun oleh massa gelas vulkanik. Hal itu dilihat dari kenampakan komposisi batuan yang merupakan 100% gelasan. Jika dilihat secara megaskopis dan melalui sampel batuan hand speciment ini, batuan ini terbentuk akibat mekanisme endapan jatuhan. Tentunya mekanisme jenis itu merupakan hasil dari letusan tipe eksplosif. Dari sini, kita dapat mengidentifikasi sifat magma pembentuk batuan ini cenderung asam dengan asumsi magma asam memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat meletus secara eksplosif. Batuan ini terbentuk langsung dari pembekuan magma segar yang keluar melalui lubang kepundan (saluran utama gunung api) sehingga dapat diidentifikasi asal komposisinya termasuk essential.

Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini merupakan batuan beku ekstrusif, yaitu batuan hasil vulkanisme yang bersifat eksplosif dimana batuan berasal dari magma yang terlempar ke udara saat terjadi proses erupsi lalu jatuh ke permukaan bumi. Hipotesis ini juga didasarkan pada sifat magma yang bersifat asam sehingga erupsinya pun bersifat eksplosif. Adapun batuan ini memiliki lubang gas yang tidak teratur, yang diperkirakan terbentuk ketika terjadi proses erupsi saat magma terlontar

(27)

dengan suhu dalam magma sehingga timbul penguapan dari dalam magma dan kemudian membentuk lubang-lubang gas.

Setelah melakukan berbagai pendeksripsian, dapat disimpulkan batuan ini disebut Skoria, berdasarkan sifat fisik batuannya, Vitric Tuff (Williams, Turner, dan Gilbert, 1954), dan Lutyte (Grabau, 1924)

5.5 Batu Nomor 42

Batuan piroklastik nomor 42 memiliki warna batuan putih abu-abu. Dari warnanya yang dominan terang itu, dapat diasumsikan kadar komposisi silika pada batuan ini relatif sedikit. Berdasarkan strukturnya, batuan ini termasuk xenolith, dilihat dari struktur batuan yang telah tercampurkan oleh mineral ataupun material lain. Sortasi fragmen pada batuan ini termasuk buruk dengan ukuran butir > 2,5 mm. Adapun secara teksturnya, batuan ini tergolong tekstur hipokristalin, yaitu tekstur yang tersusun oleh sebagian massa kristal dan sebagian lagi massa gelas vulkanik. Hal itu dilihat dari kenampakan komposisi batuan yang mengandung gelasan < 5% dan lithic 95%. Jika dilihat secara megaskopis dan melalui sampel batuan hand speciment ini, batuan ini terbentuk akibat mekanisme endapan surge. Mekanisme jenis itu merupakan hasil dari letusan tipe eksplosif. Dari sini, kita dapat mengidentifikasi sifat magma pembentuk batuan ini cenderung asam dengan asumsi magma asam memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat meletus secara eksplosif. Batuan ini terbentuk langsung dari pembekuan magma segar yang keluar melalui lubang kepundan (saluran utama gunung api) sehingga dapat diidentifikasi asal komposisinya termasuk essential.

Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini merupakan batuan beku ekstrusif, yaitu batuan hasil vulkanisme yang bersifat eksplosif dimana batuan berasal dari magma yang terlempar ke udara saat terjadi proses erupsi lalu jatuh ke permukaan bumi. Hipotesis ini juga didasarkan pada sifat magma yang bersifat asam sehingga erupsinya pun bersifat eksplosif. Ketika material tersebut jatuh, material tersebut tidak langsung berhenti dan terendapkan, akan tetapi mengalami proses

(28)

penggelindingan yang kemudian ikut membawa material-material lain. Itulah yang menyebabkan adanya fragmen-fragmen pada batuan ini.

Setelah melakukan berbagai pendeksripsian, dapat disimpulkan batuan ini disebut Xenolith, berdasarkan sifat fisik batuannya, Lithic Tuff (Williams, Turner, dan Gilbert, 1954), dan Rudyte (Grabau, 1924).

5.6 Batu Nomor 98 P

Batuan piroklastik nomor 98 P memiliki warna batuan hijau gelap yang bening sehingga tampak transparan. Dari warnanya yang dominan gelap itu, dapat diasumsikan kadar komposisi silika pada batuan ini relatif banyak. Berdasarkan strukturnya, batuan ini termasuk masif, yaitu struktur batuan yang pejal atau kompak tanpa ada retakan-retakan ataupun lubang-lubang gas. Adapun secara teksturnya, batuan ini tergolong tekstur holohyalin, yaitu tekstur yang tidak berbutir atau tidak mempunyai kristal (amorf). Hal itu dilihat dari kenampakan komposisi batuan yang merupakan 100% gelasan. Jika dilihat secara megaskopis dan melalui sampel batuan hand speciment ini, batuan ini terbentuk akibat mekanisme endapan jatuhan. Tentunya mekanisme jenis itu merupakan hasil dari letusan tipe eksplosif. Dari sini, kita dapat mengidentifikasi sifat magma pembentuk batuan ini cenderung asam dengan asumsi magma asam memiliki viskositas yang tinggi sehingga dapat meletus secara eksplosif. Batuan ini terbentuk langsung dari pembekuan magma segar yang keluar melalui lubang kepundan (saluran utama gunung api) sehingga dapat diidentifikasi asal komposisinya termasuk essential.

Berdasarkan hasil deskripsi secara megaskopis diatas, batuan ini merupakan batuan beku ekstrusif, yaitu batuan hasil vulkanisme yang bersifat eksplosif dimana batuan berasal dari magma yang terlempar ke udara saat terjadi proses erupsi lalu jatuh langsung ke air. Hipotesis ini juga didasarkan pada sifat magma yang bersifat asam sehingga erupsinya pun bersifat eksplosif. Diidentifikasi tempat jatuhan batuan ini terletak tidak jauh dari pusat erupsi, kemungkinan di daerah kawah vulkanik di sekitar gunung api

(29)

yang selanjutnya mengalami pendinginan dengan sangat cepat dan membentuk batuan ini.

Batuan ini pada umumnya digunakan untuk membuat kaca, cermin gelas maupun piring. Dari segi tata ruang, pada umumnya digunakan untuk dekorasi, batu kaca yang dihancurkan dengan ukuran kecil dicampur dengan semen dapat dibuat granit buatan. Pada zaman purba batuan ini banyak digunakan untuk membuat mata lembing, mata panah, dan alat perang lainnya. Setelah melakukan berbagai pendeksripsian, dapat disimpulkan batuan ini disebut Obsidian, berdasarkan sifat fisik batuannya, dan Vitric Tuff (Williams, Turner, dan Gilbert, 1954).

(30)

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

 Batuan dengan nomor peraga 200 ini berwarna hijau transparan, struktur masif, bertekstur holoyalin. Batuan ini terdiri dari 100 % massa gelas vulkanik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa batuan ini bersifat asam dan terbentuk akibat hasil dari endapan piroklastik jatuhan. Batuan ini dinamakan Vitric Tuff (WTG, 1954), Lutyte (Grabau, 1924), dan Obsidian (Russel B. Travis, 1955).

 Batuan dengan nomor peraga 19 ini berwarna hitam mengkilat, struktur masif, bertekstur holoyalin. Batuan ini terdiri dari 80% massa gelas vulkanik dan 20% kristal. Jadi, dapat disimpulkan bahwa batuan ini bersifat asam dan terbentuk akibat hasil dari endapan piroklastik jatuhan. Batuan ini dinamakan Vitric Tuff (WTG, 1954), Lutyte (Grabau, 1924), dan Obsidian (Russel B. Travis, 1955).

 Batuan dengan nomor peraga 46 ini berwarna abu-abu kecoklatan, struktur skoriaan, bertekstur hipokristalin, dengan sortasi baik. Batuan ini terdiri dari 70% massa gelas vulkanik, 20% kristal, dan 10% lithic. Jadi, dapat disimpulkan bahwa batuan ini bersifat asam dan terbentuk akibat hasil dari endapan piroklastik jatuhan. Batuan ini dinamakan Vitric Tuff (WTG, 1954), Lutyte (Grabau, 1924), dan Skoria (Russel B. Travis, 1955).

(31)

vulkanik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa batuan ini bersifat asam dan terbentuk akibat hasil dari endapan piroklastik jatuhan. Batuan ini dinamakan Vitric Tuff (WTG, 1954), Lutyte (Grabau, 1924), dan Skoria (Russel B. Travis, 1955).

 Batuan dengan nomor peraga 42 ini berwarna putih abu-abu, struktur xenolith, bertekstur hipokristalin, dengan sortasi buruk. Batuan ini terdiri dari massa gelas vulkanik kurang dari 5% dan lithic 95%. Jadi, dapat disimpulkan bahwa batuan ini bersifat asam dan terbentuk akibat hasil dari endapan piroklastik surge. Batuan ini dinamakan Lithic Tuff (WTG, 1954), Rudyte (Grabau, 1924), dan Xenolith (Russel B. Travis, 1955).

 Batuan dengan nomor peraga 98P ini berwarna hijau transparan, struktur masif, bertekstur holoyalin. Batuan ini terdiri dari 100 % massa gelas vulkanik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa batuan ini bersifat asam dan terbentuk akibat hasil dari endapan piroklastik jatuhan. Batuan ini dinamakan Vitric Tuff (WTG, 1954), Lutyte (Grabau, 1924), dan Obsidian (Russel B. Travis, 1955).

6.2 Saran

 Praktikan perlu menguasai materi praktikum terlebih dahulu sebelum melakukan praktikum guna menghindari banyaknya pertanyaan saat praktikum berlangsung.

 Pendeskripsian batuan harus dilakukan secara teliti dan jelas sehingga penentuan tata nama dan petrogenesa dapat tepat.

(32)

DAFTAR PUSTAKA

Endarto, Danang. 2005. Pengantar Geologi Dasar. Surakarta: LPP dan UPT UNS Press.

Sudarmo, dkk. 1978. Mineralogi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

(33)

Gambar

Gambar 2.1 Produk jatuhan piroklastik
Gambar 2.4 (a) dan (b) Produk Erupsi Berupa Scoria Flows
Gambar 2.7 Klasifikasi Batuan Piroklastik
Tabel 2.1 Ukuran Butir
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil percobaan yang kami lakukan hidrometer dimasukkan ke dalam gelas ukur berisi air dengan volume sebesar 25 ml, massa sebesar 25,1 gr,

Di Kaldera Tengger terdapat ekosistem yang khas yaitu Ekosistem Laut Pasir yang massa tanahnya merupakan endapan vulkanik dengan bahan induk abu dan pasir/batuan hasil aktivitas

Oleh karena itu dari interpretasi ini dapat diketahui bahwa lapisan yang berwarna kuning-jingga merupakan batuan lempung yang memiliki resistivitas yang lebih

Gelas obyek yang akan digunakan di aseptis dahulu dengan alkohol 70% agar tidak terdapat mikroorganisme yang tidak diinginkan saat perlakuan, kemudian bakteri

Singkapan ini merupakan singkapan batuan beku berwarna abu gelap, sama seperti pada singkapan sebelumnya H1/L4 yang memiliki proses pengendapan berupa autobreksia karena memiliki

HCl aq : tidak berwarna, tidak berbau Wujud setelah reaksi CaCO3 s + H2Ol : larutan keruh putih CaCO3 s + H2O l + HCl aq : larutan tidak berwarna Massa CaCO3 s : 0,0801 g 2