• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PRAKTIKUM MINERALOGI PETROLOGI

N/A
N/A
MUHAMMAD QADAFI ASSIDIQY

Academic year: 2024

Membagikan "LAPORAN PRAKTIKUM MINERALOGI PETROLOGI "

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MINERAL

Disusun Oleh :

Nama : Muhammad Qadafi Assidiqy

NIM : 114230067

Plug : 3

Hari/Tanggal : Senin/19 Februari 2024 Waktu : 11.00 - 13.00 WIB Asisten Plug : 1. Ricky Al Fahri

2. Habib Nur Muhammad

LABORATORIUM MINERALOGI DAN PETROLOGI JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

YOGYAKARTA 2024

(2)

Acara 1 MINERAL

Disusun Oleh:

Nama : Muhammad Qadafi Assidiqy NIM : 114230067

Plug : 3

Disetujui Oleh

Asisten Plug

Habib Nur Muhammad NIM. 114210025 Koordinator Plug

Ricky Al Fahri NIM. 114210051 NIM. 114200011

(3)

ACARA 1 MINERAL

1.1 Dasar Teori 1.1.1 Definisi Mineral

Seiring berjalannya waktu, konsep mineral yang dijelaskan oleh para ahli mengalami evolusi, dan beberapa definisinya dapat diuraikan sebagai berikut. Mineral adalah benda padat yang terbentuk alami melalui proses geologi, memiliki struktur kristal, dan memiliki komposisi kimia yang dapat diidentifikasi. Mineral merupakan elemen dasar yang membentuk struktur planet Bumi, dan penelitian tentang mineral menjadi pokok dalam ilmu geosains (Winarno & Marin, 2020). Mineral menurut Berry dan Mason (1959), merupakan unsur pembentuk batuan yang ditemukan dalam kerak bumi dan memiliki sifat homogen, baik secara fisik maupun kimia. Sebaliknya, batuan adalah suatu benda padat yang terbentuk secara alami dan dapat terdiri dari mineral, mineraloid, atau campuran keduanya. Mineral adalah substansi padat homogen yang ditemukan di alam, terbentuk melalui proses anorganik, memiliki komposisi kimia tertentu, dan ditandai dengan adanya atom yang tersusun secara teratur dalam batas-batas tertentu (Suharwanto, 2024).

1.1.2 Jenis Mineral

Berdasarkan proses pembentukannya, mineral dibagi menjadi 2 jenis:

A. Mineral Primer

Mineral primer adalah mineral tanah yang umumnya memiliki ukuran butir dalam fraksi pasir, berkisar antara 2 hingga 0,05 mm.

Mineral primer, atau mineral utama, dibagi lagi menjadi 2 jenis:

1. Mineral Mafik: Mineral berwarna gelap yang kaya akan magnesium dan besi, terdiri dari olivine, piroksin, amfibol, dan biotit.

2. Mineral Felsik: Mineral berwarna muda yang kurang mengandung unsur magnesium dan besi tetapi kaya akan silika. Mineral felsik melibatkan plagioklas, K-feldspar, muskovit, dan kuarsa.

(4)

B. Mineral Sekunder

Mineral sekunder atau mineral liat adalah hasil pembentukan baru atau hasil pelapukan mineral primer yang terjadi selama proses pembentukan tanah. Komposisi dan struktur mineral ini sudah berbeda dari mineral primer yang mengalami pelapukan. Mineral sekunder memiliki ukuran partikel sangat halus, kurang dari 2 mikron. dan umumnya menyusun sekitar 5% permukaan bumi. Kehadiran atau ketidakhadirannya tidak menentukan nama atau sifat batuan.

1.1.3 Sifat Fisik Mineral

Sifat fisik mineral merupakan suatu sifat yang tampak dan dapat diamati secara langsung. Sifat fisik mineral diantaranya:

A. Bentuk Kristal (Crystal Habits)

Apabila pembentukan mineral berlangsung tanpa gangguan, kristalnya akan memiliki bentuk yang sempurna. mengelompokkan bentuk kristal menjadi 3 bagian:

1. Bentuk Memanjang (Ellongated Habits): Meliputi kategori meniang, menyerat, menjarum, menjaring, membenang, merambut, mondok, membintang, dan menjari.

2. Bentuk Memipih (Flattened Habits): Termasuk dalam kategori membilah, memapan, membata, mendaun, memancar, dan membulu.

3. Bentuk Membulat (Arounded Habits): Dapat berupa mendada, membulat, membulat jari, membutir, memisolit, dan stalaktit.

B. Kilap (Luster)

Kilap muncul dari cahaya yang dipantulkan oleh permukaan mineral dan terkait erat dengan sifat pemantulan dan pembiasan. Kilap suatu mineral tergantung pada indeks biasnya, di mana semakin besar indeks bias, semakin besar pula cahaya yang dipantulkan. Kilap dibagi menjadi 3 bagian:

1. Kilap Logam (Metallic Luster): Memiliki indeks bias 3 atau lebih.

2. Kilap Submetalik (Submetallic Luster): Memiliki indeks bias antara 2,6-3.

(5)

3. Kilap Nonlogam (Nonmetallic Luster): Memiliki indeks bias kurang dari 2,5, mencakup kilap kaca, kilap intan, kilap lemak, kilap lilin, kilap sutera, kilap mutiara, dan kilap tanah.

C. Kekerasan (Hardness)

Salah cara mendiagnosa sifat mineral adalah dengan mengetahui kekerasan mineral (Noor & Djauhari, 2009). Kekerasan diukur dalam skala Mohs, yang mencakup dibawah ini.

Tabel 1.1 Skala Mohs

Nama Mineral Tingkat Kekerasan

Kapur 1

Gipsum 2

Kalsit 3

Fluorit 4

Apatit 5

Feldspar 6

Kuarsa 7

Topaz 8

Korundum 9

Intan 10

(Sumber: Suharwanto, 2024)

D. Warna (Color)

Warna memiliki peran krusial dalam membedakan antara warna mineral yang tidak berubah karena unsur utama (tetap) dan warna mineral yang berubah akibat pengotoran. Warna yang tetap dan khas karena adanya unsur utama dalam mineral disebut Idiochromatic.

Sebaliknya, warna mineral yang mengalami perubahan karena campuran atau pengotoran dengan unsurlain, sehingga menghasilkan variasi warna tergantung pada jenis pengotorannya, disebut Allochromatic. Selain itu, warna yang berasal dari kehadiran kelompok ion asing yang memberikan warna spesifik pada mineral disebut Chronophores.

E. Cerat (Streak)

Cerat mineral dapat dihasilkan dengan menggosokkannya pada pelat gores tanpa glasir dan memperhatikan warna yang tertinggal. Tidak semua mineral menghasilkan cerat saat digosokkan; hanya mineral tertentu yang meninggalkan bubuk warna pada pelat goresan.

(6)

F. Belahan (Cleavage)

Belahan mineral selalu sejajar dengan bidang permukaan kristal yang rata, karena belahan merupakan representasi struktur dalam kristal tersebut. Belahan ini mengakibatkan pembentukan kristal menjadi bagian-bagian kecil, dengan setiap kristal dibatasi oleh bidang yang rata. Dengan mempertimbangkan kualitas permukaan bidang belahannya, belahan dapat diklasifikasikan menjadi Sempurna (perfect), Baik (good), Jelas (distinct), Tidak jelas (indistinct), dan Tidak sempurna (imperfect).

G. Pecahan (Fracture)

Pecahan mineral dapat terjadi melalui bidang yang tidak rata dan tidak teratur, seperti Pecahan choncoidal, menyerupai pecahan botol atau kulit bawang. Pecahan uneven/irreguler, memberikan kesan permukaan kasar dan tidak teratur. Pecahan splintery, menghasilkan serpihan kecil tajam menyerupai benang atau serabut, dapat ditemukan pada mineral seperti antigorite dan anhydrite. Pecahan hackly, dengan tepi runcing dan kasar, serta bentuk tak beraturan atau bergerigi, terlihat pada mineral emas dan perak. Pecahan earthy, menyerupai tekstur tanah, terdapat pada mineral seperti kaolin dan talk. Pecahan even, dengan permukaan bidang pecah kecil-kecil dan ujung pecahan yang mendekati bidang datar, terlihat pada mineral seperti muskovit dan biotit .

H. Daya Tahan terhadap Pukulan (Tenacity)

Daya tahan terhadap pukulan (tenacity) adalah sifat mineral yang menggambarkan ketahanannya terhadap pecah, hancur, atau bengkok.

Jenis daya tahan mineral meliputi kepecahan mineral menjadi tepung halus (brittle), kemampuan terpotong tanpa menghasilkan tepung (sectile), dapat dipukul hingga pipih (malleable), dapat ditarik ulur dan kembali ke bentuk asal (ductile), dan kemampuan mineral untuk dilengkungkan dengan mudah (fleksibel).

I. Rasa dan Bau (Taste and Odour)

(7)

Rasa mineral diidentifikasi melalui indra rasa (lidah), contohnya halit (asin), epsonit (pahit), sodanit (asam). Bau mineral diidentifikasi melalui indra penciuman (hidung), seperti arsen (bau bawang), sulfur (bau belerang), dan kaolinit (bau tanah).

J. Berat Jenis (Specific Gravity)

Berat jenis merupakan nilai perbandingan antara berat suatu mineral dengan berat air pada volume yang sama. Berat jenis ini dipengaruhi oleh kepadatan struktur atom mineral tersebut. Penentuan berat jenis dapat dilakukan dengan menggunakan alat seperti piknometer, timbangan analitik, dan gelas ukur.

[Berat jenis = Massa mineral/Volume mineral]

1.1.4 Sifat Kimia Mineral

Mineral di alam seringkali dapat diidentifikasi melalui sifat kimianya karena komposisi kimianya dapat langsung bereaksi dengan larutan kimia tertentu. Misalnya, uji sifat kimia mineral dapat dilakukan menggunakan larutan HCl 0,1 N, larutan kobal nitrat, atau alizarin red.

Ada beberapa metode pengujian sifat kimia mineral, seperti:

A. Uji dengan Tetes HCl 0,1 N: Digunakan untuk mengenali mineral- mineral karbonat seperti kalsit (CaCO3), aragonit (CaCO3), dolomit (CaMg (CO3)2), dan siderit (FeCO3). Mineral-mineral ini akan menghasilkan gelembung ketika terkena larutan HCl 0,1 N.

B. Uji dengan Tetes Kobal Nitrat: Dilakukan untuk membedakan antara mineral-mineral kelompok potasium feldspar (sanidin, anortoklas, ortoklas, mikroklin dengan komposisi K, Na ALSi3O8) dan mineral- mineral plagioklas (CaAl2Si2O8-NaAlSi3O8).

C. Uji dengan Larutan Alizarin Red: Bertujuan untuk membedakan mineral kalsit (CaCO3) dan dolomit (CaMg (CO3)2). Batu gamping yang mengandung kedua mineral ini akan mengalami perubahan warna ketika ditetesi alizarin red. Dolomit yang awalnya berwarna putih akan menjadi pink, sementara kalsit yang semula putih akan menjadi putih abu-abu.

1.1.5 Reaksi Bowen

(8)

Deret reaksi Bowen merupakan suatu skema yang menggambarkan proses pembentukan mineral ketika magma mengalami pendinginan (Sutarto, 2023). Saat magma mengalami pendinginan, reaksi khusus terjadi, dan faktor utama yang memengaruhi Deret Reaksi Bowen adalah suhu (T).

Gambar 1.1 Deret Bowen (Sumber: Gurumuda.net, 2017)

Deret Bowen (Bowen’s Reaction Series) adalah urutan reaksi yang menjelaskan pembentukan mineral pembentuk batuan, juga dikenal sebagai rock-forming minerals, berdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Norman L. Bowen. Deret Bowen terdiri dari dua bagian, yaitu Discontinue Series dan Continue Series. Discontinue Series mencakup pembentukan mineral secara tidak berkelanjutan, dimulai dengan olivin pada suhu tinggi dan berlanjut dengan pembentukan piroksin, lalu amfibol, hingga biotit, didominasi oleh mineral mafik (gelap). Sementara itu, Continue Series melibatkan pembentukan mineral secara berkelanjutan, dimulai dengan anorthit pada suhu tinggi, dilanjutkan dengan pembentukan bitownit dan terus hingga albite, merupakan kelompok plagioklas, dan didominasi oleh mineral felsik (terang). Deret ini memberikan gambaran proses kristalisasi mineral batuan beku seiring perubahan suhu.

1.1.6 Pengaruh Suhu dan Tekanan Terhadap Pembentuksn Batuan

Hubungan antara tekanan dan suhu dalam pembentukan batuan, dikenal sebagai metamorfisme, sangat penting. Proses ini mengakibatkan perubahan fisik dan kimia pada batuan karena tekanan dan suhu yang

(9)

tinggi. Tekanan dan suhu bekerja bersama untuk mempengaruhi struktur kristal, komposisi mineral, dan tekstur batuan. Peningkatan tekanan dapat menyebabkan pemadatan partikel mineral dan modifikasi struktur kristal, menghasilkan mineral baru atau mengubah mineral yang sudah ada.

Peningkatan suhu mentransfer energi panas ke batuan, memicu perubahan dalam tekstur dan komposisi mineral. Kombinasi tekanan dan suhu dapat menghasilkan berbagai jenis batuan metamorfika, seperti batu pasir kuarsa dari batuan sedimen atau batu cap bacan dari batuan beku granit. Dalam konteks metamorfisme, tekanan dan suhu diukur dalam satuan Giga Pascal (GPa) dan derajat Celcius (°C) atau kadang-kadang dalam satuan tekanan atmosfer dan suhu mutlak dalam Kelvin (K).

(10)

1.2 Pembahasan 1.2.1 Mineral Kuarsa

Gambar 1.2 Batu Kuarsa (Sumber: Koleksi Pribadi, 2024)

Mineral kuarsa yang diamati memiliki panjang 3 cm, berwarna putih kehijauan dengan perawakan meniang dan kilap kaca. Kuarsa masuk ke dalam kategori mineral primer. Saat diuji menggunakan larutan HCL 0.1 N, kuarsa tidak menghasilkan buih, menunjukkan ketiadaan karbonat dalam komposisinya. Warna asli kuarsa sebenarnya tidak berwarna, tetapi adanya zat pengotor dan kelompok ion asing memberikan nuansa kehijauan pada mineral ini.

Kuarsa masuk ke dalam kategori mineral primer karena merupakan salah satu mineral utama yang membentuk batuan beku felsik. Seperti granit dan granodiorit, Kuarsa terbentuk pada suhu rendah sekitar 600°C dan merupakan mineral yang terbentuk paling akhir setelah mineral primer lainnya pada seri Bowen.

Kuarsa memiliki kegunaan dalam industri, terutama dalam pembuatan keramik sebagai bahan anorganik. Bahan dasar untuk keramik diperoleh dari tambang alam. Kuarsa, yang juga dikenal sebagai silika, merupakan mineral umum yang melimpah di lapisan kerak bumi mineral ini memiliki berbagai bentuk dengan sifat yang tembus cahaya. Kuarsa cenderung tidak berwarna, namun bisa berubah menjadi warna jingga atau ungu jika mengandung ion-ion tertentu, seringkali diidentifikasi sebagai permata. Dampak negatif pada kesehatan kerja dari tumpukan limbah

(11)

dibuang, khususnya silikosis, disebabkan oleh debu silika tersebar di udara (de Carvalho et al., 2022).

(12)

1.2.2 Mineral Olivin

Gambar 1.3 Batu Olivin (Sumber: Koleksi Pribadi, 2024)

Mineral olivin yang diamati memiliki panjang kurang dari 2 cm, berwarna hitam kehijauan dengan perawakan meniang dan kilap lilin, Olivin masuk ke dalam kategori mineral primer. Saat terkena Larutan HCl, tidak terjadi reaksi atau buih, menunjukkan bahwa olivin tidak mengandung karbonat.

Olivin masuk ke dalam kategori mineral primer karena merupakan salah satu mineral utama yang membentuk batuan beku mafik seperti basalt dan peridotit. Olivin, sebagian kelompok mineral silikat, terdiri dari unsur besi (Fe) dan magnesium (Mg) dan biasanya terbentuk pada suhu tinggi sekitar 1200°C, dapat ditemui pada reaksi Bowen dalam deret diskontinu antara batuan basalt dan ultramafik.

Olivin memiliki peran penting sebagai pasir pengecoran dan sebagai komponen batu bata tahan api. Meskipun juga sering dimanfaatkan sebagai permata dan dikenal sebagai periodet zamrud senja, pengambilan olivin dari alam dapat menyebabkan dampak negatif pada lingkungan dengan perubahan keadaan tanah dan gangguan terhadap kehidupan makhluk hidup. Pelarutan olivin menyebabkan peningkatan alkalinitas air laut yang signifikan dengan peningkatan Karbon Anorganik Terlarut (DIC) yang dihasilkan karena invasi 𝐶�2, hal ini menegaskan kelayakan konsep dasar pelapukan silikat yang ditingkatkan (Montserrat et al., 2017).

(13)

1.2.3 Mineral Kalsit

Gambar 1.4 Batu Kalsit (Sumber: Koleksi Pribadi, 2024)

Mineral kalsit yang diamatimemiliki panjang 8 cm, berwarna putih kecoklatan. Warna aslinya adalah putih, namun warna orange kecoklatan muncul karena adanya zat pengotor seperti HCl. Kristal kalsit memiliki perawakan meniang, kilap kaca, dan termasuk dalam kategori mineral sekunder. Ketika terkena HCl, kalsit mengalami reaksi dan menghasilkan buih, menunjukkan keberadaan karbonat dalam mineral ini.

Mineral kalsit dikategorikan sebagai mineral sekunder karena berasal dari perubahan mineral primer yang dipengaruhi oleh larutan air yang mengandung O . Pembentukan kalsit terkait erat dengan proses₂ pembentukan batu kapur dan batu marmer. Kalsit dapat terbentuk melalui deposisi kalsium karbonat di dalam gua atau melalui transformasi kalsium karbonat yang berasal dari koral atau alga yang mengalami diagenesis

Kalsit memiliki hubungan yang signifikan dengan batu kapur dan marmer dalam konteks distribusinya di alam. Mineral kalsit memberikan dampak positif melalui penggunaannya dalam bidang optik, seperti dalam pembuatan prisma polarisasi untuk mikroskop. Selain itu, dalam industri, kalsit digunakan sebagai bahan pemutih, cat, plastik, karet, penetral asam, dan dalam proses pengecoran logam. Kalsit juga memiliki peran sebagai bahan perhiasan dalam bentuk pualam dan berfungsi sebagai campuran atau flux pada proses peleburan.

(14)

1.2.4 Mineral Hornblende

Gambar 1.5 Batu Hornblende (Sumber: Koleksi Pribadi, 2024)

Mineral hornblende diamati memiliki ciri-ciri berupa panjang sekitar 2,5 cm, warna hitam, perawakan yang membundar, dan kilap arang.

Hornblende dikategorikan sebagai mineral primer, yang berarti menjadi salah satu komponen utama dalam pembentukan batuan. Saat dikenai HCl, hornblende tidak menunjukkan reaksi atau buih, menandakan bahwa mineral ini tidak mengandung karbonat.

Hornblende dianggap sebagai mineral primer karena merupakan salah satu mineral utama yang membentuk batuan beku intermediate, seperti diorit atau andesit. Maka hornblende dapat diklasifikasikan sebagai mineral utama atau primer yang bersifat mafik. Pembentukan hornblende terjadi melalui proses kristalisasi magma pada suhu yang bersifat intermediate, yaitu sekitar 800℃ - 900℃.

Hornblende memiliki unsur utama seperti (Mg), (Fe), (Ca), dan (Na). Penggunaan hornblende memberikan dampak positif, seperti digunakan dalam penelitian struktur batuan di kerak bumi, sebagai bahan konstruksi, bahan perhiasan, dan sebagai batu tatakan di pondasi rel.

Mineral hornblende juga sering dimanfaatkan dalam industri kimia dan pembuatan obat-obatan. Namun, ada dampak negatif yang dapat timbul, terutama dalam kerusakan alam yang terjadi selama proses penambangan mineral hornblende, yang berpotensi merusak lingkungan dan ekosistem alam.

(15)

1.2.5 Mineral Orthoklas

Gambar 1.6 Batu Orthoklas (Sumber: Koleksi Pribadi, 2024)

Mineral ortoklas yang diamati memiliki dimensi sekitar 3,5 cm dan memiliki warna coklat muda. Mineral ortoklas ini termasuk dalam kategori mineral primer. Perawakannya adalah meniang, dan memiliki kilap lemak.

Saat dilakukan percobaan dengan larutan HCl, mineral ini tidak menunjukkan reaksi atau buih, menandakan bahwa mineral ini tidak mengandung karbonat. Mineral ortoklas juga terkait dengan reaksi Bowen dan tergolong sebagai mineral yang bersifat asam.

Mineral orthoklas dikategorikan sebagai mineral primer karena terbentuk melalui proses menguapnya gas-gas dalam magma. Proses ini mengakibatkan penurunan suhu dan viskositas magma, memungkinkan pembentukan mineral-mineral baru, termasuk orthoklas, melalui penguapan gas-gas tersebut. Orthoklas sering ditemukan dalam endapan hasil proses diagenesis dari endapan piroklastik halus yang bersifat asam.

Mineral ortoklas yang terdapat dalam batuan leukogranit memiliki potensi sebagai bahan untuk porselen. Selain itu, ortoklas juga dapat digunakan untuk mengurangi kandungan mineral pengotor seperti besi, biotit, turmalin, mika, dan kuarsa. Pertambangan ortoklas, jika tidak dikelola dengan baik setelah penggalian, berpotensi menimbulkan dampak negatif pada lingkungan.

(16)

1.2.6 Mineral Pirit

Gambar 1.7 Batu Pirit (Sumber: Koleksi Pribadi, 2024)

Mineral pirit yang diamati memiliki dimensi panjang hampir 14 cm dan berwarna kuning loyang. Pirit termasuk dalam kategori mineral sekunder dengan perawakan membutir dan memiliki kilap logam. Saat diuji dengan larutan HCL, mineral ini tidak menunjukkan reaksi khusus, menandakan bahwa tidak terkandung bahan karbonat di dalamnya. Ketika disentuh, pirit menghasilkan bau besi karena kandungan utama mineral ini adalah besi dan sulfur (belerang).

Pirit dianggap sebagai mineral sekunder karena terbentuk melalui proses alterasi atau transformasi mineral yang telah ada sebelumnya. Proses pembentukan pirit umumnya terjadi dalam kondisi air di mana unsur sulfur terendap, dan fenomena ini dikenal sebagai alterasi mineral yang terkait dengan tingginya kandungan sulfur. Pembentukan pirit terjadi ketika magma terkontaminasi oleh air panas hidrotermal. Mineral ini dapat terbentuk dalam rentang suhu 550°C-700°C.

Mineral pirit digunakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai komponen campuran semen dan sebagai bahan dalam pembuatan keramik.

Meskipun memiliki manfaat tersebut, mineral pirit juga dapat memberikan dampak negatif sebagai penyebab air asam tambang. air asam tambang terbentuk melalui oksidasi mineral sulfida tertentu dalam batuan oleh oksigen di udara, terutama dalam lingkungan berair, yang berperan signifikan dalam pembentukan Air Asam Tambang atau Acid Mine Drainage (Marganingrum D & Noviardi R, 2020).

(17)

1.2.7 Mineral Piroksen

Gambar 1.8 Batu Piroksen (Sumber: Koleksi Pribadi, 2024)

Mineral piroksen yang diamati memiliki dimensi panjang sekitar 14 cm dan memiliki warna hitam pekat. Piroksen termasuk dalam kategori mineral primer dengan perawakan meniang dan memiliki kilap kaca. Saat diuji dengan larutan mineral ini tidak menunjukkan reaksi khusus, menandakan bahwa tidak terkandung karbonat di dalamnya. Bentuk perawakan mineral ini mirip dengan kristal prismatik yang menyerupai tiang.

Mineral piroksen dianggap sebagai mineral primer karena berperan utama dalam pembentukan berbagai jenis batuan. Sebagai komponen kunci dalam banyak batuan beku dan metamorf, piroksen memiliki peran signifikan dalam pembentukan kerak bumi. Pembentukan piroksen terjadi melalui proses penguapan gas-gas yang terkandung dalam magma pada suhu tinggi, berkisar antara 900°C hingga 1100°C. Hasil dari penguapan ini memungkinkan pembentukan mineral-mineral baru yang menjadi komponen penting dalam struktur batuan.

Mineral piroksen memberikan dampak positif yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari dan industri. Dalam industri mineral, piroksen digunakan sebagai komponen dalam pembuatan bahan bangunan seperti semen. Secara ekonomis, piroksen juga memiliki nilai sebagai perhiasan ketika ditemukan dalam bentuk batuan basalt. Di Indonesia, mineral

(18)

piroksen dapat ditemukan di wilayah selatan Pulau Jawa dan juga tersebar di beberapa daerah di Pulau Sumatera.

1.3 Kesimpulan

Melalui pengamatan terhadap ketujuh mineral, tampak bahwa setiap batuan memiliki perbedaan yang mencolok, memberikan manfaat yang beragam dalam kehidupan manusia. Karakteristik dan sifat unik masing-masing batuan termasuk warna, cerat, perawakan, kilap, kekerasan, belahan, pecahan, daya tahan, berat jenis, rasa, dan bau juga dapat diamati sebagai bagian dari sifat fisik mineral. Dalam konteks pembentukan mineral melalui pendinginan magma, terdapat hubungan erat dengan penurunan suhu yang mengarah pada proses kristalisasi. Fenomena ini terdokumentasikan dalam Bowen’s Reaction Series (BWE), yang membagi pembentukan mineral menjadi dua kelompok, yaitu secara menerus (Continue series) atau tidak menerus (Discontinue series). Mineral yang teridentifikasi seperti hornblende, olivin, kuarsa, piroksen, dan orthoklas, dianggap sebagai mineral primer, sementara pirit dan kalsit dikategorikan sebagai mineral sekunder. Keberadaan mineral-mineral ini memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia.

(19)

DAFTAR PUSTAKA

de Carvalho, F. A., Nobre, J. N. P., Cambraia, R. P., Silva, A. C., Fabris, J. D., Dos Reis, A. B., & Prat, B. V. (2022). Quartz Mining Waste for Concrete Production: Environment and Public Health. Sustainability (Switzerland), 14(1).

Marganingrum D, & Noviardi R. (2020). Pencemaran Air dan Tanah di Kawasan Pertambangan Batubara PT. Berau Coal,Kalimantan Timur. Riset Geologi Dan Pertambangan , 20, 11–20.

Montserrat, F., Renforth, P., Hartmann, J., Leermakers, M., Knops, P., & Meysman, F. J. R. (2017). Olivine Dissolution in Seawater: Implications for CO2 Sequestration through Enhanced Weathering in Coastal Environments.

Environmental Science and Technology, 51(7), 3960–3972.

Noor, & Djauhari. (2009). Pengantar Geologi. Fakultas Teknik Universitas Pakuan.

Suharwanto. (2024). Buku Penuntun Praktikum Mineralogi Petrologi. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta.

Sutarto. (2023). Modul Batuan Beku. Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral UPNYK.

Winarno, T., & Marin, J. (2020). Buku Ajar Minerologi. Lembaga Pengembangan Mutu Pendidikan Universitas Diponegoro.

Referensi

Dokumen terkait

Genesa : merupakan batuan beku yang terbentuk dengan sangat lambat sehingga menghasilkan warna gelap dan mendapat tekanan yang membuat batu tsb berlubang dan kemudian terisi

Karbonatit merupakan batuan beku yang memiliki tingkat kompleksitas mulai dari yang tinggi sampai sederhana, dengan mineral esensial adalah varietas kalsit atau dolomit dengan

Travis merupakan batuan beku Porfiri Dasit dengan struktur massif, tekstur holokristalin inequigranular, porfiroafanitik dan kandungan mineral plagioklas (60%), kuarsa

Antara butiran/mineral yang banyak ditemui dalam batu sedimen ialah; rutil Zirkon Mineral berat muskovit Mika Rijang batu pasir batu lumpur syis basalt granit halus Pecahan

 Batuan dengan nomor peraga 46 ini berwarna abu-abu kecoklatan, struktur skoriaan, bertekstur hipokristalin, dengan sortasi baik. Batuan ini terdiri dari 70% massa gelas vulkanik,

Pada kenyataannya, batuan hasil letusan gunung api dapat berupa suatu hasil lelehan yang merupakan lava yang telah dibahas dan diklasifakasikan ke dalam batuan beku, serta dapat

Warna batuan berkaitan erat dengan komposisi mineral penyusunnya.mineral penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya sehingga dari warna dapat diketahui

Terdapat tiga jenis batuan yang utama yaitu batuan beku igneous rock, terbentuk dari hasil pendinginan dan kristalisasi magma didalam bumi atau dipermukaan bumi, batuan sedimen