• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul Praktikum Petrologi 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Modul Praktikum Petrologi 2014"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Petrologi

Secara umum, petrologi merupakan ilmu pengetahuan yang memepelajari tentang aspek batuan sebagai pembentuk kerak bumi. Secara khusus, Petrologi merupakan cabang dari ilmu Geologi yang membahas dan meneliti batuan, baik mengenai asal usulnya (petro genesa), struktur, tekstur, mineralogi, serta penyebarannya.

1.2. Batuan

Batuan didefinisikan sebagai bahan yang menyusun kerak bumi dan merupakan agregat atau kumpulan mineral-mineral yang telah menghablur. Tanah dan bahan lepas lainnya bukan termasuk batuan.

Secara genesa, batuan terbagi atas beberapa jenis, yaitu : 1. Batuan Beku

Batuan beku merupakan kumpulan interlocking agregat mineral-mineral silikat hasil penghabluran magma yang mendingin (W. T. Huang, 1962).

2. Batuan Piroklastik

Batuan piroklastik adalah batuan yang bertekstur klastik yang dihasilkan oleh serangkaian proses yang berkaitan dengan letusan gunung api dengan material penyusun dari asal yang berbeda (W. T. Huang, 1962 dan William, 1954).

3. Batuan Sedimen

Batuan sedimen merupakan batuan hasil lithifikasi bahan rombakan dari hasil pelapukan atau hasil reaksi kimia maupun hasil aktifitas organisme (Pertjihon, 1975).

4. Batuan Metamorf

Batuan metamorf adalah batuan yang berasal dari batuan induk (source rock) yang mengalami perubahan tekstur dan komposisi kimia atau

(2)

mineral pada fase padat sebagai akibat perubahan kondisi fisik (HGH, Winkler, 1967).

1.3. Magma

Magma adalah cairan silikat pijar yang terbentuk secara alamiah, bersifat mobilis dengan suhu 600o – 1200o C atau lebih yang berasal dari kerak

bumi bagian bawah atau kerak bumi bagian atas.

Komposisi magma terdiri atas SiO2, MnO, Al2O, CaO, Fe2O3, TiO2,

P2O3. Senyawa-senyawa tersebut bersifat non volatil dengan komposisi 99%

dan sisanya 1% bersifat volatil dan unsur jejak.

Berdasarkan penghabluran mineral-mineral silikat (magma), oleh Norman L. Bowen disusun suatu seri yang kemudian dikenal sebagai Bowen Reaction Series. Seri reaksi Bowen menggambarkan proses pembentukan mineral pada saat pendinginan magma, dimana ketika magma mendingin, magma tersebut mengalami reaksi yang spesifik.

*Sumber : Prawira, 2010

Gambar 1.1

Bowen Reaction Series BAB II BATUAN BEKU

(3)

2. Menginterpretasikan penamaan batuan-batuan beku berdasarkan deskripsinya.

3. Mengetahui kandungan mineral yang terdapat dalam batuan beku.

2.2. Struktur Batuan Beku

Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari proses pembekuan magma, baik yang terbentuk di bawah permukaan bumi (intrusif), yang terbentuk di permukaan bumi (ekstrusif) ataupun juga berupa intrusi magma.

Struktur adalah kenampakan hubungan antara batuan dalam skala besar ataupun kecil. Bentuk struktur sangat erat kaitannya dengan pembentukan batuan beku. Berikut beberapa struktur dari batuan beku :

1. Masif apabila tidak menunjukkan adanya sifat aliran atau fragmen lain yang tertanam.

2. Joint adalah apabila batuan mempunyai retakan ataupun kekar. Struktur ini terbagi menjadi dua, yaitu :

a. Columnar Joint yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah poligonal seperti batang pensil

b. SheetingJoint apabila retakan atau kekar berbentuk seperti lembaran-lembaran atau struktur batuan yang terlihat seperti lembaran-lembaran.

c. Pillow Lava adalah struktur yang berbentuk seperti bantal. Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.

d. Vesikuler, dicirikan adanya lubang-lubang gas di saat pembekuan dan susunan lubangnya teratur.

e. Amigdaloidal, merupakan struktur yang berlubang-lubang namun lubang-lubang terisi oleh mineral sekunder, misalnya kalsit dan zeolit. f. Skoria, sama seperti vesikuler namun susunan lubangnya tidak teratur. g. Xenolit, struktur yang memperlihatkan fragmen batuan yang tertanam

ke dalam masa batuan.

h. Autobreccia, merupakan struktur yang memperlihatkan adanya fragmen lava yang tertanam pada lava.

2.3. Tekstur Batuan Beku

Tekstur batuan beku adalah hubungan antara mineral penyusun batuan dengan mineral massa gelas suatu penyusun batuan tersebut.

(4)

1. Granularitas, yaitu bentuk butiran-butiran yang terdapat dalam batuan beku dapat dibedakan beberapa struktur, diantaranya :

a. Fanerik, butiran mineral dapat dilihat dengan mata telanjang. 1) Halus (fine), apabila ukuran diameter butir

kurang dari 1 mm.

2) Sedang (medium), apabila ukuran diameter butir antara 1 – 5 mm.

3) Kasar (coarse), apabila ukuran diameter butir antara 5 – 30 mm.

4) Sangat kasar (very coarse), apabila ukuran diameter butir lebih dari 30 mm.

b. Afanitik, bila butiran mineral sangat halus sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.

c. Porfiritik, dibedakan menjadi dua :

1) Faneroporfiritik, bila butiran-butiran mineral yang besar dikelilingi oleh mineral-mineral yang berukuran butir lebih kecil yang dapat dikenal dengan mata telanjang.

2) Porfiroafanitik, bila butiran-butiran mineral sulung (fenokris) dikelilingi oleh massa dasar yang afanitik

2. Derajat Kristalisasi, merupakan perbandingan antara kristal dengan massa gelas penyusun batuan. Ada tiga macam jenis derajat kristalisasi diantaranya :

a. Holokristalin, apabila massa batuan tersusun butiran-butiran kristal.

b. Hipokristalin, apabila massa batuan tersusun dari butiran-butiran kristal dan massa gelas.

c. Holohialin, apabila batuan tersusun dari massa gelas.

3. Bentuk Butiran (Kemas), merupakan kenampakan dari tubuh kristal yang terbentuk.

a. Euhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral mempunyai bidang yang sempurna.

(5)

b. Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang kristal yang sempurna dan sebagian bidang tidak sempurna.

c. Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi bentuk bidang yang tak sempurna.

4. Relasi, merupakan hubungan bentuk keseragaman antar butiran kristal satu dengan yang lainnya.

a. Equigranular, apabila mineral mempunyai bentuk relatif sama. b. Inequigranular, apabila mempunyai ukuran butir yang tidak sama.

2.4. Mineral-Mineral Pembentuk Batuan Beku

Berdasarkan dari Walter T. Huang, 1962, komposisi mineral dikelompokan menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Mineral Utama

Mineral ini terbentuk secara langsung pada waktu kristalisasi magma dan merupakan mineral dominan yang membentuk batuan beku. Mineral utama terbagi menjadi dua :

a. Mineral felsik, adalah mineral yang berwarna terang, terdiri dari ; Kuarsa, Plagioklas, Orthoklas, Muskovit, dan Feldspar.

b. Mineral mafik, adalah mineral-mineral yang berwarna gelap yang terdiri dari ; Olivin, Piroksin, Amphibole, dan Biotit.

2. Mineral Sekunder

Mineral tersebut merupakan mineral hasil dari ubahan mineral utama yang disebabkan proses pelapukan, reaksi hidrotermal maupun hasil metamorfisme terhadap mineral utama. Mineral sekunder terdiri dari : a. Kelompok kalsit, terdiri dari ; Kalsit, Dolomit, Magnesit, Sideret.

Kelompok ini merupakan ubahan dari mineral Plagioklas.

b. Kelompok serpentin, merupakan ubahan dari mineral olivin dan piroksin, terdiri dari ; Antigonit dan Crysotil. Banyak terdapat pada batuan serpentinit.

c. Kelompok klorit, merupakan ubahan dari mineral Plagioklas, terdiri dari ; Proktor, Talk, dan lain - lain.

(6)

3. Mineral Tambahan

Merupakan mineral yang terbentuk pada waktu kristalisasi magma, dengan jumlah yang sangat kecil. Contohnya seperti hematite, kromit,

rutile, magnetit, rulit, dan apatit.

2.5. Jenis – Jenis Batuan Beku

Penggolongan batuan beku dapat didasarkan atas 3 patokan, yaitu sebagai berikut :

1. Berdasarkan senyawa SiO2 menurut C.J. Hughes, 1962 yaitu :

a. Batuan beku asam apabila kandungan SiO2 lebih dari 66% atau banyak

mengandung mineral kuarsa.

b. Batuan beku intermediet apabila kandungan SiO2 antara 52% - 66%.

c. Batuan beku basa apabila kandungan SiO2 antara 45% - 52%.

d. Batuan beku ultrabasa apabila kandungan SiO2 kurang dari 45%.

2. Berdasarkan unsur mineralogi menurut S.J. Shand, 1943 yaitu : a. Leukokratik Rock, jika mengandung < 30 % mineral mafik. b. Mesokratik Rock, jika mengandung 30 % - 60 % mineral mafik. c. Melanokratik Rock, jika mengandung 60 % - 90 % mineral mafik. d. Hypermelanic Rock, jika mengandung > 90 % mineral mafik.

Menurut S. J. Elis, 1948, batuan beku dapat dibagi menjadi empat golongan tekstur, yaitu :

a. Felsic (indeks warna kurang dari 10%) b. Mafelsic (indeks warna 10% - 40%) c. Mafic (indeks warna 40% - 70%)

d. Ultramafic (indeks warna lebih dari 70%)

Cara Penggunaan Klasifikasi (W. T. Huang, 1962)

1. Dengan mempertimbangkan tabel, dapat diketahui nama batuan yang tercantum pada lajur yang menunjukkan cara terjadinya dan jenis teksturnya. Untuk batuan vulkanik di bagian atas dari batuan plutonik.

2. Jenis dan kelompok batuan dibatasi oleh kolom-kolom dengan ciri-ciri mineral tertentu. Masing-masing batuan dibatasi garis kolom terpanjang, yaitu jenis

(7)

batuan asam, jenis batuan beku menengah, dan jenis batuan beku basa (mafik, alkali, dan ultra mafik).

3. Masing-masing kolom jenis dibagi dalam kolom-kolom kecil yang menunjukkan kelompok batuan, dimana masing-masing kolom mempunyai kandungan mineral yang hampir sama, hanya saja berbeda teksturnya, yakni tekstur plutonik dan vulkanik.

4. Kuarsa sebagai mineral utama penyebarannya dibagi oleh garis bagi kuarsa, dimana bagian kiri dari garis tersebut adalah batuan yang mengandung kuarsa > 10%, sedangkan di sebelah kanan garis merupakan batuan yang mengandung kuarsa < 10% (batuan jenis menangah dan basa).

5. Mineral orthoklas dalam hal ini meliputi pengertian keseluruhan alkali feldspar lainnya seperti sanidin, mikrolin, anorthoklas, dan lain-lain. Sedangkan plagioklas dibedakan menjadi plagioklas asam dan basa.

Tahap Penentuan Jenis Batuan

1. Untuk pemerian batuan beku adalah mengamati kehadiran mineral kuarsa bebas serta menghitung proporsi secara relatif dalam batuan

2. Jika mineral kuarsa hadir dan mencapai 10 % atau lebih maka jenis batuannya adalah batuan beku asam

3. Jika mineral kuarsa hadir dan kurang dari 10 % maka jenis batuannya adalah batuan beku intermediet, dicirikan dengan melimpahnya mineral orthoklas dan plagiokas asam, sedangkan pada jenis basa dicirikan dengan melimpahnya plagioklas basa.

Plagioklas asam umumnya relatif cerah dibandingkan dengan plagioklas basa, tetapi pada kenyataannya secara megaskopis sulit untuk membedakannya. Untuk membedakannya kita melihat presentasi kandungan mineral mafik yang utama. Tahap Menentukan Nama Batuan

1. Tentukan terlebih dahulu jenis batuannya.

2. Tentukan kelompok batuannya berdasarkan proporsi dari mineral-mineral mafik dan felsik.

3. Tentukan relasinya, kemudian menentukan nama batuannya. Contoh :

Dari hasil pemerian diketahui kandungan : - Kuarsa 25%

(8)

- Plagioklas 10%

- Relasinya panidiomorfik granular

Karena kuarsa lebih dari 10%, maka jenis batuannya adalah asam, sedangkan kelompoknya adalah granit, granit porfir, atau rhyolite. Setelah mengetahui relasinya panidiomorfik granular, maka dapat ditentukan nama batuannya adalah granit. Jika relasinya vitroferik, nama batuannya rhyolite.

Jika secara megaskopis dapat dikenal tekstur khususnya, maka dapat pula nama batuannya, sebagai contoh : trachyte dengan tekstur khususnya trakhitik, diabas dengan tekstur khususnya diabasik.

Tabel 2.1

Jenis Batuan dan Komposisi Utama

Mineral Batuan

Granit Sierit Diorit Gabro Hornblende Dunit Serpentinit Kuarsa Kalium Feldspar Plagioklas Mika Amfibol Piroksen Olivin Serpentin

(9)

*Sumber : Khalik dkk, 2013

Gambar 2.1

(10)

BAB III

BATUAN PIROKLASTIK

3.1. Tujuan Praktikum

1. Mengetahui dan membedakan batuan piroklastik berdasarkan klasifikasinya.

2. Menginterpretasikan penamaan batuan-batuan piroklastik berdasarkan deskripsinya.

3.2. Definisi Batuan Piroklastik

Batuan piroklastik merupakan batuan vulkanik yang memiliki tekstur klastik, dihasilkan dari serangkaian proses yang berkaitan dengan aktivitas vulkanisme atau letusan gunungapi, dengan material penyusun dari asal yang berbeda-beda (W. T. Huang 1962, William 1982). Material penyusun tersebut terendapkan dan terkonsolidasi sebelum mengalami transportasi (reworked) baik oleh air ataupun media es.

3.3. Komposisi Material Batuan Piroklastik

Material penyusun batuan piroklastik hasil erupsi ledakan (eksplosif) Gunungapi bersifat fragmental. Material penyusun batuan piroklastik dikelompokkan menjadi (Fisher, 1984 dan William, 1982):

1. Kelompok Juvenil (Essential)

Bila material penyusun yang dikeluarkan secara langsung dari magma, terdiri dari padatan, atau partikel dari suatu cairan yang mendingin dan mengkristal (Pyrogenic Crystal).

2. Kelompok Cognate (Accessory)

Bila material penyusunnya dari material hamburan yang berasal dari letusan sebelumnya, dari gunung api yang sama atau tubuh vulkanik yang lebih tua daripada dinding kawah.

(11)

3. Kelompok Accidental (Bahan Asing)

Bila material penyusunnya merupakan bahan hamburan yang berasal dari batuan non gunung api atau batuan dasar berupa batuan beku, batuan sedimen, atau batuan metamorf sehingga memiliki komposisi yang beragam.

3.4. Struktur Batuan Piroklastik

Batuan piroklastik memiliki struktur yang sama dengan batuan beku, yaitu skoria, vesikuler, serta amigdaloidal.

3.5. Tekstur Batuan Piroklastik

Jika dilihat dari variasi batuan, pembundaran, dan pemilahan, batuan piroklastik mirip dengan batuan sedimen klastik pada umumnya. Hanya saja unsure-unsur tersebut bergantung pada tenaga letusan, penguapan, tegangan permukaan, dan pengaruh seretan eksplosif.

3.6. Komposisi Mineral Batuan Piroklastik

1. Mineral-mineral Sialis a. Kuarsa (SiO2)

b. Feldspar (K-Feldspar, Na-Feldspar, maupun Ca-Feldspar) c. Feldspatoid

2. Mineral-mineral Ferromagnesic

Kelompok mineral yang kaya akan kandungan ikatan Fe-Mg silikat dan terkadang disusul dengan Ca-silikat.

a. Piroksin b. Olivin

3. Mineral Tambahan

Mineral-mineral yang sering hadir seperti hornblende, biotit, magnetit, dan ilmenit.

(12)

3.7. Klasifikasi Batuan Piroklastik

Tabel 3.1

Klasifikasi Batuan Piroklastik Ukuran Butir

(mm) (Piroklastik)Sebutan

Endapan Piroklastik

Tak Terkonsolidasi Terkonsolidasi > 64 Bomb, Block Bomb, Block,Tephra BreksiAglomerat,

Piroklastik

64 – 2 Lapillus Tephra lapilli Batulapilli

1⁄16 – 2 Debu Kasar Debu kasar Tuff, debukasar

< 1/16 Debu Halus Debu halus Tuff, debuhalus

*Sumber: wikipedia.org, 2013

1. Endapan Piroklastik Tak Terkonsolidasi a. Bomb Gunung api

Bomb merupakan gumpalan–gumpalan lava yang memiliki ukuran lebih besar dari 64 mm, dan sebagian atau semuanya bersifat plastis pada waktu tererupsi. Beberapa bomb mempunyai ukuran yang sangat besar. Bomb terdiri dari tiga macam, yaitu bomb pita, bomb teras, dan bomb kerak roti.

b. Lapili

Lapili berasal dari bahasa latin yaitu lapilus, nama untuk hasil erupsi eksplosif gunungapi yang berukuran 2 mm–64 mm. Selain itu dari fragmen batuan kadang–kadang terdiri dari mineral–mineral augit, olivin, atau plagioklas. Bentuk khusus dari lapili yang terdiri dari jatuhan lava injeksi dalam keadaan sangat cair dan membeku di udara, mempunyai bentuk membola atau memanjang dan berakhir dengan meruncing.

c. Debu Gunung api

Debu gunung api terbentuk dari tephra yang berukuran 2 mm – 1/256 mm yang dihasilkan oleh pelemparan dari magma akibat erupsi eksplosif, namun ada juga debu gunung api yang terjadi karena proses pergesekan pada waktu erupsi gunung api.

(13)

2. Endapan Piroklastik Terkonsolidasi

Endapan piroklastik terkonsolidasi merupakan akibat dari proses lithifikasi endapan piroklastik jatuhan.

a. Breksi Piroklastik

Breksi piroklastik merupakan batuan yang disusun oleh block-block gunung api yang telah mengalami konsolidasi dalam jumlah lebih dari 50% serta mengandung sekitar 25% lapili dan debu.

b. Aglomerat

Aglomerat merupakan batuan yang dibentuk oleh konsolidasi material–material dengan kandungannya didominasi oleh bomb gunung api, dimana kandungan lapili dan abu kurang dari 25%.

c. Batu Lapili

Batu lapili merupakan batuan yang dominan terdiri dari fragmen lapili dengan ukuran 2 – 64 mm.

d. Tuff

Tuff merupakan endapan dari gunung api yang telah mengalami konsolidasi, dengan kandungan abu mencapai 75%. Jenisnya yaitu berupa tuff lapili, tuff aglomerat, dan tuff breksi piroklastik. Selain itu ada pula batuan piroklastik akibat litifikasi endapan piroklastik aliran, yaitu ignimbrit, breksi aliran piroklastik, vitrik tuff, dan welded tuff.

3.8. Mekanisme Pembentukan Endapan Piroklastik

1. Endapan Piroklastik Jatuhan

Piroklastik jatuhan yaitu tumpukan piroklastik yang diendapkan melalui udara. Endapan ini umumnya akan berlapis baik, dan pada lapisannya akan memperlihatkan struktur butiran bersusun.

2. Endapan Piroklastik Aliran

Piroklastik aliran yaitu material hasil langsung dari pusat erupsi, kemudian teronggok di suatu tempat. Aliran ini umumnya berlangsung pada suhu tinggi antara 500o – 650o C, dan temperaturnya cenderung

(14)

3. Endapan Piroklastik Gelombang

Piroklastik gelombang yaitu suatu awan campuran dari bahan padat dan gas (uap air) yang mempunyai rapat massa rendah dan bergerak dengan kecepatan tinggi secara turbulen di atas permukaan.

(15)

BAB IV BATUAN SEDIMEN

4.1. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah :

1. Mengetahui dan membedakan batuan sedimen berdasarkan klasifikasinya. 2. Menginterpretasikan penamaan batuan-batuan sedimen berdasarkan

deskripsinya.

4.2. Penggolongan Batuan Sedimen

Batuan Sedimen adalah batuan yang terbentuk karena proses diagenesis dari material batuan lain yang sudah mengalami sedimentasi. Sedimentasi ini meliputi proses pelapukan, erosi, transportasi, dan deposisi.

Secara genetis terdapat dua golongan batuan sedimen (Pettijohn, 1975 dan W. T. Huang, 1962), yaitu batuan sedimen klastik dan non klastik.

1. Batuan Sedimen Klastik

Batuan sedimen klastik merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari pengendepan kembali denritus atau pecahan batuan asal. Batuan asal dapat berupa batuan beku, batuan sedimnen, dan batuan metamorf. Fragmentasi batuan asal tersebut dimulai dari pelapukan mekanis maupun secara kimiawi, kemudian tererosi dan tertransportasi menuju suatu cekungan pengendapan. Setelah pengendapan berlangsung, sedimen mengalami diagenesa (proses perubahan-perubahan yang berlangsung pada temperature rendah di dalam suatu sedimen).

Adapun beberapa proses yang terjadi dalam diagenesa, yaitu : a. Kompaksi sedimen, yaitu proses termampatnya butir sedimen satu

terhadap yang lain akibat tekanan dari berat di atasnya. Disini volume sedimen berkurang dan hubungan antar butir yang satu dan yang lain

(16)

b. Sementasi, yaitu turunnya material–material di ruang antar butir sedimen, dan secara kimiawi mengikat butir–butir sedimen satu dengan yang lain. Sementasi makin efektif bila derajat kelolosan larutan pada ruang antar butir semakin besar.

c. Rekristalisasi, yaitu proses pengkristalan kembali suatu mineral dari suatu larutan kimia yang berasal dari pelarutan material sedimen selama diagenesa atau jauh sebelumnya Sangat umum terjadi pada pembentukan batuan karbonat.

d. Autigenesis, yaitu terbentuknya mineral baru di lingkungan diagenetik sehingga adanya mineral tersebut merupakan partikel baru dalam suatu sedimen. Mineral yang umum diketahui adalah karbonat, silika, klaorite, illite, gipsum, dan lain-lain.

e. Metasomatisme, yaitu pergantian mineral sedimen oleh berbagai mineral autigenik tanpa pengurangan volume asal, contohnya dolomitisasi sehingga dapat merusak bentuk suatu batuan karbonat atau fosil.

f. Pengeringan, yaitu keluarnya air dari pori-pori karena pemadatan atau penguapan.

2. Batuan Sedimen Non Klastik

Batuan sedimen ini merupakan batuan sedimen yang terbentuk dari hasil reaksi kimia atau bias juga dari hasil kegiatan organisme. Reaksi kimia yang dimaksud adalah kristalisasi langsung atau reaksi organik (penggaraman unsure-unsur laut, pertumbuhan kristal dan agregat kristal yang terpresipitasi dan replacement.

R. P. Koesoemadinata (1980) mengemukakan ada enam golongan utama batuan sedimen, yaitu :

1. Golongan Detritus Kasar

Batuan sedimen ini diendapkan dengan proses mekanis. Termasuk dalam golongan ini antara lain breksi, konglomerat, dan batupasir. Batuan ini diendapkan di lingkungan sungai, danau atau laut.

2. Golongan Detritus Halus

Batuan yang termasuk golongan ini umumnya diendapkan di lingkungan laut, dari laut dangkal hingga laut dalam. Termasuk dalam golongan ini yaitu batulanau, batulempung, serpih, dan napal.

(17)

Batuan ini umum sekali terbentuk dari kumpulan cangkang moluska, algae, foraminifera atau lainnya yang bercangkang kapur. Jenis batuan ini banyak sekali tergantung material penyusunnya, misalnya batugamping terumbu.

4. Golongan Silika

Proses terbentuknya batuan ini adalah gabungan dari proses organic dan kimiawi. Termasuk golongan ini adalah rijang, radiolaria, dan tanah diatom. Jenis batuan ini tersebarnya hanya sedikit dang sangat terbatas. 5. Golongan Evaporit

Pada umumnya batuan ini terbentuk di lingkungan danau atau laut yang tertutup dan untuk terjadinya batuan sedimen ini harus ada air yang memiliki larutan kimia yang cukup pekat. Termasuk dalam golongan ini yaitu gipsum, anhidrit, batugaram, dan lain-lain.

6. Golongan Batubara

Batuan sedimen ini terbentuk dari unsur-unsur organik, yaitu dari tumbuh-tumbuhan dimana sewaktu tumbuhan tersebut mati dengan cepat tertimbun oleh suatu lapisan yang tebal di atasnya sehingga tidak memungkinkan terjadinya pelapukan.

4.3. Batuan Sedimen Klastik

1. Struktur Batuan Sedimen klastik

Struktur batuan sedimen merupakan suatu kelainan dari perlapisan normal dari batuan sedimen yang diakibatkan oleh proses pengendapan. Pembentukannya dapat terjadi pada waktu dan segera setelah proses pengendapan. Dengan kata lain struktur sedimen adalah kenampakan batuan sedimen dalam dimensi yang lebih besar. Struktur batuan sedimen klastik dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

a. Struktur sedimen primer, terbentuk karena proses sedimentasi dengan demikian dapat merefleksikan mekanisasi pengendapannya contohnya antara lain perlapisan, gelembur gelombang, perlapisan silang siur, konvolut, perlapisan bersusun, dan lain-lain. Struktur Sedimen Sekunder

b. Struktur sedimen sekunder, terbentuk sesudah sedimentasi, sebelum atau pada waktu diagenesa. Struktur ini juga merefleksikan keadaan lingkungan pengendapan, misalnya keadaan dasar, lereng dan

(18)

lingkungan organisnya. Contoh struktur ini antara lain beban, rekah kerut, jejak binatang, dan lain-lain.

c. Struktur organik, adalah struktur yang terbentuk oleh kegiatan organisme seperti mollusca, cacing atau binatang lainnya contohnya antara lain kerangka, laminasi pertumbuhan, dan lain-lain.

Struktur perlapisan merupakan sifat utama dari batuan sedimen klastik yang menghasilkan bidang-bidang sejajar sebagai hasil dari proses pengendapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenampakan adanya struktur perlapisan adalah :

a. Adanya perbedaan warna mineral b. Adanya perbedaan ukuran besar butir c. Adanya perbedaan komposisi mineral d. Adanya perubahan macam batuan e. Adanya perubahan struktur sedimen f. Adanya perubahan kekompakan a. Macam-macam Perlapisan

1) Masif, bila tidak menunjukkan struktur dalam atau ketebalan lebih dari 120 cm.

2) Perlapisan sejajar, bila bidang perlapisan saling sejajar satu sama lain.

3) Laminasi, merupakan perlapisan sejajar yang ukuran atau ketebalannya lebih kecil dari 1 cm dan terbentuk dari suspensi tanpa energi mekanis.

4) Perlapisan pilihan, bila perlapisan disusun atas butiran yang berubah teratur dari halus ke kasar pada arah vertikal, terbentuk dari arus pekat.

5) Perlapisan silang siur, yaitu perlapisan yang membentuk sudut terhadap bidang lapisan yang berada di atas atau di bawahnya dan dipisahkan oleh bidang erosi.

b. Bidang Perlapisan

1) Gelembur gelombang, terbentuk sebagai akibat pergerakan air atau angin.

(19)

2) Rekah kerut, yaitu rekahan pada permukaan bidang perlapisan sebagai akibat proses penguapan.

3) Cetak suling, merupakan cetakan sebagai akibat penggerusan media terhadap batuan dasar.

4) Cetak beban, yaitu cetakan akibat pembebanan pada sedimen yang masih plastis.

5) Beban jejak organisme, yaitu bekas rayapan, rangka, maupun tempat berhentinya binatang.

c. Struktur Deformasi

Struktur deformasi terbentuk akibat deformasi non tektonik (gravity) dari sedimen pada waktu sedimentasi atau segera tersedimentasi sebelum terkonsolidasi. Adapun jenisnya antara lain :

1) Konvoluth, terbentuk akibat deformasi sedimen yang dihasilkan oleh arus turbidit.

2) Slump, luncuran ke bawah dari satu atau beberapa bagian debris batuan, umumnya membentuk gerakan rotasional.

Tabel 4.1

Penggolongan Lapisan Menurut Ketebalan (Mc Kee & Weir, 1953)

Ketebalan

(cm) Penamaan

>120 Lapisan sangat tebal 120 Lapisan tebal

60 Lapisan tipis

5 Lapisan sangat tipis 1 Laminasi

0.2 Laminasi tipis

2. Tekstur Batuan Sedimen Klastik

Ada lima hal yang diperhatikan dalam pengamatan tekstur yaitu : a. Ukuran Butir (Grain Size)

Untuk menentukan ukuran butir biasanya dipakai skala

Wentworth (1922) sebagai skala pembanding. Tabel 4.2 Skala Wentworth

(20)

Bongkah Berangkal Kerakal Kerikil

Pasir sangat kasar Pasir kasar

Pasir sedang Pasir halus

Pasir sangat halus Lanau Lempung Boulder Couble Pebble Granule

Very coarse sand Coarse sand Medium sand Fine sand Very fine sand Silt Clay > 256 64 – 256 4 – 64 2 – 4 1 – 2 ½ - 1 ¼ - ½ 1/8 – ¼ 1/16 – 1/8 1/256 – 1/16 < 1/256

b. Derajat Pemilihan (sortasi)

Tingkat keseragaman dari butiran pembentuk batuan sedimen, bila semakin seragam ukuran besar butirnya maka pemilahan batuan sedimen tersebut baik, antara lain :

1) Pemilahan Baik (well sorted) 2) Pemilahan Sedang (medium sorted) 3) Pemilahan Buruk (PoorIy sorted) c. Derajat Pembundaran (Roundness)

Derajat pembundaran adalah nilai membulat atau meruncingnya butiran, dimana sifat ini hanya bisa diamati pada batuan sedimen klastik kasar. Ada lima batasan dalam pemerian derajat pembundaran yaitu :

1) Menyudut (angular)

2) Menyudut tanggung (subangular) 3) Membundar tanggung (subrounded) 4) Membundar (rounded)

5) Membundar baik (well rounded) d. Porositas

Porositas adalah perbandingan volume pori batuan dengan volume total batuan. Porositas terbagi atas :

(21)

1) Porositas baik 2) Prositas sedang 3) Porositas buruk e. Kemas

Di dalam batuan sedimen klastik dikenal dua macam kemas yaitu :

1) Kemas terbuka, butiran tidak saling bersinggungan (mengambang di dalam matrik).

2) Kemas tertutup, butiran bersentuhan satu sama lain. 3. Komposisi Mineral

a. Fragmen, yaitu bagian butir yang ukuran butirannya paling besar dan dapat berupa pecahan-pecahan batuan, mineral, cangkang-cangkang fosil atau zat organik lainnya.

b. Matrik, yaitu bagian butiran yang berukuran lebih kecil dari fragmen dan terletak di antara fragmen sebagai massa dasar. Matrik bisa juga berbentuk batuan¸ mineral dan fosil.

c. Semen, yaitu bahan pengikat antara semen dengan matrik. Dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu :

1) Semen karbonat contohnya, kalsit dan dolomit. 2) Semen silika contohnya, kalsedon dan kuarsa. 3) Semen oksida besi contohnya, limonit dan hematit.

Pada batuan sedimen detritus halus semen tidak harus ada karena butiran dapat saling terikat oleh kohesi masing-masing butir misalnya batulempung, lanau, serta serpih.

4.4. Batuan Sedimen Non Klastik

1. Struktur Batuan Sedimen Non Klastik

Struktur batuan sedimen non klastik terbentuk dari proses reaksi kimia ataupun kegiatan organik.

a. Fossilliferous, yaitu struktur yang ditunjukkan oleh adanya fosil.

b. Oolitik, yaitu struktur dimana suatu fragmen klastik diselubungi oleh mineral non klastik dan bersifat konsentrasi dengan diameter < 2 mm.

c. Pisolitik, yaitu struktur yang sama dengan oolitik tapi ukuran diameternya > 2 mm.

d. Konkresi, yaitu struktur yang sama dengan oolitik tetapi tidak menunjukkan adanya sifat konsentris.

e. Septaria, yaitu struktur yang sejenis konkresi tetapi mempunyai komposisi lempungan dengan ciri khas adanya rekahan-rekahan yang

(22)

tidak teratur akibat penyusutan bahan lempungan tersebut karena proses dehidrasi yang kemudian celah-celah yang terbentuk terisi oleh kristal-kristal karbonat yang kasar.

f. Bioherm, yaitu struktur yang tersusun oleh organisme murni dan bersifat insitu (fosilnya tidak pecah-pecah).

g. Biostrom, yaitu struktur yang seperti bioherm tetapi bersifat klastik (fosilnya pecah-pecah).

h. Cone in cone, yaitu struktur pada batugamping kristalin yang menunjukkan pertumbuhan kerucut per kerucut.

i. Geode, yaitu struktur yang banyak dijumpai pada batugamping, berupa rongga-rongga yang terisi oleh mineral–mineral yang tumbuh ke arah pusat rongga tersebut.

j. Styolite, merupakan hubungan antar butir yang bergerigi. 2. Tekstur Batuan Sedimen Non Klastik

Tekstur batuan sedimen non klastik dapat dibedakan menjadi dua yaitu :

a. Tekstur kristalin, terdiri dari kristal-kristal yang interlocking (kristalnya saling mengunci satu sama lain). Pemerian dapat menggunakan skala

Wentworth dengan modifikasi sebagai berikut : Tabel 4.3

Skala Wentworth Batuan Sedimen Non Klastik Nama Butir Besar Butir ( mm )

Berbutir kasar >2

Berbutir sedang 1/16 – 2 Berbutir halus 1/256 – 1/16 Berbutir sangat halus <1/256

b. Tekstur amorf, terdiri dari mineral-mineral yang tidak membentuk kristal-kristal atau amorf (non kristal).

3. Komposisi Mineral Batuan Sedimen Non Klastik

Komposisi mineral batuan sedimen non klastik lebih sederhana, biasanya terdiri dari satu atau dua macam mineral (monomineralic) contohnya :

a. Batugamping (kalsit dan dolomit) b. Chert (kalsedon)

(23)

c. Gipsum (mineral gipsum)

4.5. Batuan Gamping (Karbonat)

Batuan sedimen karbonat meliputi semua batuan yang terdiri dari garam karbonat (R. P. Koesumadinata) bersifat polygenetic sehingga klasifikasinya sangat komplek. Batuan sedimen karbonat adalah batuan sedimen dengan komposisi yang dominan (lebih dari 50%) terdiri dari mineral-mineral atau garam-garam karbonat yang dalam prakteknya secara umum meliputi batugamping dan dolomit.

Proses pembentukannya dapat terjadi secara insitu berasal dari larutan yang menalami proses kimia maupun biokimia, dimana organisme turut berperan. Dapat terjadi dari butiran rombakan yang mengalami transportasi secara mekanik dan diendapkan di tempat lain. Seluruh proses tersebut terjadi di lingkungan air laut, sehingga bebas dari detritus asal darat.

Dunham (1961) secara megaskopis mengamati indikasi pengendapan batugamping yang ditunjukkan tekstur hasil pengendapan, yaitu mengamati “limemud” (nikrit). Semakin sedikit nikrit, semakin besar energi yang mempengaruhi pengendapannya.

Menurut Dunham (1961), batugamping dibagi menjadi :

1. Mud stone, berbutir lempung (fragmen < 10 %) identik dengan kalsilutit diendapkan pada kondisi air tenang.

2. Wake stone, berbutir lempung (fragmen > 10 %) identik dengan kalkarenetik dan calcilutite.

3. Pack stone, berbutir ≤ micrit, identik dengan batupasir lempungan, diendapkan pada kondisi air berenergi cukup besar.

4. Grain stone, berkomposisi hampir seluruhnya butiran.

5. Bound stone, terdiri dari fragmen-fragmen yang diikat oleh matrik dan

micrit.

6. Kristalin karbonat, terdiri dari Kristal-kristal karbonat.

Secara umum, batugamping dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Batugamping Klastik

Batugamping yang terbentuk dari pengendapan kembali detritus batugamping asal, contohnya kalsirudit (butiran berukuran rudit atau

(24)

granule), kalkarenit (butiran berukuran arenit atau sand) dan kalsilutit (butiran berukuran lutit atau clay).

a. Struktur hampir sama dengan pemerian batuan sedimen klastik.

b. Tekstur sama dengan pemerian batuan sedimen klastik, hanya berbeda istilahnya saja

Tabel 4.4.

Skala Besar Ukuran Butir Batugamping

Nama Butir Besar Butir ( mm )

Rudite > 1

Arenite 0,062 – 1

Lutite < 0,062

c. Komposisi mineralnya juga hampir sama dengan sedimen klastik namun berbeda istilah saja (Folk, 1954), meliputi :

1) Allochem, yaitu fragmen yang tersusun oleh kerangka atau butiran-butiran klastik dari hasil abrasi batugamping yang sebelumnya telah ada. Allochem terbagi atas :

a) Skeletal (kerangka organisme), merupakan fragmen yang terdiri atas cangkang-cangkang binatang atau kerangka hasil pertumbuhan.

b) Interclast, merupakan fragmen yang terdiri atas butiran-butiran dari hasil abrasi batugamping yang telah ada sebelumnya.

c) Pisolit, merupakan butiran-butiran oolit dengan ukuran lebih besar dari 2 mm.

d) Pellet, merupakan fragmen yang menyerupai oolit tapi tidak menunjukkan adanya sifat konsentris.

2) Mikrit, adalah agregat halus berukuran 1 - 4 mikron yang merupakan kristal-kristal karbonat yang terbentuk secara biokimia atau kimiawi langsung dari presipitasi air laut yang mengisi rongga antar butir.

3) Sparit, adalah semen yang mengisi antara ruang antar butir dan rekahan, berukuran butiran halus (0,02 – 0,1 mm), dan dapat

(25)

terbentuk langsung dari sedimen secara insitu atau rekristalisasi mikrit.

2. Batugamping Non Klastik

Batugamping yang terbentuk dari proses-proses kimiawi maupun organisme. Umumnya bersifat monomineral dan dapat dibedakan menjadi hasil biokimia (bioherm dan biostrome), hasil larutan kimia (turvertin dan tufa), dan hasil replacement seperti batugamping fosfat, batugamping dolomit, batugamping silikat, dan lain-lain.

Pemerian batugamping ini sama dengan pemerian batuan sedimen

non klastik lainnya.

4.6. Penamaan Batuan yang Digunakan di Laboratorium

Penamaan batuan sedimen klastk lebih ditekankan pada ukuran dan bentuk butir, dengan perincian sebagai berikut :

1. Untuk butiran yang sama atau lebih kecil dari pasir : a. Batupasir : butiran yang berukuran pasir. b. Batulempung : butiran yang berukuran lempung.

c. Serpih : batulempung yang menunjukkan struktur sifat belah. 2. Untuk butiran yang lebih besar dari pasir :

a. Konglomerat : jika butirannya berbentuk membulat. b. Breksi : jika butirannya berbentuk runcing.

Penamaan batuan sedimen non klastik sangat tergantung oleh jenis mineral penyusunnya dank arena pembentukannya disebabkan oleh larutan kimia maupun organisme, maka batuan sedimen non klastik ini bersifat monomineral. Contoh : Rijang – jika tersusun oleh mineral kalsedon.

Tabel 4.5

Sistem Penamaan Batuan Sedimen Karbonat Batuan Karbonat

Klastik Non Klastik

Dominan detritus karbonat Dominan detritis fosil Pertumbuhan fosil Kristalin Kalsirudite (ukuran rudite) Batugamping bioklastik Batugamping kerangka koral Batugamping kristalin Kalkarenite

(26)

(ukuran arenite) Kalsilutite (ukuran lutite) BAB V BATUAN METAMORF 5.1. Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum kali ini adalah :

1. Mengetahui dan membedakan batuan metamorf berdasarkan klasifikasinya. 2. Menginterpretasikan penamaan batuan–batuan metamorf berdasarkan

deskripsinya.

5.2. Definisi Batuan Metamorf

Batuan metamorf merupakan suatu batuan yang terbentuk akibat proses-proses metamorfisme pada batuan yang telah ada sebelumnya. Proses metamorfisme itu adalah suatu proses reaksi rekristalisasi di dalam kerak bumi pada kedalaman tertentu (3 – 20 km) yang pada keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni tanpa melalui fase cair sehingga terbentuk struktur dan mineral yang baru, akibat dari pengaruh temperatur (T) dan tekanan (P) yang tinggi.

5.3. Struktur Batuan Metamorf

(27)

Struktur foliasi merupakan struktur pada batuan metamorf yang ditunjukkan oleh adanya suatu penjajaran dari mineral-mineral penyusun batuan metamorf.

a. Struktur schistosa, yaitu suatu struktur dimana mineral pipih lebih banyak dibandingkan mineral butirannya (granular) dan kristalin.

b. Struktur slatycleavage, yaitu struktur yang hampir sama dengan

schistose, hanya saja mineralnya berukuran halus.

c. Struktur phylitic, yaitu struktur yang hampir sama dengan

slatycleavage,hanya saja mineral dan penjajarannya mulai agak kasar. d. Struktur gneissic, yaitu struktur dimana jumlah mineral yang granular

relatif lebih banyak dari mineral pipih. 1. Struktur Non Foliasi

Struktur ini merupakan suatu struktur batuan metamorf yang tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. a. Struktur hornfelsic, dicirikan oleh adanya butiran-butiran yang seragam. b. Struktur granulose, hampir sama dengan struktur hornfelsic, akan tetapi

butirannya mempunyai bentuk yang tidak sama besar.

c. Struktur kataklastik, yaitu struktur yang terdiri dari pecahan-pecahan di dalam mineralnya (oleh penghancuran terhadap batuan asal yang mengalami proses dinamo).

d. Struktur milonitik, struktur ini sama dengan struktur kataklastik, hanya butiran melonitik lebih halus dan dapat dibelah–belah. Struktur ini adalah suatu ciri adanya sesar.

e. Struktur pilonitik, struktur ini hampir sama dengan milonitik tetapi butirannya relatif lebih halus lagi.

f. Struktur flaser, menyerupai struktur kataklastik dimana pada batuan asalnya berbentuk lensa yang tertanam pada massa dasar yang milonitik.

g. Struktur augen, mempunyai bentuk yang sama dengan flaser akan tetapi hanya lensanya saja yang terdiri dari butiran dalam feldspar yang massanya lebih halus.

h. Struktur liniasi, yaitu struktur yang membentuk kumpulan seperti jarum.

5.4. Tekstur Batuan Metamorf

Klasifikasi batuan metamorf berdasarkan teksturnya ada dua macam, yaitu tekstur kristaloblastik dan tekstur palimset.

(28)

1. Tekstur kristaloblastik, yaitu tekstur yang sama sekali baru dan tekstur batuan asalnya tidak terlihat lagi.

a. Tekstur lapidoblastik, yaitu tekstur yang didominasi oleh mineral pipih yang memperlihatkan suatu orientasi sejajar.

b. Tekstur granoblastik, yaitu tekstur yang terdiri dari mineral-mineral yang membentuk butiran-butiran di dalam yang seragam dan terarah dengan bentuk mineral pipih (tabular).

c. Tekstur nematoblastik, yaitu mineral-mineral yang membentuk suatu prismatik menjarum serta memperlihatkan orientasi yang sejajar.

d. Tekstur porfiroblastik, yaitu tekstur porfiritik pada batuan beku, hanya saja fenokrisnya disebut porfiroblast.

e. Tekstur idioblastik, yaitu tekstur dengan mineral-mineral berbentuk

euhedral.

f. Tekstur xenoblastik, yaitu tekstur dengan mineral-mineral berbentuk

anhedral.

2. Tekstur palimset, yaitu tekstur sisa dari batuan asal yang dijumpai pada batuan metamorf.

a. Tekstur blastoporfiritik, yaitu suatu tekstur sisa dari batuan asal atau pada batuan beku yang memiliki suatu tekstur porfiritik.

b. Tekstur blastosephit, yaitu sisa dari batuan sedimen yang ukurannya jauh lebih besar daripada pasir

c. Tekstur blastosamit, yaitu tekstur sisa dari batuan sedimen yang ukurannya sama dengan pasir.

d. Tekstur blastopellite, yaitu tekstur sisa dari batuan sedimen yang berukuran lempung.

5.5. Komposisi Mineral Batuan Metamorf

Komposisi mineral batuan metamorf dibagi menjadi dua golongan, yaitu :

1. Mineral stress, yaitu mineral yang bias stabil dalam kondisi tekanan. Contohnya mika, staurolit, serpentinit, anthopillite, scolite, epidote,

claurite, glaukopan, termalite, silimanite.

2. Mineral anti stress, yaitu mineral yang terbentuk bukan dalam kondisi tekanan yang terbentuk equidimensional. Contohnya kuarsa, kordierit, garnet, kalsit, dan feldspar.

(29)

5.6. Tipe-Tipe Metamorfosa

1. Tipe Metamorfosa Lokal

Penyebaran metamorfosa ini sangat terbatas sekali (beberapa meter sampai beberapa puluh meter), terdiri dari :

a. Metamorfosa kontak atau thermal, merupakan metamorfosa yang terjadi karena adanya kenaikan temperatur pada batuan tersebut. Biasanya jenis ini ditemukan pada kontak antara tubuh intrusi magma atau batuan di sekitarnya.

b. Metamorfosa dinamo atau dislokasi, yaitu jenis metamorfosa yang diakibatkan oleh factor penekanan (kompresional) baik tegak maupun mendatar. Batuan metamorf ini banyak dijumpai pada daerah yang mengalami dislokasi.

2. Tipe Metamorfosa Regional

a. Metamorfosa dynamo thermal, yaitu metamorfosa yang terjadi pada kulit bumi bagian dalam dan factor yang berpengaruh adalah temperatur pada tekanan yang sangat tinggi.

b. Metamorfosa beban atau burial, yaitu metamorfosa karena proses pembebanan oleh suatu massa sedimentasi yang sangat tebal pada suatu cekungan yang sangat luas atau yang dikenal sebagai cekungan geosinklin.

BAB VI FORMASI BATUAN

6.1. Tujuan Praktikum

(30)

2. Mengetahui formasi-formasi batuan yang terdapat pada peta geologi.

3. Mampu membaca peta geologi.

6.2. Formasi

Formasi merupakan satuan dasar dalam pembagian satuan litostratigrafi. Formasi harus memiliki keseragaman atau gejala-gejala litologi yang nyata baik terdiri dari satu macam jenis batuan, perulangan dari dua jenis batuan atau lebih, beberapa jenis batuan yang mempunyai ciri-ciri yang berbeda dari satuan formasi lainnya.

Formasi dapat tersingkap di permukaan, berkelanjutan ke bawah permukaan atau seluruhnya terdapat di bawah permukaan. Formasi haruslah mempunyai nilai stratigrafi yang meliputi daerah cukup luas dan lazimnya dapat dipetakan pada skala 1 : 25.000 atau lebih kecil.

Syarat pemberian nama suatu formasi, yaitu :

1. Nama yang dipakai untuk formasi baru belum dipakai sebelumnya.

2. Lokasi tipe nama-nama pegunungan, bukit, sungai, biasanya nama-nama tempat yang tidak mudah berubah nama

3. Batas ditetapkan dengan jelas batas bawah dan atas serta dijelaskan apakah selaras atau tidak selaras.

4. Umur, terutama umur relatif formasi baru harus ditentukan. 5. Tebal dan variasi litologi regional baru harus ditentukan.

6. Korelasi dengan satuan-satuan stratigrafi batuan lainnya harus ditetapkan.

6.3. Peta Geologi

Peta geologi pada hakekatnya merupakan gambar teknik memperlihatkan sebaran satuan satuan batuan dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. Berkat perkembangan teknologi saat ini, memungkinkan pemanfaatan GPS (Global Positioning System) untuk penentuan lokasi dari obyek-obyek geologi secara akurat serta penggunaan.

(31)

Computer Note-book (Lap Top) dan PDA (Personal Digital Assistant) untuk mencatat dan merekam data geologi langsung di lapangan.

Aktivitas yang dilakukan pada proses pemetaan geologi lapangan yang meliputi antara lain :

1. Melakukan pengamatan / observasi singkapan batuan.

2. Mendeskripsi batuan pada singkapan-singkapan yang dijumpai di lapangan.

3. Melakukan pengukuran kedudukan batuan.

4. Pengukuran unsur-unsur struktur geologi, dan unsur-unsur geologi lainnya. 5. Mencatat hasil pengamatan kedalam buku catatan lapangan.

6. Menentukan lokasi singkapan-singkapan batuan di lapangan.

7. Penentuan lokasi singkapan-singkapan batuan dapat dilakukan dengan kompas maupun dengan alat navigasi yang dikenal sebagai GPS.

6.4. Peran Formasi Batuan

Kegunaan dari formasi adalah formasi memungkinkan ahli geologi untuk mengkorelasikan lapisan geologi melintasi jarak yang lebar antara singkapan dan eksposur batu strata. Formasi batuan sangat erat hubungan dengan skala waktu geologi. Skala waktu geologi digunakan oleh para ahli geologi dan ilmuwan untuk menjelaskan waktu dan hubungan antar peristiwa yang terjadi sepanjang sejarah Bumi.

(32)

*Sumber : Geologi-01ftuh.blogspot.com, 2005

Gambar 6.1 Skala Waktu Geologi

6.5. Stratigrafi

Stratigrafi adalah studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi). stratigrafi kita pelajari untuk mengetahui luas penyebaran lapisan batuan.

(33)

Formasi Geologi Formasi Geologi Luas (Ha) Luas (%) Formasi Geologi Luas (Ha) Luas (%) Formasi Geologi Luas (Ha) Luas (%) Alluvium Tua (Qal) 153.800 4,098 Formasi Manunggal (Km) 1691.00 4,506Granit (Mgr) 68.150 1,816 Alluvium Muda (Qha) 1.033.133 27,58 Anggota Pau Formasi Manunggal (Kmp) 65.020 1,732 Batuan Tak Berinci (Ksv) 5.189 0,138 Formasi Dohor (Qtd) 157.400 4,194 Formasi Keramaian (Kak) 5.750 0,153 Diorit (Mdi) 16.240 0,433 Formasi Warukin (Tmw)

216.700 5,774Formasi Pitab (Kp) 387.800 10,333Gabro (Mgb) 10.980 0,293 Formasi Pulau balang (Tmp) 25.300 0,674 Anggota Haruyan Formasi Pitab (Kph) 130.700 3,483Diabas (Mdb) 84 0,002 Formasi Berai (Tomb) 406.400 10,829 Anggota Batunggal Formasi Pitab (Kbp) 19.020 0,507Basal (Mba) 1.672 0,045 Formasi Pemaluan (Tomp) 196.600 5,238Basal Kasale (Tkb) 1.500 0,040Batuan Ultramafik (Mu) 217.600 5,798 Formasi Binuang (Tob)

17.080 0.445Andesit (An) 209 0,006Rijang Radiolaria 6.876 0,183 Formasi Tanjung (Tet) 366.700 9,771 Granodiorit (Kgd) 15.350 0,409 Batuan Malihan (Mm) 56.220 1,498 Anggota Berai Formasi Tanjung ( Tetb) 2.447 0,065 *Sumber : Dee-jieta.blogspot.com, 2012

(34)

Gambar

Gambar 1.1 Bowen Reaction Series
Gambar 6.1 Skala Waktu Geologi 6.5. Stratigrafi

Referensi

Dokumen terkait

Perusahaan yang memiliki nilai hutang yang tinggi dan dapat mengalokasikan dan memanfaatkan tambahan modal eksternal, menandakan bahwa perusahaan tersebut

b) Jual beli ’Inah, yaitu menjual sesuatu dengan pembayaran tertunda, lalu si penjual membelinya kembali dengan pembayaran kontan yang lebih murah... 4) Menjual barang yang masih

“ANALISIS PEMBERIAN KREDIT INVESTASI DAN PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH (STUDI KASUS PADA BANK BPD DIY)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar

Salah satu media yang dipakai awal penyebaran Islam di Indonesia adalah Tarekat. Banyak sekali aliran tarekat yang berkembang di Indonesia. Salah satu gerakan tarekat yang

Sehubungan dengan hal tersebut, dan untuk memperoleh data dan informasi dari Instansi Pemerintah mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berkaitan dengan kegiatan

Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran

8umber utama dari bismut adalah yang terdapat dalam keadaan bebas dan bijih sebagai sul&lt;de yang dikenal dengan nama bismutinit 9Bi38+;, bismuth 9Bi:+;, serta bismutit

Manajemen pelaksanaan perjanjian KPBU sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf d dilaksanakan dengan tujuan untuk memastikan penyediaan jasa/layanan, serta pelaksanaan hak