• Tidak ada hasil yang ditemukan

MULTIPLIKASI IN VITRO TUNAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BERBAGAI TARAF KONSENTRASI AIR KELAPA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MULTIPLIKASI IN VITRO TUNAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) PADA BERBAGAI TARAF KONSENTRASI AIR KELAPA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

MULTIPLIKASI IN VITRO TUNAS BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.)

PADA BERBAGAI TARAF KONSENTRASI AIR KELAPA

[IN VITRO MULTIPLICATION OF ONION (Allium ascalonicum L.) SHOOTS

ON VARIOUS CONCENTRATIONS OF COCONUT WATER]

Djoko Pitoyo Budiono

1 Abstract

The in vitro culture of onion had been carried out with the aim to investigate the effect of coconut milk on shoot propagation. The experiment was conducted at the Plant Tissue Culture Laboratory, Agricultural Faculty the University of Agriculture, Bogor, from July through to December 2003. A randomized block design with four levels of coconut milk concentration (0, 10, 20 and 30%) and three replicates was used in this study. Bulbs of onion cv. Sumenep was used as plant materials cultured on agar solidified MS media, and maintained at 20 – 25 oC under 1000 lux of continuous photoperiod. The results showed that coconut milk significantly affected all variables such as shoot number, leaf number, leaf length, root number and root length. The concentration of coconut milk of 20% was the most effective to promote shoot and leaf growth on onion. However, the coconut milk treatment was proven to cause root growth inhibition.

Key words: plant propagation, micropropagation, tissue culture, biotechnology. Kata kunci: perbanyakan tanaman, mikropropagasi, kultur jaringan, bioteknologi.

1 Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Budidaya Pertanian, BPPT.

Jl. M.H. Thamrin No. 8, Gedung II, Lantai XVII, Jakarta. PENDAHULUAN

Salah satu spesies Allium yang banyak ditanam di Indonesia adalah Allium cepa grup agregatum atau disebut bawang merah. Menurut Siemonsma dan Pileuk (1994) di Indonesia terdapat sekitar 20 varietas bawang merah lokal. Akan tetapi varietas lokal yang paling disukai petani adalah Sumenep. Varietas ini mempunyai kandungan padatan terla-rut paling tinggi yaitu 25 – 27 brix, sedangkan varietas lainnya hanya 15 – 20 brix. Kualitasnya juga lebih baik sehingga lebih disukai dan banyak digunakan sebagai bawang goreng (Siemonsma dan Pileuk, 1994).

Luas pertanaman bawang merah di Indonesia berfluktuasi dan cenderung meningkat. Pada tahun 1989 tercatat hanya 60.399 ha, lalu meningkat terus dan mencapai puncaknya pada tahun 1999 seluas 104.289 ha, setelah itu menurun menjadi 79.867 ha pada tahun 2002. Fluktuasi luas areal pertanaman tersebut diikuti oleh fluktuasi produk-sinya, yaitu pada tahun 1989 hanya sebesar 349.488 ton, lalu meningkat menjadi 938.293 ton pada tahun 1999, kemudian menurun lagi pada tahun 2002 menjadi 766.572 ton.

Kebutuhan nasional bawang merah cukup tinggi sehingga untuk mencukupi kebutuhan

kon-sumen dilakukan impor dari negara lain. Sebagai contoh pada tahun 1992 impor bawang merah se-besar US $ 6 juta (Badan Pusat Statistik, 2003). Ternyata sebagian dari impor tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan bibit. Data yang di-catat KUD bawang merah di Cirebon, untuk daerah Pantura saja impor bibit bawang merah mencapai 15 milyar rupiah setiap musim tanam. Bibit merupakan salah satu komponen usaha tani bawang merah terbesar, yaitu sekitar 40,0 - 41,4% (Adiyoga dan Soetiarso, 1997).

Bawang merah umumnya diperbanyak secara vegetatif menggunakan umbi yang kebutuhannya mencapai 1.000 kg ha-1. Tanaman hasil pembiakan

vegetatif sangat rentan terhadap patogen sistemik yang dibawa dari induknya sehingga dapat mene-kan pertumbuhan dan produktifitas tanaman (Permadi, 1995). Selain itu, sistem perbanyakan ini dapat meningkatkan akumulasi patogen, terutama virus, di dalam bibit yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Akumulasi pato-gen tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penu-runan produktivitas. Oleh karena, itu upaya elimi-nasi patogen sangat penting dilakukan dalam sis-tem produksi bibit bawang merah. Dengan teknik in vitro akan dapat diproduksi bibit dalam jumlah besar dalam waktu yang relatif singkat, bebas

(2)

pa-togen, identik dengan induknya dan teknik ini ti-dak dipengaruhi oleh musim. Menurut Hussey sebagai mana dikutip oleh George dan Sherrington (1984), perbanyakan bawang merah dengan teknik in vitro memberikan hasil yang sangat memuas-kan, di mana setiap eksplan dapat menghasilkan 60.000 tunas baru dalam waktu satu tahun.

Air kelapa (coconut milk/water) adalah cairan endosperma dari buah kelapa yang mengandung senyawa organik komplek (Pierik, 1997). Menurut Tulecke et al. (1961) air kelapa mengandung gula, gula alkohol, asam amino, asam organik, vitamin, fitohormon dan unsur anorganik (kalium, natrium, kalsium, magnesium, besi, tembaga, fosfor, sulfat dan klor). Asam amino yang terdapat di dalam air kelapa sebanyak 20 jenis, yaitu aspartat, glutamat, serin, glisin, asparagin, threonin, alanin, glutamin, histidin, lisin, arginin, prolin, valin, hidroksiprolin, leusin, fenilalanin, tirosin, y-aminobutirat, metionin dan homoserin. Di dalam setiap mililiter air kelapa muda terdapat asam amino total sebanyak 190,5 µg, pada buah tua sebanyak 685,0 µg dan 757,3 µg pada buah tua setelah diautoclave. Letham (1974) meyatakan bahwa kelapa tua

mengandung 9-B-D-riboforanosylzeatin (sitokinin). Ditambahkan oleh Van Staden dan

Drewis (1975) bahwa di dalam air kelapa juga terkandung zeatin dan zeatin ribosida. Menurut Wattimena (1988), di dalam air kelapa terkandung difenilurea yang memiliki aktivitas sama seperti sitokinin. Sitokinin berperanan penting di dalam sitokinesis, inisiasi dan proliferasi tunas dan akar, mendorong pembungaan, pembentukan buah partenokarpi, memecahkan dormansi, mendorong pembentukan umbi dan memperlambat proses penuaan. Pemanfaatan air kelapa di dalam teknik kultur jaringan tanaman pertama kali dilaporkan oleh Van Overbeek et al. (1941) pada kultur embryo Datura stramonium. Kini air kelapa sering digunakan pada konsentrasi antara 5 hingga 20% dengan hasil yang cukup memuaskan

Percobaan ini bertujuan untuk mencari konsentrasi air kelapa yang efektif untuk induksi penggandaan tunas bawang merah kultivar Sumenep.

BAHAN DAN METODA Tempat dan waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB, dari bulan Juli sampai dengan Desember 2003.

Bahan dan alat

Penelitian ini menggunakan umbi bawang merah kultivar Sumenep sebagai bahan eksplan. Sedangkan media tumbuh yang digunakan adalah media dasar MS (Murashige dan Skoog, 1962), dengan senyawa organik kompleks air kelapa. Bahan pendukung lainnya antara lain adalah growmore, gula, Dithane M-45, Agrept 25 WP, Chlorox, Betadine, spiritus, alkohol 70% serta bahan pemadat agar.

Rancangan percobaan

Percobaan dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok, yang terdiri atas 2 kelompok berdasarkan hari tanam. Perlakuan terdiri atas satu faktor, yaitu air kelapa dengan konsentrasi 0, 10, 20 dan 30%. Setiap perlakuan di dalam satu kelompok terdiri atas 8 botol kultur.

Prosedur

Sterilisasi. Peralatan diseksi dan botol dicuci bersih dan disterilkan dengan otoklaf pada suhu 121 oC dan tekanan 17,5 psi selama satu jam.

Sterilisasi eksplan dimulai dengan pengupasan, dicuci dengan air bersih plus deterjen, direndam di dalam Dithane M-45 plus Agrept masing-masing 4 g L-1 selama 24 jam, lalu bilas dengan air steril 2 -

3 kali. Eksplan selanjutnya direndam di dalam larutan Chlorox 30% yang dibubuhi 5 tetes Tween-20 selama 30 menit, lalu dibilas dengan air steril 2 - 3 kali. Umbi selanjutnya dikupas kembali sampai diperoleh lapisan berwarna putih, lalu direndam di dalam Chlorox 10% plus 5 tetes Tween-20 selama 20 menit sebelum dibilas dengan air steril 2 - 3 kali. Umbi yang telah dibilas lalu dikupas lagi 2 - 3 lapis sampai diperoleh bagian paling dalam. Selanjutnya eksplan direndam lagi di dalam Chlorox 5% yang diberi 5 tetes Tween-20 selama 15 menit, kemudian dibilas dengan 2 - 3 kali dengan air steril. Selanjutnya umbi direndam di dalam Betadine pekat selama 10 menit sebelum ditanam pada media prakondisi pada kerapatan 7 eksplan per botol, dan diinkubasikan di dalam ruang kultur dengan suhu 20 – 25 oC selama 7 hari.

Pembuatan media. Prakondisi eksplan

menggunakan media MS (Murashige dan Skoog, 1962) yang dimodifikasi dengan penambahan 30 g gula dan 4 g growmore. Sedangkan untuk media perlakuan menggunakan media yang sama dengan prakondisi tetapi ditambah zat pengatur tumbuh sitokinin dan air kelapa sesuai dengan perlakuan yang telah dirancang.

Penanaman, pemeliharaan dan pengamatan. Eksplan yang telah diprakondisikan selanjutnya direndam di dalam larutan Betadine untuk

(3)

persiapan penanaman pada media perlakuan. Eksplan yang dikulturkan adalah basal plate berukuran 0,5 - 1,0 mm, sebanyak satu eksplan per botol. Kemudian eksplan dipelihara di dalam ruang kultur pada suhu 20 - 25 oC dengan pencahayaan

1000 lux selama 24 jam, dan selanjutnya dilakukan pengamatan.

Pengamatan dilakukan terhadap peubah sebagai berikut: 1) jumlah tunas; 2) jumlah daun, 3) jumlah akar, 4) warna daun, 5) persentase kultur berakar, 6) panjang daun, dan 7) panjang akar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan air kelapa tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas pada 1 - 4 MSP, berpengaruh nyata pada 5 - 6 MSP dan sangat nyata pada 7 - 8 MSP. Terhadap jumlah daun, air kelapa tidak berpengaruh nyata pada 1 - 5 MSP, dan sangat nyata pada 6 - 8 MSP. Sementara itu, terhadap panjang daun pemberian air kelapa berpengaruh sangat nyata pada 8 MSP, sedangkan terhadap jumlah akar air kelapa tidak berpengaruh nyata pada 1 MSP dan sangat nyata pada 2 - 8 MSP, serta terhadap panjang akar, pemberian air kelapa berpengaruh sangat nyata pada 8 MSP. Dengan demikian, perlakuan air kelapa secara umum berpengaruh sangat nyata terhadap semua peubah yang diamati, sekalipun pada awalnya tidak berpengaruh nyata. Air kelapa yang mengandung nutrisi dan zat pengatur tumbuh difenilurea yang berfungsi seperti sitokinin alami berperanan dalam memacu pertumbuhan embryo kelapa. Penggunaannya dalam percobaan ini dapat memacu pertumbuhan organ tanaman yang diamati, seperti pertunasan, dan pertumbuhan daun serta akar. Hal ini tidak terlepas dari peranan fisiologis sitokinin seperti dinyatakan oleh Wattimena (1988) yaitu memacu sitokinesis, inisiasi dan proliferasi tunas, serta pembentukan akar.

Jumlah tunas dan daun

Pemberian air kelapa berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan jumlah tunas. Tabel 2 memperlihatkan bahwa pada 2 - 8 MSP pemberian air kelapa 20% menghasilkan laju pertambahan jumlah tunas yang paling tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 0, 10 dan 30%. Dari data tersebut juga terungkap, bahwa pemberian air kelapa sampai 20% dapat meningkatkan pertambahan jumlah tunas, tetapi pada konsentrasi lebih tinggi (30%) pengaruhnya menurun.

Meskipun hasil uji Duncan memperlihatkan pengaruh pemberian air kelapa 20% terhadap pertambahan jumlah tunas tidak berbeda nyata dengan 10% dan 30%, tetapi secara kuantitatif data yang diperoleh menunjukkan bahwa perlakuan air kelapa 20% merupakan dosis terbaik bagi pertambahan jumlah tunas.

Tabel 1. Ringkasan sidik ragam pengaruh air kelapa terhadap pertumbuhan eksplan bawang merah kultivar Sumenep.

Peubah MSP Hasil uji

Jumlah tunas 1 2 3 4 5 6 7 8 tn tn tn tn * * ** ** Jumlah daun 1 2 3 4 5 6 7 8 tn tn tn tn tn ** ** ** Panjang daun 8 ** Jumlah akar 1 2 3 4 5 6 7 8 tn ** ** ** ** ** ** ** Panjang akar 8 **

* = berpengaruh nyata pada uji F 5%. ** = berpengaruh sangat nyata pada uji F 1%.

tn = tidak berpengaruh nyata pada uji F 5%. MSP = minggu setelah perlakuan.

(4)

Tabel 2. Pengaruh air kelapa terhadap jumlah tunas bawang merah kultivar Sumenep. MSP No Air kelapa (% v/v) 3 5 6 7 8 1 2 3 4 0 10 20 30 1,250 1,333 1,333 1,583 3,583 a 4,166 a 4,875 a 4,875 a 4,666 b 5,333 ab 6,208 a 5,875 ab 6,708 b 7,833 ab 9,416 a 8,666 a 7,958 b 9,541 ab 11,083 a 10,375 a Keterangan: MSP= minggu setelah perlakuan; nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan taraf α = 5%.

Tabel 3. Pengaruh air kelapa terhadap jumlah daun bawang merah kultivar Sumenep. MSP No Air kelapa (% v/v) 2 4 6 7 8 1 2 3 4 0 10 20 30 1,375 1,083 1,166 1,125 3,833 3,916 4,291 4,625 7,000 b 7,625 ab 8,750 a 8,291 ab 8,916 b 10,041 ab 11,541 a 10,833 a 10,375 b 11,750 ab 13,375 a 12,666 a Keterangan: MSP= minggu setelah perlakuan; nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan taraf α = 5%.

Hasil penelitian pada Tabel 3 memperlihatkan, bahwa pada umur 4 - 8 MSP penggunaan air kelapa hingga konsentrasi 20% dapat meningkatkan jumlah daun, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata dengan 10 dan 30%. Pada 4 MSP konsentrasi 30% air kelapa masih dapat meningkatkan jumlah daun lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah. Tetapi setelah 4 MSP pemberian air kelapa 30% menghasilkan jumlah daun lebih sedikit dibandingkan dengan 20%. Jadi, pada 2 - 8 MSP pemberian air kelapa 20% menghasilkan laju pertambahan jumlah daun lebih tinggi dibandingkan dengan 0, 10% dan 30%.

Berdasarkan data pada Tabel 2 dan 3 terungkap bahwa konsentrasi efektif air kelapa untuk memacu pertambahan jumlah tunas dan jumlah daun bawang merah adalah sebesar 20%. Hal ini sejalan dengan pernyataan George dan Sherington (1984), bahwa air kelapa sering kali digunakan dalam kisaran konsentrasi antara 10 – 20%. Conger (1981) menambahkan, bahwa air kelapa mengandung asam amino seperti fenilalanin yang mempengaruhi pembelahan sel, dan pada umumnya digunakan di dalam kultur jaringan pada konsentrasi 10%. Di samping itu, air kelapa mengandung difenilurea yang berfungsi sebagai sitokinin. Beberapa di antara peranan penting sitokinin adalah mendorong pembentukan tunas-tunas baru (Pierik, 1997), mendorong pembelahan sel dan menstimulasi pertumbuhan organ lainnya (Arteca, 1996).

Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa air kelapa dapat menurunkan ukuran panjang daun. Perlakuan tanpa air kelapa menghasilkan panjang daun rata-rata 14,066 cm, tetapi pemberian air kelapa menghasilkan ukuran panjang daun lebih pendek. Semakin tinggi konsentrasi air kelapa yang diberikan, maka ukuran daunnya semakin pendek, yaitu 10,166 cm pada konsentrasi 30%. Berdasarkan data pada Tabel 2, 3 dan 4 dapat dikatakan bahwa air kelapa tampaknya hanya mampu memacu pertambahan jumlah tunas dan jumlah daun, tetapi tidak dapat memacu pertumbuhan panjang daun pada bawang merah. Hal ini dikarenakan meningkatnya pertumbuhan tunas yang dipacu oleh air kelapa dapat menekan dominansi apikal. Dengan demikian, pertumbuhan daun menjadi terhambat (Arteca, 1996).

Tabel 4. Pengaruh pemberian air kelapa terhadap panjang daun pada 8 MSP.

No Air kelapa (% v/v) Panjang daun (cm) 1 2 3 4 0 10 20 30 14,066 a 12,633 ab 11,879 bc 10,166 c Keterangan: MSP= minggu setelah perlakuan; nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan taraf α = 5%.

(5)

Tabel 5. Pengaruh air kelapa terhadap jumlah akar bawang merah kultivar Sumenep. MSP No Air kelapa (% v/v) 2 4 6 7 8 1 2 3 4 0 10 20 30 0,583 a 0,458 ab 0,208 ab 0,083 b 2,500 a 2,083 ab 1,416 ab 1,166 b 4,875 a 4,792 ab 3,166 c 2,833 c 6,625 a 6,041 ab 4,125 c 3,875 c 7,875 a 7,250 ab 5,166 bc 5,000 c Keterangan: MSP= minggu setelah perlakuan; nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan taraf α = 5%.

Tabel 6. Pengaruh pemberian air kelapa terhadap panjang akar pada 8 MSP.

No Air kelapa (% v/v) Panjang akar (cm) 1 2 3 4 0 10 20 30 11,913 a 9,900 ab 8,900 ab 7,850 b

Keterangan: MSP= minggu setelah perlakuan; nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan dengan taraf α = 5%.

Akar

Pemberian air kelapa dapat menurunkan jumlah akar bawang merah. Semakin tinggi konsentrasi air kelapa yang diberikan, sampai maksimum 30%, semakin rendah pertambahan jumlah akar yang terbentuk. Penurunan tersebut tercatat pada setiap kali pengamatan, dari 2 MSP sampai 8 MSP. Jumlah akar tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa air kelapa, dan terendah pada perlakuan air kelapa 30% (Tabel 5).

Sejalan dengan pengaruhnya terhadap jumlah akar, pertambahan panjang akar pun ternyata tidak dapat dipacu oleh pemberian air kelapa. Data pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan tanpa air kelapa menghasilkan akar terpanjang (11,913 cm). Sedangkan pemberian air kelapa menyebabkan berkurangnya ukuran panjang akar, di mana akar terpendek dihasilkan pada perlakuan air kelapa 30% yaitu 7,850 cm.

Berdasarkan hasil percobaan tersebut, air kelapa ternyata kurang berperan dalam memacu tumbuh kembangnya akar. Hal ini sesuai dengan pendapat Pierik (1997), bahwa peranan sitokinin adalah memacu pertumbuhan tunas, dan menghambat pembentukan akar. Penelitian Yoo et al. (1990) membuktikan, bahwa sitokinin tidak dapat menginisiasi pembentukan akar pada bawang bombay

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, perlakuan air kelapa berpengaruh sangat nyata terhadap semua peubah yang diamati, sekalipun pada awalnya berpengaruh tidak nyata

Kedua, konsentrasi efektif air kelapa untuk meningkatkan pertambahan jumlah tunas adalah 20%, sedangkan konsentrasi yang lebih tinggi (30%) justru menurunkan jumlah tunas.

Ketiga, pemberian air kelapa 20% menghasil-kan pertambahan jumlah daun lebih tinggi diband-ingkan dengan 0, 10% dan 30% pada 2 - 8 MSP.

Keempat, perlakuan air kelapa dapat menu-runkan jumlah akar. Semakin tinggi konsentrasi air kelapa yang diberikan, sampai maksimum 30%, akan semakin rendah pertambahan jumlah akar yang terbentuk pada tunas.

Kelima, pemberian air kelapa dapat menu-runkan ukuran panjang akar. Akar terpendek diha-silkan pada perlakuan air kelapa 30%, yaitu 7,850 cm.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dr.Ir. Bambang S. Purwoko, M.Sc selaku Ketua Departemen Agronomi, dan Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. selaku staf pengajar pada Departemen Agronomi, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, atas kerjasamanya dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adiyoga, W. dan T. A. Soetiarso. 1997. Keunggulan komparatif dan insentif ekonomi usaha tani bawang merah. Jurnal Hortikultura 7: 614-621.

Arteca, R. N. 1996. Plant Growth Substances: Principles and Applications. Chapman and Hall, New York.

(6)

Badan Pusat Statistik. 2003. Data Perkembangan Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah di Indonesia. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Conger, B. P. 1981. Cloning Agriculture Plants via In vitro Techniques. CRC Press Inc, Boca Raton, Flor-ida.

George, E. F. dan P. D. Sherrington. 1984. Plant Pro-pagation by Tissue Culture. Exegetics Limited, Eng-land.

Letham, D. S. 1974. Regulators of cell division in plant tissue culture: the cytokinins of coconut milk. Physio-logia Plantarum 32: 66-70.

Murashige, T. dan F. Skoog. 1962. A revised medium for rapid growth and bio assays with tobacco tissue cul-tures. Physiologia Plantarum 15: 473-497. Permadi, A. H. 1995. Pemuliaan Bawang Merah. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor. Pierik, R. L. M. 1997. In Vitro Culture of Higher Plants.

Kluwer Academic Publishers, Dordrecht, The Neth-erlands.

Siemonsma, J. S. dan K. Pileuk. 1994. Vegetables. Pro-sea 8: 64-71.

Tulecke, W., H. Leonard, W. A. Rutner dan H. J. Laur-encot Jr. 1961. The biochemical composition of co-conut water (coco-conut milk) as a related to its use in plant tissue culture. Contribution of Boyce Thomp-son Institute 21: 115-128.

Van Overbeek, J., M. E. Concklin dan A. F. Blakeslee. 1941. Factors in coconut milk essential for growth and development of very young Datura embryos. Science 94: 350-351.

Van Staden, J. dan S. E. Drewis. 1975. Identification of zeatin and zeatin riboside in coconut milk. Physio-logia Plantarum 34: 106-109.

Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tana-man. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bo-gor, Bogor.

Yoo, K. S., L. M. Pike dan B. G. Cobb. 1990. Promotion of in vitro leaf growth of inner scales excised from dormant onion bulbs. HortScience 25: 228-229.

Gambar

Tabel  1.  Ringkasan sidik ragam pengaruh air  kelapa terhadap pertumbuhan eksplan  bawang merah kultivar Sumenep
Tabel 3. Pengaruh air kelapa terhadap jumlah daun bawang merah kultivar Sumenep.
Tabel 6. Pengaruh pemberian air kelapa terhadap  panjang akar pada 8 MSP.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Gambar 7 dan hasil uji t antara variabel kadar sulfur dengan nilai daktilitas aspal di atas diperkirakan bahwa penambahan kadar sulfur dari 0% sampai sekitar 4%

Promotion Mix adalah kombinasi strategi yang paling baik dari variabel-variabel periklanan, personal selling , dan alat promosi yang lain, yang

E-Learning Pascal ini dibuat dengan tujuan agar memudahkan mahasiswa/i Universitas Gunadarma khususnya jurusan Teknik Informatika untuk mempelajari serta latihan algoritma

[r]

Salah satu contoh menyampaikan informasi kepada siswa Sekolah Dasar, yaitu dengan cara membimbing anak tersebut untuk lebih interaktif dengan teknologi dan membuat anak tersebut

[r]

Buku pedoman ini merupakan acuan yang jelas dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PKM) tahun 2016, khususnya bagi para dosen IKIP PGRI Bojonegoro

Persentase perawat yang memiliki motivasi baik pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hasil penelitian Titis (2014) yang menemukan bahwa sebagian besar