• Tidak ada hasil yang ditemukan

INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG RAMAH LINGKUNGAN PADA KAWASAN MODEL PENGEMBANGAN PETANIAN PEDESAAN MELALUI INOVASI DI KABUPATEN PASAMAN BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG RAMAH LINGKUNGAN PADA KAWASAN MODEL PENGEMBANGAN PETANIAN PEDESAAN MELALUI INOVASI DI KABUPATEN PASAMAN BARAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA JAGUNG RAMAH LINGKUNGAN PADA

KAWASAN MODEL PENGEMBANGAN PETANIAN PEDESAAN MELALUI

INOVASI DI KABUPATEN PASAMAN BARAT

Edy Mawardi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat

ABSTRAK

Kabupaten Pasaman Barat merupakan sentra produksi jagung dengan kontribusi 53,2% terhadap total produksi jagung Sumatera Barat. Pada tahun 2012, luas areal pertanaman jagung Kabupaten Pasaman Barat diperkirakan sebesar 42.350 ha dengan tingkat produktivitas rata-rata 6,4 t/ha dan produksi 263.722 t. Kabupaten ini memiliki sebagian besar lahan pertanaman jagung berada pada kawasan agroekosistem berpotensi tinggi. Eksploitasi sumberdaya lahan yang sangat intensif untuk budidaya jagung dilakukan petani mulai tanam sampai panen yang kurang mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan berdasarkan Peraturan Presiden No 61 Tahun 2011. Masalah utama yang dihadapi terkait dengan pencemaran logam berat, kerusakan dalam sistem tanah, dan cara bakar pada saat panen. Untuk mengatasi masalah usahatani jagung ini, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat mulai tahun 2011 mengimplementasikan Model Pengembangan Pertanian Melalui Inovasi (m-P3MI) berbasis integrasi tanaman jagung dan ternak sapi di Nagari Koto Baru, Kecamatan Luhak Nan Diuo, Kabupaten Pasaman Barat. Inovasi teknologi budidaya jagung yang dikembangkan dalam kawasan m-P3MI ini adalah uji adaptasi jagung hibrida Bima 3, pengolahan dan pemanfaatan brangkasan tanaman jagung untuk pakan sapi, pengolahan, penggunaan urine, serta kompos kotoran sapi dalam meningkatkan produktivitas tanaman. Hasil pengamatan lapangan budidaya jagung yang berwawasan lingkungan yang dimplementasikan pada unit percontohan m-P3MI menunjukkan bahwa jagung hibrida Bima 3 menghasilkan biji dan brangkasan lebih tinggi untuk mendukung integrasi tanaman dan ternak, terjadi peningkatan produktivitas jagung hibrida sebesar 25,7% melalui pemanfaatan pupuk organik padat dan cair, dan meningkatnya pendapatan usahatani jagung sebesar 29,5% dibandingkan sistem budidaya yang diterapkan petani. Penerapan teknologi budidaya jagung yang diintegrasikan dengan usaha peternakan sapi merupakan salah satiu komponen dalam pengembangan sistem usahatani jagung ramah lingkunan di Kabupaten Pasaman Barat. Kata kunci: inovasi, jagung, ramah lingkungan

PENDAHULUAN

Jagung merupakan komoditas unggulan kedua setelah padi dalam pembangunan pertanian Sumatera Barat dengan target produksi 1 juta t pada tahun 2015. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumbar (2009) target swasembada jagung Sumatera Barat pada awalnya telah tercapai pada tahun 2006 dimana produksi jagung yang didapat sebesar 202.298 t dengan kelebihan produksi sebesar 79.122 t dari kebutuhannya. Peningkatan produksi jagung secara signifikan ini didukung kontribusi Kabupaten Pasaman Barat sebagai sentra utama produksi jagung yang

(2)

meningkat menjadi 67% dan didukung Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Agam, Kabupaten 50 Kota, dan Kabupaten Tanah Datar sebagai sentra penyangga produksi jagung di Sumatera Barat.

Sejak tahun 2009, kebutuhan jagung Sumbar terus meningkat secara signifikan jauh melampaui pertumbuhan produksinya. Peningkatan kebutuhan jagung ini seiring dengan makin berkembangnya industri pakan ayam ras petelur di daerah ini. Stabilitas permintaan jagung dengan harga yang lebih kompetitif menyebabkan makin intensifnya sistem usaha tani yang menggunakan pendekatan high input guna meningkatkan produktivitasnya, terutama di Kabupaten Pasaman Barat. Saat ini, teknologi produksi yang diterapkan sebagian besar petani jagung daerah ini ternyata tidak mengacu pada sistem usaha tani ramah lingkungan. Eksploitasi sumberdaya lahan yang tidak terkendali merupakan tantangan yang harus diatasi dalam rangka mengembangkan sistem usahatani jagung yang berkelanjutan di Kabupaten Pasaman Barat. Berkaitan dengan pertanian ramah lingkungan, Hendriadi (2013) mengungkapkan bahwa pengembangan sistem usahatani ramah lingkungan sejalan dengan kebijakan Badan Litbang Pertanian yang merumuskan Model Perencanaan Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan.

Pada tahun 2011, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat menerapkan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Malalui Inovasi (m-P3MI) guna membangun unit percontohan teknologi integrasi jagung dan ternak sapi di Kabupaten Pasaman Barat. Implementasi teknologi diarahkan pada upaya peningkatan produktivitas tanaman dan pendapatan petani yang ramah lingkungan melalui penggunaan varietas unggul adaptif dalam rangka meningkatkan produktivitas hasil biji jagung dan berangkasan tanaman untuk pakan, perbaikan cara panen, pengolahan limbah kotoran sapi, dan pemanfaatan pupuk organik padat maupun cair sebagai upaya meningkatkan efisiensi pemupukan dan pengurangan pemakaian pupuk anorganik (Mawardi et al. 2011).

SISTEM USAHATANI JAGUNG KABUPATEN PASAMAN BARAT

Kabupaten Pasaman Barat memiliki sejarah perkembangan usahatani jagung yang cukup panjang. Pada tahun 1993, kabupaten ini memiliki luas areal tanam jagung hanya sektar 2.130 ha atau setara dengan 11,2% dari luas areal pertanaman Sumatera Barat. Pada periode itu, Kabupaten Pasaman Barat lebih dikenal sebagai sentra produksi kedelai dengan luas areal pertanaman mencapai 5.879 ha atau setara dengan 30,9% dari total luas Sumatera Barat (Balittan Sukarami 1994). Pasaman

(3)

Barat mulai mengembangkan usaha tani jagung secara intensif pada tahun 1993 yang distimulasi PT. Tanindo sebuah perusahaan swasta nasinal yang bergerak dalam penyediaan sarana produksi pertanian. Perusahaan nasional ini awalnya memperkenalkan CPI 1 dan CPI 2 dengan produktivitas masing-masingnya 4,5 dan 5,5 t/ha dan mensosialisasikan kepada petani melalui kegiatan demonstrasi plot pada beberapa lokasi didaerah ini (Yusdarman 2009).

Pengembangan jagung hibrida makin pesat sejalan dengan kebijakan peningkatan produksi jagung nasional melalui intensifikasi penggunaan varietas unggul jagung yang memiliki potensi hasil tinggi dan adaptif pada kawasan sentra produksi. Varietas jagung komposit yang selama ini digunakan petani, seperti Arjuna, Kalingga, dan H-6 secara turun temurun dengan produktivitas rata-rata hanya sebesar 2,3 t/ha diganti dengan beberapa varietas unggul baru. Jagung hibida, seperti Pioner, Bisi, NK, dan varietas lainnya ternyata mampu meningkatkan produktivitas jagung mencapai 5-6 t/ha pada tingkat petani. Di Pasaman Barat, penggunan jagung hibrida secara luas terdapat pada kawasan sentra produksi di Kecamatan Kinali, Kecamatan Luhak Nan Duo, dan Kecamatan Pasaman dengan luas areal pertanaman masing-masing keamatan sebesar 20.841, 4.282, dan 5.807 ha. Ketiga daerah sentra produksi ini memberikan kontribusi 75,5% luas pertanaman jagung di Kabupaten Pasaman Barat (Mawardi et al. 2008).

Jagung mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif dibandingkan kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan kedelai. Beberapa keunggulan dalam usaha tani jagung adalah (1) teknologi budidaya lebih sederhana dengan resiko kegagalan usahatani yang lebih rendah dibandingkan tanaman pangan lainnya, (2) ketersedian lahan yang cukup luas dengan agroekosistem berpotensi sedang sampai tinggi, (3) biaya produksi per satuan unit lebih rendah, (4) adanya dukungan penyedian sarana produksi, dan (5) rantai sistem pemasaran hasil lebih pendek dan menguntungkan petani. Selanjutnya, pengembangan usaha tani jagung ini saling terkait dengan pesatnya pengembangan usaha peternakan, khususnya unggas sebagai subsistem hilir dari rangkaian agribisnis. Peningkatan pertumbuhan usaha tani jagung lebih disebabkan perkembangan permintaan pakan ternak dan didorong inovasi teknologi benih unggul hibrida beberapa perusahaan swasta (Mawardi et al. 2008).

Selama ini, budidaya jagung secara intensif yang dilakukan petani Kabupaten Pasaman Barat lebih mengarah pada upaya peningkatan produksi semata tanpa memperhitungkan dampak lingkungannya. Di Pasaman Barat, budidaya jagung sebagian besar terkonsentrasi pada lahan dengan jenis tanah Andisols dan Inceptisols

(4)

dengan tingkat kesuburan tanah sedang sampai tinggi. Paket teknologi budidaya jagung petani ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Paket teknologi budidaya jagung diterapkan petani Kabupaten Pasaman Barat. No. Kompenen teknologi Uraian Pelaksanaannya

1. Persiapan lahan Persiapan areal pertanaman dilakukan tanpa olah tanah (TOT)

Semua gulma dan bekas pertanaman sebelumnya disemprot dengan herbisida.

Pembakaran gulma dan bekas tanaman dilakukan setelah semuanya kering

2. Penanaman Populasi tanaman bervariasi antara 66.000-75.000 tanaman per hektar

Jarak tanam umumnya 80 cm x 15 cm (1 biji per lobang tanam).

3. Pemupukan Paket pemupukan per hektar adalah urea: 250-300 kg,TSP/SP-36: 100 kg, KCl: 0-50 kg atau urea: 300 kg + Ponska 200 kg per hektar

Cara pemberian pupuk dilakukan 2 tahap, yaitu:. pemberian pupuk pada umur 15 hari dilakukan petani untuk takaran pupuk 50% Urea, 100% TSP/SP-36, dan KCL atau 100% Ponska. Pupuk urea tersisa (50%) diberikan saat tanaman berumur 30-35 hari.

4. Pemeliharaan tanaman

Pembumbunan umumnya tidak dilakukan petani Penyiangan gulma menggunakan herbisida

Petani melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman sesuai petunjuk pengamat lapangan

5. Panen dan pasca panen

Panen jagung dilakukan petani bila kelobot tgkol telah mengering sempurna.

Tanaman jagung ditebang, dijajarkan, dibakar, dan buahnya dipetik.

Pengeringkan biji dilakukan petani umumnya menggunakan sinar matahari

Sumber: Mawardi et al. (2009)

Komponen teknologi yang dominan terkait dengan masalah lingkungan penggunaan herbisida dalam penyiapan tanpa olah tanah, pemupukan yang kurang memperhitungkan hasil analisis tanah dan tanaman, dan pembakaran dalam melakukan pemanenan. Penerapan sistem tanpa olah tanah menggunakan herbisida round up dan gramaxone dengan takaran masing-masing 3 dan 2 liter per hektar dianggap petani lebih menguntungkan secara ekonomi dan efisien dalam penggunan tenaga kerja. Penggunaan herbisida secara intensif dilakukan petani untuk persiapan areal pertanaman dan mengendalikan gulma dalam jangka waktu yang cukup lama menyebabkan pencemaran lingkungan yang cukup mengkhawatirkan berbagai pihak.

Jenis dan takaran pupuk yang digunakan petani umumnya 250-300 kg urea, 100 kg TSP/SP-36, 0-50 kg KCl perhektar atau 300 kg urea dan 200 kg Ponska per

(5)

pada pedagang kios yang menyediakan sarana produksi bagi petani. Penggunaan pupuk anorganik dalam jumah yang besar oleh petani telah berlangsung cukup lama akan mengganggu keseimbangan unsur hara di daerah ini (Mawardi et al. 2010).

Kegiatan panen yang diterapkan petani Kabupaten Pasaman Barat cukup unik dan tidak dilakukan petani di daerah lain. Cara panen jagung dilakukan dengan 3 tahapan, yaitu: (1) mempertahankan tgkol berkolobot sampai kering sekali selama 7-15 hari lebih lama dibandingkan waktu panen normal, (2) batang jagung ditebang dan dijajarkan selama 2 hari, (3) jajaran batang bersama jagung berkelobot dibakar, dan pemetikan buah dilakukan setelah pemadaman api pembakaran . Cara panen ini menghasilkan tgkol yang berwarna hitam dan menurunkan mutu biji jagung. Sistem bakar ini dapat mengakibatkan resiko kebakaran pada lahan gambut dan tanah organik. Panen sistem bakar ini dilakukan petani dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut: (1) penekanan biaya panen, (2) penghematan tenaga kerja yang mulai sulit didapatkan di perdesaan, (3) memudahkan pengeringan biji terkait tingginya curah hujan di kawasan ini, dan (4) belum adanya standarisasi mutu hasil untuk menentukan harga. Kerugian sistem bakar cukup signifikan terkait hilangnya sumber pakan ternak sapi yang berasal dari berangkasan tanaman jagung (Mawardi 2007).

INOVASI TEKNOLOGI BUDIDAYA RAMAH LINGKUNGAN Pengembangan Jagung hibrida

Pada tahun 2011, Balai Pengkajian Teknologi Petanian (BPTP) Sumatera Barat mulai mengimplementasikan Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-P3MI) budidaya jagung di Nagari Koto Baru, Kecamatan Luhak Nan Duo, Kabupaten Pasaman Barat. Paket teknologi budidaya jagung berwawasan lingkungan yang diformulasikan terdiri dari beberapa komponen utama berikut: (1) pengembangan varietas unggul jagung hibida yang adaptif, (2) pemanfaatan berangkasan jagung untuk pakan sapi, dan (3) pemanfaatan limbah usaha peternakan sapi untuk meningkatkan efisiensi pemupukan.

Demonstrasi plot (Demplot) jagung hibrida Bima 3 produksi Badan Litbang Pertanian seluas 5 ha pada kawasan pengembangan cluster jagung dilaksanakan secara TOT (tanpa olah tanah) dengan takaran pupuk 200 kg urea, 200 kg Ponska, dan 75 kg KCl per hektar. Pemberian pupuk dilakukan 2 kali, yaitu pada saat tanaman berumur 15 hari dan 45 hari. Pengembangan Bima 3 diarahkan pada jagung hibrida yang menghasilkan biji dan brangkasan untuk mendukung integrasi tanaman dan ternak.

(6)

Tabel 2. Produktivitas biji dan berangkasan Bima 3 di Nagari Koto Baru, Kecamatan Luhak Nan Duo, Kabupaten Pasaman Barat. Tahun 2011 Kelompok tani (Keltan)

pelaksana Luas lahan (ha) Produktivitas biji (t/ha) Produktivitas berangkasan (t/ha) Keltan Sejahtera 2 2 9,1 12,7

Keltan Karya Tani 2 10,4 14,7

Keltan Sri Mulyo 1 8,4 10,4

Rata-rata - 9,3 12,6

Dari Tabel 2, terungkap bahwa produktivitas rata-rata biji dan berangkasan jagung hibrida Bima 3 masing-masing sebesar 9,3 dan 12,6 t/ha. Produktivitas biji Bima 3 memperlihatkan peningkatan sebesar 25,7% dibandingkan produktivitas Pioner 12 yang telah lama berkembang pada tingkat petani. Hasil pengamatan ini menunjukkan besarnya potensi Bima 3 dimanfaatkan untuk mendukung integrasi tanaman dan ternak di daerah ini. Secara kualitas, Gunawan et al. (2006) mengemukakan bahwa jerami tanaman jagung segar yang selama ini dianggap limbah mempunyai nilai gizi hampir mendekati nilai gizi rumput gajah dan cukup disukai ternak sapi. Jumlah sapi yang dapat dipelihara minimal bertambah menjadi 2-3 ekor per hektar dengan memanfaatkan tgkol dan kulit buah yang dapat diolah juga menjadi bahan hijauan pakan sapi.

Demplot varietas jagung hibrida Pioner yang dilakukan pada Unit Percontohan Kelompok Tani Sehjahtera 2 menunjukkan bahwa produktivitas biji jagung hibrida Pioner 12, Pioner 27, dan Pioner 29 masing-masing sebesar 7,8; 11,6; dan 9,6 t/ha. Sedangkan produktivitas berangkasan Pioner 12, Pioner 27 masing-masing sebesar 8,3; 10,8; dan 10 t/ha (Tabel 3).

Tabel 3. Produktivitas dan berangkasan Pioner di Nagari Koto Baru, Kecamatan Luhak Nan Duo, Kabupaten Pasaman Barat. Tahun 2012

Varietas Produktivitas biji (t/ha) Produktivitas berangkasan (t/ha) Pioner 12 7,8 8,3 Pioner 27 11,6 10,8 Pioner 29 9,6 10,0

Demplot varietas jagung hibrida ini menunjukkan bahwa produktivitas biji Bima 3 lebih trendah dari Pioner 27 dan Pioner 29 namun lebih tinggi dibandingkan Pioner 12. Sedangkan produktivitas berangkasan Bima 3 lebih tingi dibandingkan Pioner 12,

(7)

tanaman dan ternak dalam perspektif mengembangkan sistem budidaya tanaman ramah lingkungan.

Penerapan Sistem Integrasi Jagung dan Sapi

Pada tahun 2012, Dinas Peternakan Propinsi Sumatera Barat menetapkan kebijakan pengembangan Sapi Bali pada beberapa kawasan di Kabupaten Pasaman Barat. Kebijakan ini cukup strategis mengingat daerah ini merupakan sentra produksi utama jagung dengan luas pertanaman 62,0% dari total areal pertanaman di Sumatera Barat atau luasnya setara dengan 44.097 ha. Dominasi luas areal pertanaman jagung Kabupaten Pasaman Barat ini ternyata berbanding terbalik dengan populasi sapi potg yang jumlahnya saat ini hanya 12.685 ekor atau setara dengan 3,8% dari jumlah sapi potg Sumatera Barat (BPS 2012). Pada hal, berangkasan tanaman jagung yang selama ini dibakar petani dapat digunakan sebagai sumberdaya pakan lokal sebanyak 35.277 ekor di Kabupaten Pasaman Barat.

Inovasi teknologi integrasi jagung dan sapi dilakukan Kelompok Tani Sejahtera 2 sebagai unit percontohan kegiatan m-P3MI mencakup teknologi silase jagung Bima 3 dan pengolahan serta pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi untuk pupuk cair dan padat. Penerapan teknologi silase jagung dan sawit yang dilakukan Kelompok Tani Sejahtera 2 telah mampu menyediakan pakan 41 ekor sapi bantuan Dinas Peternakan Sumbar. Disamping itu, limbah berupa kotoran padat dan cair dari usaha peternakan sapi ini telah berhasil diolah petani untuk kompos dan pupuk cair urine. Saat ini, penggunaan pupuk cair urine dan kompos mulai berkembang secara luas pada tingkat petani Nagari Koto Baru untuk tanaman jagung, kelapa sawit, padi, dan tanaman sayuran. Pemakaian pupuk organik cair dan padat ini dapat meningkatkan produktivitas, efisiensi pemakaian pupuk anorganik, dan diterapkannya sistem usaha pertanian ramah lingkungan.

Hasil pengujian pemakaian pupuk cair urine dengan dosis 15 liter dalam 100 air dan 1,5 t/ha kompos yang diberikan pada umur 15 dan 45 hari ditambah pupuk anorganik dengan takaran 200 kg urea, 100 kg SP 36, dan 50 kg KCl per hektar mampu meningkatkan produktivitas jagung hibrida Pioner 27 sebesar 13,6 t per hektar. Peningkatan produktivitas ini lebih tinggi 17-30% dibandingkan perlakuan tanpa pemberian pupuk organik (Mawardi et al. 2012). Berkembangnya pemakaian pupuk organik cair dan padat ini berdampak pada peningkatan pendapatan peternak sebagai produsen pupuk organik dan sekaligus meningkatkan pendapatan petani dalam sistem usaha taninya.

(8)

Tabel 4. Analisis usahatani pemakaian kompos dan urine pada jagung di Nagari Koto Baru, Kecamatan Luhak Nan Duo, Kab. Pasaman Barat.Tahun 2012

Uraian Sebelum pemakaian pupuk organik Sesudah pemakaian pupuk organik Penerimaan usaha (Rp/ha/ 4 bulan) Rp 8.148.000 Rp. 10.548.000 Penyerapan tenaga kerja per unit

usaha (HOK)

26 HOK 31 HOK

Imbalan tenaga kerja (Rp/hari) Rp.313.000 Rp.340.000

Sumber Data: (Mawardi et al. 2012).

Saat ini, usaha pengolahan urine dan kompos yang dilakukan Keltan Sejahtera 2 masing masing telah mampu menghasilkan 200 liter pupuk organik cair dan 300 kg kompos per hari dengan tambahan pendapatan kelompok tani sebesar Rp. 380.000,- per hari. Pendapatan ini digunakan Kelompok Tani Sejahtera 2 untuk biaya operasional harian yang selama ini menjadi permasalahan bagi sistem pemeliharaan sapi secara kandang komunal. Selanjutnya, pemakaian pupuk organik cair dan padat dalam usahatani jagung meningkatkan penerimaan usaha sebesar Rp. 2.400.000/ha selama 4 bulan dibandingkan tanpa pemakaian pupuk organik. Peningkatan penerimaan sesudah menggunakan pupuk organik mencapai 29,5% lebih tinggi dibandingkan tanpa pemakaian pupuk organik. Bila berangkasan tanaman jagung sebagai pakan diperhitungkan secara ekonomis bernilai Rp. 450.000 per hektar maka total penerimaan mengalami peningkatan 35% dibandnkan tanpa menerapkan sistem integrasi jagung dan sapi.

Keuntungan yang bernilai ekonomi dari pengembangan sistem integrasi jagung dan usaha peternakan sapi tidak hanya berimplikasi terhadap peningkatan pendapatan petani, tapi juga menekan pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan. Nilai ekonomis berangkasan tanaman jagung yang menjadi penerimaan petani akan menghindari sistem bakar waktu panen. Eskalasi sistem integrasi jagung dan sapi melalui sistem diseminasi multichannel diharapkan dapat mendukung kawasan pengembangan Sapi Bali yang diintegrasikan dengan jagung dan kelapa sawit di Kabupaten Pasaman Barat.

(9)

KESIMPULAN

1) Posisi Kabupaten Pasaman Barat dalam program pengembangan jagung sangat strategis dengan memberikan kontribusi 53,2% terhadap total produksi jagung Sumatera Barat. Teknologi budidaya jagung dalam upaya peningkatan produksi dilakukan petani secara intensif tanpa memperhitungkan aspek ramah lingkungan yang menjadi kebijakan pembangunan petanian nasional kedepan.

2) Permasalahan yang terjadi dalam budidaya jagung di Kabupaten Pasaman Barat mencakup penggunaan herbisida secara masif, pemakaian pupuk dan pestisida secara berlebihan, dan panen sistem bakar. Pengembangan budidaya jagung yang terintegrasi dengan usaha peternakan merupakan pendekatan yang lebih aplikatif untuk mengatasi permasalahan lingkungan ini.

3) Jagung hibrida Bima 3 merupakan varietas unggul Badan Litbang Pertanian yang memiliki produktivitas biji dan berangkasan masing-masing sebesar 9,3 dan 12,6 t/ha berpotensi untuk mendukung penerapan sistem integrasi tanaman dan ternak.

4) Pengolahan dan pemanfaatan limbah kotoran ternak sebagai pupuk organik cair dan padat dapat menekan pemakaian pupuk anorganik sekaligus meningkatkan pendapatan petani 29,5% lebih tinggi dibandingkan tanpa pemakaian pupuk organik. Peningkatan nilai ekonomis dapat mengakselerasikan proses adopsi teknologi integrasi tanaman dan ternak pada tingkat petani.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukarami. 1994. Kajian Potensi, Kendala, dan Peluang Pengembangan Agribisnis Jagung dan Kedelai. Laporan Hasil Penelitian Balittan Sukarami

Biro Pusat Statistik Sumbar. 2012. Sumatera Barat Dalam angka. Kerjasama Bappeda Sumbar dan Biro Pusat Statistik Sumb

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Barat. 2009. Sasaran produksi bidang pangan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Sumatera Barat Tahun 2009. Diperta Sumbar. Padang Dismpaikan dalam pertemuan peneliti dan penyuluh di BPTP Sumbar pada tanggal 29 September 2009

Gunawan, Daryanto, dan Azmi. 2006. Peluang dan pola pengembangan sistem integrasi sapi-jagung di Propinsi Bengkulu dalam Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung- Sapi. Prosiding Lokakarya Nasional Jejaring Pengembangan Sistem Integrasi Jagung-Sapi. Puslitbang Peternakan Bogor. Hal 109-121

(10)

Hendriadi, A. 2013. Model Perencanaan Pembangunan Pertanian Ramah Lingkungan (m-P3RL). Disampaikan dalam Raker BBSDLP, tanggal 3-6 April 2013di Semarang.

Mawardi, E. 2007. Pelaksanaan PTT dan Teknologi Budidaya Jagung Dalam Rangka Pengembangan Jagung Di Sumatera Barat. Disampaikan dalam Pelatihan PTT jagung bagi petugas teknis/penyuluh pertanian padakawasan sentra produksi Kabupaten/Kota pada tanggal 13-14 November 2007, di UPTD Balai Diklat Diperta Horti Sumb

Mawardi,E., Imran, M. Ali, dan T. Sudaryono. 2008. Kajian Pengembangan Agribisnis Jagung dan Kedelai di Kabupaten Pasaman Barat. Laporan hasil penelitian Tahun 2008. kerjasama BPTP Sumbar dengan Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat.

Mawardi, E., Imran, Zulrasdi, W.Siska, dan V. Yulianti. 2011. Model Pengembangan Pertanian Pedesaan Melalui Inovasi (M-P3MI) Berbasis Jagung dan Sawit terintegrasi Dengan Sapi di Kabupaten Pasaman Barat. Laporan hasil penelitian BPTP Sumbar Tahun 2011.

Mawardi, E., Nusyirwan, Zulrasdi, V. Yulianti, dan Nasril. 2012. Model Pengembangan Pertanian Pedesaan Melalui Inovasi (M-P3MI) Berbasis Jsawit, Jagung, dan Sapi di Kabupaten Pasaman Barat. Laporan hasil penelitian BPTP Sumbar Tahun 2012.

Yusdarman. 2009. Sejarah Pengembangan Jagung Di Kabupaten Pasaman Barat. Diskusi Aktual bulanan, Tanggal 20 Mei 2009 di Balai Penyuluhan Pertanian Kinali, Kabupaten Pasaman Barat.

Gambar

Tabel 1. Paket teknologi budidaya jagung  diterapkan petani  Kabupaten Pasaman Barat.
Tabel 2. Produktivitas biji dan berangkasan  Bima 3  di Nagari Koto Baru,       Kecamatan Luhak Nan Duo, Kabupaten Pasaman Barat

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah yang diajukan dalam penulisan ini Bagaimana mekanisme tindakan penagihan pajak aktif yang sudah dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Taman Sari Dua,

Pengamatan menggunakan SEM menunjukkan bentuk polihedra pada isolat Hear NPV Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, dan Jawa Timur dengan ukuran yang tidak jauh berbeda.. armigera

Tahukah anda, bahwa ternyata bahasa Komering terdiri dari begitu Tahukah anda, bahwa ternyata bahasa Komering terdiri dari begitu Tahukah anda, bahwa ternyata

Banyak pihak yang selama ini menitikberatkan pemenuhan kebutuhan air bersih hanya untuk wilayah perkotaan, sehingga banyak desa di Nusa Tenggara Timur (NTT)

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa mahasiswa semester IV Fakultas Ilmu Budaya Jurusan Sastra Inggris Universitas Sam Ratulangi sudah baik dalam menulis

sebelumnya karena pada kondisi ini air menuju surut, air laut sudah mulai turun sehingga kecepatan aliran juga mulai cepat karena desakan air laut mulai

Nusa Tenggara Barat Kota Mataram TETAP TETAP TETAP 372 Prop.. Nusa Tenggara Barat Kota Bima TETAP TETAP TETAP

di lapangan, dan Q sal.2 Kali Kenjeran, hasil hitungan < Q sal.2 di lapangan sehingga dimensi saluran kali Kepiting dan Kenjeran saat ini sudah tidak dapat