IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Perusahaan
4.1.1 Sejarah Perusahaan
Berawal dari sebuah badan pengelola dana masjid di Purwokerto yang bertugas mengelola dan menyalurkan dana kepada masyarakat dengan skema yang sederhana. Raden Aria Wiriatmaja pada tanggal 16 Desember 1895, mendirikan De Poerwokertosche Hulp en Spaarbank der Inlandsche Hoofden. Lembaga ini memberikan manfaat yang sangat besar bagi perekonomian masyarakat.
BRI mengalami beberapa kali perubahan nama, seperti menjadi Hulp-en Spaarbank der Inlandshe Bestuurs Ambtenareen (1895), De Poerwokertosche Hulp Spaar-en Landbouw Credietbank atau Volksbank (1912). Kembali mengalami perubahan nama menjadi Centrale Kas Voor Volkscredietwezen Algemene (1912) dan berubah menjadi Algemene Volkscredietbank atau dikenal juga sebagai AVB (1934). Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, AVB berganti namanya menjadi Syomin Ginko (1942-1945).
Melalui Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1946, pada tanggal 22 Februari 1946 Pemerintah Indonesia mengubah nama Syomin Ginko menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI). Saat itu BRI, sebagai bank Pemerintah, menjadi ujung tombak dalam pembangunan perekonomian nasional. Nama BRI kemudian diubah lagi oleh Pemerintah pada tahun 1960 menjadi Bank Koperasi Tani Nelayan (BKTN). Berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 1968, Pemerintah kembali menetapkan nama Bank Rakyat Indonesia sebagai bank umum.
BRI mengalami perubahan badan hukumnya tahun 1992 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) berdasarkan Undang- Undang Perbankan No.7 Tahun 1992. Dan menjadi Perseroan Terbuka pada tanggal 10 November 2003 dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta, kini Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan kode “BBRI”. Saham BRI sampai saat ini tergabung dalam indeks saham LQ-45 dan menjadi salah satu saham unggulan (blue chip) di BEI. Selain itu, BRI mengakuisisi Bank Jasa Artha pada tahun 2007 yang kemudian dikonversi
menjadi PT Bank BRISyariah dan pada 24 November 2010 BRI telah melakukan akuisisi saham PT Bank Agroniaga Tbk.
Sejak awal didirikan, fokus usaha BRI adalah pada pelayanan perbankan di segmen Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan hingga sekarang BRI tercatat sebagai bank yang memberikan dana kredit UMKM terbesar nasional. Sebagian besar saham BRI dimiliki oleh Negara Republik Indonesia sebesar 56,75% dan sisanya sebesar 43,25% dimiliki oleh masyarakat. Nilai kapitalisasi pasar saham BRI pada akhir tahun 2010 mencapai Rp129,57 triliun atau sekitar 4,13% dari total nilai kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia.
4.1.2 Visi, Misi, Strategi dan Budaya Perusahaan 1. Visi BRI
Menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah.
2. Misi BRI
a. Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat.
b. Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dengan melaksanakan praktek good corporate governance.
c. Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
3. Strategi Perusahaan
Kunci sukses BRI dalam meraih laba adalah jaringan kerja yang luas, jenis layanan yang dapat memenuhi kebutuhan, program peningkatan loyalitas karyawan dan pelayanan prima bagi nasabah. Sebagai bukti jaringannya yang luas, BRI juga memiliki jaringan yang ada di perbatasan Indonesia yaitu Entikong (Kalimantan Barat), Tarakan dan Siluas (Kalimantan Timur) untuk menjaga jaringan dengan Malaysia. Selain itu ada BRI Merauke yang dapat menjangkau Papua Nugini dan Atambua NTT yang menjangkau Timor Leste. BRI juga mengubah image dari bank wong ndeso menjadi bank negeri sendiri yang mampu melayani semua kalangan sama baiknya didukung oleh teknologi informasi mutahir dan sumber daya manusia profesional serta melaksanakan praktek risk management dan good corporate governance walaupun sebagian
besar (80 persen) kredit yang diberikan BRI ditujukan pada Mikro dan UKM.
Jaringan kerja BRI juga cukup merata, BRI memiliki produk yang lengkap mulai dari menengah dan korporasi, ritel, prioritas, konsumer hingga mikro.
Strategi BRI sebagai bagian pelaksanaan pengembangan bisnis ditahun 2009-2011 dituangkan kedalam Rencana Bisnis Bank (RBB). Strategi bisnis tersebut mencakup skala pendek dan menengah, sebagai berikut :
a. Pengembangan bisnis BRI yang didukung oleh strategi peningkatan kualitas dan kuantitas SDM yang profesional, fitur produk, layanan dan dukungan teknologi informasi yang handal berupa:
i. Pertumbuhan kredit dengan fokus pembiayaan pada sektor UMKM dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip kehati-hatian (prudential principles)
ii. Pertumbuhan dana pihak ketiga yang didominasi oleh pertumbuhan dana murah (lowcost funds) dengan komposisi minimal 60%.
b. Meningkatkan budaya kerja berbasis risiko (risk culture) dan penerapan manajemen risiko yang efektif pada seluruh jajaran unit kerja.
c. Penguatan struktur modal untuk menunjang pengembangan bisnis BRI. d. Pengembangan jaringan kerja baru berupa Kantor Cabang, Kantor Cabang
Pembantu, Kantor Kas, BRI Unit dan electronic channel seperti ATM, Cash
Deposit Machine (CDM), Electronic Data Capture (EDC) untuk
meningkatkan jangkauan pelayanan.
e. Meningkatkan kegiatan komunikasi pemasaran untuk setiap produk dan jasa sejalan dengan strategi pemasaran korporat sehingga dapat meningkatkan penjualan dan membentuk Corporate Image di mata masyarakat.
4. Budaya Perusahaan
BRI menerapkan nilai-nilai perusahaan (corporate value) yang menjadi landasan berpikir, bertindak, serta berperilaku setiap insan BRI sehingga menjadi budaya kerja perusahaan yang solid dan berkarakter. Nilai-nilai tersebut adalah integritas, profesionalisme, kepuasan nasabah, keteladanan, dan penghargaan kepada SDM. BRI sebagai perusahaan terbuka berkomitmen mematuhi seluruh ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam kegiatan operasional bank maupun pasar modal. Hal tersebut telah mendorong BRI untuk selalu mengutamakan prudential banking dan
kepentingan stakeholders. Komitmen ini juga diwujudkan dalam bentuk tata kelola perusahaan sebagai berikut:
a. Mengintensifkan program budaya sadar risiko dan kepatuhan kepada setiap pekerja di seluruh unit kerja;
b. Mengintensifkan peningkatan kualitas pelayanan di seluruh unit kerja; c. Menjabarkan dan memonitor setiap kemajuan yang dicapai perusahaan ke
dalam rencana tindakan yang terukur dan dapat dipertanggungjawabkan oleh setiap unit kerja;
d. Menerapkan kebijakan reward dan punishment yang tegas dan adil. (bri.co.id).
4.1.3 Manajemen dan Struktur Perusahaan
BRI memiliki badan hukum Perseroan pada tahun 1992 dan menjadi perseroan terbuka sejak 10 November 2003, saham BRI dimiliki oleh Negara Republik Indonesia sebesar 56,75 persen dan sisanya sebesar 43,25 persen dimiliki oleh masyarakat. Saat ini, kantor pusat BRI berlokasi di Gedung BRI I, Jln. Jenderal Sudirman Kav. 44-46, Jakarta. BRI merupakan bank dengan jaringan kerja terbesar di Indonesia. Sampai dengan akhir tahun 2010, BRI telah memiliki 7.004 jaringan kerja di seluruh Indonesia, yang terdiri dari 18 Kantor Wilayah, 14 Kantor Inspeksi, 413 Kantor Cabang, 470 Kantor Cabang Pembantu, 822 Kantor Kas, 4.649 BRI Unit dan 617 Teras BRI. Dalam menjalankan usahanya, saat ini BRI memiliki sepuluh orang direksi dan tujuh orang komisaris. Struktur organisasi BRI dapat dilihat pada Lampiran 3.
4.1.4 Kegiatan Usaha BRI
BRI merupakan salah satu bank pemerintah terbesar di Indonesia, sejak tahun 2009 BRI menduduki peringkat kedua dengan aset terbesar bank umum nasional setelah Bank Mandiri. Dalam rangka memenuhi kebutuhan nasabahnya, BRI menyediakan 6.085 Anjungan Tunai Mandiri (ATM), yang terintegrasi ke lebih dari 25.000 jaringan ATM (Link, ATM Bersama, dan Prima). Selain ATM, BRI memiliki 100 KiosK, 71 Cash Deposit Machine (CDM), 13.631 Electronic Data Capture (EDC). Nasabah BRI juga dapat memanfaatkan fasilitas layanan e-banking yang terdiri dari phone banking 24 jam, SMS banking dan internet banking. (bri.co.id). BRI juga memiliki 1 Kantor Perwakilan New York, 1 Kantor Perwakilan Cabang Cayman Island dan 1 Kantor Perwakilan Hongkong.
BRI terkenal dengan fokusnya pada pembiayaan, Mikro dan Usaha Kecil Menengah (UMKM). BRI dianggap sebagai salah satu penyedia terbesar Pinjaman Mikro di dunia. Dari total portofolio kredit, 80 persen untuk Mikro dan UKM. Melayani Mikro dan UKM memungkinkan BRI memiliki portofolio kredit baik, diversifikasi baik untuk meminimalkan risiko usaha. Mengingat sifat bisnisnya, BRI memiliki jaringan terbesar dengan lebih dari 7.004 jaringan kerja menyebar seluruh Indonesia dari desa ke kota membuat BRI siap untuk merebut semua peluang bisnis di seluruh Indonesia. Selain itu, BRI juga memiliki basis pelanggan besar, lebih dari 30 juta penabung dan peminjam yang memberikan keunggulan kompetitif bagi BRI untuk mengembangkan perusahaan bisnis termasuk bisnis berbasis biaya.
Untuk melayani pelanggan, BRI memiliki berbagai macam produk dan jasa perbankan. Kupedes, sebuah produk pinjaman bagi peminjam mikro, secara luas dikenal untuk pengusaha mikro. Selain itu BRI juga menyediakan kredit modal kerja, kredit aktiva tetap, pinjaman konsumen, gaji berbasis pinjaman, ekspor/ impor pinjaman, dll. Simpedes merupakan produk tabungan yang menonjol dalam pedesaan dan kota kecil, sedangkan Britama dirancang untuk orang-orang perkotaan. BRI juga menawarkan deposito dan giro. Didukung oleh model bisnis yang solid dan infrastruktur, BRI telah menjadi bank yang paling menguntungkan di Indonesia. BRI akan terus mengembangkan usahanya untuk memberikan nilai yang lebih baik untuk shareholder dan stakeholder. Tahun 2011 ini, BRI masih mengandalkan sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) dalam penyaluran kreditnya.
Seperti bank-bank besar lainnya, BRI juga menawarkan produk-produk syariah melalui BRI Syariah yang meliputi pembiayaan, pendanaan dan jasa-jasa lainnya berdasarkan prinsip-prinsip ajaran islam.
4.2 Kinerja Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk
Kinerja keuangan BRI secara umum mengalami kemajuan dari tahun ke tahun, antara lain terlihat dari peningkatan dan perbaikan beberapa parameter, antara lain : 1. Total aset BRI tahun 2006 sebesar Rp154,725 triliun, pada tahun 2007 meningkat
sebesar 31,7 persen menjadi Rp203,735. Tahun 2008, aset BRI kembali meningkat sebesar 20,8 persen dari tahun sebelumnya menjadi Rp 246,077 triliun, dan tahun 2010 total Aset mencapai Rp404,29 triliun, mengalami peningkatan sebesar Rp
87,34 triliun atau 27,56 persen dibandingkan posisi akhir Desember 2009 sebesar Rp316,95 triliun. Peningkatan ini terutama berasal dari aktiva produktif berupa kredit, penempatan pada bank lain dan Bank Indonesia.
2. Kredit yang disalurkan BRI dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan yaitu Rp90,283 triliun pada tahun 2006 meningkat sebesar Rp23,690 triliun (26,2 persen) pada tahun berikutnya yaitu sebesar Rp113,973 triliun. Tahun 2008 juga mengalami peningkatan sebesar Rp 47,135 triliun (41,4 persen) menjadi Rp 161,108 triliun. Kredit yang disalurkan pada tahun 2010 mencapai Rp252,49 triliun, mengalami peningkatan sebesar Rp44,37 triliun atau 21,32 persen dibandingkan posisi akhir Desember 2009 sebesar Rp208,12 triliun.
3. Dana pihak ketiga tahun 2006 sebesar Rp124.468 triliun meningkat sebesar Rp41,132 triliun (33 persen) menjadi Rp165,600 triliun di tahun 2007. Dana pihak ketiga tahun 2008 meningkat sebesar Rp35,937 triliun (21,7 persen) menjadi Rp 201,537 triliun. Sedangkan tahun 2010, dana pihak ketiga yang berhasil dikumpulkan BRI mencapai Rp333,65 triliun, mengalami peningkatan sebesar Rp77,72 triliun atau 30,37 persen dibandingkan posisi akhir Desember 2009 sebesar Rp255,93 triliun. Komposisi dana murah terhadap dana mahal posisi Desember 2010 adalah 60,95 persen : 39,05 persen.
4. Kredit bermasalah (Non performing loan gross) terus mengalami penurunan, tahun 2006 nilainya sebesar 4,81 persen turun menjadi 3,44 persen di tahun 2007, namun di tahun 2009 yang sempat mencapai 3,52 persen dibanding tahun 2008 yang nilainya hanya 2,80 persen, sedangkan tahun 2010 mengalami perbaikan dibandingkan posisi 2009 yaitu menjadi 2,78 persen .
5. Pendapatan bunga bersih tahun 2006 sebesar Rp 13,789 truliun meningkat sebesar 21,1 persen menjadi Rp 16,697 triliun pada tahun 2007, dan meningkat lagi di tahun 2008 sebesar Rp 2,864 triliun (17,2 persen) dari tahun sebelumnya menjadi Rp 19,561 triliun. Tahun 2010 mencapai Rp32,89 triliun, mengalami peningkatan sebesar Rp9,84 triliun atau 42,69 persen dibandingkan posisi akhir Desember 2009 sebesar Rp23,05 triliun.
6. Laba bersih setelah pajak periode tahun buku 2007 mengalami peningkatan sebesar Rp 0,580 triliun (13,6 persen) dari tahun 2006 yang nilainya sebesar Rp 4,258 menjadi Rp 4,838, dan tahun 2008 juga mengalami peningkatan sebesar Rp1,120 triliun (23,2 persen) dari tahun 2007 yaitu menjadi Rp5,958 triliun. Laba bersih setelah pajak tahun 2010 sebesar Rp11,47 triliun, mengalami kenaikan 56.98 persen
atau sebesar Rp4,16 triliun dibandingkan dengan laba setelah pajak periode yang sama tahun sebelumnya.
Dari penjelasan sebelumnya di atas dapat disimpulkan bahwa secara umum kinerja keuangan BRI periode 2006-2010 mengalami peningkatan. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran kinerja keuangan BRI yang berbeda dengan indikator-indikaror yang sudah disebutkan sebelumnya, yaitu pengukuran kinerja keuangan dengan menggunakan alat analisis Economic Value Added dan Market Value Added
seperti berikut ini. 4.2.1 Perhitungan EVA
EVA merupakan konsep yang mengukur atau menciptakan nilai tambah yang dihasilkan suatu perusahaan dengan cara mengurangkan NOPAT dengan biaya modal.
1. Laba Bersih Setelah Pajak (Net Operating After Tax - NOPAT)
Perhitungan NOPAT secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5. berikut : Tabel 5. Nilai NOPAT BRI periode 2006-2010 (dalam Jutaan Rupiah)
Periode 2006 2007 2008 2009 2010
Laba bersih setelah pajak 4.257.572 4.838.001 5.958.368 7.308.292 11.472.385 Biaya Bunga 7.281.182 6.544.059 8.445.579 12.284.636 11.726.559
NOPAT 11.538.754 11.382.060 14.403.947 19.592.928 23.198.944
Dari Tabel 5. tersebut dapat dilihat bahwa nilai NOPAT mengalami penurunan di tahun 2007 sebesar Rp156.694 juta (1,358 persen) dari tahun 2006, hal ini disebabkan oleh nilai biaya bunga yang menurun sebesar Rp737.123 juta (10,12 persen) dari jumlah biaya bunga tahun 2006 dan peningkatan laba bersih setelah pajak yang hanya meningkat sebesar Rp 580.429 juta (13,63 persen) dari tahun sebelumnya. Hal inilah yang menyebabkan nilai NOPAT BRI menjadi turun di tahun 2007 tersebut.
Pada tahun 2008 BRI mengalami peningkatan sebesar Rp3.021.887 juta (26,55 persen) dari tahun sebelumnya. Nilai NOPAT tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar Rp 5.188.981 juta ( 36,02 persen) dari tahun 2008, demikian juga tahun 2010 NOPAT yang dihasilkan BRI terus meningkat sebesar Rp3.606.016 juta (18,40 persen) dari tahun 2010. Peningkatan tersebut dikarenakan meningkatnya jumlah laba bersih setelah pajak dan biaya bunga. Tahun 2010 biaya bunga BRI mengalami penurunan sebesar Rp558.077 juta
(4,54 persen) dari tahun sebelumnya, namun penurunan biaya bunga tersebut dapat di cover oleh peningkatan laba bersih setelah pajak yang kenaikannya sebesar Rp4.164.093 juta (56,98 persen) dari tahun sebelumnya, jadi NOPAT yang diperoleh BRI tetap mengalami kanaikan dari tahun 2009 seperti yang sudah diterangkan sebelumnya sesuai dengan Tabel 5. diatas.
2. Biaya Modal (COC)
Komponen pembentuk COC adalah rata-rata tertimbang biaya hutang dan modal sendiri (WACC) dan modal yang diinvestasikan (IC), nilai COC berbanding terbalik dengan nilai EVA, semakin tinggi nilai COC yang dihasilkan akan menyebabkan nilai EVA yang semakin kecil.
Tabel 6. Nilai COC BRI Periode 2006-2010
Periode WACC (a) (%) (Rp. Juta) IC (b) COC (a x b) (Rp. Juta)
2006 4,44 154.438.149 6.849.740,24
2007 2,29 202.594.448 4.635.338,27
2008 4,44 245.776.601 10.923.838,36
2009 3,28 316.603.537 10.371.958,74
2010 2,87 402.354.679 11.540.230,34
Nilai COC dari tahun ke tahun secara umum mengalami fluktuasi. Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6. di atas bahwa pada tahun 2007 COC mengalami penurunan sebesar Rp2.214.401,97 juta atau turun sebesar 32,33 persen dari tahun 2006. Namun pada tahun 2008 kembali mengalami peningkatan sebesar Rp6.288.500,09 juta atau meningkat sebesar 135,66 persen dari tahun 2007. Pada tahun 2009 kembali mengalami penurunan sebesar Rp551.879,62 juta atau turun sebesar 5,05 persen dari tahun sebelumnya. Di tahun 2010, BRI kembali mengalami kenaikan sebesar Rp 1.168.271,60 juta atau naik sebesar 11,26 persen dari tahun 2009.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai COC tertinggi berada di tahun 2010, hal ini disebabkan oleh nilai IC yang tinggi akibat jumlah aset di tahun 2010 yang tinggi. Namun kenaikan COC yang tertinggi adalah tahun 2008 yaitu meningkat sebesar 135,66 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan yang signifikan ini diakibatkan oleh WACC yang tinggi di tahun tersebut yaitu meningkat sebesar 94.26 persen dari tahun sebelumnya. Kenaikan WACC tersebut disebabkan oleh kenaikan Ke yang signifikan. COC terendah terjadi di tahun 2007 yang
disebabkan oleh WACC yang rendah pula, secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12 dan Lampiran 13.
3. Perhitungan EVA
Perhitungan EVA BRI tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 7. dan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 13.
Tabel 7. Perhitungan EVA (Jutaan Rupiah)
Periode NOPAT (a) COC (b) EVA (a-b)
2006 11.538.754 6.849.740,24 4.689.013,76 2007 11.382.060 4.635.338,27 6.746.721,73 2008 14.403.947 10.923.838,36 3.480.108,64 2009 19.592.928 10.371.958,74 9.220.969,26 2010 23.198.944 11.540.230,34 11.658.713,66 Sumber : Laporan Keuangan BRI (diolah)
Dari Tabel 7. di atas dapat dilihat bahwa nilai EVA BRI secara umum mengalami kenaikan, kecuali di tahun 2008. EVA BRI tertinggi terjadi pada tahun 2010. Tahun 2010 EVA mengalami kenaikan sebesar Rp2.437.744,40 juta atau meningkat sebesar 26,44 persen dari tahun 2009. Hal ini disebabkan oleh NOPAT yang tinggi. NOPAT yang tinggi terjadi sebagai akibat tingginya laba bersih setelah pajak dan biaya bunga yang tinggi pula.
EVA terendah terjadi di tahun 2008, yaitu turun sebesar Rp3.266.613,09 juta dari tahun 2007 atau mengalami penurunan sebesar 48, 42 persen dari tahun sebelumnya. Penurunan nilai EVA tersebut terjadi sebagai akibat tingginya COC. COC yang tinggi dipengaruhi oleh nilai WACC yang tinggi, WACC tinggi merupakan akibat Ke yang tinggi. Nilai EVA BRI tersebut dapat dilihat seperti pada Gambar 2. di bawah. Secara keseluruhan dapat kita lihat bahwa nilai EVA BRI mengalami peningkatan setiap tahunnya kecuali tahun 2008 yang sempat mengalami penurunan.
Gambar 2. Grafik EVA BRI Tahun 2006-2010
Dari Tabel 6. dan Gambar 2. di atas, dapat dilihat bahwa BRI mampu menciptakan nilai EVA positif pada tahun 2006-2010, artinya manajemen BRI telah mampu menciptakan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan, dan dapat diartikan pula bahwa BRI memiliki kinerja keuangan yang baik. Nilai EVA tersebut dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh investor dalam menginvestasikan modalnya di BRI.
4.2.2 Perhitungan MVA
MVA merupakan suatu pengukur kinerja yang tepat untuk menilai sukses tidaknya perusahaan dalam menciptakan kekayaan bagi pemiliknya. Jadi, kekayaan atau kesejahteraan pemilik perusahaan (pemegang saham) akan bertambah bila MVA bertambah.
Gambar 3. Grafik MVA BRI Tahun 2006-2010
-2.000.000,00 4.000.000,00 6.000.000,00 8.000.000,00 10.000.000,00 12.000.000,00 14.000.000,00 4.689.013,76 6.746.721,73 3.480.108,64 9.220.969,26 11.658.713,66 2006 2007 2008 2009 2010
Economic Value Added
EVA -10.000.000 20.000.000 30.000.000 40.000.000 50.000.000 60.000.000 70.000.000 80.000.000 90.000.000 100.000.000 46.396.263 71.714.089 34.031.548 67.065.991 92.839.991 2006 2007 2008 2009 2010 MVA
Dari Gambar 3. diatas dapat dilihat bahwa nilai MVA BRI rata-rata naik dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 walaupun sempat turun pada tahun 2008 sebesar Rp25.317.826 juta (turun 52,55 persen) dari tahun 2007. Nilai MVA pada tahun 2008 sekaligus menjadi nilai MVA terkecil BRI periode 2006-2010. Nilai MVA BRI terbesar terlihat pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp92.839.991 juta (meningkat 38,43 persen dari tahun 2009). Ini merupakan peningkatan yang baik. Terlihat juga dari peningkatan nilai pasar BRI sebesar 37,25 persen dari nilai pasar tahun 2009 yaitu dari Rp7.650 pada tahun 2009 meningkat menjadi Rp10.500 di tahun 2010. Peningkatan harga saham BRI menunjukkan kuatnya permintaan dan penawaran saham BRI. Selain itu, meningkatnya nilai MVA juga disebabkan oleh peningkatan jumlah saham sebesar 4.728.500 lembar saham (0,04 persen) dari tahun sebelumnya.
Nilai MVA pada tahun 2008 mengalami penurunan karena nilai pasar BRI (harga saham) menurun sebesar Rp2.825 (38,18 persen), yaitu turun menjadi Rp.4575 dari harga saham tahun 2007 sebesar Rp.7400 walaupun jumlah saham meningkat pada saat itu sebanyak 2.919.062 lembar saham (15,02%) dari tahun 2007. Meskipun demikian, nilai MVA dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 menunjukkan nilai yang positif. Nilai MVA BRI yang positif tersebut menunjukkan bahwa BRI telah mampu menciptakan nilai tambah ekonomis perusahaan. Perhitungan MVA secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 8. berikut ini.
Tabel 8. Perhitungan MVA
Sumber : Laporan Keuangan BRI (diolah)
4.3 Analisis Pengaruh EVA terhadap MVA
EVA dan MVA merupakan indikator yang mampu menciptakan nilai dari perusahaan. EVA dan MVA membantu manajer fokus atas penghargaan kepada para
Periode Nilai Pasar (a) Jumlah Saham (Lembar) (b) Nilai Buku (Juta Rupiah) (c) MVA (Juta Rupiah) ((axb)-c) 2006 5.150 12.286.421.500 16.878.808 46.396.263 2007 7.400 12.317.800.500 19.437.635 71.714.089 2008 4.575 12.325.299.500 22.356.697 34.031.548 2009 7.650 12.329.852.500 27.257.381 67.065.991 2010 10.500 12.334.581.000 36.673.110 92.839.991
pemegang saham, yaitu mendapatkan pengembalian dari modal yang diinvestasikan. EVA dalam penggunaan sebagai alat pengukuran memiliki fungsi untuk mempertimbangkan kemampuan manajer perusahaan dalam menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham, sedangkan MVA merupakan nilai yang akan diterima investor di pasar modal. Besar kecilnya nilai EVA dan MVA yang diciptakan oleh perusahaan berdampak pada respon investor yang tercermin dari naik turunnya harga saham di pasar modal. Sesuai dengan tujuan perusahaan untuk memaksimalisasi nilai, memerlukan alat ukur kinerja yang nantinya akan menarik para investor untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut yang dilihat dari meningkatnya harga saham perusahaan (adanya permintaan atas saham perusahaan yang meningkat, sedangkan penawarannya terbatas).
Peningkatan MVA dapat dilakukan dengan cara meningkatkan EVA yang merupakan pengukuran internal kinerja operasional tahunan, dengan demikian EVA mempunyai hubungan dengan MVA karena para investor yang ingin menanamkan modalnya di perusahaan tertentu yang go public akan menggunakan kinerja keuangan internal perusahaan sebagai alat untuk menilai keadaan perusahaan tersebut. Kinerja keuangan internal perusahaan yang baik akan cenderung meningkatkan MVA perusahaan itu sendiri.
Penting bagi perusahaan melakukan pengukuran kinerja keuangannya untuk menarik investor. Kinerja keuangan perusahaan yang baik adalah kinerja keuangan yang dapat mempengaruhi nilai market value. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian yang dapat membuktikan penilaian kinerja perusahaan yang dapat mempengaruhi nilai market value.
Sebelum melakukan uji regresi, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas data dengan Uji Kolmogorov Smirnov. Hasil pengujian normalitas data dengan menggunakan Uji Kolomogrov Smirnov adalah sebagai berikut :
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Data dengan Uji Kolomogrov Smirnov
EVA MVA
N 5 5
Asymp. Sig. (2-tailed) ,999 ,997
Pada Tabel 7. diatas dapat kita lihat bahwa Asymp.Sig.(2-tailed) untuk EVA adalah ,999 dan MVA ,997 (nilainya di atas 0,05) maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas (data normal). Selanjutnya, dilakukan pengujian pengaruh hubungan antara EVA dengan MVA.
Pengujian pengaruh hubungan antara EVA dengan MVA menggunakan program SPSS 11.5. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui pengaruh diantara keduanya adalah regresi linier sederhana, dengan EVA sebagai variabel independen dan MVA sebagai variabel dependen. Hasil dari proses pengolahan data dengan menggunakan SPSS tersebut yang mengukur pengaruh EVA terhadap MVA dapat diringkas dalam Tabel 10. berikut ini :
Tabel 10. Persamaan dan statistik pengaruh EVA terhadap MVA
Persamaan regresi R R Square p-value
MVA = 16.090.534, 752+ 6.470 EVA ,941 0,885 0,017
Dari persamaan regresi (pengaruh) sederhana hubungan antara EVA dan MVA diatas dapat diketahui bahwa EVA memiliki pengaruh yang positif terhadap MVA. Jika variabel EVA tidak ada maka nilai MVA akan sebesar Rp16.090.534,752 juta dan jika variabel EVA mengalami kenaikan satu satuan (dalam jutaan rupiah) maka akan mengakibatkan peningkatan MVA sebesar Rp6,470 juta.
Nilai koefisien determinasi (R Square/R2) dari model persamaan regresi tersebut adalah 0,885 atau 88,5 persen. Artinya bahwa 88,5 persen dari MVA dihasilkan oleh perusahaan dipengaruhi oleh EVA, sedangkan sisanya sebesar 11,5 persen lainnya tidak dapat dijelaskan oleh persamaan regresi tersebut atau dengan kata lain MVA dipengaruhi oleh faktor lain diluar model regresi sederhana tersebut sebanyak 11,5 persen. Faktor-faktor lain yang dimaksudkan disini adalah faktor yang berada di luar kendali manajemen perusahaan yang dapat berupa tindakan investor yang kadang-kadang tidak rasional dalam menilai perusahaan, faktor keamanan, politik, regulasi pemerintah, dll.
Nilai R yang diperoleh adalah 0,941 yang berarti bahwa korelasi (hubungan) antara variabel EVA dengan MVA adalah 0,941 (94,1 persen). Untuk melihat signifikansi persamaan regresi dapat dilihat dari nilai Sig. pada output SPSS tersebut. Dari output SPSS terlihat bahwa tingkat signifikansi yang dihasilkan adalah 0,017 yaitu lebih kecil dari α sebesar 0,05 (p-value < α), artinya model persamaan regresi di atas dapat digunakan untuk menentukan pengaruh EVA terhadap MVA perusahaan.
Penerimaan Hipotesis ditetapkan dari nilai p-value yang dihasilkan SPSS. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa P-value < α, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima yaitu bahwa terdapat pengaruh antara variabel independen yakni EVA terhadap variabel dependen yaitu MVA.
4.4 Struktur Modal
Struktur modal optimal sebuah perusahaan adalah kombinasi utang dan ekuitas yang akan memaksimalkan harga saham. Disetiap waktu, manajemen akan memiliki satu struktur modal sasaran yang spesifik dalam pikirannya yang diasumsikan sebagai sasaran yang optimal, meskipun hal ini dapat berubah dari waktu ke waktu. Berikut ini merupakan tabel struktur modal BRI.
Tabel 11. Perhitungan Struktur Modal
Periode Struktur Modal WACC EVA
(Jutaan Rupiah) Saham Utang Jk Panjang
2006 98,02% 1,98% 4,44% 4.689.013,76
2007 98,26% 1,74% 2,29% 6.746.721,73
2008 99,24% 0,76% 4,44% 3.480.108,64
2009 98,57% 1,43% 3,28% 9.220.969,26
2010 99,35% 0,65% 2,87% 11.658.713,66
Dari Tabel 13. di atas dapat dilihat bahwa nilai EVA menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, jadi dapat diartikan tingkat kesehatan BRI adalah baik walaupun nilai EVA sempat mengalami penurunan di tahun 2008 namun tetap dalam nilai yang positif, artinya tetap mampu memberi nilai tambah ekonomi bagi pemegang saham. Biaya modal terendah selama periode analisis (2006-2010) terjadi di tahun 2007 yaitu sebesar 2,29 persen dengan komposisi modal yang terdiri dari saham sebesar 98,26 persen dan utang jangka panjang sebesar 1,74.
Seperti yang terlihat pada Tabel 11. tersebut bahwa komposisi nilai modal yang menghasilkan EVA tertinggi adalah pada tahun 2010. Komposisi modal tahun 2010 tersebut terdiri dari 99,35 persen dan 0,65 persen utang jangka panjang dan biaya modal rata-rata tertimbang sebesar 2,87 persen. Namun secara keseluruhan, struktur modal BRI belum optimal. Hal ini terlihat dari naik turunnya nilai WACC yang masih mengalami naik-turun serta proporsi saham dan utang jangka panjang juga masih mengalami naik turun. Artinya manajemen BRI belum melakukan pengendalian dan perencanaan modal yang baik untuk operasionalnya.
Struktur modal merupakan salah satu bentuk keputusan keuangan yang penting, karena keputusan ini dapat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan manajemen keuangan perusahaan. Tujuan pokok manajemen struktur modal adalah menciptakan bauran pendanaan yang dapat meminimumkan biaya modal (cost of capital) dan memaksimumkan nilai perusahaan. Adapun bauran pendanaan yang ideal dan selalu diupayakan yang disebut struktur modal yang optimal.
4.5 Peramalan (Forecasting)
Dalam penelitian ini akan dilakukan peramalan komponen Laba Rugi dan komponen Neraca. Prediksi kompon Neraca dan Laba Rugi dilakukan dengan menggunakan metode Double Exponential Smoothing (Holt).
4.5.1 Komponen Rugi Laba
1. Pendapatan Bunga Bersih
Pola data yang dihasilkan dengan menggunakan fasilitas Time series out
pada data pendapatan bunga bersih menunjukkan bahwa data semakin naik ke kanan atas, yang menunjukkan data tidak stasioner, sehingga tepat untuk menggunakan metode double exponential smoothing untuk meramalkan nilai pendapatan bunga bersih di tahun berikutnya. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode double exponential smoothing dengan menggunakan
α=0,2 dan β=0,2, dihasilkan grafik seperti pada gambar 4 dan tabel seperti pada Lampiran 15. bahwa hasil forecasting sebesar Rp 34.553.308 juta.
Untuk menguji tingkat errornya, nilai t hitung yang dihasilkan sangat kecil atau lebih kecil dari t tabel yang bernilai sebesar 2,776, dan Ljung Box Q pada lag 10<dari 𝑋𝑋2 tabel (11,143), hal ini menunjukkan forecasting dengan metode ini dengan kriteria α=0,2 dan β=0,2 dapat digunakan untuk untuk memprediksi rata-rata pendapatan bunga bersih dimasa mendatang.
Untuk mengetahui forecast dengan menggunakan α=0,2 dan β=0,2 mempunyai kesalahan prediksi minimal maka dicoba dengan menggunakan
besaran α=0,4 dan β=0,3. Hasil tingkat akurasi yang dihasilkan sebagai berikut :
Alpha (level) 0,2 Gamma (trend) 0,2 Smoothing Constants MAPE 8,88700E+00 MAD 1,96125E+06 MSD 4,90366E+12 Accuracy Measures Alpha (level) 0,4 Gamma (trend) 0,3 Smoothing Constants MAPE 9,87713E+00 MAD 2,21288E+06 MSD 6,46279E+12 Accuracy Measures
Tingkat akurasi menggunakan α=0,2 dan β=0,2 baik karena angka MAPE, MAD dan MSD yang dihasilkannya lebih kecil. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa prediksi pendapatan bunga bersih tahun 2011 sebaiknya menggunakan angka Rp 34.553.308 juta. Tabel hasil perhitungan peramalan pendapatan bunga bersih menggunakan Minitab 15. dapat dilihat di Lampiran 15. Grafik hasil peramalan pendapatan bunga bersih dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 4. Grafik Forecasting Pendapatan Bunga Bersih
2. Pendapatan Lainnya
Pola data yang dihasilkan dengan menggunakan fasilitas Time series out
pada data pendapatan lainnya menunjukkan bahwa data semakin naik ke kanan atas, yang menunjukkan data tidak stasioner. Sehingga tepat untuk menggunakan metode double exponential smoothing untuk meramalkan nilai pendapatan lainnya di tahun berikutnya. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode double exponential smoothing dengan menggunakan
α=0,2 dan β=0,2, bahwa hasil forecasting sebesar Rp 5.784.429 juta.
Untuk menguji tingkat errornya, nilai t hitung yang dihasilkan sangat kecil atau lebih kecil dari t tabel yang bernilai sebesar 2,776, dan Ljung Box Q pada lag 10 < dari 𝑋𝑋2 tabel (11,143), hal ini menunjukkan forecasting dengan metode ini dengan kriteria α=0,2 dan β=0,2 dapat digunakan untuk untuk memprediksi rata-rata pendapatan lainnya dimasa mendatang.
Untuk mengetahui forecast dengan menggunakan α=0,2 dan β=0,2 mempunyai kesalahan prediksi minimal maka dicoba dengan menggunakan
besaran α=0,4 dan β=0,3. Hasil tingkat akurasi yang dihasilkan seperti berikut :
6 5 4 3 2 1 40000000 35000000 30000000 25000000 20000000 15000000 10000000 Index Pe nd ap at an B un ga B er si h Alpha (level) 0,2 Gamma (trend) 0,2 Smoothing Constants MAPE 8,88700E+00 MAD 1,96125E+06 MSD 4,90366E+12 Accuracy Measures Actual Fits Forecasts 95,0% PI Variable
Double Exponential Smoothing with =0,2 and =0,2
42 6 5 4 3 2 1 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 Index Pe nd ap at an L ai nn ya
A lpha (lev el) 0,2
Gamma (trend) 0,2 Smoothing C onstants M A P E 1,98222E+01 M A D 5,38948E+05 M SD 3,31290E+11 A ccuracy M easures A ctual F its F orecasts 95,0% P I V ariable DES =02 =0,2
Double Exponential Method
Tingkat akurasi menggunakan α = 0,2 dan β = 0,2 lebih baik digunakan karena angka MAPE, MAD dan MSD yang dihasilkannya lebih kecil. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa prediksi pendapatan lainnya tahun 2011 sebaiknya menggunakan angka Rp 5.784.429 juta. Tabel hasil Output
forecasting pendapatan lainnya dapat dilihat di Lampiran 15., dan berikut ini merupakan grafik forecasting pendapatan lainnya.
Gambar 5. Grafik Forecasting Pendapatan Lainnya
3. Jumlah Beban
Pola data yang dihasilkan dengan menggunakan fasilitas Time series out
pada data jumlah beban menunjukkan bahwa data semakin naik ke kanan atas, yang menunjukkan data tidak stasioner. Sehingga tepat untuk menggunakan
metode double exponential smoothing untuk meramalkan nilai jumlah beban di tahun berikutnya. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode double exponential smoothing dengan menggunakan α=0,2 dan β=0,2, hasil
forecasting sebesar Rp 17.092.894 juta.
Untuk menguji tingkat errornya, nilai t hitung yang dihasilkan sangat kecil atau lebih kecil dari t tabel yang bernilai sebesar 2,776, dan Ljung Box Q pada lag 10 < dari 𝑋𝑋2 tabel (11,143), hal ini menunjukkan forecasting dengan metode ini dengan kriteria α=0,2 dan β=0,2 dapat digunakan untuk untuk memprediksi rata-rata jumlah beban dimasa mendatang.
A lpha (lev el) 0,2 Gamma (trend) 0,2 Smoothing C onstants MA PE 1,98222E+01 MA D 5,38948E+05 MSD 3,31290E+11 A ccuracy Measures Alpha (level) 0,4 Gamma (trend) 0,3 Smoothing Constants MAPE 2,16928E+01 MAD 5,98820E+05 MSD 4,35978E+11 Accuracy Measures
Untuk mengetahui forecast dengan menggunakan α=0,2 dan β=0,2
mempunyai kesalahan prediksi minimal maka dicoba dengan menggunakan
besaran α=0,4 dan β=0,3. Hasil tingkat akurasi yang dihasilkan sebagai berikut:
Tingkat akurasi menggunakan α=0,2 dan β=0,2 baik karena angka
MAPE, MAD dan MSD yang dihasilkannya lebih kecil. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa prediksi jumlah beban tahun 2011 sebaiknya menggunakan angka Rp 17.092.894 juta. Tabel hasil Output forecasting
jumlah beban dapat dilihat di Lampiran 15., dan berikut ini merupakan grafik
forecasting-nya.
Gambar 6. Grafik Forecasting Jumlah Beban
4. Laba Sebelum Pajak
Pola data yang dihasilkan dengan menggunakan fasilitas Time series out pada data laba sebelum pajak menunjukkan bahwa data semakin naik ke kanan atas, yang menunjukkan data tidak stasioner. Sehingga tepat untuk menggunakan metode double exponential smoothing untuk meramalkan nilai laba sebelum pajak di tahun berikutnya. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode double exponential smoothing dengan menggunakan α=0,2 dan β=0,2, hasil forecasting
sebesar Rp 15.483.198 juta. Alpha (level) 0,4 Gamma (trend) 0,3 Smoothing Constants MAPE 6,56688E+00 MAD 7,85377E+05 MSD 8,93664E+11 Accuracy Measures Alpha (level) 0,2 Gamma (trend) 0,2 Smoothing Constants MAPE 5,82277E+00 MAD 6,86122E+05 MSD 6,75623E+11 Accuracy Measures 6 5 4 3 2 1 20000000 18000000 16000000 14000000 12000000 10000000 8000000 6000000 Index Ju m la h Be ba n Alpha (level) 0,2 Gamma (trend) 0,2 Smoothing Constants MAPE 5,82277E+00 MAD 6,86122E+05 MSD 6,75623E+11 Accuracy Measures Actual Fits Forecasts 95,0% PI Variable
Smoothing Plot for Jumlah Beban
Untuk menguji tingkat errornya, nilai t hitung yang dihasilkan sangat kecil atau lebih kecil dari t tabel yang bernilai sebesar 2,776, dan Ljung Box Q pada lag 10 < dari 𝑋𝑋2 tabel (11,143), hal ini menunjukkan forecasting dengan metode ini dengan kriteria α=0,2 dan β=0,2 dapat digunakan untuk untuk memprediksi rata-rata laba sebelum pajak dimasa mendatang.
Untuk mengetahui forecast dengan menggunakan α=0,2 dan β=0,2 mempunyai kesalahan prediksi minimal maka dicoba dengan menggunakan
besaran α = 0,4 dan β = 0,3. Hasil tingkat akurasi yang dihasilkan sebagai berikut:
Tingkat akurasi menggunakan α=0,4 dan β=0,3 baik karena angka MAPE, MAD dan MSD yang dihasilkannya lebih kecil. Hasil forecasting
menggunakan α = 0,4 dan β = 0,3 menghasilkan prediksi nilai laba sebelum
pajak sebesar Rp 15.564.172 juta. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa prediksi sebelum pajak bersih tahun 2011 sebaiknya menggunakan angka Rp 15.564.172 juta. Tabel hasil Output forecasting laba sebelum pajak dapat dilihat di Lampiran 15., dan berikut ini merupakan grafik forecasting-nya.
Gambar 7. Grafik Forecasting Laba Sebelum Pajak
Dari hasil forecasting pendapatan bunga bersih diperoleh prediksi nilai pendapatan bunga bersih BRI tahun 2011 naik menjadi Rp34.553.308 juta, yaitu meningkat sebesar Rp1.664.705 (5,06 persen) dari tahun 2010 yaitu pada tahun 2010
Alpha (level) 0,2 Gamma (trend) 0,2 Smoothing Constants MAPE 9,64736E+00 MAD 9,80438E+05 MSD 1,34467E+12 Accuracy Measures Alpha (level) 0,4 Gamma (trend) 0,3 Smoothing Constants MAPE 1,01801E+01 MAD 1,07317E+06 MSD 1,77865E+12 Accuracy Measures 6 5 4 3 2 1 20000000 17500000 15000000 12500000 10000000 7500000 5000000 Index La ba S bl m P aj ak Alpha (level) 0,4 Gamma (trend) 0,3 Smoothing Constants MAPE 1,01801E+01 MAD 1,07317E+06 MSD 1,77865E+12 Accuracy Measures Actual Fits Forecasts 95,0% PI Variable
Double Exp. Smoothing dengan =0,4 dan =0,3
bernilai Rp32.888.603 menjadi 34.553.308 juta di tahun 2011. Prediksi nilai pendapatan lainnya naik sebesar Rp239.896 juta (4,33 persen) dari tahun sebelumnya yaitu pada tahun 2010 bernilai Rp5.544.533 juta menjadi Rp5.784.429 di tahun 2011. Demikian juga pada jumlah beban, jumlah beban naik sebesar Rp 979.202 (6,08 persen) yaitu Rp16.113.692 juta menjadi Rp17.092.894 juta di tahun 2011. Forecasting laba sebelum pajak juga mengalami kenaikan sebesar Rp 655.942 juta (4,40 persen) yaitu pada tahun 2010 Rp14.908.230 menjadi Rp15.564.172 di tahun 2011. Peningkatan Laba tersebut berpeluang meningkatkan nilai EVA, artinya kinerja keuangan perusahaan semakin baik lagi. Hasil forecasting komponen rugi laba untuk tahun 2011 dapat diringkas ke dalam satu grafik yang sama seperti berikut ini.
Gambar 8. Grafik Forecasting Komponen Laba Rugi
4.5.2 Forecasting Komponen Neraca
1. Aset
Pola data yang dihasilkan dengan menggunakan fasilitas Time series out pada data aset menunjukkan bahwa data semakin naik ke kanan atas, yang menunjukkan data tidak stasioner. Sehingga tepat untuk menggunakan metode double exponential smoothing untuk meramalkan nilai aset di tahun berikutnya. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode double exponential smoothing dengan
menggunakan α=0,2 dan β=0,2, dihasilkan bahwa hasil forecasting sebesar Rp 448.663.429 juta.
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Laba Sblm Pajak 5.906.721 7.780.074 8.822.012 9.891.228 14.908.230 15.564.172
Jumlah Beban 7.665.646 9.019.611 10.996.546 11.959.515 16.113.692 17.092.894
Pendapatan Lainnya 1.509.050 1.821.701 2.535.236 3.269.594 5.544.533 5.784.429
Pendapatan Bunga Bersih 13.789.355 16.696.572 19.651.054 23.049.495 32.888.603 34.553.308 -10.000.000 20.000.000 30.000.000 40.000.000 50.000.000 60.000.000 70.000.000 80.000.000
Untuk menguji tingkat errornya, nilai t hitung yang dihasilkan sangat kecil atau lebih kecil dari t tabel yang bernilai sebesar 2,776, dan Ljung Box Q pada lag 10 < dari 𝑋𝑋2 tabel (11,143), hal ini menunjukkan forecasting dengan metode ini
dengan kriteria α=0,2 dan β=0,2 dapat digunakan untuk untuk memprediksi rata -rata aset dimasa mendatang. Untuk mengetahui forecast dengan menggunakan
α=0,2 dan β=0,2 mempunyai kesalahan prediksi minimal maka dicoba dengan
menggunakan besaran α=0,4 dan β=0,3. Hasil tingkat akurasi yang dihasilkan sebagai berikut:
Tingkat akurasi menggunakan α=0,2 dan β=0,2 baik karena angka MAPE, MAD dan MSD yang dihasilkannya lebih kecil. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa prediksi aset tahun 2011 sebaiknya menggunakan angka Rp 448.663.429 juta. Tabel forecasting Aset dapat dilihat pada Lampiran 15, dan grafik forecasting aset untuk tahun 2011 dapat dilihat seperti berikut:
Gambar 9.Grafik Forecasting Aset
2. Ekuitas
Pola data yang dihasilkan dengan menggunakan fasilitas Time series out pada data ekuitas menunjukkan bahwa data semakin naik ke kanan atas, yang menunjukkan data tidak stasioner. Sehingga tepat untuk menggunakan metode
Alpha (level) 0,4 Gamma (trend) 0,3 Smoothing Constants MAPE 5,58011E+00 MAD 1,42690E+07 MSD 2,95559E+14 Accuracy Measures Alpha (level) 0,2 Gamma (trend) 0,2 Smoothing Constants MAPE 5,12319E+00 MAD 1,30342E+07 MSD 2,24837E+14 Accuracy Measures 6 5 4 3 2 1 500000000 400000000 300000000 200000000 100000000 Index A se t Alpha (level) 0,2 Gamma (trend) 0,2 Smoothing Constants MAPE 5,12319E+00 MAD 1,30342E+07 MSD 2,24837E+14 Accuracy Measures Actual Fits Forecasts 95,0% PI Variable Double Exp. Smoothing dengan =0,2 dan =0,2
double exponential smoothing untuk meramalkan nilai ekuitas di tahun berikutnya. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode double exponential smoothing dengan menggunakan α=0,2 dan β=0,2, hasil forecasting sebesar Rp 38.714.550 juta.
Untuk menguji tingkat errornya, nilai t hitung yang dihasilkan sangat kecil atau lebih kecil dari t tabel yang bernilai sebesar 2,776, dan Ljung Box Q pada lag 10<dari 𝑋𝑋2 tabel (11,143), hal ini menunjukkan forecasting dengan metode ini
dengan kriteria α=0,2 dan β=0,2 dapat digunakan untuk untuk memprediksi rata -rata ekuitas dimasa mendatang. Untuk mengetahui forecast dengan menggunakan
α=0,2 dan β=0,2 mempunyai kesalahan prediksi minimal maka dicoba dengan menggunakan besaran α=0,4 dan β=0,3. Hasil tingkat akurasi yang dihasilkan sebagai berikut :
Tingkat akurasi menggunakan α=0,2 dan β=0,2 baik karena angka MAPE, MAD dan MSD yang dihasilkannya lebih kecil. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa prediksi ekuitas tahun 2011 sebaiknya menggunakan angka Rp 38.714.550 juta. Tabel forecasting ekuitas dapat dilihat pada Lampiran 15., dan grafik forecasting ekuitas dapat digambarkansebagai berikut :
Gambar 10. Grafik Forecasting Ekuitas
Alpha (level) 0,4 Gamma (trend) 0,3 Smoothing Constants MAPE 9,14920E+00 MAD 2,27014E+06 MSD 6,52073E+12 Accuracy Measures Alpha (level) 0,2 Gamma (trend) 0,2 Smoothing Constants MAPE 8,36258E+00 MAD 2,05461E+06 MSD 4,96015E+12 Accuracy Measures 6 5 4 3 2 1 45000000 40000000 35000000 30000000 25000000 20000000 15000000 Index Ek ui ta
s Alpha (level)Gamma (trend) 0,20,2 Smoothing Constants MAPE 8,36258E+00 MAD 2,05461E+06 MSD 4,96015E+12 Accuracy Measures Actual Fits Forecasts 95,0% PI Variable Double Exp. Smoothing =0,2 dan =0,2
3. Kewajiban
Pola data yang dihasilkan dengan menggunakan fasilitas Time series out pada data kewajiban menunjukkan bahwa data semakin naik ke kanan atas, yang menunjukkan data tidak stasioner. Sehingga tepat untuk menggunakan metode double exponential smoothing untuk meramalkan nilai kewajiban di tahun berikutnya. Dari hasil pengolahan data dengan menggunakan metode double exponential smoothing dengan menggunakan α=0,2 dan β=0,2, hasil forecasting
sebesar Rp 409.948.879 juta.
Untuk menguji tingkat errornya, nilai t hitung yang dihasilkan sangat kecil atau lebih kecil dari t tabel yang bernilai sebesar 2,776, dan Ljung Box Q pada lag 10 < dari 𝑋𝑋2 tabel (11,143), hal ini menunjukkan forecasting dengan metode ini
dengan kriteria α=0,2 dan β=0,2 dapat digunakan untuk memprediksi rata-rata kewajiban dimasa mendatang. Untuk mengetahui forecast dengan menggunakan
α=0,2 dan β=0,2 mempunyai kesalahan prediksi minimal maka dicoba dengan menggunakan besaran α=0,4 dan β=0,3. Hasil tingkat akurasi yang dihasilkan sebagai berikut :
Tingkat akurasi menggunakan α=0,2 dan β=0,2 baik karena angka MAPE, MAD dan MSD yang dihasilkannya lebih kecil. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa prediksi kewajiban tahun 2011 sebaiknya menggunakan angka Rp 409.948.879 juta. Tabel forecasting dapat dilihat pada Lampiran 15., dan gfrafik forecasting kewajiban dapat dilihat sebagai berikut :
Alpha (level) 0,4 Gamma (trend) 0,3 Smoothing Constants MAPE 5,20991E+00 MAD 1,19988E+07 MSD 2,16441E+14 Accuracy Measures Alpha (level) 0,2 Gamma (trend) 0,2 Smoothing Constants MAPE 4,78772E+00 MAD 1,09796E+07 MSD 1,64625E+14 Accuracy Measures
Gambar 11. Grafik Forecasting Kewajiban
Dari forecasting yang dilakukan pada komponen Neraca di atas dapat dilihat bahwa aset, ekuitas dan kewajiban cenderung naik setiap tahunnya. Aset mengalami
kenaikan sebesar Rp 44.377.827 juta (10,98 persen) dari tahun 2011, yaitu Rp 404.285.602 juta di tahun 2010 dan diprediksi menjadi Rp448.663.429 juta di tahun 2011. Ekuitas mengalami kenaikan sebesar Rp 2.041.440 juta (5,57 persen) dari tahun sebelumnya, yaitu Rp 36.673.110 dan diprediksi menjadi Rp 38.714.550 juta di tahun 2011. Demikian juga dengan kewajiban, kewajiban juga mengalami kenaikan sebesar Rp42.336.387 juta (11,52 persen) dari tahun sebelumnya, yaitu Rp 367.612.492 di tahun 2010, dan diprediksi menjadi Rp 409.948.879 juta di tahun 2011. Berikut ini grafik yang menggambarkan hasil forecasting yang dilakukan pada komponen neraca.
Gambar 12. Grafik Forecasting Komponen Neraca
2006 2007 2008 2009 2010 2011 Aset 154.725.48 203.734.93 246.076.89 316.947.02 404.285.60 448.663.42 Ekuitas 16.878.808 19.437.635 22.356.697 27.257.381 36.673.110 38.714.550 Kewajiban 137.846.67 184.297.30 223.720.19 289.689.64 367.612.49 409.948.87 -50.000.000 100.000.000 150.000.000 200.000.000 250.000.000 300.000.000 350.000.000 400.000.000 450.000.000 500.000.000 6 5 4 3 2 1 450000000 400000000 350000000 300000000 250000000 200000000 150000000 100000000 Index Ke w aj ib
an Alpha (level)Gamma (trend) 0,20,2 Smoothing Constants MAPE 4,78772E+00 MAD 1,09796E+07 MSD 1,64625E+14 Accuracy Measures Actual Fits Forecasts 95,0% PI Variable Double Exponential Smoothing dengan =0,2 dan =0,2
4.6 Implikasi Manajerial
Dari hasil analisa menggunakan EVA dan MVA tersebut dapat disimpulkan bahwa BRI memiliki kinerja keuangan yang baik. Hal ini dapat dilihat dari nilai EVA dan MVA yang positif dan relatif meningkat setiap tahunnya. Nilai EVA dan MVA positif menunjukkan bahwa manajemen telah berhasil menciptakan nilai tambah perusahaan. Nilai EVA dan MVA yang positif dan relatif meningkat merupakan keunggulan kompetitif BRI dalam persaingan di industri sejenis (perbankan). Nilai tersebut dapat dijadikan investor sebagai bahan pertimbangan untuk berinvestasi. Semakin besar nilai EVA dan MVA, semakin baik. Oleh karena itu, nilai EVA dan MVA sebaiknya terus ditingkatkan lagi.
Nilai EVA dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan laba operasional dan meminimalkan biaya modal. Meningkatkan laba operasi dan menekan biaya modal dapat dilakukan dengan cara memaksimalkan nasabah yang ada untuk mau menabung lebih banyak serta melakukan ekspansi nasabah baru dengan program-program yang menguntungkan. Dengan bertambahnya jumlah kredit yang diberikan dan sumber modal yang berasal dari dana murah yaitu berupa tabungan dan giro akan berdampak pada kenaikan laba operasional perusahaan. Hal ini disebabkan oleh peningkatan pendapatan operasional dan diikuti dengan biaya modal yang rendah. Sehingga nilai NOPAT akan semakin tinggi dan COC semakin rendah, yang akan berimplikasi pada peningkatan nilai EVA. Selanjutnya, laba operasional yang tinggi akan meningkatkan permintaan saham di lantai pasar, yang berdampak pada kenaikan harga saham, sehingga berimplikasi pada kenaikan nilai MVA.