• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Fisika Lingkungan Berbasis Etnosains pada Budaya Sar Suku Kanum di Merauke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kajian Fisika Lingkungan Berbasis Etnosains pada Budaya Sar Suku Kanum di Merauke"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

11

Kajian Fisika Lingkungan Berbasis Etnosains pada

Budaya Sar Suku Kanum di Merauke

I. D. Palittin

*

, Supriyadi dan Hasnich Aristia Kaikatui

*

ivyalentine@gmail.com

Jurusan Pendidikan Fisika, FKIP, Universitas Musamus Jalan Kamizaun, Mopah Lama, Merauke

Abstrak – Permasalahan lingkungan yang terjadi saat ini dan juga cara penanggulangannya dapat diselesaikan

menggunakan cara yang modern dan juga tradisional. Budaya sar adalah budaya yang dimiliki suku Kanum, yang dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengurangi permasalahan lingkungan. Budaya ini dikaji menggunakan ilmu fisika lingkungan yang berbasis etnosains. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji budaya sar menggunakan ilmu fisika lingkungan yang berbasis etnosains sebagai salah satu cara untuk mengurangi permasalahan lingkungan. Penelitian dilakukan di Kampung Tomer, Merauke dan pengambilan data dilakukan dengan wawancara dan observasi. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan teknik deskirptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya sar yang dikaji menggunakan ilmu fisika lingkungan berbasis etnosains, dapat menjadi alternatif pengurang bahkan pencegah permalahan lingkungan yang terjadi saat ini.

Sar dapat berfungsi sebagai pelestari alam, pengurang efek pemanasan global, yaitu sebagai pengurang emisi

gas CO2 dan pencegah terjadinya banjir dan kekeringan, dan juga sebagai pencegah terjadinya pencemaran

lingkungan.

Kata Kunci: sar; suku Kanum; pemanasan global; fisika lingkungan; etnosains

I. PENDAHULUAN

Pemanasan global yang terjadi saat ini, menjadi salah satu topik utama yang dibicarakan oleh para ilmuwan di dunia. Para ilmuwan berlomba untuk dapat menyelesaikan dampak yang diakibatkan oleh pemanasan global ini. Dampak yang diakibatkan sangat berdampak pada permasalahan lingkungan. Kenaikan suhu yang terjadi akibat pemanasan global menyebabkan terganggunya keseimbangan antara komponen biotik dan abiotik yang ada di lingkungan [1-2]. Akibat permasalahan ini, para ilmuwan mencari cara untuk mengurangi dampak pemansan global yang berlebihan terhadap lingkungan hidup makhluk hidup.

Permasalahan lingkungan, tidak lepas dari komponen biotik dan abiotik yang terkandung di dalamnya. Salah satu ilmu yang membahas tentang hal itu adalah fisika lingkungan. Fisika lingkungan sendiri merupakan cabang ilmu fisika yang membahas tentang objek secara fisis yang berhubungan dengan sistem ekologi dan juga pencemaran lingkungan [3]. Dari materi yang terkandung dalam pembelajaran fisika lingkungan inilah dapat dikaji permasalahan lingkungan yang terjadi akibat dari pemanasan global dan juga cara menangani permasalahan lingkungan tersebut.

Salah satu cara untuk mengurangi dampak pemanasan global adalah pelestarian lingkungan dan alam [4]. Pelestarian

lingkungan dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah menggunakan budaya atau kearifan lokal [5-6]. Di Indonesia sendiri, terdapat beberapa kearifan lokal yang telah digunakan untuk melestarikan alam. Di Sumatera, terdapat larangan untuk menangkap ikan dengan jumlah yang berlebih [7]. Di Jawa sendiri, ada tuk serco, kearifan lokal yang berfungsi untuk menjaga sumber mata air [8]. Ada juga sasi, yang berasal dari Maluku dan sebagian Papua, yang berfungsi untuk menjaga kelestarian alam, baik hutan, rawa, maupun laut [9–11]. Di Merauke sendiri, terdapat kearifan lokal sar, yang bertujuan untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan.

Pelestarian lingkungan menggunakan kearifan lokal, tidak terlepas dari pembahasan mengenai budaya atau kearifan lokal itu sendiri. Penggunaan kearifan lokal sebagai cara untuk melestarikan alam dapat dikaji secara ilmu alam (sains), yang dikenal dengan ilmu etnosains. Ilmu etnosains sendiri adalah proses merekontruksi sains asli yang ada di masyarakat adat menjadi sains ilmiah [12].

Pada artikel ini, akan dikaji kearifan lokal sar, yaitu kearifan lokal milik suku Kanum, suku asli Kabupaten Merauke secara etnosains yang berbasis fisika lingkungan.

A. Etnosains

Pengenalan budaya dalam pembelajaran di sekolah sangat penting dilakukan, dengan tujuan untuk mengenalkan budaya tersebut

(2)

12 kepada siswa. Selain itu, dalam pembelajaran budaya, dapat dikaji juga ilmu atau sains yang terkandung dalam budaya tersebut yang disebut sains asli (indigeneous sains). Sains asli dari suatu budaya dapat diintegrasikan dengan kehidupan sehari-hari dan dikenal dengan etnosains [13].

Etnosains merupakan ilmu atau kajian budaya masyarakat yang berkaitan dengan alam dan berisi pengetahuan-pengetahuan otentik masyarakat [3]. Pengetahuan ini merupakan kepercayaan yang diwariskan oleh leluhur kepada generasi-generasi penerus. Adapun ruang lingkup yang biasanya ada pada sains asli adalah sains, ekologi, pertanian, dan juga obat-obatan [14]. Sedangkan menurut Arfianawati, konsep etnosains mengarah pada paradigm kebudayaan yang mengatakan bahwa bentuk kebudayaan bukanlah bentuk fisik, melainkan pengetahuan yang ada pada ingatan manusia [15].

Salah satu bidang kajian etnografi yang dikemukakan oleh Sudarmin mengungkap struktur-struktur yang digunakan untuk mengklasifikasikan lingkungan secara fisik maupun sosial. Pada bidang kajian ini, yang menjadi topik adalah aturan, norma, nilai, ataupun cara yang ada pada masyarakat, yang mengijinkan ataupun melarang masyarakat melakukan sesuatu. Selain itu, etnografi juga berbicara tentang pengembangan teknologi yang sudah ada di masyarakat. sebagai contoh adalah pembuatan rumah oleh orang Asmat yang ada di Papua [16].

B. Fisika Lingkungan

Permasalahan lingkungan yang saat ini dihadapi dapat dicegah dengan kajian fisika lingkungan. Dalam fisika sendiri, fisika lingkungan merupakan salah satu cabangnya yang berbicara tentang objek secara fisis dan berhubungan dengan sistem ekologi dan juga pencemaran lingkungan [3]. Keteraturan dan keseimbangan lingkungan dibahas dalam fisika lingkungan ini. Adapun aspek-aspek yang dibahas dalam fisika lingkungan adalah energi panas, suhu, kelembaban, uap air, angin, radiasi, dan juga hubungan antara makhluk hidup dan lingkungannya [17]. Selain itu, fisika lingkungan juga merupakan respon hidup makhluk hidup terhadap lingkungannya yang merujuk dalam kerangka proses dan masalah lingkungan. Pembelajaran fisika lingkungan sendiri dilakukan dengan dua motivasi, yakni meningkatkan pemahaman siswa tentang permasalahan lingkungan dan juga

menciptakan perspektif pekerjaan yang realistis bagi ilmuwan [18].

II. METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yang bertujuan untuk mendeskripsikan kajian fisika lingkungan berbasis etnosains terhadap budaya sar yang ada di Merauke. Penelitian dilakukan di Kampung Tomer, salah satu kampung di Merauke dan merupakan tempat tinggal suku Kanum. Data diambil dengan cara wawancara mendalam dengan kepala kampung, ketua adat, tetua adat, dan juga salah satu masyarakat suku Kanum. Selain itu, dilakukan observasi juga terhadap kampung Tomer itu sendiri. Analisis data menggunakan teknik analisis deskriptif, yang tahapannya adalah reduksi data, penyajian data, dan diakhiri dengan verifikasi data.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kampung Tomer adalah salah satu kampung yang menjadi tempat kediaman suku Kanum, salah satu suku asli di Merauke. Dalam kehidupan sehari-harinya, suku Kanum masih menggantungkan diri pada alam mereka. Bercocok tanam dan juga berburu, merupakan cara mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Ketergantungan hidup mereka pada alam, telah disadari oleh nenek moyang mereka sendiri, sehingga ada budaya yang diturunkan oleh nenek moyang mereka terkait dengan pelestarian lingkungan dan alam mereka. Hal ini bertujuan agar lingkungan dan alam mereka tetap terjaga sehingga kehidupan mereka pun akan tetap berlangsung dengan baik. Salah satu budaya tersebut adalah sar.

Sar merupakan budaya yang pada prinsipnya melarang manusia untuk mengambil ataupun mengolah hasil alam dari suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu. Pelaksanaan budaya ini dilakukan pada saat ada salah satu warga suku Kanum yang meninggal dengan tujuan untuk menghormati orang tersebut. Adapun daerah yang dikenakan sar adalah lahan ataupun dusun milik orang yang meninggal. Lama pelaksanaan sar sendiri adalah minimal 1000 hari. Budaya sar sendiri sangat sakral untuk suku Kanum sendiri. Jika ada yang melanggar, maka orang tersebut akan dikenakan sanksi adat.

Budaya sar merupakan budaya suku Kanum yang melarang pengambilan ataupun pengolahan bahan alam dari suatu kawasan

(3)

13 dalam jangka waktu tertentu. Dapat menjadi salah satu alternatif untuk pelestarian alam dan juga pengurangan efek pemanasan global. Sains asli yang dimiliki oleh budaya sar itu sendiri adalah terjaganya kelestarian hidup makhluk hidup yang ada di kawasan yang sedang diberlakukan sar. Selama sar berlangsung, kemampuan makhluk hidup untuk berkembang biak dapat terus terjadi tanpa adanya gangguan. Hal ini membuat, jumlah individu ataupun populasi di kawasan tersebut dapat meningkat. Selain itu, hewan maupun tumbuhan yang hidup di kawasan tersebut dapat tumbuh dengan baik juga.

Sains asli yang ada di budaya sar juga adalah terjaganya keseimbangan antara komponen biotik (hewan dan tumbuhan) dengan komponen abiotik (tanah, air, udara, suhu, kelembaban). Salama pelaksanaan sar, tidak ada campur tangan manusia dalam interaksi antar komponen biotik dan abiotik itu sendiri. Tumbuhan yang ada di kawasan tersebut, dapat tumbuh dengan baik, sehingga dapat memberikan kesejukan dan juga menyediakan makanan bagi hewan yang ada disana. Selain itu, tidak akan terjadi pencemaran lingkungan, baik pencemaran udara, pencemaran air, maupun pencemaran tanah.

A. Sar sebagai Pelestarian Alam

Pelestarian alam yang dimaksud adalah terjaganya kelestarian makhluk hidup yaitu hewan dan tumbuhan. Salah satu kemampuan makhluk hidup adalah tumbuh dan berkembang biak yang bertujuan agar jumlah individu dari suatu makhluk hidup tetap terjaga sehingga tidak terjadi kepunahan. Kemampuan makhluk hidup untuk tumbuh dan berkembang biak dapat terlaksana dengan baik jika tidak ada gangguan dari manusia. Pelarangan yang terjadi dalam budaya sar, secara tidak langsung telah menjamin terlaksananya kemampuan tumbuh dan berkembang biak tumbuhan dan hewan yang hidup di kawasan tersebut. Hewan dan tumbuhan dapat terus berkembang biak sehingga terjadi peningkatan jumlah individu ataupun populasi. Jika hal ini terjadi dalam jangka watu minimal 1000 hari (masa pelaksanaan budaya sar), dapat dipastikan bahwa hewan dan tumbuhan yang hidup di kawasan tersebut dapat melahirkan beberapa generasi penerus, tergantung dari kemampuan hewan dan tumbuhan tersebut berkembang biak.

Keseimbangan antara komponen biotik dan abiotik juga dapat terjadi selama sar

berlangsung. Tidak adanya gangguan dari manusia, membuat interaksi antar komponen dapat berlangsung dengan baik. Tumbuhan dan hewan memerlukan air sebagai kebutuhan hidup, dan sebaliknya air juga membutuhkan hewan dan tumbuhan. sebagai penyimpan air. Tanah dibutuhkan oleh hewan dan tumbuhan sebagai tempat hidup dan juga beraktivitas. Sebaliknya, tanah membutuhkan hewan dan tumbuhan, khususnya kotoran hewan, untuk menyuburkan tanah.

Tumbuhan dan hewan juga memerlukan udara, yaitu oksigen (O2) untuk terus bernafas.

Dari pernafasan tersebut, tumbuhan dan hewan mengeluarkan karbon dioksida (CO2) yang

dibutuhkan lagi oleh tumbuhan untuk berfotosintesis. Tumbuhan yang berfotosintesis akan mengeluarkan oksigen (O2) yang

dibutuhkan untuk pernafasan. Selama tidak ada gangguan dari luar, makan siklus interaksi seperti itulah yang terus berlangsung, sehingga terjadi keseimbangan komponen biotik dan abiotik yang berdampak pada pelestarian alam itu sendiri.

B. Sar Sebagai Pengurang Efek Pemanasan Global

Pemanasan global terjadi akibat meningkatnya emisi gas karbon dioksida (CO2).

Cara yang paling mudah untuk mengurangi jumlah karbon dioksida di udara adalah dengan penanaman tumbuhan kembali (reboisasi). Hal ini karena tumbuhan merupakan penyerap CO2

yang terbaik. Tumbuhan memerlukan CO2

untuk proses fotosintesis dan menghasilkan O2

sebagai gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk bernafas.

Kemampuan tumbuhan untuk menyerap CO2 tergantung pada ukuran luas permukaan

daun yang menjadi tempat terjadinya proses fotosintesis. Semakin luas permukaan daun, maka semakin banyak jumlah CO2 yang

diserap. Selama sar berlangsung, tumbuhan dapat hidup dengan baik dan juga dapat mencapai ukuran tumbuhan yang maksimal. Ukuran daun yang maksimal, membuat luas permukaan daun juga semakin luas, sehingga jumlah CO2 yang diserap juga semakin besar.

Pemanasan global yang terjadi, mengakibatkan terjadinya bencana alam seperti banjir dan kekeringan. Pertumbuhan tumbuhan selama sar berlangsung juga dapat mengurangi resiko terjadinya bencana tersebut. Akar sebagai bagian dari tumbuhan berfungsi sebagai penyerap air. Pertumbuhan tumbuhan selama sar yang membuat tumbuhan dapat mencapai ukuran maksimalnya, juga membuat

(4)

14 akar tumbuhan pun berukuran besar dan kuat. Semakin besar akar tumbuhan, maka semakin banyak air yang diserap dan juga disimpan. Air yang disimpan ini juga nantinya dapat berfungsi untuk keberlangsungan hidup tumbuhan itu sendiri.

Ketika hujan turun terus menerus, maka akan meningkatkan volume air di permukaan tanah. Akar yang besar dan kuat, akan menyerap air dalam jumlah yang besar, sehingga tidak akan terjadi genangan air atapun banjir. Pada saat musim kemarau tiba, tidak akan terjadi kekeringan. Air yang tadinya telah diserap dan disimpan oleh akar tumbuhan, dapat digunakan pada saat musim kemarau tiba. Daerah dengan jumlah tumbuhan yang banyak dan berukuran besar, merupakan daerah yang kaya akan air. Sehingga daerah tersebut tidak pernah kekurangan air.

C. Sar Sebagai Pencegah Terjadinya Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan dapat terjadi jika ada zat kimia yang masuk ke dalam suatu lingkungan. Zat kimia ini dapat berasal dari aktivitas manusia, seperti limbah rumah tangga maupun limbah industri. Pencemaran yang terjadi dapat mencakup pencemaran air, pencemaran tanah, dan juga pencemaran udara. Pencemaran air terjadi jika zat kimia tersebut masuk ke dalam air. Zat tersebut akan disebarkan ke seluruh kawasan melalui aliran tersebut. Akibat yang dapat ditimbulkan adalah dapat membunuh hewan yang minum air tersebut. Pencemaran tanah terjadi jika zat kimia masuk dan tersebar ke dalam tanah. Hal ini membuat tanah tidak subur dan tumbuhan yang hidup di tanah tersebut akan mati. Pencemaran udara dapat terjadi karena adanya aktivitas manusia seperti pembakaran hutan. Pencemaran yang terjadi ini, pada akhirnya dapat berdampak pada keseimbangan komponen biotik dan abiotic.

Pelaksanaan sar secara tidak langsung telah melarang adanya aktivitas manusia pada suatu kawasan yang diberlakukan sar. Salah satunya adalah pembuangan limbah dan juga pembakaran hutan. Kawasan yang sedang diberlakukan sar, dapat dikatakan steril dari apapun, karena tidak adanya aktivitas manusia. Hal ini membuat, tidak akan terjadi pencemaran lingkungan. Selama pencemaran lingkungan tidak terjadi, maka keberlangsungan hidup hewan dan tumbuhan yang ada di kawasan tersebut juga dapat terjamin.

IV. KESIMPULAN

Budaya sar, budaya yang dimiliki oleh suku Kanum, dapat dikaji menggunakan ilmu fisika lingkungan berbasis etnosains. Kajian dalam fisika lingkungan itu sendiri adalah pelestarian alam, pemanasan global, dan juga pencemaran lingkungan. Prinsip pelaksanaan sar yang melarang adanya pengambilan ataupun pengolahan hasil alam, menjadikan sar sebagai salah satu cara untuk melestarikan lingkungan, mengurangi efek pemanasan global, dan juga pencegah terjadinya pencemaran lingkungan.

V. ACKNOWLEDGMENT

Ucapan terima kasih kepada DRPM Kemenristekdikti untuk bantuan dana. Penelitian ini didasarkan pada SK DIPA: SP DIPA.042.06.1.401516/2019, dengan Kontrak Penelitian Dosen Pemula Tahun Anggaran 2019 Nomor: 064.15/UN52.8/LT/2019.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Venkataramanan, M and Smitha, “Causes And Effects Of Global Warming”, Indian Journal of

Science Technology, vol. 4, no. 3, pp. 226–229,

2011.

[2] Bhattacharjee, P.K. Global Warming Impact on the Earth. International Jourbal of Environmental

Science and Development, vol. 1, no. 3, pp. 219–

220, 2010.

[3] Nuvitalita, D. Pembelajaran Berbasis Proyek pada Mata Kuliah Fisika Lingkungan Untuk Menumbuhkan Kepedulian Pada Lingkungan. Prosiding Seminar

Nasional Sains dan Pendidikan Sains IX. pp. 363–

367, 2014.

[4] Shahzad, U and Riphah. Global Warming : Causes , Effects and Solutions. Durreesamin Journal, vol. 1, no. 4, 2015.

[5] Hasbiah, A. Analysis Of Local Wisdom As An Environmental Conservation Strategy in Indonesia.

Sampurasun e-Journal, vol. 1, no. 1, pp. 2–7, 2015.

[6] Christiawan, P.I. The Role Of Local Wisdom In Controlling Deforestation. International Journal of

Development and Sustainability vol. 6, no. 8, pp.

876–888, 2017

[7] Hendrik. Ikan Larangan Sebagai Bentuk Kearifan Lokal Dalam Pemanfaatan Sumber Daya Perairan Umum (Studi Kasus Pada Beberapa Nagari Di Sumatera Barat). Berkala Perikanan Terubuk. 2007;35(1):27-36.

[8] Siswadi, Taruna T, Purnaweni H. Kearifan Lokal Dalam Melestarikan Mata Air (Studi Kasus Di Desa Purwogondo, Kecamatan Boja, Kabupaten Kendal).

Jurnal Ilmu Lingkungan. 2011;9(2):63-68. Doi:10.14710/Jil.9.2.63-68

[9] Febyarandika, S. and M. abdul Chafid. Tradisi Sasi Di Raja Ampat Papua. Sabda Jurnal Kajian

Kebudayaan, vol. 11, no. 1, pp. 55–66, 2016.

[10] Patriana, R., S. Adiwibowo, R. A. Kinseng, and A. Satria. Perubahan Kelembagaan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Laut Tradisional (Kasus Kelembagaan Sasi Di Kaimana). Sodality: Jurnal Sosiologi

(5)

15

[11] Silaya, T. M., dan Siahaya, L. Local Wisdom Communities in Forest Resources Management in Mountainous of Manusela , North Seram.

International Journal of Science and Research, vol.

7, no. 5, pp. 1561–1565, 2018.

[12] Khusniati, M. Model Pembelajaran Sains Berbasis Kearifan Lokal dengan Menumbuhkan Karakter Konservasi. Indonesian Journal Conservation, vol. 3, no. 1, pp. 67–74, 2014.

[13] Supriyadi and E. Nurvitasari. Inventarisasi Sains Asli Suku Malind : Upaya Dalam Pengembangan Kurikulum Ipa Kontekstual Papua Berbasis Etnosains. Jurnal Pendidikan Sains dan Matematika, vol. 7, no. 1, pp. 10–21, 2019.

[14] Atmojo. Profil Keterampilan Proses Sains dan Apresiasi Siswa Terhadap Profesi Pengrajin Tempe dalam Pembelajaran IPA Berpendekatan

Ethno-Science. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia (JPII), vol. 1, no. 2, pp. 115–122, 2012.

[15] Arfianawati, S., Sudarmin & Sumarni, W. Model Pembelajaran Kimia Berbasis Ethno-Science untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa.

Jurnal Pengajaran MIPA, vol. 21, no. 1, pp. 46–51,

2016.

[16] Sudarmin, Pendidikan Karakter, Etnosains, dan

Kearifan Lokal. Semarang: Universitas Negeri

Semarang. 2015.

[17] Campbell, G.S. & John M. Norman. An Introduction

to Environmental Biophysics. New York: Springer.

1997.

[18] Boeker, Egbert, dkk. Environmental Physics As A Teaching Concept. European Journal of Physics. 2003. doi: 10.1088/0143-0807/24/5/301

Referensi

Dokumen terkait

Preventive maintenance adalah aktivitas perawatan yang dilakukan sebelum terjadinya kegagalan atau kerusakan pada sebuah sistem atau komponen, dimana sebelumnya sudah

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan prestasi belajar pokok bahasan bangun ruang sisi datar kubus dan balok kelas IX di SMP Muhammadiyah 5

Enam genotipe bawang merah yang dicoba menunjukkan perbedaan pada variabel tinggi tanaman, bobot basah seluruh bagian tanaman, bobot kering lokal tanaman per rumpun,

Promosi merupakan salah satu variabel di dalam marketing mix yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam pemasaran produk atau jasanya. Kadang-kadang

Desain penelitian pada penelitian ini adalah jenis penelitian metode kuantitatif, penelitian metode kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang

Tetapi layaknya pada saluran terbuka untuk mengalirkan air buangan yang relative tidak berbau , seperti air hujan maupun air permukaan ( rembesan system irigasi, mata air, dll

Data nilai tukar (kurs) terhadap mata uang negara tujuan ekspor, harga kopi domestik negara tujuan, GDP riil negara tujuan, dan harga kopi internasional.Sedangkan

Dinas Pertanahan mempunyai tugas melaksanakan tugas survei, pengukuran, pemetaan dan pendaftaran tanah pengaturan, sengketa, konflik dan perkara serta tugas pembantuan