• Tidak ada hasil yang ditemukan

tb milier

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "tb milier"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I TB pada Anak  TB pada Anak  Definisi Definisi Tuberkulosis (TB

Tuberkulosis (TB ) ) merupakan penyakit menular yang disebabkan terutamamerupakan penyakit menular yang disebabkan terutama oleh

oleh MycobacteMycobacterium rium tubercultuberculosis.osis. PenulPenularannarannya ya terjadterjadi i melalmelalui ui inhalinhalasi asi udaraudara yan

yang g terterkonkontamtaminainasi si oleolehh MycobactMycobacterium erium tuberculotuberculosis,sis, dimandimana a kontkontaminaaminasisi terjadi akibat sekret yang dikeluarkan saat penderita TB sedang batuk, bersin terjadi akibat sekret yang dikeluarkan saat penderita TB sedang batuk, bersin ataupun berbicara.

ataupun berbicara. Epidemiologi Epidemiologi

Pe

Penynyakakit it tutubeberkrkululososis is memenjnjadadi i mamasasalalah h kekesesehahatatan n di di duduninia a dadan n didi Indonesia. WHO menyatakan bahwa tuberkulosis saat ini telah menjadi ancaman Indonesia. WHO menyatakan bahwa tuberkulosis saat ini telah menjadi ancaman glo

globalbal, , dan dan dipdiperkerkirairakan kan 1,9 1,9 milmilyar yar manmanusiusia a atau atau sepsepertertiga iga penpendudduduk uk dunduniaia terinfeksi tuberkulosis.

terinfeksi tuberkulosis.

Setiap tahun terjadi satu juta kasus TB anak, atau sekitar 11% dari total Setiap tahun terjadi satu juta kasus TB anak, atau sekitar 11% dari total sem

sembilbilan an jutjuta a kaskasus us TB. TujuTB. Tujuh h pulpuluh uh limlima a perpersen kasus TB sen kasus TB anaanak k terterjadjadi i di di 2222 negara dengan angka TB yang tinggi. Laporan dari seluruh dunia menunjukkan negara dengan angka TB yang tinggi. Laporan dari seluruh dunia menunjukkan  bahwa persentase TB anak bervariasi antara 3 hingga >25 %.

 bahwa persentase TB anak bervariasi antara 3 hingga >25 %.

Peningkatan kasus TB di berbagai tempat pada saat ini, diduga disebabkan Peningkatan kasus TB di berbagai tempat pada saat ini, diduga disebabkan ole

oleh h berberbagbagai ai halhal, , yaiyaitu tu diadiagnognosis sis yanyang g tidtidak ak teptepat, at, penpengobgobataatan n yanyang g tidtidak ak  adekuat, program penanggulangan yang tidak tepat, infeksi endemik HIV, migrasi adekuat, program penanggulangan yang tidak tepat, infeksi endemik HIV, migrasi   pe

  pendundudukduk, , penpengobgobatan atan sensendirdiri, i, menmeningingkatkatnynya a kemkemiskiskinainan, n, sertserta a pelpelayaayanannan kesehatan yang kurang memadai.

kesehatan yang kurang memadai.

Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh rumah sakit pusat pendidikan di Jumlah seluruh kasus TB anak dari tujuh rumah sakit pusat pendidikan di Indonesia selama lima tahun

Indonesia selama lima tahun (1998-2002) adalah 1086 penderita TB dengan angka(1998-2002) adalah 1086 penderita TB dengan angka kematian yang bervariasi dari 0% -

kematian yang bervariasi dari 0% - 14,1%. 14,1%. Kelompok usia terbanyak Kelompok usia terbanyak adalah 12 – adalah 12 –  60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi kurang dari 12

60 bulan (42,9%), sedangkan untuk bayi kurang dari 12 bulan didapatkan 16,5%.bulan didapatkan 16,5%. Etiologi

Etiologi T

Tuubeberkrkuulolosisis s mmereruuppakakan an pepennyayakikit t yayanng g teterjrjadadi i akakibibat at ininfefeksksii Mycobacterium

Mycobacterium yaiyaitu tu kumkumanan M. M. tutuberberculculosiosis, s, M. M. bovbovisis, , atatauau M. M. afriafricanucanumm.. Penyakit ini diketahui mengenai hampir semua organ tubuh dalam bentuk TB Penyakit ini diketahui mengenai hampir semua organ tubuh dalam bentuk TB  paru dan TB ekstra paru.

 paru dan TB ekstra paru. Genus

Genus MycobacteriumMycobacterium memerurupapakakan n kekelolompmpok ok babaktktereri i GrGram am poposisititif,f,  berbentuk batang, berukuran lebih kecil dibandingkan bakteri lainnya. Genus ini  berbentuk batang, berukuran lebih kecil dibandingkan bakteri lainnya. Genus ini mempunyai karakteristik unik, karena dinding selnya kaya akan lipid dan lapisan mempunyai karakteristik unik, karena dinding selnya kaya akan lipid dan lapisan tebal

tebal peptipeptidoglidoglikan kan yang yang mengmengandunandung g arabinarabinogalakogalaktan, tan, lipoarlipoarabinoabinomanan manan dandan as

asam am mimikokolalat. t. AsAsam am mimikokolalat t titidadak k bibiasasa a didijujumpmpai ai papada da babaktkteri eri dadan n hahanynyaa dijumpai pada dinding sel

dijumpai pada dinding sel MycobacteriumMycobacterium dandan CorynebacteriumCorynebacterium .. MycobacteriumMycobacterium tuberculosis

tuberculosis dibdibedaedakan kan dardari i sebsebagiagian an besbesar ar bakbakteri teri lailainnynnya, a, karkarena ena berbersifsifatat   pa

  patogtogen en dan dan dapdapat at berberkemkembanbang g biabiak k daldalam am sel sel fagfagosiosit t hewhewan an dan manusdan manusia.ia. Pertumbuhan

(2)

lainnya. Bagian selubung

lainnya. Bagian selubung M. tuberculosisM. tuberculosis mempmempunyai unyai sifat sifat pertahpertahanan anan khuskhususus terhadap proses mikobakterisidal sel hospes. Dinding sel yang kaya lipid akan terhadap proses mikobakterisidal sel hospes. Dinding sel yang kaya lipid akan melindungi mikobakteri dari proses fagolisosom.

melindungi mikobakteri dari proses fagolisosom. Patogenesis

Patogenesis

Tuberkulosis dapat ditularkan melalui mukus membran atau lesi pada kulit Tuberkulosis dapat ditularkan melalui mukus membran atau lesi pada kulit yang terkontamisasi kuman tuberkulosis, melalui plasenta, atau melalui inhalasi yang terkontamisasi kuman tuberkulosis, melalui plasenta, atau melalui inhalasi cairan amnion

cairan amnion yang terinfeksi.yang terinfeksi. MycobacteMycobacterium rium tubercultuberculosisosis dituditularkan larkan melalumelaluii droplet udara yang dihasilkan ketika seseorang dengan TB paru batuk, bersin, droplet udara yang dihasilkan ketika seseorang dengan TB paru batuk, bersin,   berbicara atau bernyanyi. Partikel-partikel yang berukuran 1 – 5 µm ini dapat   berbicara atau bernyanyi. Partikel-partikel yang berukuran 1 – 5 µm ini dapat  berada lama di udara, menyebabkan dispersi melalui kamar atau gedung.

 berada lama di udara, menyebabkan dispersi melalui kamar atau gedung. Paru merupakan

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98%  port d’entrée lebih dari 98% kasukasus infeksi TB. s infeksi TB. KarenaKarena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (

ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nucleidroplet nuclei) yang) yang te

terhrhirirupup, , dadapapat t memencncapapai ai alalveveololusus. . InInfekfeksi si terterjajadi di keketitika ka ororanang g yayang ng pepekaka menghirup droplet yang mengandung 1 – 3 kuman TB dan mencapai alveoli. menghirup droplet yang mengandung 1 – 3 kuman TB dan mencapai alveoli. Distribusi droplet yang terinhalasi ini ditentukan oleh pola ventilasi dan volume Distribusi droplet yang terinhalasi ini ditentukan oleh pola ventilasi dan volume dari lobus paru yang beragam, tempat implantasi yang terjadi biasanya di zona dari lobus paru yang beragam, tempat implantasi yang terjadi biasanya di zona  paru bagian tengah dan bawah. Infeksi pada paru tergantung virulensi kuman dan  paru bagian tengah dan bawah. Infeksi pada paru tergantung virulensi kuman dan kemampuan kuman menempel pada makrofag yang mencernanya. Kuman yang kemampuan kuman menempel pada makrofag yang mencernanya. Kuman yang lebih besar bersarang pada permukaan epitel saluran pernafasan bagian atas dan lebih besar bersarang pada permukaan epitel saluran pernafasan bagian atas dan   perca

  percabangabangan n trakeotrakeobronkbronkial, ial, digeradigerakkan kkan dengdengan an gerakgerakan an mukomukosiliar, siliar, kemukemudiandian akan ditelan tanpa menyebabkan penyakit di mukosa saluran nafas dan saluran akan ditelan tanpa menyebabkan penyakit di mukosa saluran nafas dan saluran cerna.

cerna.

Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non

nonspespesifsifik. ik. KetKetika ika kumkuman an masmasuk uk ke ke alvalveoleolus, us, kumkuman an ini ini akaakan n dicdicernerna a oleolehh makrofag alveolus. Makrofag alveolus akan memfagosit banyak kuman TB dan makrofag alveolus. Makrofag alveolus akan memfagosit banyak kuman TB dan  biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Kemudian monosit  biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Kemudian monosit atau makrofag yang berada dalam darah akan menuju lokasi dimanapun kuman atau makrofag yang berada dalam darah akan menuju lokasi dimanapun kuman tersebut berada, dan mencerna

tersebut berada, dan mencerna kuman TB tetapi tidak dapat kuman TB tetapi tidak dapat membunuhnya. Siklusmembunuhnya. Siklus ini berlangsung terus menerus selama kuman dicerna oleh makrofag alveolus lain ini berlangsung terus menerus selama kuman dicerna oleh makrofag alveolus lain dan monosit direkrut dari darah. Namun, pada sebagian kecil kasus, makrofag dan monosit direkrut dari darah. Namun, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB, dikarenakan virulensi dari kuman ini tidak mampu menghancurkan kuman TB, dikarenakan virulensi dari kuman ini  berbeda-beda. Jika kuman dengan virulensi yang tinggi dimakan oleh makrofag  berbeda-beda. Jika kuman dengan virulensi yang tinggi dimakan oleh makrofag

yan

yang g agaagak k lemlemah ah makmaka a dapdapat at terjterjadi adi mulmultipltiplikaikasi si intintrasraselueluler ler dan dan desdestrutruksiksi makrofag alveolus.

makrofag alveolus.

Kuman TB tumbuh lambat, membelah kurang lebih setiap 25 sampai 30 Kuman TB tumbuh lambat, membelah kurang lebih setiap 25 sampai 30  jam dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,  jam dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak,

ak

akhihirnrnya ya akakan an memenynyebebababkakan n mamakrkrofofag ag memengngalalamami i lilisisis, s, dadan n kukumaman n TBTB mem

membenbentuk tuk kolkoloni oni di di temtempat pat terstersebuebut. t. LokLokasi asi perpertamtama a kolkoloni oni kumkuman an TB TB didi  jaringan paru disebut fokus primer

 jaringan paru disebut fokus primer Ghon.Ghon.

Kuman TB akan menyebar melalui saluran limfe

Kuman TB akan menyebar melalui saluran limfe dari fokus primer menujudari fokus primer menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus  pr

 primeimer r terlterletaetak k di di loblobus us bawbawah ah ataatau u tentengahgah, , kelkelenjenjar ar limlimfe fe yanyang g akaakan n terterliblibatat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks  paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan  paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan

(3)

gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar  (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4 – 8 minggu dengan rentang waktu antara 2 – 12 minggu . Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103 – 104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang

respons imunitas seluler yang dapat dideteksi dengan reaksi tes kulit tuberkulin. Meskipun kompleks primer kadang-kadang dapat terlihat pada röntgen foto thoraks, kebanyakan infeksi tuberkulosis paru tidak nyata terlihat secara klinis dan radiologis. Yang paling sering adalah hasil tes kulit tuberkulin yang positif yang merupakan indikasi bahwa telah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer, sedangkan  pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan

menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. Penyebaran tuberkulosis terjadi jika jumlah kuman yang bersirkulasi besar dan respon pejamu tidak  adekuat.

Infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi pada saat terbentuknya kompleks primer. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap tes kulit tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks   primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada

sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, ketika sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Imunitas spesifik biasanya cukup untuk membatasi multiplikasi kuman lebih banyak lagi; pejamu menjadi asimptomatik; dan lesi menyembuh. Beberapa kuman dorman dan viabel untuk beberapa tahun, dan kondisi ini yang disebut infeksi TB laten, individu dengan infeksi tuberkulosis laten tetapi tidak  aktif, tidak infeksius dan tidak dapat menularkan kuman tersebut.

Diperkirakan kurang lebih 10% dari individu yang mendapat infeksi tuberkulosis dan tidak diberikan terapi preventif akan berkembang menjadi tuberkulosis aktif. Infeksi TB laten dapat dideteksi hanya dengan tes kulit tuberkulin atau identifikasi radiologi pada tempat infeksi primer paru terjadi atau  pada kelenjar limfe. Kurang lebih pada 5% dari individu yang terinfeksi, imunitas tidak cukup dan terdapat manifestasi klinis dalam 1 tahun setelah infeksi; pada 5% dari populasi yang terinfeksi lainnya, reaktivasi endogen dari infeksi laten terjadi  jauh dari waktu infeksi awal.

Lima tahun pertama setelah infeksi (terutama satu tahun pertama),  biasanya sering terjadi komplikasi kompleks primer pada anak. Komplikasi yang

terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Menurut Wallgren, ada tiga bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0,5 – 3%  penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini

(4)

 biasanya terjadi 3 – 6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis limfonodi atau endobronkial yang bermakna secara klinis biasanya muncul dalam waktu yang lebih lama yaitu 3 – 9 bulan. Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi,  bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25 – 30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5 – 10% anak yang terinfeksi, dan  paling banyak terjadi dalam 1 tahun, tetapi dapat juga 2 – 3 tahun kemudian. TB

ginjal biasanya terjadi 5 – 25 tahun setelah infeksi primer.

Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut dan bronkus dapat terganggu. Obstruksi jalan nafas yang disebabkan oleh pembesaran  perihiler, paratrakeal, dan/atau kelenjar limfe mediastinum dapat menyebabkan ateletaksis atau pemerangkapan udara, dengan retensi sekresi jalan nafas bagian distal, dan proses pneumoni terus terjadi sampai obstruksi teratasi. Perangkapan udara dan wheezing lebih sering terjadi pada anak-anak, dimana diameter jalan nafasnya lebih kecil daripada dewasa. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan ateletaksis. Fistula bronkoesofageal dapat terjadi jika   penyakit menyebar ke dinding esofagus yang terdekat. Massa kiju dapat

menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan   pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental atau

kolaps-konsolidasi. Dengan proses tuberkulosis yang memanjang, termasuk   bronkiektasis lanjut, saluran nafas dapat rusak, dengan peningkatan tahanan jalan

nafas. Pertumbuhan alveolus dapat rusak, sehingga terjadi pengurangan ventilasi dan perfusi dari jaringan paru yang terinfeksi.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk   penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread ). Melalui cara ini,

kuman TB dari kelenjar limfe yang terinfeksi menyebar secara sporadik perlahan-lahan sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik dan bertekanan oksigen tinggi, seperti otak, ginjal, tulang panjang yang sedang tumbuh, dan terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya. Kuman ini dapat menyebabkan penyakit pada organ tersebut segera setelah infeksi primer atau dorman pada makrofag yang akan menyebabkan tuberkulosis beberapa dekade kemudian.

Kuman tetap hidup dalam bentuk dorman dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler. Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk  menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut sebagai fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang dan lain-lain.

(5)

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik  generalisata akut (acute generalized hematogenic spread ). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini muncul dalam waktu 2 – 6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic  spread dengan jumlah kuman yang besar. Secara patologi anatomik, tuberkulosis milier ditandai dengan nodul kuning keputih-putihan yang berdiameter 1 – 3 mm dan terjadi difus diseluruh kedua paru yang secara histologik merupakan granuloma. Tuberkulosis milier dihasilkan dari basil tuberkulosis yang berjalan dari kelenjar limfe hiler melalui saluran thoraks dan sirkulasi vena ke parenkim  paru, dimana mereka menutup kapiler pulmonal dan menyebabkan nekrosis pada dinding pembuluh darah. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian.

Penderita HIV, terutama mereka dengan sel CD4+yang rendah, lebih cepat menderita penyakit tuberkulosis setelah terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis; hampir 50% penderita mengalami hal tersebut pada dua tahun  pertama setelah terinfeksiMycobacterium tuberculosis. Sebaliknya, individu yang lebih dulu mendapat infeksi laten Mycobacterium tuberculosis yang tidak diobati dan kemudian mendapat infeksi HIV akan berkembang menjadi tuberkulosis pada kurang lebih 5 – 10% per tahun.

Diagnosis 1. Anamnesis

Gejala sistemik yang sering timbul adalah demam (40 – 80%). Demam  biasanya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi tanpa sebab yang jelas, serta dapat disertai keringat malam. Manifestasi sistemik lain yang sering dijumpai adalah anoreksia dengan gagal tumbuh dan  berat badan tidak naik dengan adekuat ( failure to thrive), malaise, serta diare  persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan.

Sebagian kasus TB paru pada anak, tidak ada manifestasi respiratorik yang menonjol. Batuk kronik yang biasanya merupakan gejala tersering pada TB paru dewasa, pada anak lebih sering disebabkan oleh asma. Gejala sesak jarang dijumpai, kecuali pada keadaan sakit berat yang berlangsung akut.

Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB, merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB.

2. Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan antropometri dijumpai gizi kurang dengan grafik berat  badan dan tinggi badan pada posisi di daerah bawah atau di bawah persentil 5.

Suhu subfebris dapat ditemukan pada sebagian pasien.

(6)

a. Kelenjar limfe

Pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada penderita TB sering dijumpai, yaitu kelenjar limfe kolli anterior atau posterior, aksilla, inguinal, submandibula, dan supraklavikula. Secara klinis, kelenjar yang terkena  biasanya multipel, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak panas pada perabaan, dan

dapat saling melekat satu sama lain.  b. Manifestasi neurologis

Meningitis TB terjadi akibat penyebaran langsung kuman TB ke jaringan selaput saraf (meningen), atau pecahnya fokus lama di selaput meningeal ke dalam ruang subarachnoid. Pada keadaan ini, bisa timbul penurunan kesadaran, kaku kuduk, dan kejang. Bentuk lainnya adalah tuberkuloma, yang manifestasi klinisnya lebih samar daripada meningitis TB.

c. Tulang

TB tulang lebih sering terjadi pada anak daripada orang dewasa, karena  pada bayi dan anak yang sedang bertumbuh, epifisis tulang merupakan daerah dengan vaskularisasi yang tinggi yang disukai oleh kuman TB. Manifestasi klinisnya muncul secara perlahan dan samar, sehingga sering terlambat terdiagnosis.

3. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium darah pada penyakit tuberculosis didapatkan   peningkatan laju endap darah dan limfositosis. Akan tetapi, ini tidak dapat menggambarkan suatu penyakit tuberkulosis, karena hasil tersebut dapat terjadi  pada penyakit infeksi lainnya.

 b. Uji Tuberkulin

Uji tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi dan kemungkinan TB aktif pada anak. Uji ini dapat digunakan untuk mendeteksi TB secara dini. Hasil uji tuberkulin negatif tidak menyingkirkan diagnosis TB, misalnya pada TB berat dan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian imunosupresif). Uji tuberkulin dikatakan positif jika indurasi (tonjolan keras) ≥ 5 mm pada anak berisiko tinggi. Definisi risiko tinggi beberapa di antaranya adalah infeksi HIV dan kurang gizi yang berat. Kadang pada anak dengan HIV, kurang gizi yang berat, atau masalah lain yang menurunkan kekebalan tubuh, tes ini akan menunjukkan hasil negatif palsu karena kekebalan tubuh yang cukup dibutuhkan untuk memberikan reaksi terhadap tes .

c. Radiologis

Secara umum, gambaran radiologis yang sugestif TB adalah terdapatnya   pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa infiltrat,

konsolidasi segmental atau lobar, milier, kalsifikasi, atelektasis, kavitas, dan efusi pleura. Foto rontgen paru sebaiknya dilakukan PA dan lateral. Jika dijumpai ketidaksesuaian antara gambaran klinis (ringan) dan gambaran radiologis (berat), harus dicurigai TB.

(7)

Gambaran rontgen paru pada TB tidak khas. Kelainan radiologis tersebut   bisa juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto rontgen paru yang

normal (tidak terdeteksi) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan penunjang lain mendukung.

d. Bakteriologis

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannnya M. tuberculosis  pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan  pleura, atau pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis  pasti disebabkan oleh dua hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman ( paucibacillary ) dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Jumlah kuman TB di sekret  bronkus pasien anak lebih sedikit daripada dewasa, karena lokasi kerusakan  jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru  bagian perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada dewasa. Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya  paling sedikit 5.000 kuman dalam 1 ml dahak.

Pengambilan spesimen (sputum) pada pasien anak sulit dilakukan, karena walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan, sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastric tube (NGT), yang tentunya tidak menyenangkan bagi pasien. Dahak yang representatif  untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah dahak yang kental dan  purulen, berwarna hijau kekuningan, dengan volume 3-5 ml.

e. Tes lain

Pengambilan contoh jaringan (aspirasi) dengan jarum halus atau  fine needle aspiration dapat digunakan untuk membantu diagnosis TB luar paru- paru, terutama TB kelenjar getah bening.

4. Penegakan Diagnosis

Sistem skoring dapat digunakan sebagai uji tapis dalam menegakkan diagnosis TB, yang selanjutnya dilengkapi dengan pemeriksaan penunjang lainnya.

Tabel 1. Sistem skoring diagnosis tuberkulosis anak 

Parameter 0 1 2 3

Kontak TB Tidak jelas - Laporan

keluarga, BTA (-) atau tidak jelas

BTA (+)

Uji tuberkulin Negatif - - Positif (≥ 10

mm atau ≥ 5 mm pada keadaan imunosupresi Berat badan/ keadaan gizi - BB/TB < 90% atau BB/U < 80% Klinis gizi  buruk atau BB/TB <70% atau

(8)

-BB/U < 60% Demam yang

tidak diketahui  penyebabnya

- ≥ 2 minggu -

-Batuk kronik - ≥ 3 minggu -

-Pembesaran kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal - ≥ 1 cm, jumlah > 1, tidak  nyeri - -Pembengkakan tulang/ sendi  panggul, lutut, falang - Ada  pembengkakan -

-Foto toraks Normal/ kelainan tidak jelas

Gambaran sugestif TB*

-

-Diagnosis kerja TB anak ditegakkan jika jumlah skor ≥6, (skor maksimal 14). Tata Laksana

1. Medikamentosa

Obat TB utama saat ini adalah rifampisin, isoniazid, pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Rifampisin dan isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TB lain adalah   para-aminosalicylic acid  (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide,  prothionamide, ofloxacin, levofloxacin, moxifloxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin,

kanamycin, amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi multidrug  resistance (MDR).

1. Isoniazid (H)

Isoniazid (INH) bersifat bakterisid dan sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan aktif, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari   pertama pengobatan. Bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang diam. Dosis harian yang dianjurkan 5-15 mg/kgBB/hari. Efek samping yang berat berupa hepatitis yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% penderita. Bila terjadi ikterus  pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, dan gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian INH dapat dilanjutkan.

2. Rifampisin (R)

Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan ekstrasel, dapat membunuh kuman semidorman (persisten) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Dosis 10-20 mg/kgBB/hari yang diberikan sebelum makan. Salah satu efek samping yang berat rifampisin adalah hepatitis. Bila terjadi ikterik maka   pengobatan dihentikan atau dosis dikurangi, setelah sembuh pengobatan dapat dilanjutkan lagi. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air  seni dan keringat yang terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak   berbahaya. Efek samping lain adalah mual dan trombositopenia.

(9)

Pirazinamid bersifat bakteriosid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 15-30 mg/kgBB/hari sebaiknya dibagi dalam dua dosis. Efek samping utama dari  penggunaan pirazinamid adalah hepatitis, nyeri sendi dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis gout yang kemungkinan disebabkan  berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi

hipersensitivitas misalnya demam, mual, kemerahan, dan reaksi kulit yang lain. 4. Streptomisin (S)

Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15-40 mg/kgBB/hari intramuskular. Efek samping utama dari streptomisin adalah pada saraf kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping meningkat seiring dengan   peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita. Kerusakan alat

keseimbangan biasanya terjadi pada 2 bulan pertama dengan tanda-tanda telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Streptomisin juga  bersifat nefrotoksik.

5. Etambutol (E)

Etambutol bersifat bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15-20 mg/kgBB/hari. Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa  berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna untuk warna merah dan hijau

maupun neuritis optik.

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal dua macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama (6 – 12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam dua fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian paduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya relaps.

Obat anti tuberkulosis pada anak diberikan setiap hari. Hal ini bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. Paduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB anak adalah paduan rifampisin, INH, dan pirazinamid. Pada fase intensif  diberikan rifampisin, INH, dan pirazinamid, sedangkan fase lanjutan hanya diberikan rifampisisn dan INH.

Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lain-lain pada fase intensif diberikan minimal empat macam obat (rifampisin, INH, pirazinamid, etambutol atau streptomisin). Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan INH selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi plera TB, perikarditis TB, TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1 – 2 mg/kgBB/hari, dibagi dalam tiga dosis. Lama  pemberian kortikosteroid adalah 2 – 4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan

tappering off dalam jangka waktu yang sama.

UKK Pulmonologi PP IDAI membuat rumusan sediaan obat kombinasi  pada anak, yaitu sebagai berikut:

(10)

Tabel 2. Dosis kombinasi pada TB anak  Berat Badan (kg) 2 bulan RHZ (75/50/150 mg) 4 bulan RH (75/50 mg) 5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 32 1 tablet 2 tablet 3 tablet 4 tablet 1 tablet 2 tablet 3 tablet 4 tablet

Selain obat antituberkulosis (OAT) pada beberapa kasus TB diperlukan  penggunaan steroid. Walaupun steroid telah lama dipakai sebagai adjuvan dalam

terapi TB, tetapi peran sebenarnya belum jelas.

2. Non Medikamentosa

Pendekatan DOTS ( Directly Observed Treatment Shortcourse)

Hal yang paling penting pada tata laksana tuberkulosis adalah keteraturan minum obat. Kepatuhan pasien ( patient adherence) dikatakan baik apabila pasien meminum obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam paduan pengobatan. Kepatuhan pasien ini menjamin keberhasilan pengobatan dan mencegah resistensi.

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek  dengan pengawasan langsung, yaitu mengharuskan adanya seseorang yang  bertanggung jawab mengawasi pasien minum obat. Syarat untuk menjadi PMO adalah dikenal, dipercaya, dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun  pasien, serta harus disegani dan dihormati oleh pasien, tempat tinggalnya dekat dengan pasien, bersedia membantu pasien dengan sukarela, bersedia dilatih atau mendapatkan penyuluhan.

Orang yang dapat menjadi PMO adalah petugas kesehatan, keluarga  pasien, kader, pasien yang sudah sembuh, tokoh masyarakat, serta guru sekolah

atau petugas unit kesehatan sekolah yang sudah dilatih strategi baru   penanggulangan TB. Tugasnya mengawasi pasien agar meminum obat teratur 

sampai selesai pengobatan, mendorong pasien agar mau berobat teratur, mengingatkan untuk periksa dahak ulang (pasien dewasa), serta memberi  penyuluhan kepada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala-gejala

tersangka TB untuk segera memeriksakan diri ke unit pelayanan kesehatan. Pencegahan

1. BCG

Imunisasi BCG diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan. Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin lebih dulu. Insiden TB anak yang mendapat BCG   berhubungan dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak   pemberian vaksin dan intensitas pemaparan infeksi.

BCG memberikan perlindungan terhadap TB milier, meningitis TB, TB tulang dan sendi, dan kavitas sedikitnya 75 %. BCG ulangan tidak dianjurkan mengingat efektivitas perlindungannya hanya 40%, sekitar 70% TB berat

(11)

mempunyai parut BCG. Kontraindikasi pemberian imunisasi BCG yaitu defisiensi imun, infeksi berat, dan luka bakar.

2. Kemoprofilaksis

Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah terjadinya infeksi TB  pada anak, diberikan INH dengan dosis 5-15 mg/kgBB/hari, dosis tunggal, pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Obat dihentikan jika sumber  kontak sudah tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak infeksi (setelah uji tuberkulin ulangan). Sedangkan kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak  yang telah terinfeksi, tetapi belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, klinis, dan radiologis normal. Anak yang mendapat kemoprofilaksis sekunder  adalah usia balita, menderita morbili, varisela, dan pertusis, mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid), usia remaja, dan infeksi TB baru, konversi uji tuberkulin dalam waktu kurang dari 12 bulan.

(12)

ILUSTRASI KASUS Identitas Pasien

Nama : RS

Umur : 10 tahun

MR : 768164

Jenis Kelamin : Laki - Laki

Suku : Minang

Alamat : Inderapura, Pesisir Selatan Alloanamnesis :(diberikan oleh ibu kandung)

Seorang anak laki - laki berumur 10 tahun dirawat di bangsal anak RSUP Dr. M. Djamil Padang sejak tanggal 3 January 2012:

Keluhan Utama:

Sesak nafas sejak satu bulan yang lalu. ( 3 January 2011 ) Sesak saat ini sudah berkurang ( 9 January 2011 )

Riwayat Penyakit Sekarang:

- Benjolan – benjolan dileher sejak 6 bulan yang lalu. - Anak tampak mudah lelah sejak 4 bulan yang lalu.

- Demam sejak 2 bulan yang lalu, demam tidak tinggi, terutama di malam hari, tidak berkeringat.

Saat pemeriksaan anak tidak demam ( 9 January 2011 ).

- Nafsu makan berkurang sejak 2 bulan yang lalu, anak hanya mau makan 1-2 kali / hari, banyaknya ± 1 sendok nasi / kali.

Sejak dirawat nafsu makan anak sudah membaik ( 9 January 2011 ). - Berat badan tampak makin turun sejak 1 bulan yang lalu.

- Batuk sejak 1 bulan yang lalu, batuk sesekali, tidak berdahak.

- Sesak nafas sejak 1 bulan yang lalu, sesak tidak berbunyi menciut, tidak  dipengaruhi cuaca dan makanan, sesak bertambah jika beraktifitas.

Sesak nafas sudah berkurang ( 9 January 2011 ). - Kejang tidak ada

- Muntah tidak ada

- Riwayat kontak dengan penderita batuk lama ada. - Buang air kecil,jumlah dan warna biasa

- Buang air besar biasa

- Anak sudah dibawa berobat ke dokter umum karena sesak nafas, dan dianjurkan untuk dirujuk ke RSUD dan di RSUD Painan anak dianjurkan ke RS M. Djamil Padang. Di poliklinik anak RS Dr. M. Djamil Padang dilakukan penelusuran TB. Anak telah dilakukan mantoux test,  pemeriksaan darah dan Ro Thorax. Hasil foto thorak Tb milier dan anak 

dianjurkan untuk dirawat. Riwayat Penyakit Dahulu:

(13)

Pasien tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya. Riwayat Penyakit Keluarga:

Paman pasien menderita penyakit TBC dan sudah selesai minum obat 6  bulan ( berhenti minum obat ± 1 bulan ini )

Riwayat Makanan dan Minuman:

ASI : sejak lahir sampai umur 2 tahun PASI : umur 6 bulan

Buah biskuit : umur 6 bulan Bubur susu : umur 6 bulan Nasi tim : umur 6 bulan Kesan: kualitas dan kuantitas cukup. Riwayat Imunisasi: − BCG : -− DPT : -− Polio : -− Hepatitis B :

-−

Campak :

-Kesan: belum pernah mendapat imunisasi dasar . Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan Fisik:

Pertumbuhan Fisik 

Tengkurap : umur 3 bulan Duduk : umur 6 bulan Berdiri : umur 11 bulan Berjalan : umur 12 bulan Bicara : umur 16 bulan

Perkembangan mental

Isap jempol : (-) Mengompol : (-) Gigit kuku : (-)

Kesan: perkembangan fisik dan mental normal.

Riwayat Sosial Ekonomi:

- Anak pertama dari tiga bersaudara, lahir spontan, ditolong bidan, BBL 4400 gr, PBL 50 cm, langsung menangis.

- Imunisasi dasar tidak ada.

- Perkembangan fisik dan mental normal. - Higiene dan sanitasi lingkungan cukup Pemeriksaan Fisik :

(14)

Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Sadar 

Tekanan Darah : 90/60 mmHg

  Nadi : 104x/menit

Frekuensi Nafas : 42x/menit

Suhu : 36,8’C

Berat Badan : 21 kg Tinggi Badan : 130 cm

Status Gizi : BB/U : 65,62 % TB/U : 93,86 % BB/TB : 75 %

Kesan : status gizi kurung Pemeriksaan Sistemik :

Kulit : teraba hangat, tidak pucat, tidak ikterik.

KGB : teraba pembesaran kelenjar di getah bening di regio colli dextra dan sinistra masing – masing 2 buah , 1 ukuran 1 ½ x 1 ½ cm, mobile,tidak nyeri tekan, dan kenyal

Kepala : Bentuk bulat, simetris, tidak ada deformitas. Rambut : Hitam dan tidak mudah dicabut

Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil isokor, diameter  2mm/2mm, reflek cahaya +/+ normal

Hidung : tidak ada kelainan Telinga : tidak ada kelainan

Tenggorokan : Tonsil T1-T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis Dada :

Paru Inspeksi : Normochest, simetris kiri dan kanan, retraksi tidak ada Palpasi : Fremitus kiri > kanan RIC V

Perkusi : kiri: Sonor 

Kanan : pekak setinggi RIC V ke bawah

Auskultasi : suara nafas vesikuler melemah di paru kanan dibanding kiri setinggi RIC V ke bawah

Jantung Inspeksi : Ictus tidak terlihat

Palpasi : Ictus teraba 1 jari medial LMCS RIC V,

Perkusi: Batas jantung; kiri: 1 jari medial LMCS RIC V, kanan : LSD, atas: RIC II.

(15)

Abdomen Inspeksi : Tidak tampak membuncit, distensi tidak ada Palpasi : Supel, Hepar dan lien tidak teraba.

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) Normal Punggung : tidak ada kelainan

Genitalia : A1P1G2

Ektremitas : Akral hangat, perfusi baik.

Reflex fisiologis +/+, reflex patologis -/-Pemeriksaan labor : Tanggal 3 January 2012 Darah : hb : 11 gr % leukosit : 11.800 / mm3 DC : 0/2/4/69/20/5 LED : 55 mm/jam Trombosit : 576.000 / mm3 Pemeriksaan penunjang

 Rontgen foto torak ( 3 January 2012 ) : Ekspertise

Pulmo : tampak infiltrate berukuran milier di seluruh lapangan paru Cor : dalam batas normal

Sinus costofrenikus kanan tumpul, kiri lancip Diafragma baik 

Kesan : TB paru milier  SCORING SYSTEM TB

Parameter 0 1 2 3 Skor 

Kontak TB Tidak jelas - Laporan

keluarga, BTA (-) atau tidak   jelas BTA (+) 3 Uji tuberkulin Negatif - - Positif (≥ 10 mm atau ≥ 5 mm pada keadaan imunosupre si 3

(16)

keadaan gizi 90% atau BB/U < 80%  buruk atau BB/TB <70% atau BB/U < 60% Demam yang tidak  diketahui  penyebabnya - ≥ 2 minggu - - 1

Batuk kronik - ≥ 3 minggu - - 1

Pembesaran kelenjar limfe kolli, aksila, inguinal - ≥ 1 cm,  jumlah > 1, tidak nyeri - - 1 Pembengkak  an tulang/ sendi  panggul, lutut, falang - Ada  pembengka kan - - 0

Foto toraks Normal/ kelainan tidak jelas Gambaran sugestif TB* - - 1 SKOR 11 Pemeriksaan anjuran BTA sputum Bajah LP Diagnosis Kerja : TB milier 

Efusi pleura dextra ec suspek TB Gizi kurang Terapi: MB TKTP 1600 kkal INH 1 x 200 mg Rifampisin 1 x 300 mg Pirazinamid 1 x 500 mg Etambutol 1 x 400 mg Vit B6 1 x 10 mg Prednisone 3 x 7,5 mg po Paracetamol 250 mg ( T > 38,5 C ) Follow up 9/01/2012

S / Sesak nafas berkurang Batuk berkurang

(17)

Demam tidak ada Muntah tidak ada Anak mau makan BAK dan BAB biasa

O / sakit sedang, nadi : 98x/menit, nafas: 30x/menit, suhu : 37 C Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik 

Thorax : retraksi tidak ada

Cor : irama teratur, bising tidak ada

Pulmo :vesikuler melemah di paru kanan, pekak setinggi RIC V di paru kanan

Abdomen : distensi tidak ada, BU ( +) Ekstremitas : akral hangat perfusi baik  S/ MB TKTP 1600 kkal 7 INH 1 x 200 mg Rifampisin 1 x 300 mg Pirazinamid 1 x 500 mg Etambutol 1 x 400 mg Vit B6 1 x 10 mg Prednisone 3 x 7,5 mg po 10/01/2012

S / Sesak nafas berkurang Batuk berkurang

Demam tidak ada Muntah tidak ada Anak mau makan BAK dan BAB biasa

O / sakit sedang, nadi : 96x/menit, nafas: 32x/menit, suhu : 37,2 C Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik 

Thorax : retraksi tidak ada

Cor : irama teratur, bising tidak ada

Pulmo :vesikuler melemah di paru kanan, pekak setinggi RIC V di paru kanan

Abdomen : distensi tidak ada, BU ( +) Ekstremitas : akral hangat perfusi baik  S/ MB TKTP 1600 kkal 8 INH 1 x 200 mg Rifampisin 1 x 300 mg Pirazinamid 1 x 500 mg Etambutol 1 x 400 mg Vit B6 1 x 10 mg Prednisone 3 x 7,5 mg po 11/01/2012

(18)

S / Sesak nafas berkurang Batuk berkurang

Demam tidak ada Muntah tidak ada Anak mau makan BAK dan BAB biasa

O / sakit sedang, nadi : 98x/menit, nafas: 30x/menit, suhu : 36,8 C Mata : konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik 

Thorax : retraksi tidak ada

Cor : irama teratur, bising tidak ada

Pulmo :vesikuler melemah di paru kanan, pekak setinggi RIC V di paru kanan

Abdomen : distensi tidak ada, BU ( +) Ekstremitas : akral hangat perfusi baik  S/ MB TKTP 1600 kkal 9 INH 1 x 200 mg Rifampisin 1 x 300 mg Pirazinamid 1 x 500 mg Etambutol 1 x 400 mg Vit B6 1 x 10 mg Prednisone 3 x 7,5 mg p BAB III DISKUSI

(19)

Telah dilaporkan seorang pasien anak laki - laki umur 10 tahun dengan diagnosis kerja tuberculosis milier. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang.

Dari anamnesis, benjolan di leher sejak 6 bulan yang lalu, anak tampak  mudah lelah sejak 4 bulan yang lalu, nafsu makan berkurang sejak 2 bulan yang lalu, penurunan berat badan sejak 1 bulan tang lalu,batuk sejak 1 bulan yang lalu dan sesak nafas sejak 1 bulan yang lalu. Secara teori, pasien TB paru mempunyai manifestasi sistemik seperti anoreksia, berat badan yang tidak naik, malaise dan manifestasi spesifik organ salah satunya pembesaran kelenjar limfe superfisial dengan karakteristik multiple, unilateral, tidak nyeri tekan , tidak hangat pada   perabaan, dan mudah digerakkan. Hal ini sesuai dengan karakteristik keluhan  benjolan di leher pasien. Batuk bukan merupakan gejala utama pada anak karena

focus primer TB paru pad anak umumnya terdapat di daerah parenkim yang tidak  mempunyai reseptor batuk. Akan tetapi, gejala batuk kronik pada TB anak dapat timbul bila limfadenitis regional menekan bronkus sehingga merangsang reseptor   batuk.Untuk gejala sesak nafas biasanya dijumpai pada keadaan sakit berat yang  berlangsung akut, misalnya pada TB milier, efusi pleura dan pneumonia TB

Pemeriksaan fisik pada penderita TB paru biasanya akan ditemukan   pembesaran kelenjar getah bening leher atau supklavikula, perubahan bunyi  perkusi dari sonor ke redup/pekak dan ronki pada pemeriksaan auskultasi paru.

Pada kasus ini tidak hanya ditemukan perubahan bunyi dari sonor ke pekak di RIC V paru kanan, tetapi juga didapatkan suara nafas yang lemah di paru kanan. Hal ini disebabkan karena adanya efusi pleura yang merupakan salah satu komplikasi dini dari TB . Efusi pleura juga diperkuat dari hasil foto thorax yaitu   pulmo tampak infiltrate berukuran milier di seluruh lapangan paru, cor dalam  batas normal, sinus costo frenikus kanan tumpul, kiri lancip. Dalam literature juga

disebutkan jika dari pemeriksaan foto thorak didapatkan TB milier maka diagnose TB dapat ditegakkan. Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan uji tuberculin yang hasilnya indursasi > 10 mm. Hal ini berarti pasien sudah berada dalam fase infeksi TB . Tuberculosis milier dapat terjadi setiap saat, tetapi biasanya  berlangsung dalam 3 – 6 bulan pertama setelah infeksi TB.

Pada pasien ini diberikan terapi MB TKTP 1600 kkal, INH 1 x 200 mg, Rifampisin 1 x 300 mg ,Pirazinamid 1 x 500 mg, Etambutol 1 x 400 mg, Vit B6 1 x 10 mg, Prednisone 3 x 7,5 mg po, Paracetamol 250 mg ( T > 38,5 C ). Sesuai dengan literature medikamentosa pada TB milier adalah pemberian 4 – 5 macam OAT kombinasi isoniazid, rifampisin, pirazinamid, dan streptomisin atau etambutol selama 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin sampai 9-12 bulan sesuai perkembangan klinis. Pemberian prednisone pada tuberculosis dengan keadaan khusus pada pasien ini yaitu TB milier dan Efusi   pleura TB. Steroid dapat memperpendek fase demam dan mempercepat  penyerapan cairan pleura sehingga mencegah perlengketan.

(20)

(1) Pedoman Nasional TB Anak, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2008.

(2) Buku Ajar Respirologi Anak, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Badan Penerbit IDAI, 2008

(3) Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru, Prof. dr. Hood Alsagaff, Airlangga University Press, 2002

Gambar

Tabel 1. Sistem skoring diagnosis tuberkulosis anak 
Foto  toraks Normal/
Tabel 2. Dosis kombinasi pada TB anak  Berat Badan (kg) 2 bulan RHZ (75/50/150 mg) 4 bulan RH (75/50 mg) 5 – 9 10 – 14 15 – 19 20 – 32 1 tablet2 tablet3 tablet4 tablet 1 tablet2 tablet3 tablet4 tablet
Foto  toraks Normal/

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara, dapat dikemukakan bahwa pelaksaan teknis sudah berpedoman kepada Peraturan Kepala BKN No. 29 Tahun 2014 Tentang Standar Opera- sional

Untuk maksud tersebut maka Dinas Kesehatan melalui Seksi Peningkatan Mutu Tenaga Kesehatan mengadakan Pelatihan Asuhan Persalinan Normal ( APN ) yang bekerjasama

Pegawai Negeri Sipil, pensiun Janda/Duda dari Pegawai Negeri Sipil yang tewas, dan pensiun yang diberikan kepada orang tua dari Pegawai Negeri Sipil yang tewas

Setelah setiap opsi dibahas secara panjang-lebar, rupanya lebih banyak peserta setuju atas pembentukan unit baru dalam JSMP, atau pembentukan organisasi baru untuk memberikan

[r]

[r]

$enyediakan informasi keuangan tentang pelaporan entitas yang bermanfaat bagi investor atau kreditor yang sudah ada maupun yang potensial dalam membuat keputusan

dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengambilan atau pengumpulan data berupa angket. Data sekunder diperoleh dari Kantor Desa Hadiwarno dan pihak- pihak yang