• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi gangguan keamanan tidak hanya diakibatkan oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi gangguan keamanan tidak hanya diakibatkan oleh"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Di era globalisasi gangguan keamanan tidak hanya diakibatkan oleh berbagai tindak kejahatan yang terjadi di suatu negara, tetapi juga diakibatkan oleh tindak kejahatan transnegara. Berbagai macam kejahatan mengalami perkembangan yang cukup memprihatinkan dan muncul begitu cepat seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern. Salah satu kejahatan transnasional yang menjadi kasus kejahatan serius sekarang ini di seluruh dunia, termasuk di Indonesia adalah kasus human trafficking (perdagangan manusia).

Isu human trafficking menjadi penting untuk dibahas mengingat persoalan ini melibatkan banyak aktor dan sifatnya yang transnasional. Cara penanganannya pun harus melibatkan aktor yang lainnya selain aktor negara. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh PBB tahun 2010, perdagangan manusia menempati urutan ketiga sebagai tindakan kriminal terbesar lintas negara. Dari bisnis ini, diperkirakan para pelaku mendapat laba sebesar USD 7 miliar tiap tahunnya. Sejalan dengan data di atas, laporan dari ADB (Asia Development Bank), diperkirakan satu hingga dua juta manusia diperjualbelikan setiap tahunnya di seluruh dunia.

Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menentang kejahatan transaksional terorganisir dengan membuat protokol anti trafficking. Protokol tersebut dimaksudkan untuk mencegah, menekan dan menghukum perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak. Protokol trafficking telah diratifikasi oleh 116

(2)

2 negara anggota PBB. Protokol trafficking mewajibkan negara-negara peserta untuk menentukan tanggung jawab pidana menurut hukum nasional untuk tindakan-tindakan ini. Protokol trafficking dimaksudkan untuk menjadi sebuah model bagi perundang-undangan nasional dengan memberikan rincian tentang jenis-jenis tingkah laku yang harus diberi sanksi, beratnya hukuman dan langkah-langkah efektif yang harus diambil untuk memerangi dan mencegah trafficking (ECPAT Internasional and Yea, 2010).

Indonesia tercatat menjadi salah satu negara dengan predikat tinggi atas pelanggaran kemanusiaan yaitu human trafficking. Berdasarkan data yang dirilis International Organization for Migration (IOM) Indonesia tahun 2011, Indonesia menempati peringkat teratas dengan jumlah 3.943 korban perdagangan manusia. Dari jumlah itu, kasus terbanyak terjadi di Jawa Barat, yakni sebanyak 920 kasus atau 23,33% (IOM Report 2011). Negara Indonesia juga merupakan negara pensuplai orang yang diperdagangkan, terutama wanita. Sedangkan negara tujuan yang disuplai antara lain : Hongkong, Singapura, Taiwan, Malaysia, Brunei, Teluk Persia, Australia, Korea Selatan, dan Jepang. Di Indonesia perdagangan seringkali terjadi di derah perbatasan. (Departement state of USA, 2002).

Berdasarkan pada data atas maraknya kasus human trafficking yang terjadi di Indonesia, maka Indonesia ikut meratifikasi protocol anti trafficking yang mendorong Indonesia untuk membentuk undang-undang No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO). Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Woman (CEDAW), yang diadopsi melalui UU No 7/1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk

(3)

3 Diskriminasi terhadap Perempuan dan UU No.23 tentang perlindungan anak juga menjadi dasar terbentuknya UU PTPPO.

Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang cukup besar. Berdasarkan hasil sensus penduduk Tahun 2013 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 250 Juta jiwa. Tingginya nilai jumlah penduduk tersebut selaras dengan jumlah sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki negara tersebut. Besarnya tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia yang tidak diimbangi dengan kesiapan negara Indonesia dalam berbagai sektor mengakibatkan banyak permasalahan muncul. Salah satunya yaitu terkait kesejahteraan penduduk yang masih rendah. Hal ini dikarenakan kualitas SDM yang dimiliki negara Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara – negara lain di dunia. Berdasarkan Human Development Report (HDI, 2004) menyebutkan bahwa jenjang pendidikan yang dimiliki SDM Indonesia cukup rendah yakni 65 % penduduk Indonesia lulus dari jenjang pendidikan dasar sampai dengan perguruan tinggi, 35 % tidak sampai di perguruan tinggi bahkan buta aksara.

Rendahnya tingkat pendidikan tersebut dinilai sebagai salah satu penyebab masalah kesejahteraan penduduk di Indonesia. Jika dikaitkan dengan besarnya jumlah penduduk dan kurangnya lowongan kerja di Indonesia maka dapat menyebabkan tingginya angka perpindahan penduduk untuk mencari kesejahteraan di daerah lain bahkan ke negara lain yaitu dengan menjadi seorang tenaga kerja Indonesia. Tenaga kerja Indonesia di negara lain mayoritas menjadi pekerja rumah tangga dan sejenisnya. Hal ini dimanfaatkan beberapa oknum yang mengatasnamakan agen tenaga kerja untuk dapat menjual penduduk Indonesia ke

(4)

4 negara lain (human traficking). Dan banyak sekali penyebab dan faktor terjadinya praktek human trafficking selain dengan cara ini.

Kondisi politik global sekarang ini menunjukan bahwa aktor dalam dunia internasional tidak hanya negara. INGO atau NGO merupakan aktor yang mempunyai peran besar dalam dunia internasional dalam menanggani kasus yang mengancam human security seseorang. Eksistensi NGO dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah, merespon isu-isu global dan sebagai ruang yang membuka partisipasi masyarakat tingkat global. Dewasa ini Banyak sekali NGO yang bermunculan yang bergerak pada isu human trafficking. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa upaya dalam mengatasi human trafficking telah melibatkan banyak elemen selain negara.

Banyaknya kasus human trafficking yang terjadi tercemin dari meningkatnya angka korban dari tahun ke tahun. Hal ini membuat isu human trafficking sangat menarik untuk dibahas, pembahasan human trafficking dengan konsep aktor non negara dirasa sangat perlu karena kejahatan transnasional ini membutuhkan peran berbagai pihak. Dewasa ini, banyak sekali lembaga di Indonesia yang ikut serta dalam pengadvokasian korban human trafficking. Salah satu lembaga yang memiliki perhatian terhadap human trafficking adalah Perhimpunan Indonesia untuk Pekerja Migran Berdaulat (Migrant Care). Migrant Care merupakan NGO yang menangani atau ikut serta dalam pengaduan – pengaduan permasalahan terkait dengan tenaga kerja Indonesia di negara lain, membantu penyelesaian kasus kekerasan pendeportasian dan sebagainya. Migrant Care juga memiliki peran dalam menanggani kasus – kasus human trafficking bagi pekerja migran Indonesia yang berada di luar negeri. Selain itu Migrant Care

(5)

5 adalah salah satu NGO yang menjadi anggota gugus tugas pusat tentang perubahan atas Peraturan Ketua Harian Gugus Tugas Pusat Nomor 07 tahun 2010 tentang pembentukan sub gugus tugas pusat pencegahan dan penangganan tindak pidana perdagangan orang.

Pada era Reformasi seperti sekarang ini, keberadaan NGO semakin diperhitungkan. Eksistensi NGO bahkan semakin diakui pemerintah dengan diberikannya berbagai kesempatan untuk melaksanakan misinya secara lebih nyata di tengah-tengah masyarakat. NGO dianggap sebagai partner pemerintah dalam community development atau menjadi agen pembaharu (agent of change) khususnya dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Peran dan aktivitas yang dimainkan NGO di tengah-tengah masyarakat sejauh mana NGO tersebut mampu memposisikan dirinya menjadi agen pembaruan sesuai dengan komitmen dan misi utama yang diemban. NGO yang memiliki komitmen dan keberpihakan kepada kepentingan masyarakat, akan semakin memiliki eksistensi dan pengakuan oleh konstituen yang menjadi kliennya. NGO seperti ini akan senantiasa memiliki kredibilitas dan program-program yang jelas dan terencana, serta selalu merasa tertantang untuk terus mengembangkan diri, baik dalam lingkup internal pengelolaan operasional di dalamnya maupun secara kelembagaan. Untuk itu setiap NGO perlu memiliki platform yang jelas sehingga dapat menunjukkan eksistensi suatu NGO tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu untuk dikaji atau dianalisis lebih dalam terkait peran sebuah NGO yaitu Migrant Care dalam menangggani human trafficking. Pembahasan ini juga menjadi penting dan menarik karena analisisnya akan dilakukan dengan menggunakan tinjauan humanitarianisme.

(6)

6 Humanitarianisme inilah yang dapat digunakan dalam mengukur sebuah NGO yang harus mempunyai landasan atau prinsip kemanusiaan dalam melakukan aksi-aksi kemanusiaan. Humanitarian principle tersebut terdiri dari : humanity, imparsiality, netrality dan independence, hal ini menjadi platform internasional, regional maupun nasional serta lokal.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimana peran Migrant Care dalam menangani kasus human trafficking yang terjadi pada pekerja migran Indonesia?

b. Bagaimana peran Migrant Care dilihat dari sisi humanitarianisme dalam penanganan kasus tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran NGO dalam menanggani kasus human trafficking. Pembahasannya akan diarahkan untuk menganalisis bagaimana tindakan NGO dalam melakukan aksi-aksi kemanusiaan tersebut ditinjau dari perspektif humanitarianisme dengan menelaah kesesuaian tindakan dan peran NGO tersebut dengan prinsip-prinsip kemanusiaan universal dalam menanggani kasus human trafficking.

D. Tinjauan Pustaka

Marina Tzvetkova dalam tulisannya “ NGO responses to trafficking in women” memaparkan aktivitas NGO terhadap perdagangan perempuan khususnya exploitation seksual yang dilakukan dengan cara studi eksplorasi Oleh Anti

(7)

7 trafficking program (ATP) pada tahun 2001. Artikel ini membahas mengapa NGO dapat menjadi tempat yang bagus dan sesuai untuk korban women trafficking, dan tanggapan mereka terhadap fenomena yang berkembang di negara-negara asal dan tujuan. Dan ini juga gambaran tentang inisiatif NGO, membahas beberapa kendala utama yang dihadapi oleh NGO dalam memerangi perdagangan manusia, eksploitasi seksual pada wanita dan kerentanan anak-anak terhadap praktek-praktek seperti perbudakan. Namun, belum adanya hubungan inisiatif pemerintah dan bantuan untuk menangani korban perdagangan, berarti NGO yang telah mengambil tantangan pengorganisasian lokal, nasional, dan internasional untuk mengadvokasi dan memenuhi kebutuhan para korban, meskipun sumber daya mereka terbatas. Penulis melihat bahwa tulisan ini belum membahas secara spesifik tentang prinsip apa saja yang dijalankan oleh sebuah NGO dan bagaimana NGO tersebut dapat bergerak dalam aksi-aksi kemanusiaanya untuk menanggani kasus human trafficking.

Dede Mariana dalam tulisannya tentang NGO, Politik dan Human Trafficking: Perspektif Kebijakan, menjelaskan bahwa meskipun dari tataran kebijakan, telah dicoba membuat berbagai peraturan perundang-undangan untuk menghambat maraknya perdagangan manusia, namun di dalam praktiknya berbagai peraturan tersebut tidak secara serta merta menyelesaikan persoalan perdagangan manusia ini ke titik nol. Karena fenomena perdagangan manusia sangatlah kompleks, bukan semata terkait persoalan hukum dan peraturan namun terkait juga dengan soal budaya dan agama. Dalam melaksanakan tugasnya NGO pada tataran politik ada baiknya mengurai eksistesi NGO tersebut terutama dalam perspektif negara korporatis, NGO memperlakukan diri sebagai perpanjangan

(8)

8 tangan pemerintah serta menerima ideologi "developmentalisme" yang dianut negara. Penulis melihat pada tulisan ini sangatlah jelas keterlibatan NGO dalam membantu tanggung jawab negara, namun dalam tulisan ini memperdebatkan peran pemerintah maupun NGO. Masih belum disentuh pada aspek bagaimana sebuah NGO dalam menjalankan perannya itu mengikuti humanitarian principle yang menjadi platform internasional, regional maupun nasional serta lokal.

Penelitian yang pernah dilakukan oleh Aniesaputri Junita yang berjudul analisis kebutuhan (need assessment) layanan service provider bagi korban trafficking di kepulauan Riau menghasilkan bahwa kebutuhan korban terbanyak antara lain adalah kebutuhan akan perlindungan, keuangan, pakaian, shelter dan makan minum. Selanjutnya kebutuhan telekomunikasi, job training dan pemulangan. Kebutuhan akan layanan advokasi, pemeriksaan kesehatan dan konseling. Layanan service provider yang tersedia saat ini belum bisa memenuhi kebutuhan korban trafficking. Layanan yang diberikan belum sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Service provider yang dimaksud disini adalah unit/badan/lembaga yang memberikan layanan dan menangani korban trafficking secara langsung, yaitu : health service (puskesmas, Kantor kesehatan pelabuhan); law service (Kepolisian); dan social service (Shelter/rumah singgah, LSM, Satgas TKIB/transito) memiliki banyak hambatan dan kesulitan dalam melayani korban trafiking dilapangan. Dan layanan untuk korban seringkali tidak dapat diakses dengan baik oleh korban. Penelitian ini lebih mengarah pada obyek korban yakni kebutuhan yang diperlukan korban human trafficking, penulis melihat ada satu pendekatan aspek yang belum dibahas secara mendalam pada

(9)

9 service provider (health services, law services dan social service and Non government organization) terutama pada pembahasan NGO nya.

E. Kerangka Konseptual

Penulis akan menggunakan beberapa kerangka konseptual sebagai kerangka berfikir untuk menjawab rumusan permasalahan yang diajukan, yaitu:

1. Human Trafficking

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan human trafficking sebagai: suatu tindakan perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000)

Sedangkan Global Alliance Against Traffic in Woman (GAATW) mendefinisikan human trafficking: semua usaha atau tindakan yang berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk pengunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif) dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan hutang pertama kali.

(10)

10 Adapun menurut UU No. 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) definisi perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran ataumanfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar-negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa istilah perdagangan manusia (human trafficking) didefinisikan sebagai semua tindakan yang melibatkan pemindahan, penyelundupan atau menjual manusia baik di dalam negeri ataupun antar negara melalui mekanisme paksaaan, ancaman, penculikan, penipuan dan memperdaya, atau menempatkan seseorang dalam situasi sebagai tenaga kerja paksa seperti prostitusi paksa, perbudakan dalam kerja domestik, belitan utang atau praktek-praktek perbudakan lainnya.

Korban yang sangat rentan terhadap kasus human trafficking ini adalah perempuan, terutama perempuan yang berada dalam kelompok : 1) migrant women; 2) women experiencing sexual abuse, domestic violence, torture; 3) women sex workers ;) exploited women labourers. (Zimmerman at al 2005)

2. Peran Non governmental organization (NGO)

Menurut Mohtar Mas‟oed, bahwa suatu arti dari peranan (role) adalah sebagai berikut: ”Perilaku yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang yang

(11)

11 menduduki suatu posisi”. Ini adalah perilaku yang dilekatkan pada posisi tersebut, diharapkan berperilaku sesuai dengan sifat posisi tersebut”. (Mas‟oed,1989)

Pendapat lainnya dikemukakan oleh Levinson dalam Soekanto, peranan dapat mencakup tiga hal, yaitu :

1) Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

2) Peranan adalah suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3) Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.( Soekanto.1998)

Dalam pergaulan masyarakat internasional, peran NGO semakin signifikan dalam melakukan lobi bahkan penentuan pengambilan keputusan suatu konferensi ditingkat internasional. Kehadiran NGO dalam forum-forum internasional dapat dilihat dalam konferensi tingkat tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro tahun 1992. Di antara 170 kepala negara juga terdapat 2000 NGO terlibat dalam lobi sehingga dikatakan sebagai global forum bayangan “shadow conference”. (Lela, 2010)

Menurut A. Leroy Bennet bahwa Non-Government Organization (NGO) merupakan suatu organisasi yang berdiri secara mandiri dan berdisiplin serta sebagai penghubung antara pemerintah dengan masyarakat atau penghubung antara NGO dengan NGO, NGO dengan pemerintah dan juga NGO dengan masyarakat itu sendiri (Bennett, 1977). Sedangkan menurut Ann C. Hudock

(12)

12 bahwa Non-Government Organization adalah suatu organisasi di luar dari pemerintahan dan komunitas bisnis tertentu (Hudock, 1999).

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa Non-Government Organization (NGO) yang lebih dikenal dengan istilah Lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu merupakan sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela, yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. NGO adalah aktor non-negara, tetapi memiliki sifat yang sama kuatnya dan dapat melewati batas negara. NGOs yang didirikan oleh sekelompok individu atau kelompok domestik yang bukan sebagai perwakilan dari pemerintah. Aktor ini masuk dalam analisis sistem dunia karena peranannya dapat mempengaruhi kebijakan suatu negara yang bersangkutan.

Non Government Organization memiliki peran serta kontribusi yang sangat besar untuk menangani dan memberikan bantuan terhadap bidang yang ditangganinya masing-masing. Peran serta kontribusi NGO yang bergerak pada penangganan human trafficking, antara lain:

a. Memberikan informasi kepada korban tentang proses hukum, membahas semua pilihan yang tersedia untuk korban dan membantunya untuk memutuskan tindakan apa yang harus di ambil.

b. Advokasi atas nama korban dalam proses hukum. Hal ini untuk memastikan bahwa sistem hukum yang sensitive dan akomodatif terhadap kebutuhan korban.

(13)

13 c. Memberikan dukungan emosional dan semangat, termasuk memberikan konseling kepada korban, memberikan layanan untuk bertemu dengan korban lainnya sehingga dapat berbagi pengalaman dengan korban yang lain.

d. Mendampingi korban ke pertemuan-pertemuan berkaitan dengan kasus mereka dan sidang pengadilan memberikan dorongan, memastikan perawatan yang sensitive dan untuk membantu korban memahami proses yang akan dijalaninya.

e. Pencatatan (recording) data dan mengumpulkan informasi tentang kasus korban.

f. Membantu korban untuk mengumpulkan dokumen atau bukti yang dia butuhkan untuk membuktikan kasusnya.

g. Membantu korban untuk mempersiapkan surat-surat dan dokumen lain untuk hadir ke pengadilan atau kepada individu atau organisasi yang melanggar hak-haknya.

h. Memberikan pelayanan untuk rujukan ke layanan lain seperti pengacara, perawatan medis dan psikologis, shelter, pelatihan kerja dan pendidikan.

i. Membantu korban untuk mengakses fasilitas yang dibutuhkan untuk menyiapkan kasusnya.

j. Memberikan dukungan material kepada korban seperti akomodasi, dana untuk transportasi dan makanan.(ACILS and ICMC, 2004)

3. Prinsip-prinsip Kemanusiaan Universal

Negara memiliki tanggung jawab utama untuk menjamin hak-hak asasi warga negara mereka untuk dihormati, dilindungi dan dipenuhi. Selama masa damai maupun perperangan atau krisis kemanusiaan, jika negara tidak mampu

(14)

14 atau tidak mau memenuhi peran ini, organisasi kemanusiaan berusaha untuk memberikan bantuan dan perlindungan kepada penduduk yang membutuhkan. Prinsip-prinsip kemanusiaan (Humanitarian principles) dan standar perilaku bagi para pekerja kemanusiaan telah dikembangkan oleh berbagai aktor selama beberapa tahun terakhir, sebagian besar didasarkan pada hukum humaniter internasional.

Humanitarinisme secara universal memiliki empat prinsip yang diadopsi oleh hampir seluruh aktor-aktor kemanusiaan yaitu; humanity, impartiality, neutrality, dan independence (UNOCHA, 2010). Prisip humanity dimaksudkan untuk melindungi kehidupan dan kesehatan dan menjamin penghormatan terhadap manusia. Hal ini berdasarkan bahwa penderitaan manusia harus diatasi dimana pun ketika ditemukan, dengan perhatian khusus pada kelompok yang paling rentan (vulnerability), seperti anak-anak, perempuan, para pengungsi dan orang tua. Setiap orang mempunyai hak dan martabat yang harus dihormati dan dilindungi. Aktor-aktor kemanusiaan harus mempertahankan kemampuan mereka untuk mendapatkan dan mempertahankan akses ke semua penduduk yang rentan dan untuk menegosiasikan akses tersebut dengan semua pihak dalam konflik maupun tidak.

Prinsip neutrality yaitu aktor humanitarian action tidak boleh berpihak dalam permusuhan atau terlibat dalam kontroversi yang bersifat politik, ras, agama atau ideologi. Transparansi dan keterbukaan merupakan masalah utama untuk menjaga netralitas. Netrality untuk sebuah organisasi ini didasarkan pada pendekatan HAM walaupun menjadi suatu tantangan untuk mengatasi kekerasan

(15)

15 HAM, Netrality bukan pembenaran untuk memaafkan impunitas atau menutup mata terhadap pelanggaran HAM berat.

Prinsip impartiality yaitu aksi kemanusiaan harus dilakukan atas dasar mandiri, memberikan prioritas kepada kasus yang paling mendesak marabahaya dan tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, ras, jenis kelamin, keyakinan agama, kelas atau pendapat politik. Hal ini dimaksudkan bahwa bantuan kemanusiaan itu diberikan ke semua orang yang menderita, berdasarkan pada kebutuhan mereka dengan sesuai dan tepat sasaran. Hak asasi manusia adalah dasar dan kerangka kerja untuk penilaian kebutuhan. Prinsip ini meliputi proporsionalitas perlu (di mana sumber daya tidak cukup, prioritas selalu diberikan kepada mereka yang paling terkena dampak) serta prinsip non-diskriminasi (tidak ada yang harus mengalami non-diskriminasi berdasarkan jenis kelamin mereka, usia, etnis, identitas , dll).

Dan prinsip independence yaitu aksi kemanusiaan harus otonom dari tujuan politik, ekonomi, militer atau lainnya yang berkaitan dengan bidang di mana tindakan kemanusiaan sedang dilaksanakan. Pada umumnya pelaksanaan aksi kemanusian pasti melibatkan stakeholder yaitu penerima manfaat, otoritas nasional / lokal, donor dan lembaga bantuan. Dalam hubungan ini, NGO harus bersifat otonom bertanggung jawab untuk penerima manfaat dan tidak terpengaruh oleh politik dari pemberi donor maupun otoritas nasional.

Keempat prinsip tersebut secara garis besar menjadi landasan bagi para pekerja kemanusiaan dalam melakukan aksi-aksi kemanusiaan. Namun tidak menutup kemungkinan bagi aktor NGO untuk mengembangkan prinsip-prinsip

(16)

16 yang lain di luar humanitarian prinsiples, untuk dirumuskan dan diimplementasikan ke dalam peran yang mereka jalani sebagai NGO yang bergerak di bidang kemanusiaan.

F. Argumen Utama

Terkait dengan permasalahan di atas, penulis berargumen bahwa Migrant Care sebagai salah satu NGO yang bergerak dalam penanganan masalah TKI khusunya human trafficking memiliki peran yang penting dan peran NGO tersebut jika di analisis mengunakan humanitarianisme maka Migrant Care telah mentaati prinsip humanitarinisme universal yaitu; humanity, impartiality, neutrality, dan independence.

Hal ini dapat dilihat bahwa Migrant Care dalam melakukan aksinya selalu mendasarkan diri pada tujuan memperjuangkan harkat dan martabat para TKI sesuai dengan prinsip humanity. Semua program tersebut dijalankan sesuai kode etik lembaga untuk kenyamanan dan penghormatan para korban. Prinsip neutrality dapat dilihat dari sikap Migrant Care yang tidak berpihak dalam permusuhan antara majikan dan pekerja migran dan tidak terlibat dalam kontroversi yang bersifat politik, ras, agama atau ideologi.

Prinsip impartiality yaitu aksi kemanusiaan yang dijalankan Migrant Care dilakukan atas dasar mandiri, memberikan prioritas kepada kasus yang paling mendesak marabahaya, tidak membeda-bedakan kasus pekerja migran berdasarkan perbedaan atas dasar kebangsaan, ras, jenis kelamin, keyakinan agama, kelas atau pendapat politik. Dan prinsip independence yaitu kemandirian Migrant Care, walaupun dalam menjalankan aksi humanitariannnya Migrant Care

(17)

17 bekerja sama dengan pemerintah dan lembaga yang lain namun otonomi Migrant Care ditegakkan hal ini agar terhindar dari tujuan politik, ekonomi, atau lainnya.

G. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian

Untuk menganalisa dan menjelaskan permasalahan yang telah dipaparkan, penulis menggunakan metode kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif-analitis, yaitu mengambarkan fakta-fakta yang ada dengan menganalisa dan menginterpretasikan data-data yang telah terkumpul. Data-data yang telah terkumpul akan dikembangkan, dianalisa dan interpretasikan untuk mengetahui secara mendalam tentang peran NGO dalam penanganan human trafficking di tinjau dari aspek humanitarianisme.

2. Teknik pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah dengan primer dan sekunder. Data sekunder melalui library research yang berupa buku, jurnal, dokumen, media massa dan internet. Dan didukung dengan data primer yang dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam. Hal ini dikarenakan penulis melakukan studi independent di NGO Migrant Care selama 2 bulan. Terkait dengan penulisan tesis ini maka penulis memakai sumber-sumber data tersebut yang dapat digunakan untuk mempertajam analisis sehingga bisa menghasilkan jawaban dari rumusan masalah secara komprehensif.

H. Sistematika Penulisan

Untuk menganalisa peran Migrant Care dalam menangani kasus human trafficking di tinjau dari humanitarianisme maka pembahasan tesis ini akan dibagi

(18)

18 menjadi lima bab sebagai berikut: Untuk memudahkan dalam membaca dan memahami karya tulis ini, penulis membagi menjadi lima bab. yaitu:

Bab I : Pada bab pertama ini akan menyajikan latar belakang penulisan, rumusan masalah, juga ada pemaparan singkat tinjauan pustaka, kerangka konseptual, metodelogi penelitian serta argument utama penulis.

Bab II : Pada bab ini akan memulai melihat secara general perkembangan kasus human trafficking di Indonesia. Dan bagaimana penangganan yang dilakukan oleh aktor-aktor humanitarian action yang ada di Indonesia.

Bab III: Bab yang ketiga ini, membahas siapa Migrant Care dan peran apa yg dilakukan Migrant Care sebagai salah satu NGO kemanusiaan untuk menangani permasalahan human trafficking.

Bab IV : Bab yang merupakan isi utama dari penulisan ini yaitu menganalisis peran sebuah NGO dalam hal ini adalah lembaga Migrant Care dalam menangani kasus human trafficking yang ada di Indonesia dilihat dari aspek humanitarian princple.

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan yang terjadi adalah semakin baik derajat modified Singh index maka semakin memiliki kecenderungan terjadi fraktur collum femur, dan semakin jelek

Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat peyakit dasar atau pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan

pembangunan. Solidaritas sosial bergeser dengan orientasi unsur materi.Sementara mereka yang bertahan, sebagaimana ditunjukkan oleh masyarakat Lako Akelamo, berada pada akses

Menurut penelitian Nurrahman dan Sudarno (2013) kepemilikan saham institusional memiliki pengaruh yang signifikan terhadap probabilitas pengungkapan sustainability

• Dana hasil emisi Obligasi Berkelanjutan I PTPP ini rencananya akan digunakan untuk modal kerja konstruksi, modal kerja engineering procurement dan construction serta untuk

Akan tetapi, dalam bahan pangan yang telah dimasak atau diasin, dimana organisme yang ada telah rusak oleh pemanasan atau pertumbuhannya terhambat oleh konsentrasi garam, sel-sel

Iqbal Basri, Sitti Rafiah, Nikmatiah Latief, Harpiah Djayalangkara, John Irwan Lisal, Saharuddin, Asty.. Amalia Bioetik

Namun penelitian Vu yang dilakukan di Vietnam menemukan hal lain, yaitu wanita yang mempunyai pekerjaaan cenderung untuk menikah lebih lambat dibandingkan wanita