• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM SERAT WIRID HIDAYAT JATI KARYA R. Ng RANGGAWARSITA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM SERAT WIRID HIDAYAT JATI KARYA R. Ng RANGGAWARSITA"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

i

NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM

SERAT WIRID HIDAYAT JATI

KARYA R. Ng RANGGAWARSITA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

Oleh

MISBAKHUL MUNIR NIM. 3103294

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)
(3)
(4)

iv

ABSTRAK

Misbakhul Munir (NIM :3103294). Nilai-nilai Pendidikan Tauhid Dalam Serat Wirid Hidayat Jati Karya Raden Ngabehi Ronggowarsito.

Tauhid (pengesaan terhadap Allah SWT) merupakan hal yang paling mendasar dalam agama Islam, karena tauhid merupakan inti dari semua ajaran akidah maupun syari’ah Islam. Aplikasi dan Implementasi dari tauhid adalah akhlak. Maka terasa tepatlah ketika ada ayat “inna maa bu’itstu li utammia

makarimal akhlaq”. Akhlak terpuji atau makarimal akhlak itu bisa terjadi atau

terwujud andai ajaran tauhid itu sudah mampu tertanam dengan baik terhadap pribadi seseorang. Nilai-nilai pendidikan tauhid ini bisa ada dimana saja termasuk dalam cerita atau sastra.

Ronggowarsito atau Bagus Burhan adalah seorang pujangga terkenal dari Surakarta. Darah bangsawan dan seni memang mengalir dari keluarganya. Sebagai seorang pujangga ia terkenal hingga negeri Belanda. Selain ‘Serat

Kalatidha” yang merupakan jangka atau ramalan mengenai ‘zaman edan’, banyak

karya sastranya yang terkenal. Salah satu diantaranya adalah “serat wirid hidayat

jati” yang telah penulis teliti nilai-nilai pendidikan tauhid di dalamnya.

Tentunya dalam melakukan penelitian ini, penulis terlebih dahulu membedah serat wirid itu sendiri untuk kemudian dipilah dengan berbagai metode, diantara metode hermeneutika hingga penelusuran unsur intrinsik. Setelah itu dianalisis berbagai pendidikan tauhid yang ada dalam serat tersebut.

Setelah melakukan penelitian baru penulis ketahui bahwa Ronggowarsito dalam serat wirid yang berbentuk jarwa (prosa) ini, memakai dua sudut pandang (point of view) yaitu sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. Sudut pandang orang pertama ini baru diketahui ketika ia memakai

sandiasma (penyamaran nama) dalam candra sengkala : rong songga warga

sinuta. Nama samaran yang dipakai dalam serat ini adalah Kiyahi Muhammad Sirollah Kedhung Kol.

Kemudian setelah dianalisis ternyata dalam serat ini Ronngowarsito menjabarkan dengan cukup jelas mengenai pendidikan tauhid, proses pengajarannya serta penejelasannya. Hampir rata-rata keterangan dari berbagai sumber kitab salaf. Sedang nilai-nilai pendidikan tauhid yang terkandung dalam serat ini adalah nilai pendidikan tauhid rububiyah, nilai pendidikan tauhid

uluhiyah dan nilai asma’ dan sifat. Mengenai tapa-laku atau ritual-ritual dalam

serat ini, meski penulis belum bisa menilai atau mengkategorikan manekung, lelaku atau wirid yang ada didalamnya sebagai pendidikan tauhid ubudiyah, tetapi manekung itu pada dasarnya tidak bertentangan dengan ajaran Islam.

(5)

MOTTO

ﻢﻴﻈﻋ ﻢﹾﻠﹸﻈﹶﻟ ﻙﺮﺸﻟﺍ ﱠﻥﹺﺇ ﻪﱠﻠﻟﺎﹺﺑ ﻙﹺﺮﺸﺗ ﹶﻻ ﻲﻨﺑ ﺎﻳ ﻪﹸﻈﻌﻳ ﻮﻫﻭ ﻪﹺﻨﺑﻻ ﹸﻥﺎﻤﹾﻘﹸﻟ ﹶﻝﺎﹶﻗ ﹾﺫﹺﺇﻭ

﴿

ﻥﺎﻤﻘﻟ

:

13

Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Al Luqman: 13)

ﹸﻜﻬﹶﻟﹺﺇﻭ

ﻢﻴﺣﺮﻟﺍ ﻦﻤﺣﺮﻟﺍ ﻮﻫ ﱠﻷﹺﺇ ﻪﹶﻟﹺﺇ ﹶﻻ ﺪﺣﺍﻭ ﻪﹶﻟﹺﺇ ﻢ

)

ﺓﺮﻘﺒﻟﺍ

:

163

(

Adapun Tuhanmu itu adalah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan melainkan dia yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (QS. Al Baqarah : 163)

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan tidak mengurangi rasa syukurku kepada Allah swt, Tuhan sumber segala muara esensi.

Kupersembahkan totalitas usaha, karya, dan buah pikiran Skripsi ini untuk:

Ayahanda M. Nurhadi & Ibunda Titik Sulastri tercinta, yang telah memberikan motivasi dan mengorbankan segalanya demi kesuksesan ananda.

Robbighfir lii waaliwaalidayya warhamhuma kama Robbayaanii shoghiro

Saudara-saudaraku tersayang : Mbak Qiswatun Nuriyah (alm), Dinda Yuli Nurrohmah dan keponakan tersayang Nur Muhammad Zawal al Falahi yang telah memberikan semangat pada diriku untuk mencapai cita-cita.

Keluarga Kelompok Pekerja Teater beta. Kang Rofiurrutab, M.Si, Mbak Istrokhah, S.Ag,

Teman- teman seperjuangan, Rois, Aisah, Taufiq, Ilham dan semua teman-teman angkatan 2003 yang telah memberikan dorongan dan membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Almamaterku, IAIN Walisongo Semarang,

(7)

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, 28 Juni 2010 Deklarator

Misbakhul Munir

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillâhilladzî nawwaranâ bi al’ilmi wa al’aqli. Segenap puja dan

puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan bimbingan serta kekuatan lahir batin kepada diri peneliti, sehingga skripsi ini yang merupakan hasil dari sebuah usaha ilmiah dan proses akademik yang cukup panjang dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.

Sholawat dan salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Agung Muhammad saw, sosok historis yang membawa proses transformasi dari masa ”uncivilized” yang gelap gulita ke arah alam yang sangat terang benderang dan berperadaban ini, juga kepada para keluarga, sahabat serta semua pengikutnya yang setia disepanjang zaman.

Penelitian yang berjudul ”NILAI-NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM SERAT WIRID HIDAYAT JATI KARYA RADEN NGABEHI RONGGOWARSITO” ini pada dasarnya disusun untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Oleh karena itu, karya ilmiah ini merupakan kulminasi-formal akademik yang sudah barang tentu tetap disertai akuntabilitas akademik juga dan bukan hanya untuk memenuhi kewajiban akademik (scholar duty) an

sich tetapi juga sebagai media untuk memberikan wacana dan solusi dalam dunia

kependidikan.

Cukup terharu rasanya ketika penulis telah menyelesaikan proses akademik dan penyusunan skripsi ini. Karena dengan media ini penulis telah banyak belajar, berfikir, berimajinasi, mencurahkan segenap kemampuan dalam hal pemikiran, kreativitas dan ketelitian untuk memenuhi kebutuhan curiosity (rasa ingin tahu) penulis atas problematika hasil belajar peserta didik yang rendah dalam mengarungi suatu setting pertempuran intelektualitas yang cukup menantang sehingga dapat mencari dan menemukan identitas diri sebagai seorang manusia yang dianugerahi akal oleh Sang Kholiq. Oleh karenanya, penulis semakin sadar akan berbagai kelemahan, kebodohan dan keterbatasan yang ada dalam diri penulis, ”wamâ ûtîtum min al’ilmi illa qalîlan”.

(9)

Dalam proses penyusunan penelitian tersebut, peneliti banyak mendapatkan bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu izinkan peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada hamba-hamba Allah yang telah membantu peneliti sehingga karya sederhana ini bisa menjadi kenyataan, bukan hanya angan dan keinginan semata. Peneliti ucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Prof. DR. H. Abdul Jamil, MA., Rektor IAIN Walisongo Semarang.

2. Prof. DR. H. Ibnu Hadjar, M. ED., Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo.

3. Ahmad Muthohar, M.Ag, Ketua Jurusan PAI. 4. Nasiruddin, M.Ag., Sekretaris Jurusan PAI.

5. Ahmad Muthohar, M.Ag., selaku Pembimbing I (Bidang Materi), yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan fikirannya serta dengan tekun dan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Drs. Sajid Iskandar, S, M.Pd., selaku Pembimbing II (Bidang Metodologi), yang juga telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, dan fikirannya serta dengan tekun dan sabar memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Mufidah, M.Pd, selaku Wali Studi selama Penulis menuntut ilmu di IAIN Walisongo Semarang.

8. Bapak dan Ibu Dosen yang telah membimbing, mendidik dan memberikan pencerahan untuk selalu berpikir kritis-edukatif, transformatif-inovatif dalam menggali ayat-ayat qauliyyah dan kauniyyah selama berada di lingkungan Kampus IAIN Walisongo Semarang.

9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu, namun tak terlupakan bantuannya, baik bantuan materiil maupun sprirtuil yang langsung maupun tak langsung turut serta dalam penyelesaian penelitian ini.

(10)

x

Akhirnya, semoga segala bantuannya yang tidak ternilai ini mendapatkan balasan dari Allah SWT dengan balasan yang sepantasnya, dan semoga penelitian ini bermanfaat khususnya bagi peneliti sendiri.

Semarang, 28 Juni 2010

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii PENGESAHAN ... iii ABSTRAK ... iv DEKLARASI ... v MOTTO ... vi PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Penegasan Istilah ... 5

C. Perumusan Masalah ... 7

D Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

E. Metodologi Penelitian ... 9

F. Sistematika Penulisan Skripsi ... 12

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PENDIDIKAN TAUHID A. Pendidikan Tauhid ... 14

B. Materi Pendidikan Tauhid ... 18

C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid ... 23

1. Dasar Pendididkan Tauhid ... 23

2. Tujuan Pendidikan Tauhid ... 26

(12)

xii

BAB III : BIOGRAFI DAN KARYA SASTRA R.NG RANGAWARSITA

A. Biografi dan Karya-karya R. Ng. Ranggawarsita ... 33

B. Karya Sastra dan Tipologi Penulisan R. Ng. Ranggawarsita ... 44

1. Karya Sastra R.NG Ranggawarsita ... 44

2. Tipologi Tulisan R. NG Ranggawarsita ... 46

C. Posisi SWHJ dalam Sastra Jawa ... 47

D. Isi SWHJ yang memuat Pendidikan Tauhid ... 50

BAB IV : NILAI PENDIDIKAN TAUHID DALAM SERAT WIRID HIDAYATJATI KARYA R. NG. RANGGAWARSITA A. Muatan Pendidikan Tauhid dalam SWHJ Karya R. Ng. Ranggawasita ... 60

B. Nilai Pendidikan Tauhid dalam SWHJ ... 79

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 88

B. Saran ... 89

C. Penutup ... 89

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama adalah sebuah realitas yang senantiasa melingkupi manusia. Agama muncul dalam kehidupan manusia dalam berbagai dimensi dan sejarahnya. Maka memang tidak mudah mendefinisikan agama. Termasuk mengelompokkan seseorang apakah ia terlibat dalam suatu agama atau tidak.

Agama (religion) dalam pengertian yang paling umum diartikan sebagai sistem orientasi dan obyek pengabdian.1 Dalam pengertian ini semua orang adalah makhluk religius, karena tak seorang pun dapat hidup tanpa sistem yang mengaturnya dan tetap dalam kondisi sehat. Kebudayaan yang berkembang adalah produk dari tingkah laku keberagamaan manusia.

Sebuah agama biasanya melingkupi tiga persoalan pokok, yaitu:

1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini mengatur dan mencipta alam.

2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya.

3. Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinannya tersebut.2

Dalam agama Islam keyakinan (credial) seseorang dijelaskan aturannya dalam syahadat (kesaksian) dan rukun iman. Kemudian peribadatan (ritual) dijelaskan aturannya dalam rukun islam. Sedangkan nilai-nilai keislamannya diaplikasikan dan diimplementasikan dalam akhlak. Kebulatan dari ketiganya disebut ihsan, dimana seseorang seperti merasa dapat melihat Allah atau merasa selalu dilihat (diawasi) oleh Allah.

Manusia yang percaya kepada keberadaan Tuhan Yang Maha Esa, akan selalu merasa dekat dan dilindungi oleh Tuhannya. Mereka yakin bahwa

1 Departemen Agama RI, Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum, (2002), hlm.30

(14)

2

tidak ada daya upaya dan kekuatan yang akan mempengaruhi kecuali hanya Tuhan semata. Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa itu disebut tauhid,3 Namun banyak anggota masyarakat belum memahami secara mendalam tentang tauhid, mereka hanya mengetahui tauhid sebatas pengakuan dan ucapan yang diwujudkan dalam bentuk penyembahan dan ritual. Padahal kepercayaan manusia kepada Yang Maha Esa itu berkembang sesuai dengan perkembangan pikiran dan peradaban manusia itu sendiri. Kepercayaan tentang adanya Tuhan yang amat mendalam dan sangat penting adalah tidak terdapat dalam kalangan orang-orang biasa.

Keyakinan tentang adanya Tuhan tidak merupakan hasil pikiran seorang pujangga, akan tetapi merupakan hasil dari pengalaman bertahun-tahun ketika manusia berjuang melampaui kegelapan spiritisme dan politisme sampai pada tingkatan yang tertinggi.4 Untuk mencapai ke tingkatan yang lebih tinggi ini, manusia terlebih dahulu melalui proses pendidikan yaitu seorang guru terlebih dahulu memberikan ajaran agama kepada murid terutama tentang ketauhidan.

Hal itu sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah saw, yang menanamkan akidah tauhid ke dalam jiwa umatnya dengan menundukkan pandangan, mengarahkan pikiran, membangkitkan rasio dan mengingatkan perilaku. Rasulullah saw. mereformasi dan menganjurkan penanaman akidah tauhid dengan pendidikan dan mengembangkannya sehingga dapat mengantarkan pada puncak kesuksesan, dapat memalingkan umat dari menyembah berhala dan syirik pada akidah tauhid.5

Esensi peradaban Islam adalah Islam itu sendiri dan esensi Islam adalah tauhid atau pengesaan Tuhan, yaitu tindakan yang menegaskan bahwa Allah sebagai Yang Maha Esa, Pencipta yang mutlak dan transenden, Penguasa segala yang ada.6 Dengan demikian, masalah pendidikan tauhid

3 Zainuddin, Ilmu Tauhid lengkap, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1992), hlm. 3.

4 Dikutip dari bukunya M. Habib Mustopo, Ilmu Budaya Dasar, (Surabaya: Usaha Nasional, 1998), hlm. 32.

5 Sayid Sabiq, Akidah Islam : Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra Wahyu, (Surabaya: Al Ikhlas, 1996), hlm. 36.

(15)

dalam Islam mendapat perhatian utama dan menjadi tugas terpenting para rasul. Tauhid itu sebagai misi yang dibawa oleh seluruh para Nabi Allah swt. untuk disampaikan kepada umatnya, kemudian misi tersebut dilanjutkan oleh para pewaris nabi (ulama) hingga sampai ke Indonesia, antara lain pulau Jawa, dan pelopornya antara lain Wali Sanga. Dalam sejarah penyebaran agama di Jawa, Islam mengalami perkembangan yang cukup unik.

Suatu hal yang sangat menarik ditinjau dari sudut agama adalah pandangan yang bersifat sinkretis yang mempengaruhi watak dari kebudayaan dan kepustakaan Jawa. Dan kepustakaan Jawa sendiri terbagi menjadi dua bagian, yaitu kepustakaan Islam santri dan kepustakaan Islam kejawen.7Salah satu kepustakaan Islam kejawen yang dimaksud ialah Serat Wirid Hidayat Jati, yang untuk selanjutnya disingkat SWHJ. Karya sastra tersebut berisi ajaran ketauhidan (ilmu kemakrifatan) yang bersumber dari riwayatnya wiradat, ajaran wali di pulau Jawa. SWHJ merupakan salah satu karya sastra yang berbentuk prosa, yang disusun oleh R. Ng. Ranggawarsita, seorang pujangga Jawa Muslim, yang hidup dan berkarya pada pertengahan abad ke-19.8 Karya sastra ini dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial, karena karya sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu berkaitan dengan kehidupan masyarakat, norma-norma dan adat istiadat zaman itu.9

Pengarang menggubah karyanya selaku anggota masyarakat sekaligus menyapa pembaca yang sama-sama merupakan anggota masyarakat tersebut. Pembahasan hubungan sastra dan masyarakat, biasanya bertolak dari frase, menurut De Bonald bahwa “literature is an expression of society “.10

Karya sastra yang unggul, kerap kali dipandang sebagai cerminan hidup masyarakat. Karya sastra tersebut dapat sampai kepada pembaca lewat perjalanan yang panjang dari generasi ke generasi. Hubungan sangat kuat antara karya sastra, pengarang dan pembaca telah membentuk ketiganya

7 Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, (Jakarta: Univesitas Indonesia Press, 1988), hlm. 2.

8 Ibid., hlm. 37.

9 Zulfahnur Z. F., dkk., Teori Sastra, (Jakarta: Depdikbud, 1998), hlm. 21.

10 Rene Wellek and Austin Warren, Theory of Literature, (New Zealand: Penguin Book, 1973), hlm. 95

(16)

4

menjadi satu kesatuan yang saling terkait dalam kehadirannya di jagad sastra. Sebagai hasil karya seorang pujangga, kehadirannya tidak bisa lepas dari fungsi penyaluran ide pribadi pengarangnya. Bagi masyarakat pembaca, karya sastra juga mempengaruhi pola tingkah laku mereka karena karya sastra mengandung unsur pendidikan dan ajaran yang bisa dianut.11

R. Ng. Ranggawarsita telah mampu membawa perubahan besar pada peta kesusastraan Jawa pada masa itu. Bahkan melalui karya-karyanya, akhirnya beliau mampu menciptakan suatu garis anutan bagi pembentukan watak pribadi suatu pola perilaku masyarakat Jawa secara luas. Ini bisa dipelajari melalui tulisan-tulisannya. Di antara karya sastranya yang paling terkenal hingga sekarang serat wirid hidayat jati.12 Serat inilah yang akan dibahas oleh peneliti karena isinya mengandung nilai pendidikan tauhid.

Pujangga tersebut dalam menyusun karya sastra berupa SWHJ, memuat ajaran Islam dan tradisi budaya Jawa sehingga menimbulkan persinggungan antara nilai Islam dan nilai budaya Jawa. Persinggungan Islam-Jawa menjadi persoalan pelik dan telah menghasilkan sejumlah pemikiran yang patut dijadikan pertimbangan awal.

Menurut Mark R. Wooward, Islam mengalami keberhasilan yang sempurna di Jawa karena Islam merupakan kekuatan dominan dalam ritus dan kepercayaan orang Jawa. Pertemuan Islam dan Jawa secara stereotype (berpandangan sebelah saja) digambarkan berjalan amat damai dan mulus. Islam yang universal dan Jawa yang akomodatif dianggap sebagai pilar penyangga utamanya.13

Sejarah Islam-Jawa tidak sekedar soal konversi (peralihan bentuk), tapi juga soal penegakan Islam sebagai agama kerajaan, suatu proses yang

11 Zulfahnur Z. F., dkk., op. cit., hlm. 12.

12 Adapaun serat atau karya R. Ngabehi Ronggowarsito yang lain diantaranya: Pustakaradja (memuat cerita wayang Mahabarata), Tjemporet (cerita roman yang bahasanya indah), Kalatidha (yang terkenal dengan gambaran zaman edan), Jaka Lodhang (berisi ramalan tentang datangnya zaman baik atau bisa ditafsiri sebagai ramalan akan datangnya kemerdekaan negara Indonesia), Sabda tama (ramalan tentang sifat zaman makmur dan tingkah laku manusia yang loba tamak), Sabdajati (berisi tentang ramalan zaman hingga sang pujangga minta diri untuk memenuhi panggilan Tuhan), lihat R. M. Ng. Poerbatjaraka, Kapustakan Djawi, (Jakarta: Djambatan, 1954), hlm. 163.

(17)

mengakibatkan penghancuran banyak kebudayaan Hindu-Budha dan subordinasi ulama atas kekuasaan keraton. Proses formulasi kerajaan Islam menguasai kehidupan keagamaan di Jawa sangat kompleks. Dalam kaitan itu R. Ng. Ranggawarsita melalui karya-karyanya terutama SWHJ yang telah menunjukkan hasil pendidikan yang ditempuhnya dengan ketajaman nalar dan wawasannya.

Sebagai contoh dalam SWHJ terdapat suluk dan wedharan dari para wali, ada ajaran tentang “wisikan ananing dat”.14 Ini merupakan pengenalan terhadap Tuhan (Allah SWT), yang merupakan ajaran awal untuk melakukan persaksian. Kemudian dalam “panetep iman” diajarkan pembacaan syahadat (kesaksian) tetapi dalam bahasa jawa, yang syahadat atau persaksian itu merupakan tanda seseorang masuk Islam dan merupakan awal seorang muslim dikenakan hukum taklif. Selain itu pula diterangkan tata cara pelaksanaan peribadatan yang meski agak terkesan kejawen tetapi tidak menyalahi syarat-rukun yang ada dalam aturan Islam.

B. Penegasan Istilah

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang masalah yang akan peneliti kemukakan dan agar tidak terjadi perbedaan persepsi perlu dijelaskan dan ditegaskan maksud serta batasan-batasan istilah yang digunakan. Adapun istilah-istilah yang perlu ditegaskan pengertiannya di sini adalah sebagai berikut:

1. Nilai-nilai pendidikan tauhid

Pendidikan tauhid mempunyai arti suatu proses bimbingan untuk mengembangkan dan memantapkan kemampuan manusia dalam mengenal keesaan Allah. Pendidikan tauhid yang berarti membimbing atau mengembangkan potensi (fitrah) manusia dalam mengenal Allah ini,

14 Selain itu ada juga wedharan wahananing dat, gelaran kahananing dat, panetep iman dlsb, lihat Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, (Jakarta: Univesitas Indonesia Press, 1988), hlm. 174-175.

(18)

6

menurut pendapat Chabib Thoha, “supaya siswa dapat memiliki dan meningkatkan terus-menerus nilai iman dan taqwa kepada Allah Yang Maha Esa sehingga pemilikan dan peningkatan nilai tersebut dapat menjiwai tumbuhnya nilai kemanusiaan yang luhur”.15

Dengan kata-kata lain pendidikan tauhid adalah usaha mengubah tingkah laku manusia berdasarkan ajaran tauhid dalam kehidupan melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah semata.

Dengan pendidikan tauhid, manusia akan menjadi manusia hamba bukan manusia yang dehumanis, kemudian timbul rasa saling mengasihi, menolong, memberikan hartanya yang lebih kepada mereka yang membutuhkan, selalu waspada terhadap tipu daya dunia dan manusia zalim, dapat belaku sederhana (zuhud) dan hati yang wara.16

Jadi nilai-nilai pendidikan tauhid adalah nilai atau esensi ketauhidan (ke-Esaan), aplikasi dan implementasinya yang dapat diambil dari suatu kajian dan ditransformasikan sebagai bahan pengajaran dan pendidikan.

Nilai-nilai pendidikan tauhid adalah nilai atau esensi ketauhidan (ke-Esaan), aplikasi dan implementasinya yang dapat diambil dari suatu kajian dan ditransformasikan sebagai bahan pengajaran dan pendidikan. 2. Serat Wirid Hidayat Jati Karya Raden Ngabehi Ronggowarsito

15 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996),hlm. 62

16 Pengalaman ketauhidan yang tercermin pada diri manusia disebabkan seseorang telah mengetahui dan menginsafi kebenaran kedudukan Allah, menyadari akan keagungan dan kebesaran-Nya sehingga dari sini segala apa yang dilakukan akan mengarahkasn tujuan pandangannya ke arah yang baik dan benar. Buah mengenal (ma’rifat) akan adanya Allah ini, di antaranya akan tersimpul dalam bentuk sikap sebagai berikut :

a. Adanya perasaan merdeka dalam jiwa dari kekuasaan orang lain b. Adanya jiwa yang berani dan ingin terus maju membela kebenaran

c. Adanya sikap yakin, bahwa hanya Allahlah yang Maha Kuasa memberi rizki

d. Dapat menimbulkan kekuatan moral pada manusia (kekuatan Maknawiah) yang dapat menghubungkan manusia dengan sumber kebaikan dan kesempurnaan (Allah) e. Adanya ketetapan hati dan ketenangan jiwa.

f. Allah memberikan kehidupan sejahtera kepada orang mukmin di dunia, lihat Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, terj. Moh. Abdul Rahtomy, (Bandung : Diponegoro, 1996), hlm. 133-13

(19)

Serat adalah sebutan sebuah kitab kapustakaan Jawa, dan wirid

ialah amalan ibadah yang dijalankan secara terus menerus untuk menyongsong datangnya anugerah Tuhan. Sedangkan kata hidayat berasal dari bahasa Arab berarti petunjuk dan kata Jati dalam bahasa Jawa berarti

temen atau benar (nyata). Jadi wirid hidayat jati berarti amalan petunjuk

yang sebenarnya.17

Jadi serat wirid hidayat jati berarti amalan petunjuk yang sebenarnya.18 Serat ini adalah karangan R. Ng. Ranggawarsita. Isinya membicarakan masalah kajian makrifat, yakni pandangan terhadap sifat Tuhan. Ajaran Hidayat Jati ini menerangkan tingkatan ilmu makrifat, bersumber dari riwayatnya wiradat, ajaran para wali di pulau Jawa.19

Karena nama Ranggawarsito adalah nama pemangku jabatan di bawah tumenggung yang turun temurun, maka perlu peneliti jelaskan bahwa yang dimaksud disini adalah Ranggawarsito III. Karena Ronggowarsito I adalah Yasadipuro II (kakek dari Ronggowarsito III), dan Ronggowarsito II adalah Suradimejo yang notabenenya adalah ayah dari Ronggowarsito III.

Jadi yang dimaksud dengan Nilai Pendidikan Tauhid dalam SWHJ Karya R. Ng. Ranggawarsita di sini ialah hakikat suatu hal yang pantas diambil dari inti ajaran dengan upaya yang keras dan bersungguh-sungguh dalam mengembangkan, mengarahkan, membimbing akal pikiran, jiwa,

qalbu dan ruh kepada pengenalan dan cinta kepada Allah dan

melenyapkan segala sifat, af’al, asma dan zat yang negatif dengan positif serta mengekalkannya dalam suatu kondisi dan ruang.

C. Perumusan Masalah

Langkah selanjutnya setelah penegasan istilah adalah perumusan pokok permasalahan yang akan dikaji. Menurut Suharsimi Arikunto,

17 Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, (Jakarta: Univesitas Indonesia Press, 1988), hlm. 277.

18 Ibid

(20)

8

“permasalahan yang paling baik apabila permasalahan itu datang dari diri sendiri, karena hal itu didorong oleh adanya kebutuhan untuk memperoleh jawabannya”.20 Pokok permasalahan pengkajian dalam hal ini sebagai berikut. 1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan tauhid?

2. Bagaimana isi kitab SWHJ karya R. Ng. Ranggawarsita?

3. Unsur atau aspek pendidikan tauhid apa saja yang mungkin terdapat dalam SWHJ karya R. Ngabehi Ronggowarsito?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan

Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka tujuan yang hendak diperoleh dalam penulisan skripsi ini sebagai berikut.

a. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan tauhid. b. Untuk mengetahui isi kitab dalam SWHJ karya R. Ng. Ranggawarsita. c. Untuk mengetahui nilai, unsur atau aspek pendidikan tauhid apa saja

yang mungkin terdapat dalam SWHJ karya R. Ng. Ranggawarsita. 2. Manfaat

Setelah lingkup masalah berhasil dirumuskan, maka pada hakikatnya peneliti telah mengajukan inti dari tujuan penelitian yang akan dilakukan dalam penelitian.

Rumusan tentang kegunaan hasil penelitian adalah kelanjutan dari tujuan penelitian. Apabila peneliti telah selesai mengadakan penelitian dan memperoleh hasil, ia diharapkan dapat menyumbangkan hasil itu kepada negara, atau khususnya kepada bidang yang sedang diteliti.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai referensi/acuan yang dapat dijadikan wacana bagi pendidik dalam menyampaikan materi pendidikan agama Islam khususnya dalam masalah ketauhidan.

(21)

b. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai wacana untuk lebih mendalami pengetahuan tentang akulturasi dan sinkretisme antara Islam dan Jawa.

c. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai wacana agar para pembaca tidak mengalami keterjebakan pemahaman tentang Islam-Kejawen.

d. Hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar bagi pelaksanaan penelitian lebih lanjut.

E. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan pendekatan pustaka (library research), yaitu suatu pendekatan yang mengkaji serta mengggunakan literature sebagai bahan acuan dan rujukan dalam mengelola data.21 Penelitian kualitatif ini sebagai prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari seseorang yang dapat diamati.22 Dalam hal ini objeknya adalah pemikiran tauhid yang terkandung dalam SWHJ karya Pujangga R. Ng. Ranggawarsita.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka. Dalam tahapan ini, peneliti berusaha menyeleksi data-data (buku) yang ada relevansinya dengan pendidikan tauhid dan SWHJ karya R.Ng. Ranggawarsita.

a. Sumber Data Primer, yaitu data yang sangat mendukung dan pokok dalam penelitian. Dalam hal ini, peneliti menggunakan Transkripsi SWHJ karya R. Ng. Ranggawarsita di beberapa museum

21 Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1999), hlm. 23

22 Sudarto M. Hum., Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Grafindo Persada, 1997), hlm. 62

(22)

10

(Radyapustaka dan Reksacipta di Surakarta dan museum Ronggowarsito di Semarang). Serta membandingkannya dengan Serat Wirid Hidayat Jati yang telah diterbitkan oleh beberapa penerbit lain. b. Sumber Data Sekunder, yaitu data yang berorientasi pada data yang

mendukung secara langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan subjek penelitian.23 Data sekunder yang dimaksud dalam hal ini adalah salinan naskah SWHJ terbitan Administrasi Jawi kandha Surakarta yang telah dikutip dan dialihbahasakan oleh Simuh dalam karyanya yang berjudul “Mistik Islam Kejawen R. Ng.

Ranggawarsita”, Hidayat Jati Kawedhar Sinartan Wawasan Islam

disusun oleh R. Ng. Honggopradoto dkk, Pengaruh Islam dalam

Karya-karya R. Ng. Ranggawarsita disusun oleh Dhanu Priyo

Prabowo, Pujangga Ranggawarsita disusun oleh Kamajaya, Babad

Cariyos Lelampahanipun Suwargi R. Ng. Ranggawarsita disusun oleh

Komite Ranggawarsita, Paramayoga Ranggawarsita : Mitos Asal Usul

Manusia Jawa diterjemahkan oleh Otto Sukatno Cr, Filsafat Jawa

disusun oleh Abdullah Ciptoprawiro, R. Ng. Ranggawarsita Apa yang

Terjadi disusun oleh Anjar Any, Kapustakan Djawi disusun oleh R. M.

Ng. Poerbatjaraka, Pendidikan Ketuhanan dalam Islam disusun oleh Hamdani, Risalah At Tauhid disusun oleh Syekh Muhammad Abduh, dan referensi lain yang berkaitan.

3. Analisis Data

Data yang telah terkumpul diolah dengan Metode a. Hermeneutika

Hermeneutika diartikan sebagai proses mengubah sesuatu dari situasi ketidaktahuan menjadi mengerti, secara harfiah dapat diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi. Karya tokoh diselami untuk

23 Saifudin Anwar, MA., Metode Penelitian, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset, 1998), hlm. 91

(23)

menangkap arti dan suasana yang dimaksudkan tokoh secara khas.24 Langkah metode ini adalah sebagai berikut.

1) Hermeneutika teks.

Menerjemahkan atau meneliti kembali teks SWHJ baik yang berupa bahasa jawa (teks asli), translitan SWHJ maupun terjemahan SWHJ dalam bahasa Indonesia.

2) Hermeneutika reader.

Melakukan telaah dan studi terhadap pembacaan-pembacaan SWHJ, antara pembacaan-pembacaan SWHJ masa dulu dan sekarang.

3) Hermeneutika realita

Melakukan telaah terhadap realita (sosiokultur, keberagaman dan suasana politik) masa dulu (semasa hidup sang pujangga) dan realita masa sekarang.25

Semua langkah-langkah ini dimaksud untuk melakukan interpretasi guna menangkap arti, nilai dan maksud pendidikan tauhid yang terkandung dalam SWHJ.

b. Analisis Sintesis

Metode ini berarti “cara penanganan terhadap objek ilmiah tertentu dengan jalan menggabungkan pengertian yang satu dengan pengertian lain, yang pada akhirnya dapat diperoleh pengetahuan yang sifatnya baru”.26

Dengan metode ini akan dilakukan analisis tentang SWHJ yang mengajarkan ilmu kasampurnan yang dengan menggabungkan konseps ilmu kasampurnan menurut beberapa penulis muslim lain. c. Content Analysis

Maksudnya ialah “penelitian yang dilakukan terhadap informasi yang didokumentasikan dalam rekaman, baik gambar, suara,

24 Sudarto M. Hum., op.cit., hlm. 84.

25 Dikutip dari seni menerjemahkan karya A. Widyamartaya, hlm. 20 26Sudarto M. Hum., op.cit.,., hlm. 61.

(24)

12

tulisan dan lain-lain”.27 Dengan metode ini akan dilakukan analisis data dan pengolahan secara ilmiah tentang isi tulisan dalam SWHJ tersebut.

d. Intrinsik

Metode penelitian sastra ini bertolak dari interpretasi dan analisis karya sastra itu sendiri.28 Maksudnya penelitian tersebut dilakukan terhadap sebuah karya sastra dalam hal ini SWHJ yang dilihat dari unsur dalamnya dengan cara telaah, kritik dan penilaian terhadap karya sastra. Dalam hal ini tema yang diusung, amanat (pesan moral), penokohan, alur atau plot, setting termasuk gaya bahasa dari SWHJ juga diteliti agar tidak terjadi missinterpretasi dalam pengkajian lebih lanjut.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Untuk memudahkan pencarian dan penelaahan pokok-pokok masalah yang akan dibahas, sistematika penulisan skripsi sangat diperlukan. Sistematika di sini dimaksudkan sebagai gambaran umum yang menjadi isi pembahasan skripsi ini.

Penulisan sistematika skripsi adalah suatu cara untuk menyusun dan mengolah hasil penelitian dari data-data dan bahan-bahan yang disusun menurut urutan tertentu sehingga menjadi kerangka skripsi. Skripsi ini terdiri dari tiga bagian besar yang merupakan rangkaian dari beberapa bab. Ketiga bagian besar tersebut adalah sebagai berikut.

1. BAGIAN MUKA

Pada bagian ini memuat : Halaman Judul, Halaman Nota Pembimbing, Halaman Pengesahan, Halaman Motto, Halaman Persembahan, Halaman Kata Pengantar, Abtraksi dan Daftar isi.

27 Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Bina Aksara, 2000), hlm. 321. 28 Rene Wellek and Austin Warren, Theory of Literature, terj. Melani Budianta, Teori Kesusastraan, (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hlm. 157.

(25)

2. BAGIAN ISI

Bagian ini memuat beberapa bab sebagai berikut. BAB I : Pendahuluan

Bab ini memuat : Latar Belakang Masalah, Alasan Pemilihan Judul, Penegasan Istilah, Permasalahan Penelitian, Tujuan Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penelitian untuk Skripsi.

BAB II : Tinjauan Umum Tentang Pendidikan Tauhid

Bab ini membahas Pendidikan Tauhid meliputi: Pengertian Pendidikan Tauhid, Materi Pendidikan Tauhid, Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid, Pentingnya Pendidikan Tauhid.

BAB III: Biografi dan Karya R. Ng. Ranggawarsita

Bab ini membahas tentang : Biografi R. Ng. Ranggawarsita, Beberapa Karya Sastra dan Tipologi Penulisan R. Ng. Ranggawarsita, Posisi SWHJ dalam Sastra Jawa dan Isi SWHJ yang Memuat Pendidikan Tauhid

BAB IV : Analisis Pendidikan Tauhid

Bab ini membahas muatan pendidikan tauhid dalam SWHJ dan Nilai Pendidikan Tauhid yang terkandung dalam SWHJ karya R. Ng. Ranggawarsita.

BAB V: Penutup

Bab ini berisi Simpulan, Saran-saran dan Penutup.

3. BAGIAN AKHIR

Pada bagian ini memuat : Daftar pustaka, Lampiran-lampiran dan Daftar Riwayat Hidup Penyusun.

(26)

14 BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PENDIDIKAN TAUHID

A. Pendidikan Tauhid

1. Pengertian Pendidikan Tauhid

Pendidikan merupakan hal yang penting bagi kehidupan manusia. Dengan pendidikan itulah manusia dapat maju dan berkembang dengan baik, melahirkan kebudayaan dan peradaban positif yang membawa kebahagian dan kesejateraan hidup mereka. Hal ini disebabkan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang makin tinggi pula tingkat kebudayaan dan peradabannya. Kata pendidikan berasal dari kata dasar didik atau mendidik, yang secara harfiah berarti memelihara dan memberi latihan.29

Dalam bahasa Arab kata pendidikan juga berasal dari kata

rabba-yurabbi-tarbiyatan, berarti mendidik, mengasuh dan memelihara.30

Bahasa Arab pendidikan juga sering diambilkan dari kata ‘allama dan

addaba. Kata allama berarti mengajar (menyampaikan pengetahuan),

memberitahu, mendidik. sedang kata addaba lebih menekankan pada melatih, memperbaiki, penyempurnaan akhlak (sopan santun) dan berbudi baik.31 Namun kedua kata tersebut jarang digunakan untuk diterapkan sebagai wakil dari kata pendidikan, sebab pendidikan itu harus mencakup keseluruhan, baik aspek intelektual, moralitas atau psikomotorik dan afektif.

Dengan demikian, ada tiga istilah pendidikan dalam konteks Islam yang digunakan untuk mewakili kata pendidikan, yaitu tarbiyah,

ta’lim dan ta’dib. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, kata tarbiyah

dipandang tepat untuk mewakili kata pendidikan, karena kata tarbiyah

29 Muhibin Syah, M. Ed., Psikologi Pendidikan, Editor : Anang Solihin Wardan, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2000, hlm 32.

30 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, (Yogyakarta : PP. Al Munawwir, 1989), hlm. 504

(27)

mengandung arti memelihara, mengasuh dan mendidik yang ke dalamnya sudah termasuk makna mengajar atau ‘allama dan menanamkan budi pekerti (addab).32

Walaupun demikian, baik tarbiyah, ta’lim dan ta’dib, semua merujuk kepada Allah. Tarbiyah ditengarai sebagai kata bentukan dari kata Rabb, yang mengacu kepada Allah sebagai Rabbal ‘alamiin. Ta’lim yang berasal dari kata ‘allama, juga menuju kepada Allah sebagai Zat Yang Maha Alim. Selanjutnya kata ta’dib memperjelas bahwa sumber utamapendidikan adalah Allah.

Dalam Kamus Pendidikan, kata pendidikan diartikan sebagai “upaya membantu peserta didik untuk mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan, kecakapan, nilai, sikap dan pola tingkah laku yang berguna bagi hidupnya”.33

Dalam kitab At Tarbiyah wa Thariq At Tadris dijelaskan bahwa

ﻥﺇ

ﺔﻴﺑﺮﺘﻟﺍ

ﻲﻫ

ﺕﺍﺮﺛﺆﳌﺍ

ﺔﻔﻠﺘﺨﳌﺍ

ﱃﺍ

ﻪﺟﻮﺗ

ﺮﻄﻴﺴﺗﻭ

ﺓﺎﻴﳊ

ﺩﺮﻔﻟﺍ

.

ﺔﻴﺑﺮﺘﻟﺎﻓ

ﻥﺫﺍ

ﻪﻴﺟﻮﺗ

ﺓﺎﻴﺤﻠﻟ

ﻭﺍ

ﻞﻴﻜﺸﺗ

ﺔﻘﻳﺮﻄﻟ

ﺎﻨﺘﺸﻴﻌﻣ

34

Pendidikan adalah berbagai macam pengaruh guna menghadapi hidup seseorang. Jadi pendidikan berarti menyongsong kehidupan atau pembentukan pola hidup seseorang.

Adapun arti pendidikan menurut Al Ghazali yaitu

Proses memanusiakan manusia sejak masa kejadiannya sampai akhir hayatnya melalui berbagai ilmu pengetahuan yang disampaikan dalam bentuk pengajaran secara bertahap, di mana proses pengajaran itu menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat menuju pendekatan diri kepada Allah sehingga menjadi manusia sempurna.35

32 Abdul Halim (ed.), Filsafat Pendidikan Islam : Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta : Ciputat Pers, 2002), hlm. 25

33 St. Vembriarto, dkk., Kamus Pendidikan, (Jakarta : Grasindo, 1994), hlm. 47

34 Shaleh Abdul Aziz, At Tarbiyyah wa Thariq At Tadris, (Lebanon : Daarul Ma’arif, 1979), hlm. 13

35 Dikutip dalam karya Abidin Ibnu Rusn, Pemikiran Al Ghazali tentang Pendidikan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 56

(28)

16

Pengertian pendidikan dalam UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I, pasal 1, ayat 1, dijelaskan bahwa

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.36

dengan demikian dapat ditegaskan bahwa pada hakikatnya pendidikan adalah ikhtiar manusia untuk membantu dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan fitrah (kemampuan dasar) atau potensi manusia agar berkembang sampai titik maksimal sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.

Kata tauhid berasal dari kata kerja wahhada, yang berarti “mengesakan, menyatakan atau mengakui Yang Maha Esa”.37 Maksudnya ialah keyakinan atau pengakuan terhadap keesaan Allah, Zat Yang Maha Mutlak.

Tauhid menurut pendapat Muhammad Abduh adalah “asal makna tauhid ialah meyakini bahwa Allah adalah satu, tidak ada syarikat bagi-Nya”.38 Keyakinan tentang satu atau Esanya Zat Allah, tidak hanya percaya bahwa Allah ada, yang menciptakan seluruh alam semesta beserta pengaturannya, tetapi haruslah percaya kepada Allah dengan segala ketentuan tentang Allah meliputi Sifat, Asma dan af’al-Nya”.39

Dengan demikian, tauhid adalah suatu bentuk pengakuan dan penegasan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Zat Yang Maha Suci yang meliputi sifat, asma dan af’al-Nya.

36 UU RI. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tahun 2003, hlm. 3 37 Ahmad Warson Munawwir, op. cit., hlm. 164

38 Syekh Muhammad Abduh, Risalah At Tauhid, terj. H. Firdaus A. N., (Jakarta : Bulan Bintang, 1992), hlm. 3

(29)

Secara sederhana pendidikan tauhid mempunyai arti suatu proses bimbingan untuk mengembangkan dan memantapkan kemampuan manusia dalam mengenal keesaan Allah. Menurut Hamdani pendidikan tauhid yang dimaksud di sini ialah suatu upaya yang keras dan bersungguh-sungguh dalam mengembangkan, mengarahkan, membimbing akal pikiran, jiwa, qalbu dan ruh kepada pengenalan (ma’rifat) dan cinta (mahabbah) kepada Allah SWT; dan melenyapkan segala sifat, af’al,

asma dan dzat yang negatif dengan yang positif (fana’fillah) serta

mengekalkannya dalam suatu kondisi dan ruang (baqa’billah).40

Pendidikan yang dimaksud ialah agar manusia dapat memfungsikan instrumen-instrumen yang dipinjamkan Allah kepadanya, akal pikiran menjadi brilian di dalam memecahkan rahasia ciptaan-Nya, hati mampu menampilkan hakikat dari rahasia itu dan fisik pun menjadi indah penampilannya dengan menampakkan hak-hak-Nya.41

Pendidikan tauhid yang berarti membimbing atau mengembangkan potensi (fitrah) manusia dalam mengenal Allah. Chabib Thoha berpendapat, “supaya siswa dapat memiliki dan meningkatkan terus-menerus nilai iman dan taqwa kepada Allah Yang Maha Esa sehingga pemilikan dan peningkatan nilai tersebut dapat menjiwai tumbuhnya nilai kemanusiaan yang luhur”.42

Dengan pendidikan tauhid ini, manusia akan menjadi manusia hamba bukan manusia yang dehumanis, kemudian timbul rasa saling mengasihi, menolong, memberikan hartanya yang lebih kepada mereka yang membutuhkan, selalu waspada terhadap tipu daya dunia dan manusia zalim, dapat belaku sederhana (zuhud) dan hati yang wara.

Dengan demikian pendidikan tauhid mempunyai makna yang dapat kita pahami sebagai upaya untuk menampakkan atau mengaktualisasikan

40 M. Hamdani B. DZ, Pendidikan Ketuhanan dalam Islam, (Surakarta : Muhammadiyah University Press, 2001), hlm. 10

41 Ibid., hlm. 10

42 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996),hlm. 62

(30)

18

potensi laten yang dimiliki oleh setiap manusia, yang dalam bahasa Islamnya potensi laten ini disebut dengan fitrah beragama. Oleh sebab itu pendidikan tauhid lebih diarahkan pada pengembangan fitrah keberagamaan seseorang sebagai manusia tauhid. Dengan kata lain pendidikan tauhid adalah usaha mengubah tingkah laku manusia berdasarkan ajaran tauhid dalam kehidupan melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan dengan dilandasi oleh keyakinan kepada Allah semata.

Hal ini sesuai dengan karakteristik ajaran Islam sendiri yaitu, mengesakan Allah dan menyerahkan diri kepada-Nya. Allahlah yang mengatur hidup dan kehidupan umat manusia dan seluruh alam. Dialah yang berhak ditaati dan dimintai pertolongan-Nya.43

B. Materi Pendidikan Tauhid

Islam adalah agama wahdaniyah, yang meliputi beberapa agama

samawi. Islam mendokumentasikan ajarannya dalam Al Qur’an, dan tauhid

merupakan dasar dari beberapa agama samawi, seperti agama yang dibawa Nabi Ibrahim dan Nabi lainnya yang menegakkan ajaran tauhid.44

Ajaran tauhid bukanlah monopoli ajaran Nabi Muhammad akan tetapi ajaran tauhid ini merupakan prinsip dasar dari semua ajaran agama samawi. Para nabi dan rasul diutus oleh Allah untuk menyeru kepada pengesaan Allah dan meninggalkan dalam penyembahan selain Allah. Walaupun semua nabi dan rasul membawa ajaran tauhid, namun ada perbedaan dalam hal pemaparan tentang prinsip-prinsip tauhid. Hal ini dikarenakan tingkat kedewasaan berfikir masing-masing umat berbeda sehingga Allah menyesuaikan tuntunan yang dianugrahkan kepada para nabi- Nya sesuai dengan tingkat kedewasaan berfikir umat tersebut.45

Pemaparan tauhid mencapai puncaknya ketika Nabi Muhammad. diutus untuk melanjutkan perjuangan nabi sebelumnya. Pada masa itu uraian

43 Zaky Mubarok Latif, dkk., Akidah Islam, UI Press, Yogyakarta, 1998, hlm. 80

44 Syekh Muhammad Abu Zahra, Al ‘Aqidah Al Islamiyyah, (ttp : ‘Udhwal Majmu’, 1969), hlm. 18

(31)

tentang Tuhan dimulai dengan pengenalan perbuatan dan sifat Tuhan yang terlihat dari wahyu pertama turun,46 yaitu yang diawali dengan kata

iqra’(bacalah).

Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai tauhid dalam pendidikan model Islam merupakan masalah pertama dan utama yang dikedepankan sehingga semua orientasi proses pendidikan akhirnya akan bermuara pada pengakuan akan kebesaran Allah. Adapun Materi pendidikan tauhid yaitu:

1. Adanya Wujud Allah

Untuk membuktikan mengenai wujud Allah, yaitu dengan upaya mengingatkan akal pikiran manusia, mengarahkan pandangannya kepada fenomena alam semesta, melakukan perbandingan dengan dimensi yang hak, memperhatikan tatanan dan peraturan alam serta berlangsungnya hukum sebab akibat sehingga manusia dapat sampai kepada suatu konklusi yang meyakinkan bahwa alam semesta ini mempunyi pencipta dan pencipta ini pasti wajibul wujud lagi Maha mengetahui, Maha Bijaksana dan Maha Kuasa.47

Bila kita perhatikan alam ini maka timbul kesan adanya persesuaian dengan kehidupan manusia dan makhluk lain. Persesuaian ini bukanlah suatu yang kebetulan melainkan menunjukkan adanya penciptaan yang rapi dan teratur yang berdasarkan ilmu dan kebijaksanaan; sebagaimana siang dan malam, matahari dan bulan, empat musim, hewan dan tumbuhan serta hujan. Semua ini sesuai dengan kehidupan manusia. Hal ini menampakkan kebijaksanaan Tuhan. Dengan memperhatikan penciptaan manusia, hewan dan lainnya, menunjukkan bahwa makhluk-makhluk tersebut tidak mungkin lahir dalam wujud dengan sendirinya. Gejala hidup pada beberapa makhluk juga berbeda-beda. Misalnya tumbuh-tumbuhn hidup, berkembang dan berubah.

Hewan juga hidup dengan mempunyai insting, dapat bergerak, bekembang, makan dan mengeluarkan keturunan. Manusia pun demikian,

46 Ibid., hlm 23

(32)

20

akan tetapi manusi mempunyai kelebihan yaitu dapat befikir. Hal ini menunjukkan adanya penciptaan yang mengehendaki supaya sebagian makhluk-Nya lebih tinggi daripada sebagian yang lain.

Selain itu, seseorang bisa mengetahui keberadaan sesuatu tanpa harus melihatnya secara materi. Dalam kehidupan sehari-hari ini seseorang bisa mengakui bahwa untuk mengetahui adanya angin dapat dengan cara merasakannya dan melihat bekas-bekasnya. Seseorang mengakui adanya nyawa tanpa melihatnya sehingga hal ini cukup menguatkan asumsi bahwa untuk membuktikan adanya Tuhan tidak harus dengan pembuktian material.

Dalam jiwa manusia sebenarnya telah tertanam suatu perasaan adanya Allah, suatu perasaan naluriah (fitrah) yang diciptakan oleh Allah pada diri manusia sendiri; sebagaimana Firman Allah dalam Surat Ar Ruum ayat 30:

ﻢﻗﹶﺄﹶﻓ

ﻚﻬﺟﻭ

ﹺﻦﻳﺪﻠﻟ

ﺎﹰﻔﻴﹺﻨﺣ

ﹶﺓﺮﹾﻄﻓ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻲﺘﱠﻟﺍ

ﺮﹶﻄﹶﻓ

ﺱﺎﻨﻟﺍ

ﺎﻬﻴﹶﻠﻋ

ﹶﻻ

ﹶﻞﻳﺪﺒﺗ

ﹺﻖﹾﻠﺨﻟ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻚﻟﹶﺫ

ﻦﻳﺪﻟﺍ

ﻢﻴﹶﻘﹾﻟﺍ

ﻦﻜﹶﻟﻭ

ﺮﹶﺜﹾﻛﹶﺃ

ﹺﺱﺎﻨﻟﺍ

ﹶﻻ

ﹶﻥﻮﻤﹶﻠﻌﻳ

)

ﻡﻭﺮﻟﺍ

(

30 :

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) Agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar Ruum : 30).48

Dari beberapa uraian di atas dapat dipahami, bahwa untuk meyakinkan adanya Tuhan (wujud Allah.), akal pikiran hendaknya diarahkan pada fenomena alam, namun mata hati manusia jauh lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan daripada pandangan kasat mata, karena dalam jiwa manusia sudah tertanam fitrah untuk mengakui adanya Tuhan.

48 Mahmud Junus, Tarjamah Al Qur’an Al Karim, (Bandung : Al Ma’arif, 1990), hlm. 371

(33)

Dengan demikian segala sesuatu itu ada pasti ada yang menciptakan, yaitu Allah Zat Yang Maha Pencipta.49

2. Keesaan Allah

Pendidikan tauhid berikutnya yaitu tentang keesaan Allah. Ajaran mengenai keesaan Allah ini, sudah diterangkan oleh para rasul Allah sebelum Nabi Muhammad. Hal ini telihat dari beberapa keterangan yang terdapat dalam Al Qur’an, misalnya seruan Nabi Shaleh, (QS. 11 : 61), ajaran Nabi Syu’aib (QS. 11 : 84), ajaran Nabi Musa (QS. 20 : 13-14), ajaran Nabi Isa (QS. 5 : 72) dan Nabi lainnya semua mengajak kepada keesan Allah.

Keesaan Allah menurut R. Ng. Ranggawarsita adalah Allah itu Zat yang pertama kali ada, Maha Awal, Maha Esa dan Maha Suci yang meliputi sifat, asma dan af’al-Nya.50 Sementara menurut Quraish Shihab yang menganalisa kata ahad (Esa), ia menggolongkan keesaan Allah menjadi empat yaitu : keesaan Zat, keesan sifat, keesaan perbuatan dan keesaan dalam beribadah kepada-Nya.51

Yang dimaksud dengan esa pada Zat ialah Zat Allah itu tidak tersusun dari beberapa bagian dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Esa pada sifat berarti sifat Allah tidak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh makhluk- Nya. Esa pada af’al berarti tidak seorang pun yang memiliki perbuatan sebagaimana pebuatan Allah. Ia Maha Esa dan tidak ada sesembahan yang patut disembah kecuali Allah.52

Dengan demikian dapat dipahami bahwa mulai rasul pertama sampai generasi terakhir Nabi Muhammad hingga pewaris nabi (ulama), telah mengajarkan tauhid yang seragam. Yang dinamakan Esa dalam ajaran Islam adalah tidak atau bukan terdiri dari oknum ganda baik pada

49 Sayid Sabiq, Anshirul Quwwah fil Islam, terj. Haryono S. Yusuf, Unsur-unsur Dinamika dalam Islam, (Jakarta : PT. Intermasa, 1981), hlm. 7

50 R. Ng. Ranggawarsita, Wirid Hidayat Jati, (Semarang : Dahara Prize, t.t), hlm. 17 51 M Quraish Shihab, op cit., hlm 33

(34)

22

nama, sifat maupun zat-Nya. Allah adalah Maha Esa, Zat Yang Maha Suci yang meliputi nama, sifat dan af’al-Nya, tidak ada Tuhan selain Allah. 3. Hikmah Mengenal Allah

Seseorang yang mengenal sesuatu yang telah memberikan manfaat pada dirinya maka akan mempunyai kesan atau hikmah terhadap sesuatu itu. demikian juga apabila seseorang mengenal Tuhan melalui akal dan hatinya maka ia akan merasakan buah kenikmatan dan keindahan yang tercermin dalam dirinya. s

Mengenal (ma’rifat) kepada Allah adalah ma’rifat yang paling agung. Ma’rifat ini menurut Sayid Sabiq adalah asas yang dijadikan standar dalam kehidupan rohani dan untuk mengenal Allah dengan melalui cara : berfikir dan menganalisis makhluk Allah, dan mengenal terhadap namanama dan sifat-sifat Allah.53

Sifat berkenalan dengan Tuhan menurut penjelasan Sutan Mansur yaitu seseorang merasa berhadapan dengan Tuhan. Keadaan itu terasa benar-benar dalam diri bukan lagi berupa kira-kira atau meraba-raba. seseorang merasakan dalam dirinya dan alam semesta dibawah pengawasan Tuhan dan Tuhan itu memanggilnya supaya berdoa, mengabdikan diri serta mendekatkan diri kepada-Nya. Seseorang datang kepada-Nya dengan mengenal siapa Dia, Zat Yang Maha Kuasa.54

Pengalaman ketauhidan yang tercermin pada diri manusia disebabkan seseorang telah mengetahui dan menginsafi kebenaran kedudukan Allah, menyadari akan keagungan dan kebesaran-Nya sehingga dari sini segala apa yang dilkukan akan mengarahkasn tujuan pandangannya ke arah yang baik dan benar. Buah mengenal (ma’rifat) akan adanya Allah ini, di antaranya akan tersimpul dalam bentuk sikap sebagai berikut :

a. Adanya perasaan merdeka dalam jiwa dari kekuasaan orang lain

53 Sayid Sabiq, Aqidah Islam : Suatu Kajian yang Memposisikan Akal sebagai Mitra Wahyu, (Surabaya : Al Ikhlas, 1996), hlm. 41

54 A.R. Sutan Mansur, Tauhid Membentuk Pribadi Muslim, (Jakarta : Yayasan Nurul Islam, 1981), hlm 14

(35)

b. Adanya jiwa yang berani dan ingin terus maju membela kebenaran c. Adanya sikap yakin, bahwa hanya Allahlah yang Maha Kuasa

memberi rizki

d. Dapat menimbulkan kekuatan moral pada manusia (kekuatan

Maknawiah) yang dapat menghubungkan manusia dengan sumber kebaikan dan kesempurnaan (Allah)

e. Adanya ketetapan hati dan ketenangan jiwa.

f. Allah memberikan kehidupan sejahtera kepada orang mukmin di dunia.55

Dengan demikian seorang yang yakin akan keesaan Allah, mempunyai sikap hidup optimis yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan orang kafir yang menyekutukan Allah, sebagai satu-satunya Rabb, pencipta alam semesta beserta isinya ini. Keimanan akan hal ini apabila sudah menjadi kenyatan yang hebat maka akan dapat mengubah dan beralih, yang merupakan suatu tenaga dan kekuatan tanpa dicari akan datang dengan sendirinya dalam kehidupan sehigga keimanan dapat mengubah manusia yang asalnya lemah menjadi kuat, baik dalam sikap, kemauan, maupun keputusan menjadai penuh harap dan harapan ini akan dibuktikan dengan perbuatan nyata.

C. Dasar dan Tujuan Pendidikan Tauhid 1. Dasar Pendidikan Tauhid

Dasar merupakan fundamental dari suatu bangunan atau bagian yang menjadi sumber kekuatan. Ibarat pohon, dasarnya adalah akar. Maksud dari dasar pendidikan di sini ialah pandangan yang mendasari seluruh aspek aktivitas pendidikan, karena pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Dasar pendidikan yang dimaksud di sini adalah nilai-nilai tertinggi yang dijadikan pandangan oleh suatu

55 Sayyid Sabiq, Aqidah Islam, terj. Moh. Abdul Rahtomy, (Bandung : Diponegoro, 1996), hlm. 133-139

(36)

24

masyarakat itu berlaku sehingga dapat diketahui betapa penting keberadaan dasar pendidikan sebagai tempat pijakan.

Dengan demikian setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai suatu tujuan harus mempunyai landasan tempat berpijak yang baik dan mapan. Pendidikan tauhid sebagai suatu usaha membentuk insan kamil harus mempunyai landasan ke mana semua kegiatan pendidikan dikaitkan dan diorientasikan.

Dasar pendidikan tauhid adalah sama dengan pendidikan Islam, karena pendidikan tauhid merupakan salah satu aspek dari pendidikan Islam, sehingga dasar dari pendidikan ini tidak lain adalah pandangan hidup yang Islami, yang pada hakikatnya merupakan nilai-nilai luhur yang bersifat transendental dan universal yaitu Al Qur’an dan Hadis.

Adapun uraian dasar pendidikan tauhid adalah sebagai berikut . a. Al Qur’an

Di dalam Al Qur’an terdapat banyak ajaran yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan tauhid. Misalnya dalam surat Luqman ayat 13, menerangkan kisah Luqman yang mengajari anaknya tentang tauhid,

ﻳﺎ

ﻲﻨﺑ

ﹶﻻ

ﻙﹺﺮﺸﺗ

ﻪﱠﻠﻟﺎﹺﺑ

ﱠﻥﹺﺇ

ﻙﺮﺸﻟﺍ

ﻢﹾﻠﹸﻈﹶﻟ

ﻢﻴﻈﻋ

)

ﻥﺎﻤﻘﻟ

(

13

:

Hai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah aniaya yang besar. (QS. Luqman : 13).56

Pengajaran yang disampaikan Luqman kepada anaknya, merupakan dasar pendidikan tauhid yang melarang berbuat syirik, karena pada hakikatnya pendidikan tauhid adalah pendidikan yang berhubungan dengan kepercayaan akan adanya Allah dengan keesaan-Nya, sehingga timbul dalam ketetapan dalam hati untuk tidak mempercayai selain Allah. Kepercayaan itu dianut karena kebutuhan (fitrah) dan harus merupakan kebenaran yang ditetapkan dalam hati sanubarinya.

(37)

Dengan demikian, memberikan pendidikan tauhid kepada anak didik (orang yang belum tahu) sebagai dasar hidupnya dan dasar pendidikan sebelum memberikan pengetahuan lain agar terhindar dari azab Allah.

Pada dasarnya semua rasul yang diutus oleh Allah adalah untuk menegakkan kalimat tauhid. Sebagaimana Firman Allah SWT

ﺎﻣﻭ

ﺎﻨﹾﻠﺳﺭﹶﺃ

ﻦﻣ

ﻚﻠﺒﹶﻗ

ﻦﻣ

ﹴﻝﻮﺳﺭ

ﱠﻻﹺﺇ

ﻲﺣﻮﻧ

ﻪﻴﹶﻟﹺﺇ

ﻪﻧﹶﺃ

ﻪﹶﻟﹺﺇ

ﱠﻻﹺﺇ

ﺎﻧﹶﺃ

ﻥﻭﺪﺒﻋﺎﹶﻓ

)

ءﺎﻴﺒﻧﻷا

(25:

Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Aku maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku. (QS. An Biya’ : 25).57

Ayat ini menjelaskan bahwa semua rasul itu diutus oleh Allah untuk menegakkan kalimat tauhid. Tugas mereka yang paling pokok dan utama adalah menyeru manusia untuk bertauhid kepada Allah, dengan menyatakan bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah. Seruan para rasul itu tentu dengan melalui proses pendidikan, yaitu dengan memberikan pengajaran tentang ketauhidan.

Pemberian pengajaran tauhid pada diri manusia, pada hakikatnya adalah menumbuhkan dan mengembangkan pengetahuan manusia dalam memahami tauhid tersebut sebab setiap manusia sudah dibekali fitrah tauhid oleh Allah. Sebagaimana Firman Allah

ﻢﻗﹶﺄﹶﻓ

ﻚﻬﺟﻭ

ﹺﻦﻳﺪﻠﻟ

ﺎﹰﻔﻴﹺﻨﺣ

ﹶﺓﺮﹾﻄﻓ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻲﺘﱠﻟﺍ

ﺮﹶﻄﹶﻓ

ﺱﺎﻨﻟﺍ

ﺎﻬﻴﹶﻠﻋ

ﹶﻻ

ﹶﻞﻳﺪﺒﺗ

ﹺﻖﹾﻠﺨﻟ

ﻪﱠﻠﻟﺍ

ﻚﻟﹶﺫ

ﻦﻳﺪﻟﺍ

ﻢﻴﹶﻘﹾﻟﺍ

ﹶﻟﻭ

ﻦﻜ

ﺮﹶﺜﹾﻛﹶﺃ

ﹺﺱﺎﻨﻟﺍ

ﹶﻻ

ﹶﻥﻮﻤﹶﻠﻌﻳ

)

ﻡﻭﺮﻟﺍ

(

30

:

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. Ar-Ruum : 30)58

57 Ibid., hlm. 292 58 Ibid., hlm. 325

(38)

26

Ayat di atas menegaskan bahwa manusia diciptakan oleh Allah dengan dibekali fitrah tauhid, yaitu fitrah untuk selalu mengakui dan meyakini bahwa Allah itu Maha Esa, yang menciptakan alam semesta beserta pengaturannya dan wajib untuk disembah. Oleh karena itu, untuk mejadikan fitrah ini tetap eksis dan kuat, maka diperlukan suatu upaya untuk selalu menumbuhkembangkan dalam kehidupan pemiliknya dengan melaui pendidikan tauhid, agar manusia selalu ingat dan dekat kepada Tuhannya.

b. Hadis

Hadis merupakan dasar kedua setelah Al_Qur’an. Hadis berisi petunjuk untuk kemaslahatan hidup manusia dan untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Inilah tujuan pendidikan yang dicanangkan dalam Islam.

Dalam sejarah pendidikan Islam, Nabi Muhammad telah memberikan pendidikan secara menyeluruh di rumah-rumah dan di masjid-masjid. Salah satu rumah sahabat yang dijadikan tempat berlangsungnya pendidikan yang pertama adalah rumahnya Arkam di Mekkah, sedang masjid yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran adalah masjid Nabawi di Madinah.

Adanya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan dilanjutkan oleh pengikutnya, merupakan realisasi sunnah Nabi Muhammad sendiri. Adapun hadis yang berkaitan dengan pendidikan tauhid ialah

ﻦﻋ

ﰉﺃ

ﺓﺮﻳﺮﻫ

ﻪﻧﺍ

ﻥﺎﻛ

ﻝﻮﻘﻳ

ﻝﺎﻗ

ﻝﻮﺳﺭ

ﷲﺍ

ﻰﻠﺻ

ﷲﺍ

ﻪﻴﻠﻋ

ﻢﻠﺳﻭ

:

ﻦﻣﺎﻣ

ﺩﻮﻟﻮﻣ

ﻻﺍ

ﺪﻟﻮﻳ

ﻰﻠﻋ

ﺓﺮﻄﻔﻟﺍ

ﻩﺍﻮﺑﺄﻓ

ﻪﻧﺍﺩﻮﻬﻳ

ﺮﺼﻨﻳﻭ

ﻪـﻧﺍ

ﻪﻧﺎـﺴﺠﳝﻭ

)

ﻩﻭﺭ

ﻢﻠﺴﻣ

(

59 Dari Abu Huraira, ia berkata : Rasulullah saw. bersabda tidak ada seorang anak pun kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah

(39)

(suci), maka orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi. (HR. Muslim).

2. Tujuan Pendidikan Tauhid

Suatu usaha atau kegiatan dapat terarah dan mencapai sasaran sesuai dengan yang diharapkan maka harus ada tujuannya, demikian pula dengan pendidikan. Suatu usaha apabila tidak mempunyai tujuan tentu usaha tersebut dapat dikatakan sia-sia belaka. Tujuan, menurut Zakiah Daradjat ialah “suatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau kegiatan itu selesai”.60

Apabila pendidikan dipandang sebagai suatu usaha melalui proses yang betahap dan bertingkat maka usaha atau proses itu akan berakhir manakala tujuan akhir pendidikan sudah tercapai. Namun demikin tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.

Tujuan pendidikan secara umum menurut pendapat Hasan Langgulung adalah “maksud atau perubahan-perubahan yang dikehendaki dan diusahakan oleh pendidik untuk mencapainya”.61 Pendapat ini bila dianalisis, pada dasarnya tujuan pendidikan adalah maksud belajar yang dikomunikasikan secara jelas, meliputi tingkah laku dan kondisi-kondisi tertentu yang diharapkan muncul di dalamnya setelah dilaksanakannya proses belajar mengajar.

Sedangkan tujuan pendidikan menurut UU Pendidikan ialah Untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.62

60 Zakiah Daradjat, dkk., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hlm. 29 61 Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan : Suatu Analisia Psikologi, Filsafat dan Pendidikan, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1986), hlm. 59

(40)

28

Tujuan pendidikan menurut UU Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk dalam pribadi manusia yang diinginkan, yang mempengaruhi dalam perilaku lahiriah.

Tujuan pendidikan menurut pendapat Al Ghazali, sebagaimana yang dikutip oleh Abidin Ibnu Rusn ialah Pendidikan dalam prosesnya haruslah mengarah kepada pendekatan diri kepada Allah dan kesempurnaan insani, mengarahkan manusia untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu bahagia dunia dan akhirat, karena hasil dari ilmu sesungguhnya adalah mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan semesta alam.63

Sedang menurut Abdul Fattah Jalal, tujuan pendidikan ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Oleh karena itu pendidikan haruslah meliputi seluruh aspek manusia, untuk menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah, yang dimaksudkan dengan menghambakan diri ialah beribadah kepada Allah.64

Secara khusus tujuan pendidikan tauhid menurut Chabib Thoha adalah untuk meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Yang Maha Esa dan untuk menginternalisasikan nilai ketuhanan sehingga dapat menjiwai lahirnya nilai etika insani.65

Tujuan pendidikan menurut ketiga pendapat di atas, pada dasarnya adalah tujuan yang berkaitan dengan pendidikan yang bercorak Islam. Dalam hal ini Islam menghendaki agar manusia didik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang digariskan oleh Allah.

Tujuan hidup manusia dalam Islam ialah beribadah. Pendidikan tauhid sebagai salah satu aspek pendidikan Islam mempunyai andil yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan Islam. Menurut

63 Abidin Ibnu Rusn, op. cit., hlm. 57

64 Ahmad Tafsir, Ilmu pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung : Rosda Karya, 2000), hlm. 46

65 M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 72

(41)

Zainuddin, tujuan dari hasil pendidikan tauhid dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Agar manusia memperoleh kepuasan batin, keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana yang dicitacitakan.

Dengan tertanamnya tauhid dalam jiwa manusia maka manusia akan mampu mengikuti petunjuk Allah yang tidak mungkin salah sehingga tujuan mencari kebahagiaan bisa tercapai.

2. Agar manusia terhindar dari pengaruh akidah-akidah yang menyesatkan (musyrik), yang sebenarnya hanya hasil pikiran atau kebudayaan semata.

3. Agar terhindar dari pengaruh faham yang dasarnya hanya teori kebendaan (materi) semata. Misalnya kapitalisme, komunisme, materialisme, kolonialisme dan lain sebainya.66

Dengan demikian, tujuan dari pendidikan tauhid adalah tertanamnya akidah tauhid dalam jiwa manusia secara kuat, sehingga nantinya dapat diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran Islam. Dengan kata lain, tujuan dari pendidikan tauhid pada hakikatnya adalah untuk membentuk manusia tauhid. Manusia tauhid diartikan sebgai manusia yang memiliki jiwa tauhid yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui perilaku yang sesuai dengan realitas kemanusianya dan realitas alam semesta, atau manusia yang dapat mengaktualisasikan nilai-nilai Ilahiah.

D. Metode Pendidikan Tauhid

Tauhid merupakan masalah yang paling mendasar dan utama dalam Islam. Namun demikian masih banyak dari kalangan awam yang belum mengerti, memahami dan menghayati sebenarnya akan makna dan hakikat dari tauhid yang dikehendaki Islam, sehingga tidak sedikit dari mereka secara tidak dasar telah terjerumus ke dalam pemahaman tentang keyakinan yang

(42)

30

keliru atau salah diartikan.Umat Islam harus memahami dan mengerti risalah yang dibawah Rasulullah saw.

Dalam pembahasan metodologi pengajaran, yang perlu diperhatikan adalah pengertian metodologi pengajaran itu sendiri. Metodologompengajaran dapat diartikan sebagai ilmu yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan tetentu. Dalam konteks pengajaran maka yang dimaksud adalah proses penyajian bahan pengajaran; proses komunikasi edukatif dengan siswa untuk mencapai tujuan pengajaran.67

Dilihat dari jenisnya ada beberapa metode pengajaran yang dapat diterapkan sesuai dewngan materi dan tujuan yang akan dicapai. Beberapa metode itu antara lain:

1. Metode ceramah,

2. Metode tanya jawab dan diskusi, 3. Metode drill,

4. Metode demonstrasi dan eksperimen, 5. Metode pemberian tugas (resitasi) 6. Metode kerja kelompok,

7. Metode bermain peranan/ sosio drama, dan 8. Metode karya wisata.68

Pelaksanaan berbagai pengajaran atau pendidikan itu bersifat fleksibel dan sangat bergantung pada berbagai faktor. Memang tidak dapat dikatakan ada satu metode tertentu yang selalu terbaik (no single methode is the best), namun dalam konteks pendidikan Islam, apalagi pendidikan tauhid, perlu diajarkan dengan metode keteladanan, baik saat di kelas maupun dalam sikap dan perilaku sehari-hari, karena agama Islam sebaagi sunber nilai dan sebagai sumber tatanan kehidupan masih bersifat abstrak. Untuk itu nilai-nilai Islam perlu ditampakkan dalam wujud konkrit yang berupa keteladanan dan pembiasaan.

67 Djamaludin darwis, Dinamika Pendidikan Islam: Sejarah Ragam Dan Kelembagaan, (Semarang RasAil,2006), hlm. 107

(43)

31 BAB III

BIOGRAFI DAN KARYA SASTRA R. NG. RANGGAWARSITA

A. Biografi dan Karya-karya R. Ng. Ranggawarsita 1 Biografi R. Ng. Ranggawarsita

Lahirnya sebuah karya sastra disebabkan oleh penciptanya sendiri. Dengan sebab, penjelasan tentang kepribadian dan kehidupan pengarang adalah metode tertua dan paling mapan dalam studi sastra. Karya sastra bisa terbentuk berangkat dari gagasan pengarangnya, dengan melalui proses kreasi yang bersifat unik dan rumit. Gagasan tersebut ditafsirkan diolah dan diulas si pengarang. Penafsiran gagasan tersebut dipengaruhi pengalaman pribadi, sistem norma atau kaidah, tata nilai dan faktor lain di sekitar pengarang. Pengalaman pribadi si pengarang pada dasarnya merupakan penggalan riwayat hidup pengarang tersebut sehingga riwayat hidup pengarang sedikit banyak ikut mempengaruhi karya sastranya.

Riwayat hidup pengarang sangatlah penting, yaitu sebagai bahan bantu studi atas karya sastra. Menurut Rene Wellek, “Biografi can be

judged in relation to the light it throws on the actual production of poetry…”.69 Riwayat hidup pengarang hanya merupakan bahan bantu

untuk mengetahui proses penciptaan karya sastranya bukan merupakan pedoman pokok untuk menerangkan atau menganalisis karya sastra itu sendiri.

Penggunaan biografi pengarang sebagai pedoman untuk menerangkan karya sastranya bisa menyesatkan, sebab suatu karya sastra mungkin terwujud dari impian pengarang terhadap dunia ideal yang diidamkannya, dan mungkin merupakan kedok untuk mengingkari diri sendiri. Atau dengan kata lain, proses terciptanya karya sastra tersebut mungkin merupakan propaganda pengarang mengenai paham atau ajaran tertentu (pembelaan dan penyanjungan terhadap karyanya). Berpijak pada

69 Rene Wellek and Austin Warren, Theory of literature, (New Zealand : Penguin Book, 1976), cet. VII, hlm. 75

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah meningkatkan kualitas pembelajaran IPS pada siswa kelas IV SDN 05 Ngaliyan Semarang, meliputi: keterampilan guru , aktivitas siswa dan

Respon siswa-siswi terhadap Aplikasi Perancangan Animasi Interaktif Juz ‘Amma ini baik, terbukti dari hasil kuesioner angket dari 30 siswa, 20 siswa menyatakan

✓ Melalui zoom guru memberi salam, mengecek keadaan peserta didik, dan mengkondisikan suasana belajar yang menyenangkan. ✓ Guru mengajak peserta didik berdoa untuk

LUAS WILAYAH, JUMLAH DESA/KELURAHAN, JUMLAH PENDUDUK, JUMLAH RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK MENURUT KECAMATAN.. KABUPATEN/KOTA KEBUMEN TAHUN

Ketiga kelompok ukuran anak ikan patin tersebut diuji satu persatu kemampuan renangnya dalam saluran renang sebuah tangki berarus (Gambar 1) dengan kecepatan renang 2,0-65,6 cm

Dalam rangka menjamin pasien memperoleh pelayanan asuhan keperawatan berkualitas, maka perawat sebagai pemberi pelayanan harus bermutu, kompeten, etis

Dalam penelitian ini pengaruh sistem informasi akuntansi penggajian dan sistem pengendalian intern penggajian berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan PT Sriwijaya