• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRACT. Keywords : urban settlements development, sustainability, scenario, policy direction.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRACT. Keywords : urban settlements development, sustainability, scenario, policy direction."

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Nanang Sofwan Santosa. 2012. A Direction of Policy for Sustainable Human Settlement Area Development in the Fringe of the DKI Metropolitan (Case Study: Settlement area at Cisauk – Banten Province). Supervised by Santun R.P. Sitorus, Machfud, and Ramalis Sobandi.

Urbanization has increased the urban population significantly, especially at metro and large cities in Indonesia and about 20% of those lived at Jabodetabek metropolitan area. As a result, there were land issues and human settlement inadequate development. Many people moved to the fringe area and contributed to land use changes. The study was conducted in Cisauk settlement areas, Banten province. This research aims mainly to indicate alternatives of sustainable policy directions to the development of urban settlement area in the fringe of the DKI Jakarta metropolitan. The study consisted of four objectives: (1) to understand dynamic of urban settlement area development in the DKI Jakarta metropolitan systems, (2) to perceive sustainable index in Cisauk based on ecological, social, and economic aspects, (3) to identify key factors that fulfill the sustainability requirements, (4) to build policy direction for the development of urban settlements area in the DKI Metropolitan fringe area. The development of metropolitan area is affected by people growth and distribution, social-economy-politic activities, infrastructures, transportation network systems, land policy, and space planning. Urban areas are designed according to the hierarchy based on functions and magnitudes. The characteristics of sub river basin middle areas, in large part, consist of cultivation areas and likely not to produce negative impacts to the downstream areas. Ecology approach is needed since there is indication that the settlement development areas at Cisauk put more attention to the economy aspects than ecology aspects. Systemic approach is needed to analyse complex environmental problems. The study indicates some results. First, there has been a dynamic development of settlement in the DKI Jakarta metropolitan area between 1990 – 2010 related to migration of population, regional infrastructure development, private investment on large scale development as well as the new municipality in relation to the new autonomy-decentralization policy of Indonesia in 2000. Second, at present, the sustainable level of Cisauk urban settlement is in moderate sustainable level (55.93%). However, in terms of ecological aspect, it has a low sustainable level (45.35%). Third, the most influencing factors in Cisauk urban settlement development are land use change, infrastructure development, social cohesions, and population growth and distribution. Beside of those four factors, Cisadane river basin condition is a factor that has strong influences although it has high dependences. The implication is that Cisadane river basin condition is a critical factor influencing the Cisauk settlement sustainability. Policy directions for the development of Cisauk urban settlement area were directed through moderate scenario concerning of ecological, social, and economic dimensions in order to achieve a higher sustainability level.

Keywords : urban settlements development, sustainability, scenario, policy direction.

(2)

RINGKASAN

Nanang Sofwan Santosa. 2012. Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Pinggiran Metropolitan DKI Jakarta (Studi Kasus: Kawasan Permukiman di Cisauk, Provinsi Banten). Dibimbing oleh Santun R.P. Sitorus, Machfud, dan Ramalis Sobandi.

Urbanisasi telah memacu pertumbuhan penduduk perkotaan di Indonesia dengan pesat. Pada tahun 1980 jumlah penduduk perkotaan 32,8 juta jiwa atau 22.3% dari total penduduk nasional, tahun 2000 menjadi 85 juta jiwa atau 42% dari total penduduk nasional, dan diperkirakan tahun 2015, akan mencapai 150 juta jiwa atau sekitar 60% dari total penduduk nasional (BPS 2003). Penyebaran penduduk perkotaan tersebut terkonsentrasi di kota-kota besar dan metropolitan, dan diperkirakan sebesar 20% berada di Jabodetabek (Firman, 2002). Pertambahan penduduk perkotaan yang pesat tersebut mengakibatkan melonjaknya harga lahan di kota besar dan metropolitan sehingga menyebabkan terjadinya kelangkaan lahan. Di kawasan strategis perkotaan terjadi perubahan fungsi kawasan permukiman menjadi perdagangan dan jasa dan di pinggiran kota terjadi alih guna lahan pertanian produktif dan konservasi menjadi kawasan permukiman, industri dan lainnya.

Kota Jakarta merupakan kota metropolitan terbesar di Indonesia, dengan luas 60,000 ha, jumlah penduduk sekitar 8.5 juta jiwa (BPS DKI Jakarta, Maret 2009), dan aglomerasinya berupa Metropolitan Jakarta yang mencakup sebagian wilayah provinsi Jawa Barat dan Banten. Perkembangan intensif Jakarta ke arah barat daya berlangsung sejak tahun 1990an terutama setelah berlangsungnya pembangunan jalan tol Jakarta–Serpong dan kota mandiri Bumi Serpong Damai (BSD City). Aglomerasi perkotaan terbentuk di kawasan ini dengan pusat kedua setelah Jakarta adalah Tangerang dan kemudian Serpong dan Ciputat. Kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten dengan penduduk 105,307 jiwa pada tahun 2009 menjadi hinterland dari kota Serpong dengan aksesibilitas yang baik berupa jalan tol, jalur KA, dan jaringan jalan arteri.

Dari tinjauan pustaka didapatkan gambaran bahwa kawasan perkotaan metropolitan berkembang dipengaruhi oleh perkembangan penduduk dan penyebarannya, kegiatan sosial-ekonomi-politik, infrastruktur, sistem jaringan transportasi, kebijakan lahan, manajemen perkotaan, dan penataan ruang. Pusat perkotaan disusun secara berhirarki menurut fungsi dan besarannya. Permukiman dalam wilayah sub DAS berkontribusi pada keberlanjutan sub DAS tersebut sehingga perlu diperhatikan hal-hal yang dapat mengganggu keberlanjutan sub DAS tersebut. Karakteristik sub DAS wilayah tengah umumnya merupakan kawasan budidaya dan hendaknya tidak menimbulkan dampak negatif ke wilayah sub DAS hilir. Pendekatan ekologis diperlukan karena pengembangan kawasan

(3)

permukiman di Cisauk terindikasi lebih memprioritaskan aspek pertumbuhan dan kurang memperhatikan keberlanjutan aspek ekologis. Sementara pendekatan kesisteman diperlukan untuk menganalisis masalah lingkungan yang kompleks sehingga diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan keberhasilan suatu sistem dan memberikan dasar untuk memahami penyebab ganda dari suatu masalah dalam kerangka sistem.

Kawasan permukiman di Cisauk berada di bagian tengah dari kawasan sub DAS (Daerah Aliran Sungai) Cisadane yang subur namun dengan kondisi teknis yang buruk disebabkan oleh aktivitas domestik dan industri. Kondisi sub DAS Cisadane dipengaruhi oleh kondisi bagian hulu khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan sistem resapan air yang rawan terhadap pemanfaatan secara sosial dan ekonomi yang dapat mengganggu kelestariannya. Pentingnya asas keterpaduan dalam pengelolaan DAS erat kaitannya dengan pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan DAS, yaitu pendekatan ekosistem. Ekosistem DAS merupakan sistem yang kompleks karena melibatkan berbagai komponen biogeofisik dan sosial ekonomi dan budaya yang saling berinteraksi satu dengan lainnya. Keberlanjutan ekosistem DAS memerlukan pendekatan perencanaan dan pengelolaan yang bersifat multi-sektor, lintas daerah, dan kelembagaan. Prinsip satu sungai, satu perencanaan, dan satu pengelola memerlukan koordinasi yang intensif dari seluruh stakeholders.

Isu dan permasalahan di kawasan permukiman Cisauk diantaranya kawasan yang terbagi dua oleh Sungai Cisadane mengakibatkan perkembangan yang terjadi tidak seimbang dimana kawasan sebelah timur sungai lebih berkembang dibandingkan kawasan sebelah barat. Di kawasan permukiman Cisauk terdapat lahan-lahan tempat penambangan pasir untuk mensuplai kebutuhan material pembangunan permukiman di sekitar maupun di luar Cisauk. Patut disayangkan bahwa penambangan ini dilaksanakan dengan kurang memperhatikan keberlanjutan lingkungan seperti penggunaan alat berat, lubang bekas galian dibiarkan begitu saja sehingga menjadi situ yang dalam. Truk-truk besar pengangkut pasir menyebabkan kerusakan jalan akses yang parah dan polusi udara karena debu. Aksesibilitas yang tinggi berupa jalan tol, jaringan KA, dan jalan arteri ke beberapa simpul pelayanan utama, seperti Jakarta, Tangerang, dan Kabupaten Bogor, dapat mendorong percepatan pembangunan namun berpotensi terjadinya perkembangan kota yang tidak terkendali. Konsentrasi penduduk dan arus komuter yang tinggi dapat menimbulkan kemacetan lalu lintas. Terjadi alih fungsi lahan pertanian dan konservasi menjadi kawasan permukiman atau industri. Kawasan permukiman formal, yang dibangun pengembang, umumnya berupa cluster-cluster permukiman termasuk sarana dan prasarananya akan tetapi antar cluster tersebut belum terjadi sinkronisasi prasarana, misalnya drainase, sehingga menyebabkan terjadinya banjir.

Tujuan penelitian ini adalah menyusun arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan di pinggiran metropolitan DKI Jakarta,

(4)

dengan studi kasus kawasan permukiman di Cisauk, provinsi Banten dengan tujuan antaranya, adalah: (1) mengetahui dinamika perkembangan kawasan permukiman dalam sistem metropolitan DKI Jakarta, (2) mengetahui tingkat keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk pada saat ini, (3) mengetahui faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap keberlanjutan pengembangan kawasan permukiman di pinggiran metropolitan DKI Jakarta, dan (4) menyusun arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan di pinggiran metropolitan DKI Jakarta khususnya kawasan permukiman di Cisauk.

Data yang dianalisis berupa data sekunder dari laporan instansi-instansi terkait atau penelitian terdahulu dan data primer yang didapatkan dari wawancara dengan responden di kawasan penelitian yang disampling secara purposive sedemikian rupa sehingga dapat mewakili karakterisitik populasi dengan tingkat kesalahan sesuai persyaratan. Dinamika perkembangan kawasan permukiman dalam sistem metropolitan DKI Jakarta dianalisis secara deskriptif. Perkembangan kawasan permukiman di DKI Jakarta antara tahun 1990-2010 ditandai dengan perkembangan yang dinamis terkait fungsi yang berkembang karena urbanisasi, investasi swasta dan bangkitan aktivitas dengan memanfaatkan infrastruktur yang ada. Sistem metropolitan DKI Jakarta dapat dilihat dari hirarki dan jaringan kota dimana pada pengamatan tahun 2010 terdapat PKW (Pusat Kegiatan Wilayah) baru yaitu kota mandiri BSD yang merupakan pengembangan kawasan permukiman berskala kota dengan luas sekitar 6,000 ha. Kawasan permukiman Cisauk yang dikenal sebagai kawasan perdesaan pada tahun 1990 berkembang menjadi kawasan perdesaan menuju perkotaan pada tahun 2010.

Analisis data dengan metode MDS (Multidimension Scaling)– Rapsettlement menghasilkan kondisi keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk saat sekarang secara multi dimensi tergolong berkelanjutan (55.93%) dan untuk masing-masing dimensi adalah ekologi tergolong kurang berkelanjutan (45.35%), sosial tergolong berkelanjutan (57.61%), dan ekonomi tergolong berkelanjutan (64.82%). Terdapat 11 (sebelas) atribut-atribut yang sensitif (lihat Gambar 29, 30, dan 31) mempengaruhi keberlanjutan kawasan permukiman Cisauk saat ini. Metode analisis prospektif menghasilkan 4 (empat) faktor paling berpengaruh (berada di kuadran I) dalam pengembangan kawasan permukiman di Cisauk di masa mendatang (lihat Gambar 32). Selain ke empat faktor tersebut, faktor sub DAS Cisadane merupakan faktor yang mempunyai pengaruh yang kuat walaupun mempunyai ketergantungan yang tinggi. Implikasi dari hal ini adalah bahwa sub DAS Cisadane merupakan faktor yang kritis yang menentukan keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk. Metode AHP (Analytical Hierarchy Process) dilakukan untuk menyusun struktur hirarki pengambilan keputusan skala prioritas terkait dengan tujuan, aktor, faktor, dan alternatif skenario kebijakan dalam rangka pengembangan kawasan pemukiman berkelanjutan.

(5)

Skenario pengembangan kawasan permukiman disusun berdasarkan kemungkinan yang terjadi dari masing-masing faktor yang paling berpengaruh dalam 3 (tiga) alternatif skenario yaitu pesimis, moderat, dan optimis. Skenario pengembangan kawasan permukiman yang terpilih adalah skenario moderat yang secara operasional terdiri dari: pemanfaatan lahan yang terkendali, pengembangan sarana dan prasarana dasar yang meningkat, mempertahankan kohesi sosial, perkembangan penduduk yang terkendali, dan kondisi Sub DAS Cisadane yang meningkat. Arahan kebijakan pengembangan kawasan permukiman diformulasikan dengan memperhatikan dinamika dan sistem metropolitan DKI Jakarta, faktor-faktor paling berpengaruh terhadap keberlanjutan kawasan permukiman, isu dan permasalahan, dan skenario moderat pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan. Pelaksanaan skenario pengembangan kawasan permukiman tersebut diharapkan dapat meningkatkan keberlanjutan kawasan permukiman di Cisauk secara multi dimensi menjadi 61.31% dan keberlanjutan untuk masing-masing dimensi yaitu ekologi menjadi 57.07%, sosial 58.96%, dan ekonomi 67.91%. Perkembangan pembangunan tidak selamanya berjalan linier seperti yang direncanakan. Dinamika masyarakat, perubahan kebijakan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menuntut adanya penyesuaian dan perubahan. Oleh sebab itu, pemantauan secara berkala dan kaji ulang diperlukan untuk menguji kembali kesahihan data, informasi, dan asumsi yang mendasari kebijakan dan perencanaan yang disusun.

Kata-kata kunci : kawasan permukiman, berkelanjutan, faktor-faktor paling berpengaruh, skenario, arahan kebijakan

Referensi

Dokumen terkait

Olimpiade musim dingin yang diadakan di Korea Selatan merupakan sebuah ajang olahraga internasional sekaligus sebuah momen yang dimanfaatkan oleh Korea Utara untuk

Proses klasifikasi suatu dokumen termasuk ke dalam suatu topik dapat dilakukan dengan mengganggap dokumen tersebut sebagai sebuah vektor yang berisi kemunculan

Adapun Tujuan Evaluasi Perumahan dan Kawasan Permukiman adalah memberikan arahan dalam pelaksanaan program dan perencanaan kegiatan di bidang Perumahan, Kawasan Permukiman dan

Penulis mencoba membangun sebuah analisa dan perancangan sistem informasi yang akan membantu untuk mempermudah dalam pengolahan data Mahasiswa baru yang meliputi data

Masalah yang diteliti adalah pelanggaran kode etik jurnalistik yang menyebabkan kekerasan terhadap wartawan dalam Film The Hunting Party.. Film The Hunting Party yang

protes karena mobilnya diderek petugas, saat diaprkir di Jalan Raya Gading Kirana, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (8/10). Kasie Wasdal Sudin Per- hubungan Jakut, Hengki

4.3 Menyusun cara memberi tahu dan meminta informasi terkait identitas diri (个人信息) meliputi nama (名字), usia (岁), alamat (地址), nomor telepon (电话 号码

Sistem produksi briket dalam program ini melalui persiapan alat cetak lengkap manual dan bahan baku batubara serta bahan campuran lainnya hingga tenaga kerja yang