• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUBERKULOSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUBERKULOSIS"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TUBERKULOSIS

Oleh : Dyah Ayu Puspita, dr., M.Kes

Pendahuluan

Tuberkulosis, terutama TB paru, merupakan masalah yang timbul tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Tuberkulosis tetap merupakan salah satu penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Ada 3 hal yang mempengaruhi epidemiologi TB setelah tahun 1990, yaitu perubahan strategi pengendalian, infeksi HIV dan pertumbuhan populasi yang cepat.1

Jumlah kasus baru diperkirakan mencapai 11,9 juta kasus di tahun 2005. Total insidensi TB selama 10 tahun, 1990-1999, diperkirakan sebanyak 88,2 juta penderita dan 8 juta diantaranya berhubungan dengan infeksi HIV. Pada tahun 2000 terdapat 1,8 juta kematian akibat TB dan 226.000 di antaranya berhubungan dengan HIV.1

Peningkatan jumlah kasus TB di berbagai tempat pada saat ini diduga disebabkan oleh berbagai hal, yaitu :1

1. Diagnosis yang tidak tepat 2. Pengobatan yang tidak adekuat

3. Program penanggulangan yang tidak dilaksanakan dengan tepat 4. Infeksi endemik human immuno-deficiency virus (HIV)

5. Migrasi penduduk

6. Pengobatan sendiri (self treatment) 7. Meningkatnya kemiskinan

8. Pelayanan kesehatan yang kurang memadai.

Pada anak, terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB maupun timbulnya penyakit TB. Faktor resiko tersebut dibagi menjadi faktor resiko infeksi dan faktor resiko progresi infeksi menjadi penyakit (resiko penyakit).1

A. Risiko Infeksi TB

Faktor risiko terjadinya infeksi TB antara lain adalah sebagai berikut :1 1. Kontak dengan orang dewasa yang TB aktif

(2)

3. Penggunaan obat-obatan intravena 4. Kemiskinan

5. Lingkungan yang tidak sehat (tempat penampungan atau panti perawatan). Risiko timbulnya transmisi kuman dari kuman orang dewasa ke anak akan lebih tinggi jika pasien dewasa tersebut mempunyai BTA sputum positif, terdapat infiltrat yang luas pada lobus atas atau kavitas, produksi sputum banyak dan encer, batuk yang kuat dan produktif, serta terdapat faktor lingkungan yang kurang sehat, terutama sirkulasi udara yang tidak baik. Sedangkan pasien TB anak jarang menularkan kuman pada anak lain atau dewasa di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena kuman TB sangat jarang ditemukan dalam sekret endobronkial dan jarang terdapat batuk pada anak.1

B. Risiko Penyakit TB

Orang yang telah terinfeksi kuman TB, tidak selalu akan mengalami sakit TB. Berikut ini adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan progresi infeksi TB menjadi sakit TB. Faktor resiko yang utama adalah usia ≤ 5 tahun mempunyai resiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB, mungkin karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna (imatur).1

Faktor resiko yang lain adalah malnutrisi, keadaan imunokompromais (misalnya pada infeksi HIV, keganasan, transplantasi organ, pengobatan imunosupresi), diabetes melitus, gagal ginjal kronik, dan silikosis. Faktor yang tidak kalah penting adalah status sosioekonomi yang rendah, penghasilan yang kurang, kepadatan hunian, dan pendidikan yang rendah.1

Bakteriologi

Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosae, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/µm dan tebal 0,3-0,6/µm. Sebagian kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian peptidoglikan dan arabinomanan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup dalam udara kering maupun udara dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena

(3)

kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadi tuberkulosis aktif kembali.2

Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang seharusnya mengfagositasi malah disenangi karena banyak mengandung lipid. Sifat lain dari kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apikal paru-paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini merupakan predileksi penyakit tuberkulosis.2

Patogenesis

Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percikan renik (droplet nuklei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis nonspesifik. Makrofag alveolus akan segera menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi pada makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TB membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut fokus primer Ghon.1,2

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan bila fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terkena adalah kelenjar paratrakheal. Komplek primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).1

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya komplek primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung antara 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu.

(4)

Dalam masa inkubasi tersebut kuman dapat tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang dapat merangsang respon imun seluler.1

Selama minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuk komplek primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal ini ditandai dengan oleh terbentuknya hiprsensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, tes tuberkulin negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB masih dapat hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB yang baru masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.1

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB tetap dapat hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.1

Komplek primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus dan meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang awalnya berukuran normal akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut dan bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menimbulkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menimbulkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut lesi segmental kolaps-konsolidasi.1

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuk imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke

(5)

kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.1

Penyebaran hematogen yang paling sering adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult haematogenic spread). Melalui cara ini kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ dalam tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ dengan sistem vaskularisasi yang baik, misalnya otak, tulang, ginjal dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai organ tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.1

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak langsung menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang dan lain-lain.1

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menimbulkan manifestasi klinis TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit tergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.1

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic

spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui

cara ini akan mempunyai ukuran yang kurang lebih sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologik merupakan granuloma.1

(6)

Kuman mati Fagositosis oleh makrofag alveolus paru

Kuman hidup Masa inkubasi (berkembang biak) 2-12 minggu

Pembentukan fokus primer Penyebaran limfogen Penyebaran hematogen

Uji Tuberkulin (+) Kompleks Primer ____ (terbentuk imunitas spesifik seluler)

Sakit TB Infeksi TB Komplikasi kompleks primer Imunitas optimal Komplikasi penyebaran hematogen

Komplikasi penyebaran limfogen Reaktivasi Meninggal Sembuh Sakit TB

Reaktivasi/infeksi

Semua kejadian di atas tergolong dalam perjalanan TB primer.

Kuman yang dorman pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (TB post primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke parenkim paru bukan ke nodus hiler paru.2

Dalam 3-10 minggu, sarang dini ini akan menjadi tuberkel yaitu sustu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histiosit dan sel Datia Langhans (sel besar dengan inti banyak) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam jaringan ikat.

(7)

Bergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas pasien, sarang dini ini dapat menjadi :2

1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

2. Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh dengan sebukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras, menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dindingnya akan menebal karena infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik kronik. Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag.

Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yaitu :2

1. Sarang yang sudah sembuh. Sarang bentuk ini tidak perlu lagi pengobatan. 2. Sarang aktif eksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang lengkap dan

sempurna.

3. Sarang yang berada dalam aktif dan sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat terjadinya kemungkinan terjadi eksaserbasi kembali, sebaiknya diberi pengobatan yang sempurna juga.

Respon imun terhadap M.tuberculosae adalah dengan pembentukan IgM dalam waktu 4-6 minggu setelah infeksi TB kemudian menurun, diikuti oleh IgG dan IgA. Selanjutnya bakteri yang telah diikat oleh imunoglobulin akan mengalami fagositosis oleh makrofag. Pada pasien TB baru yang belum pernah mendapatkan pengobatan, kadar antibodi terhadap M.tuberculosae seringkali tidak begitu tinggi bila dibandingkan dengan 1-2 bulan setelah pengobatan atau bila dibandingkan dengan pasien yang kambuh. Puncak pembentukan antibodi terjadi pada bulan kedua setelah pengobatan yang berhasil, kemudian menurun sampai mencapai batas yang normal bila pasien telah sembuh.2

(8)

Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi seperti :2 1. Pembagian secara patologis

Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis) 2. Pembagian secara aktivitas radiologis

Tuberkulosis paru aktif, non aktif, dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)

3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)  Tuberkulosis minimal

Terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.

Moderately advanced tuberculosis

Ada kavitas dengan diameter tidak melebihi 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak melebihi satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak melebihi sepertiga bagian satu paru.

Far advanced tuberculosis

Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately

advanced tuberculosis.

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB menjadi 4 kategori yaitu :2 1. Kategori I ditujukan pada :

 Kasus baru dengan sputum positif  Kasus baru dengan bentuk TB berat 2. Kategori II ditujukan pada :

 Kasus kambuh

 Kasus gagal dengan sputum BTA positif 3. Kategori III ditujukan pada :

 Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas

 Kasus TB ekstraparu selain dari yang disebutkan pada kategori I 4. Kategori IV ditujukan pada TB kronik

(9)

A. TB pada anak

Karena patogenesis TB sangat kompleks, manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan tergantung pada beberapa faktor. Faktor yang berperan adalah kuman TB, pejamu, serta interaksi antara keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah dan virulensi, sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia dan kompetensi imun serta kerentanan pejamu pada awal terjadinya infeksi.1

Manifestasi klinis TB dapat muncul secara berurut sehingga dari studi Wallgren dan peneliti lain, dapat disusun suatu timetable terjadinya TB di berbagai organ. Uji Tuberkulin biasanya positif dalam 4-8 minggu setelah kontak awal dengan kuman TB. Pada awal terjadinya infeksi TB, dapat dijumpai demam yang tidak terlalu tinggi dan eritema nodusum, tetapi kelainan kulit ini jarang dijumpai pada anak. Sakit TB primer dapat terjadi kapan pun dalam tahap ini. Demam biasanya tidak tinggi dan hilang timbul dalam jangka waktu cukup lama.1

TB milier dapat terjadi kapan saja tetapi biasanya 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB, begitu juga meningitis TB. TB pleura terjadi dalam 3-6 bulan pertama setelah infeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi dalam tahun pertama walaupun dapat terjadi pada tahun kedua atau tahun ketiga. TB ginjal biasanya lebih lama, yaitu 5-25 tahun kemudian.1

Secara singkat, gejala umum atau nonspesifik pada TB anak adalah sebagai berikut :1

1. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam 1 bulan dengan penanganan gizi.

2. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik dengan adekuat (failure to thrive).

3. Demam lama (≥ 2 minggu) dan / atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang dapat disertai keringat malam. Demam pada umumnya tidak tinggi.

4. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit dan biasanya multipel. 5. Batuk lama lebih dari 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan.

6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare.

Secara ringkas, gejala spesifik sesuai organ yang terkena adalah sebagai berikut :1

(10)

Kelenjar limfe yang sering terkena adalah kelenjar limfe kolli anterior atau posterior, juga dapat terjadi di aksila, inguinal, submandibula, dan supraklavikula. Secara klinis kelenjar yang terkena biasanya multipel, unilateral, tidak nyeri tekan, tidak panas pada perabaan, dan dapat saling melekat (confluence) satu sama lain. Perlekatan ini akibat adanya inflamasi pada kapsul kelenjar limfe (perifocal inflammation).

2. TB otak dan saraf

Umumnya akibat penyebaran hematogen generalisata. Mekanismenya dapat berupa pecahnya suatu fokus TB lama ke dalam saluran vaskular ataupecahnya fokus lama di selaput meningeal yang terbentuk ke dalam ruang subarachnoid. Gejala biasanya berhubungan dengan gangguan saraf kranial, nyeri kepala, penurunan kesadaran, kaku kuduk, dan kejang. Bentuk TB saraf pusat lainnya adalah tuberkuloma, yang manifestasi kliniknya lebih samar daripada meningitis TB. Manifestasi klinisnya sesuai dengan lesi fokal otak (proses desak ruang) yang tumbuh secara lambat, misalnya nyeri kepala, muntah.

3. TB tulang dan sendi

Tulang punggung (spondilitis) : gibbus Tulang panggul (koksitis) : pincang

Tulang lutut (gonitis) : pincang dan / atau bengkak Tulang kaki dan tangan

Dengan gejala berupa pembengkakan sendi, gibbus, pincang, lumpuh atau sulit membungkuk. 4. TB kulit : skrofuloderma 5. TB mata Konjungtivitis fliktenularis Tuberkel koroid B. TB dewasa 1. Demam

(11)

Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-410 C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya, hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.2

2. Batuk/Batuk Darah

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada tiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru muncul setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yaitu berminggu-minggu atau berbulan-bulan setelah peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.2

3. Sesak Nafas

Pada penyakit yang ringan (baru muncul) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah berlanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.2

4. Nyeri Dada

Gejala ini agak jarang dijumpai, kecuali bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.2

5. Malaise

Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit radang yang menahun. Gejala malaise sering berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.2

(12)

Pada saat ini pemeriksaan rontgen dada merupakan pemeriksaan yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pada awal penyakit, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dengan batas yang tidak tegas. Bila lesi telah diliputi jaringan ikat maka akan tampak bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan nama tuberkuloma.2

Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang berdinding tipis. Lama-lama dinding akan mengalami sklerotik dan tampak menebal. Bila telah terjadi fibrosis akan tampak bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi akan tampak bayangan bercak – bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau pada satu lobus ataupun pada satu bagian paru.2

Pemeriksaan Laboratorium

1. Sputum

Pemeriksaan sputum adalah penting, karena dengan ditemukannya kuman BTA maka diagnosis TB sudah dapat ditegakkan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat sebagai evaluasi atas pengobatan yang telah diberikan. Kadang tidak mudah mendapatkan sputum, terutama pada pasien yang tidak batuk atau batuk non produktif. Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum pemeriksaan sputum, pasien minum air sebanyak 2 liter dan diajarkan untuk refleks batuk. Bila masih sulit, dapat diberi tambahan mukolitik atau obat batuk ekspektoran. Sputum dapat juga diperoleh dengan bronkoskopi diambil dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA sputum juga bisa diperoleh dari bilas lambung, biasanya dikerjakan pada anak-anak. Sebaiknya sputum yang akan diperiksa haruslah sesegar mungkin.2

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 mL sputum.2

2. Tes Tuberkulin

Biasanya dilakukan pada anak-anak (balita). Dipakai test Mantoux yaitu dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD (purified protein derivative) intrakutan berkekuatan 5 TU (intermediate strength). Tes ini hanya menyatakan apakah seseorang tersebut sedang atau pernah terinfeksi M.tuberculosae, M.bovis, atau

(13)

vaksinasi BCG. Dasar tes ini adalah reaksi alergi tipe lambat. Setelah 48-72jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yaitu persenyawaan yang terjadi antara reaksi antibodi dengan antigen tuberkulin. Berdasarkan hal tersebut maka hasil tes mantoux dibagi dalam :

1. Indurasi 0-5 mm (diameternya) : tes mantoux negatif = no sensitivity. Di sini peran antibodi humoral paling menonjol.

2. Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan = low grade sensitivity. Di sini peran antibodi humoral masih menonjol.

3. Indurasi 10 -15 mm : hasil positif = normal sensitivity. Di sini peran kedua antibodi seimbang.

4. Indurasi lebih dari 15 mm : hasil positif kuat = hipersensitivity. Di sini peran antibodi seluler paling menonjol.

Diagnosis

Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya M.tuberculosae pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsi jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya pengambilan spesimen (sputum). Kuman BTA baru dapat dilihat dengan mikroskop bila jumlahnya paling sedikit 5000 kuman dalam 1 mL dahak. Pada anak, walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui NGT. Dahak yang representatif untuk dilakukan pemeriksaan mikroskopis adalah dahak yang kental dan purulen, berwarna hijau kekuningan dengan volume 3-5 mL. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti tes Tuberkulin, pemeriksaan laboratorium dan foto rontgen dada. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji Tuberkulin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB (sugesti TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB.1

WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberkulosis paru yaitu :2 1. Pasien dengan sputum BTA positif, yaitu :

 Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan, atau

(14)

 Satu sediaan sputumnya positif disertai gambaran radiologis yang sesuai dengan TB paru aktif, atau

 Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan positif. 2. Pasien dengan sputum BTA negatif :

 Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA pada 2 kali pemeriksaan tetapi pada gambaran radiologisnya adalah TB aktif, atau

 Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak ditemukan BTA tetapi pada biakannya positif.

Di luar pembagian di atas pasien digolongkan lagi berdasarkan riwayat penyakitnya, yaitu :2

1. Kasus baru, yaitu pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1 bulan.

2. Kasus kambuh, yaitu pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB kemudian timbul lagi TB aktif.

3. Kasus gagal, yaitu :

 Pasien yang BTA sputumnya masih positif setelah 5 bulan pengobatan

 Pasien yang menghentikan pengobatannya setelah mendapat terapi 1-5 bulan dan sputum BTA nya masih positif.

4. Kasus kronik, yaitu pasien dengan BTA sputumnya tetap positif setelah diberikan terapi ulang lengkap dengan supervisi yang baik.

Panduan Obat

Sebelum ditemukan rifampisin, metode terapi tuberkulosis paru dengan metode terapi jangka panjang yaitu INH (H) + streptomisin (S) + PAS atau etambutol (E) tiap hari dengan fase initial selama 1-3 bulan dan dilanjutkan INH + PAS atau etambutol selama 12-18 bulan. Setelah rifampisin (R) ditemukan, terapi menjadi INH + rifampisin + streptomisin atau etambutol setiap hari (fase initial) dilanjutkan INH + rifampisin atau etambutol (fase lanjut).2

Panduan ini kemudian berkembang menjadi terapi jangka pendek, dengan memberikan INH + rifampisin + streptomisin atau etambutol atau pirazinamid (Z) setiap hari sebagai fase initial selama 1-2 bulan dilanjutkan dengan INH + rifampisin

(15)

atau etambutol atau streptomisin 2-3 kali seminggu selama 4-7 bulan, sehingga lama pengobatan seluruhnya menjadi 6-9 bulan. Panduan obat yang digunakan di Indonesia dan dianjurkan juga oleh WHO adalah 2 RHZ / 4 RH dengan variasi 2 RHS / 4 RH atau 2 RHZ / 4 R3H3 atau 2 RHS / 4 R2H2, dll.Untuk tuberkulosis yang berat seperti TB milier fase lanjutan sampai dengan 7 bulan. Dengan panduan 2 RHZ / 7 RH.2

Daftar Pustaka :

1. Nastiti N, dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi. PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2005.

2. Asril Bahar. Tuberkulosis Paru. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit dalam Indonesia. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2001.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah melakukan 2 siklus penelitian pada pembelajaran Matematika dengan setiap siklus 2 kali pertemuan dengan menggunakan metode demonstrasi yang dilakukan oleh

Judul yang penulis pilih dalam skripsi ini adalah suatu cara untuk mengetahui bagaimana terapi kecemasan dalam konseling Islam menurut Dadang Hawari. Adapun

Setelah tsunami aktifitas masyarakat yang memanfaatkan kawasan ini menjadi berkurang, namun untuk saat ini, kawasan pantai yang terdapat di kawasan Lhoknga sudah mulai dikunjungi

Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci dari sains yang diperlukan Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci dari sains yang diperlukan untuk

Dwi Rahmawati, Tanggung Jawab Wanita Karir terhadap Pendidikan Agama Anak dalam Perspektif Islam.. (Tulungagung: Skripsi tidak diterbitkan,

Pada daerah HAZ dari ketiga sampel spesimen pengujian dengan variasi arus 70 A, 90 A dan 110 A struktur yang terbentuk berupa butiran austenit yang relatif lebih

data yang akan dijadikan sebagai bahan laporan yaitu dari mana data itu diperoleh,. sehingga peneliti akan lebih mudah untuk mengetahui masalah yang

(8) Nilai paling rendah COP sistem pengkondisian udara yang digunakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian