• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian myelositomatosis pada ayam broiler sebagai imunosupresor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian myelositomatosis pada ayam broiler sebagai imunosupresor"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

GAMMA PRAJNIA. Kajian Myelositomatosis pada Ayam Broiler sebagai Imunosupresor. Dibimbing oleh VETNIZAH JUNIANTITO dan WIWIN WINARSIH.

Myelositomatosis atau myeloid leukosis (ML) adalah suatu tumor yang disebabkan oleh infeksi avian leukosis virus subtipe J (ALV–J), yang sering ditemukan pada ayam di seluruh dunia. Myelositomatosis pada ayam menyebabkan penurunan produksi dan peningkatan kematian ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan pengkajian patologis ML yang terjadi di peternakan ayam broiler. Peningkatan kematian dengan kesulitan bernapas (dyspnoea) terlihat pada kelompok broiler berusia 7 dan 14 hari. Tahapan selanjutnya dilakukan nekropsi dan organ digunakan sebagai sampel untuk pemeriksaan histopatologi (HP). Semua organ yang dicetak dalam parafin, dipotong 5 µm, dan diwarnai dengan hematoksilin dan eosin (melihat morfologi), periodic acidSchiff untuk karbohidrat, dan Masson trichrome untuk kolagen. Temuan HP dari ML termasuk sel myeloid tersebar di daerah interstisium dan perivaskular ginjal, hati, paru, dan jantung. Ciri khusus yaitu peningkatan dari jumlah (>70%) sel-sel myeloid ditemukan pada sumsum tulang. Lesio lain yang juga ditemukan adalah pneumonia granulomatosa invasif yang terdiri dari fokus peradangan yang tidak berbatas jelas dengan jaringan ikat dan hifa jamur yang memiliki septa konsisten dengan morfologi kapang Aspergillus spp. Myelositomatosis terdeteksi pada kelompok ayam umur 29 minggu, khususnya di dalam hati dan ovarium. Temuan ini menunjukkan bahwa penularan ML secara vertikal dapat menyebabkan imunosupresi yang dapat mengawali terjadinya lesio granulomatosa invasif. Pneumonia granulomatosa invasif dengan ML belum pernah ditemukan pada unggas.

(2)

ABSTRACT

GAMMA PRAJNIA. Study of Myelocytomatosis in Broiler as a Immunosuppressor. Supervised by VETNIZAH JUNIANTITO and WIWIN WINARSIH.

Myelocytomatosis or myeloid leucosis (ML) is a kind of neoplastic disease caused by Avian leucosis virus subtype J (ALVJ) infection, which often found in chickens worldwide. Myelocytomatosis in chickens cause reduced productivity and increased mortality in flocks. The aim of this study was to make pathological assessment of ML occurred in a broiler farm. Increased mortality with breathing difficulty (dyspnoea) were noted in broiler flocks aging 7 and 14 days. Afterwards necropsy was performed and organs were sampled for histopathological examinations. All organs were embedded in paraffin, sectioned at 5 µm, and stained with hematoxylin and eosin (for morphology), periodic acid–Schiff for carbohydrates, and Masson trichrome for collagens. Histopathological findings of ML included scattered myeloid cells depositions in the interstitium and perivascular area of kidney, liver, lung, and heart. Additionally, high percentage (>70%) of myeloid cells were found in the bone marrow. In addition to ML in various organs, there were invasive granulomatous pneumonia comprises of poorly demarcated fibrous bands, and septate fungal hyphae which consistent with the morphology of Aspergillus spp. Myelocytomatosis were also detected in the breeder flocks aging 29 weeks, notably in liver and ovaries. These findings suggest that vertical ML transmission may cause immunosupression which lead to invasive granulomatous lesion. Invasive granulomatous pneumonia with ML has never been documented in poultry.

(3)

KAJIAN MYELOSITOMATOSIS PADA AYAM

BROILER SEBAGAI IMUNOSUPRESOR

GAMMA PRAJNIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)
(5)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Myelositomatosis pada Ayam Broiler sebagai Imunosupresor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

(6)
(7)

ABSTRAK

GAMMA PRAJNIA. Kajian Myelositomatosis pada Ayam Broiler sebagai Imunosupresor. Dibimbing oleh VETNIZAH JUNIANTITO dan WIWIN WINARSIH.

Myelositomatosis atau myeloid leukosis (ML) adalah suatu tumor yang disebabkan oleh infeksi avian leukosis virus subtipe J (ALV–J), yang sering ditemukan pada ayam di seluruh dunia. Myelositomatosis pada ayam menyebabkan penurunan produksi dan peningkatan kematian ternak. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan pengkajian patologis ML yang terjadi di peternakan ayam broiler. Peningkatan kematian dengan kesulitan bernapas (dyspnoea) terlihat pada kelompok broiler berusia 7 dan 14 hari. Tahapan selanjutnya dilakukan nekropsi dan organ digunakan sebagai sampel untuk pemeriksaan histopatologi (HP). Semua organ yang dicetak dalam parafin, dipotong 5 µm, dan diwarnai dengan hematoksilin dan eosin (melihat morfologi), periodic acidSchiff untuk karbohidrat, dan Masson trichrome untuk kolagen. Temuan HP dari ML termasuk sel myeloid tersebar di daerah interstisium dan perivaskular ginjal, hati, paru, dan jantung. Ciri khusus yaitu peningkatan dari jumlah (>70%) sel-sel myeloid ditemukan pada sumsum tulang. Lesio lain yang juga ditemukan adalah pneumonia granulomatosa invasif yang terdiri dari fokus peradangan yang tidak berbatas jelas dengan jaringan ikat dan hifa jamur yang memiliki septa konsisten dengan morfologi kapang Aspergillus spp. Myelositomatosis terdeteksi pada kelompok ayam umur 29 minggu, khususnya di dalam hati dan ovarium. Temuan ini menunjukkan bahwa penularan ML secara vertikal dapat menyebabkan imunosupresi yang dapat mengawali terjadinya lesio granulomatosa invasif. Pneumonia granulomatosa invasif dengan ML belum pernah ditemukan pada unggas.

(8)

ABSTRACT

GAMMA PRAJNIA. Study of Myelocytomatosis in Broiler as a Immunosuppressor. Supervised by VETNIZAH JUNIANTITO and WIWIN WINARSIH.

Myelocytomatosis or myeloid leucosis (ML) is a kind of neoplastic disease caused by Avian leucosis virus subtype J (ALVJ) infection, which often found in chickens worldwide. Myelocytomatosis in chickens cause reduced productivity and increased mortality in flocks. The aim of this study was to make pathological assessment of ML occurred in a broiler farm. Increased mortality with breathing difficulty (dyspnoea) were noted in broiler flocks aging 7 and 14 days. Afterwards necropsy was performed and organs were sampled for histopathological examinations. All organs were embedded in paraffin, sectioned at 5 µm, and stained with hematoxylin and eosin (for morphology), periodic acid–Schiff for carbohydrates, and Masson trichrome for collagens. Histopathological findings of ML included scattered myeloid cells depositions in the interstitium and perivascular area of kidney, liver, lung, and heart. Additionally, high percentage (>70%) of myeloid cells were found in the bone marrow. In addition to ML in various organs, there were invasive granulomatous pneumonia comprises of poorly demarcated fibrous bands, and septate fungal hyphae which consistent with the morphology of Aspergillus spp. Myelocytomatosis were also detected in the breeder flocks aging 29 weeks, notably in liver and ovaries. These findings suggest that vertical ML transmission may cause immunosupression which lead to invasive granulomatous lesion. Invasive granulomatous pneumonia with ML has never been documented in poultry.

(9)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada Fakultas Kedokteran Hewan

KAJIAN MYELOSITOMATOSIS PADA AYAM

BROILER SEBAGAI IMUNOSUPRESOR

GAMMA PRAJNIA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Judul Skripsi: Kajian Myelositomatosis pada A yam Broiler sebagai

Nama NIM

Imunosupresor : Gamma Prajnia : B04100105

Disetujui oleh

Drh Vetnizah PhD APVet

Pembimbing I

Tanggal Lulus: 1 4 JAN 2015

Dr Drh Wiwin MSi APVet

Pembimbing II

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2013 ini ialah studi kasus, dengan judul Kajian Myelositomatosis pada Ayam Broiler sebagai Imunosupresor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drh Vetnizah Juniantito, PhD APVet dan Ibu Dr Drh Wiwin Winarsih, MSi APVet selaku pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada staf Laboratorium Patologi yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayahanda Adi Suwito, Ibunda Nanik Susmiati, kakak, adik, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih saya juga sampaikan kepada sahabat saya (Dwida, Anisa, Anggun, Shovia, Hida, Risti, Harini, Laras, Nurul, Ghina, Nurul Chotimah, Faisal, Satrio, Erlan, Tri, Armedi, Andri, Mustofa, Maya, Intan, Andra, Amanda, Rahmad, Dini, Fajar, dan Nadia) dan keluarga Acromion 47 yang senantiasa membantu dan mendukung saya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna sehingga penulis sangat menghargai untuk saran yang diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL Vi

DAFTAR GAMBAR Vii

DAFTAR LAMPIRAN Vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Hematopoiesis 2

Myelositomatosis 2

Avian Leukosis Virus–J 3

Imunosupresi 3

Aspergilosis 3

METODE 4

Waktu dan Tempat 4

Bahan 4

Alat 5

Metode Penelitian 5

Prosedur Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Pembahasan 6

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

(14)

DAFTAR TABEL

1 Hasil pemeriksaan patologi anatomi 6

2 Hasil pemeriksaan histopatologi 7

DAFTAR GAMBAR

1 Sumsum tulang U 50/13 umur 14 hari. Peningkatan persentase jumlah sel myelosit (panah) yang mencapai lebih dari 70% dari

keseluruhan sel. Pewarnaan HE, bar= 20 µm. 8

2 Ovarium U 63/ 13. Akumulasi multifokal sel myelosit (panah) di

interstisium. Pewarnaan HE, bar= 20 µm. 8

3 Jantung U 50/13 umur 7 hari. Infiltrasi sel myelosit (panah a) dan nekrosa otot (panah b). Pewarnaan HE, bar= 20 µm. 9 4 Jantung U 50/13 umur 7 hari. Perikarditis granulomatosa (panah)

ditandai dengan jaringan nekrosis yang dikelilingi oleh sel radang limfosit, makrofag, dan sel raksasa. Pewarnaan HE, bar= 40 µm. 9 5 Ginjal U 63/13. Infiltrasi sel myelosit di interstisium (panah).

Pewarnaan HE, bar= 20 µm. 11

6 Limpa U 50/13 umur 7 hari. Deplesi pulpa putih (panah).

Pewarnaan HE, bar= 80 µm. 12

7 Paru U 63/13. Bronkitis, yang ditandai dengan infiltrasi sel radang (panah) pada bagian sub-epithelial. Pewarnaan HE, bar= 40 µm. 12 8 Paru U 50/13 umur 7 hari. Kapang yang diduga Aspergillus spp.

(panah). Pewarnaan PAS, bar= 40 dan 20 µm. 13

9 Paru U 50/13 umur 7 hari. Radang granuloma dengan sel raksasa tipe benda asing (panah). Pewarnaan HE, bar= 40 µm. 14 10 Paru U 50/13 umur 14 hari. Radang granuloma invasif yang tidak

penuh dikelilingi oleh jaringan ikat (panah). Pewarnaan MT, bar= 40 µm.

(15)

PENDAHULUAN

Dewasa ini kebutuhan protein masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan populasi penduduk. Daging unggas merupakan salah satu sumber protein hewani. Kemensesneg (1998), menjelaskan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 tahun 1998 tentang Kebijakan Terbukanya Usaha Bidang Peternakan bahwa jenis usaha peternakan yang dicanangkan adalah usaha ayam pedaging (broiler). Masalah paling menonjol dalam pemeliharaan ayam broiler adalah tingginya kematian pada anak ayam dibawah umur 2 bulan. Pada umur tersebut terdapat berbagai serangan penyakit di antaranya Newcastle disease, infectious bronchitis, infectious bursal disease, avian influenza, dan tumor (Xie et al. 2010; Han et al. 2011; Li et al. 2011; Pourceau et al. 2011).

Tumor pada ayam dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena menyebabkan penurunan produksi dan meningkatkan jumlah kematian pada ternak. Insidensi penyakit tumor menular pada ayam paling sering disebabkan oleh 3 kelompok virus yaitu Marek’s disease virus, Reticuloendotheliosis virus, dan Avian leukosis virus–J (ALV–J) (Mckay 1998). Avian leukosis virus–J merupakan golongan yang sama dengan virus penyebab human immunodeficiency virus (HIV) atau acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada manusia. Virus tersebut menyerang sistem kekebalan tubuh. Avian leukosis virus–J pada unggas menginfeksi sel darah putih tipe myelosit dan menyebabkan transformasi sel tumor myelosit yang lebih dikenal dengan myelositomatosis atau myeloid leukosis (ML). Ciri kasus ML satu diantaranya adalah terlihat adanya sel myelosit dengan karakteristik nukleus besar berbentuk bulat atau elips dan berada pada bagian tepi dengan kromatin yang terlihat jelas, serta sitoplasma yang bergranul eosinofilik (Fadly 2000; Wu et al. 2010). Kasus ML ditandai dengan keberadaan sel myelosit dalam jumlah yang berlebih di dalam sumsum tulang (Calnek 1997).

Lesio penyakit ML sering ditemukan pada organ paru, jantung, hati, ginjal, limpa, ovarium, dan sumsum tulang dengan melakukan pengamatan secara histopatologi (HP). Menurut Agungpriyono et al. (2006), kejadian ML dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh (imunosupresi). Imunosupresi pada ayam broiler berpotensi meningkatkan kejadian infeksi agen lain seperti Aspergillus spp. Berdasarkan deskripsi di atas perlu dilakukan studi kasus untuk mengkaji perubahan patomorfologi kejadian ML pada ayam broiler.

Tujuan Penelitian

(16)

2

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberi informasi tentang kejadian ML yang muncul akibat adanya infeksi dari ALV–J serta mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada organ internal.

TINJAUAN PUSTAKA

Hematopoiesis

Hematopoiesis adalah proses pembentukan darah yang terjadi di dalam jaringan hemopoietik. Hematopoiesis dimulai dari kantung kuning telur dan di daerah dorsal aorta pada awal embrio (Liippo dan Lassila 2006). Proses ini akan berlangsung hingga dewasa. Aktifitas hematopoiesis mencapai puncaknya kira-kira 2 minggu pasca menetas, kemudian aktifitas hematopoiesis berkurang. Sel darah immature dapat ditemukan di sekitar sumsum tulang, timus, bursa fabrisius, aorta jantung, faring, saraf kranial, ganglion spinalis, jaringan subkutan, otot, gonad, pankreas, dan ginjal.

Proses hematopoiesis setelah ayam menetas paling utama dilakukan di sumsum tulang dan tulang belakang (Riddell 1996). Sumsum tulang dapat dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh hewan itu sendiri maupun lingkungan sekitar. Peningkatan sel sumsum tulang umumnya disebabkan oleh hiperplasia sebagai hasil dari persembuhan atrofi sumsum tulang.

Proses hematopoiesis sel pluripoten berkembang menjadi sel limfoid dan sel myeloid. Sel limfoid kemudian berdiferensiasi menjadi sel T dan sel B, sedangkan sel myeloid akan berdiferensiasi menjadi sel-sel eritroblas, megakarioblas, normoblas, dan myeloblas. Sel myeloblas akan berproliferasi menjadi sel myelosit yang selanjutnya akan berubah menjadi basofil, heterofil, dan eosinofil. Peningkatan sel darah putih di dalam sirkulasi sering disebabkan oleh penyakit infeksius pada unggas. Sel-sel di dalam darah sering dikaitkan dengan kejadian tumor yang disebabkan oleh virus termasuk limfoid leukosis, eritroblastosis, myeloblastosis, dan myelositomatosis (Riddell 1996).

Myelositomatosis

(17)

3

karakteristik nukleus besar berbentuk bulat atau elips dan berada pada bagian tepi dengan kromatin yang terlihat jelas, serta sitoplasma yang bergranul eosinofilik (Fadly 2000; Wu et al. 2010). Selain menyebabkan tumor sel darah putih tipe myelosit, pertumbuhan tumor myelosit pada organ-organ viseral dan limfoid dapat menyebabkan imunosupresi pada ayam yang dapat berakibat pada kegagalan vaksinasi serta meningkatnya berbagai kasus penyakit di lapang (Agungpriyono et al. 2006).

Avian Leukosis Virus–J

Galur baru ALV berhasil diisolasi dari ayam broiler di Inggris pada tahun 1988. Galur ini dinamakan sebagai subgroup J. Avian leukosis virus termasuk ke dalam genus Alpharetrovirus dari keluarga Retroviridae (Gao et al. 2011). Infeksi virus ALV–J menyerang sistem kekebalan tubuh unggas, terutama menyerang sel-sel darah putih tipe myelosit dan menyebabkan transformasi sel-sel tumor myelosit atau ML (Agungpriyono et al. 2006). Avian leukosis virus–J menyebar secara vertikal melalui embrio dan horizontal melalui kontak langsung (Payne 1998). Penyakit yang ditimbulkan oleh ALV–J akan menyebar dengan cepat dan menjadi salah satu permasalahan yang utama dalam industri ayam broiler (Venugopal 1999). Selain itu, virus ini juga dapat menginduksi berbagai tumor dan menyebabkan kerugian ekonomi yaitu penurunan produksi dan meningkatnya jumlah kematian pada ternak ayam broiler (Payne 1998).

Imunosupresi

Imunosupresi adalah suatu kondisi terjadinya penurunan reaksi pembentukan zat kekebalan tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid (Machdum 2014). Secara garis besar imunosupresi dibagi dalam 2 golongan yaitu imunosupresi kongenital dan dapatan (Radji 2010). Imunosupresi kongenital pada umumnya disebabkan oleh kelainan respon imun bawaan berupa kelainan dalam sistem fagosit dan komplemen atau dalam proses diferensiasi fungsi limfosit. Imunosupresi dapatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain infeksi virus yang dapat merusak sel limfosit, malnutrisi, penggunaan obat-obatan kortikosteroid yang bersifat sitotoksik, dan penyakit tumor. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka agen penyakit akan lebih mudah masuk dan menginfeksi tubuh sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan produksi. Tanda-tanda terjadinya kasus imunosupresi adalah performa produksi yang buruk dari suatu flock peternakan, yang dapat disebabkan oleh terjadinya kematian yang sangat tinggi, penurunan bobot tubuh, konversi pakan yang tinggi, dan banyaknya ayam yang kerdil.

Aspergilosis

(18)

4

pernapasan, terutama paru dan kantung hawa unggas, serta menyebabkan gangguan pernapasan. Akibatnya, produktivitas telur dan daging ayam terganggu (Gholib 2005). Aspergilosis menyerang semua tingkatan umur dan telah tersebar di seluruh dunia, terutama negara-negara tropis yang bercuaca panas dan lembab. Penyakit ini menyerang secara sistemik yang berarti menyerang di dalam tubuh ternak dan dapat menyebar ke seluruh bagian tubuh.

Spora Aspergillus spp. dapat masuk ke dalam tubuh unggas secara perinhalasi, pakan yang terkontaminasi, dan telur yang mengandung spora. Spora yang masuk ke dalam tubuh, terbawa aliran darah sehingga menyebabkan kerusakan pada berbagai organ. Lesio aspergilosis pada organ dapat berupa hifa di dalam sarang-sarang radang granuloma pada organ respirasi terutama paru dan kantung hawa. Radang granuloma merupakan bentuk dari pertahanan tubuh terhadap agen penyebab granuloma yang persisten. Radang granuloma merupakan bentuk radang kronis yang ditandai dengan adanya kumpulan makrofag termodifikasi (sel raksasa multinukleus) yang menyerupai sel epitel, yang umumnya dikelilingi sel limfosit (Dorland 2012). Teknik identifikasi kapang pada kasus granuloma akibat Aspergillus spp. umumnya menggunakan pewarnaan khusus seperti periodic acid–Schiff (PAS). Teknik pewarnaan ini dapat mewarnai dinding polisakarida dari kapang Aspergillus spp. (Permi et al. 2012).

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Veteriner, Divisi Patologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, FKH IPB. Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2013 sampai bulan Februari 2014.

Alat dan Bahan

Bahan

(19)

5

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat-alat untuk membuat preparat histopatologi seperti tissue cassette, scalpel, tissue embedding console, microtome, pisau microtome, mesin blocking, rak khusus pewarnaan, gelas ukur, object glass, cover glass, dan mikroskop cahaya.

Metode Penelitian

Evaluasi histopatologi

Pemeriksaan sampel organ yang diamati berasal dari 21 ekor ayam broiler (Gallus domesticus) ras Lohmann yang berasal dari suatu peternakan di daerah Purwakarta, Jawa Barat. Sampel ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama dengan kode U 50/13 berjenis kelamin jantan dan betina berumur 7 dan 14 hari. Kelompok kedua dengan kode U 63/13 berjenis kelamin betina berumur 29 minggu yang merupakan induk dari ayam day old chick (DOC) dengan kode U 50/13. Pembuatan preparat HP dilakukan dengan cara menekropsi dan mengambil organ paru, jantung, hati, ginjal, limpa, ovarium, dan sumsum tulang. Organ tersebut selanjutnya difiksasi di dalam BNF 10% selama 6–48 jam.

Fiksasi

Dehidrasi dilakukan pada mesin prosesor otomatis. Proses ini dilakukan bertahap dengan alkohol konsentrasi bertingkat, yaitu konsentrasi 70%, 80%, dan 90%, serta alkohol absolut I dan II masing-masing selama 2 jam. Proses selanjutnya dilakukan penjernihan dengan menggunakan xylol I dan II.

Pencetakan

Setelah proses dehidrasi selesai, dilakukan pencetakan dengan menggunakan tissue embedding console. Proses pencetakan dilakukan dengan penuangan paraffin sampai setengah cetakan. Potongan jaringan dimasukkan ke dalam cetakan tersebut dan ditambahkan dengan paraffin hingga cetakan penuh. Selanjutnya cetakan diberi label nama, kemudian didinginkan pada suhu 4 °C.

Pemotongan

(20)

6

Pewarnaan

Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ diwarnai dengan pewarnaan HE serta pewarnaan PAS dan MT digunakan untuk mewarnai organ paru. Preparat yang telah diwarnai, dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat dari alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolut I, II,III, kemudian xylol I, II, III masing-masing selama 2 menit. Proses terakhir yaitu preparat satu per satu diberi etelan lalu ditutup dengan cover glass dan siap untuk dilihat dengan mikroskop. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan histopatologi terhadap stuktur organ paru, jantung, hati, ginjal, limpa, ovarium, dan sumsum tulang.

Prosedur Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif dengan pengamatan histopatologi (HP) yaitu melihat keberadaan sel myelosit dan adanya perubahan HP struktur organ internal ayam broiler.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel ayam broiler pada penelitian kali ini dibagi menjadi dua kelompok, yakni kode U 50/13 menunjukkan bahwa sampel tersebut berjenis kelamin jantan dan betina berumur 7 dan 14 hari. Sementara, kode U 63/13 berjenis kelamin betina berumur 29 minggu yang merupakan induk dari ayam day old chick (DOC) dengan kode U 50/13. Berdasarkan anamnese sampel yang diteliti menunjukkan peningkatan jumlah kematian serta kesulitan bernapas. Sampel organ paru, jantung, hati, ginjal, dan ovarium diamati lesio patologi anatomi (PA) yang dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan patologi anatomi

Organ Perubahan

U 50/13 U 63/13

Paru Radang granuloma –

Hati Umur 14 hari: Perihepatitis Bengkak dan pucat Jantung Perikarditis Perikarditis Ginjal Umur 7 hari: Endapan asam urat disertai

dengan kebengkakan ginjal

Ovarium Oophoritis

(21)

7

Kejadian ML ditandai dengan ditemukan sel myelosit di beberapa organ seperti paru, ginjal, hati, jantung, limpa, dan ovarium.

Sel tumor ML terlihat seperti sel myelosit normal di sumsum tulang, namun proliferasi dan pertumbuhannya terjadi sangat cepat (Calnek 1997). Terdapat gambaran mitosis dari sel myelosit dalam tumor ML. Mitosis sel myelosit tanpa disertai dengan diferensiasi sel pada sumsum tulang menyebabkan kegagalan proses hematopoiesis, sehingga sel darah putih sebagai pertahanan terhadap agen penyakit tidak terbentuk dan menyebabkan terjadinya imunosupresi.

Deskripsi lesio HP organ paru, jantung, hati, ginjal, ovarium, limpa, serta sumsum tulang juga dijelaskan secara komprehensif pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil pemeriksaan histopatologi

Organ Perubahan

U 50/13 U 63/ 13

Paru 1. Radang granuloma disertai dengan hifa tidak berwarna dibagian tengah radang

2. Radang granuloma invasif

3. Infeksi sekunder oleh bakteri ditandai jumlah sel heterofil yang tinggi dan terdapat koloni bakteri yang membentuk radang granuloma 4. Trombus

1. Bronkhitis

2. Akumulasi sel myelosit di interstisium

Ginjal Umur 14 hari: Embolus sel myelosit 1. Proliferasi sel-sel myelosit di interstisium dan di dalam

Jantung 1. Perikarditis granulomatosa 2. Perikardits fibrinosa

(22)

8

beberapa organ menandakan bahwa sel myelosit telah bermetastasis. Sel myelosit akan bermetastasis dalam pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh secara sistemik (McEntee 1990 dalam Afriani 2006). Sel myelosit yang terbawa dalam pembuluh darah akan masuk ke sistem genitalia seperti ovarium (Ferry 2011). Hal ini memungkinkan proses penularan ML secara vertikal dari induk ke anaknya. Dari hasil pengamatan secara HP sampel U 63/13, ditemukan kumpulan sel myelosit pada ovarium seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 1 Sumsum tulang U 50/13 umur 14 hari. Peningkatan persentase jumlah sel myelosit (panah) yang mencapai lebih dari 70% dari keseluruhan sel. Pewarnaan HE, bar= 20 µm.

Gambar 2 Ovarium U 63/ 13. Akumulasi multifokal sel myelosit (panah) di intestisium. Pewarnaan HE, bar= 20 µm.

(23)

9

karakteristik sama dengan sel tumor yang ada di ovarium. Pemeriksaan HP organ jantung sampel U 50/13 umur 7 dan 14 hari, ditemukan metastasis sel myelosit pada miokardium yang disebut miokarditis. Selain itu, pada bagian miokardium juga ditemukan lesio nekrosa otot jantung yang terlihat pada Gambar 3. Perikardium ditemukan lesio perikarditis granulomatosa (Gambar 4). Radang granuloma yang terbentuk pada perikardium merupakan suatu bentuk pertahanan tubuh dengan adanya infiltrasi sel heterofil, makrofag, limfosit, dan fibroblas di sekitar radang. Perikardium mengalami penebalan akibat pertumbuhan jaringan ikat dan fibrin. Lesio ini sering disebut perikarditis fibrinosa.

Gambar 3 Jantung U 50/13 umur 7 hari. Infiltrasi sel myelosit (panah a) dan nekrosa otot (panah b). Pewarnaan HE, bar= 20 µm.

(24)

10

Berdasarkan pengamatan sampel organ hati U 50/13 umur 7 hari secara HP, ditemukan lesio berupa kongesti dan infiltrasi sel myelosit pada hati. Tekanan tumor ML pada vena porta menyebabkan kongesti. Infiltrasi sel myelosit pada organ hati mengindikasikan terjadinya hepatitis karena agen infeksius yang parah. Hati dapat terinfeksi oleh agen infeksius melalui 3 cara yaitu hematogenous, penetrasi langsung, dan melalui sistem biliar (ascenden). Infeksi yang paling umum terjadi, yaitu melalui jalur hematogenous karena organ hati menerima banyak darah dari arteri hepatika dan vena porta (Hou et al. 2011). Kejadian hepatitis yang disertai dengan kongesti disebut hepatitis perivaskular.

Pengamatan sampel organ ginjal U 50/13 umur 14 hari dan U 63/13 secara HP ditemukan sel-sel tumor sel myelosit di pembuluh darah dan pada interstisium ginjal (Gambar 5). Lesio lain yang terlihat pada pengamatan organ ginjal adalah adanya nekrosa multifokal tubulus ginjal. Tekanan sel-sel tumor pada tubulus ginjal menyebabkan nekrosa multifokal, sementara pada glomerulus ginjal masih terlihat normal.

Gambar 5 Ginjal U 63/13. Infiltrasi sel myelosit di interstisium (panah). Pewarnaan HE, bar = 20 µm.

(25)

11

Pengamatan gambaran HP preparat organ paru dilakukan dengan pewarnaan HE. Berdasarkan hasil pengamatan sampel U 63/13 ditemukan lesio bronkhitis yang ditandai dengan penebalan epitel bronkus, infiltrasi sel heterofil dan adanya eksudat di lumen bronkus (Gambar 7). Metastasis tumor ML ditemukan pada organ paru yang ditandai dengan akumulasi sel myelosit pada bagian interstisium.

Gambar 6 Limpa U 50/13 umur 7 hari. Deplesi pulpa putih (panah). Pewarnaan HE, bar= 80 µm.

Gambar 7 Paru U 63/13. Bronkhitis, yang ditandai dengan infiltrasi sel radang (panah) pada bagian sub–epithelial. Pewarnaan HE, bar= 40 µm.

(26)

12

morfologi kapang Aspergillus spp, yang mengindikasikan kemungkinan kasus aspergilosis.

Gambar 8 Paru U 50/13 umur 7 hari. Kapang yang diduga Aspergillus spp. (panah). Pewarnaan PAS, bar= 40 dan 20 µm.

Organ paru yang terinfeksi oleh Aspergillus spp. ditandai dengan adanya radang granuloma. Radang granuloma yang ditemukan pada penelitian ini dicirikan dengan adanya sel raksasa tipe benda asing dan jaringan ikat yang mengelilingi fokus peradangan (Gambar 9). Radang granuloma merupakan bentuk radang kronis yang ditandai dengan adanya kumpulan makrofag termodifikasi (sel raksasa multinukleus) yang menyerupai sel epitel, yang umumnya dikelilingi sel limfosit (Dorland 2012). Berdasarkan hasil pengamatan HP organ paru sampel ayam broiler ditemukan adanya radang granuloma yang bersifat invasif. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10, dari hasil pewarnaan Masson trichrome (MT) organ paru menunjukkan fokus radang granuloma yang tidak dibatasi dengan jaringan ikat (berwarna biru). Sundaram dan Murthy (2011), menjelaskan bahwa kejadian radang granuloma invasif yang disebabkan penyakit aspergilosis sering terjadi pada individu yang mengalami imunosupresi. Hal ini disebabkan belum terbentuknya jaringan ikat untuk melokalisir infeksi, tetapi pada kasus ini radang granuloma sudah menyebar ke seluruh jaringan paru.

(27)

13

.

Gambar 9 Paru U 50/13 umur 7 hari. Radang granuloma dengan sel raksasa tipe benda asing (panah). Pewarnaan HE, bar= 40 µm.

Gambar 10 Paru U 50/13 umur 14 hari. Radang granuloma invasif yang tidak penuh dikelilingi oleh jaringan ikat (panah). Pewarnaan MT, bar= 40 µm.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(28)

14

myelosit pada organ ovarium induk ayam. Granuloma invasif pada kasus ini diduga berkaitan dengan faktor imunosupresi akibat ML.

Saran

Pengamatan pada sampel organ lebih lanjut perlu dilakukan dengan pewarnaan imunohistokimia untuk mengetahui distribusi virus ALV–J penyebab ML pada organ. Selain itu perlu dilakukan diagnosa ML secara dini pada induk DOC untuk mencegah penularan secara vertikal agar dapat menghindari imunosupresi pada DOC.

DAFTAR PUSTAKA

Afriani. 2006. Kajian myelositomatosis pada ayam kampung betina [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Agungpriyono DR, Estuningsih S, Satyaningtijas AS. 2006. Penentuan karakteristik sitokimia granul myelosit pada sediaan ulas darah untuk deteksi dini penyakit tumor sel darah myelosit avian leucosis. [abstrak]. Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Kedokteran Hewan, IPB. Akson BT. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Aquino MZ, Brasciner A, Cristofani LM, Maluf PT, Filho VC, Marques HHS, Vaccari EMH, Lacaz CS, Melo NT. 1994. Aspergillosis in immunocompromised children with acute myeloid leukemia and bone merrow aplasia. Report of two cases. Revista do Instituto de Medicina Tropical de Sao Paulo. 36(5):465–469.

Butcher GD, Miles RD. 2014. Myeloid leukosis (J–virus)–an international broiler industry concern [Internet]. [diunduh: 2014 Desember 12]. Tersedia pada: http://edis.ifas. Ufl.edu.

Calnek BW. 1997. Disease of Poultry. Ed 10th. Iowa (US): Iowa State University Pr.

Calnek BW. 1998. Lymphomagenesis in marek’s. Avian Pathology. 27:S54–S64. Dorland. 2012. Kamus Saku Kedokteran. Ed 28th. Jakarta (ID): EGC.

Fadly AM. 2000. Isolation and identification of avian leukosis viruses:a review. Avian Pathology. 29:529–535.

Ferry JA. 2011. Hematologic neoplasms and selected tumor–like lesions involving the female reproductive organs. Springer. 1137–1158.

Gao Y, Yun B, Qin L, Pan W, Qu Y, Liu Z, Wang Y, Qi X, Gao H, Wan X. 2012. Molecular epidemiology of avian leukosis virus subgroup J in layer flocks in China. Journal of Clinical Microbiology. 50(3): 953.

Gholib D. 2005. Pengembangan tehnik serologi untuk pemeriksaan aspergilosis ayam. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 10(2):143–149.

(29)

15

Hou Y, Zou Q, Ge R, Shen F, Wang Y. 2011. The critical of CD133+CD44+/high tumor cells in hematogenous metastasis of liver cancers. Cell Research. 22:259–272.

[Kemensesneg] Kementrian Sekretaris Negara Indonesia. 1998. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 1998 tentang Bidang/Jenis Usaha yang Dicadangkan untuk Usaha Kecil dan Bidang/Jenis Usaha yang Terbuka untuk Usaha Menengah atau Usaha Besar dengan Syarat Kemitraan. Jakarta (ID): Kementrian Sekretaris Negara Indonesia.

Li Y, Wang C, Cheng X, Wu T, Zhang C. 2011. Synonimous codon usage of the VP2 gene of a very virulent infectious bursal disease virus isolate serial passaged in chicken embryos. Journal of Biosystems. 104:24–47.

Liippo J, Lassila O. 2006. Avian lymphopoiesis and transcriptional control of hematopoiesis steam cell differentiation. Springer. 47–61.

Machdum NV. 2014. Bagaimana mengenali dan mengatasi imunosupresi?. Majalah infovet [Internet]. [Diunduh: 2014 Januari 21]. Tersedia pada:

http://www.majalahinfovet.com/2007/09/bagaimana-mengenali-dan-mengatasi.html.

MacFarlane PS, Reid R, Callander R. 2000. Pathology Ilustrated. Ed 5th. Endiburgh (US): Churchill Livingstone.

McEntee K. 1990. Reproductive Pathology of Domestic Mammals. California (US): Academic Pr.

Mckay JC. 1998. A poultry breeder’s approach to avian neoplasma. Avian Pathology. 27:574–577.

Pagano L, Chaira M, Candoni A, Affidoni M, Martino B, Specchia G, Pastore D, Stanzani M, Chattaneo C, Fanci R et al. 2006. Invasive aspergillosis in patients with acute myeloid leukimia: a SEIFEM–2008 registry study. Hematological. 95(4):644–650.

Permi HS, Shetty K, Padma SK, Teerthanath S, Mathias M, Kumar Y, Prasad H.L, Chandrika. 2012. A histopathological study of granulomatous inflammation. Nitte University Journal of Health Science. 1(2):15–19.

Payne LN. 1998. HPRS 103: a retrovirus strikes back. The emergence of subgroup J avian leukosis virus . Avian Pathology. 27:536–545.

Pourceau G, Chevolot Y, Goudot A, Giroux F, Meyer A, Moules V, Lina B, Cecioni S, Vidal S, Yun H et al. 2011. Measurement of enzymatic activity and specificity of human and avian influenza neuraminidases from whole virus by glycoarray and MALDI–TOF mass spectrometry. ChemBioChem. 12:2071–2081.

Radji M. 2010. Imunologi dan Virologi. Jakarta (ID): PT ISFI Penerbitan.

Riddell C. 1996. Avian Histopathology. Ed 2th. Kota tidak diketahui (CA): American Assosiation of Avian Pathology.

Sundaram C, Murthy JMK. 2011. Intracranial Aspergillus granuloma. Pathology Research International.1–5.

Venugopal K. 1999. Avian Leukosis Virus subgroup J: a rapidly evolving group of oncogenic retrovirus. Research in Veterinary Science. 67:113–119

(30)

16

(31)

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lamongan pada tanggal 29 September 1992, anak dari pasangan Bapak Adi Suwito dan Ibu Nanik Susmiati. Pendidikan formal penulis sampai dengan tingkat SMA diselesaikan di Lamongan, yaitu SDN Sidoharjo 1 Lamongan, SMPN 1 Lamongan, dan SMAN 2 Lamongan. Penulis lulus dari SMA dan pada tahun yang sama diterima di jurusan kedokteran hewan melalui jalur USMI.

(32)

PENDAHULUAN

Dewasa ini kebutuhan protein masyarakat Indonesia semakin meningkat seiring dengan pertambahan populasi penduduk. Daging unggas merupakan salah satu sumber protein hewani. Kemensesneg (1998), menjelaskan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 tahun 1998 tentang Kebijakan Terbukanya Usaha Bidang Peternakan bahwa jenis usaha peternakan yang dicanangkan adalah usaha ayam pedaging (broiler). Masalah paling menonjol dalam pemeliharaan ayam broiler adalah tingginya kematian pada anak ayam dibawah umur 2 bulan. Pada umur tersebut terdapat berbagai serangan penyakit di antaranya Newcastle disease, infectious bronchitis, infectious bursal disease, avian influenza, dan tumor (Xie et al. 2010; Han et al. 2011; Li et al. 2011; Pourceau et al. 2011).

Tumor pada ayam dapat menyebabkan kerugian ekonomi karena menyebabkan penurunan produksi dan meningkatkan jumlah kematian pada ternak. Insidensi penyakit tumor menular pada ayam paling sering disebabkan oleh 3 kelompok virus yaitu Marek’s disease virus, Reticuloendotheliosis virus, dan Avian leukosis virus–J (ALV–J) (Mckay 1998). Avian leukosis virus–J merupakan golongan yang sama dengan virus penyebab human immunodeficiency virus (HIV) atau acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada manusia. Virus tersebut menyerang sistem kekebalan tubuh. Avian leukosis virus–J pada unggas menginfeksi sel darah putih tipe myelosit dan menyebabkan transformasi sel tumor myelosit yang lebih dikenal dengan myelositomatosis atau myeloid leukosis (ML). Ciri kasus ML satu diantaranya adalah terlihat adanya sel myelosit dengan karakteristik nukleus besar berbentuk bulat atau elips dan berada pada bagian tepi dengan kromatin yang terlihat jelas, serta sitoplasma yang bergranul eosinofilik (Fadly 2000; Wu et al. 2010). Kasus ML ditandai dengan keberadaan sel myelosit dalam jumlah yang berlebih di dalam sumsum tulang (Calnek 1997).

Lesio penyakit ML sering ditemukan pada organ paru, jantung, hati, ginjal, limpa, ovarium, dan sumsum tulang dengan melakukan pengamatan secara histopatologi (HP). Menurut Agungpriyono et al. (2006), kejadian ML dapat menyebabkan penurunan kekebalan tubuh (imunosupresi). Imunosupresi pada ayam broiler berpotensi meningkatkan kejadian infeksi agen lain seperti Aspergillus spp. Berdasarkan deskripsi di atas perlu dilakukan studi kasus untuk mengkaji perubahan patomorfologi kejadian ML pada ayam broiler.

Tujuan Penelitian

(33)

2

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberi informasi tentang kejadian ML yang muncul akibat adanya infeksi dari ALV–J serta mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada organ internal.

TINJAUAN PUSTAKA

Hematopoiesis

Hematopoiesis adalah proses pembentukan darah yang terjadi di dalam jaringan hemopoietik. Hematopoiesis dimulai dari kantung kuning telur dan di daerah dorsal aorta pada awal embrio (Liippo dan Lassila 2006). Proses ini akan berlangsung hingga dewasa. Aktifitas hematopoiesis mencapai puncaknya kira-kira 2 minggu pasca menetas, kemudian aktifitas hematopoiesis berkurang. Sel darah immature dapat ditemukan di sekitar sumsum tulang, timus, bursa fabrisius, aorta jantung, faring, saraf kranial, ganglion spinalis, jaringan subkutan, otot, gonad, pankreas, dan ginjal.

Proses hematopoiesis setelah ayam menetas paling utama dilakukan di sumsum tulang dan tulang belakang (Riddell 1996). Sumsum tulang dapat dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh hewan itu sendiri maupun lingkungan sekitar. Peningkatan sel sumsum tulang umumnya disebabkan oleh hiperplasia sebagai hasil dari persembuhan atrofi sumsum tulang.

Proses hematopoiesis sel pluripoten berkembang menjadi sel limfoid dan sel myeloid. Sel limfoid kemudian berdiferensiasi menjadi sel T dan sel B, sedangkan sel myeloid akan berdiferensiasi menjadi sel-sel eritroblas, megakarioblas, normoblas, dan myeloblas. Sel myeloblas akan berproliferasi menjadi sel myelosit yang selanjutnya akan berubah menjadi basofil, heterofil, dan eosinofil. Peningkatan sel darah putih di dalam sirkulasi sering disebabkan oleh penyakit infeksius pada unggas. Sel-sel di dalam darah sering dikaitkan dengan kejadian tumor yang disebabkan oleh virus termasuk limfoid leukosis, eritroblastosis, myeloblastosis, dan myelositomatosis (Riddell 1996).

Myelositomatosis

(34)

2

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberi informasi tentang kejadian ML yang muncul akibat adanya infeksi dari ALV–J serta mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada organ internal.

TINJAUAN PUSTAKA

Hematopoiesis

Hematopoiesis adalah proses pembentukan darah yang terjadi di dalam jaringan hemopoietik. Hematopoiesis dimulai dari kantung kuning telur dan di daerah dorsal aorta pada awal embrio (Liippo dan Lassila 2006). Proses ini akan berlangsung hingga dewasa. Aktifitas hematopoiesis mencapai puncaknya kira-kira 2 minggu pasca menetas, kemudian aktifitas hematopoiesis berkurang. Sel darah immature dapat ditemukan di sekitar sumsum tulang, timus, bursa fabrisius, aorta jantung, faring, saraf kranial, ganglion spinalis, jaringan subkutan, otot, gonad, pankreas, dan ginjal.

Proses hematopoiesis setelah ayam menetas paling utama dilakukan di sumsum tulang dan tulang belakang (Riddell 1996). Sumsum tulang dapat dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh hewan itu sendiri maupun lingkungan sekitar. Peningkatan sel sumsum tulang umumnya disebabkan oleh hiperplasia sebagai hasil dari persembuhan atrofi sumsum tulang.

Proses hematopoiesis sel pluripoten berkembang menjadi sel limfoid dan sel myeloid. Sel limfoid kemudian berdiferensiasi menjadi sel T dan sel B, sedangkan sel myeloid akan berdiferensiasi menjadi sel-sel eritroblas, megakarioblas, normoblas, dan myeloblas. Sel myeloblas akan berproliferasi menjadi sel myelosit yang selanjutnya akan berubah menjadi basofil, heterofil, dan eosinofil. Peningkatan sel darah putih di dalam sirkulasi sering disebabkan oleh penyakit infeksius pada unggas. Sel-sel di dalam darah sering dikaitkan dengan kejadian tumor yang disebabkan oleh virus termasuk limfoid leukosis, eritroblastosis, myeloblastosis, dan myelositomatosis (Riddell 1996).

Myelositomatosis

(35)

3

karakteristik nukleus besar berbentuk bulat atau elips dan berada pada bagian tepi dengan kromatin yang terlihat jelas, serta sitoplasma yang bergranul eosinofilik (Fadly 2000; Wu et al. 2010). Selain menyebabkan tumor sel darah putih tipe myelosit, pertumbuhan tumor myelosit pada organ-organ viseral dan limfoid dapat menyebabkan imunosupresi pada ayam yang dapat berakibat pada kegagalan vaksinasi serta meningkatnya berbagai kasus penyakit di lapang (Agungpriyono et al. 2006).

Avian Leukosis Virus–J

Galur baru ALV berhasil diisolasi dari ayam broiler di Inggris pada tahun 1988. Galur ini dinamakan sebagai subgroup J. Avian leukosis virus termasuk ke dalam genus Alpharetrovirus dari keluarga Retroviridae (Gao et al. 2011). Infeksi virus ALV–J menyerang sistem kekebalan tubuh unggas, terutama menyerang sel-sel darah putih tipe myelosit dan menyebabkan transformasi sel-sel tumor myelosit atau ML (Agungpriyono et al. 2006). Avian leukosis virus–J menyebar secara vertikal melalui embrio dan horizontal melalui kontak langsung (Payne 1998). Penyakit yang ditimbulkan oleh ALV–J akan menyebar dengan cepat dan menjadi salah satu permasalahan yang utama dalam industri ayam broiler (Venugopal 1999). Selain itu, virus ini juga dapat menginduksi berbagai tumor dan menyebabkan kerugian ekonomi yaitu penurunan produksi dan meningkatnya jumlah kematian pada ternak ayam broiler (Payne 1998).

Imunosupresi

Imunosupresi adalah suatu kondisi terjadinya penurunan reaksi pembentukan zat kekebalan tubuh atau antibodi akibat kerusakan organ limfoid (Machdum 2014). Secara garis besar imunosupresi dibagi dalam 2 golongan yaitu imunosupresi kongenital dan dapatan (Radji 2010). Imunosupresi kongenital pada umumnya disebabkan oleh kelainan respon imun bawaan berupa kelainan dalam sistem fagosit dan komplemen atau dalam proses diferensiasi fungsi limfosit. Imunosupresi dapatan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain infeksi virus yang dapat merusak sel limfosit, malnutrisi, penggunaan obat-obatan kortikosteroid yang bersifat sitotoksik, dan penyakit tumor. Dengan adanya penurunan jumlah antibodi dalam tubuh, maka agen penyakit akan lebih mudah masuk dan menginfeksi tubuh sehingga dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan produksi. Tanda-tanda terjadinya kasus imunosupresi adalah performa produksi yang buruk dari suatu flock peternakan, yang dapat disebabkan oleh terjadinya kematian yang sangat tinggi, penurunan bobot tubuh, konversi pakan yang tinggi, dan banyaknya ayam yang kerdil.

Aspergilosis

(36)

4

pernapasan, terutama paru dan kantung hawa unggas, serta menyebabkan gangguan pernapasan. Akibatnya, produktivitas telur dan daging ayam terganggu (Gholib 2005). Aspergilosis menyerang semua tingkatan umur dan telah tersebar di seluruh dunia, terutama negara-negara tropis yang bercuaca panas dan lembab. Penyakit ini menyerang secara sistemik yang berarti menyerang di dalam tubuh ternak dan dapat menyebar ke seluruh bagian tubuh.

Spora Aspergillus spp. dapat masuk ke dalam tubuh unggas secara perinhalasi, pakan yang terkontaminasi, dan telur yang mengandung spora. Spora yang masuk ke dalam tubuh, terbawa aliran darah sehingga menyebabkan kerusakan pada berbagai organ. Lesio aspergilosis pada organ dapat berupa hifa di dalam sarang-sarang radang granuloma pada organ respirasi terutama paru dan kantung hawa. Radang granuloma merupakan bentuk dari pertahanan tubuh terhadap agen penyebab granuloma yang persisten. Radang granuloma merupakan bentuk radang kronis yang ditandai dengan adanya kumpulan makrofag termodifikasi (sel raksasa multinukleus) yang menyerupai sel epitel, yang umumnya dikelilingi sel limfosit (Dorland 2012). Teknik identifikasi kapang pada kasus granuloma akibat Aspergillus spp. umumnya menggunakan pewarnaan khusus seperti periodic acid–Schiff (PAS). Teknik pewarnaan ini dapat mewarnai dinding polisakarida dari kapang Aspergillus spp. (Permi et al. 2012).

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Veteriner, Divisi Patologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, FKH IPB. Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2013 sampai bulan Februari 2014.

Alat dan Bahan

Bahan

(37)

4

pernapasan, terutama paru dan kantung hawa unggas, serta menyebabkan gangguan pernapasan. Akibatnya, produktivitas telur dan daging ayam terganggu (Gholib 2005). Aspergilosis menyerang semua tingkatan umur dan telah tersebar di seluruh dunia, terutama negara-negara tropis yang bercuaca panas dan lembab. Penyakit ini menyerang secara sistemik yang berarti menyerang di dalam tubuh ternak dan dapat menyebar ke seluruh bagian tubuh.

Spora Aspergillus spp. dapat masuk ke dalam tubuh unggas secara perinhalasi, pakan yang terkontaminasi, dan telur yang mengandung spora. Spora yang masuk ke dalam tubuh, terbawa aliran darah sehingga menyebabkan kerusakan pada berbagai organ. Lesio aspergilosis pada organ dapat berupa hifa di dalam sarang-sarang radang granuloma pada organ respirasi terutama paru dan kantung hawa. Radang granuloma merupakan bentuk dari pertahanan tubuh terhadap agen penyebab granuloma yang persisten. Radang granuloma merupakan bentuk radang kronis yang ditandai dengan adanya kumpulan makrofag termodifikasi (sel raksasa multinukleus) yang menyerupai sel epitel, yang umumnya dikelilingi sel limfosit (Dorland 2012). Teknik identifikasi kapang pada kasus granuloma akibat Aspergillus spp. umumnya menggunakan pewarnaan khusus seperti periodic acid–Schiff (PAS). Teknik pewarnaan ini dapat mewarnai dinding polisakarida dari kapang Aspergillus spp. (Permi et al. 2012).

METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Veteriner, Divisi Patologi Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi, FKH IPB. Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2013 sampai bulan Februari 2014.

Alat dan Bahan

Bahan

(38)

5

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat-alat untuk membuat preparat histopatologi seperti tissue cassette, scalpel, tissue embedding console, microtome, pisau microtome, mesin blocking, rak khusus pewarnaan, gelas ukur, object glass, cover glass, dan mikroskop cahaya.

Metode Penelitian

Evaluasi histopatologi

Pemeriksaan sampel organ yang diamati berasal dari 21 ekor ayam broiler (Gallus domesticus) ras Lohmann yang berasal dari suatu peternakan di daerah Purwakarta, Jawa Barat. Sampel ini dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama dengan kode U 50/13 berjenis kelamin jantan dan betina berumur 7 dan 14 hari. Kelompok kedua dengan kode U 63/13 berjenis kelamin betina berumur 29 minggu yang merupakan induk dari ayam day old chick (DOC) dengan kode U 50/13. Pembuatan preparat HP dilakukan dengan cara menekropsi dan mengambil organ paru, jantung, hati, ginjal, limpa, ovarium, dan sumsum tulang. Organ tersebut selanjutnya difiksasi di dalam BNF 10% selama 6–48 jam.

Fiksasi

Dehidrasi dilakukan pada mesin prosesor otomatis. Proses ini dilakukan bertahap dengan alkohol konsentrasi bertingkat, yaitu konsentrasi 70%, 80%, dan 90%, serta alkohol absolut I dan II masing-masing selama 2 jam. Proses selanjutnya dilakukan penjernihan dengan menggunakan xylol I dan II.

Pencetakan

Setelah proses dehidrasi selesai, dilakukan pencetakan dengan menggunakan tissue embedding console. Proses pencetakan dilakukan dengan penuangan paraffin sampai setengah cetakan. Potongan jaringan dimasukkan ke dalam cetakan tersebut dan ditambahkan dengan paraffin hingga cetakan penuh. Selanjutnya cetakan diberi label nama, kemudian didinginkan pada suhu 4 °C.

Pemotongan

(39)

6

Pewarnaan

Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ diwarnai dengan pewarnaan HE serta pewarnaan PAS dan MT digunakan untuk mewarnai organ paru. Preparat yang telah diwarnai, dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat dari alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolut I, II,III, kemudian xylol I, II, III masing-masing selama 2 menit. Proses terakhir yaitu preparat satu per satu diberi etelan lalu ditutup dengan cover glass dan siap untuk dilihat dengan mikroskop. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan histopatologi terhadap stuktur organ paru, jantung, hati, ginjal, limpa, ovarium, dan sumsum tulang.

Prosedur Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif dengan pengamatan histopatologi (HP) yaitu melihat keberadaan sel myelosit dan adanya perubahan HP struktur organ internal ayam broiler.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel ayam broiler pada penelitian kali ini dibagi menjadi dua kelompok, yakni kode U 50/13 menunjukkan bahwa sampel tersebut berjenis kelamin jantan dan betina berumur 7 dan 14 hari. Sementara, kode U 63/13 berjenis kelamin betina berumur 29 minggu yang merupakan induk dari ayam day old chick (DOC) dengan kode U 50/13. Berdasarkan anamnese sampel yang diteliti menunjukkan peningkatan jumlah kematian serta kesulitan bernapas. Sampel organ paru, jantung, hati, ginjal, dan ovarium diamati lesio patologi anatomi (PA) yang dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan patologi anatomi

Organ Perubahan

U 50/13 U 63/13

Paru Radang granuloma –

Hati Umur 14 hari: Perihepatitis Bengkak dan pucat Jantung Perikarditis Perikarditis Ginjal Umur 7 hari: Endapan asam urat disertai

dengan kebengkakan ginjal

Ovarium Oophoritis

(40)

6

Pewarnaan

Proses selanjutnya yaitu deparafinisasi dengan xylol III, II, I, alkohol absolut III, II, I, alkohol 96%, 90%, 80%, dan 70% masing-masing selama 2 menit. Selanjutnya seluruh preparat organ diwarnai dengan pewarnaan HE serta pewarnaan PAS dan MT digunakan untuk mewarnai organ paru. Preparat yang telah diwarnai, dimasukkan ke dalam alkohol bertingkat dari alkohol 70%, 80%, 90%, 96%, alkohol absolut I, II,III, kemudian xylol I, II, III masing-masing selama 2 menit. Proses terakhir yaitu preparat satu per satu diberi etelan lalu ditutup dengan cover glass dan siap untuk dilihat dengan mikroskop. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan histopatologi terhadap stuktur organ paru, jantung, hati, ginjal, limpa, ovarium, dan sumsum tulang.

Prosedur Analisis Data

Data dianalisis secara deskriptif dengan pengamatan histopatologi (HP) yaitu melihat keberadaan sel myelosit dan adanya perubahan HP struktur organ internal ayam broiler.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampel ayam broiler pada penelitian kali ini dibagi menjadi dua kelompok, yakni kode U 50/13 menunjukkan bahwa sampel tersebut berjenis kelamin jantan dan betina berumur 7 dan 14 hari. Sementara, kode U 63/13 berjenis kelamin betina berumur 29 minggu yang merupakan induk dari ayam day old chick (DOC) dengan kode U 50/13. Berdasarkan anamnese sampel yang diteliti menunjukkan peningkatan jumlah kematian serta kesulitan bernapas. Sampel organ paru, jantung, hati, ginjal, dan ovarium diamati lesio patologi anatomi (PA) yang dapat terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pemeriksaan patologi anatomi

Organ Perubahan

U 50/13 U 63/13

Paru Radang granuloma –

Hati Umur 14 hari: Perihepatitis Bengkak dan pucat Jantung Perikarditis Perikarditis Ginjal Umur 7 hari: Endapan asam urat disertai

dengan kebengkakan ginjal

Ovarium Oophoritis

(41)

7

Kejadian ML ditandai dengan ditemukan sel myelosit di beberapa organ seperti paru, ginjal, hati, jantung, limpa, dan ovarium.

Sel tumor ML terlihat seperti sel myelosit normal di sumsum tulang, namun proliferasi dan pertumbuhannya terjadi sangat cepat (Calnek 1997). Terdapat gambaran mitosis dari sel myelosit dalam tumor ML. Mitosis sel myelosit tanpa disertai dengan diferensiasi sel pada sumsum tulang menyebabkan kegagalan proses hematopoiesis, sehingga sel darah putih sebagai pertahanan terhadap agen penyakit tidak terbentuk dan menyebabkan terjadinya imunosupresi.

Deskripsi lesio HP organ paru, jantung, hati, ginjal, ovarium, limpa, serta sumsum tulang juga dijelaskan secara komprehensif pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil pemeriksaan histopatologi

Organ Perubahan

U 50/13 U 63/ 13

Paru 1. Radang granuloma disertai dengan hifa tidak berwarna dibagian tengah radang

2. Radang granuloma invasif

3. Infeksi sekunder oleh bakteri ditandai jumlah sel heterofil yang tinggi dan terdapat koloni bakteri yang membentuk radang granuloma 4. Trombus

1. Bronkhitis

2. Akumulasi sel myelosit di interstisium

Ginjal Umur 14 hari: Embolus sel myelosit 1. Proliferasi sel-sel myelosit di interstisium dan di dalam

Jantung 1. Perikarditis granulomatosa 2. Perikardits fibrinosa

(42)

8

beberapa organ menandakan bahwa sel myelosit telah bermetastasis. Sel myelosit akan bermetastasis dalam pembuluh darah dan menyebar ke seluruh tubuh secara sistemik (McEntee 1990 dalam Afriani 2006). Sel myelosit yang terbawa dalam pembuluh darah akan masuk ke sistem genitalia seperti ovarium (Ferry 2011). Hal ini memungkinkan proses penularan ML secara vertikal dari induk ke anaknya. Dari hasil pengamatan secara HP sampel U 63/13, ditemukan kumpulan sel myelosit pada ovarium seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.

Gambar 1 Sumsum tulang U 50/13 umur 14 hari. Peningkatan persentase jumlah sel myelosit (panah) yang mencapai lebih dari 70% dari keseluruhan sel. Pewarnaan HE, bar= 20 µm.

Gambar 2 Ovarium U 63/ 13. Akumulasi multifokal sel myelosit (panah) di intestisium. Pewarnaan HE, bar= 20 µm.

(43)

9

karakteristik sama dengan sel tumor yang ada di ovarium. Pemeriksaan HP organ jantung sampel U 50/13 umur 7 dan 14 hari, ditemukan metastasis sel myelosit pada miokardium yang disebut miokarditis. Selain itu, pada bagian miokardium juga ditemukan lesio nekrosa otot jantung yang terlihat pada Gambar 3. Perikardium ditemukan lesio perikarditis granulomatosa (Gambar 4). Radang granuloma yang terbentuk pada perikardium merupakan suatu bentuk pertahanan tubuh dengan adanya infiltrasi sel heterofil, makrofag, limfosit, dan fibroblas di sekitar radang. Perikardium mengalami penebalan akibat pertumbuhan jaringan ikat dan fibrin. Lesio ini sering disebut perikarditis fibrinosa.

Gambar 3 Jantung U 50/13 umur 7 hari. Infiltrasi sel myelosit (panah a) dan nekrosa otot (panah b). Pewarnaan HE, bar= 20 µm.

(44)

10

Berdasarkan pengamatan sampel organ hati U 50/13 umur 7 hari secara HP, ditemukan lesio berupa kongesti dan infiltrasi sel myelosit pada hati. Tekanan tumor ML pada vena porta menyebabkan kongesti. Infiltrasi sel myelosit pada organ hati mengindikasikan terjadinya hepatitis karena agen infeksius yang parah. Hati dapat terinfeksi oleh agen infeksius melalui 3 cara yaitu hematogenous, penetrasi langsung, dan melalui sistem biliar (ascenden). Infeksi yang paling umum terjadi, yaitu melalui jalur hematogenous karena organ hati menerima banyak darah dari arteri hepatika dan vena porta (Hou et al. 2011). Kejadian hepatitis yang disertai dengan kongesti disebut hepatitis perivaskular.

Pengamatan sampel organ ginjal U 50/13 umur 14 hari dan U 63/13 secara HP ditemukan sel-sel tumor sel myelosit di pembuluh darah dan pada interstisium ginjal (Gambar 5). Lesio lain yang terlihat pada pengamatan organ ginjal adalah adanya nekrosa multifokal tubulus ginjal. Tekanan sel-sel tumor pada tubulus ginjal menyebabkan nekrosa multifokal, sementara pada glomerulus ginjal masih terlihat normal.

Gambar 5 Ginjal U 63/13. Infiltrasi sel myelosit di interstisium (panah). Pewarnaan HE, bar = 20 µm.

(45)

11

Pengamatan gambaran HP preparat organ paru dilakukan dengan pewarnaan HE. Berdasarkan hasil pengamatan sampel U 63/13 ditemukan lesio bronkhitis yang ditandai dengan penebalan epitel bronkus, infiltrasi sel heterofil dan adanya eksudat di lumen bronkus (Gambar 7). Metastasis tumor ML ditemukan pada organ paru yang ditandai dengan akumulasi sel myelosit pada bagian interstisium.

Gambar 6 Limpa U 50/13 umur 7 hari. Deplesi pulpa putih (panah). Pewarnaan HE, bar= 80 µm.

Gambar 7 Paru U 63/13. Bronkhitis, yang ditandai dengan infiltrasi sel radang (panah) pada bagian sub–epithelial. Pewarnaan HE, bar= 40 µm.

(46)

12

morfologi kapang Aspergillus spp, yang mengindikasikan kemungkinan kasus aspergilosis.

Gambar 8 Paru U 50/13 umur 7 hari. Kapang yang diduga Aspergillus spp. (panah). Pewarnaan PAS, bar= 40 dan 20 µm.

Organ paru yang terinfeksi oleh Aspergillus spp. ditandai dengan adanya radang granuloma. Radang granuloma yang ditemukan pada penelitian ini dicirikan dengan adanya sel raksasa tipe benda asing dan jaringan ikat yang mengelilingi fokus peradangan (Gambar 9). Radang granuloma merupakan bentuk radang kronis yang ditandai dengan adanya kumpulan makrofag termodifikasi (sel raksasa multinukleus) yang menyerupai sel epitel, yang umumnya dikelilingi sel limfosit (Dorland 2012). Berdasarkan hasil pengamatan HP organ paru sampel ayam broiler ditemukan adanya radang granuloma yang bersifat invasif. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10, dari hasil pewarnaan Masson trichrome (MT) organ paru menunjukkan fokus radang granuloma yang tidak dibatasi dengan jaringan ikat (berwarna biru). Sundaram dan Murthy (2011), menjelaskan bahwa kejadian radang granuloma invasif yang disebabkan penyakit aspergilosis sering terjadi pada individu yang mengalami imunosupresi. Hal ini disebabkan belum terbentuknya jaringan ikat untuk melokalisir infeksi, tetapi pada kasus ini radang granuloma sudah menyebar ke seluruh jaringan paru.

(47)

13

.

Gambar 9 Paru U 50/13 umur 7 hari. Radang granuloma dengan sel raksasa tipe benda asing (panah). Pewarnaan HE, bar= 40 µm.

Gambar 10 Paru U 50/13 umur 14 hari. Radang granuloma invasif yang tidak penuh dikelilingi oleh jaringan ikat (panah). Pewarnaan MT, bar= 40 µm.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(48)

13

.

Gambar 9 Paru U 50/13 umur 7 hari. Radang granuloma dengan sel raksasa tipe benda asing (panah). Pewarnaan HE, bar= 40 µm.

Gambar 10 Paru U 50/13 umur 14 hari. Radang granuloma invasif yang tidak penuh dikelilingi oleh jaringan ikat (panah). Pewarnaan MT, bar= 40 µm.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(49)

14

myelosit pada organ ovarium induk ayam. Granuloma invasif pada kasus ini diduga berkaitan dengan faktor imunosupresi akibat ML.

Saran

Pengamatan pada sampel organ lebih lanjut perlu dilakukan dengan pewarnaan imunohistokimia untuk mengetahui distribusi virus ALV–J penyebab ML pada organ. Selain itu perlu dilakukan diagnosa ML secara dini pada induk DOC untuk mencegah penularan secara vertikal agar dapat menghindari imunosupresi pada DOC.

DAFTAR PUSTAKA

Afriani. 2006. Kajian myelositomatosis pada ayam kampung betina [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Agungpriyono DR, Estuningsih S, Satyaningtijas AS. 2006. Penentuan karakteristik sitokimia granul myelosit pada sediaan ulas darah untuk deteksi dini penyakit tumor sel darah myelosit avian leucosis. [abstrak]. Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Kedokteran Hewan, IPB. Akson BT. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Aquino MZ, Brasciner A, Cristofani LM, Maluf PT, Filho VC, Marques HHS, Vaccari EMH, Lacaz CS, Melo NT. 1994. Aspergillosis in immunocompromised children with acute myeloid leukemia and bone merrow aplasia. Report of two cases. Revista do Instituto de Medicina Tropical de Sao Paulo. 36(5):465–469.

Butcher GD, Miles RD. 2014. Myeloid leukosis (J–virus)–an international broiler industry concern [Internet]. [diunduh: 2014 Desember 12]. Tersedia pada: http://edis.ifas. Ufl.edu.

Calnek BW. 1997. Disease of Poultry. Ed 10th. Iowa (US): Iowa State University Pr.

Calnek BW. 1998. Lymphomagenesis in marek’s. Avian Pathology. 27:S54–S64. Dorland. 2012. Kamus Saku Kedokteran. Ed 28th. Jakarta (ID): EGC.

Fadly AM. 2000. Isolation and identification of avian leukosis viruses:a review. Avian Pathology. 29:529–535.

Ferry JA. 2011. Hematologic neoplasms and selected tumor–like lesions involving the female reproductive organs. Springer. 1137–1158.

Gao Y, Yun B, Qin L, Pan W, Qu Y, Liu Z, Wang Y, Qi X, Gao H, Wan X. 2012. Molecular epidemiology of avian leukosis virus subgroup J in layer flocks in China. Journal of Clinical Microbiology. 50(3): 953.

Gholib D. 2005. Pengembangan tehnik serologi untuk pemeriksaan aspergilosis ayam. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 10(2):143–149.

(50)

14

myelosit pada organ ovarium induk ayam. Granuloma invasif pada kasus ini diduga berkaitan dengan faktor imunosupresi akibat ML.

Saran

Pengamatan pada sampel organ lebih lanjut perlu dilakukan dengan pewarnaan imunohistokimia untuk mengetahui distribusi virus ALV–J penyebab ML pada organ. Selain itu perlu dilakukan diagnosa ML secara dini pada induk DOC untuk mencegah penularan secara vertikal agar dapat menghindari imunosupresi pada DOC.

DAFTAR PUSTAKA

Afriani. 2006. Kajian myelositomatosis pada ayam kampung betina [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Agungpriyono DR, Estuningsih S, Satyaningtijas AS. 2006. Penentuan karakteristik sitokimia granul myelosit pada sediaan ulas darah untuk deteksi dini penyakit tumor sel darah myelosit avian leucosis. [abstrak]. Departemen Klinik Reproduksi dan Patologi, Kedokteran Hewan, IPB. Akson BT. 1993. Manual Kesehatan Unggas. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Aquino MZ, Brasciner A, Cristofani LM, Maluf PT, Filho VC, Marques HHS, Vaccari EMH, Lacaz CS, Melo NT. 1994. Aspergillosis in immunocompromised children with acute myeloid leukemia and bone merrow aplasia. Report of two cases. Revista do Instituto de Medicina Tropical de Sao Paulo. 36(5):465–469.

Butcher GD, Miles RD. 2014. Myeloid leukosis (J–virus)–an international broiler industry concern [Internet]. [diunduh: 2014 Desember 12]. Tersedia pada: http://edis.ifas. Ufl.edu.

Calnek BW. 1997. Disease of Poultry. Ed 10th. Iowa (US): Iowa State University Pr.

Calnek BW. 1998. Lymphomagenesis in marek’s. Avian Pathology. 27:S54–S64. Dorland. 2012. Kamus Saku Kedokteran. Ed 28th. Jakarta (ID): EGC.

Fadly AM. 2000. Isolation and identification of avian leukosis viruses:a review. Avian Pathology. 29:529–535.

Ferry JA. 2011. Hematologic neoplasms and selected tumor–like lesions involving the female reproductive organs. Springer. 1137–1158.

Gao Y, Yun B, Qin L, Pan W, Qu Y, Liu Z, Wang Y, Qi X, Gao H, Wan X. 2012. Molecular epidemiology of avian leukosis virus subgroup J in layer flocks in China. Journal of Clinical Microbiology. 50(3): 953.

Gholib D. 2005. Pengembangan tehnik serologi untuk pemeriksaan aspergilosis ayam. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 10(2):143–149.

Gambar

Gambar 1  Sumsum tulang U 50/13 umur 14 hari. Peningkatan persentase jumlah sel myelosit
Gambar 3  Jantung U 50/13 umur 7 hari. Infiltrasi sel myelosit (panah a) dan nekrosa otot (panah
Gambar   5  Ginjal U 63/13. Infiltrasi sel myelosit di interstisium (panah). Pewarnaan HE, bar = 20
Gambar 7  Paru U 63/13. Bronkhitis, yang ditandai dengan infiltrasi sel radang (panah) pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

a. Jika anak tersebut adalah anak laki-laki, maka kedudukannya terhadap harta warisan orang tuanya adalah sebagai ahli waris ashabah yakni ahli waris yang tidak

Seorang pelanggan yang merasa puas terhadap nilai yang diberikan oleh produk atau jasa, kemungkinan akan menjadi pelanggan dalam waktu yang lama ”.. Faktor-faktor yang

Strategi pembelajaran ARIAS telah dicobakan oleh sejumlah siswa di dua sekolah yang berbeda. Pertama model ini dicobakan kepada sejumla siswa kelas V dari Sekolah

PERNYATAAN KEASLIAN LAPORAN PRAKTIK KERJA Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam laporan yang berjudul “Proyek Pembangunan Jalan Tol Semarang – Solo Tahap Ii Ruas Bawen

Tingkatan stress yang sesuai untuk hipnoterapi ini adalah pada tingkat sedang karena pada stress tingkat ini klien bisa bekerjasama dan keluhan yang dirasakan tidak

CDU karya Rohendy dan Supis (1959/60) dapat dikatakan merupakan jawaban dari ketidakpuasan orang Sunda, yang diwakili oleh perkumpulan yang bergerak dalam bidang

Tanggung jawab ang paling penting komite audit adala# untuk meninjau dan mengambil tindakan ata temuan audit ang igni=kan dilaporkan dengan auditor internal