• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIFITAS GEN INSL3 TERHADAP KASUS KRIPTORKISMUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTIFITAS GEN INSL3 TERHADAP KASUS KRIPTORKISMUS"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIFITAS GEN INSL3 TERHADAP

KASUS KRIPTORKISMUS

Oleh :

NI NYOMAN WIRASITI 196605191992032001

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

BALI

2017

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

rahmatNya penulis dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul ”Hubungan Gen INSL3

Terhadap Kasus Kriptorkismus” sebagai salah tugas pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam bidang penelitian.

Karya tulis ini disusun berdasarkan studi kepustakaan dari beberapa sumber pustaka yang ada kaitannya dengan permasalahan yang dimaksud. Karya tulis ini dapat diselesaikan dengan baik atas bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat terwujud karya tulis yang diharapkan. Walaupun demikian, penulis menyadari sepenuhnya bahwa karya tulis berdasarkan studi kepustakaan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran penulis harapkan dari semua pihak, guna penyempurnaan karya tulis ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat berguna bagi penulis maupun pembaca.

Bukit Jimbaran, 19 Mei 2017

(3)

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 2 1.3. Tujuan Penulisan ... 2 1.4. Manfaat Penulisan ... 3 II. PEMBAHASAN 2.1. Pertumbuhan Gubernakulum ... .. 4 2.2. Penurunan Testis ... 6 2.3. Kriptorkismus ... 9

2.4. Gen yang berperan dalam penurunan testis ... 10

2.4.1. Gen INSL3 ... 10

2.4.2. Polimorfisme gen INSL3 ... 11

2.5. Polimorfisme Exon 1, Exon 2 Gen INSL3 dan Kriptokismus ... 12

2.6. Hubungan Polimorfisme Gen INSL3 dengan Kriptokismus ... 13

III. PENUTUP 3.1. Kesimpulan ... 16 DAFTAR PUSTAKA

(4)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Skrotum merupakan kantong yang terdiri dari kulit dan otot, dan berfungsi untuk membungkus testis. Lokasi testis di dalam skrotum dapat mempengaruhi terjadinya proses spermatogenesis dan fungsi epididimis. Suhu optimal yang diperlukan oleh testis dalam proses

spermatogenesis 1,5 - 2oC lebih rendah dibandingkan dengan suhu tubuh. Bayi yang dilahirkan

dalam keadaan normal, kedua testis harus sudah berada di skrotum. Apabila kedua testis pada saat bayi lahir belum terdapat di skrotum, maka hal ini menjadi suatu permasalahan. Turunnya testis dari rongga abdomen ke skrotum terjadi selama kehamilan, dan hal tersebut dipengaruhi

oleh faktor hormonal dan faktor mekanik (Wales et al., 2003).

Kriptorkismus adalah kelainan saluran genitourinaria, yaitu berupa tidak sempurnanya penurunan testis ke dalam skrotum. testis yang tidak turun ke skrotum dapat berada pada saluran yang normal di antara ginjal dan bagian dalam skrotum (Kaefer, 2004), atau testis terletak pada salah satu tempat sepanjang jalur desensus yang normal, tetapi tidak mencapai tempat kedudukannya yang normal yaitu di dalam skrotum (Styne, 2002).

Pada bayi prematur insiden kriptorkismus ditemukan 30% dari bayi laki-laki yang prematur, kasus ini mengalami penurunan menjadi 3-5% pada bayi yang lahir cukup bulan (Kaefer, 2004;

Acerini et al., 2009). Penelitian Virtanen dan Toppari tahun 2008 menunjukkan bahwa insiden

kriptorkismus 2-9% dari bayi laki-laki yang lahir cukup bulan dan kasus ini juga ditemukan meningkat pada bayi prematur.

(5)

2

Leydig insulin like hormone atau INSL3 merupakan faktor autoparakrin yang menyebabkan

formasi gubernakulum menjadi normal, dan formasi gubernakulum menentukan turunnya testis. Pada tikus percobaan delesi gen INSL3 menyebabkan kriptorkismus. Pada manusia, polimorfisme gen INSL3 banyak ditemukan tetapi hubungannya dengan kriptorkismus masih

belum jelas (Toppari et al., 2001). Kekacauan genetik gen INSL3 yang terdapat pada

gubernakulum dalam tikus percobaan menyebabkan tingginya kriptorkismus intraabdominal. Analisis mutasi gen INSL3 pada pasien kriptorkismus hanya ditemukan beberapa mutan dan

khusus pada alel dengan Single Nucleotide Polymorphysm (SNPs).

Dari latar belakang tersebut, kasus kriptorkismus masih cukup tinggi dan insiden kriptorkismus ini meningkat dari tahun ke tahun. Kriptorkismus merupakan kelainan kongenital yang menjadi faktor risiko dan penyebab mayor terjadinya infertilitas (The Endocrine society, 2005).

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana pertumbuhan gubernakulum pada manusia?

b. Bagaimana proses terjadinya penurunan testis?

c. Apa pengertian Kriptorkismus?

d. Gen apa yang berperan dalam penurunan testis?

e. Bagaimana hubungan antara polimorfisme gen INSL3 dengan kejadian kriptorkismus?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui pertumbuhan gubernakulum pada manusia.

(6)

3

c. Untuk mengetahui pengertian Kriptorkismus.

d. Untuk mengetahui Gen apa yang berperan dalam penurunan testis.

e. Untuk mengetahui hubungan antara polimorfisme gen INSL3 dengan kejadian kriptorkismus.

1.4. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penyebab terjadinya Kriptorkismus yang berkaitan dengan gen yang mempengaruhi terjadinya penurunan testis.

(7)

4

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Pertumbuhan Gubernakulum

Gubernakulum adalah silinder otot lurik yang mengelilingi inti otot polos yang secara aktif menarik testis ke dalam skrotum pada kehamilan akhir (Sarnat and Samat, 1983). Gubernakulum tumbuh dengan cepat pada fetus laki-laki, namun pada fetus perempuan pertumbuhannya tidak sempurna. Tidak sempurnanya pertumbuhan gubernakulum berhubungan dengan aktivitas mitosis sel pada bulbus gubernakulum dari fetus laki-laki dan fetus perempuan. Gubernakulum dapat dibagi menjadi: bagian kranial, tali gubernakulum, bagian caudal, kantong gubernakulum (gubernakulum bulb) (Emmen dkk., 2000).

Gubernakulum bulb mengandung inti mesenkim dengan pembungkus otot. Pada mamalia yang besar, contohnya seperti babi dan manusia, gubernakulum hanya mengandung sel mesenkim. Orchidektomi pada fetus dapat mencegah pertumbuhan keluar dari gubernakulum

(Emmen et al., 2000). Gubernakulum berperan dalam menentukan mekanisme yang kompleks

(8)

5

Gambar 1. Penurunan testis transabdominal dan transinguinal (Foresta et al.,2008)

Pada gambar 1 menunjukkan bahwa bagian A, posisi testis sebelum penurunan transabdominal, dimana testis pada bagian Kranial dipegang oleh CSL yang melekat pada dinding belakang abdomen dan bagian caudal dipegang oleh gubernakulum yang ujungnya pada cincin inguinalilis pada dinding abdomen. Bagian B menunjukkan bahwa penurunan testis transabdominal terjadi karena adanya pertumbuhan gubernakulum yang dipengaruhi hormon INSL3 dan regresi CSL yang dipengaruhi testosteron, dan regresi duktus mulleri yang dipengaruhi AMH. Bagian C menunjukkan adanya penurunan testis transinguinal karena regresi gubernakulum yang dipengaruhi oleh hormon testosteron dan GFN. Bagian D menunjukkan bahwa testis sudah di skrotum dan sudah terjadi regesi penuh gubernakulum.

(9)

6

2.2. Penurunan Testis

Turunnya testis adalah proses yang kompleks antara faktor anatomi dan faktor hormonal. Penurunan testis terjadi karena ada proses perkembangan testis yaitu testis bergerak dari posisi semula intraabdominal turun ke dasar skrotum. Proses ini umumnya terdiri atas dua fase. Fase pertama yaitu fase transabdominal adalah fase yang terjadi sebelum bayi dilahirkan. Pada fase ini, testis bergerak menuju abdomen bagian bawah. Fase kedua yaitu fase transinguinal adalah fase dimana testis bergerak dari bagian bawah abdomen menuju dasar skrotum. Selama fase transabdominal, gubernakulum pada laki-laki berkembang dengan membesar pada cavum abdomen dan di bawah tekanan pertumbuhan organ visceral pada abdomen serta di bawah

pengaruh hormonal terjadi regresi CSL (Emmen et al., 2000; Foresta et al.,2008; Virtanen and

Toppari, 2008).

Pada fase penurunan transinguinal, testis bergerak dari inguinal menuju skrotum. Pada fase ini terjadi pemendekan gubernakulum cord dan pemendekan pertumbuhan keluar dari gubernakulum bulb. Fase transabdominal terjadi antara usia kehamilan 10-23 minggu sedangkan fase transinguinal terjadi antara usia kehamilan 26-28 minggu dan saat lahir. Pada fase transabdominal yang diperlukan hormon INSL3 sedangkan pada fase traninguinal yang diperlukan hormon testosteron (Foresta, dkk., 2008).

Proses turunnya testis dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu sebagai berikut:

a. Migrasi testis transabdominal

Perkembangan gonad testis dimulai pada dinding abdomen, dengan ligament suspensory

pada bagian kranial dan ligament genitalia pada bagian caudal, hal ini

terjadi paling lambat pada minggu ke tujuh kehamilan. Gubernakulum berhubungan dengan ujung bawah testis-epididimis pada bagian cranial kanalis inguinalis dan hal ini penting untuk

(10)

7 perkembangan normal dari prosesus vaginalis. Mekanisme terputusnya bagian distal gubernakulum adalah hasil dari berkurangnya perkembangan prosesus vaginalis. Regresi dari ligament suspensory cranial dan penebalan gubernakulum menghasilkan migrasi transabdominal. Keadaan inilah yang membawa testis ke cincin inguinal interna pada usia tiga bulan kehamilan. Selama bulan ke empat sampai ke lima kehamilan, kantong luar peritoneum berkembang sepanjang bagian kaudal dari gubernakulum meluas lewat kanalis inguinalis ke dalam skrotum (Kaefer, 2004; Achermann, 2005).

Penelitian Emmen et al. (2000) dengan menggunakan tikus percobaan menunjukkan hasil

bahwa hormon INSL3 dan hormon androgen mempunyai peran yang sangat esensial pada pertumbuhan keluar dari gubernakulum selama penurunan testis transabdominal. Diperkirakan gen INSL3 berperan sebagai perantara pada aktivitas perkembangan gubernakulum. Gubernakulum memainkan peran yang esensial pada mekanisme yang komplek dari penurunan

testis dan tertutupnya hernia inguinalis (Hutson et al., 2004).

(11)

8

b. Migrasi testis transinguinal

Gambar 3. Migrasi testis transinguinal (Amann and Veeramachaneni, 2007)

Fase kedua dari penurunan testis dimulai pada bulan ke tujuh kehamilan dan biasanya lengkap pada trimester ketiga. Antara bulan ke tujuh dan ke sembilan kehamilan penurunan testis secara cepat pada kanalis inguinalis dan pelan-pelan masuk ke skrotum. Selama waktu ini, terjadi regresi gubernakulum. Dalam keadaan normal, prosesus vaginalis menutup komplit sebelum bayi lahir, apabila testis tidak turun, prosesus vaginalis biasanya masih tertinggal jelas atau secara tidak langsung menjadi hernia inguinalis. Pada bayi premature, penurunan testis ke dalam skrotum banyak yang tidak sempurna (Kaefer, 2004).

c. Migrasi testis setelah lahir

Kurang lebih dua pertiga bayi lahir dengan kriptorkismus, testisnya menurun secara spontan ke dalam skrotum. Walaupun penurunan testis masih tetap berlangsung sampai usia 12 bulan,

(12)

9 kebanyakan kasus penurunan testis ditemukan antara usia 4 sampai 6 bulan (dengan asumsi bayi lahir cukup bulan). Terjadinya penurunan testis setelah lahir diperkirakan disebabkan oleh

peningkatan kadar testosteron setelah lahir. (Kaefer, 2004; Suomi et al., 2006).

Penelitian yang dilakukan oleh Suomi et al. (2006) yaitu penelitian prospektif pada bayi

laki-laki yang lahir dengan kriptorkismus diikuti selama tiga bulan, kemudian pada usia tiga bulan dilakukan pemeriksaan hormon FSH, hormon LH dan inhibin B kemudian dibandingkan dengan kontrol. Pasien-pasien yang kadar hormon FSH dan hormon LH yang meningkat serta produksi inhibin B yang rendah kejadian kriptorkismusnya menetap, sehingga disimpulkan kriptorkismus sesuai dengan kelainan primer pada testis.

2.3. Kriptorkismus

Kriptorkismus yaitu kelainan saluran genitourinaria yaitu berupa tidak sempurnanya penurunan testis ke dalam skrotum. Testis yang tidak turun sempurna ke skrotum, dapat berada pada saluran yang normal di antara ginjal dan bagian dalam skrotum (Kaefer, 2004), atau testis terletak pada salah satu tempat sepanjang jalur desensus yang normal, tetapi tidak mencapai tempat kedudukannya yang normal di dalam skrotum (Styne, 2002).

Kriptorkismus yang sering terjadi pada anak – anak, merupakan kondisi patologi berupa kegagalan testis turun ke dalam skrotum. Istilah kriptorkismus berasal dari kata Yunani yaitu cryptos yang berarti tersembunyi, dan orchis yang dalam bahasa latin disebut sebagai testis. Kasus kriptorkismus murni seringkali ditemukan pada bayi prematur, namun testis masih dapat

turun selama satu tahun pertama (Wales et al., 2003).

Kasus kriptorkismus tergantung pada usia kehamilan dari bayi tersebut. Maksimum 30% bayi laki-laki yang lahir prematur memiliki testis yang tidak turun. Kasus ini menurun menjadi 3 sampai dengan 5% pada bayi yang lahir cukup bulan.

(13)

10 Kausa kriptorkismus ialah multiple dan mungkin berbeda pada kasus yang lainnya. Hal-hal yang dianggap menentukan yaitu kelainan axis hipotalamus-hipofise-testis. Hipotalamus menghasilkan GnRH, Hipofise anterior menghasilkan FSH dan LH, sedangkan testis terdiri dari sel sertoli yang menghasilkan AMH dan sel leydig yang menghasilkan hormon testosteron dan

hormon INSL3. Wales et al. (2003) berpendapat bahwa kriptorkismus dapat disebabkan oleh

beberapa faktor yaitu mekanik atau kegagalan hormonal, dan dapat pula terjadinya mutasi gen INSL3 yang mengontrol kontraksi gubernakulum.

2.4. Gen yang Berperan Pada Penurunan Testis

Terdapat beberapa gen yang berperan pada penurunan testis, salah satunya adalah gen INSL3 (Kaleva and Toppari., 2003; Virtanen and Toppari., 2008).

2.4.1. Gen INSL3

Gen INSL3 terletak pada kromosom 19. Gen ini mempunyai panjang basepair yaitu 4.998

bp atau 4,9 kbp , mempunyai 2 exon: exon 1 panjangnya 194 bp dan exon 2 panjangnya 546 bp (NCBI, 2010) dengan intronnya yang terputus pada daerah code C peptide. Adapun promoter dari gen INSL3 mengalami restriksi dalam intron 23 dari gen JAK3. Dipastikan bagian yang

pendek hanya 500-700 basepairs dan mempunyai intron yang cukup untuk menentukan ekspresi

gen spesifik INSL3 bila terjadi tumor sel leydig (Ivell and Bathgate, 2002).

Gubernakulum memanjang ke sekrotum diikuti masukknya testis ke kanalis inguinalis dipengaruhi hormon INSL3. Secara klinis perubahan pada gen INSL3 menyebabkan kegagalan

testis secara normal masuk ke skrotum selama perkembangan embrio (Ferline et al., 2003 ). Hal

yang menarik ekspresi INSL3 merupakan regulasi faktor genetik lainya. Hormon INSL3 mempunyai struktur yang sangat menyerupai peptide hormon relaktin atau insulin. Estrogen

(14)

11 dapat menurunkan regulasi produksi INSL3 dan mengganggu aktivitas gen INSL3 (Kaleva and Toppari, 2003).

Identifikasi hormon INSL3 yang normal menandakan bahwa fungsi gen INSL3 adalah baik

(Klonisch et al., 2003). Hormon INSL3 dihasilkan oleh sel leydig testis sebelum proliferasi

mesenkim dan pertumbuhan gubernakulum (Bott, 2006). Transgenik gen INSL3 pada tikus percobaan menyebabkan terjadinya kriptorkismus dengan gubernakulum yang tidak tumbuh, namun kasus kriptorkismus yang berhubungan dengan mutasi pada gen INSL3 atau reseptornya ditemukan sedikit.

2.4.2. Polimorfisme Gen INSL3

Kekacauan genetik dari gen INSL3 pada tikus percobaan menyebabkan tingginya

kriptorkismus intraabdominal. Analisis mutasi gen INSL3 pada alel dengan menggunakan Single

Nucleotide Polymorphisme (SNPs) pada pasien kriptorkismus hanya ditemukan beberapa mutan,

jadi dasar genetik dari kriptorkismus pada manusia masih tidak jelas (The Endocine society, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Ferline et al. (2003) yaitu dengan menggunakan 87 pasien

kriptorkismus dan 80 kontrol. Dilihat gen INSL3 dengan melakukan sequencing, dan ditemukan tiga mutasi gen INSL3 pada empat pasien. Pasien yang mengalami mutasi menunjukkan adanya perbedaan fenotip dari normosperma sampai komplit azoosperma, dan dari kriptorkismus bilateral sampai dengan testis retraktil dengan fungsi endokrin yang masih normal. Penelitian

Vinci et al. (2004), yaitu menggunakan 14 pasien dengan anorchia, peneliti gagal menemukan

mutasi pada gen INSL3, namun dilaporkan adanya polimorfisme yang menghasilkan perubahan asam amino dari Alanin ke Treonin pada kodon 60 yang ditemukan pada beberapa kasus, namun perubahan ini tidak menyebabkan anorchia, kemungkinan polimorfisme merupakan risiko faktor

(15)

12

genetik untuk kelainan kongenital lainnya. Penelitian oleh Bogatcheva et al. (2003), yaitu

menggunakan 600 kasus maka diperoleh empat varian mutan dari INSL3 yaitu pada P49S, P93L, R10ze dan Nii0K, dimana asam amino pertamanya berhubungan dengan codon pada lengan yang komplit. Walaupun mutasi gen INSL3 ditemukan dalam jumlah sedikit yang menyebabkan kriptorkismus, namun adanya faktor pembawa yang dapat dijelaskan dengan adanya polimorfisme menjadi pertimbangan terjadinya kriptorkismus.

2.5. Polimorfisme Exon 1, Exon 2 Gen INSL3 dan Kriptorkismus

Perubahan pada gen INSL3 dapat menyebabkan terjadinya kegagalan testis secara normal

masuk ke skrotum selama perkembangan embrio (Ferline et al., 2003). Kekacauan genetik dari

gen INSL3 pada tikus percobaan menyebabkan tingginya kriptorkismus intraabdominal. Analisis mutasi gen INSL3 dengan SNPs pada pasien kriptorkismus belum jelas (The Endocine society, 2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Suryawan (2011), menemukan adanya polimorfisme exon 1 dan exon 2 gen INSL3. Polimorfisme exon 1 ditemukan berupa M1M (ATG → NTG) asam amino nomor 1 tetap metionin, A9A (GCG → GCN/GCA) asam aminonya tetap alanin, L42L (CTA → CTN) asam amino tetap leusin, L42P (CTA → CNN) asam amino berubah dari leusin menjadi prolin, V43M (GTG → NNG) asam amino valin menjadi metionin, T60T (ACC → NCC) asam amino tetap treonin, T60A (ACC → GCC) asam amino berubah dari treonin menjadi

alanin. Penelitian lain yang menemukan polimorfisme exon 1 gen INSL3 adalah Lim et al.

(2001) menemukan adanya polimorfisme pada exon 1 yaitu berupa A41A (GCG → GCA) asam aminonya tetap alanin.

Polimorfisme exon 2 ditemukan berupa R73R (CGA → CNA) asam aminonya tetap arginin, C115W (TGC → TGG) asam amino berubah dari sistein menjadi triptopan, C116C (TGC →

(16)

13 TNGC) asam amino tetap sistein, kodon stop140kodon stop (AGA → ANA), G144G (GGC → NGC) asam amino tetap glisin, E146E (GAG → NAG) asam amino tetap glutamate, Q157Q (CAG → CAN) asam amino tetap glutamin, A166D (GCC → GAC) asam amino berubah dari alanin menjadi aspartat. Pada exon 2 meskipun jumlahnya kecil polimorfisme hanya ditemukan pada kelompok anak dengan kriptorkismus dan ada beberapa polimorfisme yang asam aminonya berubah. Polimorfisme exon 2 gen INSL3 yang ditemukan hanya pada anak dengan kriptorkismus dan tidak ditemukan pada anak yang sehat menandakan exon 2 gen INSL3 sangat berperan dalam memproduksi hormon INSL3 dan pertumbuhan gubernakulum (Suryawan,

2011). Peneliti lain yang menemukan polimorfisme pada exon 2 gen INSL3 adalah Lim et al.

(2001) yaitu berupa L85L (CTC → CTG) asam aminonya tetap leusin, V141L (GTG → CTG) asam aminonya berubah dari valin menjadi leusin,, A152V (GCT → GTT) asam aminonya

berubah dari alanin menjadi valin, Ferlin et al. (2003) menemukan polimorfisme berupa P93L

(CCC → CTC) asam aminonya berubah dari prolin menjadi leusin, R102H (CGC → CAC) asam aminonya berubah dari arginin menjadi histidin, R102C (CGC → TGC) asam aminonya berubah dari arginin menjadi sistein, polimorfisme ini tidak ditemukan pada penelitian ini.

Menurut Suryawan (2011), polimorfisme exon 1 M1M, L42L, L42P, V43M jumlahnya masing-masing satu dan hanya ditemukan pada anak dengan kriptorkismus. Polimorfisme A9A, T60T, T60A ditemukan pada anak dengan kriptorkismus dan anak sehat. Frekuensi polimorfisme T60T ditemukan lebih banyak secara bermakna pada kelompok anak kriptorkismus dibandingkan dengan anak normal.

2.6. Hubungan Polimorfisme Gen INSL3 dengan Kejadian Kriptorkismus

Gubernakulum memiliki peran dalam fase turunnya testis dari intraabdominal ke dasar skrotum. Pada fase pertama akan terjadi pertumbuahan gubernakulum sampai di dasar skrotum,

(17)

14 hal ini akan menyebabkan turunnya testis dari intraabdominal dan masuk cincin inguinalis interna (penurunan testis transabdominal). Hormon yang mempengaruhi pertumbuhan gubernakulum adalah hormon INSL3. Apabila terjadi gangguan dalam produksi atau sifat dari hormon INSL3 atau resistensi akibat gangguan reseptor hormon INSL3 di gubernakulum, maka akan menyebabkan gangguan pertumbuhan gubernakulum atau gubernakulum tidak tumbuh (testis tetap di intraabdominal) atau gubernakulum masih tumbuh namun tidak optimal sampai di dasar skrotum dan menyebabkan testis tidak dapat turun secara optimal hingga di dasar skrotum.

Penelitian Suyawan (2011) ditemukan rerata kadar hormon INSL3 plasma pada anak yang kriptorkismus lebih rendah secara bermakna dibandingkan dengan rerata kadar hormon INSL3 plasma pada anak yang normal, dengan asumsi peneliti bahwa kadar hormon INSL3 juga rendah pada saat bayi dalam kandungan saat terjadi pertumbuhan gubernakulum dan gubernakulum tidak tumbuh pada anak dengan kriptorkismus intraabdominal atau pertumbuhan gubernakulum tidak optimal.

Rendahnya kadar hormon INSL3 dipengaruhi oleh faktor genetik berupa adanya polimorfisme pada exon 1 dan exon 2 gen INSL3 yang ditemukan pada anak kriptorkismus dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan berupa tingginya kadar hormon estradiol yang menekan produksi hormon INSL3 dan produksi hormon testosteron. Dari penelitian Suryawan (2011), ditemukan polimorfisme T60T lebih banyak secara bermakna pada anak kriptorkismus dibandingkan dengan anak yang normal. Meskipun polimorfisme T60T tidak mengubah asam amino treonin nomor 60 pada exon 1 gen INSL3 tapi mengubah basa dalam kodon asam amino treonin. Oleh sebab itu polimorfisme T60T bisa merupakan marker baru kriptorkismus. Rerata kadar hormon estradiol lebih tinggi secara bermakna pada anak kriptorkismus dibandingkan dengan anak yang normal. Tingginya hormon estradiol sebagai salah satu faktor lingkungan

(18)

15 dapat menekan produksi hormon INSL3. Jadi adanya polimorfisme T60T yang merupakan marker baru kriptorkismus dikombinasikan dengan kadar hormon estradiol plasma yang tinggi akan menyebabkan produksi hormon INSL3 berkurang dan kadar hormon INSL3 plasma menjadi rendah. Kadar hormon INSL3 yang rendah mempengaruhi pertumbuhan gubernakulum dan pertumbuhan gubernakulum tidak optimal sehingga testis tidak turun atau turun tidak optimal.

(19)

16

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Kriptorkismus yaitu kelainan saluran genitourinaria yaitu berupa tidak sempurnanya penurunan testis ke dalam skrotum dan kasus ini seringkali ditemukan pada anak kecil. Terdapat beberapa gen yang berperan pada penurunan testis, salah satunya adalah gen INSL3. Perubahan pada gen INSL3 dapat menyebabkan terjadinya kegagalan testis secara normal masuk ke skrotum selama perkembangan embrio. Identifikasi hormon INSL3 yang normal menandakan bahwa fungsi gen INSL3 adalah baik. Rendahnya kadar hormon INSL3 dipengaruhi oleh faktor genetik berupa adanya polimorfisme pada exon 1 dan exon 2 gen INSL3 yang ditemukan pada anak kriptorkismus dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan berupa tingginya kadar hormon estradiol yang menekan produksi hormon INSL3 dan produksi hormon testosteron.

(20)

17

DAFTAR PUSTAKA

Acerini, C. L., Miles, H. L., Dunger, D. B., Ong, K. K. and Hughes, I. A. 2009. Abstract: The descriptipe epidemiology of congenital and acquired cryptorchidism in a UK infant cohort. Arch Dis Child, jun 18. (Epub ahead of print) PubMed PMID: 19542061.

Achermann, J. C. 2005. Development of the reproductive systems. in: Brook, C. G. D., Clayton,

P. E. and Brown, R. S., editors. Clinical Pediatric Endocrinology. 5th Edition. Blackwell.

London. .

Amann, R. P. and Veeramachaneni, D. N. R. 2007. Review: Cryptorchidism in common

eutherian mammals. Society for Reproduction and Fertility 133: 541-561.

Bogatcheva, N. V., Truong, A., Feng, S., Engel, W., Adham, I. M and Agoulnik, A. I. 2003.

Great/LGR8 is the only Receptor Insulin-like peptide. Molecular Endocrinoilogy 17(12):

2639-2646.

Bott, R. C. 2006. Descent of scrotal testis and temperature regulation. BS 640 Fall.

Emmen, J. M. A., Mc Luskey, A., Adham, I. M., Engel, W., Grootegold, J. A. and Brinkmann, A. O. 2000. Hormonal control of Gubernaculum development during Testis descent: Gubernaculum outgrowth invitro requires both insulin-like factor and Androgen. Endocrinology 141(12): 4720-4727.

Ferlin, A., Simonoto, M., Bartoloni, L., Rizzo, G., Bettella, A., Dottorini, T., Dallapiccola, B. and Foresta, C. 2003. The INSL3-LGR8/Great Ligand-Receptor Pair in Human

Cryptorchidism. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism 88(9): 4273-4279.

Foresta, C., Zuccarello, D., Garolla, A. and Ferlin, A. 2008. Role of Hormonal, Genes, and

Environment in Human Cryptorchidism. Endocrine Reviews by The Endocrine Society

29(5): 560-580.

Hutson, J. M., Sasaki, Y., Huynh, J., Yong, E. and Ting, A. 2004. Suplement: The

Gubernaculum in Testicular descent and Cryptorchidism. The Turkish Journal of

Pediatrics 46: 3-6.

Ivell, R and Bathgate, R. A. D. 2002. Minireview: Reproductive Biology of the Relaxin-like

faktor (RLF/INSL3). Biology of Reproduction 67: 699-705.

Kaefer, M. 2004. Diagnosis and Treatment of the Undescended Testicle. In: Pescovitz, O. H. and

Eugster, E.A., editors. Pediatric Endocrinology, Mechanisms, Manifestations and Management. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia.

Kaleva, M. and Toppari, J. 2003. Review: Genetics and hormones in testicular descent. Hormones 2(4): 211-216.

(21)

18 Klonisch, T., Steger, K., Kehlen, A., Allen, W. R., Froehlich, C., Kauffold, J., Bergmann, M. and

Hombach-Klonisch, S. 2003. INSL3 Ligand-Receptor System in the Equine Testis. Biology of Reproduction 68: 1975-1981.

Lim, H. L., Rajpert-De Meyts, E., Skakkebaek, N. E., Hawkins, J. R and Hughes, L. A. 2001. Clinical study: Genetic analysis of the INSL3 gene in patients with maldecent of the testis. European Journal of Endocrinology 144: 129-137.

Styne, D. M. 2002. The Testes, Disorders of Sexual Differentiation and Puberty in the Male. In:

Sperling, M. A., editor. Pediatric Endocrinology. 2nd Edition. Saunders. USA.

Suomi, A. M., Main, K. M., Kaleva, M., Schmidt, I. M., Chellakooty, M., Virtanen, H. E., Boisen, K. A., Damgaard, I. N., Kai, C. M., Skakkebaek, N. E. and Toppari, J. 2006.

Hormonal changes in 3-month-old Cryptorchid Boys. The Journal of Clinical

Endocrinology & Metabolism 91(3): 953-958.

Suryawan, I. W. B. 2011. Polimorfisme gen INSL3 dan LGR8, kadar hormon INSL3 dan

estradiol sebagai faktor risiko Kriptorkismus pada anak. [Disertasi]. Program Pascasarjana Universitas Udayana. Bali.

The Endocrine Society. 2005. Editorial: Cryptorchidism - An Estrogen Spoil. The Journal of

Clinical Endocrinology and Metabolism 90(8): 4975-4977.

Toppari, J., Kaleva, M. and Virtamen, H. E. 2001. Trends in the incidence of cryptorchidism and

hypospadias and methodological limitations of registry-based date. Human Reproduction

Update 7(3): 282-286.

Vinci, G., Anjot, M. N., Trivin, C., Lottmann, H, Branner, R and McElrlaves, K. 2004. An Analysis of the Genetic factors Involved in testicular Descent in a Cohort of 14 male

Patients with Anorchia. The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 89(12):

6282- 6285.

Virtanen, H. E. and Toppari, J. 2008. Epidemiology and pathogenesis of cryptorchidism. Human

Reproduction Update 14(1): 49-58.

Wales, J. K. H., Wit, J. M. and Rogol, A. D. 2003. Pediatric Endocrinology and Growth. 2nd

Gambar

Gambar 2. Migrasi testis transabdominal (Amann and Veeramachaneni, 2007)
Gambar 3. Migrasi testis transinguinal (Amann and Veeramachaneni, 2007)

Referensi

Dokumen terkait

Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci dari sains yang diperlukan Konten sains merujuk pada konsep-konsep kunci dari sains yang diperlukan untuk

Berdasarkan hasil dari pengabdian yang penulis lakukan tentang Bagaimana cara menumbuhkan minat dan pontensi guru dalam penulisan karya ilmiyah di Madrasah Aliyah

Menurut kitab Undang-undang Perdata, tidak ada ketentuan yang memberikan pembatasan tentang hibah yang diberikan si pemberi hibah sebagaimana yang diatur dalam Hukum Kompilasi

Daud Chevi Naibaho, S.Si (Teol) untuk setiap perhatian, kasih sayang, dukungan, doa, serta penguatan yang kalian taruhkan atas saya. Tuhan yang membalaskan semuanya ya

Semakin sedikit etanol yang terbentuk maka produk sampingan (asam asetat dan asam format) yang terbentuk pun juga sedikit sehingga tidak sampai membunuh sel-sel

melakukan apa-apa perbuatan dalam keadaan yang sedemikian bahawa jika ia dengan jalan demikian itu menyebabkan kematian ia adalah melakukan kesalahan mematikan orang dengan

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

pembelajaran baik untuk di dalam maupun di luar kelas, sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik, dan berpartisipasi secara aktif. Pembelajaran