• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL EKOSISTEM SUNGAI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL EKOSISTEM SUNGAI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

EKOSISTEM SUNGAI Carissa Paresky Arisagy

12/334991/PN/12981 Manajemen Sumberdaya Perikanan

Intisari

Keanekaragaman organisme yang terdapat pada ekosistem sungai dapat menjadi indikator pencemaran dari ekosistem sungai. Praktikum ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatasnya. Lalu untuk mempelajari cara pengambilan data parlementer lingkungan, mempelajari korelasi antara parlementer lingkungan dengan kehidupan biodata perairan dan mempelajari kualitas perairan berdasarkan indeks diversitas biodata perairan. Pengamatan dilaksanakan di sungai Tambak Bayan pada tanggal20 April 2013. Pengamatan dilakukan secara langsung dengan pengambilan sampel untuk dianalisis kandungan parameternya, baik fisik, kimia, maupun biologi. Nilai parameter yang diperoleh, dianalisis hingga dapat ditentukan kualitas dari suatu perairan berdasarkan korelasinya dengan biodata perairan. Berdasarkan hasil penelitian stasiun dengan kondisi terbaik yaitu stasiun 1 dan yang teburuk adalah stasiun 2, hal ini dilihat berdasarkan nilai denditas dan diversitas makrobentos yang berada di perairan tersebut menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Sungai Tambak Bayan memiliki kualitas perairan yang cukup baik.

Kata kunci : densitas , diversitas , parameter , plankton , sungai

PENDAHULUAN

Meskipun di permukaan bumi ini habitat air tawar relatif kecil apabila dibandingkan dengan habitat lautan dan daratan, habitat air tawar juga memiliki peran yang tidak kalah penting dibandingkan dengan habitat-habitat lainnya di permukaan bumi, sebab ekosistem air tawar menyediakan sumber-sumber yang mudah didapat dan murah untuk keperluan rumah tangga dan industri. Salah satu yang terpenting diantaranya adalah sebagai penyedia air tawar. Akan tetapi, sungai sebagai salah satu ekosistem air tawar kini perannya sudah mulai bergeser. Bergesernya fungsi sungai tersebut timbul karena adanya tingkat pencemaran yang tinggi pada ekosistem sungai akibat adanya limbah baik limbah produksi maupun rumah tangga. Kualitas dari sungai itu sendiri sangat ditentukan oleh faktor-faktor pembatasnya seperti suhu, pH, alkalinitas, CO2 , DO, kecepatan arus, densitas plankton, dan diversitas plankton. Karena pergeseran peran dari ekosistem sungai tersebut, maka dirasa perlu untuk mengetahui dan memahami lebih lanjut tingkat kualitas dari suatu

(2)

perairan tawar khususnya ekosistem sungai melalui praktikum ekologi perairan tentang ekosistem sungai.

Ekosistem dapat diartikan sebagai suatu kesatuan dinamis yang terdiri dari berbagai spesies makhluk hidup yang saling berinteraksi, termasuk di dalamnya komponen biotik dan abiotik (Asdak,2002). Sungai adalah ekosistem air tawar yang bergerak atau berarus (lotik) yang memberikan pengaruh besar terhadap berbagai organisme yang ada di dalamnya (Ambarwati,2009). Sungai memiliki ciri khas yang sedikit berbeda dengan ekosistem air tawar lainya. Arus sungai yang cukup deras mengakibatkan O2 yang terlarut menjadi tinggi (Odum, 1993). Air sungai yang mengalir membuat plankton tidak bisa berdiam dan akan terbawa arus sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat, sehingga dapat mendukung rantai makanan. Faktor-faktor ataupun fenomena yang terjadi di sungai sehingga mempengaruhi kehidupan flora dan fauna yaitu, kecepatan arus, erosi, dan sedimentasi (Effendi, 2003). Berdasarkan analisa kandungan unsur-unsur kimia pada indikator biologi maupun fisik dapat dijadikan petunjuk ada tidaknya perubahan lingkunagn dari keadaan seimbangnya (Marsono,2004). Perubahan dari keadaan seimbang itulah yang dapat dijadikan parameter kualitas suatu perairan tercemar atau tidak.

Adapun praktikum ekologi perairan mengenai ekosistem sungai ini dilaksanakan dengan tujuan mempelajari karakteristik ekosistem sungai dan faktor-faktor pembatasnya. Selain itu adalah untuk mempelajari cara-cara pengambilan data tolak ukur (parameter) fisik, kimia dan biologi suatu perairan serta mempelajari korelasi antara tolok ukur lingkungan dengan populasi biota perairan. Di samping itu praktikum ini juga bertujuan untuk mempelajari kualitas perairan sungai berdasarkan indeks diversitas biota perairan.

METODOLOGI

Praktikum Ekologi Perairan acara ekosistem sungai dilaksanakan pada hari Selasa, 2 April 2013 pukul 13.30 hingga 17.00 di Sungai Tambak Bayan. Pengamatan ekositem sungai dibagi menjadi 4 stasiun. Keempat stasiun tersebut dibagi mulai dari hulu hingga hilir sungai.

Pada masing-masing stasiun dilakukan pengambilan data parameter fisik seperti suhu udara dan suhu air, kecepatan arus, dan debit air. Selain parameter fisik dilakukan juga pengambilan data parameter kimia seperti DO, CO2 bebas, alkalinitas dan pH dengan

(3)

mengambil sampel air danau lalu diukur dengan pH meter di laboratorium. Di samping itu , juga dilakukan pengambilan data parameter biologi seperti densitas dan diversitas makrobentos serta plankton. Pada masing-masing stasiun mengambil cuplikan makrobentos dengan menggunakan plot dari kayu dan pengidentifikasian dilakukan dengan bantuan mikroskop. Densitas makrobentos dinyatakan dalam satuan individu per luas plot, sedangkan indeks diversitas makrobentos dihitung dengan rumus Shannon-Wiener yaitu dengan persamaan H berbanding lurus dengan negatif sigma dari ni dibagi N dikali 2log ni dibagi N dengan H=indeks keanekaragaman, ni=cacah individu suatu genus, N=cacah individu seluruh genera. Kemudian dilakukan pengukuran beberapa tolok ukur lingkungan. Pengukuran suhu dilakukan dengan menggunakan termometer. Pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan menggunakan bola pingpong yang dilepaskan dengan jarak tertentu dari hulu ke hilir. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter. Kandungan O2 terlarut (DO) ditentukan dengan menggunakan metode Winkler. Hasil titrasi awal hingga akhir (h + j = Y). O2 terlarut (DO) ditentukan melalui persamaan kandungan O2 terlarut yang berbanding lurus dengan Y, 1000, 0,1 mg/l dan berbanding terbalik denagn 50. Kandungan CO2 bebas ditentukan melalui metode Alkalimetri. Volum titran yang diperoleh dari hasil titrasi (C ml). Kandungan CO2 bebas dihitung dengan rumus 1000 dikali C dikali 1 mg/l dibagi dengan 50. Pengukuran Alkalinitas ditentukan dengan menggunakan metode Alkalimetri. Alkalinitas dihitung dengan menjumlahkan kandungan CO32- dan HCO3-. Kandungan CO3- ditentukan dengan mengalikan 1000 dengan C dikali 1 mg/l kemudian dibagi dengan 50. Kandungan HCO3- ditentukan dengan mengalikan 1000 dengan D dan 1 mg/1 dan dibagi dengan 50.

Adapun alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan dalam acara praktikum ini adalah bola tenis meja, stopwatch, roll meter, meteran / penggaris, termometer, botol oksigen, erlenmeyer, gelas ukur, kempot, pipet ukur, pipet tetes, ember plastik, pH meter, plat bamboo, sikat halus, saringan, lertas label, alat tulis dan mikroburet. Bahan-bahan yang digunakan antara lain larutan MnSO4 , larutan reagen O2, larutan H2SO4 , larutan 1/8 N Na2S2O3 , larutan KOH-KI, larutan 1/40 N Na2S2O3 , larutan 1/44 N NaOH, larutan 1/50 N H2SO4 , 1/50 N HCI, larutan indikator PP, larutan indikator amilum, larutan indikator MO, larutan 4% formalin, larutan indikator (BCG/MR).

(4)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Praktikum ekosistem sungai dilaksanakan di sungai Tambak Bayan yang dibagi menjadi 4 stasiun pengamatan. Stasiun 3 terletak dibawah jembatan, dimana di sekitar sungai terdapat tambak budidaya ikan. Kondisi sungai berbatu-batu dengan air yang cukup bersih, sehingga banyak digunakan sebagai tempat mandi atau sekerdar memandikan hewan peliharaan . Dipinggiran sungai ditumbuhi vegerasi seperti pohon pisang dan rumput liar. Pada saat pengamatan kondisi cuaca mendung dan gerimis, sehingga lokasi agak sulit dijangkau karena rute yang ditempuh berbatu dan sedikit curam.

Tabel 1. Hasil pengamatan parameter fisik, kimia, dan biologi ekosistem sungai Tambak Bayan

Parameter Stasiun 1 2 3 4 Fisik Suhu udara (°C) 29 - 28.6 33.5 Suhu air (°C) 26.33 - 29.6 30 Kecepatan arus (m/s ) 0,68 0,34 0,53 1.095 Debit (m3/s) 0,702 0.05 0.85 2.14 Kimia DO (ppm) 6.23 5.6 5.9 3.3 CO2 (ppm) 13.8 5.7 10 12.9 Alkalinitas (ppm) 85 38 63 96 pH 7 7 7.1 7 Biologi

Densitas plankton (idv/L) 55 62,5 92,5 77,5

Diversitas plankton 0.2027 1.0263 1.5454 2.2125

Densitas Makrobentos (idv/m2) 350 437,5 50 43,75

Diversitas Makrobentos 0.7607 0 0 0,59

Densitas Gastropoda (idv/m2) 106,99 1089,87 11,31 7,55

Cuaca Berawan Mendung Mendung Hujan

Vegetasi Pohon rimbun Pohon Rindang Semak semak Pohon rimbun

Kondisi pada stasiun 3 , berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa suhu udaranya adalah sebesar 28,6oC dan suhu air sebesar 29,6oC , keadaan tersebut dapat dipengaruhi oleh kondisi cuaca pada daerah stasiun 3 yang mendung. Kecepatan arus dan debit air pada stasiun 3 relatif sedang, sebab stasiun 3 terletak di daerah tengah antara hulu dan hilir. Pada data parameter kimia, menunjukan kndungan DO , CO2 dan Alkalinitas sebesar 4,2 : 8,4 dan 278 ppm. Dari data tersebut diketahui bahwa kandungan DO lebih rendah apabila dibandingkan dengan CO2 , hal ini dikarenakan intensitas cahaya yangt diterima oleh air sungai relatif kecil. Sehingga menyebabkan proses fotosintesis tidak

(5)

berlangsung dengan sempurna. Akan tetapi disisi lain aktivitas respirasi organisasi lain di dalam sungai seperti makrobentos masih tetap berlangsung hingga menyebabkan O2 yang terkandung dalam air menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan CO2 bebasnya. Kandungan Alkalinitas pada stasiun 3 relati sedang , apabila dibandingkan dengan alkalinitas pada stasiun lain . pada data parameter biologi menunjukan densitas plankton yang cukup tinggi yakni 92,5 idv/l , dan diversitas plankton yang tinggi pula dengan besar nilai 1,5454. Sementara densitas makrobentos yang relatif rendah 50 idv/m2 , dengan deversitasnya 0 . hal tersebut dapat disebabkan adanya arus yang cukup deras.

Grafik 1. Suhu vs Stasiun

Dari grafik tersebut diketahui bahwa suhu udara tertinggi berada pada stasiun 4 , begitu juga suhu air tertinggi juga berada pada stasiun 4 , hal tersebut sesuai dengan teori. Menurut Shyham (2010) , semakin tingginya kedudukan suatu tempat , temperatur udara di tempat tersebut semakin rendah , begitu juga sebaliknya semakin rendah suatu tempat . temparatur udara akan semakin tringgi . diketahui bahwa stasiun 4 berada pada bagian hilir yang berarti dapat menunjukan bahwa stasiun 4 berada pada daerah yang rendah , oleh sebab itulah pada stasium-stasiun sebelumnya . suhu air terendah juga dimiliki oleh sebab itulah pada stasiun 1 yang terletak di daerah yang lebih tinggi dari daerah lain/stasiun lain. Akan tetapi suhu udara terendah dimiliki oleh stasiun 3 , hal tersebut tidak sesuai dengan teori , ketidaksesuaian trsebut dapat diakibatkan pada stasiun 3 dipengaruhi oleh cuaca yang mendung, adanya vegetasi yang menutupi jalannya penetrasi cahaya atau hal-hal tersebut juga dapat diakibatkan adanya perbedaan waktu pengambilan data yang tidak seragam sehingga menyebabkan data menjadi tidak sesuai.

0 10 20 30 40 0 2 4 6 Su h u (o C) Stasiun

Suhu Udara vs Suhu Air vs

Stasiun

Suhu Udara Suhu Air Linear (Suhu Udara)

(6)

0 0.5 1 1.5 0 2 4 6 K e ce p atan Ar u s (m /s 2) Stasiun

Kecepatan Arus vs Stasiun

Kecepatan Arus vs Stasiun

Berdasarkan grafik, suhu pada masing-masing stasiun berbeda-beda, hal ini dikarenakan kondisi lingkungan ( vegetasi ) yang berbeda-beda walaupun beberapa stasiun keadaan cuacanya sama. Dan rata-rata suhu udara dan air pada masing-masing stasiun menunjukkan suhu udara pada masing-msing stasiun lebih besar dibandingkan suhu airnya. Hal ini disebabkan air memiliki kerapatan molekul yang lebih tinggi sehingga mampun menyimpan panas lebih lama dibandingkan molekul udara (Purwakusuma, 2005). Selain itu berdasarkan grafik keempat stasiun, stasiun I yang merupakan hulu sungai memiliki suhu paling rendah (Victor dan Fufeyin, 1993).

Grafik 2. Kecepatan Arus vs Stasiun

Arus pada bagian hulu lebih besar dibanding daerah yang berada di hilir atau menuju hilir (Wardini , 2002). Kecepatan arus merupakan faktor terpenting dari perairan lotik (Whitton, 1975). Berdasarkan grafik kecepatan arus vs stasiun menunjukan stasiun 4 memiliki kecepatan arus yang tinggi. Kecepatan arus berkurang pada stasiun 2 dan meningkat pada stasiun 3 dan 4. Hal tersebut menunjukan ketidaksesuaian dengan teori yang ada. Keadaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan ketinggian atau besar derajat kemiringan sungai. Besar kecepatan arus pada stasiun-stasiun tersebut juga dipengaruhi oleh sampah-sampah yang terbawa arus dan batu-batuan yang terdapat di perairan sungai sehingga dapat mengurangi kecepatan arus (Fauzi, 2001).

(7)

Grafik 3. Debit vs Stasiun

Seperti halnya kecepatan arus , debit air pada stasiun 1 relatif sedang kemudian pada stasiun 2 mengalami penurunan, namun meningkat pada stasiun 3 dan 4. Debit merupakan volume air mengalir dalam selang waktu tertentu ( Haslam, 2001 ). Debit air pada stasiun 1 adalah 0,702 m³/s. besar debit pada stasiun ini dipengaruhi oleh kedalaman air, lebar sungai dan panjang sungai. Debit pada stasiun 2 adalah 0,05 m³/s. debit pada stasiun ini merupakan debit paling rendah dibandingkan stasiun lainnya. Hal ini dikarenakan kondisi perairan yang sempit serta keadaan perairan yang tidak begitu dalam. Pada stasiun 3 debit airnya 0,85 m³/s sama seperti stasiun lainnya, stasiun ini dipengaruhi oleh kedalaman, lebar, panjang sungai, selain itu banyak dimanfaatkan warga untuk mencuci, mandi sehingga mempengaruhi besar kecilnya debit air. Debit air pada stasiun 4 sebesar 2,24 m³/s. Pada stasiun 4 ini berdasarkan grafik merupakan stasiun yang memiliki debit air paling tinggi dibandingkan lainnya. Hal ini disebabkan karena kondisi kedalaman sungai lebih dalam dan stasiun lainnya, serta lebarnya sungai lebih lebar dibandingkan lainnya. Lebar dan kedalaman menjadi faktor pentiing dalam menentukan debit air (Effendi, 2003). 0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 2 4 6 D e b it A ir (m 3/sek o n ) Stasiun

Debit vs Stasiun

Debit vs Stasiun

(8)

Grafik 4. DO vs Stasiun

Berdasarkan grafik tersebut diketahui bahwa kandungan DO tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan besar 6,23 ppm. Hal ini telah sesuai dengan teori sebab kadar DO dipengaruhi oleh ketinggian. Stasiun 1 merupakan daerah hulu yang paling tinggi diantara daerah lainnya, sehingga kadar DO nya tinggi. Kadar DO juga dipengaruhi oleh ada tidaknya bahan pencemar. Stasiun 1 lingkungannya masih terjaga sehingga kadar cemarannya sedikit. Berbeda dengan stasiun 2, 3, dan 4 yang telah terpengaruh oleh kandungan-kandungan yang terbawa oleh arus dari stasiun sebelumnya. Besar kecilnya kadar DO dapat dijadikan indikator timbulnya pencemaran . menurut Asdak (2004). Berdasarkan grafik , stasiun 4 memiliki kadar DO yang relatif kecil , sehingga dapat dikatakan bahwa pada stasiun sudah timbul / muncul tanda-tanda pencemaran. Hal tersebut dapat terjadi karena stasiun 4 terletak pada hilir yang memungkinkan bahan-bahan penyebab pencemaran terbawa oleh arus dari stasiun-stasiun sebelumnya. Bahan-bahan penyebab pencemaran tersebut dapat berupa limbah rumah tangga maupun limbah industri. Penurunan kadar DO juga dapat diakibatkan oleh keadaan dasar sungai yang berlumpur. Dasar sungai berlumpur menyebabkan DO terikat di dalamnya.

Kadar oksigen terlarut di dalam perairan ditentukan oleh temperature ( suhu ) perairan, kadar garam, dan tekanan parsial gas yang terlarut dalam air ( Brown, 1957 ). Kandungan DO pada stasiun 1 adalah 6,23 ppm dan merupakan stasiun yang memiliki kandungan DO tertinggi. Hal ini dipengaruhi oleh suhu air di dalam perairan yang rendah mengakibatkan kandungan DO di stasiun ini tinggi.DO pada stasiun 2 sebesar 5,6 ppm lebih rendah dibandingkan pada stasiun 1. sedangkan stasiun 3 kadar DO sebesar 5,9 ppm. Hal ini dipengaruhi oleh suhu air yang cukup rendah dan juga keanekaragaman hayati yang cukup baik. Kadar DO pada stasiun 4 tergolong rendah sebesar 3,3 ppm. Hal ini

0 2 4 6 8 0 2 4 6 DO Stasiun

DO vs Stasiun

DO vs Stasiun

(9)

disebabkan tingginya suhu air dan juga vegetasi sekitar, semakin tinggi suhu perairan maka kandungan DO rendah ( Alfianti, 2009 ).

Grafik 5. CO2 vs Stasiun

Berdasarkan grafik, kandungan CO2 bebas tertinggi berada pada stasiun 1 , dengan besar nilai kandungan 13,8 ppm. hal ini dipengaruhi oleh kandungan jumlah sampah yang banyak di perairan. Sehingga di perombakan bahan organic dari sampah tersebut akan menghasilkan CO2 yang tinggi juga. Sedangkan pada stasiun 2 kadar CO2 sebesar 5,7 ppm dan merupakan stasiun yang memiliki kadar CO2 terendah dibandingkan stasiun lainnya. Hal ini disebabkan pada stasiun ini terdapat sedikit sampah. Sehingga sedikit sekali terjadi perombakan bahan organic dari sampah yang menghasilkan CO2. Hal tersebut juga dapat dikarenakan pada stasiun 2 memiliki tingkat densitas makrobentos yang membutuhkan banyak oksigen dibandingkan dengan karbondioksida. CO2 memiliki sifat kelarutan yang tinggi sehingga keberadaannya relatif tinggi di perairan ( Effendi, 2003 ).

Grafik 6. Alkalinitas vs Stasiun 0 5 10 15 0 2 4 6 CO2 Stasiun

CO2 vs stasiun

CO2 vs stasiun 0 20 40 60 80 100 120 0 2 4 6 A lkal in itas (p p m ) Stasiun

Alkalinitas vs Stasiun

Alkalinitas vs Stasiun

(10)

Berdasarkan grafik tersebutkadar alkalinitas tertinggi terdapat pada stasiun 4. Hal ini dikarenakan tingginya kandungan CO2 yaitu 12,9 ppm di dalam perairan. Tingginya nilai alkalinitas menunjukkan bahwa kondisi perairan pada stasiun 4 sangat subur (Effendi, 2003). Alkalinitas yang baik untuk lingkungan >20 ppm (Lesmana,2005). Berdasarkan data pengamatan besar kadar alkalinitas pada setiap stasiun telah menunjukan angka alkalinitas yang baik. Alkalinitas menggambarkan kuantitas air (anionnya) untuk menetralkan kation hidrogen. Alkalinitas rendah menyebabkan nutrien bebas di air sehingga banyak organisme yang hidup, dan sebaliknya. Alkalinitas pada stasiun 4 sesuai sebab pada stasiun 4 hanya ditemukan sedikit organisme sebab niutrien yang terdapat dalam air terikat, sehingga organisme kekurangan bahan pangan, sesuai dengan teori yang diungkapkan setiowati (2007).

Grafik 7. pH vs Stasiun

Berdasarkan grafik percobaan , menunjukan hasil pengamatan parameter pH. Dari pengamatan ditunjukan bahwa pH air rata-rata disetiapstasiun adalah 7 hal tersebut dikarenakan kadar alkalinitas tinggi . menyebabkan basa. Namun kadar CO2 tiinggimenyebabkan asam. sehingga pH nya netral. pH netral adalah 7. pH asam 0-7 dan pH basa 7-14 (Purba, 1994). Pada grafik ditunjukan bahwa hanya terdapat sedikit perbedaan pada stasiun 3 yang pH-nya sedikit lebih tinggi, yakni 7,1 kondisi tersebut masih berada pada pH normal. Perbedaan pH dapat diakibatkan pencemaran limbah, limbah basa semisal sabun maupun limbah pembuangan yang berasal dari rumah tangga maupun industri. Sungai pada stasiun 3 masih digunakan warga untuk keperluan sehari-hari seperti mandi dan mencuci. pH pada masing-masing stasiun tersebut dipengaruhi oleh alkalinitas yang mampun menjaga kenetralan pH. Nilai pH sangat mempengaruhi proses

6.98 7 7.02 7.04 7.06 7.08 7.1 7.12 0 2 4 6 pH Stasiun

pH vs Stasiun

PH vs Stasiun

(11)

biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pH rendah (Novotny dan Oleh, 1994).

Grafik 8. Densitas Plankton vs Stasiun

Berdasarkan grafik , densitas plankton terbanyak ada pada stasiun 3 dan terendah pada stasiun 1. Menurut Setiowati (2007). Air yang mengalir tidak mendukung kebeadaan plankton . berdasarkan teori tersebut seharusnya densitas plankton tertinggi terdapat pada stasiun 4 karena arusnya yang bersifat lambat. Akan tetapi pada pengamatan kecepatan arus terendah berada pada stasiun 2 sementara stasiun 1 menunjukan kecepatan arus yang relatif lambat. Hal tersebut dapat dikarenakan pada stasiun 3 mengandung banyak nutrien dan kondisinya sesuai untuk plankton dapat hidup. Selain itu distribusi plankton tersebut bisa juga dipengaruhi oleh kandungan DO serta CO2 bebasnya. Semakin melimpah kandungan DO maka densitas plankton akan semakin tinggi, begitu pula sebaliknya.

Grafik 9. Densitas Makrobentos Vs Stasiun 0 20 40 60 80 100 0 2 4 6 D e n si tas Pl an kt o n Stasiun

Densitas Plankton

Densitas Plankton 0 100 200 300 400 500 1 2 3 4 D e n si tas ( in d v / m 2) Stasiun

Densitas Makrobentos VS

Stasiun

(12)

Berdasarkan grafik tersebut densitas makrobentos tertinggi berada pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 4. Hal ini sesuai dengan teori. Arus air sedang membawa tekanan dalam aliran materi dalam air (Effendi,2003). Hal ini menyebabkan distribusi makrobentos terorientasi pada stasiun 2. Makrobentos seringkali digunakan sebagai petunjuk penilaian kualitas perairan Setiowati (2007).

Grafik 10. Diversitas Plankton dan Diversitas Makrobentos vs Stasiun

Berdasarkan grafik tersebut divesitas plankton tertinggi berada pada stasiun 3 dan diversitas makrobentoa tyertinggi pada stasiun 1. Air mengalir tidak mendukung keberadaan plankton (Setiowati,2007). Sehingga pada stasiun 4 merupakan tempat yang sesuai untuk plankton tetap hidup. Hingga terdapat beragam plankton pada daeradaerah tersebut. Sementara makrobentos lebih beragam pada stasiun 1 sebab kondisi pada stasiun 1 yang memungkinkan makrobentos untuk hidup, seperti kadar DO yang besar dan kondisi suhu air yang optimum, serta pH yang relatif netral.

Dari hasil penelitian terhadap parameter-parameter,maka dapat disimpulkan bahwa daerah perairan sungai Tambak Bayan yang memiliki kualitas air terbaik adalah stasiun 1, hal ini dilihat berdasarkan nilai denditas dan diversitas makrobentos yang berada di perairan tersebut menunjukkan nilai yang cukup tinggi. Keberadaan makrobentos dapat digunakan sebagai indikator kualitas perairan sebab makrobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam suatu ekosistem perairan sehubungan dengan perannya sebagai organisme kunci dalam jaring makanan (Pratiwi, 2004). Di samping itu , pada stasiun 1 memiliki suhu air yang optimim, DO yang tinggi , serta pH yang netral.

0 0.5 1 1.5 2 2.5 0 1 2 3 4 5 D iv e rsi tas Stasiun

Diversitas Plankton vs Diversitas

Makrobentos vs Stasiun

Diversitas Plankton Diversitas

(13)

KESIMPULAN

Karakteristik sungai meliputi pergerakan air, jenis sedimen dasar, kuat arus, suhu, serta debit air sebagai faktor pembatasnya. Parameter fisik, biologi dan kimia selalu berhubungan dan menimbulkan dampak atau pengaruh antara suatu parameter dengan parameter lainnya. Populasi biota perairan berbanding lurus dengan kecepatan arus dan DO berbanding terbalik dengan kada CO2 dan alkalinitas serta normal pada suhu dan PH stabil. Semakin tinggi diversitas suatu perairan maka kualitas pencemarannya akan semakin rendah begitu pula sebaliknya.

SARAN

Ekosistem sungai Tambak Bayan masih tergolong baik karena belum terlalu tercemar. sehingga untuk menjaganya diperlukan pengelolaan yang baik agar tetap dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sehingga perannya tetap terjaga.

DAFTAR PUSTAKA

Alfianti, Madyastuti R. 2009. Pengantar Ekologi Perairan. Penerbit Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ambarwati. 2011. Ekosistem Akuatik.CV Tiga Serangkai. Surakarta.

Asdak,C. 2002. Hidrologi dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Asdak,C. 2004. Hidrologi dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Brown. 1957. Freshwater Ecology, Principles, and Applications. Chichester. UK.

Conell,D.W.and G.J. Miller . 1995. Kimmia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Y,koestoes Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air. Kanisius. Yogyakarta.

Fauzi, M. 2001. Faktor Fisika dan Kimia Air Sungai. Universitas Riau. Riau.

Haslam, S. M. 2001. River Pollution and Ecology Perspective. John Wiley and Sons, Chichester. UK.

Lesmana, D. S. 2005. Budi Daya Ikan Hias Air Tawar. Cetakan Pertama. Jakarta: Penebar Swadaya.

(14)

Novotny dan Oleh. 1994. Water Quality, Prevention, Identification and Managemant of Diffue Pollution. Van Nastrans Reinhold. New York.

Odum, E.P. 1993. Dasar-Dasar Ekologi. Gajah Mada Press. Yogyakarta Pratiwi. 2004. Panduan Pengukuran Kualitas Air Sungai. IPB Press. Bogor. Purba, Michael. 1994. Kimia SMA. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Purwakusuma. 2005. Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Setiowati. 2007. Biology Interactive. Azka Press. Jakarta.

Shyham. 2010. Standard Methods For the Examination of Water and Wastewater. Washington American Public Health Association. USA.

Victor and Fufeyin. 1993. Tropical Zoology. Fish Communities. Nigeria.

Wardini. 2002. Ekosistem Sungai dan Penanganannya. Grafindo Media Tama. Bandung. Whitton, B.A. 1975. Rivers Ecology, Studies in Ecology volume 2. Department of Botany

Gambar

Tabel 1. Hasil pengamatan parameter fisik, kimia, dan biologi ekosistem sungai Tambak Bayan
Grafik 1. Suhu vs Stasiun
Grafik 2. Kecepatan Arus vs Stasiun
Grafik 3. Debit vs Stasiun
+6

Referensi

Dokumen terkait

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kualitas perairan Sungai Ayung berdasarkan parameter fisik-kimiawi te'rgolong dalam kategori baik, walaupun menunjukkan adanya

Berdasarkan kualitas perairan sungai Bengawanjero pada tiap-tiap stasiun dari parameter kimia; salinitas, BOD, CO 2 , amonia, dan pH memenuhi kriteria baku mutu air.. Kondisi sungai

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kualitas perairan Sungai Ayung berdasarkan parameter fisik-kimiawi te'rgolong dalam kategori baik, walaupun menunjukkan adanya

Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa kualitas perairan Sungai Ayung berdasarkan parameter fisik-kimiawi te'rgolong dalam kategori baik, walaupun menunjukkan adanya

Semua nilai yang diperoleh dari ketiga stasiun tersebut termasuk dalam kelas D dengan skor > -30, sehingga dapat disimpulkan bahwa mutu air di perairan

Hasil pengamatan dan pengukuran kualitas air dengan parameter fisik (pH, DO, BOD, COD, Fosfat, dan Nitrat) bahwa selama tahun 2009 hingga 2013 kualitas air Sungai Progo

Analisis terhadap parameter perairan fisika, kimia muara sungai Way Belau menunjukkan masih memiliki kondisi kualitas air yang memenuhi standar baku mutu untuk biota

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan parameter kualitas air yang terdiri dari BOD, COD, dan Fecal coli di bagian hulu, tengah, dan hilir Daerah Aliran Sungai