• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapres Jominy

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lapres Jominy"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

I. 1 Latar Belakang

Dalam dunia industri kita membutuhkan material yang kuat dan keras untuk suatu aplikasi tertentu, misalnya untuk poros engkol, cylinder head, gear dan komponen – komponen industri lain. Kebanyakan komponen – komponen tersebut tebuat dari bahan berbasis logam. Untuk mendapatkan sifat yang lebih baik dari logam dapat digunakan suatu perlakuan dengan menggunakan variasi pemanasan, waktu penahanan dan laju pendinginnya yang dalam dunia metalurgi sering disebut dengan perlakuan panas (heat treatment).

Perlakuan panas atau heat treatment adalah salah satu metode yang digunakan untuk memperbaiki sifat-sifat dari material. Dari proses heat treatment yang dilakukan, khususnya pada baja, akan dihasilkan struktur akhir yang terdiri dari martensit. Dimana martensit ini memiliki sifat yang keras dan sangat getas. Terbentuknya martensit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah laju pendinginan yang dilakukan temperature pemanasan, waktu tahan dan medium pendingin itu sendiri yang akan mempengaruhi pada sifat akhir dari suatu logam..

Hardenability adalah ukuran kemampuan dari suatu material untuk membentuk fasa martensit, yang sangat berkaitan dengan diagram transformasi. Sifat hardenability suatu material juga bergantung pada dua faktor utama, yaitu komposisi kimia pada austenite dan ukuran butir dari fasa austenite. Kemampukerasan (Hardenability) adalah kemampuan suatu material untuk dapat di keraskan sampai kedalaman tertentu dengan cara perlakuan panas (Hardening) dengan properti mekanik, hingga terbentuk martensit pada proses pendinginan untuk mencapai kekerasan tertentu. Sifat hardenability dapat diukur melalui beberapa metode pengujian, diantaranya metode Jominy dan metode Grossman. Uji jominy merupakan sebuah metode untuk mengetahui kemampuan pengerasan logam (baja). Caranya yaitu benda uji dipanaskan pada suhu yang ditentukan, kemudian didinginkan dengan menyemprotkan air pada salah satu ujungnya (bagian bawah). Setelah pengujian dengan alat uji jominy, diukur kekerasannya dengan menggunakan alat uji kekerasan. Melalui metode Jominy, akan didapatkan suatu kurva yang merepresentasikan antara nilai kekerasan dengan jarak quenching dari pusat quench. Sedangkan melalui metode Grossman, akan didapatkan gambaran terhadap dalamnya pengerasan (depth of hardening) yang diperoleh melalui perlakuan quench hardening, biasanya dinyatakan dalam jarak suatu titik di bawah permukaannya.

Praktikum kali ini menggunakan baja AISI 1045 dan AISI 4140 yang akan dilakukan proses laku panas hardenability dengan menggunakan metode pengujian Jominy. Tujuan dilakukan pengujian ini adalah untuk mengetahui sifat mampu keras atau hardenability suatu material, yaitu dengan membentuk 50% struktur martensit setelah diberikan perlakuan.

(Taufiqur Rokhman, 2015) II. 2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan masalah sebagai beriktu

1. Bagaimana sifat mampu keras atau hardenability dari baja AISI 1045 dengan metode Jominy?

(2)

II. 3 Tujuan Percobaan

Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:

1. Mengetahui sifat mampu keras atau hardenability dari baja AISI 1045 dengan metode Jominy.

2. Mengetahui sifat mampu keras atau hardenability dari baja AISI 4140 dengan metode Jominy.

(3)

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kekerasan

Kekerasan adalah ketahanan suatu material terhadap deformasi pada daerah lokal dan permukaan material, dan khusus untuk logam deformasi yang dimaksud adalah deformasi plastis. Sedangkan pengertian dari kekuatan adalah ketahanan material terhadap deformasi plastis secara global. Kekuatan suatu material berbanding lurus dengan kekerasannya, sehingga semakin keras suatu material, semakin kuat pula material itu.

Pengujian kekerasan dibagi menjadi 3 jenis bedasarkan sifat pengujiannya. Antara lain sebagai berikut:

1) Metode Goresan

Pengujian kekerasan dengan metode gores dilakukan dengan cara mengukur kemampuan suatu material dengan menggoreskan material uji kepada spesimen. Skal uji yang digunakan adalah skala Mohs, yang terdiri dari 10 nilai material standard yang sesuai dalam menggores material dari nilai 1 yang paling lunak hingga nilau 10 yang paling keras. Skalanya adalah sebagai berikut:  Talk/GipsGypsumCalciteFluoriteApatiteOrthoclaseQuartzTopasCorundumDiamond 2) Metode Dinamik

Pengujian kekerasan menggunakan metode Dinamik (kekerasan pantul) dilakukan dengan cara menghitung energi impak yang dihasilkan oleh indentor yang dijatuhkan pada permukaan spesimen. Alat yang digunakan untuk pengujian ini adalah Shore Scleroscope.

Gambar 2.1 Shore Scleroscope

Indentor berbentuk bola dijatuhkan pada permukaan material, kemudian diamati ketinggian pantulan yang terjadi. Perbedaan ketinggian antara posisi jatuh dan posisi pantulan menunjukkan besarnya energi yang diserap material.

(4)

Pengujian kekerasan menggunakan metode indentasi (metode penekanan) dilakukan dengan cara mengukur ketahanan suatu material terhadap gaya tekan yang diberikan oleh indentor dengan memerhatikan besar beban yang diberikan dan besar indentasinya. Pengujian kekerasan menggunakan metode indentasi ini terdiri atas beberapa cara, antara lain uji kekerasan Rockwell (HR/RHN), Vickers (HV/VHN), Brinell (HB/BHN) dan Micro Hardness (Knoop Hardness).

(Tri jaka, 2012, 1-3) II.2 Klasifikasi dan Penamaan Baja Karbon

Baja karbon adalah material logam yang terbentuk dari unsur utama Fe dan unsur kedua yang berpengaruh pada sifat‐sifatnya yaitu karbon, sedangkan unsur yang lain berpengaruh menurut persentasenya. Baja Karbon diklasifikasikan berdasarkan kadar karbon yang ada di dalamnya. Banyaknya kadar karbon dalam baja juga akan memengaruhi sifat fisik dan sifat mekanik baja, antara lain:

Low‐Carbon Steels;

Memiliki kandungan karbon kurang dari 0.25 wt% C. Bersifat relatif lunak dan lemah, tetapi memiliki keuletan dan ketangguhan yang cukup baik. Selain itu, baja jenis ini memiliki mampu mesin dan las yang baik dengan biaya produksi yang murah dibanding baja jenis lain. Baja ini memiliki yield strength sebesar 275 Mpa (40000 psi), tensile strength antara 415 dan 550 Mpa (60000 dan 80000 psi), dan keuletan 25%EL. Baja ini umumnya diaplikasikan pada componen bodi mobil, pipa, struktur jembatan, dll.

Medium‐Carbon Steels,

Memiliki kandungan karbon diantara 0.25 dan 0.60 wt% C. memiliki sifat hardenability yang kurang baik, dan hanya dapat dilakukan pengerasan pada kedalaman yang rendah dengan laju quenching yang sangat cepat. Baja ini umumnya diaplikasikan pada velg, gears, crankshaft, bagian mesin lainnya yang memerlukan kombinasi kekuatan dan keuletan yang baik.

High‐Carbon Steels,

Umumnya memiliki kandungan karbon diantara 0 60 dan 1 4. wt%C. Memiliki kekerasan dan kekuatan tinggi, namun keuletan yang rendah. Banyak digunakan pada peralatan yang membutuhkan tingkat kekuatan dan kekerasan yang tinggi seperti cutting tools, dies forming, hacksaw blades, razor, spring, dan pisau.

(5)

Adapun fasa yang terbentuk pada baja karbon antara lain

 Alfa Ferrit; atau disebut juga besi alfa, memiliki struktur kristal BCC pada temperatur kamar.

 Austenit; atau disebut juga besi gamma, berada pada temperatur 912oC (1674oF) dan

memiliki struktur kristal FCC

 Delta Ferrit; yang merupakan fasa akhir sebelum memasuki fasa cair pada temperatur 1538oC (2800oF) dan memiliki struktur kristal BCC

 Sementit (Fe3C); yang terbentuk pada kadar karbon maksimal 6,7 wt% C berupa besi karbida (iron carbide).

(a) (b)

Gambar 2.3 Struktur mikro (a) fasa Ferrit, dan (b) fasa Austenit

Standarisasi adalah proses merumuskan, merevisi, menetapkan, dan menerapkan standar, dilaksanakan secara tertib dan kerjasama dengan semua pihak. Standar Nasional Indonesia adalah standar yang ditetapkan oleh instansi teknis setelah mendapat persetujuan dari Dewan Standardisasi Nasional, dan berlaku secara nasional di Indonesia. Struktur penomoran SNI terdiri atas serangkaian kode dengan arti tertentu yaitu berupa kode SNI, nomor unik, nomor bagian dan

(6)

nomor seksi, serta tahun penetapan. Kode SNI menyatakan bahwa dokumen tersebut adalah Standar Nasional Indonesia. Sedangkan nomor unik adalah identifikasi dari suatu standar tertentu yang jumlah digitnya sesuai kebutuhan, minimal 4 digit dan diawali dengan angka 0. Nomor bagian merupakan identifikasi yang menunjukan nomor urutbagian dari suatu standar yang mempunyai bagian. Nomor seksi merupakan identifikasi yang menunjukan nomor urut seksi dari suatu standar bagian tertentu.

Selain standarisasi nasional ada pula standarisasi dari Jepang yang biasa di singkat dengan JIS (Japan Industrial Standart ) dan dari Amerika seperti ASTM ( American Society for Testing Materials ), AISI (Americal Iron and Steel Institute) dan dari berbagai Negara lain.

Ada beberapa tipe standarisasi yang umumnya digunakan pada baja, termasuk baja karbon, diantaranya adalah :

• AISI (American Iron Steel Institute).

• SAE (Society for Automotive Engineering). • JIS (Japanese Industrial Standard).

• SNI (Standar Nasional Indonesia). II.3 Baja AISI 1045

Baja AISI 1045 merupakan baja karbon medium, baja yang secara penuh telah di roll atau di normalized. Dengan UTS pada range 500 – 700 Mpa. Baja ini cocok untuk flame hardening atau induction hardenging. Nilai permukaanya berada pada 54-60 Rockwell ‘C’. Pemilihan baja AISI 1045 karena baja ini banyak dipakai dalam pembuatan komponen-komponen permesinan, murah dan mudah didapatkan di pasaran. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan rantai.Pemilihan baja AISI 1045 karena baja ini banyak dipakai dalam pembuatan komponen - komponen permesinan, murah dan mudah didapatkan di pasaran. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan rantai. Adapun data -data dari baja ini adalah sebagai berikut :

1. AISI 1045 diberi nama menurut standar american iron and steel institude (AISI) dimana angka 1xxx menyatakan baja karbon, angka 10xx menyatakan karbon steel sedangkan angka 45 menyatakan kadar karbon persentase (0,45 %).

2. Penulisan atau penggolongan baja AISI 1045 ini menurut standar yang lain adalah sama dengan DIN C 45, JIS S 45 C, dan UNS G 10450.

3. Menurut penggunaannya termasuk baja kontruksi mesin.

4. Menurut struktur mikronya termasuk baja hypoeutectoid (kandungan karbon < 0,8%C). 5. Dengan meningkatnya kandungan karbon maka kekuatan tarik dan kekerasan semakin

menjadi naik sedangkan kemampuan regang, keuletan, ketangguhan dan kemampuan lasnya menurun. Kekuatannya akan banyak berkurang bila bekerja pada temperatur yang agak tinggi. Pada temperatur yang rendah ketangguhannya menurun secara dratis.

6. Kandungan unsur pada AISI 1045 menurut standard ASTM A 827-85 adalah sebagai berikut :

(7)

II.4 Baja AISI 4140

Baja paduan rendah atau low alloy steel merupakan jenis baja paduan dengan kandungan unsur pemadu kurang dari 5%. Masing-masing unsur pemadu memberikan pengaruhyang kuat pada sifat-sifat bahan baja. Baja paduan rendah AISI 4140 merupakan jenis baja yang banyak digunakan sebagai bahan teknik antara lain komponen mesin. Bahan ini sangat cocok untuk ditingkat atau diatur sifat-sifatnya dengan perlakuan panas. Menurut standard komposisi kimia baja AISI 4140 adalah 0,36% C hingga 0,4% C; 0,55% Mn hingga 0,8%Mn; 0,15%Si hingga 0,3% Si; 0,6% Cr hingga 0,9% Cr; 1,65% Ni hingga 2% Ni; dan 0,2% Mo hingga 0,3% Mo. Pengujian komposisi kimia dilakukan dengan Atomic Emission Spectroscopy untuk memastikan bahan yang digunakan. Data hasil uji komposisi kimia ditunjukkan pada Tabel 2.2. Bila dibandingkan dengan data standar AISI, bahan tersebut sesuai dengan AISI 4140 dan dikenal dengan nama Nickel-Chromium-Molybdenum Steel.

Tabel 2.2 Komposisi kimia AISI 4140

Pengamatan strukturmikro dilakukan dengan menggunakan mikroskop optik. Sampel terlebih dahulu diampelas, dipoles dan dietsa dengan larutan nital 2 %. Gambar 2.4 adalah strukturmikro sampel substrat AISI 4140 yang mempunyai struktur martensit. Biasanya sebelum dinitridisasi baja yang dapat dikeraskan akan dikeraskan dan ditemper terlebih dahulu. Ternyata

(8)

dari strukturmikro tersebut tampak bahwa sampel telah dikeraskan melalui proses pemanasan sehingga terbentuk fasa martensit.

Gambar 2.4 Strukturmikro substrat AISI 4140

Dari hasil pengujian pada Tabel 2.3 jelas terlihat adanya peningkatan ketahanan aus permukaan dimana volume terabrasi pada sampel yang dinitridisasi lebih kecil dari pada sampel yang tanpa nitridisasi. Sampel hasil nitridisasi pada 550 oC ketahanan ausnya meningkat rata-rata

sebesar dua kali.

(Kirono, 2011, p. 12) II.5 Hardenability

Pada penggunaan material, seringkali dibutuhkan material yang memiliki tingkat kekerasan tinggi seperti baja. Baja memiliki sifat mampu keras yang berbeda-beda tergantung dari kadar karbon, laju pendinginan dan lain-lain. Hal ini tergantungdari jenis baja yang akan ditingkatkan kekerasannya. Untuk itu perlu dilakukan pengujian Jominy agar dapat diketahui sifat mampu keras dari baja tersebut. Hal ini dilakukan agar dapat dilakukan tindakan yang tepat dalam pengolahannya sehingga dapat menurunkan biaya dalam proses produksi tapi tetap mempertahankan kualitas yang diinginkan.

Hardenability adalah ukuran kemampuan suatu material untuk membentuk fasa martensite. Hardenability dapat diukur dengan beberapa metode. Diantaranya metode jominy dan metode grossman. Dari metode tersebut kita akan mendapatkan kurva antara harga kekerasan dengan jarak quenching dari pusat quench.

Asumsi :

•Laju pendinginan sangat lambat •Laju Pemanasan lambat

•Terjadi mekanisme difusi (perpindahan atom secara individual dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah)

Perlu dibedakan pengertian kekerasan dengan kemampukerasan. Hardenability adalah kemampuan untuk mengeras sampai kekerasan tertentu pada suatu bahan. Bila bahan tersebut dikenakan suatu perlakuan panas. Sedangkan kekerasan adalah kemampuan bahan untuk menahan penetrasi dari luar.

Besarnya kekerasan dipengaruhi beberapa faktor : 1. Kandungan Karbon

(9)

2. Jarak Pendinginan

Jarak pendinginan pada speciment setelah mengalami perlakuan panas pada tiap titik akan berbeda- beda, semakin jauh jarak pendinginan maka kekerasannya akan semakin kecil.

3. Heat Treatment

Pada prinsipnya, perlakuan panas pada baja untuk membuat homogen unsur – unsur paduan yang terdapat pada dalam logam sehingga didapat komposisi yang seragam ( uniform ) dan mempunyai kekerasan tertentu dengan mengukur laju pendinginan.

Sifat mampu keras dari baja tergantung pada komposisi kimia dan kecepatan pendinginan.Tidak semua baja dapat dinaikkan kekerasannya. Baja karbon menengah dan baja karbon tinggi dapat dikeraskan, sedangkan baja karbon rendah sulit untuk dikeraskan. Kandungan karbon yang tinggi mempercepat terbentuknya fasa martensityang menjadi sumber dari kekerasan dari baja. Kekerasan maksimum hanya dapatdicapai bila terbentuknya martensit 100%. Baja dapat bertransformasi dari austenit keferrit dan karbida. Trasformasi terjadi pada suhu tinggi sehingga kemampuan kekerasannya rendah. Percobaan Jominy, bertujuan untuk mengetahui Hardenability suatu logam. Cara untuk mengetahuinya adalah:

• Bila laju pendinginan dapat diketahui, kekerasan dapat lansung dibaca dari kurvakemampuan keras.

• Bila kekerasan dapat diukur, laju pendinginan dari titik tersebut dapat diperoleh.

Pada uji Jominy ini, material dipanaskan dalam tungku dipanaskan sampaisuhu transformasi (austenit) dan terbentuk sedemikian rupa sehingga dapatdipasangkan pada aparatus Jominy kemudian air disemprotkan dari bawah, sehinggamenyentuh permukaan bawah spesimen. Dengan ini didapatkan kecepatan pendinginan ditiap bagian spesimen berbeda-beda. Pada bagian yang terkena air mengalami pendinginan yang lebih cepat dan semakin menurun kebagian yang tidak terkena air. Dari hasil pengukuran kekerasan tiap-tiap bagian dari spesimen akandidapatkan kurva Hardenability Band

(10)

Gambar 2.5 Kurva Hardenability dan Hardenability Band II.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sifat Mampu Keras

Hal-hal yang mempengaruhi sifat mampu keras suatu material adalah: 1. Kecepatan pendinginan

Setelah logam dipanaskan, lalu dilakukan pendinginan cepat, maka logam akan menjadi semakin keras. Proses pendinginan material dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:

 Annealing

Pemanasan material sampai suhu austenit (7270 C) lalu diholding kemudiandibiarkan dingin didalam tungku. Proses ini menghasilkan material yanglebih lunak dari semula.

 Normalizing

Pemanasan material sampai suhu austenit lalu diholding kemudian didinginkan di udara.

 Quenching

Pemanasan material sampai suhu austenit lalu diholding kemudiandilakukan pendinginan cepat, yaitu dicelupkan kedalam media. Medianyaadalah air, air garam dan oli. Proses ini yang menghasilkan material yanglebih keras dari semula.

(11)

2. Komposisi kimia

Komposisi kimia menentukan Hardenability Band. Karena komposis material menentukan struktur dan sifat material. Semakin banyak unsur kimia yangmenyusun suatu logam, maka makin keras logam tersebut

3. Kandungan karbon

Semakin banyak kandungan karbon dalam suatu material maka makin kerasmaterial tersebut. Hal inilah yang menyebabkan baja karbon tinggi memiliki kekerasan yang tinggi setelah proses pengerasan kerena akan membentuk martensit yang memiliki kekerasan yang sangat tinggi.Untuk meningkatkan kadar karbon dari beberapa material dapat dilakukandengan beberapa perlakuan, yaitu:

 Carborizing

Yaitu proses penambahan karbon pada baja, dengan menyemprotkan karbon pada permukaan baja.

 Nitriding

Yaitu proses penambahan nitrogen untuk meningkatkan kekerasan material.

 Carbonitriding

Yaitu proses penambahan karbon dan nitrogen secara sekaligus untuk meningkatkan kekerasan material.

4. Ukuran butir

Semakin besar ukuran butir, maka tingkat mampu keras dari suatu logamsemakin rendah. 5. Suhu pemanasan

Kemampuan keras lebih tinggi jika pemanasan dilakukan sampai suhu austenit II.7 Proses Pengujian Hardenability

Mampu keras merujuk kepada sifat baja yang menentukan dalamnya pengerasan sebagai akibat proses quench dari temperatur austenisasinya. Mampu keras tidak dikaitkan dengan kekerasan maksimum yang dapat dicapai oleh beberapa jenis baja. Kekerasan permukaan dari suatu komponen yang terbuat dari baja tergantung pada kadar karbon dan laju pendinginan. Dalamnya pengerasan yang memberikan harga kekerasan yang sama hasil dari suatu proses quench merupakan fungsi dari mampu keras. Mampu keras semata-mata tergantung pada prosentase unsur-unsur paduan, besar butir austenit, temperatur austenisasi, lama pemanasan dan strukturmikro baja tersebut sebelum dikeraskan. Untuk menentukan hardenability suatu material bisa digunakan 2 metode yaitu jominy test dan grossman test

1. Pengujian Jominy

Metode yang paling umum dalam menentukan mampu keras suatu baja adalah dengan cara mencelupkan secara cepat (quench) salah satu ujung dari batang uji (metode ini dikembangkan oleh Jominy Boegehold dari Amerika). Metode seperti ini disebut uji Jominy. Untuk melaksanakan pengujian, suatu batang uji dengan panjang 100 mm dan diameter 25 mm, salah satu ujungnya diperlebar untuk memudahkan batang uji tersebut digantungkan pada peralatan quench. Salah satu ujung yang lain dari batang uji yang akan disemprot air, permukaannya harus dihaluskan. Batang uji tersebut dipanaskan pada tempratur austenisasi selama 30 - 35 menit. Atmosfir tungku harus dijaga netral agar tidak terjadi pembentukan

(12)

terak dan karburasi. Setelah proses pemanasan selesai, batang uji digantungkan pada peralatan quench dan kemudian salah satu ujungnya dicelupkan dengan cepat (quench) pada air yang bertemperatur 250C. Diameter dari berkas air yang dipancarkan kira-kira 12 mm dan harus memancar 65 mm dari ujung pipa air.

Dari sejak batang uji dikeluarkan dari tungku sampai diletakkan pada peralatan quench tidak boleh lebih dari 5 detik sesaat sesudah batang uji diletakkan air segera disemprotkan dan lebih kurang 10 menit. Berdasarkan hal ini ujung batang uji akan mengalami pendinginan yang sangat cepat. Laju pendinginan akan menurun kearah salah satu ujungnya yang lain. Dengan demikian sepanjang batang uji akan terjadi variasi laju pendinginan. Sepanjang batang uji diukur kekerasannya dengan menggunakan Rockwell dan hasilnya diplot pada diagram mampukeras yang standar.

Gambar 2.6 Pengujian Jominy 2. Pengujian Grossman

Grossman telah menetapkan sejumlah faktor penggali untuk unsur-unsur paduan utama pada baja seperti Si, Mn, Cr dan Mo, sedangkan untuk unsur karbon telah ditentukan sejumlah faktor-faktor yang dikaitkan dengan diameter kritik dari baja, dengan kadar karbon tertentu dimana baja tersebut akan mengeras seluruhnya jika diquench dengan cara ideal. Bagian luar dari batang uji dianggap segera mendingin ke temperatur medium pendinginnya. Diameter tersebut kemudian dinyatakan sebagai diameter kritik ideal (Di).

(Muqorrobin, 2015)

(13)

Selesai

Preparasi Alat dan Bahan

Menyalakan Furnace hingga temperature 800oC

Memasukan spesimen baja AISI 4140 dan AISI 1045 pada furnace selama 30 menit

Uji Jominy baja AISI 4140 dan AISI 1045

Uji kekerasan baja AISI 4140 dan AISI 1045

Analisis Data dan Pembahasan Mulai

METODE PERCOBAAN

III.1 Diagram Alir Percobaan

Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan III.2 Alat dan bahan

1. Baja AISI 1045 dan AISI 4140 2. Alat uji jominy

3. Muffle furnace 4. Mesin hardness test 5. Penggaris

(14)

7. Kertas amplas III.3 Prosedur Percobaan

1. Melakukan preparasi spesimen sesuai dengan ketentuan standard ASTM A255.

2. Melakukan preparasi alat pengujian jominy sesuai dengan ketentuan standard ASTM A255.

3. Menyalakan furnace dan menunggu furnace hingga mencapai temparatur 800oC.

4. Memasukan specimen kedalam furnace.

5. Mendiamkan specimen didalam furnace selama 30 menit.

6. Mengeluarkan specimen dari furnace dan memasukan kedalam lubang/holder pada alat uji jominy, dan segera menyemprotkan air pendingin hingga mengenai bagian bawah ujung specimen.

7. Melakukan pengujian kekerasan. III.4 Metode Percobaan

Gambar 3.2 Skema Percobaan Keterangan :

1. Menyiapkan furnace sampai 800oC lalu memasukkan spesimen untuk dipanaskan dan di

holding selama 30 menit

2. Lalu melakukan pengujian jominy

3. Setelah itu, spesimen di gerinda untuk menghasilkan permukaan yang rata 4. Lalu dilakukan pengujian hardness.

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 2

1

4 3

(15)

IV.1 Analisa Data

IV.1.1 Data Hasil Percobaan

Tabel 4.1 Hasil Percobaan Uji Jominy No. Materia l Temperatur Holding Time Jara k (in) Kekerasan AISI 1045 (HV) Kekeraan AISI 4140 (HV) Awal Akhir 1. AISI 4140 25oC 800oC 30 menit 1/16 642 698 1/8 437 674 3/16 361 663 ¼ 355 658 5/16 340 656 3/8 324 652 7/16 317 645 ½ 310 630 9/16 300 620 5/8 295 615 2. AISI 1045 11/16 279 605 ¾ 269 596 13/16 253 586 7/8 247 581 15/16 239 577 1 179 559 1 ¼ - 522 1 ½ - 496 1 ¾ - 465 2 - 411

IV.1.2 Kekerasan Uji Jominy

IV.1.2.1 Kekerasan Uji Jominy AISI 1045

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 0

400 800

Kekerasan (HV)

Gambar 4.1 Grafik Uji Jominy AISI 1045

(16)

0 0.5 1 1.5 2 0

400 800

Kekerasan (HV)

Gambar 4.2 Grafik Uji Jominy AISI 4140 IV.2 Pembahasan

Pada penelitian ini digunakan material baja 1045 yang memiliki komposisi kimia 0,45% C, 0,75% Mn, 0,03% P, 0,035% S, 0,25% Si, dan sisanya Fe. Dan juga menggunakan material 4140 yang memiliki komposisi kimia 0,38-0,43% C, 0,75-1,00% Mn, <0,035% P, <0,04% S, 0,20-0,35% Si, dan sisanya Fe (ASTM A48, 2002). Kemudian material tersebut dilakukan perlakuan panas dengan di masukkan ke dalam furnace sampai temperatur 800oC selama 30

menit. Setelah itu material didinginkan cepat dengan dimasukkan ke dalam media oli.

Penggunaan temperatur akhir 800oC dikarenakan pada temperatur tersebut adalah

temperatur austenitisasi dimana struktur mikronya seluruhnya austenit. Sehingga, karbida akan terlarut pula di dalam austenit dan seluruh fasanya menjadi austenit. (Avner, 1988)

Media pendingin yang digunakan dalam penelitian ini adalah air. Seperti yang telah diketahui, air memiliki kekuatan pendinginan (H) 0,9-1,0 yang artinya laju pendingan dengan air sangat cepat. Pendinginan terjadi sangat cepat pada karbon di dalam austenit sehingga karbon tidak sempat keluar, dan terbentuk martensit. Oleh karena itu, dengan media pendinginan water quench benda uji memiliki kekerasan lebih tinggi. Hasil dari praktikum ini sesuai dengan teori tersebut dimana water quench memiliki kekerasan yang lebih tinggi (Avner, 1988)

Pada baja karbon 1045 dan baja karbon 4140 setelah dilakukan pengerasan maka terlihat bahwa baja 4140 memiliki kekerasan yang lebih tinggi daripada 1045. Hal ini terbukti dengan hasil penelitian bahwa rata-rata nilai kekerasan pada baja karbon 1045 adalah 321,68 HV sedangkan pasa baja karbon 4140 memiliki rata-rata nilai kekerasan 625,93 HV. Pada kedua baja tersebut, nilai kekerasan yang paling tinggi terdapat pada ujung dari baja tersebut. Pada tabel 4.1, dapat terlihat bahwa pada baja 1045 memiliki gradien kekerasan yang cukup jauh dari satu titik ke titik lainnya. Sedangkan pada baja 4140, gradien kekerasan di tiap titik sangat berdekatan mengalami peningkatan nilai kekerasan yang tinggi. Hal ini dikarenakan perbedaan hardenability dari kedua baja tersebut. Hardenability dari baja karbon 4140 lebih tinggi daripada baja karbon 1045. Hal ini diakibatkan adanya unsur paduan yang dimiliki oleh baja AISI 4140 yaitu kandungan mangan yang cukup tinggi dibanding baja AISI 1045, dimana mangan dapat meningkatkan hardenability. Karena itu, ketepatan penggunaan temperatur, media pendingin, dan waktu tahan/ holding time yang menjadi utama dalam mendapatkan kekerasan yang maksimal (Avner, 1988).

(17)

Gambar 4.3 Diagram CCT untuk baja karbon AISI (a) 1045, (b) 4140

Berdasarkan gambar 4.3, diketahui bahwa diagram CCT dari baja karbon 4140 letak dari kurva temperatur kritis lebih ke kanan daripada baja karbon 1045 yang artinya bahwa pada baja karbon 4140 lebih mudah terbentuk fasa martensit dikarenakan lebarnya daerah martensit. Sehingga, dapat dikatakan bahwa baja karbon 4140 memiliki hardenability yang lebih baik daripada baja karbon 1045. (George E. Dieter, 1992).

BAB V (a

)

(18)

KESIMPULAN

V.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Nilai kekerasan dari baja karbon 1045 setelah dilakukan pengerasan menggunakan pengujian jominy adalah 321,68 HV.

2. Nilai kekerasan dari baja karbon 4140 setelah dilakukan pengerasan menggunakan pengujian jominy adalah 625,93 HV.

3. Sifat mampu tempa atau hardenability baja karbon AISI 4140 lebih tinggi dibanding baja karbon AISI 1045.

V.2 Saran

Penulis menyarankan bahwa pada saat mengeluarkan spesimen dari furnace menuju proses jominy harus dilakukan secepat mungkin karena udara bebas dapat mempengaruhi hasil proses jominy. Waktu proses pendinginan harus benar-benar diperhatikan. Preparasi spesimen dapat dilakukan lebh optimal sehingga didapatkan data kekerasan yang optimal. Jadi praktikum selanjutnya dapat dilakukan dengan lebih teliti dan sesuai prosedur agar didapat hasil yang tidak berbeda dengan teori yang ada.

(19)

v

______. 2002. ASTM A48 Standard Specification for Gray Iron. Material Park. Ohio. USA. ASTM International.

Avner, S.H, 1988, Introduction to Physical Metallurgy, Second Edition, Mc Graw-Hill Book Company, New Delhi.

Dieter, George E., 1992, Metalurgi Mekanik, Jilid 1, edisi ketiga, alih bahasa oleh Sriati Djafrie, Erlangga, Jakarta.

Fauji. 2010. Pengetahuan Sifat Logam (Fisik & Mekanik).

Kirono, S. (2011). Analisa pengaruh temperatur pada proses tempering terhadap sifat mekanis dan struktur mikro baja aisi 4140 . Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8, 21-26.

Muqorrobin, M. (2015). Analisis pengujian kemampukerasan baja tahan karat 420 dengan alat jominy . Momentum, Vol. 11, No. 1, 46-48.

Rokhman, Taufiqur. Perancangan Alat Uji Jominy Test. Bekasi: 2015

Tim laboratorium metalurgi. 2012. ”Buku panduan praktikum Laboratorium Metalurgi I”, Fakultas Teknik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Cilegon

Gambar

Gambar 2.3 Struktur mikro (a) fasa Ferrit, dan (b) fasa Austenit
Gambar 2.5  Kurva Hardenability dan Hardenability Band II.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sifat Mampu Keras
Gambar 2.6 Pengujian Jominy 2. Pengujian Grossman
Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan III.2 Alat dan bahan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Secara garis besar pelaksanaan program individu dalam KKN di dusun Jagalan, desa Margodadi, Seyegan, Sleman ini berjalan dengan baik dan tidak mengalami masalah yang

Salah satu penelitian yang memperkuat hasil penelitian penulis adalah penelitian yang dilakukan olehBanita pada tahun 2010 dari Universitas Lampung terhadap variabel disiplin

Penelitian pemisahan Th dan Nd dari konsentrat Th-LTJ oksalat hasil olah pasir monasit dengan berat umpan konsentrat Th-LTJ hidroksida 25 gram (konsentrasi

Dalam penentuan waktu nyala lampu lalulintas yang optimal pada simpang empat Condong Catur, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan Metode Webster, kemudian

Berdasarkan hasil pengujian didapatkan variabel-variabel terbaik yang dapat digunakan untuk melakukan peramalan kebutuhan energi listrik di Indonesia dengan metode

Dengan demikian, SKL yang harus diperkaya untuk Sekolah/Madrasah Bertaraf Internasional: a) SKL Satuan Pendidikan, yang diperkaya dengan mangacu pada standar kompetensi

Berdasarkan hasil evaluasi terhadap area pelayanan yang memenuhi standar kualitas air minum (drinkable) antara bulan Januari 2016 dan Maret 2016 di wilayah barat, terdapat

Dengan keterbatasan peralatan uji material untuk melakukan uji terhadap spesimen yang meliputi uji komposisi, uji densitas, uji struktur mikro, uji kekerasan, uji