• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada bulan Mei 2010 telah mulai dioperasionalkan unit kamar operasi baru di RS Dr. OEN SOLO BARU yang memiliki 5 kamar operasi, namun hingga saat ini baru 3 kamar operasi yang digunakan. Pada tahun 2011 di kamar operasi RS Dr. OEN SOLO BARU dilakukan sebanyak 3.191 tindakan operasi (data lengkap jumlah tindakan operasi tiap bulan dari tahun 2008-2011 di tabel 1). Pada bulan Juni tahun 2011 di kamar operasi memiliki tenaga perawat sebanyak 20 orang yang terbagi menjadi perawat bedah, perawat anestesi, dan perawat instrumen. Untuk kegiatan administrasi dilaksanakan oleh perawat yang masuk pada shift di mana operasi dilaksanakan atau perawat shift berikutnya secara bergantian tanpa terjadwal.

Tabel 1. Jumlah Tindakan Operasi Kamar Operasi RS Dr. OEN SOLO BARU

Tahun 2008 – 2011 Bulan Tahun 2008 (Pasien) Tahun 2009 (Pasien) Tahun 2010 (Pasien) Tahun 2011 (Pasien) Januari 233 237 274 256 Februari 215 222 240 217 Maret 219 259 246 242 April 216 289 239 225 Mei 247 263 252 274 Juni 290 276 297 310 Juli 235 255 277 271 Agustus 254 256 273 283 September 226 257 291 290 Oktober 282 260 247 288 Nopember 222 222 237 245 Desember 274 269 299 290 JUMLAH 2.913 3.065 3.172 3.191

(2)

Kamar operasi, walaupun merupakan salah satu revenue center terbesar bagi suatu rumah sakit, ternyata juga memberi kontribusi terbesar pula bagi besarnya biaya pengeluaran rumah sakit. Bahkan besarnya biaya di kamar operasi dapat jauh lebih besar jika dibanding dengan biaya yang dihabiskan oleh bagian lain di rumah sakit. Sehingga, walaupun mutu pelayanan pasien di kamar operasi selalu menjadi prioritas utama, adanya tuntutan untuk melakukan efisiensi biaya membuat bagian kamar operasi harus beroperasi dengan efisien pula (Roeder, 1994; Meyer & Driscoll, 2004; HermanMiller Healthcare, 2009). Dengan adanya pengelolaan yang baik, di antaranya pengelolaan logistik (obat, barang medis, benang, dan bahan ortopedi), dan penggunaan sistem teknologi informasi diharapkan dapat menekan biaya yang dikeluarkan oleh kamar operasi, sehingga besarnya pendapatan yang bisa diperoleh dari kamar operasi diharapkan akan semakin meningkat. Dari dasar itulah maka Meyer dan Driscoll melakukan studi kasus di Salem Hospital, Oregon dan Our Lady of Lourdes Medical Center, New Jersey (Meyer & Driscoll, 2004).

Banyak rumah sakit cenderung memiliki masalah-masalah yang sama karena biasanya dibangun dengan pola dasar yang sama. Rancang bangun dan layout rumah sakit biasanya memiliki karakteristik yang sama, dan proses yang berjalan di dalamnya disusun menggunakan paradigma dan pengetahuan yang sama. Masalah yang dihadapi biasanya adalah adanya tuntutan peningkatan pelayanan, fasilitas pelayanan yang sudah tidak memadai, serta besarnya biaya logistik. Saat ditanyakan kepada karyawan rumah sakit mengenai apa yang perlu diperbaiki, maka jawaban yang muncul biasanya adalah, “kami membutuhkan sumber daya dan tenaga yang lebih banyak!” (Renoir Consulting, 2006; Graban, 2009)

RS Dr. OEN SOLO BARU pun menyadari akan hal ini, sehingga sejak awal sudah dicoba dikembangkan suatu sistem dalam pengelolaan logistik di kamar operasi. Sistem yang dikembangkan memang berusaha mengakomodir jumlah tenaga di kamar operasi yang jika didasarkan pada penghitungan jumlah tenaga belum sesuai dengan perhitungan kebutuhan. Namun ternyata pada pelaksanaannya tidak dapat

(3)

berjalan sebagaimana yang diharapkan. Beberapa hal yang terjadi di antaranya adalah:

1. Pencatatan pemakaian yang tidak lengkap, di mana pada satu kasus pada saat ada penggunaan maxillar plate senilai Rp 3.000.000,00 ternyata tidak tercatat karena resepnya hilang, sehingga tidak tertagih kepada pasien, yang mengakibatkan staf kamar operasi harus mengganti dengan biaya sendiri. Kejadian ini memang tidak terjadi setiap bulan, sekitar 2-3 kali dalam setahun. Namun terkadang melibatkan logistik yang bernilai besar, sehingga penggantiannya cukup memberatkan karyawan kamar operasi.

2. Pada saat entry data, otomatis pemakaian obat dan bahan yang tidak tercatat juga tidak masuk dalam komputer. Hal ini mengakibatkan terjadinya selisih pada saat stok fisik pada dini harinya. Jika hal ini terjadi, maka semua tagihan tidak bisa langsung diverifikasi karena harus mencari di mana letak kesalahannya, bahkan tidak jarang harus menghubungi staf kamar operasi yang sudah pulang untuk mengkonfirasi apakah pada saat mereka operasi menggunakan obat/bahan tertentu. Jika ternyata ada data yang sudah terlanjur diverifikasi, maka harus dimintakan pembatalan dari kasir, namun dari apotek sering tidak diminta untuk dilakukan pembatalan, sehingga saat penerimaan barang yang baru, jumlahnya tidak sesuai dengan jumlah yang sudah digunakan. Peristiwa ini terjadi setiap hari. Sehingga tugas perawat yang terjadwal mengelola logistik pada shift pagi yang pertama adalah selalu mencari dan mengkoreksi selisih logistik yang terjadi akibat penggunaan logistik pada shift pagi, siang, dan malam sebelumnya.

3. Belum adanya standar yang baku untuk alur dan bahan yang harus dipersiapkan pada saat akan dilaksanakan suatu operasi, sehingga sirkulator atau perawat anestesi harus mondar mandir ke tempat penyimpanan logistik untuk mengambil bahan lain yang diperlukan pada saat operasi sedang berjalan.

(4)

Permasalahan yang lain terkait dalam pengadaan logistik, yaitu:

1. Masih adanya beberapa barang medis yang belum terstandarisasi dengan ketat

2. Belum adanya pengkajian tentang besarnya jumlah logistik yang tersimpan di kamar operasi dan juga besar jumlah permintaan yang dilakukan ke bagiain pembelian

Adanya permasalahan dalam sistem ini mengakibatkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan administrasi pasien memanjang, sehingga jumlah tenaga yang sudah terbatas, semakin dirasa kurang jumlahnya. Juga muncul biaya-biaya yang tidak perlu, misalnya biaya-biaya untuk menelepon rekan shift sebelumnya untuk mengkonfirmasi apakah mereka menggunakan alat atau bahan tertentu. Juga biaya yang harus dikeluarkan karyawan untuk mengganti biaya yang tidak tertagih kepada pasien. Di sisi yang lain, kondisi ini mengakibatkan stok fisik tidak pernah dapat dilakukan, dikarenakan laporan kebutuhan dan jumlah pemenuhan tidak sesuai. Masalah belum terstandarisasinya beberapa barang medis juga mengakibatkan volume penyimpanan di kamar operasi menjadi lebih besar, biaya yang dikeluarkan untuk operasional menjadi lebih besar, dan juga mengakibatkan logistik menjadi lebih sulit untuk dipantau. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Barlow di Desert Springs Hospital, Las Vegas, Amerika Serikat, di mana dengan melakukan standarisasi terhadap implan ortopedi dan prostesis serta melakukan konsinyasi terhadap sekitar 85% dari total implan ortopedi di rumah sakit mampu mengurangi jumlah stok di kamar operasi hingga 15% (dari 6.000 jenis menjadi 5.200 jenis) dan menekan jumlah nilai barang yang tersimpan di kamar operasi hingga 23% (dari US$ 800.000 menjadi US$ 650.000) (Barlow, 1991).

Kondisi yang berjalan di kamar operasi ini telah berlangsung dalam waktu bertahun-tahun, sehingga para karyawan yang bekerja di kamar operasi sudah menganggap hal tersebut sebagai suatu kewajaran dan bukan sebagai suatu permasalahan. Padahal sebenarnya untuk reward bagi perawat kamar operasi telah diberikan tunjangan khusus yang kira-kira besarnya 25% dari gaji pokoknya.

(5)

Kesemua hal ini membuat Direksi RS Dr. OEN SOLO BARU menuntut untuk dilakukan pembenahan dalam pengelolaan logistik di kamar operasi RS Dr. OEN SOLO BARU. Namun bila ditanyakan kepada karyawan kamar operasi mengenai alasan timbulnya permasalahan-permasalahan, selalu muncul jawaban yang sama, “pekerjaan terlalu banyak”, “pencatatan yang harus dikerjakan terlalu banyak”, “seharusnya ada tenaga khusus yag ditempatkan untuk mengerjakan administrasi”, atau “tenaga di kamar operasi kurang”. Walaupun jika menambah tenaga dijamin dapat membantu, namun kita berada dalam dunia dengan sumber daya yang terbatas. Jika kita tidak mampu untuk menyediakan lebih banyak sumber daya, pilihan yang ada biasanya tidak bisa dengan mengharuskan karyawan untuk bekerja lebih keras lagi. Kita perlu mengembangkan suatu sistem yang ada kalanya hal itu berarti untuk membuat karyawan bekerja lebih sedikit karena pekerjaan mereka menjadi lebih mudah, namun di sisi lain, outcome yang didapat bisa lebih baik. (Graban, 2009)

Oleh karena itu, perlu dicari dan dikaji akar permasalahan dari hal yang telah dijabarkan di atas dan disusun suatu sistem baru yang efektif dan efisien untuk mengatasi seluruh permasalahan yang terjadi di kamar operasi RS Dr. OEN SOLO BARU serta mengarahkan seluruh karyawan kamar operasi agar dapat menerima dan menjalankan sistem pengelolaan logistik yang baru.

B. Perumusan Masalah

Mengapa terjadi kendala dalam penerapan sistem logistik di kamar operasi RS Dr. OEN SOLO BARU serta bagaimana membuat modifikasi sistem yang dapat diterima dan dilaksanakan oleh seluruh karyawan di kamar operasi?

(6)

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengembangkan suatu sistem pengelolaan logistik baru yang efektif dan efisien dapat dilaksanakan oleh seluruh karyawan di kamar operasi RS Dr. OEN SOLO BARU

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi penyebab (akar masalah) dari hambatan dalam penerapan sistem pengelolaan logistik di kamar operasi RS Dr. OEN SOLO BARU

b. Menyusun modifikasi sistem pengelolaan logistik di kamar operasi RS Dr. OEN SOLO BARU menggunakan pendekatan partisipatif

D. Manfaat Penelitian

1. Dapat memperbaharui sistem pengelolaan logistik di kamar operasi RS Dr. OEN SOLO BARU sehingga bisa berjalan dengan baik

2. Adanya kepuasan dari direksi dikarenakan adanya pengelolaan logistik yang baik di kamar operasi

3. Pelayanan dapat lebih efektif dan efisien dengan memotong waktu dan biaya yang tidak perlu (antara lain biaya telepon dan waktu untuk mencari barang yang belum terekap)

4. Mencegah agar tidak terjadi kesalahan pengelolaan logistik di kamar operasi RS Dr. OEN SOLO BARU sehingga staf kamar operasi tidak perlu lagi melakukan penggantian biaya

(7)

E. Keaslian Penelitian

Permasalahan pengelolaan logistik di kamar operasi ternyata dihadapi oleh banyak rumah sakit. Banyak manager telah berusaha untuk mengambil tindakan dan langkah-langkah tertentu untuk mengidentifikasi serta menanggulangi permasalahan pengelolaan logistik di kamar operasi mereka.

Di Memorial Hospital di Gulfport, Mississippi, Amerika Serikat, sebuah rumah sakit dengan 425 tempat tidur, yang memiliki 8 ruang operasi dengan jumlah tindakan operasi sekitar 5.000 tindakan per tahun, ternyata masih menggunakan sistem manual (paper based) dalam pengelolaan kamar operasi, termasuk juga dalam pengelolaan logistiknya. Untuk mengatasi permasalahan yang muncul, akhirnya di kamar operasi digunakan sistem komputerisasi. (Doulis, 2004).

Di Desert Springs Hospital, Las Vegas, Amerika Serikat, yang memiliki 9 kamar operasi, dengan melakukan standarisasi terhadap implan ortopedi dan prostesis serta melakukan konsinyasi terhadap sekitar 85% dari total implan ortopedi di rumah sakit mampu mengurangi jumlah stok di kamar operasi hingga 15% (dari 6.000 jenis menjadi 5.200 jenis) dan menekan jumlah nilai barang yang tersimpan di kamar operasi hingga 23% (dari US$ 800.000 menjadi US$ 650.000). Untuk melaksanakan hal ini, rumah sakit menunjuk 1 orang manajer produk yang bertanggung jawab atas seluruh pelayanan di seluruh bagian kamar operasi, yang mencakup dari kamar operasi, anestesi, ruang pulih sadar, hingga unit sterilisasi. Manajer ini dibantu oleh 2 orang yang bertugas melakukan pembelian untuk mencukupi kebutuhan dari 9 kamar operasi yang ada. Selain itu juga dilakukan pengurangan jumlah tempat penyimpanan barang, di mana sebelumnya terdapat 77 tempat penyimpanan yang sering kali menyimpan barang yang sama menjadi hanya 20 tempat penyimpanan saja (Barlow, 1991).

Sedangkan Johns Hopkins Hospital, Baltimore, Maryland, Amerika Serikat berupaya mengatur logistik di kamar operasi dengan penerapan Operating Room

(8)

Management Information System (ORMIS), suatu sistem komputrisasi yang dijalankan di kamar operasi (Saletnik, Niedlinger, & Wilson, 2008).

Dua buah studi kasus yang dilaporkan oleh Meyer dan Driscoll (2004) yang dilaksanakan di Salem Hospital, Oregon dan Our Lady of Lourdes Medical Center, New Jersey menyebutkan bahwa penerapan sistem perioperatif yang komprehensif dapat membantu rumah sakit, termasuk kamar operasi untuk menekan biaya, meningkatkan pendapatan, memperbaiki proses, dan meningkatkan kepuasan pasien. Namun hal yang tidak kalah penting adalah bahwa implementasi sistem perioperatif ini harus melibatkan keseluruhan bagian di rumah sakit. Adanya kerja sama antar bagian merupakan kunci penting untuk menjamin keberhasilan program. Teknologi informasi akan menyatukan keseluruhan bagian dalam rumah sakit untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik dan memberikan perhatian kepada customer dari organisasi, mulai dari pasien, tenaga medis, para medis, staf-staf yang lain, bahkan bagi pengunjung rumah sakit. (Meyer & Driscoll, 2004)

Studi kasus lain yang dilakukan oleh Nilsen menyusun sebuah proses yang terdiri dari 4 langkah dalam rangka melakukan pengaturan terhadap peralatan dan instrumen di kamar operasi. Keempat langkah terebut adalah: 1) identifikasi stok peralatan dan instrumen yang ada pada saat awal, 2) menggambarkan bagaimana pengelolaannya, 3) mengidentifikasi metode terbaik untuk mengelola peralatan dan instrumen melalui diskusi dalam kelompok kerja, dan 4) mengidentifikasi dan mengatur prioritas kegiatan tambahan yang diperlukan (Nilsen, 2005)

Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan di lima rumah sakit di atas serta penelitian yang dilaporkan oleh Nilsen adalah kesemua penelitian tersebut lebih menekankan pada perubahan sistem pengelolaan logistiknya, di mana dengan perubahan sistem yang dilakukan tersebut berhasil menekan biaya di kamar operasi, tetapi bagaimana proses pengimplementasian dari perubahan sistem tersebut tidak dibicarakan dalam penelitian-penelitian tersebut. Oleh karena itu, pada penelitian ini selain membahas perubahan sistem logistik juga akan membahas tentang faktor perubahan dalam karyawan kamar operasi yang akan menjadi pelaku dalam

(9)

penerapan sistem pengelolaan logistik yang baru, di mana rata-rata karyawan kamar operasi adalah karyawan senior yang sudah terbiasa dengan sistem pengelolaan logistik lama dan tidak menganggap permasalahan yang ada sebagai suatu masalah yang perlu ditangani. Selain itu desain penelitian yang digunakan di sini adalah action research di mana sistem baru yang akan dijalankan diharapkan muncul dari konsep bersama antara Peneliti dengan partisipasi dari karyawan kamar operasi RS Dr. OEN SOLO BARU. Serta dilakukan pendekatan kepada karyawan kamar operasi sehingga diharapkan dalam pelaksanaannya sistem yang baru dapat lebih mudah dijalankan.

Gambar

Tabel 1. Jumlah Tindakan Operasi  Kamar Operasi RS Dr. OEN SOLO BARU

Referensi

Dokumen terkait

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

underwear rules ini memiliki aturan sederhana dimana anak tidak boleh disentuh oleh orang lain pada bagian tubuhnya yang ditutupi pakaian dalam (underwear ) anak dan anak

Jika lima kelompok unsur kehidupan merupakan suatu cara memahami kelahiran kembali menjadi berbagai keadaan makhluk, ini hanya akan lebih jelas untuk menyatakan

Konsep Pieper tentang manusia dan masyarakat, sebagaimana dipaparkan dalam artikel ini, menjadi perspektif penulis untuk mengemukakan konsep tentang persahabatan yang disimpulkan

Tindak pelanggaran kode etik oleh humas Presiden AS dalam film Wag The Dog tersebut dilakukan secara berkelanjutan di media massa untuk menutupi kebohongan demi kebohongan

Pada tahap pertama ini kajian difokuskan pada kajian yang sifatnya linguistis antropologis untuk mengetahui : bentuk teks atau naskah yang memuat bentuk

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula