• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika Barat, merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika Barat, merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika Barat, merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tanaman penghasil minyak nabati lainnya. Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1848. Saat itu ada 4 batang bibit kelapa sawit yang ditanam di Kebun Raya Bogor (Botanical Garden) Bogor, dua berasal dari Bourbon (Mauritius) dan dua lainnya dari Hortus Botanicus, Amsterdam (Belanda). Awalnya tanaman kelapa sawit dibudidayakan sebagai tanaman hias, sedangkan pembudidayaan tanaman untuk tujuan komersial baru dimulai pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet (orang Belgia), kemudian budidaya yang dilakukannya diikuti oleh K.Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 Ha.

Secara umum rata-rata waktu tumbuh kelapa sawit adalah 20 hingga 25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda, hal ini dikarenakan kelapa sawit tersebut belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia empat sampai enam tahun. Pada usia tujuh sampai sepuluh tahun disebut sebagi periode matang (the mature periode), dimana pada periode tersebut mulai menghasilkan buah tandan segar (fresh fruit bunch). Tanaman kelapa sawit pada usia sebelas sampai dua puluh tahun mulai mengalami

(2)

penurunan produksi buah tandan segar. Terkadang pada usia 20 hingga 25 tahun tanaman kelapa sawit mati. Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan secara maksimal. Buah sawit memiliki daging dan biji sawit (kernel), dimana daging sawit dapat diolah menjadi CPO (crude palm oil) sedangkan buah sawit diolah menjadi PK (kernel palm) (Wikipedia, 2008).

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman tropis golongan plasma yang termasuk tanaman tahunan. Adapun klasifikasi tanaman kelapa sawit adalah:

Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae

Ordo : Monocotyledoneae Famili : Arecaceae

Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis Jacq

Spesies : Elaeis guineensis Jacq (Pahan, 2007).

Kelapa sawit mempunyai beberapa jenis atau varietas yang dapat dibedakan berdasarkan ketebalan tempurung dan bagian buah menurut Hutgers dan Yampolski yaitu:

1. Dura

Tempurung cukup tebal antara 2 hingga 8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah terhadap buah bervariasi antara 35 hingga 50 %. Kernel (daging

(3)

biji) biasanya besar dengan kandungan minyak yang rendah. Dalam persilangan, varietas Dura dipakai sebagai pohon induk betina.

2. Pisifera

Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur pada fase ini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Dura akan menghasilkan Tenera.

3. Tenera

Varietas ini mempunyai sifat-sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu Dura dan Pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan perkebunan pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 hingga 4 mm, dan terdapat lingkaran serabut di sekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah tinggi, antara 60 hingga 96% Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak daripada Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil

(Penebar Swadaya, 1994).

Panen dan Pasca Panen

Untuk memperoleh minyak sawit dengan mutu tinggi dan rendemen yang tinggi, salah satu hal yang harus diperhatikan adalah proses pemanenan.

(4)

Panen adalah kegiatan mulai dari memotong tandan matang panen sesuai

kriteria matang panen, mengumpulkan dan mengutip brondolan serta menyusun tandan di tempat pengumpulan hasil (TPH) berikut brondolannya

(Soehardjo dkk, 1999).

Kelapa sawit biasanya mulai berbunga dan membentuk buah setelah umur 2 hingga 3 tahun dan buahnya menjadi masak 5 hingga 6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit buahnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga waktu buah telah masak. Pada saat itu, kandungan minyak pada daging buah telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan lepas dari tangkai tandan. Hal ini disebut dengan istilah membrondol (Satyawibawa dkk, 2002).

Panen pada tanaman kelapa sawit meliputi pekerjaan memotong tandan buah masak, memungut brondolan dan sistem pengangkutannya dari pohon ke TPH serta ke pabrik. Dalam pelaksanaan pemanenan, perlu diperhatikan beberapa kriteria tertentu sebab tujuan panen kelapa sawit adalah memperoleh produksi yang baik dengan rendemen minyak yang tinggi. Karena kualitas minyak sangat dipengaruhi oleh cara panen, maka kriteria panen yang menyangkut matang panen, cara dan alat panen, rotasi dan sistem panen, serta mutu panen harus diikuti (Syamsulbahri, 1996).

Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu pemanen agar memotong buah pada saat yang tepat. Kriteria umum untuk tandan buah yang dapat dipanen yaitu berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh. Untuk memudahkan pengamatan buah, maka dipakai kriteria berikut :

(5)

- tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh kurang lebih 10 butir

- tanaman dengan umur lebih dari 10 tahun, jumlah brondolan yang jatuh sekitar 15 hingga 20 butir.

Namun, secara praktis digunakan suatu aturan umum yaitu pada setiap 1 kg tandan buah segar (TBS) terdapat dua buah brondolan yang jatuh

(Penebar swadaya, 1994).

Agar mutu kelapa sawit terjaga, perlu dipahami beberapa standar sistem panen, yaitu sebagai berikut:

a. Tidak ada buah mentah yang dipanen b. Tidak meninggalkan buah matang di tandan

c. Semua brondolan, baik yang tertinggal di batang maupun di tanah, harus dikumpulkan dan dihimpun di TPH dalam kondisi bersih

d. Membrondolkan tandan yang terlalu matang

e. Memotong tangkai tandan dengan cermat menggunakan penyodok atau dodos

(Sukamto, 2008).

Adapun bagian-bagian yang terpenting dari buah adalah mesokarp (yang mengandung minyak kelapa sawit), dan inti sawit (yang mengandung minyak inti kelapa sawit). Buah kelapa sawit menjadi matang sekitar 6 bulan setelah terjadinya polinasi (penyerbukan) dan fertilasi (pembuahan). Kematangan buah adalah aspek yang pengaruhnya paling menonjol terhadap kuantitas dan kualitas minyak maksimal. Kondisi buah matang bersifat kritis karena menyangkut jangka waktu yang sangat pendek. Sifat kritis tersebut menjadi lebih nyata lagi karena

(6)

setelah buah melewati titik tepat matang kualitas minyak kelapa sawit mulai menurun, artinya dalam waktu singkat buah akan menjadi lewat matang dan panen lewat matang juga akan merugikan antara lain menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas (ALB). Kandungan asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA) berkaitan erat dengan kualitas minyak kelapa sawit. Makin tinggi kandungan ALB, makin rendah kualitas minyak kelapa sawit. Maka dalam pelaksanaan panen dan pengangkutan buah ke pabrik perlu diusahakan agar kandungan ALB dipertahankan serendah mungkin (Satyawibawa dkk, 2002).

Pelaksanaan panen terdiri atas langkah - langkah sebagai berikut : 1. Persiapan peralatan panen

Peralatan harus tersedia lengkap. Alat-alat yang berfungsi sebagai pemotong seperti chisel (dodos, egrek) harus selalu tajam. Keranjang atau goni plastik untuk tempat brondolan harus diperhatikan, agar selalu berada dalam kondisi yang baik.

2. Pemeriksaan areal

Pemanen memeriksa areal atau plot yang akan dipanen, menentukan tandan-tandan yang harus dipanen dengan menggunakan kriteria panen 2 buah brondolan yang jatuh di tanah untuk setiap satu kg tandan.

3. Pemangkasan daun

Memangkas daun yang terletak di bawah tandan yang akan dipanen. Daun dipotong menjadi tiga bagian dan diletakkan diantara barisan sedemikian rupa sehingga tidak akan menggangu kelancaran pengangkutan tandan ke tempat pengumpulan hasil.

(7)

4. Pemotongan tandan

Pemanenan tandan dengan jalan memotong tangkainya. Kemudian tangkai tandan dipotong mepet menjadi sependek mungkin berbentuk V. Buah-buah yang jatuh dan terselip pada ketiak-ketiak daun diambil dan dikumpulkan. 5. Pengumpulan tandan

Tandan-tandan hasil panen berikut buah-buah yang lepas diangkut ke TPH dengan menggunakan keranjang atau goni plastik. Pengumpulan buah dan tandan di TPH dilakukan ditempat yang ternaungi, karena sinar matahari berpengaruh terhadap kandungan ALB, dan dengan menggunakan alas karung atau anyaman bambu dan di beberapa kebun sedang dicoba dengan alas campuran semen yang dapat bertahan selama 4 hingga 5 tahun, alas ini berfungsi untuk mencegah menempelnya tandan pada buah. Arah bekas potongan tandan disusun menghadap jalan penen, 5 hingga 10 tandan per baris.

6. Pengangkutan tandan

Menaikkan buah dan tandan ke kendaraan pengangkut yang akan mengangkut ke pabrik. Diupayakan agar buah kelapa sawit tidak ada yang memar atau tergores

(Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Agar mutu buah yang telah dipanen dan diletakkan di TPH tidak berubah hendaknya segera diangkut ke pabrik. Tandan yang dibiarkan di atas truk seperti yang terjadi pada daerah pengembangan akan merusak mutu. Tandan buah sawit yang diterima pabrik hendaknya memenuhi persyaratan bahan baku yaitu tidak menimbulkan kesulitan dalam proses ekstraksi minyak dan inti sawit, sebelum

(8)

buah diolah perlu dilakukan sortasi dengan penimbunan di loading ramp (Risza, 1994).

Pengolahan Minyak Kelapa Sawit

Untuk menghasilkan minyak kelapa sawit yang bermutu, diperlukan tahapan pengolahan yang cukup panjang. Selain mutu, efisiensi pengolahan juga perlu diperhatikan sehingga produksi minyak kelapa sawit bisa tercapai dalam jumlah maksimal.

Untuk pengolahan kelapa sawit tentu diperlukan pabrik kelapa sawit (PKS). Beberapa bagian yang harus ada dalam PKS yaitu stasiun utama dan stasiun pendukung. Beberapa bagian yang masuk dalam stasiun utama yaitu stasiun penerimaan buah (jembatan timbang dan loading ramp), stasiun perebusan (sterilizer), stasiun penebahan (thresher), stasiun pencacahan (digester) dan pengempaan (presser), serta stasiun pemurnian (clarifier). Sementara kelengkapan stasiun pendukung yaitu stasiun pembangkit tenaga, laboratorium, stasiun pengolahan air, stasiun pengolahan limbah, dan bengkel PKS. Dari pengolahan ini akan diperoleh minyak sawit dan inti sawit. Keduanya merupakan produk setengah jadi yang bisa diolah lebih lanjut menjadi produk turunan, seperti minyak goreng, minyak salad, sabun cuci, margarin, dan kosmetika (Sukamto, 2008).

Baik buruknya mutu hasil minyak yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit ditentukan oleh proses perebusan. Proses perebusan merupakan proses pengolahan awal sebelum buah kelapa sawit diolah menjadi CPO dan inti sawit. Tujuan perebusan adalah untuk menghentikan perkembangan asam lemak bebas,

(9)

memudahkan proses pemipilan, menyempurnakan proses pengolahan inti sawit. Temperatur menjadi kunci dalam perebusan. Temperatur yang terlalu rendah tentunya tidak berpengaruh nyata terhadap perebusan, sedangkan temperatur yang terlalu tinggi bisa memicu terjadinya proses oksidasi pada asam lemak tidak jenuh. Untuk proses perebusan, sebaiknya tidak menggunakan uap jenuh pada tekanan yang sama. Temperatur ideal yang digunakan untuk perebusan yaitu 135

derajat celcius dan tekanan 2,0 hingga 2,8 kg/ cm2 selama 80 hingga 90 menit (Sukamto, 2008).

Tingkat efektivitas dan efisiensi pengolahan kelapa sawit juga dipengaruhi oleh derajat kematangan buah yang dapat diketahui melalui sortir buah sebelum diolah. Agar proses di PKS dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka perlu diterapkan standar kematangan buah yang dipanen.

Tabel 1. Derajat kematangan buah yang telah distandarkan

No Fraksi buah Persyaratan Sifat fisik Jumlah brondolan 1 Fraksi 00 (F-00) 0,00 % Sangat mentah Tidak ada

2 Fraksi 0 (F-0) <5,00 % Mentah 1-12,5 % buah luar 3 Fraksi 1 (F-1) 0,00 % Kurang

mentah

12,5-25% buah luar 4 Fraksi 2 (F-2) >90,00 % Matang 25-50 % buah luar 5 Fraksi 3 (F-3) 0,00 % Matang 50-75 % buah luar 6 Fraksi 4 (F-4) <3,00 % Lewat matang 75-100 % buah luar 7 Fraksi 5 (F-5) <2,00 % Terlalu matang Buah dalam ikut

membrondol

8 Brondolan 9,50 %

9 Tandan kosong 0,00 % 10 Panjang tangki TBS <2,5 cm (Pahan, 2007).

Dengan terpenuhinya persyaratan kematangan buah, diharapkan produk minyak dan inti sawit mempunyai kualitas yang baik dengan kehilangan minyak dan inti sawit rendah sehingga mencapai efektivitas yang tinggi. Sebagai acuan

(10)

untuk mengetahui kualitas produk yang dihasilkan, perlu ditetapkan standar kualitas minyak dan inti sawit, dengan demikian bisa diketahui nilai efektivitas dan efisiensi suatu PKS.

Tabel 2. Standar kualitas minyak dan inti sawit

No Karakteristik Batasan

Minyak sawit

1 Kadar asam lemak bebas (%) <3,50

2 Kadar air (%) <0,10

3 Kadar kotoran (%) <0,01

4 DOBI (deterioritation of bleachability index) (%) >2,40 Inti sawit

1 Kadar air (%) <7,00

2 Kadar kotoran (%) <6,00

3 Inti pecah (%) <25,0

4 Inti berubah warna (%) <40,0

(Pahan, 2007).

Produksi CPO

Hingga kini, komoditi minyak sawit mentah masih menjadi andalan ekspor Indonesia. Sebagai gambaran, pada tahun 2007 lalu, minyak sawit Indonesia menguasai 43,7% pangsa pasar minyak sawit dunia. Angka itu belum termasuk minyak sawit yang diekspor tanpa menggunakan dokumen. Selain itu, pada tahun 2007 tersebut, total devisa yang berhasil diraih mencapai US$ 7,86 miliar dari total ekspor 12,53 juta ton CPO. Nilai devisa ekspor itu meningkat hampir dua kali lipat dari nilai ekspor tahun 2006 yang senilai US$ 4,81 miliar, sejalan dengan naiknya harga CPO di pasar dunia.

Namun memasuki tahun 2008, terutama pada Juli 2008, harga CPO di pasar dunia mengalami penurunan cukup berarti. Sebagai ilustrasi, pada Juni 2008, harga CPO di pasar dunia berada pada kisaran US$ 1.190 hingga US$ 2.000

(11)

per ton, namun pada 25 Juli 2008 menurun menjadi US$ 1.060 per ton, atau

terdapat penurunan hampir US$ 140 per ton. Beberapa faktor yang mempengaruhi turunnya harga CPO antara lain terjadi panen sawit bersamaan di Indonesia dan

Malaysia dan turunnya harga minyak mentah di pasar dunia.

Sementara itu, pada tahun 2007 lalu, produksi CPO Indonesia mencapai 17,2 juta ton yang didukung perkebunan kelapa sawit seluas 6,7 juta hektar, dimana sekitar 1 juta ha diantaranya belum dapat di panen, sedangkan 127.000 ha sudah harus diremajakan (replanting) mengingat usia tanaman sawit telah mencapai 25 tahun. Pada tahun 2008, produksi CPO diproyeksikan mencapai 18 juta ton dengan penanaman baru seluas 350.000 ha. Dari total areal perkebunan sawit yang seluas 6,7 juta ha itu, masing-masing seluas tiga juta ha dikelola perkebunan kelapa sawit milik rakyat (PR) dan sekitar 2,8 juta ha dikelola perusahaan perkebunan swasta nasional dan asing (PBS). Sedangkan selebihnya dikelola perusahaan BUMN perkebunan.

Ditengah kecenderungan meningkatnya permintaan CPO di pasar dunia, khususnya dari kawasan Uni Eropa, terdapat beberapa kebijakan yang dapat menghambat perdagangan ekspor CPO dari Indonesia. Misalnya pasar Uni Eropa telah mewajibkan produk CPO yang diekspor ke kawasan itu harus memiliki sertifikat sustainable mulai awal tahun 2008, mengingat Indonesia merupakan salah satu produsen terbesar CPO dunia bersama Malaysia. Dengan kata lain, UE menerapkan banyak persyaratan yang terkait dengan isu lingkungan hidup seperti penanaman harus pada kedalaman tertentu, tidak pada daerah resapan air, tidak mengorbankan hutan dan satwa di dalamnya.

(12)

Selain itu, UE Directive juga mengatur tanaman sawit tidak boleh ditanam di tanah yang dihutankan kembali dengan tinggi pohon sudah 5 meter dan memiliki kanopi 30%. Sehingga hal itu, membuat kebun sawit sulit melakukan kegiatan replanting. Mengingat tanaman sawit tua tingginya sudah 25 meter dan kanopi 32%. Kemudian menetapkan tanaman tidak boleh ditanam pada areal yang memiliki high biodiversity seperti di hutan.

Disisi lain, ketika harga CPO di pasar dunia meningkat, maka diterapkan pajak ekspor (PE) yang berlaku progresif mengikuti fluktuasi harga CPO di Rotterdam. Produsen CPO dalam negeri juga harus mengikuti aturan International Maritime Organization (IMO) yang sejak 1 Januari 2007 mewajibkan pengiriman ekspor minyak sawit harus menggunakan kapal dengan lambung ganda (double

hull). Sehingga kebijakan itu, menghambat ekspor ke Malaysia, Pakistan dan

Bangladesh. Padahal kebijakan ini telah mendongrak biaya transportasi karena pengusaha harus mengekspor dengan kapal double hull, meski kedua tangki itu tidak dimanfaatkan penuh.

Terlepas dari masalah itu, Indonesia tetap berpeluang menjadi negara produsen CPO terbesar di dunia, karena memiliki potensi lahan kelapa sawit lebih luas dibanding negara pesaing terdekat Malaysia. Oleh karena itu, tidak heran jika banyak perusahaan perkebunan Malaysia yang melakukan ekspansi bisnisnya ke Indonesia (Market Research dan Feasibility Studies, 2008).

Mutu CPO

Mutu minyak kelapa sawit bisa diukur dengan angka-angka dari minyak sawit itu sendiri. Beberapa kriteria yang digunakan untuk mengukur kualitas

(13)

minyak sawit harus dipahami benar oleh produsen jika ingin produknya diterima oleh konsumen, baik konsumen dalam maupun konsumen luar negeri.

Dalam penentuan syarat mutu, minyak kelapa sawit diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida dan ukuran pemucatan. Semua faktor ini perlu dianalisis untuk mengetahui mutu minyak kelapa sawit (Naibaho, 1996).

Untuk memperoleh minyak kelapa sawit sesuai dengan standar serta mutu yang baik, maka perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu produksi, terutama ALB dalam minyak kelapa sawit. ALB adalah faktor mutu yang paling cepat berubah selama proses terjadi. ALB dalam konsentrasi tinggi yang terikut minyak kelapa sawit sangat merugikan. Tingginya ALB ini mengakibatkan rendemen minyak turun, sehingga perlu dilakukan usaha pencegahan terhadap terbentuknya ALB dalam minyak kelapa sawit.

Kandungan asam lemak bebas dari minyak sawit adalah salah satu penentu utama mutu minyak sawit yang diperdagangkan. Terbentuknya asam lemak bebas ini pada minyak sawit adalah disebabkan oleh aktifitas enzim lipase. Enzim ini pada umumnya terdapat pada produk-produk pertanian penghasil minyak atau lemak diantaranya buah kelapa sawit pada waktu buah masih berada pada pohon. Enzim ini bertujuan atau berperan untuk membentuk minyak, tetapi setelah buah tersebut dipanen enzim lipase ini akan memecah (merombak) minyak lemak yang dikandungnya.

(14)

Tabel 3. Kandungan bahan-bahan yang merusak kualitas minyak kelapa sawit Bahan Sangat Rendah (%) Rendah (%) Sedang (%) Tinggi (%) Sangat Tinggi (%) ALB < 2,0 2,0 – 2,7 2,8 – 3,7 3,8 – 5,0 > 5,0 Kadar air < 0,10 0,10– 0,19 0,20 – 0,39 0,40 – 0,60 > 0,60 Kadar kotoran < 0,005 0,005 – 0,001 0,010 – 0,025 0,026 – 0,050 > 0,050 (Setyamidjaja, 2006).

Agar asam lemak bebas minyak sawit rendah maka perlu diperhatikan faktor-faktor berikut:

a. Mengusahakan buah sewaktu dipanen, diangkut dari kebun dan setelah di pabrik mengalami kerusakan yang sedikit

b. Buah-buah yang dipanen sesegera mungkin direbus atau disterilisasi c. Diusahakan minyak yang dihasilkan tetap berada dalam keadaan panas dan

tidak bersentuhan dengan alat-alat yang memungkinkan mendorong reaksi hydrolisa

(Sitinjak dan Saragih, 1995).

Untuk memelihara konsistensi mutu produk perlu dilakukan pengendalian mutu (quality control) atas proses produksi. Konsentrasi pengendalian mutu pada mulanya diarahkan pada mata rantai terakhir dalam proses produksi yaitu kegiatan inspeksi produk. Produk yang memenuhi syarat diterima dan yang tidak memenuhi syarat ditolak. Melalui sistem pengendalian mutu ini tidak dapat dicegah terjadinya kerugian dengan terbuangnya materi, energi, informasi dan waktu karena adanya produk yang ditolak, sebagai akibat tidak dipenuhinya persyaratan yang ditentukan. Untuk mengatasi hal itu timbul pemikiran untuk

(15)

menciptakan sistem yang dapat mencegah kerugian yang ditimbulkan oleh masalah mutu (Lamprecht, 1993).

Rendemen CPO

Perusahaan berbasis kelapa sawit berpotensi meningkatkan keunggulan produktivitasnya melalui:

1. Peningkatan rendemen

2. Pengurangan loses produksi

3. Pengoptimalan jam kerja karyawan.

Keunggulan nilai dapat dicapai melalui keunggulan kualitas. Indikator kualitas yang digunakan untuk menilai CPO adalah kandungan FFA (free fatty

acid) atau asam lemak bebas (ALB). Sehingga bila FFA meningkat, maka kualitas

CPO turun. Kandungan FFA CPO sangat ditentukan oleh kualitas kelapa sawit atau buah sawit yang menjadi bahan bakunya (Insidewinme, 2007).

Hubungan antara rendemen dan kadar ALB minyak dengan derajat kematangan adalah seperti pada Tabel 4 :

Tabel 4. Hubungan rendemen, ALB dan derajat kematangan

Fraksi Rendemen Minyak ALB Minyak 0 16,0 1,6 1 21,4 1,7 2 22,1 1,8 3 22,2 2,1 4 22,2 2,6 5 21,9 3,8 (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Dari Tabel 4 dapat dikatakan bahwa tandan yang dikehendaki adalah dari fraksi 2 dan 3, yaitu rendemennya tinggi, sedangkan ALB cukup rendah. Fraksi 1 menghasilkan ALB rendah, tetapi rendemennya juga agak rendah, dengan demikian dapat dikatakan buah kurang matang. Fraksi 0 atau 00 tidak disukai

(16)

karena mentah. Fraksi 4 dan 5 adalah lewat matang, walaupun rendemennya tinggi, namun ALB juga tinggi (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Sistem Kendali Mutu

Kendali mutu dilakukan dengan tujuan mewujudkan mutu yang sesuai dengan syarat-syarat yang dituntut konsumen. Dalam kendali mutu sebaiknya terlebih dahulu kita mengetahui apakah sebenarnya yang dimaksud dengan mutu tersebut. Mutu suatu produk adalah keadaan fisik, dan sifat suatu produk bersangkutan yang dapat memenuhi selera dan kebutuhan konsumen dengan memuaskan sesuai nilai uang yang telah dikeluarkan (Feigenbaum, 1989).

Pengertian pengendalian mutu secara umum adalah menjaga mutu pada tingkat dan toleransi yang dapat diterima oleh pembeli atau pemakai, sementara menekan biaya serendah-rendahnya ada kalanya juga memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh instansi pemerintah. Bidang pengawasan meliputi bahan mentah, pengolahan, dan pemeriksaan hasil jadi. Maka pengendalian disini adalah mulai dari sejak panen sampai dengan pengiriman hasil produksi, jadi meliputi mutu panen dan mutu hasil (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Pengendalian kualitas merupakan teknik penyelesaian masalah yang digunakan untuk memonitor, mengendalikan, menganalisis, mengelola, dan memperbaiki produk dan proses. Pengendalian kualitas menyediakan alat-alat

offline untuk mendukung analisis dan pembuatan keputusan yang membantu

menentukan apakah proses dalam keadaan stabil dan dapat diprediksi setiap tahapannya (Ariani, 2005).

(17)

Pengendalian kualitas produksi dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan penggunaan bahan/material yang bagus, penggunaan mesin- mesin/peralatan produksi yang memadai, tenaga kerja yang terampil, dan proses produksi yang tepat. Pengendalian kualitas secara statistik (statistical quality

control – SQC) sebenarnya dimaksudkan untuk menemukan kesalahan produksi

yang mengakibatkan produk tidak baik, sehingga dapat diambil tindakan lebih lanjut untuk mengatasinya. Kesalahan produksi yang mengakibatkan kualitas produk yang tidak memenuhi standar yang disyaratkan dan tindakan yang diambil untuk mengatasinya itu selalu terjadi pada proses produksi, maka kemudian istilah

SQC lebih dikenal dengan istilah SPC (statistical process control) atau

pengendalian proses secara statistik (Kotler, 1995).

Kegiatan pengendalian mutu merupakan bidang pekerjaan yang sangat luas dan kompleks karena semua variabel yang mempengaruhi mutu harus diperhatikan. Secara garis besarnya, pengendalian mutu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Pengendalian mutu bahan baku

Mutu bahan akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari barang yang kita buat. Bahan baku dengan mutu yang jelek akan menghasilkan mutu barang yang jelek dan sebaliknya. Pengendalian mutu bahan harus dilakukan sejak penerimaan bahan baku di gudang, selama penyimpanan, dan waktu bahan baku akan dimasukkan dalam proses produksi. Kelainan mutu bahan baku akan memberi akibat mutu produk yang dihasilkan berada di luar standar mutu yang direncanakan.

(18)

2. Pengendalian dalam proses pengolahan

Terdapat beberapa cara pengendalian mutu selama proses produksi berlangsung. Misalnya melalui contoh (sampel), yakni hasil yang diambil pada selang waktu yang sama. Sampel tersebut dianalisis secara statistik untuk memperoleh gambaran apakah sampel tersebut sesuai dengan yang direncanakan atau tidak. Bila tidak sesuai berarti proses produksinya salah. Selanjutnya, kesalahan tersebut harus diteruskan kepada operator (pelaksana) untuk dilakukan perbaikan. Pengawasan dilakukan terhadap seluruh tahapan proses produksi dari awal hingga akhir tanpa kecuali.

3. Pengendalian mutu produk akhir

Produk akhir harus diawasi mutunya sejak keluar dari proses produksi hingga tahapan pengiriman ke konsumen. Dalam memasarkan produk, perusahaan harus berusaha menampilkan produk yang bermutu. Hal ini hanya dapat dilaksanakan bila atas produk akhir tersebut dilakukan pengecekan mutu agar produk yang rusak (cacat) tidak sampai ke tangan konsumen

(Prawirosentoso, 2002).

Langkah-langkah yang sangat penting dalam pelaksanaan kendali mutu: a. Pahami karakteristik mutu sebenarnya

b. Tentukan metode pengukuran dan pengujian karakteristik mutu sebenarnya

c. Temukan karakteristik mutu pengganti, dan miliki pemahaman yang benar tentang hubungan antara karakteristik mutu sebenarnya dan karakteristik mutu pengganti

(19)

Pendekatan Sistem

Pendekatan adalah suatu cara untuk menangani suatu masalah. Pendekatan sistem terhadap suatu masalah adalah untuk menangani suatu masalah dengan mempertimbangkan semua aspek yang terkait dengan masalah itu dan mengkonsentrasikan perhatiannya kepada interaksi antara aspek-aspek yang terkait dari permasalahan tersebut.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa ada tujuh langkah yang perlu diambil dalam usaha memecahkan masalah dengan mempergunakan alat utama yang ilmiah, langkah-langkah itu adalah :

1. Mengetahui inti daripada persoalan yang dihadapi, dengan perkataan lain mendefinisikan perihal yang dihadapi itu dengan setepat-tepatnya 2. Mengumpulkan fakta dan data yang relevan

3. Mengolah fakta dan data tersebut

4. Menentukan beberapa alternatif yang mungkin ditempuh

5. Memilih cara pemecahan dari alternatif-alternatif yang telah diolah dengan matang

6. Memutuskan tindakan apa yang hendak dilakukan

7. Menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat daripada keputusan yang telah diambil

(Eriyatno, 2003).

Untuk dapat menyelesaikan permasalahan dengan pendekatan sistem, harus diawali dengan cara berpikir sistemik. Berpikir sistemik adalah cara pandang terhadap suatu kejadian dengan memikirkan seluruh interaksi antar unsur atau variabel dalam batas lingkungan tertentu, sehingga melalui berpikir kesisteman

(20)

dan pendekatan sistem ini kita akan dapat melihat permasalahan dengan prespektif yang lebih menyeluruh, yang mencakup struktur, pola dan proses serta keterkaitan antara komponen-komponen atau kejadian-kejadian yang ada padanya, jadi tidak hanya kepada kejadian yang tunggal yang langsung dihadapi.

Berdasarkan prespektif yang luas ini kita akan dapat mengidentifikasi seluruh rangkaian sebab-akibat yang ada dalam permasalahan tersebut dan menentukan dimana sebaiknya kita harus memulai tindakan pemecahannya (Tunas, 2007).

Analisa kebutuhan merupakan permulaan pengkajian dari suatu sistem, yang menyangkut interaksi antara respon yang timbul dari seseorang pengambil keputusan (decision maker) terhadap jalannya sistem. Analisa ini dapat meliputi hasil suatu survei, pendapat seorang ahli, diskusi, observasi lapangan dan sebagainya (Eriyatno, 2003).

Diagram Control Chart

Control chart adalah teknik statistik yang digunakan untuk memastikan

bahwa proses produksi memenuhi standar. Standar proses ini biasanya menunjuk pada tingkat variabilitas (keragaman) tertentu, karena sangat sulit menciptakan suatu proses produksi yang menghasilkan produk yang sama persis sepanjang waktu. Hampir selalu terjadi ‘variasi’dalam proses produksi.

Control chart digunakan untuk mengukur kinerja proses. Proses dikatakan

berada pada pengendalian statistikal (in statistical control), jika hanya ada satu penyebab variasi yaitu penyebab umum/alamiah (common/natural cause) saja. Pertama kali proses harus dibawa pada pengendalian statistikal dengan

(21)

mendeteksi dan menghilangkan penyebab khusus (special/assignable) dari variasi, setelah itu baru kinerja dapat diprediksi dan kemampuannya mencapai harapan konsumen dapat dinilai. Tujuan dari sistem pengendalian proses adalah untuk menyediakan sinyal statistikal ketika muncul penyebab khusus variasi.

a. Variasi alamiah

Variasi alamiah (natural variation) terjadi pada hampir semua proses produksi. Variasi alamiah menunjuk pada semua sumber variasi yang terjadi pada proses produksi yang berada pada pengendalian statistikal (in statistical

control). Sekalipun produk individual berbeda-beda, secara berkelompok,

produk-produk akan membentuk suatu pola yang disebut ‘distribusi’. Sepanjang distribusi berada pada batas yang ditentukan, proses produksi dapat dikatakan ‘in control’ (dalam pengendalian) dan variasi alamiah diterima.

b. Variasi yang dapat ditentukan

Variasi tertentu (assignable variation) dalam proses dapat ditelusuri untuk menemukan alasannya. Faktor-faktor seperti penggunaan mesin, peralatan yang tidak tepat, kelelahan pekerja atau penggunaan bahan baku yang tidak baik dapat menjadi sumber potensial bagi variasi tertentu. Variasi alamiah dan variasi tertentu membedakan dua tugas bagi manajer operasi yaitu pertama, untuk memastikan bahwa proses mampu beroperasi dibawah kendali dengan hanya memiliki variasi alamiah, dan kedua, untuk mengidentifikasi dan menghilangkan variasi-variasi tertentu sehingga proses tetap terjaga berada dibawah kendali (in control) (Kotler, 1995).

Grafik pengendali merupakan suatu alat yang secara grafis digunakan untuk memonitor apakah suatu aktivitas dapat diterima sebagai proses yang

(22)

terkendali. Nilai dari karekterisik kualitas yang dimonitor, digambarkan sepanjang sumbu y, sedangkan sumbu x menggambarkan sampel atau subgroup dari karakteristik kualitas tersebut. Sebagai contoh karakteristik kualitas adalah panjang rata-rata, diameter rata-rata, dan waktu pelayanan rata-rata. Semua karakteristik tersebut dinamakan variabel dimana nilai numeriknya dapat diketahui. Sedangkan atribut adalah karakteristik kualitas yang ditunjukkan dengan jumlah produk cacat, jumlah ketidaksesuaian dalam satu unit, serta jumlah cacat per unit. Terdapat tiga garis pada grafik pengendali. Center line atau garis tengah adalah garis yang menunjukkan nilai rata-rata dari karakteristik kualitas yang diplot pada grafik. Upper limit control atau batas pengendali atas dan lower

limit control atau batas pengendali bawah digunakan untuk membuat keputusan

mengenai proses. Jika terdapat data yang berada di luar batas pengendali atas dan batas pengendali bawah serta pada pola data tidak acak atau random maka dapat diambil kesimpulan bahwa data berada di luar kendali statistik.

(23)

Control chart sebagai alat bantu ini pertama kali diperkenalkan oleh W.A.

Shewhart di Laboratorium Bell Telephone. Karakteristik pokok pada alat bantu ini adalah adanya sepasang batas kendali (upper dan lower limit), sehingga dari data yang dikumpulkan akan dapat terdeteksi kecenderungan kondisi proses yang sesungguhnya. Pada dasarnya alat bantu ini adalah berupa rekaman data suatu proses yang sudah berjalan. Bila data yang terkumpul sebagian besar berada dalam batas pengendalian, maka dapat disimpulkan bahwa proses berjalan dalam kondisi stabil. Tetapi sebaliknya, bila sebagian besar data menunjukkan deviasi di luar batas kendali, maka bisa dikatakan proses berjalan tidak normal, yang bisa berdampak pada penurunan mutu produk (Wikipedia, 2008).

Indeks kemampuan proses Kane (Cpk) adalah nilai yang mewakili kemampuan sesungguhnya dari suatu proses dengan parameter nilai tertentu. Nilai

Cpk diformulasikan dengan : , dimana : R x LSL X CPL

d

2 3 ) ( − = ; R x X USL CPU

d

2 3 ) ( − = Keterangan :

LSL = Lower Spesification Limit USL = Upper Spesification Limit CPL = Capability Process Lower CPU = Capability Process upper

Indeks kemampuan proses Kane (Cpk) baru layak dihitung apabila proses berada dalam pengendalian statistik (in statistical control) (Ariani, 2005).

(24)

Batas minimal Cpk yang dianjurkan untuk produk yang berhubungan dengan keamanan, kekuatan, atau parameter kritis (satu sisi) adalah 1,50. Dalam kasus ini, batas spesifikasinya hanya satu, maka digunakan spesifikasi satu sisi (Montgomery, 1998).

Diagram Sebab-Akibat

Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat yang berguna untuk mencari atau menganalisa sebab-sebab timbulnya masalah sehingga memudahkan cara mengatasinya. Diagram ini terdiri dari sebuah panah horizontal yang panjang dengan deskripsi masalah. Penyebab-penyebab masalah digambarkan dengan garis radial dari garis panah yang menunjukan masalah.

Diagram sebab-akibat ini sering juga disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram

Ishikawa (Ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof.

Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1943.

Pada dasarnya diagram sebab-akibat dapat dipergunakan untuk kebutuhan-kebutuhan berikut:

- Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah - Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah - Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut.

Menurut Gaspersz (2001) langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat sebagai berikut:

(25)

2. Tuliskan pernyataan masalah itu pada kepala ikan, yang merupakan akibat (effect). Tuliskan pada sisi sebelah kanan dari kertas (kepala ikan), kemudian gambarkan tulang belakang dari kiri ke kanan dan tempatkan pernyataan masalah itu dalam kotak

3. Tuliskan fakor-faktor penyebab utama (sebab-sebab) yang mempengaruhi masalah kualitas sebagai tulang besar, juga ditempatkan dalam kotak 4. Tuliskan penyebab sekunder yang mempengaruhi

penyebab-penyebab utama (tulang-tulang besar), serta penyebab-penyebab-penyebab-penyebab sekunder itu dinyatakan sebagai tulang ikan berukuran sedang

5. Tuliskan penyebab tersier yang mempengaruhi penyebab sekunder (tulang-tulang berukuran sedang), serta penyebab-penyebab tersier itu dinyatakan sebagai tulang-tulang berukuran kecil 6. Tentukan item-item yang penting dari setiap faktor dan tandailah

faktor-faktor penting tertentu yang kelihatannya memiliki pengaruh nyata terhadap karakteristik kualitas

Gambar

Tabel 1. Derajat kematangan buah yang telah distandarkan
Tabel 2. Standar kualitas minyak dan inti sawit
Tabel 3. Kandungan bahan-bahan yang merusak kualitas minyak kelapa sawit  Bahan  Sangat  Rendah  (%)  Rendah (%)  Sedang (%)  Tinggi (%)  Sangat Tinggi (%)  ALB  &lt; 2,0  2,0 – 2,7  2,8 – 3,7  3,8 – 5,0  &gt; 5,0  Kadar air  &lt; 0,10  0,10– 0,19  0,20 –
Gambar 1. Diagram control chart (wikipedia, 2008).
+2

Referensi

Dokumen terkait

Gambar 4.5.2 Sketch Karya 5 Desain X-Banner Profil Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2016 Sketsa desain Banner penjurian sebagai konsultasi atau gambaran awal media promosi acara

Maka disini memerlukan keseriusan para ilmuan/ulama yang berwadah dalam Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) untuk memperkenalkan lebih jauh lagi, dan bahkan menelaah

RESOLUTIEN : Resolutien yang dibuat oleh Residen atau kepala daerah yang setingkat, bersama-sama dengan Raad van Po licie (Politiek Raad) berupa origineele boek,

bahwa dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan pendapatan daerah bidang retribusi daerah dari golongan retribusi jasa umum dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28

a) Menggunakan sensor getar jenis Piezo electric sehingga setiap adanya perubahan atau perambatan gelombang dari lempeng tektonik baik secara horizontal maupun vertikal akan

Langkah pertama proses pembentukan urin adalah ultrafiltrasi darah atau plasma dalam kapiler glomerolus berupa air dan kristaloid, sela njutnya di dalam tubuli

Pertahananya merupakan anugerah alam yang berupa lingkungan hidup berkadar garam tinggi sebab pada kadar garam tinggi tersebut pemangsanya sudah tidak dapat hidup

Selain penelitian-penelitian tersebut, penulis juga melakukan penelitian tentang cara pengambilan data dengan menggunakan sensor pendeteksi urutan dalam mengaplikasikan salah