• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Penelitian Tindakan Kelas

a. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Wijaya Kusuma (2009:9) penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Menurut O’Brien sebagaimana dikutip oleh Endang Mulyatiningsih (2011:60) penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan ketika sekelompok orang (siswa) diidentifikasi permasalahannya, kemudian peneliti (guru) menetapkan suatu tindakan untuk mengatasinya. Cohen dan Manion sebagaimana dikutip oleh Padmono (2010) menyatakan penelitian tindakan adalah intervensi kecil terhadap terhadap tindakan di dunia nyata dan pemeriksaan cermat terhadap pengaruh intervensi tersebut. Pandangan ini menunjukkan bahwa penelitian tindakan dapat dilakukan secara kolaboratif dengan pakar. Pakar memberikan alternatif pemecahan dan alternatif tersebut perlu diuji sejauh mana efektifitasnya. Dengan demikian peneleitian tindakan menurut Cohen dan Manion bukan mutlak harus dilakukan oleh pekerja sendiri (guru sendiri) akan tetapi guru dapat meminta atau bekerja sama dengan pihak lain. Selanjutnya Kemmis dan Taggart sebagaimana dikutip oleh Padmono (2010) menyatakan penelitian

(2)

oleh peserta-pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktek pendidikan dan praktek sosial mereka, serta pemahaman mereka terhadap praktek-praktek itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktek-praktek tersebut. Kemmis dan Taggart memandang, bahwa penelitian ini dilakukan secara kolektif untuk memperbaiki praktek yang mereka lakukan dimana perbaikan dilakukan berdasar refleksi diri. Dalam bukunya Becoming Critical : Education, Knowledge, an Action Research 1986. Kemmis dan Carr lebih jelas menyatakan penelitian tindakan adalah bentuk penelitian refleksi diri yang dilakukan oleh partisipan (guru, siswa, atau kepala sekolah, misalnya) dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) praktek-praktek sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktek-praktek ini, dan (c) situasi-situasi (dan lembaga-lembaga) dimana praktek-praktek tersebut dilaksanakan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat dapat memperbaiki atau meningkatkan praktek pembelajaran di kelas secara professional.

Menurut Endang Mulyatiningsih (2011:60-63) karakteristik penelitian tindakan kelas antara lain:

1) Tema penelitian bersifat situasional

2) Tindakan diambil berdasarkan hasil evaluasi dan refleksi diri 3) Dilakukan dalam beberapa putaran

(3)

5) Dilaksanakan secara kolaboratif atau parisipatorif 6) Sampel terbatas

b. Model Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Endang Mulyatiningsih (2011:68-72) model PTK ada empat, yaitu : Model Lewin, Model riel, Model Kemmis dan Taggart, Model DDAER. Sedangkan menurut Wijaya Kusuma (2011:19-24) adalah : Model Kurt Lewin, Kemmis dan Taggart, John Elliott, McKernan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model PTK adalah sebagai berikut :

1) Model Kurt Lewin

Menjadi acuan pokok atau dasar dari adanya berbagai model Penelitian Tindakan yang lain, khususnya PTK. Dikatakan demikian karena dialah yang pertama kali memperkenalkan action research atau penelitian tindakan. Konsep model ini terdiri dari empat komponen (siklus), yaitu ; perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. (Wijaya Kusuma, 2011:20)

2) Model Riel

Model ke dua dikembangkan oleh Riel (2007) yang membagi proses penelitian tindakan menjadi tahap-tahap: studi dan perencanaan, pengambilan tindakan, pengumpulan dan analisis kejadian, refleksi. Riel mengemukakan bahwa untuk mengatasi

(4)

berdasarkan pengalaman empiris yang ditemukan sehari-hari. Setelah masalah teridentifikasi kemudian direncanakan tindakan yang sesuai untuk mengatasi permasalahan dan mampu dilakukan oleh peneliti. Perangkat pendukung tindakan (media, RPP) disiapkan pada tahap perencanaan. Tahap berikutnya pelaksanaan tindakan, kemudian mengumpulkan data/informasi dan menganalisis. Hasil evaluasi kemudian dianalisis, dievaluasi dan ditanggapi. Kegiatan dilakukan sampai masalah bisa diatasi (Endang Mulyatiningsih, 2011:70).

3) Model Kemmis dan Taggart

Kemiss dan Taggart (1988) membagi prosedur penelitian dalam empat tahap kegiatan pada satu putaran (siklus). perencanaan-tindakan dan observasi-refleksi. Model ini sering diacu oleh para peneliti. Kegiatan tindakan dan observasi digabung dalam satu waktu. Hasil observasi direfleksi untuk menentukan kegiatan berikutnya. Siklus dilakukan terus menerus sampai peneliti puas, masalah terselesaikan dan hasil belajar maksimum (Endang Mulyatiningsih, 2011:70-71)

4) Model DDAER

Desain lengkap PTK disingkat DDAER (diagnosis, design, action and observation). Dalam penelitian ini hal yang pertama dilakukan bukan diagnosis masalah sebelum tindakan diagnosis penelitian. Diagnosis masalah ditulis dalam latar belakang

(5)

masalah. Kemudian peneliti mengidentifikasi tindakan dan memilih salah satu tindakan untuk menyelesaikan masalah (Endang Mulyatiningsih, 2011:71-72).

5) Model John Elliot

Model penelitian ini dalam satu tindakan terdiri dari beberapa step, yaitu langkah tindakan 1, langkah tindakan 2, langkah tindakan 3. Langkah ini dilakukan karena pertimbangan dalam suatu pelajaran terdapat beberapa materi yang tidak dapat diselesaikan dalam satu waktu. Semuanya harus diawali dari ide awal, sampai monitoring pelaksanaan dan efeknya ( Wijaya Kusuma, 2011:21-22).

6) Model McKernan

Menurut McKernan ada tujuh langkah yang harus dilakukan, yaitu :

a) Analisis situasi atau kenal medan b) Perumusan dan klasifikasi permasalahan c) Hipotesis tindakan

d) Penerapan tindakan dengan monitoring e) Evaluasi hasil tindakan

f) Refleksi dan pengambilan keputusan untuk pengembangan selanjutnya

(6)

Penelitian ini menggunakan Penelitian Tindakan Kelas model Kemmis dan Taggart, dengan membagi prosedur penelitian dalam empat tahap kegiatan pada satu putaran (siklus). perencanaan-tindakan dan observasi-refleksi.

c. Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

Menurut Wijaya Kusuma (2011:38-41) langkah penelitian tindakan kelas, yaitu : adanya ide awal, praservei, diagnosis, perencanaan, implementasi tindakan, pengamatan, refleksi, penyusunan laporan PTK. Sedangkam menurut Endang Mulyatiningsih langkah penelitian adalah : diagnosis masalah, perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan dan observasi, analisis data, evaluasi dan refleksi.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan langkah-langkah penelitian sebagai berikut :

1. Adanya ide awal

Seseorang yang melaksanakan penelitian, pasti diawali dengan gagasan atau ide dan diharapkan dapat dilakukan atau dilaksanakan.

2. Praservei

Untuk mengetahui secara detail kondisi yang terdapat dikelas yang akan diteliti. Biasanya dilakukan oleh guru dan dosen.

(7)

3. Diagnosis

Dilakukan oleh peneliti yang tidak terbiasa mengajar di kelas yang dijadikan sasaran.

4. Perencanaan

Dibagi menjadi dua, yaitu : perencanaan umum dan khusus. Perencanaan umu dimaksudkan untuk menyusun rancangan yang meliputi keseluruhan aspek yang terkait PTK. Perencanaan khusus Implementasi tindakan. Merupakan realisasi dari suati tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi yang diajarkan dan sebagainya.

5. Pengamatan

Pengamatan dapat dilakukan sendiri oleh peneliti. Pada saat monitoring haryslah mencatat semua peristiwa atau hal yang terjadi di kelas peneliti.

6. Evaluasi dan refleksi

Kegiatan merenung atau memikirkan sesuatu guna upaya evaluasi yang dilakukian oleh para kolaborator atau partisipan yang berperan dalam PTK. Dilakukan dengan kolaborasi, refleksi dilakukan sesudah implementasi tindakan dan hasil observasi. 7. Penyusunan laporan PTK.

Dilakukan setelah melakukan penelitian dilapangan. Penelitian harus sistematis dan dilakukan sesuai acuan yang telah diberikan dalam penelitian PTK.

(8)

2. Pencapaian Kompetensi a. Pengertian Kompetensi

Menurut Zainal Arifin (2011:113) kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam pola berfikir dan pola bertindak. Menurut Finch & Crunkilton dikutip oleh Zainal Arifin (2011:153) kompetensi merupakan penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Sedangkan menurut Mulyasa (2002:38) kompetensi merupakan perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai untuk melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik.

Menurut Wina Sanjaya (2006:70) dalam kompetensi sebagai tujuan, di dalamnya terdapat beberapa aspek, yaitu:

1) Pengetahuan (knowledge), kemampuan dalam bidang kognitif

2) Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman pengetahuan yang dimiliki setiap individu.

3) Kemahiran (skill), yaitu kemampuan individu untuk melaksanakan secara praktis tentang tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya.

4) Nilai (value), yaitu norma-norma yang dianggap baik oleh setiap individu.

(9)

5) Sikap (attitude), yaitu pandangan individu terhadap sesuatu.

6) Minat (interest), yaitu kecenderungan individu untuk melakukan sesuatu perbuatan.

Kompetensi ini bukan hanya sekadar pemahaman akan materi pelajaran, akan tetapi bagaimana pemahaman dan penguasaan materi itu dapat mempengaruhi cara bertindak dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Wina Sanjaya (2006:71) klasifikasi kompetensi mencakup:

1) Kompetensi Lulusan, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai oleh peserta didik setelah tamat mengikuti pendidikan pada jenjang atau satuan pendidikan tertentu.

2) Kompetensi Standar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai setelah anak didik menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu pada setiap jenjang pendidikan yang diikutinya.

3) Kompetensi Dasar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai peserta didik dalam penguasaan konsep atau materi pelajaran yang diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu. Dilihat dari tujuan kurikulum, kompetensi dasar termasuk pada tujuan pembelajaran.

Aspek yang dikembangkan dalam kurikulum pada sekolah menengah kejuruhan mempunya tiga ranah yaitu afektif (sikap), psikomotor (keterampilan) dan kognitif (pengetahuan).

(10)

1) Ranah Afektif

Ranah afektif terdiri dari sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk bertindak secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Minat adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Nilai merupakan suatu keyakinan tentang perbuatan, tindakan atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk. Sedangkan moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan orang lain atau perasaan yang terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri.

2) Ranah Psikomotor

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Penilaian pembelajaran keterampilan tidak hanya pada hasil atau produk keterampilan yang dibuat saja, tetapi juga serangkaian proses pembuatannya karena dalam pembelajaran keterampilan kompetensi dasar meliputi seluruh aspek kegiatan, produksi, dan refleksi.

3) Ranah Kognitif

Indikator aspek kognitif mencakup:

a) Ingatan atau pengetahuan (knowledge), yaitu kemampuan mengingat bahan yang telah dipelajari.

(11)

b) Pemahaman (comprehension), yaitu kemampuan menangkap pengertian, menerjemahkan, dan menafsirkan.

c) Penerapan (application), yaitu kemampuan menggunakan bahan yang telah dipelajari dalam situasi baru dan nyata. d) Analisis (analisys), yaitu kemampuan menguraikan,

mengidentifikasikan, dan mempersatukan bagian yang terpisah, menghubungkan antar bagian guna membangun suatu keseluruhan.

e) Sintesis (synthesis), yaitu kemampuan menyimpulkan, mempersatukan bagian yang terpisah guna membangun suatu keseluruhan, dan sebagainya.

f) Penilaian (evaluation), yaitu kemampuan mengkaji nilai atau harga sesuatu, seperti pernyataan atau laporan penelitian yang didasarkan suatu kriteria.

Ranah kognitif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Sehingga dapat disimpulkan pada sekolah menengah kejuruan mempunya tiga ranah kompetensi yaitu kompetensi afektif, kognitif dan psikomotor. Ranah afektif terdiri dari sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. Ranah kognitif merupakan hasil belajar yang berhubungan dengan pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Sedangkan ranah psikomotor adalah

(12)

ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.

b. Pengukuran Pencapaian Kompetensi

Profil kompetensi lulusan SMK terdiri dari kompetensi umum dan kompetensi kejuruan. Masing telah mengacu tujuan pendidikan nasional, Sedangkan kompetensi kejuruan mengacu kepada Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI). SMK terbagi dalam beberapa bidang keahlian, salah satunya adalah bidang keahlian busana butik. Setiap bidang keahlian mempunyai tujuan menyiapkan peserta didiknya untuk bekerja dalam bidang tertentu. Secara khusus tujuan program keahlian busana butik adalah membekali peserta didik agar berkompeten.

Mengukur pencapaian kompetensi kognitif pada penelitian ini menggunakan tes pencapaian kompetensi yaitu berupa tes esai sedangkan kompetensi afektif dalam penelitian ini menggunakan lembar observasi partisipasi siswa.

Menurut Putrohadi (2009:10), alasan perlu dilakukannya pengukuran pencapaian kompetensi yaitu:

“Untuk menggambarkan pengetahuan dan ketrampilan siswa atau sebagai dasar untuk mengambil keputusan. Fungsi penting pada tes pencapaian adalah memberikan umpan balik dengan mempertimbangkan efektifitas pembelajaran. Pengetahuan pada performance siswa membantu guru untuk mengevaluasi pembelajaran mereka dengan menunjuk area dimana pembelajaran telah efektif dan area dimana siswa belum menguasai. Informasi ini dapat digunakan untuk merencanakan pembelajaran selanjutnya dan memberikan

(13)

nasehat untuk metode pembelajaran alternatif. Selain sebagai umpan balik alasan mengukur pencapaian adalah untuk memberikan motivasi, menentukan peringkat. Profisiensi adalah memberikan sertifikat bahwa siswa telah mencapai tingkat kemampuan (minimal) dalam suau bidang tertentu”.

Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa pencapaian kompetensi merupakan penilaian untuk mengetahui tercapai tidaknya kompetensi dasar yang telah ditetapkan sehingga dapat diketahui tingkat penguasaan suatu materi oleh siswa. Penilaian pencapaian kompetensi ini difokuskan pada pencapaian kompetensi pemilihan bahan baku husana berdasarkan kesempatan pakai dengan mengacu pada Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu batas nilai minimal yang harus dicapai oleh siswa agar dapat dinyatakan mencapai atau menguasai suatu kompetensi dasar. Menurut Depdiknas (2008), ketentuan penetapan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dalam pembelajaran di SMK yaitu:

1) KKM ditetapkan pada awal tahun pembelajaran

2) KKM ditetapkan oleh forum Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) di sekolah

3) KKM dinyatakan dalam bentuk presentase berkisar antara 0-100 4) KKM untuk masing- masing indikator idealnya berkisar 75% 5) Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah kriteria ideal 6) Dalam menentukan KKM dengan mempertimbangkan:

(14)

b) Kompleksitas indikator yaitu kesulitan/ kerumitan indikator, kompetensi dasar, dan standar kompetnsi yang diperoleh siswa c) Kemampuan sumber daya pendukung yaitu sarana prasarana,

ketersediaan tenaga, manajemen sekolah dan kepedulian stakeholder sekolah.

7) KKM dapat dicantumkan dalam Lembar Hasil Belajar Siswa (LHBS) sesuai dengan model yang dipilih sekolah.

Menurut BSNP (Badan Standar Nasional Pendidikan), (http://bsnp-indonesia, diakses tanggal 25.02.2012) kriteria ketuntasan minimal pada mata pelajaran teori kejuruan di SMK yaitu 75/ 75%. Kemudian, mengacu kurikulum yang digunakan di SMK Ma’arif 2 Sleman, indikator penilaian terhadap kompetensi pada mata pelajaran teori kejuruan berdasarkan pencapaian nilai KKM yaitu 70/ 70 %, sehingga siswa yang belum mencapai ketentuan tersebut dinyatakan belum tuntas atau belum mencapai nilai KKM dan harus melakukan perbaikan (remidial).

Pada penelitian ini difokuskan pada aspek afektif dan kognitif, hal ini sangat penting dalam pembelajaran teori. Oleh karena itu dalam pembelajaran pemilihan bahan baku busana, siswa dikatakan kompeten jika memperoleh nilai diatas KKM yaitu minimal 70.

(15)

3. Metode Pembelajaran Number Head Together a. Pengertian Number Head Together

Menurut Isjoni (2009:68) Pembelajaran NHT dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Number Head Together merupakan metode pembelajaran kelompok dimana setiap anggota kelompok akan bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama pula. Menurut Wina sanjaya (2006:242) pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atu suku yang berbeda.

Menurut Ibrahim sebagaimana dikutip oleh Herdian (2009) Number Head Together (NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Menurut Miftahul Huda (2011:138) Number Head Together (NHT) memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling bertukar ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat dan meningkatkan kerja sama siswa. Menurut Endang Mulyatiningsih (2011:232) Number Head Together (NHT) merupakan metode pembelajaran diskusi kelompok yang dilakukan dengan cara memberi nomor kepada semua peserta didik dan kuis/tugas yang didiskusikan. Sedangkan menurut Anita Lie (2004:59) Number Head Together (NHT) dikembangkan

(16)

oleh spencer kagan 1992, teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa, Number Head Together (NHT) adalah pembelajaran kooperatif yang memberikan kesempatan pada siswa untuk mengemukakan pendapatnya serta menumbuhkan rasa tanggung jawab.

Penelitian mengenai metode pembelajaran Number Head Together yang sebelumnya sudah diterapkan dalam pembelajaran teori, yakni dilakukan oleh Hartini (2011), dengan judul penelitian “ Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together Untuk Meningkatkan Kompetensi Komunikasi dan Kerjasama Dalam TIM Bagi Siswa Kelas X Boga Di SMK Negeri 2 Godean “ menunjukkan bahwa penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together dapat meningkatkan Kompetensi Komunikasi dan Kerjasama Dalam TIM Bagi Siswa Kelas X Boga Di SMK Negeri 2 Godean. Hasil penelitian oleh Ayu Al Khaerunisa (2012), “Meningkatkan Minat Belajar Siswa Dalam Membuat Hiasan Pada Busana (Embroidery) Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together Di SMK Karya Rini Yogyakarta ” menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together dapat

(17)

meningkatkan minat belajar siswa dalam membuat hiasan pada busana (embroidery) di SMK Karya Rini Yogyakarta.

b. Tujuan Number Head Together

Tujuan Number Head Together (NHT) menurut Agus Suprijono (2009) tujuan pembelajaran Number Head Together (NHT) adalah belajar kelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan pada orang lain untuk mengemukakan gagasannya. Sedangkan menurut Miftahul Huda (2011) tujuan pembelajaran Number Head Together (NHT) adalah belajar dengan kelompok-kelompok kecil dengan mengutamakan kerja sama dan saling mendorong kesuksesan belajar. Menurut Ibrahim sebagaimana dikutip oleh Herdian, mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu: hasil belajar akademik stuktural (bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik), pengakuan adanya keragaman (bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang), pengembangan keterampilan sosial (bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa, keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya).

(18)

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut maka tujuan Number Head Together (NHT) adalah belajar secara berkelompok untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.

Kelebihan NHT terhadap siswa yang hasil belajarnya rendah menurut Ibrahim (2000: 18) sebagaimana dikutip oleh Nardi, antara lain adalah :

1. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi 2. Memperbaiki kehadiran

3. Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar 4. Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

5. Konflik antara pribadi berkurang 6. Pemahaman yang lebih mendalam

7. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi 8. Hasil belajar lebih tinggi

9. Nilai-nilai kerja sama antar siswa lebih teruji

10. Kreatifitas siswa termotivasi dan wawasan siswa berkembang, karena mereka harus mencai informasi dari berbagai sumber.

Kelemahan Number Head Together (NHT) menurut Nurhayani, adalah sebagai berikut :

a. Kemungkinan nomor yang sudah dipanggil, akan dipanggil lagi oleh guru.

b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

(http://nurhay13.blogspot.com/2011/numbered-heads%20together)

c. Langkah-langkah Metode Number Head Together

Menurut Endang Mulyatiningsih (2011:232), langkah-langkah metode Number Head Together (NHT) adalah :

1. Peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap anggota kelompok mendapat nomor.

2. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

3. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya.

4. Guru memanggil salah satu nomor peserta didik secara acak untuk melaporkan hasil kerjasama mereka.

(19)

5. Peserta didik yang lain memberikan tanggapan kepada peserta didik yang sedang melapor.

6. Guru menunjuk nomor yang lain secara bergantian.

Sedangkan menurut Miftahul Huda (2011:138) langkah-langkah metode Number Head Together (NHT), yaitu :

1. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok. Masing-masing siswa dalam kelompok diberi nomor.

2. Guru memberikan tugas atau pertanyaan dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

3. Kelompok berdiskusi untuk menentukan jawaban yang dianggap paling benar dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban tersebut.

4. Guru memanggil salah satu nomor. Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban hasil diskusi kelompok mereka.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah Number Head Together (NHT) adalah sebagai berikut:

1. Pembentukan kelompok

Siswa/peserta didik dibagi dalam beberapa kelompok, setiap anggota kelompok mendapat nomor yang berbeda.

2. Pemberian tugas

Guru memberikan tugas/soal-soal dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

3. Diskusi

Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya atau mengetahui jawabannya.

(20)

4. Presentasi

Guru memanggil salah satu nomor peserta didik secara acak untuk melaporkan hasil kerjasama mereka. Peserta didik yang lain memberikan tanggapan kepada peserta didik yang sedang melapor.

4. Pemilihan Bahan Baku Busana

a. Pengertian Pemilihan Bahan Baku Busana

Pemilihan bahan baku busana merupakan salah satu mata pelajaran teori berdasarkan kurikulum yang terdapat di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Standar Kompetensi pemilihan bahan baku busana pada silabus Busana Butik kelas X SMK Ma’arif 2 Sleman. Pembelajaran pemilihan bahan baku busana sangat penting dan harus dikuasai oleh siswa kelas X SMK Ma’arif 2 Sleman.

Menurut Noor Fitrihana (2011:30) bahan utama untuk membuat busana adalah bahan tekstil dalam bentuk kain. Menurut Ernawati (2008:178) menyatakan, bahan utama adalah bahan tekstil berupa kain yang yang menjadi bahan pokok pembuatan busana. Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa bahan utama adalah bahan tekstil (kain) yang digunakan untuk membuat busana.

Menurut Arifah dan Liunir (2009:1) busana dalam arti umum adalah bahan tekstil atau bahan lainnya yang sudah dijahit atau tidak dijahit yang dipakai atau disampirkan untuk penutup tubuh seseorang. Sebagai contoh yaitu kebaya dan kain panjang atau sarung, rok, blus,

(21)

blazer, bebe, celana rok, celana pendek atau celana panjang (pantalon), sporthem, kemeja, T-Shirt, piyama, singlet, kutang (brassier) atau BusteHouder (BH), rok dalam, bebe dalam. Dalam pengertian lebih luas sesuai dengan perkembangan peradaban manusia, khususnya bidang busana, termasuk ke dalamnya aspek-aspek yang menyertainya sebagai perlengkapan pakaian itu sendiri, baik dalam kelompok milineris (millineries) maupun aksesoris (accessories).

b. Cakupan Materi Pemilihan Bahan Baku Busana

Materi pelajaran adalah inti yang diberikan kepada siswa saat berlangsungnya proses belajar mengajar, sehingga materi harus dibuat secara sistematis agar mudah diterima oleh siswa (Nana Sudjana, 1996:25). Menurut Suryosubroto (1997:42), bahan atau materi pelajaran adalah isi dari materi pelajaran yang diberikan kepada siswa sesuai dengan kurikulum yang digunakan. Maka dapat dijelaskan materi pelajaran adalah semua bahan pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa pada proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Setiap proses interaksi belajar mengajar selalu ditandai dengan adanya sejumlah unsur-unsur dalam pembelajaran tersebut yang saling terkait atau biasa disebut komponen pembelajaran. Sesuai dengan silabus yang mengacu pada kurikulum SMK materi yang dipelajari tentang pengetahuan pemilihan bahan baku busan.

(22)

Berdasarkan Silabus Kompetensi Kejuruan Tata Busana SMK Ma’arif 2 Sleman dijabarkan dari tahapan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa dari mata pembelajaran pemilihan bahan baku busana antara lain: (1) bahan utama diidentifikasi berdasarkan waktu pemakaian, (2) bahan utama diidentifikasi berdasarkan umur, (3) bahan utama diidentifikasi berdasarkan kesempatan pakai, (4) bahan utama diidentifikasi berdasarkan postur tubuh, (5) bahan utama diidentifikasi berdasarkan si pemakai. Mata pelajaran pemilihan bahan baku busana diberikan 2 jam pada setiap kali pertemuan.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di kelas X B busana yang difokuskan pada pengetahuan pemilihan bahan baku busana sesuai kesempatan pakai.

c. Karakteristik Pemilihan Bahan Baku Busana

Setiap mata pelajaran memiliki karakteristik tersendiri yang menjadi ciri utama dari mata pelajaran tersebut. Menurut Oemar Hamalik (2004:138) keterampilan memiliki tiga karakteristik yaitu menunjukkan rangkaian respon motorik, melibatkan koordinasi gerakan otot, tangan dan mata, dan mengorganisasi rangkaian respon menjadi pola-pola respon yang kompleks. Mata pelajaran keterampilan diarahkan agar siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skill) yang meliputi keterampilan personal, sosial, pra-vokasional, dan akademik. Keterampilan personal dan sosial diperlukan oleh seluruh

(23)

siswa, keterampilan akademik diperlukan oleh mereka yang akan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi dan keterampilan pravokasional diperlukan oleh mereka yang akan memasuki dunia kerja. Materi pemilihan bahan baku busana yang dipelajari di SMK yaitu: klasifikasi serat tekstil, pemilihan bahan tekstil, pemeliharaan busana. Pada penelitian ini difokuskan pada pemilihan bahan baku busana berdasarkan kesempatan pakai.

Dengan banyaknya kualitas jenis kain yang beredar dipasaran, sebagai orang yang berkecimpung di bidang busana harus dapat memilih bahan tekstil sesuai dengan yang dibutuhkan. Agar tidak keliru dalam memilih bahan maka kita harus mempunyai pengetahuan tentang bahan tekstil, diantaranya: 1) untuk mengetahui asal bahan, 2) untuk mengetahui sifat-sifat bahan dan pemeliharaannya, 3) supaya dapat membedakan bahan tiruan dengan bahan yang asli, dan 4) agar dapat menyesuaikan atau memilih bahan sesuai dengan waktu, tempat, kegunaan dan kesempatan pemakaiannya. Pengetahuan ini merupakan pengetahuan dasar dalam pembuatan busana.

Berbusana menurut kesempatan berarti kita harus menyesuaikan busana yang dipakai dengan tempat ke mana busana tersebut akan kita kenakan, karena setiap kesempatan menuntut jenis busana yang berbeda, baik dari segi desain, bahan maupun warna dari busana tersebut. Kesempatan berbusana dibagi menjadi 3 yaitu: formal, kasual, activewear.

(24)

Berikut ini dapat kita lihat pengelompokan busana menurut kesempatan antara lain:

1) Formal

Busana formal adalah busana yang nyaman dikenakan untuk kesempatan formal.

a) Busana Sekolah

Berbusana untuk pergi sekolah perlu memperhatikan tata krama atau tata cara berbusana yang sopan yang sesuai dengan aturan-aturan berbusana yang ada di sekolah. Prinsip berbusana untuk kesempatan sekolah, yaitu: Warna seyogianya dipilih warna-warna yang tenang, tidak mencolok, seperti biru, hijau, merah tua, merah hati, merah bata, jingga. Pemilihan corak juga pilihlah yang tidak ramai, tetapi corak yang tenang yang apabila dilihat tidak membuat orang menjadi pusing, dapat dipilih corak flora, fauna, geometri, abstrak. Bahan dapat dipilih yang kasar, halus, tidak berkilau, tidak berbulu, dingin bila dipakai, menyerap keringat, mudah perawatanya.

Menurut (Ernawati, 2008:31) busana sekolah untuk tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama(SLTP), ditentukan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Untuk pria terdiri dari blus dengan kerah kemeja , untuk wanita menggunakan rok dengan lipit searah untuk anak SD, rok dengan dua lipit pada anak SLTA. Warna merah tua untuk SD, warna biru untuk SLTP dan warna abu-abu untuk SLTA. Adakalanya model dan warna busana sekolah ditentukan sendiri oleh sekolah.

(25)

b) Busana Pesta

Busana pesta adalah busana yang dipakai untuk menghadiri suatu pesta. Dalam memilih busana pesta hendaklah dipertimbangkan kapan pesta itu diadakan, apakah pestanya pagi/siang, sore ataupun malam, karena perbedaan waktu juga mempengaruhi model, bahan dan warna yang akan ditampilkan. Selain itu juga perlu diperhatikan jenis pestanya, apakah pesta perkawinan, pesta dansa, pesta perpisahan atau pesta lainnya. Hal ini juga menuntut kita untuk memakai busana sesuai dengan jenis pesta tersebut. Misalnya pesta adat, maka busana yang kita pakai adalah busana adat yang telah ditentukan masyarakat setempat. Jika pestanya bukan pesta adat, kita boleh bebas memilih busana yang dipakai. Bahan yang digunakan biasanya memiliki keunggulan dari segi visual dan kenyamanan, hindari kain yang kaku, kusam.

Menurut Ernawati (2008:32) beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memilih busana pesta: pilihlah desain yang menarik, mewah untuk mencerminkan suasana pesta, pilih bahan busana yang memberikan kesan mewah dan pantas untuk dipakai kepesta, harus menyesuaikan dengan jenis pestanya. (1) Pesta pagi/siang

Prinsip busana untuk kesempatan pesta pagi/siang, yaitu: Untuk kesempatan pesta pagi/siang dapat dipilih model yang berpita pakai strook/frilled, renda, leher tidak terbuka lebar. Aksesoris, sepatu dan tas tidak yang

(26)

gemerlapan. Bahan yang digunakan tidak mengkilap, ringan, dingin, menyerap keringat, warna cerah tetapi tidak mencolok/lembut, tidak terlalu tebal, melangsai. Contoh bahan sutra, sifon, voile.

(2) Pesta Sore

Prinsip busana untuk kesempatan pesta sore, yaitu: Untuk memilih busana pesta sore dapat dipilih model leher yang agak terbuka, model berpita, strook atau frilled, renda, draperi. Warna bahan atau corak dapat dipilih yang terang sampai mencolok atau gelap dengan hiasan yang agak menonjol, serta bahan yang lebih baik dari pesta siang. Pemakaian milineris dan aksesoris sama dengan untuk pesta siang. Bahan yang digunakan lebih mengkilap daripada pesta siang, tidak terlalu berat, lebih tebal daripada pesta siang. Contoh bahan organdi, tula, sutra.

(3) Pesta malam

Prinsip busana untuk kesempatan pesta malam, yaitu: Pemilihan model untuk busana pesta malam lebih bebas dari pada untuk siang hari, hampir setiap jenis model yang dapat dipilih seperti rok, blus, bebe, tunik dan celana longgar ataupun busana muslimah, bebe atau rok dan blus dengan stola, bebe dengan blazer, dan sebagainya. Model busana yang dapat dipilih seperti leher terbuka, blus/bebe

(27)

dengan kerah, hiasan pada dada, rok dengan lipit, draperi. Bahan yang digunakan berkualitas tinggi dan warna mencolok, emas atau perak, mengkilap, melangsai. Contoh bahan tula, lace, velvet, sutra, satin, taffeta, sifon. Aksesoris dan milineris dapat dipilih yang gemerlapan atau warna emas dan perak.

Busana pesta siang atau malam untuk pria tidak jauh berbeda dari busana kerja apabila dilihat dari modelnya, kecuali warna dan kualitas bahannya. Untuk malam hari dipilih warna yang gelap dengan corak prada, seperti untuk kemeja batik. Model yang lainnya dapat dipilih celana panjang, kemeja lengan panjang dan jas yang dilengkapi dasi dengan penjepit dasinya dan kancing tangan kemejanya.

c) Busana Kerja

Menurut Noor Fitrihana (2011:32) busana kerja adalah busana yang dikenakan untuk kerja. Bekerja bukan kegiatan santai, tetapi akan melakukan pekerjaan-pekerjaan sesuai dengan tugasnya masing-masing. Prinsip busana untuk kesempatan kerja, yaitu: model praktis, formal, sportif, warna atau motif tidak mencolok dan sopan untuk kerja, seperti rok tidak mini, blus lengan pendek atau panjang (tidak you can see), blus dengan leher tidak terbuka

(28)

lebar, bebe, blus dan rok tidak ketat, sedangkan untuk pria, kemeja yang dipakai dimasukkan pada celana panjang, atau memakai safari. Bahan pilihlah sesuai kondisi iklim/cuaca. (1) Di dalam ruangan

Secara garis besar pekerjaan di dalam ruangan itu banyak memerlukan pikiran atau otak.

(a) Ruangan ber-AC

Kain yang cocok digunakan untuk bekerja diruangan ber-AC memiliki tekstur yang halus, nyaman digunakan, tebal, tidak kusut. Contoh bahan yang digunakan sutra, wol, drill.

(b) Ruangan tidak ber-AC

Bahan yang digunakan untuk bekerja diruangan yang tidak ber-AC harus menyerap keringat, dan memberikan rasa sejuk/dingin, tidak terlalu tebal. (c) Di luar ruangan

Secara garis besar pekerjaan di luar ruangan banyak memerlukan fisik. Bahan busana yang digunakan harus menyerap keringat, memberikan rasa dingin/sejuk, nyaman, tidak mudah kusut, ringan, tidak terlalu tebal, kuat.

(29)

2) Kasual

Busana Kasual adalah busana yang nyaman, sportif, dikenakan untuk kesempatan non-formal.

Menurut Noor Fitrihana (2011: 32) busana kasual adalah busana yang dibuat untuk dikenakan dalam acara santai pada kegiatan sehari-hari.

Menurut Kamus Mode Indonesia, busana kasual adalah busana yang nyaman, sportif, dikenakan untuk kesempatan non-formal.

(1) Busana di Rumah

Seseorang di rumah dapat melakukan berbagai kegiatan, antara lain kerja, menerima tamu, santai. Pada prinsipnya busana untuk kesempatan di rumah, yaitu: Model sederhana, praktis. Berbusana dalam kegiatan di rumah tetap harus yang sopan, sesuai etika berbusana, seperti ketika menerima tamu hendaknya tidak mempergunakan busana untuk tidur. Juga tidak selayaknya mempergunakan busana yang mewah dengan model yang tidak praktis sehingga mengganggu kegiatan yang dilakukan. Bahan yang digunakan harus menyerap keringat, menggunakan bahan tekstil yang mudah perawatannya, mempertimbangkan kenyamanan dalam pemakaian

(30)

serta umumnya dipakai dalam jangka waktu yang lama dan berulang-ulang, memberikan rasa dingin pada kulit. Biasanya berasal dari serat selulosa, semisintetis, serat campuran.

(2) Busana Rekreasi

Busana rekreasi adalah busana yang dipakai pada waktu rekreasi. Busana rekreasi banyak jenisnya, hal ini disesuaikan dengan tempat dimana kita melakukan kegiatan rekreasi tersebut. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih busana rekreasi diantaranya yaitu: Pilihlah desain yang praktis dan sesuaikan dengan tempat rekreasi.

(a) Rekreasi pantai

Prinsip pemilihan busana untuk kesempatan rekreasi pantai, yaitu: baju yang digunakan agak longgar dan tipis agar tidak terlalu gerah, model leher yang agak terbuka agar tidak panas. Sebaiknya jangan memakai rok karena angin pantai pada umumnya sangat kencang. Jika memakai rok panjang jangan lupa memakai celana sebagai dalaman/rangkapan. Bahannya ringan, tipis serta warna cerah.

(31)

(b) Rekreasi gunung

Prinsip pemilihan busana untuk kesempatan rekreasi gunung, yaitu: Baju yang digunakan dari kain yang tebal agar merasa hangat, pilihlah model yang agak tertutup agar udara dingin dapat diatasi (jaket, syal, kaos tangan, topi rajut). Bahan tebal, kuat/tidak mudah sobek, kaku, warna gelap. Contoh bahan wol (serat protein)

(c) Rekreasi taman

Prinsip pemilihan busana untuk kesempatan rekreasi taman, yaitu: Jenis model yang dapat dipergunakan untuk wanita yaitu rok, blus, bebe, celana panjang, celana rok, topper, sedangkan untuk pria yaitu sporthem, kemeja, celana panjang atau pendek. Bahan ringan, nyaman, menyerap keringat, warna cerah.

3) Activewear

Busana activewear adalah busana yang digunakan untuk kegiatan berolahraga dan beraktivitas di luar.

Menurut Ernawati (2008:33) beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih busana olahraga, antara lain: pilih bahan busana yang elastic, bahan yang menghisap keringat, model busana yang sesuai dengan jenis olahraga yang dilakukan.

(32)

(a) Busana Olahraga

Busana olahraga adalah busana yang dipakai untuk melakukan olahraga. Desain busana olahraga disesuaikan dengan jenis olahraganya. Setiap cabang olahraga mempunyai jenis busana khusus dengan model yang berbeda pula.

(1) Olahraga air

Renang, dayung, polo air, menyelam. Prinsip busana untuk kesempatan olahraga air, yaitu: Busana didisain dengan model yang melekat dibadan. Bahan yang digunakan untuk olahraga air memiliki elastisitas tinggi, ringan, tidak menyerap air, berasal dari serat sintetis seperti spandex.

(2) Olahraga darat

Basket, bulu tangkis, bola voli, senam, sepak bola, dll. Prinsip busana untuk kesempatan olahraga darat, yaitu: bahan busana yang digunakan menyerap keringat, nyaman, elastik, tipis, ringan, dari bahan rajut (spandex, lycra), rayon, parasut. Olahraga karate, taekwondo, pencak silat menggunakan bahan yang menyerap keringat, tekstur agak tebal (katun). Olahraga

(33)

senam menggunakan bahan yang elastik, kuat dan melekat dibadan (spandex).

(3) Olahraga udara

Paralayang, terjun payung, balon terbang. Prinsip busana untuk olahraga udara, yaitu: bahan yang digunakan ringan, kuat/tidak mudah sobek, tahan terhadap temperature udara.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan terkait dengan penelitian ini diuraikan sebagai berikut :

Table 1. Penelitian Relevan

Uraian Penelitian Hartini (2011) Ayu Al Khaerunisa (2012) Mila Astriana sari (2012) Tujuan a. Untuk pencapaian kompetensi √ √ b. Untuk pencapaian minat √ Tempat Penelitian a. SD b. SMP c. SMK √ √ √ Metode

Penelitian a. Content Analisis b. Deskriptif c. PTK √ √ √ d. R&D e. Quasi Eksperimen Metode a. Observasi √ √ √

(34)

Uraian Penelitian Hartini (2011) Ayu Al Khaerunisa (2012) Mila Astriana sari (2012)

-lan data c. Angket

d. Catatan

lapangan √ √

e. Test

f. Dokumentasi

Teknik

Analisis a. Statistik Deskriptif √

b. Deskriptif √ √

Metode yang telah diterapkan pada mata pelajaran komunikasi dan kerjasama dalam TIM (Hartini, 2011) dan membuat hiasan pada busana (Ayu Al Khaerunisa, 2012) terbukti dapat meningkatkan kompetensi dan minat belajar siswa. Oleh karena itu peneliti menerapkan metode Number Head Together pada mata pelajaran pemilihan bahan baku busana untuk meningkatkan kompetensi siswa.

C. Kerangka Berpikir

Sesuai dengan tujuan kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Lulusan SMK dituntut untuk mengembangkan sifat professional, unggul, siap bersaing dan siap memasuki dunia kerja. Secara khusus tujuan program keahlian tata busana adalah membekali peserta didik dengan ketrampilan, pengetahuan, dan sikap agar berkompeten. Untuk itu perlu bekal kompetensi pemilihan bahan baku busana, guna memperdalam keahliannya di bidang busana. Materi pemilihan bahan baku busana sesuai kesempatan terdapat dalam pembelajaran

(35)

pengetahuan pemilihan bahan baku busana yang diberikan 2 jam dalam satu minggu. Sedikitnya waktu yang tersedia menuntut siswa untuk belajar mandiri supaya memiliki kompetensi yang tinggi. Supaya meningkatkan partisipasi dsan kompetensi pemilihan bahan baku busana, maka metode pembelajaran yang digunakan harus tepat. Didalam belajar tidak sedikit hambatan yang terdapat pada proses pembelajaran. Masalah tersebut harus dapat diatasi dengan penerapan metode Number Head Together (NHT). Tujuan yang dicapai dari metode ini yaitu: hasil belajar akademik stuktural (meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik), pengakuan adanya keragaman (agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang), pengembangan keterampilan sosial (mengembangkan keterampilan sosial siswa, keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok). Penerapan metode NHT diasumsikan dapat menjadi solusi masalah pembelajaran dan peningkatan partisipasi serta kompetensi siswa dalam pemilihan bahan baku busana.

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas maka pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan metode Number Head Together (NHT) dalam mata pelajaran pemilihan bahan baku busana siswa kelas X di SMK Ma’arif 2 Sleman?

(36)

2. Bagaimana partisipasi siswa kelas X dalam belajar pemilihan bahan baku busana sesuai kesempatan pakai dengan metode Number Head Together (NHT) di SMK Ma’arif 2 Sleman?

3. Seberapa besar peningkatan pencapaian kompetensi pemilihan bahan baku busana siswa kelas X di SMK Ma’arif 2 Sleman melalui metode Number Head Together (NHT)?

E. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas maka dapat dikemukakan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

Penerapan metode Number Head Together (NHT) dapat meningkatkan partisipasi dan pencapaian kompetensi pemilihan bahan baku busana siswa kelas X di SMK Ma’arif 2 Sleman.

Gambar

Table 1. Penelitian Relevan

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan yang diperoleh yaitu klasifikasi angin berdasarkan kecepatan angin dengan menggunakan skala beafort di perairan Cilacap yaitu termasuk skala 7 dengan

Kecemasan juga dapat dirasakan oleh para istri prajurit TNI-AL ketika harus melepaskan suami untuk menjalankan tugasnya berlayar mengelilingi perairan Indonesia;

Dokumen ini tidak diperunt ukan sebagai suat u penawaran, atau perm oh onan dari suatu penawaran, permintaan un tuk membeli atau me njual efek dan segala hal yang berhubungan

pembagian dua angka, siswa dapat menghitung hasil pembagian dua angka dengan menggunakan media lidi sebagai alat bantu hitung. 6) Diberikan masalah kontekstual mengenai

Pengaruh pemberian macam minyak yang berbeda, yaitu minyak kelapa, minyak biji bunga matahari, dan minyak kelapa sawit dengan level yang berbeda pada fermentasi substrat bekatul dan

Dari kriteria tersebut di atas, tipe yang sekiranya dapat diwawancarai adalah tipe yang tinggal di permukiman liar, yang dapat dipilah-pilah menjadi beberapa

Interferensi maksimum (pola terang) terjadi apabila kedua gelombang memiliki fase yang sama (360 ° dan kelipatannya), yaitu beda lintasannya sama dengan nol

Sama seperti yang disampaikan oleh Kaplan (dalam Sumardjono, 2014) juga menyatakan istilah remaja biasanya digunakan untuk mendeskripsikan peralihan dari usia anak-anak ke