• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL TEKNIK ELEKTRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL TEKNIK ELEKTRO"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

JURNAL TEKNIK ELEKTRO

Vol. 3, No. 1 – Juni 2005

ISSN : 1693 – 6787

SUSUNAN REDAKSI

Penanggung Jawab

: Ketua Jurusan Teknik Elektro FT . USU

Pemimpin Redaksi

: Prof. Dr. Ir. Usman S. Baafai

Redaksi Ahli

: 1. Ir. Mustafrin Lubis

2. Ir. R.Sugih Arto Yusuf

3. Ir. Bonggas L.Tobing

4. Ir. Djendanari Sembiring

5. Ir. Risnidar Chan, MT

6. Ir. T.Ahri Bahriun, M.Sc

7. Ir. Syafruddin HS, MS

8. Ir. M.Zulfin, MT

Redaksi Pelaksana

: 1. Ir. Zulkarnaen Pane

2. Ir. Syahrawardi

3. Ir .Surya Hardi, M.Sc

4. Ir. Arman Sani, MT

5. Soeharwinto, ST, MT

6. Rejeki Simanjorang, ST, MT

Sirkulasi/Publikasi

: Ir. Surya Tarmizi Kasim

Bendahara

: Ir. Satria Ginting

Administrasi

: Marthin Luther Tarigan A.Md

Alamat Redaksi

: Fakultas Teknik USU

Jl. Almamater Kampus USU Medan

Telp. / Fax : (061) 8213246 – 8213250

Frekuensi terbitan : 2 ( dua ) kali setahun

(2)

JURNAL TEKNIK ELEKTRO

TEKNIK

ENERGI

-

TEKNIK

TELEKOMUNIKASI

-

TEKNIK

KOMPUTER

V

O

l.

3,

N

O

.

1

J

UNI

2005 ISSN

: 1693 - 6787

DAFTAR ISI

Salam Redaksi ... i

Sistim Akuisisi Data

F. Rizal batubara……….. 1-4

Implementasi Rangkaian Elektronika Menggunakan Teknologi Surface Mount

Suherman ... 5-9

Implementasi Sistem Step by Step Switching Menggunakan Komponen Terintegrasi

Suherman ... 10-14

Rele Tegangan Elektronik

T.Ahri Bahriun ... 15-19

Kajian Pemanfaatan Sistem Teknologi Pembangkit Tenaga Gasifikasi Batubara

Tulus Burhanuddin Sitorus ... 20-26

Pengukuran Tahanan Grid Pembumian pada Model Lapisan Tanah yang tidak Unifom

Zulkarnaen Pane... 27-33

Pedoman Penulisan Naskah Jurnal ENSIKOM... 34-35

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

(3)

SALAM REDAKSI

Kami memanjatkan Puji dan Syukur kepada Tuhan Ynag Maha Esa karena

atas ridho nya Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM, Volume : 1, No. 3 –

Juni 2005 telah dapat diterbitkan dan sampai kehadapan para pembaca

yang budiman.

Jurnal ENSIKOM adalah suatu jurnal ilmiah yang berisi hasil penelitian,

kajian pustaka maupun rekayasa peralatan yang digunakan oleh

laboratorium serta informasi yang berkaitan dengan Energi, Sistem

Telekomunikasi dan Komputer .

Penerbitan Jurnal ENSIKOM ini diterbitkan setiap 6 (enam) bulan sekali,

untuk itu kami harapkan partisipasi dari para ilmuan maupun praktisi

untuk mengisi tulisan pada Jurnal ini demi kemajuan ilmu Teknik Elektro.

Saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi

keberhasilan penerbitan Jurnal ini pada edisi berikutnya.

Dalam kesempatan ini pula kami seluruh Redaksi Jurnal Teknik Elektro

ENSIKOM mengucapkan Selamat Ulang Tahun ke- 40 Departemen

Teknik Elektro FT - USU (1965 – 2005). Semoga dengan

bertambahnya usia akan menjadikan departemen teknik elektro ft-usu

menjadi lebih berkembang dimasa mendatang dalam menunjang

kemajuan teknologi untuk kesejahteraan bangsa dan negara Republik

Indonesia.

Atas perhatian dan partisipasinya dengan segala kerendahan hati, kami

ucapkan banyak terima kasih.

Wassalam

(4)
(5)
(6)
(7)

SISTIM AKUISISI DATA

F. Rizal batubara

1)

1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik USU

Abstrak

Sistem akuisisi data menkonversikan besaran fisis sumber data ke bentuk sinyal digital dan diolah oleh suatu komputer. Pengolahan dan pengontrolan proses oleh komputer memungkinkan penerapan akuisisi data dengan software. Konfigurasi sistem akuisisi data dapat di lihat dari banyaknya tranduser atau kanal yang digunakan, kecepatan pemrosesan data, dan letak masing-masing komponen pada sistem akuisisi data.

Kata kunci: Akuisisi data, konverter A/D

Abstract

Data Acquisition System converts physical number of data sources to digital signal form and processed by computer. Processing and Controlling of process by computer allow the application of data acquisition with software. Configuration of data acquisition system can be known from number of tranducer or channel which are used, data processing speed, and position of each component on data acquisition system.

Keywords: Data Acquisition, A/D converter

Pendahuluan

Sistim akuisisi data dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk mengambil, mengumpulkan dan menyiapkan data, hingga memprosesnya untuk menghasilkan data yang dikehendaki. Jenis serta metode yang di pilih pada umumnya bertujuan untuk menyederhanakan setiap langkah yang

dilaksanakan pada keseluruhan proses.

Suatu sistem akuisisi data pada umumnya dibentuk sedemikian rupa sehingga sistem tersebut berfungsi untuk mengambil, mengumpulkan dan menyimpan data dalam bentuk yang siap untuk diproses lebih lanjut. gambar 1 menunjukan diagram blok sistem akuisisi data.

data pengkondisian

sinyal trand

data trand pengkondisiansinyal

mux pengiriman dan penyimpanan pengolahan data display

(8)

2 Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (1 - 4)

Perkembangan Sistem Akuisisi Data

Pada mulanya proses pengolahan data lebih banyak dilakukan secara manual oleh manusia, sehingga pada saat itu perubahan besaran fisis dibuat ke besaran yang langsung bisa diamati panca indra manusia. Selanjutnya dengan kemampuan teknologi pada bidang elektrikal besaran fisis yang diukur sebagai data dikonversikan ke bentuk sinyal listrik, data kemudian ditampilkan ke dalam bentuk simpangan jarum, pendaran cahaya pada layar monitor, rekorder xy dan lain-lain.

Sistem akuisisi data berkembang pesat sejalan dengan kemajuan dibidang teknologi digital dan komputer. Kini, akuisisi data menkonversikan besaran fisis sumber data ke bentuk sinyal digital dan diolah oleh suatu komputer. Pengolahan dan pengontrolan proses oleh komputer memungkinkan penerapan akuisisi data dengan software. Software memberikan harapan proses akuisisi data bisa divariasi dengan mudah sesuai kebutuhan. Gambar 2 menunjukan proses akuisisii data menggunakan komputer. trands A/D komputer memory mass storage Display

Gambar 2. Komputer digital untuk kebutuhan akuisisi data

trands filter S/H A/D

Komputer

display

A/D

Gambar.3.Sistem akuisisi data kanal tunggal

Fungsi masing-masing blok dalam sistem adalah sebagai berikut:

• Tranduser : berfungsi untuk merubah besaran fisis yang diukur kedalam bentuk sinyal listrik. • Amp : berfungsi untuk memperbesar amplitudo dari sinyal yang dihasilkan transduser. • LPF : berfungsi untuk membatasi lebar band frekuensi sinyal listrik dari data yang diukur. • S/H : berfungsi untuk menjaga amplitudo sinyal analog tetap konstan selama waktu konversi

analog ke digital.

• A/D : berfungsi untuk merubah besaran analog kedalam bentuk representasi numerik. • D/A : berfungsi untuk merubah besaran numerik kedalam sinyal analog.

• Komputer : berfungsi untuk mengolah data dan mengontrol proses.

Pada konfigurasi kanal tunggal, komputer berfungsi sebagai pemroses data dan juga pengontrol penguatan sinyal.

(9)

Kofigurasi Sistem Akuisisi Data

Suatu konfigurasi sistem akuisisi data sangat tergantung pada jenis dan jumlah tranduser serta teknik pengolahan yang akan digunakan. Konfigurasi ini dapat di lihat dari banyaknya tranduser atau kanal yang digunakan, kecepatan pemrosesan data dan letak masing-masing komponen pada sistem akuisisi data.

Sistem kanal tunggal.

Sistem kanal tunggal disebut juga sistem akuisisi data sederhana, ditunjukkan pada gambar 3.

Sistem Kanal Banyak

Terdapat tiga jenis metode untuk menyusun suatu sistem akuisisi data dengan banyak tranduser. Perbedaan utama pada ketiga jenis ini ditentukan oleh letak multiplexer didalam sistem.

Sistem pertama meletakan multiplexer pada ujung bagian depan, sehingga sinyal analog yang mengalami proses pemilihan masuk kekanal. Pada cara kedua pemasangan multiplexer setelah terjadi pencuplikan dan

holding sinyal, metode kedua lebih baik

dibandingkan metode pertama. Metode ketiga merupakan metode yang terbaik, tetapi dengan penerapan masing-masing kanal mempunyai A/D sendiri mengakibatkan sistem menjadi lebih mahal dibandingkan cara sebelumnya. Gambar 4. menunjukan sistem kanal banyak metode ketiga.

Sistem Berkecepatan Tinggi

Sistem akuisisi data yang menggunakan komputer digital sebagai pengolah data kecepatannya ditentukan oleh proses pengubahan sinyal analog ke digital. Untuk mempercepat akuisisi data biasanya digunakan suatu konverter analog ke digital yang berkecepatan tinggi yang disebut dengan FLASH

A to D. Bila kecepatan akuisisi masih ingin

dipercepat, maka dapat digunakan teknik seperti yang diperlihatkan pada gambar 5. Cara ini digunakan dua buah A/D yang bekerja secara bergantian. input Analog A/D 1 A/D 2

MUX DIGITAL

Sistem Komputer

trands Filter S/H A/D

trands Filter S/H A/D

MUX Digital

Sistem

Komputer

(10)

4 Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (1 - 4)

Sistem Akuisisi Jarak Jauh

Suatu sistem akuisisi data yang mempunyai komponen pengambil dan pengolah data dengan jarak berjauhan, maka dibutuhkan media untuk mentransfer antara kedua sub sistem tersebut. Kondisi ini membutuhkan sistem memori yang disuplai baterai sebagai penampung sementara, memori seperti ini disebut sistem memori

RAMPACK. Data yang diambil disimpan di

memori RAMPACK, kemudian memori dibawah ketempat komputer pengolahan data. Sistem lain menggunakan sistem komunikasi, data diambil oleh transduser yang terletak jauh dari komputer kemudian data ditransmisikan melalui saluran komunikasi, bila saluran komunikasi merupakan sistem analog, diperlukan komponen yang disebut modem,

ditunjukan gambar 6. Penyaluran data melalui jaringan ISDN bisa dilakukan dengan pemasangan langsung pada jack terminal saluran tersebut, terlihat pada gambar 7.

Kepustakaan

Austerlitz, Howard. Data Acquisition

Techniques Using PCs, San Diego:

Academic Press; 2003.

Gadre, Dhananjay V. Programming the Parallel

Port: Interfacing the PC for Data Acquisition and Process Control,

Berkeley: CMP Books; 1998.

James, Kevin. PC Interfacing and Data

Acquisition, Oxford: Newnes; 2000.

input

Analog A/D Komputer Modem sistem komunikasi analog

Modem Komputer Mass

Storage

Gambar 6. Sistem Akuisisi Data Pada Saluran Komunikasi Analog

Input

Analog Sstem Komputer

A/D

ISDN kOMPUTER SISTEM Mass Storage

(11)

IMPLEMENTASI RANGKAIAN ELEKTRONIKA

MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SURFACE MOUNT

Suherman

1)

1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik USU

Abstrak

Salahsatu perkembangan perangkat elektronika adalah miniaturisasi, yakni pengurangan pada volume perangkat. Dan teknologi yang berperan penting dalam proses miniaturisasi adalah teknologi Surface Mount. Teknologi Surface Mount adalah teknologi komponen yang berusaha nengurangi ukuran komponen dan diletakkan secara langsung pada permukaan PCB. Teknologi ini menggantikan teknologi sebelumnya, yakni teknologi thru hole, dimana dalam pemasangannya dilakukan pelubangan pada PCB.

Pemakaian komponen ini telah merata pada semua perangkat elektronika. Namun sangat disayangkan, teknologi ini sangat asing di ndonesia, baik pada tingkat industri, pasar komponen, maupun pada kurikulum perguruan tinggi. Tulisan ini akan mengulas mengenai teknologi elektronika surface mount, komponen, peralatan pendukung serta proses implementasi rangkaian.

Kata kunci : Elektronika, surface mount, thru hole

Abstract

Miniaturization is one of the electronics devices development that reduce equipment size. Surface mount technology fullfil this requirement. Surface Mount is an electronics devices technology that reduce the size and mounting the components on the board surface directly. This technology then replace through hole technology that using hole on PCB, even sometimes they are combined.

All electronics devices are now using surface mount, but it still unknown well in Indonesian factory, market or in the university curriculum. This paper describe surface mount technology, its components, devices and implementation process.

Keywords : Electronics, surface mount, thru hole

1. Pendahuluan

Teknologi Surface Mount adalah teknologi komponen elektronika terintegrasi dengan cara peletakan (mounting) komponen secara langsung pada permukaan (surface) PCB. Teknologi ini menggantikan teknologi sebelumnya, yakni teknologi thru hole (through hole), dimana dalam pemasangannya dilakukan proses pelubangan pada PCB. Pada gambar 1 (Sam Ulbing, 1999) terlihat perbedaan perangkat yang tersusun dari komponen surface mount dan komponen thru hole.

Beberapa keuntungan penggunaan komponen Surface Mount dibandingkan thru

hole antara lain adalah, memiliki komponen yang lebih kecil sehingga mengurangi volume rangkaian (denser layout), mengurangi biaya produksi, memerlukan catudaya lebih rendah, pemasangan PCB lebih mudah karena tanpa pelubangan juga mempermuda proses perakitan otomatis. Selain itu, kebanyakan perangkat RF memerlukan jumper yang pendek untuk mengurangi interferensi, Surface Mount sangat mendukung hal ini. Surface mount juga memiliki frekuensi respons dan ketahanan EMI/RFI yang lebih baik.

(12)

Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (5 - 9) 6

Gambar 1.Perbandingan Surface Mount dan Thru Hole

Namun demikian, ada beberapa kesulitan yang dihadapi dalam implementasi komponen SMT/SMD (Surface Mount Technology / Surface Mount Devices) antara lain, kerapatan komponen menyebabkan cepat panas, sehingga membutuhkan sistem pendingin atau chasing yang mendukung sirkulasi udara. Kepadatan komponen menyebabkan sedikit ruang untuk pembersihan. Karena kecil, inspeksi kerusakan secara visual sulit, sehingga membutuhkan alat bantu. Peletakan komponen memerlukan ketelitian yang tinggi. Proses assembly secara manual sulit dilakukan.

2. Kemasan Komponen

Kemasan komponen pasif thru hole adalah komponen diskrit dengan ukuran relatif besar dan pin yang panjang. Komponen aktif thru hole yang berbentuk IC memiliki kemasan DIP (Dual Inline Packet), ZIP (Zigzag Inline Packet) dan PGA (Pin Grid Array). DIP memiliki jumlah pin 6 sampai 64 pin. ZIP terdiri 20 sampai 40 pin, Sedangkan PGA memiliki jumlah pin yang besar sampai 400 pin. Gambar 2 menunjukkan contoh IC dengan kemasan DIP dan PGA.

Gambar 2 Kemasan IC Thru Hole

Pada perkembangan selanjutnya, kemasan thru hole dikembangkan menjadi beberapa bentuk, termasuk menjadi kemasan komponen surface mount. Gambar 3 menunjukkan perkembangan kemasan IC thru hole dan surface mount.

Gambar 3 Kemasan IC Thru Hole dan Surface Mount

Kemasan IC surface mount terdiri atas SOP, SOJ, SSOP, TSOP, QFJ, QFP, TQFP, LQFP, TCP, CSP dan BGA. Sementara komponen pasif surface mount berbentuk chip (chip resistor, chip kapasitor dan chip induktor) dengan 2 pin serta berbentuk network dengan jumlah pin lebih dari 2 (contoh resistor network). Kemasan transistor dan dioda serta beberapa IC dalam bentuk SO (Small Outline), contoh SOT-32 (Small Outline Transistor). Selain berbentuk paket plastik, IC surface juga dapat berbentuk paket keramik.

Gambar 4. Resistor Surface Mount

1 2 p substrate n isolation region p resistor (b) Network Resistor (c) Resistor (a) Konstruksi Chip Resistor

Rangkaian dengan Thru Hole Rangkaian dengan Surface Mount

Pemasangan Komponen (a) Thru Hole (b) Surface Mount

(a) Kemasan DIP

(b) ZIP

(13)

3. Komponen Pasif Surface Mount 3.1 Resistor

Beberapa teknologi resistor surface mount yang ada di lapangan adalah teknologi thick film, thin film, MELF, wirewound, carbon film, metal film dan lain-lain. Resistor SMT berbentuk chip resistor dan network resistor.

Kebanyakan chip resistor berbasis teknologi thick film, dimana permukaannya diberi pelindung gelas, dan menggunakan pin nikel, konstruksinya ditunjukkan pada gambar 4.

Resistor MELF (Metallized Electrode Face) merupakan pengembangan resistor dengan elektroda metal. Resistor MELF dibuat dari lilitan bahan resistif. Harga resistor ini lebih murah tetapi memiliki kualitas yang lebih buruk dibandingkan thick film.

Resistor dalam jumlah banyak (Network resistor) dibuat dari bahan thick film, semikonduktor maupun metal oxide). Kemasannya dalam bentuk SO (Small Outline) dengan jumlah pin berkisar 8 dengan penamaan sederhana.

Lapisan semikonduktor yang digunakan untuk membentuk resistor sangat tipis seperti pada gambar 4c. Penambahan resistansi diperoleh dengan menyusun lapisan memanjang.

Beberapa resistor tidak disertai kode nilai, untuk mengukurnya menggunakan ohmmeter. Beberapa resistor menggunakan kode 3 digit, contohnya 102, berarti 10x102 = 1kOhm ataupun

menggunakan kode lebih dari 3 digit seperti pada tabel 1.

Terdapat juga cara pengkodean yang disebut EIA-96 marking methode yang berisi 3 karakter kode. Dua karakter pertama menunjukkan nilai sesuai dengan tabel 2. Sedangkan digit ketiga adalah multiplier. Multiplier berupa angka.

Contoh penamaan, kode 22A, berarti 165 Ohm, 68C berarti 49900 Ohm atau 49,9kOhm. Namun kode ini hanya untuk resistor dengan toleransi 1%. Untuk toleransi yang lebih besar, memiliki tabulasi sendiri.

Tabel 1. Contoh penandaan resistor SMT(G4PMK, 2003)

Contoh 3 digit Contoh 4 digit

330 adalah 33 ohm -

bukan 330 ohm 1000 adalah 100 ohm – bukan 1000 ohm

221 adalah 220 ohm 4992 adalah 49 900 ohm, adalah 49.9 kohm 683 adalah 68 000 ohm,

atau 68 kohm 16234 adalah 162 000 ohm, adalah 162 kohm 105 adalah 1 000 000

ohm, atau 1 Mohm 0R56 adalah R56 adalah 0.56 ohms

8R2 adalah 8.2 ohm

Tabel 2. Kode EIA-96

code value code value code value code value code value code value 01 100 17 147 33 215 49 316 65 464 81 681 02 102 18 150 34 221 50 324 66 475 82 698 03 105 19 154 35 226 51 332 67 487 83 715 04 107 20 158 36 232 52 340 68 499 84 732 05 110 21 162 37 237 53 348 69 511 85 750 06 113 22 165 38 243 54 357 70 523 86 768 07 115 23 169 39 249 55 365 71 536 87 787 08 118 24 174 40 255 56 374 72 549 88 806 09 121 25 178 41 261 57 383 73 562 89 825 10 124 26 182 42 237 58 392 74 576 90 845 11 127 27 187 43 274 59 402 75 590 91 866 12 130 28 191 44 280 60 412 76 604 92 887 13 133 29 196 45 287 61 422 77 619 93 909 14 137 30 200 46 294 62 432 78 634 94 931 15 140 31 205 47 301 63 442 79 649 95 953 16 143 32 210 48 309 64 453 80 665 96 976

(14)

Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (5 - 9) 8

3.2 Kapasitor

Komponen kapasitor SMT paling banyak terbuat dari keramik. Kapasitor keramik SMT tersedia dalam bentuk fixed ataupun variabel. Sedangkan kapasitor film plastik dan elektrolit aluminium jarang digunakan. Kapasitor keramik memiliki desain dielektrik berlapis seperti pada gambar 5 (Bryan Bergeron, 1991). nilai standartnya dari 1pF sampai 1 uF dengan range tegangan 25 sampai 200V. Ukuraan sebuah kapasitor keramik SMT sangat kecil, berkisar 3,2 x 2,5 x 0,7 mm.

Tabel 3. Multiplier (G4PMK, 2003) letter multiplier letter multiplier

F 100000 B 10 E 10000 A 1 D 1000 X or S 0.1 C 100 Y or R 0.01

Selain keramik, terdapat juga kapasitor SMT tantalum dengan nilai kapasitansi mencapai 220 uF, rating tegangan 50V.

Gambar 5. Konstruksi Kapasitor SMT

Kapasitor SMT umumnya tanpa penanda. Jika tanpa kode, satu-satunya cara mengetahuinya adalah dengan menggunakan kapasitansi meter. Beberapa capasitor menggunakan kode yang berisi 2 atau 3 karakter. Karakter pertama adalah kode pabrik, karakter kedua adalah mantisa (dengan nilai tertentu), karakter ketiga adalah multipier. Basis nilai adalah pF. Contoh KA2, K adalah kode pabrik (pabrik Kemet), A adalah 1.0 dan 2

adalah 102, sehingga KA2 bernilai 100pF. Tabel

4. menunjukkan kode-kode tersebut.

Tabel 4. Kode penandaan kapasitor SMT. Let Mant Let Mant Let Mant Let Mant

A 1.0 J 2.2 S 4.7 a 2.5 B 1.1 K 2.4 T 5.1 b 3.5 C 1.2 L 2.7 U 5.6 d 4.0 D 1.3 M 3.0 V 6.2 e 4.5 E 1.5 N 3.3 W 6.8 f 5.0 F 1.6 P 3.6 X 7.5 m 6.0 G 1.8 Q 3.9 Y 8.2 n 7.0 H 2.0 R 4.3 Z 9.1 t 8.0 y 9.0 (let.=letter, mant.= mantissa)

Kapasitor elektrolit SMT memiliki penandaan yang berbeda. Nilai rating tegangan dituliskan dengan hurup pada digit pertama, diikuti dengan digit nilai dan multiplier. Basis perhitungan adalah pF. Contoh, A475, A = 10V, 475 = 47x105 pF, sehingga A475 adalah

4,7mF 10V. Kode rating tegangan kapasitor meliputi : e=2,5 ; G=4 ; J=6,3 ; A=10 ; C=16 ; D=20 ; E=25 ; V=35 ; dan H =50.

3.3 Induktor

Induktor SMT terbuat dari bahan keramik ataupun core ferit dengan konstruksi yang kompak disesuaikan ukuran komponen lainnya, beberapa induktor memiliki ukuran 4, x 3,2 x 2,6 mm. Nilai induktansinya bervariasi dari 0,1 uH sampai 2,2 uH dengan rating arus sampai 0,5 A.

Namun perkembangan teknologi SMT saat ini menghasilkan induktor SMT sampai bernilai 10.000 uH dan rating sampai 50A, seperti produksi Vishay (www.vishay.com).

3.4 Komponen Lainnya

Seiring dengan pperkembangan komponen pasif utama di atas, komponen pasif pendukung lainnya juga mengalami miniaturisasi, walau dalam beberapa aplikasi masih ditemukan kombinasi komponen SMT dengan komponen thru hole. Komponen pendukung tersebut seperti konektor, rele, fuse, switch, choke, transformator, LC filter, tee bias, kristal, sensor dan lain-lain.

(a)

(c)

(b)

(15)

4. Komponen Aktif Surface Mount

Komponen aktif terdiri dari dioda, transistor, dan komponen terintegrasi. Komponen aktif SMT tersedia dalam kemasan small outline (SO), quad flat pack (QFP), plastic-leaded chip carrier (PLCC), tape-automated bonding (TAB), leadless ceramic plastic carrier (LCCC). Sebahagian kemasan tersebut terdapat pada gambar 3.Sebagai alternatif, juga terdapat variasi pin chip. Pin atau lead tersedia dalam bentuk gull-wing, J-lead, dan I-lead seperti pada gambar 6a. Kemasan SO tersedia dari 3 sampai 28 pin, kemasan QFP memiliki pin 64 sampai 196 dengan bentuk gull-wing. PLCC memiliki pin sampai 84 dengan J-lead di empat sisinya, sedangkan LCCC lebih kompak dimana pin terdapat di sebelah dalam sehingga tidak memungkinkan penanganan secara manual.

Gambar 6. (a) lead gull-wing, J-lead dan I-lead (b) small outline transistor SOT-23 dan SOT-89 (c)kemasan dan footprintnya

Transistor umumnya menggunakan kemasan SO, gambar 6b menunjukkan konstruksi transistor SMT dalam kemasan SO. Transistor dengan dissipasi daya maksimum 200mW menggunakan kemasan SOT-23, sedangkan kemasan yang lebih besar menggunakan SOT-89 yang mampu mendisipasi daya sampai 500mW.

Dalam peletakan komponen SMT di pcb, perlu diketahui footprint komponen. Masing-masing kemasan memiliki bentuk footprint tertentu dan standar seperti pada gambar 6c.

Dioda memiliki kemasan seperti chip resistor maupun sama dengan transistor terkecuali 1 pin tidak digunakan. Kemasan yang banyak digunakan dioda adalah 23, SOT-323, SOD-80, SOD-123 dan SOD-132. Kemasan dengan 3 pin (SOT) juga dapat berisi dual dioda. Baik transistor maupun dioda, masing-masing pabrikan memiliki penamaan

yang berbeda, sehingga cukup sulit dalam mengidentifikasi.

Seperti yang disinggung di bagian pendahuluan, kemasan komponen SMT memiliki banyak keunggulan dibandingkan thru hole, salahsatunya lumped component atau nilai terdistribusi dari induktansi dan kapasitansi. Nilai-nilai yang dihasilkan karena interaksi antar pin ini akan menghasilakan RFI/EMI. Tabulasi perbandingan nilai kapasitansi dan induktansi terdistribusi dapat dilihat pada tabel 5.

Komponen aktif lain seperti MOV, SCR, DIAC, TRIAC, Op Amp, RFIC, microstrip, MMIC, Microwave device, IC digital, interfacing chip, IC mikrokontroler, mikroprosesor, dan IC regulator tersedia dalam kemasan SMT. Beberapa vendor yang menyediakan komponen SMT seperti Digi-Key (digikey.com), Newark (www.newark.com), Keytronics (www.eytronics.com), Avnet (www.vnet.com), Jameco (jameco.com), dan EDX (www.edxelectronics.com).

(16)

Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (10 - 14) 10

IMPLEMENTASI SISTEM STEP by STEP SWITCHING

MENGGUNAKAN KOMPONEN TERINTEGRASI

Suherman

1)

1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik USU

Abstrak

Sentral yang menggunakan sistem step by step switching telah lama ditinggalkan. Teknologi telah beralih ke sistem switching digital common control, bahkan berbasis packet switching khususnya penggunaan IP based Network. Namun demikian, teknologi switching step by step yang dahulu berbasis sistem mekanis masih dapat diperbaharui dengan memanfaatkan komponen terintegrasi (integrates cicuit, IC).

Sistem switching step by step dengan komponen terintegrasi ini dapat dimanfaatkan untuk membentuk sistem PABX kapasitas kecil. Karena dibentuk dengan memanfaatkan komponen terintegrasi, teknologi ini memungkinkan untuk diimplementasikan dalam bentuk IC tunggal (Application Specipic Integrated Circuit, ASIC). Sehingga akan diperoleh komponen PABX mini yang lebih sederhana dibandingkan PABX berbasis microcontroller.

Kata kunci : Switching, step by step, PABX, telepon, extension, trunk

Abstract

munication exchange which used step by step switching system are obsolete. Technology had move to the digital common control switching system even based on switching package, especially using IP based network. Even though, the step by step switching system technology based on mechanical switching system are renewable by using integrated circuits IC’s.

Step by step switching system using the integrated circuits technologies can be used to build a small capacity PABX system. Because of built by using IC’s, this technology can be implemented in the form of single chip IC (Application Spesific Integrated Circuits, ASIC). This will give small PABX components which is more simple compared to microcontroller base PABX.

Keywords: Switching, step by step, PABX, telepon, extension, trunk

1. Pendahuluan

Sistem switching merupakan bagian dari teknologi telekomunikasi. Sistem switching manual mengawali teknologi ini, kemudian ditemukan sistem switching otomatis oleh Almon B. Strowger dengan sistemnya yang dikenal sebagai sistem step by step atau direct control. Sistem inilah yang diadopsi dalam tulisan ini.

Pada perkembangan selanjutnya, muncul sistem switching common control atau indirect control yang diawali oleh Gothief Betulander dengan switch crossbar. Sistem common control berkembang dari sistem crossbar,

electro-mekanis, elektronis, analog sampai sistem switching digital. Sistem switching step by step semakin ditinggalkan.

2. Sistem Switching Step by Step

Sentral Step by step adalah sistem switching otomatis yang paling tua dan paling sederhana. Step by step switching menggunakan pengontrolan dial langsung (direct-dial control) dimana switch secara langsung merespon digit yang dikirimkan telepon ke masing-masing tingkatan switch. Sistem switching ini mendominasi dunia telekomunikasi sampai tahun 1970.

(17)

Komponen utama yang digunakan oleh sistem switching step by step adalah selektor. Selektor merupakan alat pemilih yang menghubungkan satu masukkan (inlet) dengan beberapa pilihan keluaran (outlet), (Sigit Haryadi, 1985). Selektor elektromekanik digerakkan secara elektromagnetik maupun dengan mempergunakan elektromotor. Gambar 1 menunjukkan konstruksi selektor (Suherman, 2004).

Gambar 1. Selektor

Selektor dalam keadaan awal berada pada home position, saat menerima impuls dari pesawat telepon, wiper atau tungkai selektor akan berpindah. Perpindahannya ditentukan oleh besarnya impulse tadi. Setiap output selektor dihubungkan dengan saluran ke telepon lain.

Gambar 2. Sistem switching step by step

Sentral step by step terdiri dari beberapa bagian, di antaranya SLIC, linefinder, alloter, group selector dan final selector. SLIC atau Subcriber Line Interface Circuit digunakan sebagai rangkaian interface ke pelanggan, linefinder merupakan selector yang merespons telepon yang meminta layanan, alloter merupakan selector yang mencari outlet sesuai impuls yang diberikan telepon sedangkan preselector, group selector dan final selector adalah penamaan kelompok-kelompok selektor. Gambar 2 (Suherman, 2004) menunjukkan bagian switching step by step.

3. Aplikasi Switching Step by Step

Gambar 3 merupakan contoh switching step by step sederhana yang melayani 5 pelanggan dan 1 trunk untuk ke sentral lain (105). Karena kapasitasnya yang kecil, maka selektor yang dipakai hanyalah Line Finder, dan Final Selector (Suherman, 2004).

Masing-masing pelanggan dihubungkan ke SLIC dan terhubung ke 3 Line Finder. 3 line finder berarti setiap saat ada 3 telepon yang bisa menggunakan sentral. Dibandingkan jumlah pelanggan, diperoleh perbandingan 3 : 5 atau 60%. Persentasi ini sering disebut sebagai konsentrasi. Jika disebut 20%, maka hanya 20% dari pelanggan yang bisa menggunakan sentral secara bersamaan.

Sentral dengan 5 pelanggan di atas menggunakan 3 Line Finder yang menghasilkan 3 telepon yang bisa aktif secara bersamaan dengan pertimbangan, 1 telepon menelpon kesentral lain dan 2 telepon menelepon pelanggan di dalam sentral, sehingga 5 pesawat telepon dapat aktif secara bersamaan.

Line Finder Controller SLIC Line Finder Controller Line Finder Controller SLIC SLIC SLIC Selector Controller Selector Controller Selector Controller Ke Sentral Lain 1 0 1 1 0 5 5 5 0 5 5 5 SLIC 4 3 2 1 5

(18)

Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (10 - 14) 12

4. Implementasi Line Finder Tunggal

Implementasi switch terintegrasi dapat mempergunakan IC 4066 atau IC sejenisnya. IC ini menghubungkan input-output jika pin kendali berlogika 1. Gambar 4 menunjukkan implementasi selektor line finder dengan menggunakan IC 4066 dengan gerbang logika serta IC latch.

Input gerbang logika berasal dari deteksi hook. Saat semua hook tertutup, gerbang logika (output gerbang OR) akan menghasilkan output logika 0. Output ini mengendalikan pin enable IC latch. Kondisi logika 0 menyebabkan IC latch dalam kondisi enable, input yang berasal dari deteksi hook akan dihubungkan ke output latch. Jika semua telepon dalam kondisi tertutup, maka output IC latch akan berlogika 0, sehingga tidak ada switch yang tertutup. Saat salah satu hook telepon diangkat, maka output gerbang akan menjadi tinggi, menyebabkan input sesaat IC latch disalurkan ke output kemudian kondisinya mengunci (latch). Output akan menghubungkan switch bersesuaian dengan hook yang diangkat. Telepon tersebut menduduki switch. Saat telepon lain diangkat, tidak akan mengganggu kondisi switch selama ia masih diduduki.

SELECTOR - LINE FINDER (IC SWITCH 4066) SLIC SLIC SLIC SLIC SLIC SWITCH CONTROL IC QUAD LATCH

LINE FINDER CONTROLLER

VOICE CHANNEL HOOK DETECT TELEPHONE LINE

Gambar 4. Line Finder Untuk Aplikasi Tunggal

5. Implementasi Line Finder Jamak

Untuk aplikasi line finder lebih dari satu, diperlukan rangkaian kendali yang mengendalikan penggunaan switch satu persatu. Jika line finder bertingkat hanya menggunakan rangkaian pada gambar 4, maka saat salah satu telepon diangkat, semua line finder akan diduduki.

SELECTOR - LINE FINDER (IC SWITCH 4066) SLIC SLIC SLIC SLIC SLIC SWITCH CONTROL IC QUAD LATCH VOICE CHANNEL HOOK DETECT TELEPHONE LINE SWITCH CONTROL KE SELECTOR LAIN SWITCH CONTROL DARI SELECTOR LAIN

LINE FINDER CONTROLLER

Gambar 5. Line Finder Jamak

Kondisi di atas dapat dihindari dengan menambahkan gerbang AND pada input gerbang pengendali. Input gerbang AND berasal dari line finder lain. Rangkaian lengkap ditunjukkan pada gambar 5.

6. Implementasi Final Selector

Setelah menduduki line finder, pesawat telepon yang diangkat menekan nomor telepon yang dituju. Nomor dalam bentuk DTMF ini akan menggerakkan final selector. Nada DTMF akan dideteksi oleh DTMF detektor. DTMF detector atau DTMF receiver dapat menggunakan IC MT8870. Output DTMF receiver akan didekodekan menggerakan switch. Tetapi untuk menghindari pendudukan switch terus menerus saat panggilan berakhir yang disebabkan output DTMF receiver yang bersifat mengambang (latch), maka pengontrolan juga dikendalikan oleh sinyal call control yang berasal dari output gerbang di line finder, serta pin Std yang berasal dari DTMF receiver.

FINAL SELECTOR (IC SWITCH 4066) VOICE CHANNEL SWITCH CONTROL VOICE CHANNEL BCD - DECIMAL ENCODER CALL CONTROL DTMF RECEIVER D LATCH Q SET Clk Std

FINAL SELECTOR CONTROLLER

(19)

Gambar 6 menunjukkan rangkaian lengkap final selector. Switch akan menghubungkan voice channel telepon pemanggil ke telepon yang dipanggil.

7. Implementasi SLIC

SLIC atau Subcriber Line Interface Card adalah rangkaian antarmuka telepon pelanggan yang melakukan fungsi suplai tegangan 48V, perlindungan tegangan lebih, sinyal dering, ringback tone, deteksi hook dan fungsi-fungsi signaling pelanggan lainnya. Dalam sentral digital, fungsi SLIC mencakup BORSCHT, yakni battery feeding, overvoltage protection, ringing, supervision, coding, hibrid dan test. SLIC pada sentral umumnya dalam bentuk modul kapasitas 8, 16 atau 32 telepon.

OT600 Telepon 4 5 2 1 4N25 +48V 5V 5 V 5V BD139 1 00K 2x 1 N 414 8 1 0 0nF 10u F 10K 10K 10K 4K7 10K 10K 10uF 10uF/ 100V 470 470 470 MOV Deteksi Hook Sinyal Dering Sinyal Suara Sinyal Ringback Tone Kontrol Dering

Gambar 7. Rangkaian SLIC sederhana

Salah satu contoh rangkaian SLIC ditunjukkan pada gambar 7. Suplai tegangan telepon sebesar 48V akan mengalirkan arus berkisar 20mA saat telepon diangkat. Arus akan mengalir melalui optocoupler 4N25 melalui rangkaian penarik arus BD139. Saat arus mengalir menyebabkan tegangan pada pin kolektor 4N25 akan turun dari 5V menjadi 0V. Pin 5 ini akan berfungsi sebagai pendeteksi hook saat telepon diangkat. Saat telepon akan diberi nada dering (kondisi tertutup, on hook), kontrol dering diberi tegangan yang menyebabkan rele berpindah dari catuan 48V ke catuan tegangan dering AC (sekitar 55Vac – 90Vac). Saat ingin memberikan sinyal ringback tone, sinyal akan dikopling melalui kopling capasitor, pembagi tegangan dan trafo. Fungsi trafo digunakan untuk mencegang tegangan 48V masuk ke line finder maupun final selector.

Pencegahan tegangan lebih yang dapat merusak rangkaian menggunakan MOV (Metal Oxide Varistor), yakni komponen yang identik

dengan 2 buah zener diode bertolak belakang yang memberikan stabilisasi nilai tegangan.

8. Implementasi Trunking

Trunking menghubungkan sentral ke sentral lain. Saat panggilan keluar (outgoing call), trunk dihubungkan ke final selector, sedangkan saat panggilan masuk (incoming call), trunk dihubungkan dengan line finder. Sehingga dibutuhkan rangkaian khusus sebagai antarmuka trunking. Gambar 8 menunjukkan blok antarmuka trunking.

9. Komparasi Teknologi

Sistem step by step terintegrasi memiliki kelebihan dibandingkan sentral step by step konvensional. Hal ini disebabkan adanya reduksi volume selector. Namun jika dibandingkan teknologi common control, baik sentral analog maupun sentral digital, sentral ini memiliki banyak kekurangan.

Kebutuhan komponen relatif besar jika implementasinya menggunakan teknologi SSI/MSI serta komponen pasif yang terdapat di pasaran. Untuk implementasi gambar 3, membutuhkan 5 buah SLIC dengan kepadatan 25 komponen per SLIC, 3 buah line finder dengan kepadatan 15 komponen per line finder, membutuhkan 3 buah final selector dengan kepadatan 10 komponen per unit.

Trunk Interface SLIC Trunk Ke Line Finder Ke Final Selector

Gambar 8. Blok Antarmuka Trunk

Pada gambar 3, trunking hanya berfungsi sebagai outgoing call, sehingga dibutuhkan 1 rangkaian interface trunk dengan komposisi 10 komponen. Sehingga perkiraan total komponen berkisar 210 komponen tidak termasuk catudaya.

Selain komposisi komponen rangkaian, fitur telepon hanya terbatas pada incoming dan outgoing call, tanpa dilengkapi fitur sentral pada umumnya. Namun demikian, penggunaan komponen VLSI, komponen surface mount dan kombinasi step by step dengan common control (penggunaan mikrokontroler) dapat menjadi alternatif teknologi sentral berkapasitas kecil.

(20)

Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (10 - 14) 14

10. Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi teknologi switching step by step dengan komponen terintegrasi adalah mungkin. Namun masih memiliki kekurangan pada kepadatan komponen dan fitur sentral.

Daftar Pustaka

Sigit Haryadi,Ir, 1986, “Diktat Kuliah Dasar Teknik Penyambungan Telepon”, Pendidikan Ahli Teknik Telekomunikasi.

Suherman,ST., 2004, “Diktat Teknik Jaringan Telekomunikasi”, Politeknik Caltex Riau, Pekanbaru.

Suherman,ST., (Desember 2004) “Modifikasi Sistem Pemrograman Pabx Mini Dilengkapi Rangkaian Penguji”, Jurnal Ensikom, Vol.2 No.2, Medan.

(21)

RELE TEGANGAN ELEKTRONIK

T.Ahri Bahriun

1)

1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik USU

Abstrak

Salah satu alat proteksi yang sangat dibutuhkan untuk mengamankan peralatan listrik ialah rele tegangan. Rele ini berfungsi untuk memantau tegangan dan akan memberikan sinyal melalui kontak-kontak keluarannya, jika tegangan yang dipantau lebih besar dari nilai maksimum atau lebih kecil dari nilai minimum yang diperkenankan. Rele ini umumnya bekerja secara elektronik dan rangkaian yang digunakan sangatlah sederhana, sehingga mudah untuk dipahami. Tulisan ini mencoba membahas suatu rangkaian rele tegangan yang sangat sederhana.

Kata kunci: Rele, Tegangan, Proteksi.

Abstract

One of the protection equipments which is needed for protecting the electrical instruments is a voltage relay. This relay function as to detect voltages and will send signals from its terminals when the detect voltege greater than its maximum value or smaller than its minimum voltage rating. In general this relay works electronically, and using simple circuits so it is easy to understand. This paper try to explain a very simple voltage relay.

Keywords: relay, voltage, protection.

1. Pendahuluan

Salah satu hal yang harus dihindari pada pengoperasian peralatan listrik ialah kelebihan tegangan (overvoltage) ataupun kekurangan tegangan (undervoltage). Kelebihan tegangan hampir dapat dipastikan akan merusak setiap peralatan listrik. Hal ini umumnya akan menyebabkan timbulnya panas yang belebihan sehingga dapat menyebabkan terbakarnya peralatan listrik tersebut. Sebaliknya, kekurangan tegangan belum tentu merusak peralatan listrik. Pada beberapa peralatan listrik seperti lampu pijar ataupun peralatan lain yang bersifat resistip, kekurangan tegangan tidak akan membahayakan peralatan tersebut. Tetapi bagi beberapa peralatan lain seperti motor induksi, kekurangan tegangan dapat menyebabkan faktor daya (cos-ϕ) yang terlalu rendah. Hal ini akan menyebabkan arus peralatan tersebut terlalu besar, sehingga menimbulkan panas yang berlebihan dan pada akhirnya akan merusak peralatan tersebut. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan ini maka suatu panel distribusi tegangan rendah umumnya dilengkapi

dengan rele tegangan yang berfungsi untuk memantau tegangan busbar. Jika nilai tegangan ini keluar dari batas-batas aman maka rele ini akan membuka pemutus CB utama sehingga catuan daya ke panel tersebut akan diputus. Selain rele tegangan panel ini juga dilengkapi dengan beberapa peralatan proteksi lain, seperti rele arus lebih (OCR), monitor fasa (RCP) dan lain sebagainya. Tulisan ini hanya membahas tentang rele tegangan.

2. Prinsip Kerja Dasar

Rele tegangan elektronik umumnya mendeteksi besarnya tegangan melalui trafo tegangan atau yang lebih dikenal sebagai PT (potensial transformer). PT berfungsi untuk menurunkan tegangan yang masuk ke rele dan sekaligus mengisolasi rele dari tegangan rangkaian yang diukur. Masukan PT umumnya adalah 110V atau 220V sedangkan keluarannya adalah tegangan yang berkisar antara 12V hingga 24V, tergantung dari rangkaian yang digunakan. Tegangan keluaran PT ini selanjutnya dibandingkan dengan dua tegangan

(22)

Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (15 - 19) 16

acuan, sebut saja VA untuk tegangan acuan atas

dan VB untuk tegangan acuan bawah. Jika

tegangan keluaran PT lebih besar dari VA maka

rele keluaran pertama akan diaktipkan. Sebaliknya jika tegangan keluaran PT lebih kecil dari VB maka rele keluaran kedua yang

akan diaktipkan

Untuk memudahkan proses perbandingan maka besaran yang dibandingkan adalah tegangan searah. Untuk itu maka tegangan keluaran PT harus terlebih dahulu diubah menjadi tegangan searah. Besarnya tegangan searah yang dihasilkan selanjutnya dibandingkan dengan tegangan acuan yang dapat diatur.

Agar dapat mengabaikan kelebihan atau kekurangan tegangan yang berlangsung sesaat (transient), maka rele tegangan biasanya dilengkapi dengan rangkaian tunda (delay) yang dapat menunda kerja kontak keluaran. Lamanya tundaan waktu dapat diatur, umumnya berkisar antara 0 hingga 10 detik.

3. Rangkaian Rele Tegangan

Seperti telah disebutkan sebelumnya, rele tegangan lebih ini mendeteksi tegangan melalui suatu PT. Agar sesuai dengan alat-alat ukur lain yang terpasang pada panel generator maka tegangan masukan nominal dari rele tegangan umumnya adalah 110V atau 220V. Karena rele ini hanya membutuhkan daya yang kecil maka PT yang digunakan adalah PT yang berdaya sangat rendah, umumnya berkisar antara 2 sampai 5VA. Untuk menghemat biaya pembuatan maka seringkali PT yang sama digunakan juga sebagai sumber daya bagi rangkaian elektronik yang digunakan. Untuk itu digunakan PT dengan dua buah belitan sekunder yang terpisah. Rancangan yang dibahas menggunakan dua buah trafo yang terpisah. Dengan demikian diharapkan agar tegangan yang dipantau tidak dipengaruhi oleh pembebanan dari catudaya rangkaian elektronik.

3.1. Rangkaian masukan

Tegangan masukan diturunkan sekaligus diisolasi oleh trafo T1 dan disearahkan oleh dioda D1 dan D2, seperti yang diperlihatkan pada gambar-1. C1 R2 T1 D1 D2 R1 INPUT 220V VS

Gambar 1. Rangkaian masukan

Selanjutnya tegangan ini ditapis oleh kapasitor C1 untuk menghilangkan kerut (ripple). Besarnya tegangan jepit dari C1 adalah :

VC1≅ Vm –

4fC IDC

dan Vm ≅ 2x VSEK

dimana VSEK : tegangan sekunder trafo

IDC : arus beban

f : frekuensi jalajala C : kapasitansi C1

adalah tegangan sekunder dari trafo T1.

Sebelum diteruskan ke rangkaian pembanding, tegangan ini disesuaikan oleh tahanan R1 dan R2 yang membentuk rangkaian pembagi tegangan reisitip. Besarnya tegangan yang diterima pembanding adalah :

VS =

R2 R1

R2

+ . VC1

3.2. Rangkaian Pembanding Tegangan

Sebagai pembanding tegangan digunakan opamp yang mempunyai faktor penguatan tegangan loop terbuka (AV) yang mendekati tak

terhingga. Oleh karena itu jika tegangan pada masukan tak-membalik sedikit lebih tinggi dari tegangan pada masukan membaliknya maka keluaran pembanding akan jenuh tinggi dan bernilai mendekati nilai VCC (tegangan catuan).

Sebaliknya jika tegangan pada masukan membalik sedikit lebih tinggi dari tegangan pada masukan tak-membaliknya maka keluaran pembanding akan jenuh rendah sehingga tega-ngannya mendekati nol. Rangkaian dari pembanding tegangan ini diperlihatkan pada gambar-2.

(23)

+ -A1 + -A2 VA VS VR1 R4 R3 VR2 VB +12V KE RANGKAIAN TUNDA

Gambar 2. Rangkaian pembanding tegangan

Penguat A1 membandingkan tegangan VS

yang dihubungkan ke masukan tak membaliknya (non-inverting input) dengan tegangan acuan VA

yang dihubungkan ke masukan membaliknya (inverting input). Tegangan acuan VA adalah

ambang tegangan maksimum yang diperkenankan.

Tegangan ini diperoleh dari kontak geser (wiper) potensiometer VR1. Jika VS > VA maka

keluaran A1 akan jenuh positip sehingga tegangan keluaran A1 akan mendekati tegangan catu, yaitu 12VDC. Sebaliknya jika VS < VA

maka keluaran A1 akan jenuh negatip sehingga tegangan keluarannya akan mendekati nol.

Penguat A2 membandingkan tegangan VS

yang dihubungkan ke masukan membaliknya dengan tegangan acuan VB yang dihubungkan

ke masukan tak membaliknya. Tegangan acuan VB adalah ambang tegangan minimum yang

diperkenankan. Tegangan ini diperoleh dari kontak geser potensiometer VR2. Jika VS < VB

maka keluaran A1 akan jenuh positip sehingga tegangan keluaran A2 akan mendekati tegangan catu. Sebaliknya jika VS > VB maka keluaran

A2 akan jenuh negatip sehingga tegangan keluarannya akan mendekati nol. Oleh karena itu agar tegangan keluaran dari penguat A1 dan A2 mendekati nol maka besarnya tegangan VS

haruslah :

VB < VS < VA

Nilai tahanan R3, R4, VR1 dan VR2 ditentukan sedemikian rupa agar kisar pengaturan VA memungkinkan kisar tegangan

masukan dari 220V hingga 240V dan kisar pengaturan VA memungkinkan kisar tegangan

masukan dari 200V hingga 220V.

3.3. Rangkaian Tunda

Agar dapat mengabaikan kenaikan atau penurunan tegangan yang berlaku sesaat (transien), maka rele tegangan ini dilengkapi dengan rangkaian tunda. Untuk itu maka keluaran dari rangkaian pembanding selain diteruskan ke rangkaian penggerak rele keluaran, juga dilewatkan melalui suatu rangkaian tunda, seperti yang diperlihatkan pada gambar-3. VR3 C2 D3 D4 N2 N3 N1 R5 DARI KELUARAN A1 DARI KELUARAN A2 KE PENGGERAK RELE RL1 KE PENGGERAK RELE RL2 Gambar 3. Rangkaian tunda

Rangkaian tunda ini terdiri dari VR3, C2 dan N1. Jika bernilai tinggi, keluaran penguat A1 dan A2 masing-masing akan meng-enable gerbang N2 dan N3. Selain itu, kedua keluaran ini juga akan mengisi kapasitor C2 melalui dioda D3 dan D4 dan VR3.

Kapasitor C2 ini berfungsi untuk menunda pengaktipan (enable) gerbang-gerbang N2 dan N3 melalui gerbang N1. Ketiga gerbang ini adalah gerbang AND dari keluarga CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor). Tujuan penggunaan CMOS adalah untuk mendapatkan nilai hambatan masukan yang mendekati tak terhingga agar tidak membebani kapasitor C2. Lamanya tundaan waktu adalah sama dengan waktu yang dibutuhkan untuk mengisi kapasitor C2 agar tegangan jepitnya mencapai tegangan ambang (treshold) logika tinggi dari gerbang N1. Lamanya tundaan waktu dapat dinyatakan sebagai :

tD≅ 0,7.VR3.C2 detik

Dengan mengatur nilai VR3 maka tundaan waktu ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan.

3.4. Rangkaian Penggerak Rele Keluaran

Rele tegangan yang dibahas mempunyai dua buah rele keluaran. Satu untuk menyatakan tegangan lebih dan satu untuk menyatakan tegangan kurang. Masing-masing rele ini digerakkan oleh suatu transistor bipolar, seperti yang diperlihatkan pada gambar-4.

(24)

Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (15 - 19) 18 R8 Q2 R9 D6 RL2 R6 Q1 R7 D5 RL1 +12V +12V DARI KELUARAN N2 DARI KELUARAN N3

Gambar 4. Rangkaian penggerak rele keluaran

Jika keluaran A1 bernilai tinggi pada akhir tundaan waktu ini maka keluaran gerbang N2 akan tinggi sehingga memberikan arus basis pada transistor Q1. Besarnya arus basis ini adalah : IB = R7 V R6 V VOH BE BE − −

dimana VOH : Tegangan keluaran logika tinggi

N2

VBE : Tegangan basis-emiter Q1

Hal ini akan menyebabkan Q1 menghantar sehingga pada kolektornya akan mengalir arus sebesar :

IC = hFE.IB

dimana hFE adalah faktor penguatan arus searah

dari transistor yang digunakan. Arus kolektor ini akan menyebabkan rele RL1 bekerja.

Sebaliknya jika keluaran A2 yang bernilai tinggi pada akhir tundaan waktu ini maka keluaran gerbang N3 yang akan tinggi sehingga memberikan arus basis pada transistor Q2. Hal ini akan menyebabkan Q2 menghantar sehingga rele RL2 yang akan bekerja.

Dengan demikian maka akan tersedia satu kontak untuk tegangan lebih dan satu kontak untuk tegangan kurang. Untuk mendapatkan sinyal yang menyatakan keduanya maka untuk rele-rele RL1 dan RL2 dapat digunakan rele dengan dua kontak, dimana kedua kontak tersebut dihubungkan paralel atau seri, tergantung pada kebutuhan.

3.5. Rangkaian Catu Daya

Opamp umumnya membutuhkan catudaya ganda yang berkisar antara ±6VDC hingga

±18VDC atau catudaya tunggal yang berkisar

antara +12VDC hingga +36VDC. Gerbang CMOS

membutuhkan catudaya tunggal yang berkisar antara +3VDC hingga +15VDC. Rele arus searah

tersedia untuk tegangan-tegangan 6, 12, 24, 110, dan 220VDC. Agar dapat mencatu seluruh

komponen yang digunakan pada rangkaian maka catuan yang dipilih adalah +12VDC. Untuk itu

maka rele keluaran yang digunakan adalah rele dengan kumparan 12VDC. Tegangan catuan

sebesar +12VDC dapat diperoleh dari catudaya

yang diperlihatkan pada gambar-7. Pada catudaya ini, tegangan jala-jala diturunkan oleh trafo tegangan T2 ke nilai yang sesuai. Trafo ini sekaligus berfungsi untuk mengisolasi rangkaian dari tegangan jala-jala. Selanjutnya tegangan sekunder dari T2 disearahkan oleh pasangan dioda D7 dan D8 yang membentuk penyearah gelombang penuh, untuk selanjutnya ditapis oleh kapasitor C3 untuk menghilangkan kerut. Tegangan yang dihasilkan masih dipengaruhi oleh pembebanan. Oleh karena itu untuk menstabilkan tegangan ini digunakan regulator seri berupa suatu rangkaian terpadu atau IC (integrated circuit) tipe LM7812.

T2 D7 D8 C3 7812 C5 C6 C4 +12V IC1

Gambar 5. Rangkaian catudaya

IC regulator ini akan mempertahankan tegangan keluarannya sebesar +12VDC untuk tegangan

masukan yang berkisar dari +14VDC hingga

+35VDC.

Daya yang hilang atau disipasi daya pada regulator adalah :

PD≅ (VIN – 12V).IL Watt

dimana PD : disipasi daya

VIN : tegangan masukan regulator

(25)

Disipasi daya ini akan diubah menjadi panas. Agar regulator tidak menjadi terlalu panas maka panas ini harus dibuang dengan menggunakan pendingin atau heatsink. Agar daya yang hilang tidak terlalu banyak maka VIN

harus dibuat serendah mungkin, namun dapat mengantisipasi turun naiknya VIN disebabkan

oleh perubahan arus beban dan turun naiknya tegangan jala-jala.

Keluaran dari regulator ini ditapis lebih lanjut oleh kapasitor C6 untuk menghiangkan kerut sehingga pada keluaran regulator akan diperoleh tegangan searah sebesar +12VDC yang

benar-benar stabil dan bebas kerut.

Kapasitor C4 dan C5 berfungsi untuk menjamin agar IC regulator tidak berosilasi, sesuai dengan yang dianjurkan oleh pabrik pembuatnya.

4. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan, antara lain ialah:

1. Rele arus lebih dapat dibuat dengan menggunakan rangkaian elektronik yang sederhana.

2. Besarnya arus nominal dapat diatur dengan menggunakan CT dengan perbandingan yang sesuai.

3. Pada rele yang dibahas, setting waktu dan arus adalah independen sehingga tidak saling mempengaruhi.

4. Pada rele arus lebih 3-fasa yang dibahas, setting arus dari setiap fasa adalah independen sehingga dapat diatur secara terpisah.

Daftar Pustaka

Deboo G. J., Burrous C. N., 1977,

Integrated Circuits and Semiconductor Devices : Theory and Application, 2nd edition, McGraw-Hill Kogakusha Ltd.,.

Fairchild Semiconductor, 1988, CMOS

Integrated Circuits Data Book.

Jha, R. S., Switchgear and Protection, 1979, Dhanpat Rai & Sons, Delhi.

Lowenberg, C. L., 1976, Electronic

Circuits, McGraw-Hill, New York, page 50.

Millman J. , Halkias C. C. , 1972,

Integrated Electronics Analog and Digital Systems, McGraw-Hill, New York, page 233.

Smith R. J., 1987, Electronics Circuits and

(26)

Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (20 - 26) 20

KAJIAN PEMANFAATAN SISTEM TEKNOLOGI

PEMBANGKIT TENAGA GASIFIKASI BATUBARA

Tulus Burhanuddin Sitorus

1)

1}Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik USU

Abstrak

Sumber energi batubara diperkirakan sebesar 36.5 milyar ton, dengan sekitar 5.1 milyar ton dikategorikan sebagai cadangan terukur. Produksi batubara pada tahun 1995 mencapai sebesar 44 juta ton. Sekitar 33 juta ton dieksport dan sisanya sebesar 11 juta ton untuk konsumsi dalam negeri. Dari jumlah 11 juta ton tersebut 60 % atau sekitar 6.5 juta ton digunakan untuk pembangkit listrik, 30 % untuk industri semen dan sisanya digunakan untuk rumah tangga dan industri kecil. Permasalahan utama dalam pemanfaatan batubara adalah wujud batubara yang berupa zat padat sehingga kurang luwes dalam transportasinya. Disamping itu batubara mengandung sulfur, nitrogen dan abu dalam jumlah besar sehingga gas buang hasil pembakaran menghasilkan polutan seperti SO2 dan NO2 serta abu terbang. Pembakaran batubara juga menghasilkan CO2 yang berperan dalam proses pemanasan global.

Kata kunci : energi batubara, pembangkit listrik, wujud batubara, polutan, pemanasan global

Abstract

Energy sources of coal estimated 36,5 billion ton and 5,1 billion ton as measureable reseve. Coal production in 1995 achieve 44 million ton. Thereabouts 33 million ton is exported and 11 million ton remainder for consumption of country. Around 60% is used for powerplant, 30% for cement industries and the remainder for household and home industries. The main problem in coal using is shape of coal. Besides the coal contains sulfur, nitrogen and ash in large quantity so gas exhaust of combustion yield pollutant like SO2, NO2 and fly ash. Coal combustion also yield CO2 which make global warming process.

Keywords : coal energy, power plant, shape of coal, pollutant, global warming

I. Pendahuluan

Keterbatasan cadangan minyak bumi menjadi hal yang hangat di bahas saat ini disamping cadangan gas alam serta cadangan batubara yang melimpah. Sumber daya energi batubara diperkirakan sebesar 36.5 milyar ton, dengan sekitar 5.1 milyar ton dikategorikan sebagai cadangan terukur. Sumber daya ini sebagian besar berada di Kalimantan yaitu sebesar 61 %, di Sumatera sebesar 38 % dan sisanya tersebar di wilayah lain. Menurut jenisnya dapat dibagi menjadi lignite sebesar 58.6 %, sub-bituminous sebesar 26.6 %,

bituminous sebesar 14.4 % dan sisanya sebesar

0.4 % adalah anthracite (Agus S. 1995). Tahun

1995 produksi batubara mencapai sebesar 44 juta ton dimana sekitar 33 juta ton dieksport dan sisanya sebesar 11 juta ton digunakan untuk konsumsi dalam negeri. Dari jumlah 11 juta ton tersebut 60 % atau sekitar 6.5 juta ton digunakan untuk pembangkit listrik, 30 % untuk industri semen dan sisanya digunakan untuk rumah tangga serta industri kecil. Dalam 10 tahun terakhir, penggunaan batubara dalam negeri terus mengalami pertumbuhan sejalan dengan pertumbuhan perekonomian dan industrialisasi dimana sektor energi listrik merupakan sektor yang mengkonsumsi batubara paling besar. Hingga kini sekitar 30 % dari total pembangkitan menggunaan bahan bakar

(27)

Gambar 1. Data Historis dan Proyeksi Pembangkit Listrik (sumber : Agus S., 1995)

batubara. Hal yang menjadi permasalahan utama dalam pemanfaatan batubara adalah wujud batubara yang berupa zat padat sehingga kurang luwes dalam sistem transportasinya. Disamping itu batubara mengandung sulfur, nitrogen, dan abu dalam jumlah besar sehingga gas buang hasil pembakaran menghasilkan polutan seperti SO2, NO2 dan abu terbang. Pembakaran batubara juga menghasilkan CO2 yang berperan dalam proses pemanasan global. Permasalahan tersebut terus dicari pemecahannya melalui riset-riset yang telah dan sedang dikembangkan saat ini. Aktivitas riset dalam PLTU batubara saat ini telah melahirkan konsep baru yang menjanjikan dapat menaikkan efisiensi, mengurangi emisi polutan dari gas buang serta menghasilkan limbah yang minimum. Konsep baru tersebut adalah teknologi pembakaran

fluidized bed dan teknologi gasifikasi batubara.

Di dalam tulisan ini akan dikaji mengenai sistem teknologi gasifikasi batubara sebagai pembangkit tenaga listrik di Indonesia.

II. Pembahasan

Penggunaan tenaga listrik di Indonesia selama 20 tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup pesat, yaitu sebesar 14.5 % per tahun. Pada tahun 1971 penggunaannya baru sebesar 2.5 TWh dan meningkat mencapai 38.6 TWh pada tahun 1991. Penggunaan tenaga listrik ini diperkirakan masih terus berkembang meskipun tingkat pertumbuhannya akan berkurang. Dari studi MARKAL, kebutuhan tenaga listrik dalam 25 tahun mendatang akan mengalami pertumbuhan

sebesar 7.8 % per tahun. Gambar 1 memperlihatkan data historis pemakaian tenaga listrik dan proyeksi penyediaan tenaga listrik untuk tiap jenis bahan bakar sampai tahun 2021.

Saat ini kebutuhan tenaga listrik sebagian besar dipenuhi oleh PLTU berbahan bakar minyak bumi diikuti dengan gas alam dan batubara. Dengan program diversifikasi energi maka prioritas untuk pembangkit listrik adalah menggunakan bahan bakar batubara karena cadangan batubara masih sangat melimpah dan harganya kompetitif dibandingkan dengan minyak bumi dan gas alam. Sesuai dengan program tersebut penggunaan batubara untuk pembangkit tenaga listrik terus ditingkatkan. Pada tahun 1996 kebutuhan tenaga listrik sekitar 140.7 TWh dan penggunaan batubara sebagai bahan bakar pangsanya baru sekitar 21 % dari total pembangkitan, sedangkan pada tahun 2021 kebutuhan mencapai 617.9 TWh dan pangsa penggunaan batubara sudah mencapai 78 %. Pemakaian batubara dalam jumlah besar ini dapat menimbulkan dampak lingkungan bila kurang tepat dalam pemilihan teknologinya sehingga pemanfaatan batubara untuk pembangkit listrik di masa mendatang perlu menerapkan teknologi batubara bersih, seperti IGCC (Integrated Gasification Combined

Cycle).

II.1. Teknologi IGCC

Teknologi IGCC merupakan salah satu teknologi batubara bersih. IGCC merupakan istilah yang paling banyak digunakan untuk

(28)

Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (20 - 26) 22

Gambar 2. Tipe Reaktor Gasifikasi (sumber : R. Muller 1988)

menyatakan siklus kombinasi gasifikasi batubara terintegrasi. Namun demikian masih ada beberapa istilah yang digunakan yaitu ICGCC (Integrated Coal Gasification Combined

Cycle) dan CGCC (Coal Gasification Combined Cycle) yang pengertiannya sama dan selanjutnya

akan digunakan istilah IGCC. Komponen utama dalam riset IGCC adalah pengembangan teknik gasifikasi batubara. Gasifikasi batubara pada prinsipnya adalah suatu proses perubahan batubara menjadi gas yang mudah terbakar. Proses ini melalui beberapa proses kimia dalam reaktor gasifikasi (gasifier). Mula-mula batubara yang sudah diproses secara fisis diumpankan ke dalam reaktor dan akan mengalami proses pemanasan sampai temperatur reaksi serta mengalami proses pirolisa (menjadi bara api). Kecuali bahan pengotor, batubara bersama-sama dengan oksigen dikonversikan menjadi hidrogen, karbon monoksida, dan methana. Proses gasifikasi batubara berdasarkan sistem reaksinya dapat dibagi menjadi empat macam yaitu : fixed bed, fluidized bed, entrained flow dan molten iron bath (Gambar 2).

Dalam fixed bed, serbuk batubara yang berukuran antara 3 - 30 mm diumpankan dari atas reaktor dan akan menumpuk karena gaya beratnya. Uap dan udara (O2) dihembuskan dari bawah berlawanan dengan masukan serbuk batubara akan bereaksi membentuk gas. Reaktor tipe ini dalam prakteknya mempunyai beberapa modifikasi diantaranya adalah proses Lurgi, British Gas dan KILnGas. Sedangkan proses yang menggunakan prinsip fluidized bed adalah High-Temperature Winkler, Kellog Rust Westinghouse dan U-gas. Dalam fluidized bed gaya dorong dari uap dan O2 akan setimbang

dengan gaya gravitasi sehingga serbuk batubara dalam keadaan mengambang pada saat terjadi proses gasifikasi. Serbuk batubara yang digunakan lebih halus dan berukuran antara 1 - 5 mm. Dalam entrained flow serbuk batubara yang berukuran 0.1 mm dicampur dengan uap dan O2 sebelum diumpankan ke dalam reaktor. Proses ini telah digunakan untuk memproduksi gas sintetis dengan nama proses Koppers-Totzek. Proses yang sejenis kemudian muncul seperti proses PRENFLO, Shell, Texaco dan DOW. Proses molten iron bath merupakan

pengembangan dalam proses industri baja. Serbuk batubara diumpankan ke dalam reaktor bersama-sama dengan kapur dan O2. Kecuali proses molten iron bath semua proses telah digunakan untuk keperluan pembangkit listrik.

Saat ini teknologi IGCC sudah dikembangkan di seluruh dunia, seperti : Jepang, Belanda, Amerika Serikat dan Spanyol. Di samping proses gasifikasi yang terus mengalami perbaikan, gas turbin jenis baru juga terus dikembangkan. Temperatur masukan gas turbin yang tinggi akan dapat menaikkan efisiensi dan ini dapat dicapai dengan penggunaan material baru dan perbaikan sistem pendinginnya. Prinsip kerja dari IGCC ditunjukkan pada Gambar 3. IGCC merupakan

perpaduan teknologi gasifikasi batubara dan proses pembangkitan uap. Gas hasil gasifikasi batubara mengalami proses pembersihan sulfur dan nitrogen. Sulfur yang masih dalam bentuk H2S dan nitrogen dalam bentuk NH3 lebih mudah dibersihkan sebelum dibakar dari pada sudah dalam bentuk oksida dalam gas buang. Sedangkan abu dibersihkan dalam reaktor gasifikasi. Gas yang sudah bersih ini dibakar di

(29)

ruang bakar dan kemudian gas hasil pembakaran disalurkan ke dalam turbin gas untuk menggerakkan generator.

Gas buang dari turbin gas dimanfaatkan dengan menggunakan HRSG (Heat Recovery

Steam Generator) untuk membangkitkan uap.

Uap dari HRSG (setelah turbin gas) digabungkan dengan uap dari HRSG (setelah reaktor gasifikasi) digunakan untuk menggerakkan turbin uap yang akan menggerakkan generator.

Gambar 3. Prinsip Kerja Pembangkit Listrik IGCC(sumber : R. Muller, 1988)

II.2. Tinjauan dari Aspek Ekonomi dan Lingkungan

Secara ekonomi, pembangkit listrik IGCC saat ini mempunyai biaya investasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan PLTU batubara konvensional. Tetapi peneliti pada perusahaan gasifier Texaco memperkirakan bahwa biaya investasi pembangkit listrik IGCC dapat bersaing dengan PLTU batubara konvensional

karena faktor efisiensi. Untuk IGCC yang mempunyai unit lebih besar dari 400 MW dapat bersaing, sedangkan yang lebih kecil dari 200 MW akan lebih mahal bila dibandingkan dengan PLTU batubara konvensional. Faktor lain yang menjadi pertimbangan penggunaan teknologi IGCC adalah ramah terhadap lingkungan.

Kadar sulfur batubara Indonesia cukup rendah yaitu sekitar 0.1 % sampai dengan 1.0 %.

Tabel 1. Perbandingan Biaya PLTU Batubara Konvensional dan IGCC

(30)

Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (20 - 26) 24

Sedangkan kadar abu berkisar antara 1.2 % sampai dengan 15 %. Kadar sulfur dan abu ini sangat rendah bila dibandingkan dengan negara lain Akan tetapi penggunaan batubara yang meningkat pesat dan standar lingkungan hidup yang makin baik tetap membutuhkan teknologi batubara bersih. Standar tersebut mengacu

kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.KEP-13/MENLH/3/1995 dan khusus untuk PLTU batubara dirangkum pada Tabel 3.

Tabel 2. Baku Mutu Emisi PLTU Berbahan Bakar Batubara

(sumber : R. Muller, 1988)

Penggunaan teknologi PLTU batubara konvensional saat ini mempunyai kekurangan yaitu efisiensinya rendah yang berkisar antara 33 - 36 %[2]. Efisiensi ini dapat ditingkatkan

dengan membangun unit pembangkit yang lebih besar atau dengan menaikkan suhu dan tekanan dalam siklus panasnya. Cara ini mempunyai keterbatasan dan menambah tingkat kerumitan dalam pemilihan materialnya. Disamping itu tuntutan ramah lingkungan akan menambah biaya pembangkitan karena adanya penambahan peralatan seperti : SOX (desulfurisasi), de-NOX (denitrifikasi), dan penyaring debu (electrostatic precipitator). Pemasangan peralatan ini juga akan mengurangi efisiensi total pembangkit listrik. Teknologi IGCC ini mempunyai kelebihan yaitu dalam hal bahan bakar : tidak ada pembatas untuk tipe, ukuran, dan kandungan abu dari batubara yang

digunakan. Dalam hal lingkungan : emisi SO2, NOX, CO2 serta debu dapat dikurangi tanpa penambahan peralatan tambahan seperti de-SOX dan de-NOX dan juga limbah cair serta luas tanah yang dibutuhkan juga berkurang. Disamping itu pembangkit listrik IGCC mempunyai produk sampingan yang merupakan komoditi yang mempunyai nilai jual seperti : sulfur, asam sulfat dan gypsum. Efisiensi pembangkit listrik ICGG berkisar antara 38 - 45 % yang lebih tinggi 5 - 10 % dibandingkan PLTU batubara konvensional. Hal ini dimungkinkan dengan adanya proses gasifikasi sehingga energi yang terkandung dalam batubara dapat digunakan secara efektif dan digunakannya HRSG untuk membentuk suatu siklus kombinasi antara turbin gas dan turbin uap.

(31)

Gambar 4. Perbandingan Operasional PLTU Batubara Konvensional dengan IGCC (sumber : R. Muller, 1988)

Pada sistem IGCC, sekitar 95 - 99 % dari kandungan sulfur dalam batubara dapat dihilangkan sebelum pembakaran. NOX dapat dikurangi sebesar 70 - 93 % dan CO2 dapat dikurangi sebesar 20 - 35 % (emisinya berkisar antara 0.75-0.85 kg CO2/kWh) dibandingkan dengan PLTU batubara konvensional. Dengan tingkat emisi yang rendah maka dapat untuk mencegah terjadi hujan asam karena emisi polutan SO2 dan NOX serta mencegah terjadinya pemanasan global karena emisi CO2 (Yunus A. Cengel, 1998). Hal yang menarik dalam sistem IGCC adalah pembangunannya dapat dilakukan secara bertahap yaitu tahap pertama berupa pembangunan turbin gas dan perlengkapan pembangkit listrik, tahap kedua pembangunan sistem siklus kombinasi, dan tahap ketiga pembangunan unit gasifikasi. Pembangunan dua tahap yang pertama memerlukan biaya investasi yang relatif kecil dan sudah dapat menghasilkan tenaga listrik. Investasi yang besar hanya dibutuhkan pada saat pembangunan tahap ketiga dan dilaksanakan bila sudah dinilai ekonomis untuk mengganti bahan bakar dari gas alam dengan batubara. Disamping itu sistem IGCC didesain secara modular sehingga mudah untuk dikembangkan menjadi unit yang lebih besar kapasitasnya pada saat kebutuhan tenaga listrik sudah meningkat. Untuk Indonesia sekitar tahun 2015 PLTU

batubara konvensional yang digunakan saat ini sudah habis masa gunanya (life time) sehingga penggunaan pembangkit listrik IGCC merupakan teknologi alternatif yang patut dipertimbangkan.

III. Kesimpulan

Pemakaian tenaga listrik di Indonesia selama 20 tahun terakhir ini mengalami peningkatan yang cukup pesat yaitu 14.5 % per tahun dan dalam 25 tahun mendatang diperkirakan akan terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 7.8 % per tahun. Pangsa penggunaan batubara untuk pembangkit listrik terus meningkat pesat dari 21 % pada tahun 1996 menjadi 78 % pada tahun 2021. Pemakaian batubara dalam jumlah besar ini harus menerapkan teknologi batubara bersih, salah satunya yaitu IGCC, supaya dampak lingkungannya minimum karena setiap pembangkit tenaga sudah tentu mempunyai pengaruh terhadap lingkungannya terutama menyangkut polusi yang ditimbulkannya. Polusi dari pembangkit tenaga yang secara langsung mempengaruhi lingkungan yaitu hasil dari proses pembakaran (gas buang dan abu) dan panas buangan serta suara. Gas buang dapat mengandung H2O, N2, O2, NO, NO2, CO2, CO,

SO2, SO3, abu, logam-logam berat, dan lain

(32)

Jurnal Teknik Elektro ENSIKOM Vol. 3, No. 1 – JUNI 2005 (20 - 26) 26

lainnya dapat memberikan pengaruh negatif terhadap lingkungan (Challilullah R., 1997). Pembangkit listrik IGCC mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan PLTU konvensional dengan tambahan SOX dan de-NOX dalam hal dampak lingkungan. Bagi Indonesia pembangkit listrik IGCC merupakan teknologi alternatif yang patut dipertimbangkan untuk menggantikan PLTU batubara konvensional yang akan habis masa gunanya.

Daftar Pustaka

Agus Sugiyono “Teknologi Daur Kombinasi Gasifikasi Batubara Terintegrasi”, Peneliti Bidang Energi-BPPT,1995.

BPPT-KFA, Technology Assessment for Energy Related CO2 Reduction Strategies for

Indonesia, Final report, July 1995.

Chalilullah Rangkuti, Dr.Ir.MSc, “Siklus Kombinasi Pembangkit Tenaga Turbin Gas dan Uap”, Edisi pertama Juli 1997, USU Press, Medan.

Departemen Pertambangan dan Energi, Repelita

V Sektor Pertambangan dan Energi, 1

April 1989.

Nengah Sudja Dr. Ing, “Prospek Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pembangkit Tenaga” R. Muller and U. Schiffers, Pressurized Coal

Gasification for the Combined-Cycle

Process, VGB Kraftwerkstechnik 68,

Number 10, 1988

Yunus A.Cengel, Dr, Michael A.Boles, Dr, “Thermodynamics An Engineering

Approach” Third Edition, Mc-Graw

Gambar

Gambar 2. Komputer digital untuk kebutuhan akuisisi data
Gambar 4. Sistem Kanal Banyak Dengan Cara Ketiga
Gambar 6. Sistem Akuisisi Data Pada Saluran Komunikasi Analog
Gambar 3 Kemasan IC Thru Hole dan Surface  Mount
+7

Referensi

Dokumen terkait

Madrasah Diniyah Salawiyah belum mempunyai perpustakaan secara permanen, pada saat ini perpustakaan yang dimiliki masih menjadi satu dengan ruang ustad dan juga

57 Pada penelitian ini penulis akan menggali data dari informan yang terlibat mengenai penyebab terjadinya perceraian di kalangan Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Desa

Abses intraskrotal paling sering muncul dari epididimitis bakteri, tetapi juga mungkin terkait dengan infeksi dari epididimitis TB, selain itu dapat timbul dari abses testis yang

Metode perbaikan tanah apakah yang digunakan untuk tanah dasar agar dapat menghilangkan settlement yang besar yang diprediksi akan terjadi serta dapat meningkatkan

Pengumpulan, analisis &amp; diseminasi/komunikasi data kesehatan (data penyakit) dan data keselamatan (data kecelakaan) spesifik untuk populasi pekerja berisiko dengan

 Menara dengan aliran yang berlawanan arah : udara dihisap melalui air yang jatuh dan oleh karena itu bahan pengisi terletak dibagian dalam menara, walaupun

Jawablah 10 soal dengan memilih A, B, C, D dan E sesuai dengan pendapat saudara di lembar  Jawablah 10 soal dengan memilih A, B, C, D dan E sesuai dengan pendapat saudara di

Beredar sebuah tautan berita dari garudacitizen.com (04/02/2017), berjudul &#34;6 Orang Indonesia Diduga Terlibat Sumber Dana ISIS, Din Syamsudin?&#34;.. Diinformasikan bahwa