• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu keberhasilan terbesar kebijakan kesehatan masyarakat adalah peningkatan harapan hidup. Di tahun 2025 akan terdapat sekitar 1.2 milyar penduduk dunia berusia 60 tahun ke atas, yang akan menjadi 2 milyar di tahun 2050; 80% tinggal di negara-negara berkembang1. Indonesia yang berpenduduk 231.4 juta jiwa juga akan mengalami pe-ningkatan penduduk lanjut usia. Jumlahnya pada tahun 2010 diperkirakan 18,575,000 jiwa,2 sekitar 7% dari jumlah seluruh penduduk. Proporsi populasi lanjut usia tersebut akan terus meningkat mencapai 11.34% di tahun 2020.3

Salah satu masalah kesehatan utama di kalangan lanjut usia adalah kemunduran

Alamat korespondensi email: budi.rw@gmail.com

Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi

Kognitif Lanjut Usia di Jakarta

Budi Riyanto Wreksoatmodjo

Bagian Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atmajaya, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK

Peningkatan harapan hidup manusia akan menambah populasi lanjut usia diikuti dengan peningkatan masalah, antara lain penurunan fungsi kognitif. Salah satu faktor risiko penurunan fungsi kognitif ialah social engagement yang dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal. Penelitian dilakukan menggunakan metode cross sectional di kelurahan Jelambar dan Jelambar Baru, Jakarta atas 286 lanjut usia yang tinggal di keluarga dan di panti werdha menunjukkan adanya pengaruh social engagement terhadap fungsi kognitif lanjut usia, terutama di kalangan panti werdha. Social engagement buruk berhubungan dengan gangguan fungsi kognitif, social engagement buruk berhubungan dengan fungsi kognitif yang lebih rendah. Komponen social engagement yang paling berperan terhadap fungsi kognitif para lanjut usia adalah aktivitas di masyarakat dan keanggotaan di kelompok masyarakat lain (selain posyandu).

Kata kunci: social engagement, fungsi kognitif, lanjut usia, keluarga, panti werdha

ABSTRACT

The improvement of life expectancy has increased old-age population in the world. This condition will increase the problems among elderly, among others is cognitive decline. One of the risk factors for cognitive decline is social engagement that can be infl uenced by living environment. This research was done with cross sectional method in kelurahan Jelambar and Jelambar Baru on 286 respondents living in family and institution. Social disengagement was associated with lower cognitive function The most important components of social engagement are to become a member of social/community society and to be active in the community. Budi Riyanto Wreksoatmodjo. The Infl uence of

Social Engagement on Cognitive Function among Elderly in Jakarta.

Key words: social engagement, cognitive function, elderly, family, institution

fungsi kognitif. Di samping faktor individu, faktor lingkungan diduga ikut memengaruhi risiko kemunduran fungsi kognitif, seperti hubungan/keterlibatan sosial (social engagement)4-6 dan aktivitas, baik aktivitas fi sik7,8 maupun aktivitas kognitif.9-11 Salah satu faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi fungsi kognitif ialah peranan keterlibatan sosial (social engagement).4,16,17 Mengingat Indonesia mempunyai pola hubungan keluarga yang mungkin berbeda dengan yang ada di negara lain, perlu diketahui apakah keterlibatan sosial (social engagement) berpengaruh terhadap fungsi kognitif para lanjut usia di Indonesia.

METODOLOGI PENELITIAN

Desain

Desain penelitian ini bersifat cross sectional. Lokasi Penelitian

Kelurahan Jelambar dan Jelambar Baru, Jakarta Barat.

Populasi penelitian

Populasi target penelitian ini ialah populasi lanjut usia di Jakarta. Populasi eligible merupakan populasi para lanjut usia yang telah tinggal di lingkungannya masing-masing, baik di keluarga maupun di panti werdha di wilayah kelurahan Jelambar dan kelurahan Jelambar Baru, selama sedikitnya 1 tahun. Populasi lanjut usia di keluarga diambil dari daftar lanjut usia yang ada di Posyandu Lanjut Usia Puskesmas, sedangkan populasi lanjut usia di panti diambil dari daftar penghuni masing-masing panti.

*) Catatan kaki: Laporan ini merupakan bagian dari disertasi: Budi Riyanto Wreksoatmodjo. Pengaruh Social Engagement terhadap Fungsi Kognitif Lanjut Usia di Jakarta,

(2)

Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria Inklusi

- Laki-laki atau perempuan ≥ 60 tahun saat penelitian dimulai.

- Telah tinggal di lingkungannya selama sedikitnya 1 tahun

- Bersedia mengikuti penelitian ini. Kriteria Eksklusi

Menderita gangguan jiwa psikosis; gangguan fungsi luhur seperti afasia, apraksia; riwayat gangguan peredaran darah otak (stroke). Mereka yang diketahui telah menderita atau didiagnosis demensia.18

Besar Sampel

Jumlah sampel minimal pada satu kelompok adalah 118, karena pada penelitian ini ada dua kelompok maka sampel menjadi 236. Selanjutnya untuk mengantisipasi ketidak lengkapan data, ditambah dengan 10% = 236 + 24 = 260 responden.

Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui: 1) Kuesioner informasi umum. 2) Kuesioner indeks social disengagement dan aktivitas fi sik dan aktivitas kognitif. 3) Kuesioner Mini Mental State Examination (MMSE). Pengumpulan data oleh petugas yang telah dilatih dan tersertifi kasi AAzI (Asosiasi Alzheimer Indonesia).

DEFINISI

Social engagement: Terpeliharanya beragam hubungan sosial dan keikutsertaan (partisipasi) dalam kegiatan sosial.4

Pada penelitian ini dinilai menurut indeks social disengagement.4 Penilaian social engagement terbagi atas dua komponen, yaitu komponen jaringan sosial dan aktivitas sosial. Penilaian aktivitas sosial berdasarkan frekuensi kunjungan ke tempat ibadah, keanggotaan kelompok masyarakat dan aktivitasnya dalam lingkungan, sedangkan jaringan sosial dinilai dari adanya pasangan hidup, frekuensi kontak baik langsung (tatap muka) maupun tak langsung (melalui sarana komunikasi surat, telpon, SMS). Social engagement dinilai baik jika nilai indeks keseluruhan (GAB) 3 – 4, dinilai buruk jika nilainya 1 –2.

Fungsi kognitif: Kemampuan mengenal atau mengetahui mengenai benda atau keadaan atau situasi, yang dikaitkan dengan

pengalaman pembelajaran dan kapasitas inteligensi seseorang. Termasuk fungsi kognisi ialah: memori/daya ingat, konsentrasi/ perhatian, orientasi, kemampuan berbahasa, berhitung, visuospasial, fungsi eksekutif, abstraksi dan taraf inteligensi.19

Pada penelitian ini dinilai menggunakan MMSE (Mini Mental State Examination),20,21 didasarkan atas nilai potong yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan responden.22 Dinilai baik jika nilainya: ≥ 13 jika tidak sekolah, jika tidak tamat SD ≥19, tamat SD ≥ 23, tamat SLP ≥ 25, tamat SLA ke atas ≥ 26. Dinilai buruk jika nilainya: < 13 jika tidak sekolah, tidak tamat SD < 19, tamat SD < 23, tamat SLP < 25 dan jika tamat SLA ke atas < 26.

HASIL

Jumlah reponden yang memenuhi syarat dan datanya lengkap pada penelitian ini sejumlah 286 orang; berasal dari 5 posyandu lanjut usia dan 2 panti werdha yang ada di wilayah tersebut.

Karakteristik Responden yang Dianalisis dalam Penelitian

Mayoritas responden adalah perempuan 74.5%. Sebagian besar responden berusia 60–70 tahun yaitu 62.9%. Rata-rata usia responden adalah 69.43 tahun. Kebanyakan responden tidak bekerja (78.3%). Mayoritas responden tingkat pendidikan tinggi (57.7%). Responden yang tinggal di keluarga 73.4% dan yang tinggal di panti werdha 26.6%. Hampir separuh responden pernah menikah (48.3%), 45.5% lainnya masih hidup bersama pasangannya serta 6.3% tidak menikah (Tabel 1). Sejumlah 29.4% memiliki riwayat hipertensi, 12.6% memiliki riwayat diabetes melitus (Tabel 2). Lebih dari separuh responden berstatus gizi normal (55.2%). Sejumlah 59.8% responden mempunyai aktivitas fi sik kurang, 51% responden aktivitas kognitifnya kurang (Tabel 3).

Tabel 1 Karakteristik Demografi Responden

Karakteristik Demografi N % Jenis kelamin Laki-laki 73 25.5 Perempuan 213 74.5 Usia 60–70 tahun 180 62.9 Karakteristik Demografi N % >70 tahun 106 37.1 71–80 tahun 102 35.7 > 80 tahun 4 1.4 Pekerjaan Tidak bekerja 224 78.3 Bekerja 62 21.7 Bekerja di luar rumah 25 8.7 Bekerja di dalam rumah 37 12.9

Pendidikan Rendah 121 42.3 Tidak sekolah 44 15.4 Tak tamat SD 27 9.4 Tamat SD 50 17.5 Tinggi 165 57.7 Tamat SLTP 64 22.4 Tamat SLTA > 101 35.3 Tempat Tinggal Panti 76 26.6 Masyarakat 210 73.4 Status Marital Tidak menikah 18 6.3 Pernah menikah 138 48.3 Menikah 130 45.5

Tabel 2 Karakteristik Riwayat Kesehatan Responden

Karakteristik Riwayat Kesehatan n % Hipertensi Ya 84 29.4 Tidak 202 70.6 Diabetes mellitus Ya 36 12.6 Tidak 250 87.4 Status Gizi Underweight (IMT <18.50) 38 13.3 Normal IMT (18.50-24.99) 158 55.2 Overweight (IMT ≥25.00) 90 31.5

Tabel 3 Aktivitas Fisik dan Aktivitas Kognitif Responden

Karakteristik

Aktivitas Fisik dan Kognitif N %

Aktivitas Fisik Kurang 171 59.8 Baik 115 40.2 Aktivitas Kognitif Kurang 146 51.0 Baik 140 49.0

(3)

Fungsi Kognitif

Fungsi kognitif buruk di kelompok tidak sekolah 40.9%, di kelompok tak tamat SD 33.3%, di kelompok tamat SD 40%, di kelompok tamat SLP 50% dan di kelompok tamat SLA atau lebih 28.7% (Tabel 4). Secara keseluruhan, 37.8% responden mempunyai fungsi kognitif buruk (Tabel 5).

Tabel 4 Fungsi Kognitif Responden Menurut Tingkat

Pendidikan

Fungsi kognitif N %

Tidak sekolah

buruk (Skor MMSE <13) 18 40.9 baik (Skor MMSE > 13) 26 59.1 Tak tamat SD

buruk (Skor MMSE <19) 9 33.3 baik (Skor MMSE > 19) 18 66.7 Tamat SD

buruk (Skor MMSE <23) 20 40.0 baik (Skor MMSE > 23) 30 60.0 Tamat SLP

buruk (Skor MMSE <25) 32 50.0 baik (Skor MMSE > 25) 32 50.0 Tamat SLA >

buruk (Skor MMSE <26) 29 28.7 baik (Skor MMSE > 26) 72 71.3

Tabel 5 Fungsi Kognitif Responden

Fungsi kognitif N %

Buruk 108 37.8

Baik 178 62.2

Social Engagement

1. Jaringan Sosial

Mayoritas responden yaitu 54.4% tidak memiliki pasangan hidup. Frekuensi kontak dengan keluarga dan teman/sahabat secara personal atau temu muka/fi sik (kontak in person) mayoritas baik yaitu 73.8%, sedangkan frekuensi kontak dengan keluarga dan teman/sahabat tak langsung melalui surat atau sarana komunikasi lain (kontak in media) mayoritas buruk yaitu sebesar 87.8%. Jaringan sosial dinilai dari kombinasi tiga variabel tersebut, didapatkan 58.1% responden dinilai mempunyai jaringan sosial buruk.

Tabel 6 Jaringan Sosial Responden

Variabel n %

Pasangan hidup (skala PH)

Tidak ada (skor =0) 156 54.5 Ada (skor=1) 130 45.5

Kontak in person (skalaVIS)

Buruk (skor =0) 75 26.2 Baik (skor=1) 211 73.8

Kontak in media (skalaNVIS)

Buruk (skor =0) 251 87.8 Baik (skor=1) 35 12.2

Jaringan sosial (skala JSOS)

Buruk (jumlah skor 0-1) 166 58.1 Baik (jumlah skor 2-3) 120 41.9

2. Aktivitas Sosial

Mayoritas responden berkunjung ke tempat ibadah sedikitnya seminggu sekali (80.4%) dan masih terlibat dalam kegiatan di kelompok lain seperti pengajian atau arisan di lingkungan masing-masing (60.5%). Responden yang masih terlibat dalam kegiatan di luar rumah yang dinilai dari frekuensi ke luar rumah, melancong, berbelanja, menonton pertunjukan di bioskop atau pertandingan olahraga, dan aktivitas di lingkungan masyarakat lebih sedikit yaitu 13.6%. Aktivitas sosial dinilai dari kombinasi tiga variabel tersebut. Sebanyak 61.5% masih mempunyai aktivitas sosial baik, lebih besar dibandingkan dengan responden dengan jaringan sosial baik yaitu sebesar 41.9%.

Tabel 7 Aktivitas Sosial Responden

Variabel n %

Kunjungan ke tempat ibadah (skala TIB)

Buruk (skor =0) 56 19.6 Baik (skor=1) 230 80.4

Kegiatan di masyarakat (skala MAS)

Buruk (skor =0) 247 86.4 Baik (skor=1) 13.6

Keanggotaan di kelompok lain (skala KEL)

Buruk (skor =0) 113 39.5 Baik (skor=1) 173 60.5

Aktivitas Sosial (skala ASOS)

Buruk (skor 0-1) 110 38.5 Baik (skor 2-3) 176 61.5

3. Social Engagement

Nilai social engagement merupakan nilai gabungan dari skor jaringan sosial dan skor aktivitas sosial. Lanjut usia yang memiliki social engagement buruk 35.7%.

Tabel 8 Social Engagement

Social Engagement n (%) Sangat buruk (1) 23 (8.0) Buruk (2) 79 (27.6) Baik (3) 149 (52.1) Sangat baik (4) 35 (12.2) Total 286 (100.0)

Buruk (sangat buruk dan buruk) 102 (35.7) Baik (baik dan sangat baik) 184 (64.3)

Total 286 (100.)

4. Distribusi Social Engagement

Social engagement buruk lebih banyak dijumpai di kelompok perempuan (76.5%), pada usia 61–70 tahun (58.8%), tidak bekerja (80.4%), berpendidikan rendah (67.2%), pernah menikah (66,7%) dan tinggal di panti (66.7%) (Tabel 9) dengan perbedaan proporsi yang bermakna dalam hal pendidikan, status marital dan tempattinggal (Tabel 10). Di kalangan social engagement buruk lebih banyak yang tidak hipertensi, tidak diabetes melitus dan underweight. Di kalangan social engagement buruk lebih banyak yang aktivitas fi siknya buruk dan aktivitas kognitifnya buruk (Tabel 11).

Tabel 9 Distribusi Social Engagement berdasarkan

Demografi Karakteristik Demografi Social engagement .p Buruk Baik N=102 (100%) N=184 (100%) Jenis kelamin Laki-laki 24 (23.5) 49 (26.6) Perempuan 78 (76.5) 135 (73.4) 0.664 Usia 61–70 tahun 60 (58.8) 120 (65.2) >70 tahun 42 (41.2) 64 (34.8) 0.345 Pekerjaan Tidak bekerja 82 (80.4) 142 (77.2) Bekerja 20 (19.6) 42 (22.8) 0.629 Pendidikan Rendah 64 (67.2) 57 (31.0) Tinggi 38 (37.3) 127 (69.0) <0.0001

(4)

lain (KEL). Hubungan komponen jaringan sosial dan komponen aktivitas sosial dengan fungsi kognitif dapat dilihat pada Tabel 13. Dari komponen jaringan sosial, yang berpengaruh terhadap fungsi kognitif adalah kontak in person (VIS) dan kontak in media (NVIS), sedangkan pasangan hidup (PH) tidak berpengaruh. Para lanjut usia dengan kontak in person kurang 1.934 (1.463–5.557) kali lebih berisiko mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan para lanjut usia dengan kontak in person baik. Para lanjut usia dengan kontak in media kurang, 2.012 (1.020–3.969) kali lebih berisiko mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan para lanjut usia dengan kontak in media baik.

Karakteristik Demografi Social engagement .p Buruk Baik N=102 (100%) N=184 (100%) Status Marital Tidak menikah 14 (13.7) 4 (2.2) Pernah menikah 68 (66.7) 70 (38.0) Menikah 20 (19.6) 110 (59.8) <0.0001 Tempat Tinggal Panti 68 (66.7) 8 (4.3) Keluarga 34 (33.3) 176 (95.7) <0.0001

Tabel 10 Distribusi Social Engagement berdasarkan Riwayat

Kesehatan Karakteristik Riwayat Kesehatan Social engagement .p Buruk Baik N=102 (100%) N=184 (100%) Hipertensi Ya 27 (26.5) 57 (31.0) Tidak 75 (73.5) 127 (69.0) 0.505 Diabetes melitus Ya 10 (9.8) 26 (14.1) Tidak 92 (90.2) 158 (85.9) 0.384 Status Gizi Underweight (IMT <18.50) 21 (20.6) 17 (9.2) Normal IMT (18.50 –24.99) 25 (24.5) 65 (35.3) Overweight (IMT ≥25.00) 56 (54.9) 102 (55.4) 0.012

Tabel 11 Distribusi Social Engagement berdasarkan Aktivitas

Fisik dan Kognitif

Karakteristik Aktivitas Fisik dan Kognitif Social engagement .p Buruk Baik N=102 (100%) N=184 (100%) Aktivitas Fisik Kurang 77 (75.5) 94 (51.1) Baik 25 (24.5) 90 (48.9) <0.0001 Aktivitas Kognitif Kurang 78 (76.5) 68 (37.0) Baik 24 (23.5) 116 (63.0) <0.0001

Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif

Social engagement terdiri dari komponen jaringan sosial dengan aktivitas sosial. Hubungan jaringan sosial dan aktivitas sosial dengan fungsi kognitif dapat dilihat pada Tabel 12.

Para lanjut usia yang jaringan sosialnya kurang mempunyai risiko 1.508 (1.087–2.092) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang jaringan sosialnya baik. Demikian juga para lanjut usia yang aktivitas sosialnya kurang mempunyai risiko 1.788 (1.334–2.398) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan dengan mereka yang aktivitas sosialnya baik.

Jaringan sosial terdiri komponen kontak in person (VIS), kontak in media (NVIS) dan pasangan hidup (PH), sedangkan aktivitas sosial terdiri dari komponen kegiatan di luar rumah (MAS), frekuensi kunjungan ke tempat ibadah (TIB) dan keanggotaan di kelompok

Tabel 12 Hubungan Jaringan Sosial dan Aktivitas Sosial dengan Fungsi Kognitif

Social engagement Fungsi Kognitif PRR .p

Buruk Baik Total

Jaringan Sosial Kurang 73 (44.0) 93 (56.0) 166 (100) 1.508 (1.087–2.092) 0.013 Baik 35 (29.2) 85 (70.8) 120 (100) 1.000 Aktivitas Sosial Kurang 57 (51.8) 53 (48.2) 110 (100) 1.788 (1.334–2.398) <0.0001 Baik 51 (29.0) 125 (71.0) 176 (100) 1.000

Tabel 13 Hubungan Komponen Jaringan Sosial dan Aktivitas Sosial dengan Fungsi Kognitif

Social engagement Fungsi Kognitif PRR .p

Kurang Baik Total

JARINGAN SOSIAL Kontak in person (VIS)

Kurang 44 (58.7) 31 (41.3) 75 (100.0) 1.934 (1.463–5.557) <0.0001 Baik 64 (30.3) 147 (69.7) 211 (100.0) 1.000

Kontak in media (NVIS)

Kurang 101 (40.2) 150 (59.8) 251 (100) 2.012 (1.020–3.969) 0.033 Baik 7 (20.0) 28 (80.0) 35 (100) 1.000 Pasangan Hidup (PH) Tidak ada 65 (41.7) 91 (58.3) 156 (100.0) 1.260 (0.927–1.712) 0.171 Ada 43 (33.1) 87 (66.9) 130 (100.0) 1.000 AKTIVITAS SOSIAL Aktivitas di Masyarakat (MAS)

Kurang 99 (40.1) 148 (59.9) 247 (100.0) 1.737 (0.960–3.142) 0.063 Baik 9 (23.1) 30 (76.9) 39 (100.0) 1.000

Kunjungan ke tempat ibadah (TIB)

<1 kali/minggu 32 (57.1) 24 (42.9) 56 (100.0) 1.729 (1.488–4.905) 0.001 ≥1 kali/minggu 76 (33.0) 154 (67.0) 230 (100.0) 1.000

Keanggotaan/Partisipasi di kelompok selain posyandu (KEL)

Tidak 58 (51.3) 55 (48.7) 113 (100.0) 1.776 (1.323–2.385) <0.0001 Ya 50 (28.9) 123 (71.1) 173 (100.0) 1.000

Tabel 14 Hubungan Social Engagement dengan Fungsi Kognitif

Social engagement Fungsi Kognitif PRR .p

Kurang Baik

Buruk 58 (56.9) 44 (43.1) 2.093 (1.565–2.799) <0.0001 Baik 50 (27.2) 134 (72.8) 1.000

(5)

Dari komponen aktivitas sosial, yang berpengaruh adalah frekuensi kunjungan ke tempat ibadah (TIB) dan keanggotaan di kelompok lain (KEL) seperti kelompok pengajian dan kelompok arisan. Para lanjut usia dengan kunjungan ke tempat ibadah < 1 kali/minggu 1.729 (1.488–4.905) kali lebih berisiko dibandingkan dengan para lanjut usia dengan kunjungan ke tempat ibadah ≥ 1 kali/ minggu. Para lanjut usia yang tidak menjadi anggota di kelompok masyarakat lain selain posyandu 1.776 (1.323–2.385) lebih berisiko mempunyai fungsi kognitif buruk

Hubungan social engagement dengan fungsi kognitif pada penelitian ini dilihat dari nilai PRR menggunakan analisis Cox Regression yang ditunjukkan pada Tabel 14.

Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak 56.9% (58 orang) lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki fungsi kognitif buruk. Sedangkan di antara lanjut usia dengan social engagement baik sebanyak 27.2% (50 orang) memiliki fungsi kognitif buruk. Uji statistik menggunakan analisis Cox Regression menunjukkan ada hubungan bermakna antara social engagement dengan fungsi kognitif (nilai p < 0.0001). Lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki risiko 2.093 (1.565–2.799) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan lanjut usia dengan social engagement baik.

PEMBAHASAN

Social engagement diartikan sebagai kemampuan memelihara hubungan sosial (jaringan sosial) dan berpartisipasi dalam kegiatan sosial (aktivitas sosial).4 Jaringan sosial (social network) dinilai dari struktur dan kualitas hubungan interpersonal, sedangkan aktivitas sosial dicirikan dari partisipasi dalam aktivitas masyarakat yang bermakna dan produktif.

Social engagement mempunyai komponen jaringan sosial, yaitu kemampuan memelihara luasnya hubungan sosial dan aktivitas sosial, yaitu tingkat partisipasi dalam kegiatan di masyarakat4. Lebih banyak mempunyai jaringan sosial dan lebih banyak aktivitas sosial diasosiasikan dengan lebih lambatnya penurunan kognitif17 dan mereka yang menerima dukungan emosional mempunyai fungsi kognitif lebih baik.23

Pada penelitian ini lanjut usia dengan social engagement buruk memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mendapatkan fungsi kognitif buruk (HR 2.09; 95%IK: 1.57–2.80) (Tabel 14). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian epidemiologis yang sebagian besar menunjukkan bahwa social engagement merupakan faktor protektif terhadap penurunan fungsi kognitif25,26 meskipun ada juga yang tidak menemukan hubungan antara dukungan sosial dengan risiko penurunan fungsi kognitif.27 Social engagement dianggap dapat memelihara fungsi kognitif17,23 melalui mekanisme scaff olding – berupa pengaktifan jaringan tambahan sehingga jaringan otak menjadi lebih efi sien; makin banyak jaringan tambahan yang tersedia, akan makin efi sien mekanisme kompensatorik tadi, dan stimulasi lingkungan telah terbukti bisa menambah tersedianya jaringan tambahan tersebut.24 Social engagement melibatkan fungsi kognisi sosial. Kognisi sosial didukung oleh jaringan ekstensif yang melibatkan sistim limbik dan area asosiasi kortikal maupun subkortikal.28,29 Daerah-daerah tersebut juga mendukung memori episodik, memori semantik dan fungsi kognitif lainnya. Sistem ini memungkinkan terbentuknya representasi simbolik atas karakteristik self-non self, pikiran dan perasaan, dan aspek lain lingkungan sosial, dan memberikan kemampuan melihat diri sendiri dari sudut pandang orang lain (theory of mind).30

Pentingnya interaksi hubungan sosial telah lama diketahui; meskipun demikian tidak semua individu berkemampuan sama dalam hal membangun dan mempertahankan persahabatan dan ikatan sosial. Beberapa gangguan neurodevelopmental sebagian dicirikan dari ketidakmampuan membangun ikatan sosial seperti pada autism, fragile X syndrome dan skizofrenia; orang dengan diagnosis tersebut mempunyai defi sit kognisi sosial.29 Pengaruhnya terutama pada fungsi semantic memory, dibandingkan dengan fungsi episodic memory, working memory, perceptual speed, visuospatial ability.

Lesi otak fokal termasuk stroke dapat menghambat aspek tingkah laku sosial sementara aspek kognitif lainnya relatif intak. Penyakit neurodegeneratif termasuk Parkinson, demensia frontotemporal dan

Alzheimer diketahui dikaitkan dengan gangguan aspek tingkah laku sosial. Oleh karena itu mungkin saja aspek proses kognitif yang membangun dan mempertahankan jaringan sosial juga dapat berlaku sebagai cadangan terhadap risiko gangguan kognitif akibat adanya akumulasi patologi jaringan otak, atau dengan mengkompensasi efek degenerasi sistem kognitif nonsosial.30 Rekrutmen area otak alternatif sebagai respon terhadap kerusakan akibat penuaan dan degenerasi telah banyak tercatat dalam studi pencitraan. Misalnya, penuaan diasosiasikan dengan peningkatan area otak yang pada orang muda tidak aktif.31 Pola ini dianggap menggambarkan kompensasi terhadap kerusakan yang berhubungan dengan penuaan melalui jaringan neural alternatif.32 Lanjut usia penderita Alzhemier ringan juga mengaktifkan area otak tambahan pada tingkat aktivitas kognitif yang sama dengan mereka yang sehat. Pengamatan bahwa aktivasi jaringan alternatif, bukannya menyiagakannya terus menerus dapat menerangkan mengapa tidak ada efek utama jaringan sosial terhadap fungsi kognitif, tetapi bisa nyata jika patologi otak bertambah.33 Tingkat jaringan sosial mengubah sifat kaitan antara beberapa parameter Alzheimer dengan tingkat fungsi kognitif, terutama pada efeknya terhadap pengurangan jumlah neurofi brillary tangles; efek ini menetap setelah dikontrol dengan faktor yang berpotensi confounding. Pengaruhnya nyata pada semua aspek kognitif, tetapi terutama pada memori semantik yang merupakan simpanan pengetahuan mengenai dunia sekitar dan terlibat secara mendasar pada fungsi kognitif yang unik pada manusia seperti berbahasa.30 Selain itu juga terlihat bahwa meskipun orang dengan jaringan sosial yang lebih luas lebih mungkin terlibat lebih aktif dalam aktivitas sosial, kognitif dan fi sik, yang semuanya dikaitkan dengan menurunkan risiko gangguan kognitif dan demensia, pengaruh jaringan sosial masih menetap setelah faktor-faktor tersebut dikontrol.30

Mekanisme pengaruh jaringan sosial terhadap fungsi kognitif masih belum dapat ditentukan - apakah berasal dari struktur hubungan sosial (besar, frekuensi) atau dari persepsinya (kepuasan, kesan) terhadap hubungan sosial yang ada.16 Pengaruh aktivitas sosial

(6)

ini didukung oleh fenomena biologis; pada percobaan binatang, mereka yang tinggal di lingkungan yang lebih ‘kaya’, dibandingkan dengan yang tinggal terisolasi, lebih sedikit penurunan kognitifnya,34 mengandung lebih sedikit amiloid di otak,35 lebih banyak jaringan kapiler korteksnya36 dan juga lebih aktif neurogenesisnya.24

Peranan aktivitas sosial di masyarakat ataupun keanggotaan di kelompok masyarakat telah lama dibahas dalam memelihara kesehatan secara umum dan khususnya fungsi kognitif. Tetapi penelitian-penelitian di masyarakat belum semuanya memperoleh simpulan yang jelas mengenai pengaruh jaringan dan aktivitas sosial terhadap fungsi kognitif, sebagian menyatakan bermanfaat,4,37-39 ada juga yang masih meragukan.40

Aktivitas sosial yang ekstensif mempunyai efek proteksi terhadap risiko berkembangnya demensia4,6,44; penemuan ini diperkuat dengan studi laboratorium: tikus yang hidup di lingkungan kompleks lebih cekatan dibandingkan dengan yang hidup di lingkungan sederhana. Aktivitas sosial juga bisa menguntungkan melalui lingkungan yang merangsang fungsi kognitif.23,26,45,46 Sebuah penelitian kohort Honolulu-Aging Study menghubungkan penurunan aktivitas dari usia pertengahan ke usia lanjut dengan peningkatan risiko demensia meskipun masih mungkin bahwa penurunan aktivitas tersebut justru merupakan tanda dini demensia.46 Penelitian di kalangan perempuan

mendapatkan hasil serupa, yaitu aktivitas sosial memperlambat penurunan fungsi kognitif.37 Ada beberapa alasan mengapa aktivitas sosial dalam bentuk apapun berhubungan dengan fungsi kognitif di usia lanjut; di antaranya bahwa aktivitas tersebut juga memperbaiki kondisi kesehatan umum, mengurangi depresi dan menumbuhkan kebiasaan hidup sehat.47 Tanpa memperhitungkan efeknya terhadap fungsi kognitif, menghindari isolasi sosial dan mempertahankan berbagai jenis aktivitas sosial dapat bersifat protektif terhadap gangguan kognitif dan demensia di kemudian hari; meskipun demikian, kemungkinan sebaliknya bahwa gangguan kognitif menyebabkan penurunan aktivitas sosial juga harus dipertimbangkan mengingat neuropatologi seluler sudah terlihat berpuluh tahun sebelum gejala muncul.41

Bassuk et al.(1999) menemukan hubungan antara social disengagement dan penurunan fungsi kognitif pada lanjut usia yang tinggal di keluarga. Pada pengamatan tahun ketiga didapatkan OR 2.24 (1.40–3.58), pengamatan tahun keenam OR 1.91 (1.14–3.18), dan tahun kedua belas OR 2.37 (1.07–4.88) di kalangan lanjut usia tinggal di keluarga yang tidak memiliki ikatan sosial dibandingkan dengan yang memiliki lima atau enam hubungan sosial, setelah disesuaikan oleh variabel usia, kinerja awal kognitif, jenis kelamin, etnis, pendidikan, pendapatan, tipe rumah, cacat fi sik, profi l kardiovaskular, penurunan sensorik, gejala depresi, merokok, penggunaan alkohol, dan tingkat aktivitas fi sik.4

Fratiglioni et al. (2000) menemukan bahwa jaringan sosial yang luas merupakan faktor protektif demensia. Lanjut usia yang hidup sendiri dan tidak memiliki ikatan sosial yang dekat memiliki risiko 1.5 (1.0–2.1; 1.0–2.4) kali lebih besar untuk menjadi demensia. Lanjut usia tidak menikah dan tinggal sendirian memiliki risiko 1.9 (1.2–3.1) kali lebih besar untuk demensia dibandingkan dengan lanjut usia menikah dan tinggal bersama orang lain. Jika semua komponen jaringan sosial digabung dalam indeks ditemukan bahwa jaringan sosial buruk meningkatkan risiko demensia sebesar 60%.6 Kontak jaringan sosial yang jarang tidak meningkatkan risiko demensia apabila berkualitas. Yeh & Liu (2003) di Taiwan menunjukkan bahwa fungsi kognitif yang baik di komunitas lanjut usia berasosiasi dengan dukungan sosial khususnya status marital dan dukungan positif dari teman.26 Tetapi Ho et al. (2001) tidak menemukan hubungan antara dukungan sosial dengan risiko penurunan fungsi kognitif baik di kalangan laki-laki maupun di kalangan perempuan.27

Glei et al. (2005) meneliti perubahan fungsi kognitif berkaitan dengan partisipasi kegiatan sosial dan jaringan sosial pada lanjut usia di Taiwan, didapatkan lanjut usia yang berpartisipasi dalam satu atau dua kegiatan sosial 13% lebih kecil risikonya untuk “failed cognitive task” dibandingkan dengan mereka yang tidak ikut serta dalam aktivitas sosial, dan lanjut usia yang berpartisipasi dalam tiga atau lebih kegiatan sosial 33% lebih kecil risikonya

Tabel 15 Beberapa Penelitian di Masyarakat Mengenai Hubungan Social-Engagement dengan Fungsi Kognitif di Kalangan Lanjut Usia

Penulis Lokasi Populasi Eksklusi Uji Hasil

Bassuk et

al.1999

Masyarakat, New Haven, Connecticutt Longitudinal

2812 usia ≥65 tahun - SPMSQ, questionnaire

Jaringan sosial terendah vs. tertinggi: 3-year OD untuk penurunan kognisi: 2.24 6-year OD: 1.91 12-year OD: 2.37

Fratiglio ni

et al.

2000

Masyarakat, Kungsholmen Sweden Follow-up rata-rata 3 tahun

1203 usia ≥75 tahun, tidak demensia

MMSE ≤ 23 MMSE, social network

Jaringan sosial buruk/terbatas

meningkatkan risiko demensia sebesar 60% (95%CI: 1.2–2.1)

Ho et al. 2001

Masyarakat, HongKong Kohort 3 tahun

2032 usia ≥70 tahun Cognitive impairment CAPE di institusi vs. di masyarakat: OR pria 4.4 (1.7–11.1), OR perempuan 2.5 (1.3–4.9) Yeh & Liu

2003

Masyarakat, Taiwan Krosseksional

4993 ≥usia 65 tahun Gangguan psikiatrik, demensia, menolak, meninggal dunia, tanpa alamat

SPMSQ Social support lebih baik–kognisi lebih baik

Glei et al. 2005

Masyarakat Taiwan Longitudinal 1989–2000

2387 usia ≥60 tahun - SPMSQ Aktivitas sosial berpengaruh positif terhadap kognisi, jaringan sosial tak berpengaruh

Green et al. 2008

Masyarakat, Baltimore, USA Longitudinal 1981–2005

874 usia ≥18 tahun - MMSE Tak ada asosiasi longitudinal antara aktivitas sosial dengan kognisi

Amieva et al. 2010

Masyarakat, Perancis PAQUID cohort

3777 usia ≥65 tahun - MMSE, IADL Risiko Alzheimer 55 % lebih rendah di kalangan social support baik, 23% lebih rendah di kalangan yang socially satisfi ed James et al.

2011

Fasilitas pensiunan, Chicago, AS Kohort 12 tahun

1406 usia ≥65 tahun Demensia, data tak lengkap Battery of 21 tests Laju penurunan kognitif 70% lebih rendah di kalangan aktif sosial

(7)

untuk “failed cognitive task” dibandingkan mereka yang tidak ikut serta dalam aktivitas sosial.39 Tetapi analisis longitudinal Green et al. (2008) pada orang dewasa berusia 18 tahun ke atas yang dinilai sebanyak 3 kali selama tahun1981–2005, tidak menemukan hubungan antara jaringan sosial dengan kognisi, meskipun dalam analisis cross sectional ditemukan ada hubungan.40

Penelitian Amieva et al. (2010) menunjukkan hubungan signifi kan antara aspek jaringan sosial terhadap gangguan fungsi kognitif berupa demensia dan AD. Kepuasan dan timbal balik dalam hubungan merupakan faktor protektif terhadap demensia, responden yang merasa puas dengan hubungan mereka risiko demensianya berkurang sebanyak 23%. Selain itu responden yang menerima dukungan lebih selama hidupnya memiliki 55% dan 53% penurunan risiko untuk demensia dan AD. Pengaruh proteksi terhadap demensia atau AD selama 15 tahun lebih kepada kualitas dibandingkan dengan kuantitas jaringan sosial.16

James et al. (2011) mendapatkan bahwa setiap penambahan skor aktivitas sosial, diasosiasikan dengan penurunan fungsi kognitif 47% lebih lambat.43

Ada beberapa alasan mengapa aktivitas sosial

dalam bentuk apapun berhubungan dengan fungsi kognitif di usia lanjut; di antaranya bahwa aktivitas tersebut juga memperbaiki kondisi kesehatan umum, mengurangi depresi dan memperbaiki kebiasaan hidup sehat. Menghindari isolasi sosial dan mempertahankan berbagai jenis aktivitas sosial agaknya bersifat protektif terhadap gangguan kognitif dan demensia di kemudian hari; meskipun demikian, kemungkinan sebaliknya bahwa gangguan kognitif menyebabkan penurunan aktivitas sosial juga harus dipertimbangkan mengingat neuropatologi yang diakitkan dengan gangguan kognitif dan demensia sudah terlihat berpuluh tahun sebelum gejala muncul.41 Secara umum, aktivitas sosial di masyarakat ataupun keanggotaan di kelompok masyarakat yang merupakan komponen social engagement dapat mempertahankan kesehatan mental seseorang melalui beberapa mekanisme: menyediakan dukungan sosial, memberikan pengaruh positif berupa rasa berguna, menyediakan bantuan praktis bagi kegiatan sehari-hari seperti membantu bepergian, dan membentuk keterikatan emosional.42 SIMPULAN

Social engagement terbukti berpengaruh terhadap fungsi kognitif, yaitu social engagement buruk meningkatkan risiko terjadinya gangguan fungsi kognitif. Lanjut

usia dengan social engagement buruk memiliki risiko 2.093 (1.565–2.799) kali lebih besar untuk mempunyai fungsi kognitif buruk dibandingkan lanjut usia dengan social engagement baik. Adapun simpulan tambahan dari penelitian ini adalah:

a. Lanjut usia dengan fungsi kognitif buruk sebesar 37.8%. Lanjut usia dengan social engagement buruk 35.7%. Penilaian social engagement merupakan gabungan dari penilaian jaringan sosial dan aktivitas sosial; lanjut usia yang jaringan sosialnya dinilai buruk sebesar 58.1% dan lanjut usia yang aktivitas sosialnya dinilai buruk sebesar 38.5% b. Tidak ada perbedaan proporsi antara lanjut usia yang social engagement buruk dan baik berdasarkan jenis kelamin, usia dan pekerjaan, sedangkan berdasarkan pendidikan, status marital dan tempat tinggal, proporsi social engagement buruk lebih banyak ditemukan pada lanjut usia dengan tingkat pendidikan rendah, pernah menikah dan tinggal di panti. SARAN

1. Melakukan penelitian lanjutan pada populasi yang lebih luas, meliputi masyarakat dengan latar belakang kultur yang berbeda. 2. Melakukan penelitian lanjutan berupa intervensi manipulasi social engagement untuk melihat pengaruhnya terhadap perubahan fungsi kognitif di kalangan lanjut usia.

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Active Ageing: a policy framework, WHO, Geneva 2002. 2. BPS. Statistik Indonesia 2009, BPS, Jakarta,2009.

3. Komisi Nasional Lanjut Usia. Rencana Aksi tentang Kelanjutusiaan untuk Asia dan Pasifi k. Kumpulan Kesepakatan bidang Lanjut Usia. Komisi Nasional Lanjut Usia, 2007, Komnas Lansia, Jakarta, pp. 23.

4. Bassuk SS, Glass TA, Berkman, LF. Social disengagement and incident cognitive decline in community-dwelling elderly persons. Ann Intern Med.,1999; 131(3):165–73.

5. Levasseur M, Richard L, Gauvin L, Raymond E. Inventory and analysis of defi nitions of social participation found in the aging literature: Proposed taxonomy of social activities. Soc Sci Med., 2010; 71(12):2141–9.

6. Fratiglioni L, Paillard-Borg S, Winblad B. An active and socially integrated lifestyle in late life might protect against dementia. Lancet Neurol. 2004; 3(6):343–53. 7. Albert MS, Jones K, Savage CR et al. Predictors of cognitive change in older persons: MacArthur studies of successful aging. Psychol Aging 1995; 10(4): 578–89. 8. Yaff ee K., Barnes DE. Epidemiology and Risk Factors. The Behavioral Neurology of Dementia.Cambridge Medicine, Cambridge. 2009.

9. Carlson MC, Helms MJ, Steff ens DC, Burke JR, Potter GG, Plassman BL. Midlife activity predicts risk of dementia in older male twin pairs. Alzheimer’s & Dementia, 2008; 4(5): 324–31. 10. Crowe M, Andel R, Pedersen NL, Johansson B, Gatz, M. Does participation in leisure activities lead to reduced risk of Alzheimer’s disease? A prospective study of Swedish twins.J Gerontol.

2003; 58(5): 249–55.

11. Hultsch DF, Hertzog C, Small BJ, Dixon RA. Use it or lose it: Engaged lifestyle as a buff er of cognitive decline in aging?. Psychol. Aging 1999;14(2):245–63.

12. Alvarado-Esquivel C, Hernández-Alvarado AB, Tapia-Rodríguez RO, Guerrero-Iturbe A, Rodríguez-Corral K , Martínez SE. Prevalence of dementia and Alzheimer’s disease in elders of nursing homes and a senior center of Durango City, Mexico. BMC Psychiatry 2004;4(3):1–7.

13. Dehlin O, Franzén M. Prevalence of dementia syndromes in persons living in homes for the elderly and in nursing homes in southern Sweden. Scand. J. Primary Health Care 1985; 3(4): 215–22.

14. Guerrerro JR, Aguirre JM, Carpio AD, Dalupang RG, Nicolas RA. A comparative analysis of the cognitive functioning of community-dwelling and institution-based elderly in Manila. Phillipine J. Allied Health Sciences 2007; 2:38.

15. Wilson RS, Bennett DA, Bienias JL, Aggarwal NT, Mendes De Leon CF, Morris MC, Schneider JA , Evans DA Cognitive activity and incident AD in a population-based sample of older persons. Neurology 2002;59(12):1910–4.

(8)

16. Amieva H, Stoykova R, Matharan F, Helmer C, Antonucci TC, Dartigues JF. What aspects of social network are protective for dementia? Not the quantity but the quality of social interactions is protective up to 15 years later. Psychosom.Med. 2010; 72(9):. 905–11.

17. Barnes, LL, Mendes de Leon, CF, Wilson, RS, Bienias, JL & Evans, DA 2004, ‘Social resources and cognitive decline in a population of older african americans and whites’, Neurology, vol 63, no. 12, pp. 2322–6.

18. American Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 1994, 4th ed., American Psychiatric Association, Washington DC.

19. Boedhi-Darmojo R.Gerontologi Sosial. Dalam: Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi 4 Eds.Martono H.H. dan Pranarka K., Balai Penerbit FKUI, Jakarta , 2010, pp. 14–34. 20. Assosiasi Alzheimer Indonesia. Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia Lainnya. ed. 1, Asosiasi Alzheimer Indonesia, Jakarta. 2003. 21. Dikot Y . Deteksi dini gangguan kognitif dalam praketek umum dan neurologi sehari-hari. Dalam: Basuki A, Dian S, (eds.) Neurology in Daily Practice. Ed 1. Bagian/UPF Ilmu Penyakit Saraf,

FK Universitas Padjadjaran/RS Hasan Sadikin, Bandung. 2010.

22 Turana Y, Handayani YS.Nilai Mini Mental State Examination (MMSE) berdasarkan usia dan tingkat pendidikan pada masyarakat lanjut usia di Jakarta’, Medika Jurnal Kedokteran Indonesia, 2011;37(5): 307–10.

23. Seeman TE, Lusignolo TM, Albert M, Berkman L. Social relationships, social support, and patterns of cognitive aging in healthy, high-functioning older adults: macarthur studies of successful aging. Health Psychol., 2001; 20(4): 243–55.

24. Kempermann, G, Kuhn, HG & Gage, FH 1997, ‘More hippocampal neurons in adult mice living in an enriched environment’, Nature., vol. 386, no. 6624, pp. 493–5.

25. Fratiglioni, L, Wang, HX, Ericsson, K, Maytan, M & Winblad B 2000, ‘Infl uence of social network on occurrence of dementia: A community-based longitudinal study’, Lancet, vol 355, no. 9212, pp. 1315–9.

26. Yeh, SC & Liu, YY 2003, ‘Infl uence of social support on cognitive function in the elderly’, BMC Health Services Research, vol. 3 no. 1, pp. 9.

27. Ho, SC, Woo, J, Sham, A, Chan, SG & Yu, AL 2001, ‘A 3-year follow-up study of social, lifestyle and health predictors of cognitive impairment in chinese older cohort’, Int J Epidemiol, vol. 30, no. 6, pp. 1389–96.

28. Adolphs, R 2001, ‘The neurobiology of social cognition’, Curr Opin Neurobiol, vol. 11, no. 2, pp. 231–9.

29. Grady, CI & Keightley, ML 2002, ‘Sudies of aleterd social cognition in neuropasychiatric disorders using functional neuroimaging’, Can J Psychiatry, vol. 47, no. 4, pp. 327–36.

30. Bennet, DA, Schneider, JA, Tang, Y, Arnold, SE & Williams RS 2006, ‘The eff ect of social networks in the relation between Alzhemier’s disease pathologu and level of cognitive function in old people: a longitudinal cohort study’, Lancet Neurol, vol. 5, no. 5, pp. 406–12.

31. Stern, Y, Habeck, C, Moeller, J et al., 2005, ‘Brain networks associated with cognitigve reserve in healthy young and old adult’, Creb Cortex vol. 15, no. 4, pp. 294–402. 32. Stern Y ‘What is cognitive reserve? Theory and research application of the reserve concept’, J Int Neuropsychol Soc. 2002; 8(3):448–60.

33. Park DC, Reuter-Lorenz P. The adaptive brain: Aging and neurocognitive scaff olding. Ann. Rev. Psychol, 2009;60:173–96.

34. Jankowsky JL, Melnikova T, Fadale DJ et al. Environmental enrichment mitigates cognitive defi cits in a mouse model of Alzheimer’s disease. J. Neurosci. 2005;25(21):5217–24. 35. Lazarov O, Robinson J, Tang YP et al. Environmental enrichment reduces Abeta levels and amyloid deposition in transgenic mice. Cell. 2005;120(5): 701–13.

36. Black JE, Sirevaag AM, Greenough WT . Complex experience promotes capillary formation in young rat visual cortex. Neurosci Lett. 1987;83(3): 351–5.

37. Crooks VC, Lubben J, Petitti DB, Little D, Chiu V.Social network, cognitive function, and dementia incidence among elderly women. Am J Public Health 2008;98(7):1221–7.

38. Glass TA, de Leon CM, Marottoli RA, Berkman LF . Population based study of social and productive activities as predictors of survival among elderly Americans. BMJ 1999;319(7208): 478–83.

39. Glei DA, Landau DA, Goldman N, Chuang YL, Rodríguez G, Weinstein M. Participating in social activities helps preserve cognitive function: an analysis of a longitudinal, populatio-based study of the elderly. Internat J Epidemiol, 2005;34(4): 864–71.

40. Green AF, Rebok G, Lyketsos, CG. Infl uence of social network characteristics on cognition and functional status with aging. Int J Geriatr Psychiatry. 2008; 23(9): 972–8. 41. Hughes TF, Ganguli M. Modifi able midlife risk factors for late-life cognitive impairment and dementia. Curr Psychiatry Rev. 2009; 5(2): 73–92.

42. Berkman LF.The role of social relations in health promotion. Psychosom Med, 1995;57(3):245–54.

43. James BD, Wilson RS, Barnes LL, Bennett DA. Late-life social activity and cognitive decline in old-age.’ J Int Neuropsychol Soc 2011;17(60): 998–1005.

44. Wang HX, Karp A, Winblad B, FratiglioniL. Late-life engagement in social and leisure activities is associated with a decreased risk of dementia: a longitudinal study from the Kungsholmen project. Am J Epidemiol, 2002;155(12): 1081–7.

45. Holtzman RE, Rebok GW, Saczynski, JS et al. Social network characteristics and cognition in middle-aged and older adults. J Gerontol B Psychol Sci Soc Sci. 2004; 59(6): 278–84. 46. Saczynski JS, Pfeifer LA, Masaki K et al. The eff ect of social engagement on incident dementia. the Honolulu-Asia Aging Study. Am J Epidemiol. 2006;163(5): 433–40. 47. Polidori MC, Nelles G, Pientka L. Prevention of dimentia: Focus on lifestyle. Int J. Alzheimers Dis. 2010; 29: 1-9.

(9)

LAMPIRAN

Lampiran 1

Indeks Social Disengagement

Nama responden: No.Reg.:

I. pasangan hidup (PH)

1. Apakah anda pernah menikah?

1 = ya 2=tidak (lewati pertanyaan 2). _____ 2. Apakah saat ini anda:

menikah - 1 berpisah -2 cerai hidup -3 cerai mati -4 _____ Jika jawaban no.1 = 1 dan no.2 = 1

kode PH diberi angka 1 ; selain itu kode PH diberi angka 0 PH

II. Kontak visual / bulan dengan 3 atau lebih keluarga dan/atau sahabat (VIS) III. Kontak nonvisual/tahun dengan 10 atau lebih keluarga dan/atau sahabat

(NVIS)

Anak:

1. Berapa anak anda (termasuk anak angkat)

jika tidak ada pertanyaan 2 sd.4 dijawab =0 _____ 2. Berapa banyak yang saat ini masih hidup _____ Dalam 1 tahun terakhir:

3a. Berapa banyak anak anda yang bertemu anda sedikitnya sekali seminggu? _____ 3b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda

sedikitnya sekali sebulan? _____ 3c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang bertemu anda

sedikitnya sekali setahun? _____ 4a. Berapa banyak anak anda yang berbicara pertelpon setiap minggu? _____ 4b. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon

sedikitnya sekali sebulan? _____ 4c. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berbicara pertelpon

sedikitnya sekali setahun? _____ 4aa. Berapa banyak anak anda yang berSMS/ email /surat setiap minggu? _____ 4ab. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berSMS/email/surat

sedikitnya sekali sebulan? _____ 4ac. Selain yang sudah disebut di atas, berapa banyak yang berSMS/email /surat

sedikitnya sekali setahun? _____ Famili/keluarga lain:

5. Pada umumnya, selain anak-anak anda, berapa banyak sanak/keluarga yang anda rasa dekat? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong sewaktu-waktu). _____ 6. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang anda jumpai sedikitnya sekali

sebulan? _____

7a. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per telepon

sedikitnya sekali setahun? _____ 7b. Berapa banyak sanak/keluarga tersebut yang berhubungan per SMS/email/

surat sedikitnya sekali setahun? _____ Teman dekat/sahabat:

8. Pada umumnya, berapa banyak teman dekat anda? (merasa dekat ialah jika bisa diajak bicara mengenai masalah pribadi atau mau dimintai tolong

sewaktu-waktu). _____

9. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang anda jumpai sedikitnya

sekali sebulan? _____

10a. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per telepon sedikitnya sekali setahun? _____ 10b. Berapa banyak teman dekat anda tersebut yang berhubungan per SMS/

email/surat sedikitnya sekali/tahun? _____ Jika jawaban 3a + 3b + 3c + 6 + 9 ≥ 3

kode VIS diberi angka 1, selain itu beri angka 0. VIS Jika jawaban 4a + 4b + 4c + 4aa + 4ab + 4ac + 7a + 7b + 10a + 10b ≥ 10

kode NVIS diberi angka 1, selain itu beri angka 0. NVIS

IV. Kunjungan ke tempat ibadah (TIB).

1. Berapa seringnya anda mengunjungi tempat ibadah? 1 = ≥ 1 kali/minggu

0 = < 1 kali/ minggu TIB

V. Keanggotaan di kelompok lain (KEL)

1. Apakah anda bergabung di suatu kelompok seperti arisan, kelompok pengajian, lingkungan, kelompok sosial, sukarela?

1 = ya

0 = tidak KEL

VI. Partisipasi teratur pada aktivitas sosial rekreasional

1. Berikut ini daftar kegiatan saat santai/waktu luang; dalam 1 tahun terakhir, berapa sering anda melakukan kegiatan berikut:

(nilai 0 jika tidak pernah, 1 jika rata-rata < 1 kali/mgg, 2: jika rata-rata ≥ 1 kali/mgg) 1. Olahraga aktif atau berenang _____

2. Jalan kaki _____

3. Berkebun _____

4. Olahraga/ latihan fi sik _____

5. Masak sendiri _____

6. Mengerjakan hobi _____ 7. Keluar rumah dan berbelanja _____ 8. Ke bioskop, konser, restoran atau menonton pertandingan olahraga _____ 9. Baca buku, majalah, koran _____ 10. Nonton siaran televisi berita _____ 11. Nonton siaran televisi hiburan / videofi lm _____ 12. Melancong, perjalanan bermalam/menginap _____ 13. Kerja sukarela/amal _____ 14. Kerja masyarakat yang dibayar _____ 15. Main kartu, catur, halma, tekateki silang, sudoku teratur _____ Jika jawaban 7 + 8 + 12 + 13 + 14 ≥ 5 (jika rata-rata ≥ 1)

kode MAS diberi angka 1; selain itu MAS = 0 MAS Partisipasi pada kegiatan fi sik:

Jika jawaban 1+ 2 + 3 + 4 ≥ 4 (jika rata-rata ≥ 1)

kode FIS diberi angka 1; selain itu FIS = 0 FIS

Aktivitas kognitif:

Jika jawaban 5+ 6 + 9 + 10 + 11 + 15 ≥ 6 (jika rata-rata ≥ 1)

kode KOG diberi angka 1; selain itu KOG = 0 KOG

Aktivitas sosial:

Nilai gabungan 3 indikator – TIB, KEL, MAS ASOS Jaringan sosial:

Nilai gabungan 3 indikator – PH, VIS, NONVIS JSOS Nilai gabungan (GAB) berasal dari gabungan 6 indikator

– PH, VIS, NONVIS, TIB, KEL, MAS Beri nilai

4 = 5-6 kelompok bernilai 1 3 = 3-4 kelompok 2 = 1-2 kelompok 1 = 0 kelompok

Jika > 2 indikator tak ada nilainya, tidak ada nilai gabungan. Social engagement dinilai dari nilai GAB:

baik jika nilainya 3 - 4; buruk jika nilainya 1 - 2 GAB _____

Aktivitas fi sik dinilai dari nilai FIS Aktivitas kognitif dinilai dari nilai KOG

Lampiran 2

MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)

Nomor responden: Nama responden: Nama pewawancara: Umur/tg lahir responden: Tgl wawancara: Pendidikan responden: Jam mulai:

Skor Skor Maks Responden

(10)

Orientasi

5 ( ) Sekarang (hari), (tanggal), (bulan), (tahun) berapa dan (musim) apa? 5 ( ) Sekarang kita berada di mana?

(jalan/nama panti), (kelurahan), (kecamatan), (kotamadya), (propinsi)

Registrasi

3 ( ) Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda (Rumah – Anak – Nasi), 1 detik untuk satu benda. Kemudian mintalah responden mengulang tiga nama benda tersebut. Berikan skor 1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Bila masih salah, ulang penyebutan ke 3 nama benda tersebut sampai ia dapat mengulanginya dengan benar.

Hitunglah jumlah percobaan dan catatlah Jumlah percobaan ...

Atensi dan Kalkulasi

5 ( ) Kurangi 3 berturut-turut mulai dari 20 ke bawah. Berilah 1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Berhenti setelah 5 hitungan (20, 17, 14, 11, 8, 5) Pilihan lain, ejalah kata “ dunia” secara terbalik /dari akhir ke awal (a-i-n-u-d)

Untuk Responden buta huruf:

Mintalah responden menyebutkan nama hari dalam seminggu secara berurutan mulai dari hari pertama (Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jum’at, Sabtu, Minggu). Kemudian mintalah responden menyebutkan nama hari secara berurutan dari belakang (Minggu, Sabtu, Jum’at, Kamis, Rabu, Selasa, Senin). Yang dinilai ialah sebutan berurutan dari belakang.

Mengingat

3 ( ) Tanya kembali nama ke 3 benda yang telah disebutkan di atas Berilah 1 angka untuk tiap jawaban yang benar

Bahasa

9 ( ) a. Apa nama benda–benda ini?

(perlihatkan 2 benda, misalnya: pensil dan arloji) --- (2 angka) b. Ulang kalimat berikut: ”Jika tidak, dan atau tetapi” --- (1 angka) c. Laksanakan 3 buah perintah ini:

• peganglah selembar kertas dengan tangan kananmu, • lipatlah kertas itu pada pertengahan dan

• letakkanlah di lantai. --- (3 angka) d. Baca & laksanakanlah perintah berikut:

”PEJAMKAN

MATA

ANDA”

--- (1 angka) e. Tulislah sebuah kalimat di antara dua garis berikut --- (1 angka) ___________________________________________________________ ___________________________________________________________

f. Tirulah gambar ini --- (1 angka)

Skor Total ( )

Tingkat kesadaran responden: Sadar Mengantuk Waktu selesai:

Tempat wawancara:

Kolom pengamatan: Catat kondisi selama wawancara (kondisi responden, reaksi

Gambar

Tabel 2 Karakteristik Riwayat Kesehatan Responden
Tabel 7 Aktivitas Sosial Responden
Tabel 13 Hubungan Komponen Jaringan Sosial dan Aktivitas Sosial dengan Fungsi Kognitif Social engagement Fungsi Kognitif
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebanyak  56.9% (58 orang) lanjut usia dengan social  engagement buruk memiliki fungsi kognitif  buruk
+2

Referensi

Dokumen terkait

Para PNS lingkungan Kecamatan dan Kelurahan wajib apel pagi setiap hari senin di Halaman Kantor Kecamatan Kebayoran Baru, dan akan diberikan teguran kepada yang tidak ikut apel

Dengan dikembangkannya aplikasi Alat Musik Tradisional Jawa Tengah dengan metode single marker dan markerless 3D objek tracking, serta dilakukan pengujian aplikasi

Tugas Akhir ini mengambil judul “ Pengendalian Kualitas Pada Proses Produksi Plastik Injeksi pada Front bumper Spoiler Dengan Menggunakan Metode Failure Mode and

Setelah melalui proses evaluasi dan analisa mendalam terhadap berbagai aspek meliputi: pelaksanaan proses belajar mengajar berdasarkan kurikulum 2011, perkembangan

WLD2 Bulak Banteng-Dukuh Kupang PP

1) Fokus sasaran: balita pada rumahtangga miskin, terutama balita laki-laki berusia 1- 3 tahun dengan jenis kelamin laki-laki, dengan tetap tidak mengabaikan balita perempuan. 2)

Penelitian ini secara umum bertujuan menganalisis pengaruh pola asuh belajar, lingkungan pembelajaran, motivasi belajar, dan potensi akademik terhadap prestasi akademik siswa

1) Berdasarkan validasi pada ahli media, media pembelajaran memperoleh nilai 82%, sehingga berdasarkan interprestasi skala likert media pembelajaran masuk dalam kategori