• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi Islam Imajiner dalam Sinetron Mistik Religius pada Stasiun Televisi 1 Oleh: Iswandi Syahputra *

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Simulasi Islam Imajiner dalam Sinetron Mistik Religius pada Stasiun Televisi 1 Oleh: Iswandi Syahputra *"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

dalam Sinetron Mistik Religius pada Stasiun Televisi

Oleh: Iswandi Syahputra*

Abstrak

Artikel ini membahas secara kritis produksi sinetron mistik-religius ’Rahasia Ilahi’ yang ditayangkan oleh stasiun televisi TPI. Sinetron ’Rahasia Ilahi’ merupakan sinetron mistik-religius pertama yang mendorong munculnya sinetron serupa pada stasiun televisi lain. Melalui serangkaian simulasi serentak pada hampir seluruh stasiun televisi, tayangan sinetron mistik-religius diproduksi melalui mekanisme dramatisasi hal ghaib dan narasi berupa cerita irrasional yang ekstrim. Penggambaran hal ghaib dan narasi Irrasional yang ekstrim tersebut memiliki kekuatan membentuk Islam yang imajinatif bagi khalayak yang menontonnya. Konstruksi Islam imajiner sebagai akibat tayangan sinetron mistik-religius tersebut dapat diletakan dalam dua konteks, yaitu adanya akulturasi mistik Islam dan kepercayaan (animisme dan dinamisme) masyarakat Jawa sebelum kedatangan Islam yang memberi jalan diterimanya konsep mistik dalam Islam serta konteks modernisme global, yang menjelaskan munculnya gejala kekeringan spritualitas religius sebagai dampak dari modernisme. Dramatisasi hal ghaib dan narasi irrasional tersebut terjadi karena empat hal yaitu, tuntutan desain atau skenario cerita, adanya intervensi dari industri (stasiun) televisi dam intervensi pasar pengiklan serta motif shock therapy untuk memberi efek kejut bagi penonton.

Kata kunci: simulasi, Islam imajiner, sinetron, televisi, mistik-religius A.Pendahuluan

Pada rentang tahun 1998 hingga 2003, industri pertelevisian Indonesia disesaki oleh program acara yang menampilkan makhluk/peristiwa/alam ghaib (selanjutnya disebut tayangan ghaib) berupa penampakan makhluk halus, umumnya berupa arwah atau sejenisnya. Sulit untuk diurai, siapa yang memulai dan dari mana asal muasal tayangan ghaib tersebut muncul dan mendominasi layar televisi. Walau sulit diurai, namun hal tersebut dapat dipahami sebagai circuit market

dictatorship, suatu rezim diktator industri hiburan yang memutar-mutar

1 Artikel ini merupakan bagian dari hasil penelitian disertasi dengan judul Islam

Imajiner dalam Industri Televisi (Konstruksi Mistik dalam SInetron Religius) pada Kajian Media dan Budya Sekolah Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

* Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

(2)

modalnya untuk sebuah komoditas yang serupa dalam kemasan yang berbeda. Kecemasan, ketakutan, ketegangan dan berbagai rekayasa kejutan diproduksi sedemikian rupa melalui tangan-tangan pekerja industri bulu kuduk tersebut. Berikut daftar nama tayangan mistik pada sejumlah stasiun televisi pada rentang tahun 1998-2003 ;2

Stasiun Televisi Nama Program Format

ANTV Percaya Nggak Percaya

Misteri Pesugihan Pengalaman Ghaib Cenayang Reality Show Reportase Reality show Talk show INDOSIAR Misteri Gunung Merapi

Nyai Ratu Kidul Dendam Nyi Pelet

Sinema Sinema Sinema LATIVI/TVONE Lativi Misteri

Lativi Kisah Nyata Info supranatural Rahasia Alam Ghaib Pemburu Hantu Sinetron Sinetron Sinetron Reality show Reality show METRO TV Beyond Belief ; Fact or Fiction Reality show

RCTI Si Manis Jembatan Ancol

Kisah-kisah Misteri (KISMIS) Arwah Penasaran Kesurupan Sinetron Sinetron Reality show Realty show SCTV Tumis Majum (Ratu Mistik Misteri

Malam Jum’at) Gala Misteri Di Sini Ada Setan

Reality show Sinetron Sinetron

TRANS TV Dunia Lain

Paranoid Reality show Reality show TPI TV Misteri Gentayangan Alam Ghaib Uka-uka Bantuan Ghaib Ihh.... Seeeereem Sinetron Reality show Reality show Reality show Reality show Reality show

TV7/TRANS7 1. Ekspedisi Alam Ghaib Reality show

Di tengah gempuran dahsyat tayangan mistik pada hampir semua stasiun televisi itu, muncullah sinetron3 Rahasia Ilahi yang ditayangkan

2 Diolah dari berbagai sumber. Sumber utama: Masyarakat dan Industri Hantu

dalam Khazanah Suplemen Koran Pikiran Rakyat, 9 Januari 2003.

3 Istilah sinetron muncul pertama kali didapat dari penulis dan sineas Arswendo

Atmowiloto dan pengajar film Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Soemardjono untuk menyebut film yang diproduksi di atas pita magnetik. Lihat Irawanto dalam Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Atmajaya Yogyakarta, Nomor 1, Juni 2006. Sinetron dapat dikategorikan sebagai kitsch atau seni budaya hasil cipta media. Menurut MacDonald,

(3)

pada tahun 2003 oleh stasiun TPI. Sinetron tersebut diklaim diambil dari kisah-kisah nyata yang dimuat dalam majalah Hidayah. Kisah-kisah religius berbalut misteri di majalah tersebut kemudian divisualkan melalui televisi, sehingga biasa disebut dengan sinetron religius.4 Alur kisahnya sederhana,

kematian yang mengenaskan bagi siapa saja yang berbuat jahat. Melalui berbagai cara yang aneh, kematian digambarkan dengan sangat dramatis dan tragis melibatkan kekuatan ghaib di luar kelaziman logika awam (irrasional). Unsur mistik dalam sinetron tersebut dikemas secara islami sehingga menimbulkan istilah Islam mistik.5 Semula, sinetron Rahasia Ilahi belum menarik perhatian stasiun televisi lainnya. Namun sejak pertengahan Maret hingga April 2005, tercatat sinetron Rahasia Ilahi ditonton oleh 40% - 50% pemirsa.6 Sejak itulah muncul sinetron dengan

tema religius bermunculan. Berikut ini daftar sinetron mistik-religius pada rentang waktu tahun 2003-2006 ;

Stasiun Televisi Judul Sinetron

ANTV Azab di Dunia

kitsch adalah semua bentuk kebesaran semu yang diproduksi media baik yang berwujud citra gaya hidup, film, drama serta kebesaran penokohannya (MacDonald, The Theory of Mass Culture dalam Jurnal Komunikasi Vol. 1 No. 1 Jakarta, 1993, p. 26-29). Sinetron dapat dipadankan dengan Opera Sabun di Amerika dan Telenovela di Amerika Latin.

Disebut dengan opera sabun, sebab pada masa awal ditayangkan di Amerika siang hari saat ibu runah tangga berada di rumah dan pensuplay iklan terbanyak adalah sabun (baca Morissan, Manajemen Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio dan Televisi, (Jakarta: Kencana, 2008) dan Jhon Fiske, Television Culture, (London : Routledge, 1987).

4 Religius adalah keseluruhan isi keyakinan dan pandangan yang diungkapkan

dalam sejumlah representasi tertentu dan dianggap benar sebagai ajaran resmi agama yang bersangkutan. Lihat Agus Cremers, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan menurut James W. Fowler: Sebuah Gagasan Baru dalam Psikologi Agama, (Yogyakarta: Kanisius. 1995), p. 47.

5 Istilah Islam mistik dalam tulisan ini harus dibedakan dengan mistik Islam. Islam

mistik merupakan istilah yang dapat dirujuk untuk menyebutkan sinkretisme Islam dengan budaya kepercayaan masyarakat Jawa. Sebutan lain untuk Islam mistik adalah

Islam Jawa, lihat Mark R. Woodward, Islam Jawa, Kesalehan Normatif versus Kebatinan

(Yogyakarta: LKiS, 2008) atau Agama Jawi, lihat Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa

(Jakarta: Balai Pustaka, 1984). Islam mistik, secara epistimologis dipengaruhi oleh sistem kepercayaan masyarakat Jawa dengan corak animisme dan dinamisme yang menyandarkan pada kepercayaan adanya ‘kekuatan gaib yang bersifat supranatural’, biasa juga disebut dengan klenik, sedangkan mistik Islam merupakan istilah yang merujuk pada sufi atau tasawuf (lihat, Schimmel, Annemarie, Dimensi Mistik dalam Islam, terj. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), lihat juga Reynold A. Nicholson, The Mystics of Islam, (World Wisdom, 2002). Sufi (sufisme) istilah yang digunakan untuk menyebut praktik mistik dalam Islam mengandung hal gaib yang tidak dapat dimengerti dengan cara yang lazim melalui berbagai usaha intelektual. Dalam arti yang luas, mistik (Islam) dapat didefenisikan sebagai kesadaran terhadap kenyataan tunggal. Oleh karena itu, perjalanan mistik dalam Islam hanya dapat dirasakan melalui berbagai pengalaman religius.

(4)

Jalan ke Surga

INDOSIAR Di Balik Kuasa Tuhan

Mukjizat Allah Titipan Ilahi Hantu Jatuh Cinta

LATIVI/TVONE Azab Ilahi

Pada-Mu ya Rabb Sebuah Kesaksian

RCTI Tuhan Ada dimana-mana

SCTV Astaghfirullah Kuasa Ilahi Suratan Takdir TRANS TV Taubat Insyaf Istighfar Takbir Hikmah

TPI Takdir Ilahi

Allah Maha Besar Kehendak-Mu TV7/TRANS7 1. Titik Nadir

Keseragaman program siaran televisi swasta tersebut bukan tanpa sebab. Sebab yang paling menonjol adalah sistem rating yang dianut oleh televisi swasta nasional. Rating, iklan, televisi, dan penonton merupakan simpul yang paling menentukan keseragaman progaram televisi swasta tersebut. Hukum rating pararel dengan aliran iklan yang akan masuk mensponsri suatu program acara. Artinya, semakin tinggi rating suatu program, semakin banyak peminat iklan yang akan memasarkan produknya pada tayangan tersebut. Mengapa bisa demikian, mari kita berhitung. Pemasang iklan tentu sangat berkepentingan dengan rating. Tentunya pemasang iklan ingin sekali menempatkan iklannya di acara yang paling banyak ditonton orang. Jika suatu acara ratingnya paling tinggi, maka biaya iklan perkepala (advertising cost per-head) menjadi paling rendah. Jika sebuah iklan obat batuk 30 detik senilai 5 juta rupiah ditonton oleh 5 juta orang, maka biaya iklan perkepala/orang hanya 1 rupiah-kalau hanya ditonton 100.000 orang, maka biayanya menjadi 50 rupiah perkepala/orang. Karena istilah rating, iklan dan biaya perkepala tadi, maka sering oleh pengamat TV dinilai sebagai lembaga penyiaran yang menjual

kepala orang kepada perusahaan pemasang iklan.7 Sejak rating sinetron Rahasia

Ilahi yang melejit itu pula sejumlah stasiun TV yang lain mulai berlomba-lomba memproduksi sinetron mistik-religius.

7 Gazali, Effendi [ed], Penyiaran Alternatif tapi Mutlak, (Jakarta: Jurusan Ilmu

(5)

Melalui sinetron mistik-religius tersebut, ajaran Islam mengalami suatu proses konstruksi dalam kemasan demistifikasi religiusitas8 yang disajikan melalui berbagai penggambaran televisi. Tema sinetron tentang kejahatan dibalas dengan azab yang sangat pedih menjebak dirinya sendiri pada proses kerja imajinatif. Imajinasi muncul untuk mewakili kekuasaan Allah s.w.t. yang memiliki kemampuan mengazab siapa saja, kapan saja dengan cara apa saja. Latar belakang tersebut menjelaskan bahwa tayangan sinetron religius yang memuat mistik bukan saja memiliki kekuatan pragmatis, membuat penonton menjadi takut—karena dilaporkan tayangan tersebut berdampak bagi penontonnya—tetapi memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi ruang imajinatif khalayak yang menontonnya.

B.Simulasi Produksi Islam Imajiner pada Sinetron

Rahasia Ilahi

Seluruh tayangan televisi merupakan kumpulan dan pusaran beragam produksi ribuan bahkan jutaan imaji, sehingga televisi sesungguhnya merupakan “kerajaan imaji” yang dapat menjadi centrum bagi dirinya sendiri. Melalui sajiannya, imaji bahkan mendahului realitas yang diusung dan hendak direpresentasikannya. Inilah yang secara ekstrim disebut sebagai pantulan pucat dari imaji.9 Dalam bahasa kritis, Baudrillard

menjelaskan ini dengan teori hyper-reality dan simulation. Teori ini mengacu pada realitas budaya virtual ataupun artifisial dalam era komunikasi dan teknologi. Melalui simulasi berbagai produk siaran televisi, konstruksi mistik televisi pada akhirnya tidak memberikan pilihan apa-apa pada khalayak penontonnya. Melalui rutinitas media yang melakukan simulasi muncul suatu realitas yang mendeterminasi kesadaran personal bahkan sosial itulah yang disebut dengan hyper-reality oleh Baudrillard.10 Kesadaran semu produk simulasi televisi sebagai simulator yang menyajikan iklan, film, kuis, sinetron atau berbagai obral kepuasan duniawi lain pada

8 Demistifikasi adalah proses sosial dan budaya masyarakat yang memasukkan

ajaran suci keagamaan ke dalam hal-hal yang bersifat mistis. Dalam proses tersebut terjadi pencampuran antara ajaran agama yang berisifat gaib dengan berbagai interpretasi. Mistifikasi terjadi karena adanya pemaksaan keterbatasan akal (rasio) manusia dalam menterjemahkan ajaran agama yang bersifat ghaib tersebut. Dengan demikian, mistifikasi memanfaatkan keterbatasan akal. Mistifikasi dapat terjadi dalam struktur sosial yang masih kuat menganut paham budaya yang kental dengan praktik mistiknya (Syahputra, Iswandi, Komunikasi Profetik, (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2007), p. 103.

9 Baca Richard Kearney, The Wake of Imagination-Toward A Postmodern Culture,

(London : Routledge, 1994).

10 Jean Baudrillard, Selected Writings, ed. by Mark Poster. (Cambridge: Polity

(6)

gilirannya membentuk gugus imaji yang memiliki kekuatan menuntun khalayak dan disebut oleh Baudrillard sebagai gugusan simulacra.

Kendati bersifat imaji, namun proses simulasi yang melahirkan

simulacra tersebut memiliki pengaruh yang kuat terhadap khalayak. Hal

tersebut memungkinkan karena pengaruh kekuatan televisi dalam melakukan panetrasi. Pemikiran Baudrillard tentang simulasi menekankan

decenter subject dalam kebudayaan yang menyebabkan runtuhnya idiologi

tentang humanisme dalam berbagai implosi makna struktural karena dilumat oleh simulacra atau hyperreality yang dibangun di atas berbagai kode. Simulasi digunakan oleh Baudrillard untuk menjelaskan hubungan produksi, komunikasi dan konsumsi yang semuanya beroperasi melalui media massa. Simulasi menggambarkan sebuah visi tentang dunia yang diinformasikan melalui imajinasi-imajinasi. Melalui simulasi manusia dijebak dalam sebuah ruang yang disadarinya nyata, meskipun sesungguhnya semata hanya khayalan. Dalam sebuah simulasi, tidak ada oposisi binar, tidak dapat dibedakan mana yang benar dan salah, yang hadir dan absen. Suatu yang benar terdapat ada pada sesuatu yang salah, suatu yang salah termuat dalam suatu yang benar. Jika sebelumnya ada batas antara yang imajiner dan ril, dalam dunia simulasi yang imajiner dan ril hadir secara bersamaan. Inilah yang disebut dunia hyperreality, sebuah dunia yang melahirkan, memiliki dan menggunakan simbol bagi dirinya sendiri.

Dengan begitu menjadi jelas bahwa istilah imajinasi umumnya diterapkan dalam proses mental, bukan proses visual jasmaniah yang dilakukan seketika itu juga oleh manusia. Namun kelak akan tampak bahwa proses visual-jasmaniah tertentu dapat diimajinasikan, meskipun imajinasi tidak sama dengannya. Imajinasi tidak sama dengan ilusi, khayalan atau fantasi. Fantasi lebih dekat sebagai daya untuk membangun sesuatu yang tidak real atau tidak mungkin terjadi. Sedangkan ilusi adalah ide, keyakinan atau kesan yang salah tentang sesuatu; persepsi atau konsepsi yang keliru akan sesuatu (Reese, 1980 dalam Tedjo, 2001).11 Jika

fantasi daya yang menghasilkan khayalan yang tidak real atau mungkin terjadi karena tidak ada objeknya, maka imajinasi dipahami sebagai daya yang menghasilkan gambaran objek yang mungkin.

Maraknya simulasi sinetron mistik-religius pada sejumlah stasiun televisi dapat ditempatkan pada dua konteks yang saling berhimpitan secara bersamaan, yaitu:

(7)

1. Konteks akulturasi mistik Islam dan kepercayaan masyarakat Jawa sebelum kedatangan Islam (animisme, Hindu dan Buddha).12 Melalui akulturasi tersebut, pada prakteknya Islam mistik berkembang menjadi aliran kepercayaan melalui berbagai perkumpulan, apa lagi semenjak kemerdekaan Indonesia pada tahun 194513 setelah mendapat legalitas dari negara14. Fenomena aliran kepercayaan ini berkembang pesat dengan berbagai rupa dan ritual yang berbeda-beda. Kendati ragam dan rupanya berbeda beda, namun mereka melakukan ritual mistis yang bersumber dari akar budaya kejawen yang sama.15 Akulturasi ini melahirkan kode-kode baru sebagai produk dari akulturasi tersebut. Kode-kode semi religi-kultural ini secara subtile berhubungan dengan dunia mistik dalam arti yang menyempit dari pengertian mistik tasawuf. Hal ini menandai pemaknaan baru terhadap mistik secara ekstrim. Pemaknaan baru inilah yang mengkonstruksi alam pemikiran masyarakat dengan memberi arti mistik sebagai wilayah ‘hitam’ yang penuh dengan makhluk ghaib atau kekuatan ghaib.

2. Konteks modernisme global. Konteks ini menjelaskan munculnya gejala kekeringan spritualitas religius sebagai dampak dari modernisme. Modernisme menciptakan manusia teraleanasi dari sumber spirit religiusnya. Agama ingin dipahami secara sektika dan segera. Ketika makna agama menjadi terdistorsi atau mengalami pendangkalan sehingga cenderung formalistik, maka nuansa esoteris tasawuf dianggap dapat menghidupkan kembali semangat keagamaan yang telah mengering tersebut.

Penempatan sinetron mistik religius pada dua konteks tersebut, pada dasarnya dapat dilihat sebagai implikasi sektoral pada industri televisi dari modernisme yang menyentuh ranah religius. Artinya, secara makro sinetron religius dapat dilihat sebagai dampak dari modernisme pada bidang keagamaan pada sektor industri televisi dengan menempatkan masyarakat bawah sebagai subjek spritualitasnya. Televisi memang produk

12 Lihat Zaehner, RC., Mistisme Hindu Muslim, (Yogyakarta: LkiS, 1994).

13 Lihat Mark R. Woodward, Islam Jawa, Kesalehan Normatif versus Kebatinan,

(Yogyakarta: LKiS, 2008), lihat juga Soehadha, Cara Orang Jawa Memaknai Agama,

(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008) dan Suwardi Endraswara, Mistik Kejawen,

(Yogyakarta: Narasi, 2006).

14 Pasal 29 UUD 45 Pasal 29 ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha

Esa. Ayat (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

15 Lihat Harun Hadiwijono, Man in the Present Javanese Mysticism, (Baarn: Bosch and

Keuning, 1967) dan Niels Mulder, Mistisme Jawa, Idiologi di Indonesia, (Yogyakarta: LKiS, 2001).

(8)

teknologi, namun secara idiologis, televisi tumbuh dan berkembang menjadi ‘anak manis’ modernisme16. Cepat, mudah, progresif dan seketika untuk memenuhi segala kebutuhan materil memang merupakan watak dari modernisme. Watak tersebut terbentuk karena modernisme meletakan progresifitas yang menjelma sebagai kecepatan berupa wujud keterbaruan. Berdasarkan dua konteks tersebut, tayangan sinetron religius tersebut berubah menjadi Simulakra Mistik. Simulakra mistik akan menjelaskan, di tengah kehampaan makna spritualitas religius sebagai akibat dari modernisme tersebut, justru realitas mistik yang dihadirkan melalui simulasi lewat saluran media televisi, mendeterminasi kesadaran mistik penontonnya. Alih-alih tayangan sinetron religius menjadi solusi bagi gangguan neurosis, justru tayangan sinetron religius tersebut berubah menjadi imaji-imaji yang menakutkan. Dan anehnya, penonton menikmati imaji-imaji ketakutan yang disebarkan melalui televisi tersebut. Keganjilan ini dapat disebut sebagai kesadaran religius yang palsu. Ini dapat terjadi karena melalui simulasi televisi secara terus menerus mengkonstruksi realitas kegamaan yang palsu. Konstruksi kepalsuan realitas religius dalam sinteron tersebut berlangsung dengan cara:

a. Dramatisasi Ghaib

Suatu yang ghaib dapat dikategorisasikan pada dua, yaitu ghaib absolut dan ghaib nisbi. Ghaib absolut bersifat mutlak, yaitu Allah s.w.t. atau ghaib yang dinisbatkan pada kewenangan dan kekuasaan-Nya. Karena kemutlakan tersebut, maka segala sesuatu yang ghaib menjadi rahasia yang dikembalika pada-Nya. Atas ijin dan perkenan-Nya maka suatu yang ghaib tersebut dapat diungkap, dalam ayat bahkan disebutkan hanya pada Rasul yang diridhai-Nya,17 sedangkan ghaib nisbi adalah ghaib yang diselimuti misteri, dia menjadi tidak ghaib lagi jika ilmu pengetahuan dapat menyibak misteri yang menyelimutinya. Dalam perspektif ghaib nisbi ini, segala sesuatu dapat diungkap melalui ilmu pengetahuan. Alam raya, baik yang ada di perut bumi maupun di angkasa masih menyimpan jutaan misteri, dia bersifat ghaib dan dapat diungkap dengan kekuatan ilmu pengetahuan. Firman Allah s.w.t.:

Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu

16 Modernisme harus (dapat) dipahami sebagai reaksi terhadap perubahan menuju

sesuatu yang baru. Modernitas, dengan demikian, adalah gerak dinamis untuk menopang budaya maju yang telah dirintis pada era rasionalisme. Lihat Scott Lash, "Modernity or Modernism? Weber and Contemporary Social Theory", dalam Whimster S. dan Scott Lash (eds.), Max Weber, Rationality, and Modernity, (London: Allen & Unwin, 1987), pp. 355-377.

(9)

menembusnya kecuali dengan kekuatan/ilmu pengetahuan. (QS. Ar-Rahman/55 : 33).

Pada sinetron Rahasia Ilahi yang diteliti, peristiwa kematian yang mengenaskan tanpa penjelasan logis merupakan kategori ghaib absolut, yang dinisbatkan pada wilayah kewenangan dan kekuasaan Allah s.w.t. Satu-satunya penjelasan yang dapat menghubungkan kematian mengenaskan tanpa penjelasan logis tersebut adalah azab. Walaupun kematian dapat dipelajari melalui pendekatan ilmu pengetahuan, seperti yang pernah dirintis oleh Al-Kindi dan Ibn Sina18 lebih bersifat reflektif, dan indikatif bukan empirik. Artinya, dari peristiwa kematian dapat diperoleh hikmah reflektif, peristiwa kematian juga dapat dipelajari dalam pendekatan indikatif, yaitu tanda-tanda yang menunjukkan kematian akan datang, seperti usia tua.19

Kendati demikian, kematian dapat berada dalam batas antara yang ghaib absolut dan ghaib nisbi, artinya tanda-tanda menjelang kematian atau sebab-akibat kematian merupakan wilayah yang dapat diurai melalui ilmu pengetahuan. Namun, begitu masuk pada pintu kematian, ghaib nisbi bergeser pada ghaib absolut. Penggambaran kematian yang mengenaskan dalam sinteron Rahasia Ialhi menjadi unik karena secara sepihak—dengan menggunakan kategori ghaib absolut dan ghaib nisbi yang diutarakan— mistik dan hal ghaib yang disajikannya memang belum dapat dimasukkan dalam kategori ghaib absolut tetapi tidak juga dapat dimasukkan dalam kategori ghaib nisbi, sebab Rahasia Ilahi tidak membangun narasi logis yang dapat dirujuk untuk menjelaskan mengapa kematian mengenaskan tersebut terjadi. Menurut produser Rahasia Ilahi, Dondy B. Sudjono, kematian yang mengenaskan untuk tokoh yang semasa hidupnya dzolim dan jahat memang sengaja didramatisir untuk menimbulkan efek kejut bagi penonton. Berikut petikannya:20

Untuk membuat sinetron itu menarik, kita harus keluar dari kebiasaan. Bukan hanya sinetron, semua jenis hiburan tidak realistis. Film kungfu saja didramatisir walaupun pemerannya pendekar kungfu. Memang harus begitu... Prosesnya, misalnya ada orang yang semasa hidupnya suka nyabung ayam, maka matinya seperti ayam. Kita memprosesnya secara dramatisasi, dalam proses dramatisasi tadi itu mungkin ada unsur fiksinya. Kata kunci dari penggambaran kematian yang mengenaskan adalah

dramatisasi, proses penggambaran yang dibuat secara berlebihan sehingga

18 Sibawaihi, Eskatologi Al-Ghazali dan Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Islamika,

2001), p. 74.

19 QS. An-Nahl/ 16 : 70.

20 Wawancara dengan produser sinetron Rahasia Ilahi, Dondy B. Sudjono pada

(10)

menimbulkan efek dramatis bagi siapa saja yang monontonnya. Efek dramatis tersebut dapat terjadi karena Rahasia Ilahi merupakan genre21 sinetron mistik-religius. Baik penonton maupun produser sinetron sama-sama ‘bersepakat’ menggunakan dan memanfaatkan berbagai konvensi religius di dalamnya. Produser Rahasia Ilah memiliki kehendak menyisipkan atau memuat pesan religius yang cukup singkat, ‘kejahatan akan diazab’ dalam setiap episode Rahasia Ilahi. Isi ceritanya diklaim berdasarkan kisah nyata dan untuk menguatkan serta mengarahkan pesan religius tersebut, pada bagian akhir ditayangkan komentar dari ustadz sebagai pemangku pada sektor religiusitas. Dengan demikian, menjadi jelas, Rahasia Ilahi tidak dapat serta merta disamakan dengan film Superman,

Batman atau Rambo yang penuh dengan adegan fiksi yang didramatisir.

Genre sinetron mistik-religius plus kehadiran ustadz yang menjustifikasi kebenaran cerita pada akhir sinetron dapat membuat penonton awam merasa seluruh isi penggambaran cerita benar demikian dan kematian yang mengenaskan tanpa penjelasan logis tersebut memang begitu adanya.

Dramatisasi yang berlebihan tersebut dapat mengakibatkan kepanikan religius (religious panic) bagi penonton yang melihatnya. Kepanikan inilah yang memicu penonton untuk seketika mendadak insyaf, bertobat dan menjadi saleh. Istilah religious panic yang digunakan disini mengacu pada istilah moral panic. Sebuah sistem yang digunakan untuk menggambarkan kecemasan publik terhadap penyimpangan atau ancaman dari dalam budaya itu sendiri, yang dianggap menentang norma sosial, nilai

dan interest. Istilah moral panic pada awalnya digunakan oleh Jock Young

(1971) dan Stanley Cohen (1980) dalam studi penyimpangan media. Mereka berpendapat bahwa media memainkan peran idiologi, berkonstribusi dan memperkuat konstruksi aktif dari makna tertentu.22

Dalam pengertian ini, dramatisasi mau tidak mau merupakan visualisasi fiktif, akibatnya kematian yang mengenaskan tersebut menimbulkan rasa takut yang berlebihan bagi penonton dan anehnya ada penonton yang mendadak religius, menjadi soleh hanya disebabkan oleh suatu yang fiktif. Ini merupakan keunikan lain dari sinetron Rahasia Ilahi. Dengan penjelasan demikian maka konstruksi mistik dalam sinetron

21 Genre adalah ekspektasi antara audience dan pembuat program tentang

klasifikasi sebuah program. Dalam hal ini genre adalah sebuah konsep demokratis, karena dia melibatkan bayangan, harapan dan permintaan penonton terhadap televise. Genre televisi dinegosiasikan antara teks, institusi dan audience dalam cara yang fleksibel yang melibatkan kekhususan televisi dan juga hubungannya dengan media lain dan dengan budaya secara umum. Lihat Bignell, Jonathan Orlebar, Jeremy, The Television Handbook.

(New York: Routledge, 2005), pp. 59-60.

22 John Hartley, Communication, Cultural and Media Studies, (London: Routledge,

(11)

Rahasia Ilahi yang diteliti pada sektor dramatisasi ghaib ini bukan dalam pengertian proses konstruksi yang didasarkan pada realitas mistik atau hal ghaib sebagai realitas keagamaan, tetapi lebih kepada proses mengkonstruksi kesadaran religius baru penonton melalui berbagai simulasi yang secara aktif mengukuhkan makna baru yang dikonstruksikan tersebut.

1. Ekstrimisasi Irrasionalitas

Sebelum memahami Irrasional, tentu perlu terlebih dahulu dipahami tentang rasional. Irrasional dapat dipahami sebagai konsep yang berpasangan dengan rasional, artinya sesuatu yang rasional selalu disertai dengan irrasional. Irrasional juga dapat dipahami dengan meletakkannya dalam posisi yang bersebrangan dangan rasional, artinya untuk memahami sesuatu yang irrasional harus memahami terlebih dahulu yang rasional. Dalam filsafat pengetahuan, perdebatan tentang rasionalitas ini memang cukup menarik perhatian. Pusat perhatian tertuju pada rasio sebagai mekanisme penemuan pengetahuan. Pemunculan rasionalitas selalu dirujuk dari masa renaisance, atau pencerahan (aufklarung) atau lebih jauh dapat ditelusuri dalam perkembangan filsafat pada masa Yunani.

Secara sederhana, rasionalitas bisa diartikan sebagai sistem ide yang menjadi kecenderungan umum untuk mentransformasikan proses penaklukan alam yang menjadi dasar transformasi dalam ekonomi, politik, dan institusi-institusi hukum masyarakat Barat. Lebih jauh, rasionalitas juga menyentuh wilayah ilmu pengetahuan dan agama. Pada sektor ilmu pengetahuan, rasionalitas menjadi semacam aliran yang dilekatkan pada science/sain (yang sering diidentikkan dengan ilmu-ilmu alam, seperti, fisika, kimia, bialogi, astronomi). Kebenaran pengetahuan menurut sain ini diukur dari rasional atau tidak rasional. Cara kerjanya, buktikan pengetahuan itu rasional dengan menunjukkan bukti empiriknya. Singkatnya, rasional itu bentuk pemikiran yang dapat diterima oleh akal dengan menggunakan standar hukum alam, artinya, kebenaran akal yang diukur oleh ilmu alam. Bila dicermati, cara berfikir seperti ini tidak memberi tempat bagi kebenaran pengetahuan yang bersumber dari fenomena sosial ataupun fenomena keagamaan, atau selain fenomena alam. Untuk tidak terjebak pada polemik tersebut, dapat dijelaskan bahwa ilmu pengetahuan itu tidak dapat berkembang dalam alur dikotomistik, antara ilmu alam, ilmu sosial atau ilmu agama, secara parsial. Dengan demikian, sains tidak bisa dikapling milik ilmu alam belaka, sebab ilmu sosial dan ilmu agama juga dapat disebut dengan sain, yaitu sain sosial (antropologi, sosiologi, psikologi, ekonomi dan politik) dan sain agama (seperti tafsir, ulumul Qur’an, fiqh termasuk tasawuf). Hal ini menjadi penting diketengahkan sebab jika pemikiran rasional dinisbatkan pada

(12)

kebenaran hukum alam, belum tentu pemikiran rasional tersebut dapat mengungkap sesuatu yang tidak dapat diukur oleh alam. Karena itulah, rasionalitas dapat diletakkan pada kerangka pemikiran logis, yaitu pemikiran rasional yang dapat dijelaskan melalui seperangkat argumentasi. Singkatnya, jika argumen yang disampaikan benar maka dia juga dapat disebut rasional.

Dalam sinetron Rahasia Ilahi, Irrasionalitas dapat diletakkan dalam dua konteks yang berbeda. Pertama, konteks oposisi. Dia tidak rasional karena tidak sesuai dengan sain (hukum alam) dan logika (argumentasi logis) sekaligus secara bersamaan. Pada sinetron Rahasia Ilahi yang diteliti, aspek irrasionalitas tersebut terletak pada adegan kematian yang mengenaskan terhadap orang yang semasa hidupnya dzalim melalui penggambaran serba mendadak, mendadak sakit disertai dengan dadakan lain berupa munculnya belatung. Jika dikaitkan dengan ilmu kedokteran sebagai sain, penggambaran tersebut sangat tidak rasional karena kebenaran ilmu kedokteran tidak dapat menjelaskannya secara logis. Kedua, konteks unitas. Kematian merupakan sesuatu yang semula rasional, namun diselimuti oleh hal-hal yang membuatnya menjadi irrasional. Baik narasi dan gambar dalam sinetron tersebut (kematian yang mengenaskan) justru mengaskan hal itu Irrasional, bukan rasional. Walau kematian irrasional sebenarnya dapat saja dibuat menjadi rasional melalui narasi atau story yang dapat membangun makna rasionalitas tersebut sehingga secara perlahan penonton dibimbing untuk memahami suatu yang semula Irrasional dapat menjadi rasional.

Anehnya, walaupun kematian yang mengenaskan tersebut merupakan peristiwa irrasional, dia terkesan menjadi ‘rasional’ karena kekuatan story yang dibangun di atasnya. Selama 48 menit waktu yang digunakan untuk menayangkan sinetron Rahasia Ilahi, 2 menit pertama

chatter, 40 menit berikutnya story, 4 menit penggambaran kematian yang

mengenaskan dan 2 menit terakhir khutbah penutup dari Ustadz. Waktu 40 menit inilah yang digunakan untuk menyusun story sebagai argumen yang ‘logis’, mengapa kematian mengenaskan sebagai suatu peritiwa Irrasional terjadi. Oleh karena itulah, ia dapat disebut dengan eksteremisasi irrasionalitas.

Ekstrimisasi irrasionalitas dalam sinetron tersebut dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:

(13)

Desain atau skenario tersebut sebagai bentuk visualisasi yang diadaptasi dari klaim suatu kisah yang nyata. Berikut penjelasan sutradara

Rahasia Ilahi, Didik Ardiansyah:23

Televisi itukan bahasa gambar dan suara, jadi kisah yang masuk itu kita ubah dalam bahasa gambar....

Kalau kami sebenarnya menyesuaikan dengan cerita nyatanya. Kalau dalam cerita itu belatung, ya kita tampilkan belatung. Tapi cari belatung itu susah, jadi itu bukan belatung tapi kita pake krokol yang biasa digunakan untuk makanan burung, bentuknya seperti belatung.

2. Intervensi dari industri (stasiun) televisi.

Intervensi ini sangat memungkinkan terjadi, sebab stasiun televisi sebagai industri merupakan lembaga penyiaran yang berhadapan dengan tiga pihak sekaligus, yaitu penonton, pasar pengiklan dan pemerintah atau KPI sebagai lembaga negara yang mengurusi masalah penyiaran. Setiap televisi membentuk sendiri segmentasi penontonnya. Penonton menjadi penting karena dua hal, pertama untuk penyesuaian program acara yang akan ditayangkan dan kedua untuk kepentingan menjaring iklan. Sebagai lembaga penyiaran swasta (komersial), stasiun televisi tentunya sangat tergantung dengan iklan. Sementara, hal yang berhubungan dengan negara (KPI), berurusan dengan isi siaran. Singkatnya, otoritas pertama disiarkan atau tidaknya sebuah program ditentukan oleh stasiun televisi bersangkutan. Artinya, KEP Media sebagai production house yang memproduksi Rahasia Ilahi juga memiliki otoritas yang terbatas untuk dapat menayangkan produksinya. Pada sisi inilah intervensi stasiun televisi masuk mempengaruhi sisi produksi Rahasia Ilahi. Hal tersebut dibenarkan oleh Dondy B. Sudjono sebagai produses Rahasia Ilahi seperti pernyataannya berikut ini:24

Intervensi itu ada, dalam arti kita berhubungan dengan pihak programing TPI. Pihak programing itu ikut membentuk program, karena berhubungan dengan pasar penonton mereka. Tidak semua masukan kita terima karena kita mempertahankan konsep Rahasia Ilahi. Misalnya pernah ada masukan begini, “Coba Pak azabnya dibuat berkali-kali, jangan cuma sekali”. Pernah ada masukan seperti itu, tapi kita tolak usulan seperti itu, karena sulit bagi kami menerimanya, sebab bagi kami dosis azab yang kami berikan sudah cukup keras. Sejauh bisa kita terima usulnya kami terima, karena mereka itu client kami. Biasanya mereka menuntut kalo rating

23 Wawancara dengan Sutradara sinetron Rahasia Ilahi, Didik Ardiansyah pada

tanggal 12 Desember 2008 di kantor KEP Media, Kemang, Jakarta.

24 Wawancara dengan Produser sinetron Rahasia Ilahi, Dondy B. Sudjono pada

(14)

acaranya baik. Bagi kami, sejauh usulan itu tidak keluar dari konsep Rahasia Ilahi, akan kami terima.

Oh ya, soal intervensi TPI tadi, saat penulisan sinopsis mereka sudah terlibat. Mereka yang punya televisi, mereka minta suara mereka didengarkan. Kalau mereka minta setting atau suasananya dirubah bisa kita turuti, tapi kalau sudah masuk isi, kita yang punya kewenangan.

3. Intervensi Iklan

Walaupun iklan tidak beruhubungan langsung dengan teknis produksi dan isi sinetron, namun iklan memiliki kekuatan besar untuk kelanjutan sebuah program televisi, termasuk sinetron Rahasia Ilahi. Pada prinsipnya pemasang iklan bersifat pasif dalam arti kepentingannya bukan pada jenis program televisi, tetapi pada penonton dan waktu siar. Program apapun jika jumlah penontonnya banyak akan mendorong industri untuk mengiklankan produknya melalui program yang ditonton oleh banyak orang. Dalam program sinetron, jarang sebuah produk tertentu menjadi sponsor bagi seluruh produksi pembuatan sinetron tersebut. Pasar pengiklan hanya berorientasi bagaimana dengan biaya pemasangan iklan yang sudah dikelurakannya dapat ditonton oleh sebanyak-banyaknya penonton. Semakin banyak penonton, maka hitungan biaya iklan akan semakin kecil. Dengan demikian, pemasang iklan sangat berkepentingan suatu program ditonton oleh banyak orang. 25 Hal tersebut juga berlaku pada sinetron Rahasia Ilahi. Menurut Dondy B. Sudjono, pihaknya sering diminta untuk menaikkan ‘dosis’ azab pada setiap episode Rahasia Ilahi. Berikut ini pernyataannya:26

Namun kita akui, pasar meminta kita menaikkan dosisnya. Tapi kita tidak pernah mau memenuhi. Permintaan pasar itu juga tidak lepas dari banyaknya PH lain yang membuat program sejenis Rahasia Ilahi tetapi dengan dosis yang berlebihan. Saya sendiri kadang-kadang mengakui, fenomena maraknya tayangan msitis religius sudah jauh kebablasan, terlalu ekstrim, seperti yang saya katakan, ada ibu hamil perutnya ditusuk, ini kasar dan sangat berlebihan. Ini sudah keterlaluan, njelehi (menjijikkan-Pen). Tapi kita tidak bisa berbuat apa-apa, pasar sudah terbuka, permintaan seperti itu mau bagaimana lagi. Tapi masih ada juga sinetron religius yang lembut seperti Para Pencari Tuhan. Kalau itu dibilang tanggung jawab saya sebagai perintis, tentu tidak pada tempatnya. Tapi kalau saya yang memulai memang benar. Mungkin saja pasar pengiklan menyadari bahwa salah satu besarnya minat penonton pada tayangan Rahasia Ilahi disebabkan oleh efek azab yang digambarkannya. Seperti pengakuan Dondy tersebut, pihaknya tidak

25 Effendi Gazali, [ed], Penyiaran Alternatif tapi Mutlak, (Jakarta: Jurusan Ilmu

Komunikasi Fisip UI, 2002).

(15)

pernah mau menambah ‘dosis’ azab pada setiap episode Rahasia Ilahi. Hal ini dapat dipahami bahwa ‘dosis’ azab yang selama ini ditayangkan oleh

Rahasia Ilahi sudah merupakan suatu hal yang dapat diterima dan

dikukuhkan sebagai sebuah kewajaran. Padahal, seperti yang menjadi analisis kritis pada penelitian ini, azab yang dinilai wajar tersebut memuat sesuatu yang tidak wajar.

4. Shock Therapy

Suatu masalah yang diselesaikan melalui metode shock therapy biasanya merupakan masalah yang bukan lagi dianggap masalah. Dalam hal ini, maraknya tayangan mistik dalam bentuknya yang paling keras melalui format program reality show memburu hantu sebelum kemunculan

Rahasia Ilahi nyaris menjadi hal yang wajar karena daya jangkitnya yang

cepat dan meluas disertai kurangnya daya kritis penonton terhadap suatu program acara televisi.

Adanya gejala muculnya kewajaran terhadap tayangan reality show memburu hantu tersebutlah yang merisaukan Dondy B. Sudjono sehingga perlu diberi efek kejut untuk menyadarkan masyarakat beralih pada tayangan lain yang disebutnya ‘bermanfaat’. Inilah yang melatari lahirnya sinetron Rahasia Ilahi, dengan misi khusus memberi peringatan adanya azab Allah bagi siapa saja yang berbuat jahat. Berikut pernyataannya:27

Islam itu ada isinya baik semua, namun ada sisi yang paling lembut sampai yang paling keras, yaitu azab. Kalau kita beri tontotan Islam yang lembut tidak cocok dengan karakter penonton kita yang sukanya tayangan ghaib seperti Uka-uka. Kalau diibaratkan anak, penonton itu bandel banget, jadi perlu Shock Therapy. Kita buat program yang mereka suka tetapi sebanarnya shock therapy bagi mereka.

Dari pihak kami berpendapat, diantara sinetron religius, hanya sinetron Rahasia Ilahi yang paling keras. Hal itu juga dapat kita saksikan pada film-film di bioskop, film horor sejenis Kuntilanak itu yang ditonton. Namun, dalam format televisi yang seperti ini (horor-mistis religi-Pen), cuma Rahasia Ilahi. Cuma karena kami yang merintis di awal dan mendapat rating sampai 15 dan share sampai 40%, semua lantas ikutan membuat jenis sinetron serupa.

Memang, terlepas dari adanya perdebatan tentang penggambaran azab yang tidak rasional dan penuh dengan dramatisir tersebut. Faktanya, tayangan tersebut memiliki dampak adanya perubahan prilaku keagamaan di kalangan penonton, seperti yang disebutkan Dondy berikut ini:28

27 Wawancara dengan Produser sinetron Rahasia Ilahi,... 28 Wawancara dengan Produser sinetron Rahasia Ilahi...

(16)

Kemarin ada contoh cerita ada pedagang yang suka mengurangi timbangan, sekarang sudah tidak berlaku curang lagi gara-gara nonton Rahasia Ilahi. Ustadz Arifin Ilham sendiri cerita pada saya begini, “Bang, kemarin saya beri pengajian di Jawa Barat. Waktu di bis, saya didekati oleh preman, tubuhnya penuh tato semua. Rupanya dia nonton Rahasia Ilahi edis preman yang mati tapi tidak ada yang mau mengurus. Preman tersebut insyaf dan waktu berhenti di mesjid, dia sholat di sebalah saya Bang, sambil menangis”. Saya dengar cerita itu, langsung kaget. Jadi ada dampak seperti itu.

Atau pengakuan sutradara Rahasia Ilahi Didik Ardiansyah berikut ini:29

Dampak Rahasia Ilahi memang luar biasa, ada karyawan ANTV yang (maaf) banci. Kita pernah buat episode Banci Tobat. Setelah dia nonton itu, seminggu tidak masuk kantor, tobat beneran.

Konstruksi mistik tayangan mistik dalam sinetron Rahsia Ilahi berupa dramatisasi hal ghaib dan ekstrimisasi irrasionalitas yang diproduksi secara terus menerus melalui sebuah simulasi tersebutlah yang melahirkan simulakra mistik. Hal tersebut dapat diuraikan berdasarakan skema berikut ini:

29 Wawancara dengan Sutradara sinetron Rahasia Ilahi, Didik Ardiansyah pada

(17)

Baik dramatisasi ghaib dan eksteremisasi Irrasionalitas tersebut disusun melalui penggunaan atribut religius dan budaya. Pemilihan atribut tersebut didasari pada kesadaran untuk memanfaatkannya menjadi nilai guna yang dapat mendukung proses penerimaan pesan yang hendak disampaikan dalam sinetron tersebut. Selanjutnya, dramatisasi ghaib dan eksteremisasi Irrasionalitas tersebut diproduksi secara terus menerus (simulisasi) sesuai dengan jadwal penayangannya. Permintaan pasar

SINETRON

RAHASIA ILAHI melakukan Dramatisasi Gaib

berupa Azab Eksteremisasi Irasionalitas Azab melakukan berupa

Simulasi Episode Simulasi Episode

Centrum Imaji

Kode Religius seperti ; Lapadz (kata-kata) islami, kaligrafi, ustadz,

kostum, kutipan ayat Kode Budaya/Sosial seperti ;

Belatung menggunakan menggunakan direproduksi digunakan Simulakra Mistik memunculkan direproduksi membentuk membentuk memunculkan

Story dan Narasi

Story dan Narasi melalui melalui

MAKNA

Lapadz (kata-kata) islami, kaligrafi, ustadz, kostum, kutipan ayat, dapat membantu penyusunan makna bahwa penggambaran berupa dramatisasi dan irasionalitas kematian yang mengenaskan tersebut berupa azab yang berada pada wilayah religius. Artinya, penggambaran azab ditempatkan sebagai suatu yang sah adanya

menurut agama.

Belatung yang digunakan untuk menghukum orang dzalim dapat menimbulkan efek psikis yang dalam sebab, belatung memiliki makna konotatif sebagai sesuatau yang menjijikan yang akan memenuhi mayat manusia. Sesuatu yang menjijikan memang tidak menyakitkan (bandingkan dengan makna konotatif anjing dengan gigitannya), tetapi karena rasa jijik tersebut efek psikis yang ditimbulkannya jadi lebih mendalam.

memuat Aksebtabilitas Koheren Sosial/Budaya menyusun Refleksi Religiusitas menggeser Deviansi Kesadaran Religiusitas membangun

(18)

(industri televisi dan pengiklan) untuk meningkatkan produksi Rahasia Ilahi menunjukkan sinetron tersebut mendapat tempat di hati penonton. Akibatnya, proses produksi dan penayangan menjadi semacam simulasi-simulasi yang bergerak sebagai mesin makna yang cepat. Pada skala yang lebih luas, simulasi Rahasia Ilahi tersebut memunculkan sinetron serupa dalam kadar mistik yang berbeda-beda sebagai akibat terbukanya pasar baru dalam industri persinetronan.

Semakin pesat dan cepatnya proses produksi sejumlah sinetron sejenis yang ditayangkan hampir bersamaan pada sejumlah stasiun televisi inilah yang membentuk gugusan simulacra berupa imaji-imaji visual, dan pada gilirannya, gugus imaji tersebut berubah menjadi pusat (centrum) imaji. Hal ini terjadi karena pada ranah, medium dan waktu yang sama penonton menyaksikan substansi tayangan yang sama. Jikapun ada perbedaan, hanya pada bintang atau pemeran atau judul sinetronnya (inipun nyaris serupa menggunakan label ilahi atau berkonotasi ilahiayah), bukan pada substansi ceritanya. Walau bersifat abstark, namun centrum imaji ini memiliki kekuatan, yaitu:

1. Memunculkan simulakra mistik

Simulakra berupa kumpulan gugus imaji yang diproduksi melalui serangkaian simulasi-simulasi ini dalam bentuknyanya dapat ditemukan pada sejumlah dialektika sosial yang melibatkan sejumlah pihak, sehingga mistik pada alur ini akan menyusun akseptabilitas koheren melalui suatu proses sosial dan budaya, yaitu suatu pencitraan mistik yang tereduksi tetapi menjadi dapat diterima secara koheren, karena memiliki hubungan, keterpaduan dan melekat dengan aroma religiusitas.

2. Deviansi kesadaran religiusitas

Ini merupakan titik yang paling ekstrim karena secara subtile dapat merasuk dalam diri setiap orang membentuk kesadaran yang tidak disadari (artinya ada kesadaran baru tentang Islam namun kesadaran tersebut tidak disadari merupakan penyimpangan terhadap sifat Tuhan yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kesadaran yang dibangun dari sebuah konstruksi agama yang telah mengalami komodifikasi) bahwa ajaran Islam itu penuh dengan azab yang pedih karena ditampilkan melalui kemurkaan demi kemurkaan Tuhan. Seakan wajah Tuhan yang penuh kasih dan sayang tidak muncul sebagai suatu sisi lain dari sejuknya sebuah ajaran Islam. Kebenaran agama diukur melalui parameter yang sangat pragmatis, pintas, cepat dan seketika. Pada skala yang lebih luas, implikasi dari deviansi religiusitas ini dapat berakibat pada fetishisme30 religiusitas. Atau,

30 Fetishisme adalah kepercayaan yang mendeterminasi kesadaran manusia akan

(19)

dalam konteks industri sinetron religi, pada sinetron Rahasia Ilahi dapat saja ustadz yang tampil pada bagian akhir sinetron merupakan implikasi dari paham fetish tersebut. Posisinya dapat mendeterminasi kesadaran penonton karena para ustadz tersebut memiliki daya tarik sebagi fetish dalam sinetron tersebut.

3. Menggeser refleksi religiusitas

Melalui penelitiannya terhadap media, budaya dan politik di Indonesia Sen dan Hill (2001)31 menjelaskan, media di Indonesia

menjalankan peran bukan merefleksikan realitas melainkan merepresentasikan realitas. Akibatnya, khalayak lebih banyak menerima konten media dibandingkan dengan melakukan dialog dengan konten media. Penelitian Sen cukup menggambarkan bahwa Rahasia Ilahi hanya memotret secuil bentuk keyakinan keagamaan (azab Allah) melalui representasi yang dituangkan dalam kisah yang diklaim nyata tersebut. Artinya, dengan asumsi bahwa Rahasia Ilahi memuat kebenaran yang diperoleh dari berangkat dari kisah nyata (non fiksi) namun konstruksi visualnya tidak merefeleksikan kebenaran kisah tersebut. Konstruksi yang disajikan penuh dengan muatan-muatan yang hanya merepresentasikan aspek simbolik religiusitas. Karena berupa representasi, maka refleksi kisah menjadi diabaikan dan (melalui representasi) semuanya mengalami proses penyederhanaan, baik dalam penggunaan atribut maupun muatan ceritanya. Dalam hal penggunaan atribut misalnya, pilihan kostum dan kata-kata dan sebagainya dianggap cukup mewakili (merepresentasikan) alur kisah Rahasia Ilahi berada pada jalur religius. Sedangkan dalam muatan ceritanya, proses penyederhanaan terjadi melalui alur kisah yang berjalan secara linear dan horizontal bukan cordial atau vertikal.

Melalui representasi tersebut, penonton tidak diajak untuk ‘masuk’ mendalami kedalaman religiusitas. Ulasan representasi simbolik religiusitas yang terjadi pada dua sektor yaitu simbolik berupa tanda atau lambang dan simbolik berupa kode tersebut menjadi penting untuk menjelaskan centrum imaji tersebut mendorong terjadinya deviansi (penyimpangan) kesadaran religiusitas. Representasi adalah bentuk kongkrit yang diambil oleh konsep abstrak. Beberapa diantaranya biasa atau tidak kontroversial, contohnya, bagaimana hujan direpresentasikan dalam film, karena hujan yang sesungguhnya sulit ditangkap oleh kamera dan sulit untuk dihasilkan. Namun, beberapa representasi langsung ke jantung kehidupan budaya dan politik, contohnya, gender, kebangsaan, umur, kelas dan agama.

atau memanfaatkan kekuatan magis yang dikandungnya, di Indonesia biasa disebut dengan jimat.

31 Krishna Sen dan T Hill, David, Media, Budaya dan Politik di Indonesia, (Jakarta:

(20)

Melalui penjelasan tersebut, representasi yang dimuat dalam Rahasia

Ilahi memasuki jantung kehidupan keagamaan. Representasi dihadirkan

dengan cara yang sangat simpel dan sederhana, untuk mererpresentasikan alur kisah memuat ajaran agama, dihadirkan seorang ustadz pada akhir sinetron. Ustadz tersebut merupakan representasi dari kelompok agamawan. Kehadiran ustadz yang mengomentari isi cerita dengan mengutip sejumlah ayat suci tersebut sekaligus melegalkan kebenaran kisah yang dimuat di dalamnya. Penonton jadi semacam ‘terkunci’ dan ‘tidak berkutik’ karena tidak diberi ruang untuk meresepesi kisah tersebut secara otonom. Mereka ‘dipaksa’ untuk menerima segala kebenaran kisah Rahasia Ilahi. Penerimaan kisah sebagai sebuah kebenaran tersebut merupakan pintu masuk yang dapat mendorong deviansi kesadaran religiusitas tersebut. Kesadaran mendadak, lantas berubah seketika menjadi soleh tanpa proses refeleksi-kritis. Pada level sosiologis, kesadaran mendadak tersebut dapat berimplikasi positif, mungkin saja dengan demikian banyak orang menjadi sadar dan berubah perilakunya. Tetapi secara idiologis, kesadaran inilah yang disebut Baudrillard sebagai exclusive of pleasure, yaitu prakondisi psikologis yang mendorong penonton berbuat mengikuti trend-trend religiusitas, berubah trend maka berubah juga cara orang memahami agama. Rahasia Ilahi menunjukkan dimulainya trend religiusitas baru pada cara orang memaknai hidup, agama dan Tuhannya. Kesadaran dengan demikian menjadi kering karena bukan produk refleksi tetapi produk industri televisi melalui berbagai penyajian teknik representasi.

C.Penutup

Media televisi semestinya memenuhi sebuah peran yang lebih mengangkat derajat manusia, namun karena sifat industrial produksi artistik berada di bawah kapitalisme, tidaklah dimungkinkan bagi produk-produk industri ini untuk memiliki potensi pembebasan yang menurut Adorno dan Horkheimeir semestinya dimiliki media.32 Melalui produksi yang mendramatisir hal-hal ghaib dan ekstermisasi irrasionalitas, mistik dalam sinetron Rahasia Ilahi telah mengkonstruksi kesadaran religius khalayak penontonnya. Konstruksi kesadaran tersebut muncul bukan sebagai produk atau pancaran dari refleksi yang mendalam terhadap ajaran suci keagamaan melalui serangkaian penapakan syari’at dan perenungan religiusutas yang berlangsung secara dialogis dan kritis tetapi ditempuh secara instan melalui short cut.

32 Jane Stokes, How to Do Media and Cultural Studies, terj. (Yogyakarta: Bentang,

(21)

Sesuatu yang religius—apalagi kode religi yang digunakan dalam

Rahasia Ilahi memasukkan azab sebagai suatu kekuatan ghaib yang

Irrasional—merupakan wilayah yang sakral33 dalam Islam. Azab

merupakan konsep yang berasal dan bersumber dari Tuhan, karena itu dia bersifat sakral. Azab ada dalam genggaman Tuhan, dia masuk dalam wilayah keimanan atau tauhid, bukan wilayah syari’at, karena itu azab bukanlah konsep profan dalam kehidupan keagamaan Islam.

33 Sakral merupakan istilah yang diberikan Durkheim, sesuatu yang sakral dalam

agama benar-benar melandasi pemikiran religius; keimanan, mitos, dogma dan legenda-legenda merupakan representasi atau sistem representasi yang mengekspresikan hakikat hal-hal yang sakral, kualitas dan kekuatan yang dilekatkan pada yang sakral tersebut atau hubungan antar mereka dengan hal yang profan. Lihat Brayn S. Turner, Religion and Social Theory, (London: Sage Publication, 1991).

(22)

Daftar Pustaka

Baudrillard, Jean, Selected Writings, ed. by Mark Poster, Cambridge: Polity Press, 1988.

Bignell, Jonathan Orlebar, Jeremy, The Television Handbook. New York: Routledge, 2005.

Cremers, Agus, Tahap-tahap Perkembangan Kepercayaan menurut James W. Fowler.

Departemen Agama RI., Al-Qur’an.

Endraswara, Suwardi, Mistik Kejawen, Yogyakarta: Narasi, 2006. Fiske, Jhon, Television Culture, London: Routledge, 1987.

Gazali, Effendi [ed], Penyiaran Alternatif tapi Mutlak, Jakarta: Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip UI, 2002.

Hadiwijono, Harun, Man in the Present Javanese Mysticism, Baarn: Bosch and Keuning, 1967.

Hartley, John, Communication, Cultural and Media Studies, London: Routledge, 2004.

Irawanto, Budi, Jurnal Ilmu Komunikasi, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Nomor 1, Juni 2006.

Jane Stokes, How to Do Media and Cultural Studies. Terj., Yogyakarta: Bentang, 2006.

Kearney, Richard The Wake of Imagination-Toward A Postmodern Culture, London: Routledge, 1994.

Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa, Jakarta: Balai Pustaka, 1984. Koran Pikiran Rakyat, 9 Januari 2003.

MacDonald, Jurnal Komunikasi Vol. 1 No. 1, Jakarta, 1993. Majalah Gatra Nomor 31 tanggal 13 Juni 2005.

Mark, R. Woodward, Islam Jawa, Kesalehan Normatif versus Kebatinan, Yogyakarta: LKiS, 2008.

Morissan, Manajemen Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio dan Televisi, Jakarta: Kencana, 2008.

(23)

Nicholson, Reynold A., The Mystics of Islam, World Wisdom, 2002.

S., Whimster dan Scott Lash (eds.), Max Weber, Rationality, and Modernity, London: Allen & Unwin, 1987.

Schimmel, Annemarie, Dimensi Mistik dalam Islam, terj., Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000.

Sebuah Gagasan Baru dalam Psikolog Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1995. Sen, Krishna dan T. Hill, David, Media, Budaya dan Politik di Indonesia,

Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 2001.

Sibawaihi, Eskatologi Al-Ghazali dan Fazlur Rahman, Yogyakarta: Islamika, 2001.

Soehadha, Cara Orang Jawa Memaknai Agama, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008.

Syahputra, Iswandi, Komunikasi Profetik, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007.

Tedjoworo, Imaji dan Imajinasi, Yogyakarta: Kanisius, 2001.

Turner, Brayn S., Religion and Social Theory, London: Sage Publication, 1991. UUD 1945.

Referensi

Dokumen terkait

Bagian ATK mengecek surat jalan yang diterima dengan formulir purchase order yang telah diarsip sebelumnya, jika tidak sesuai maka akan dilakukan konfirmasi ulang dengan supplier,

—wfka ysñhfka'''' Wkakdkafia ;uhs yenEu ÈjHrcq' tA ;uhs wfma uyrcq' Wkak- dkafia .ek oeka ukqf,dj ñksiqka okafk ke;s .dkhs' Wkakdkafia ienEu .=Ki- alkaOhla' uyd .=Kl|la' ohd

Penelitian ini bertujuan untuk menghitung kebutuhan energi listrik dan menentukan kapasitas modul yang digunakan pada skala rumah tangga di BTN Anawai

Observasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa PPL sebelum merancang dan melaksanakan kegiatan PPL di sekolah. Kegiatan observasi bertujuan agar

Praktikum fisika dan proyek kelompok yang dilakukan di pendidikan fisika dapat menunjang pembentukan karakter yang baik seperti: semangat multikultural dimana siswa

Persepsi keindahan yang dapat dilihat dari desain interior salon ini adalah bagaimana desainer dapat melihat potensi keindahan dari sebuah material alami yaitu bambu yang

Keterbatasan dalam penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah: (1) elastisitas produksinya konstan, (2) elastisitas substitusi input bersifat elastis sempurna, (3)