• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

A. Kajian Pustaka 1. Teori

a. Teori Keagenan (Agency Theory)

Jensen dan Meckling (1976), mengungkapkan bahwa teori keagenan menjelaskan hubungan antara agen (manajemen perusahaan) dan principal (pemegang saham). Scott (1997) menyatakan bahwa perusahaan memiliki beberapa kontrak, contohnya kontrak kerja antara perusahaan dengan manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan kreditor. Kedua kontrak ini seringkali dibuat berdasarkan angka laba bersih (income), oleh karena itu kontrak tersebut berpengaruh terhadap akuntansi.

Hubungan antara agen dan prinsipal biasanya dalam situasi asimetri informasi. Hal ini dapat terjadi karena disebabkan oleh adanya pihak yang mempunyai informasi lebih (agen) dibandingkan dengan pihak lain (prinsipal). Agen lebih banyak memperoleh informasi karena berhubungan langsung dengan operasional perusahaan. Dengan asumsi individu mempunyai kepentingan untuk dirinya sendiri, maka dengan adanya asimetri informasi akan mendorong agen menyembunyikan informasi yang tidak dimiliki oleh principal.

(2)

b. Islamic Enterprice theory

Menurut Harahap (2008) mengemukakan bahwa akuntansi atau laporan keuangan harus dapat memenuhi kebutuhan dalam menjelaskan semua pihak bahwa entitas telah memenuhi atau sejauh mana memenuhi tanggung jawabnya kepada Tuhan dan kepada pihak yang diperintahkan Tuhan sesuai dengan tujuan dan maksud yang ditetapkan syariat. Pada teori ini laporan keuangan diharapkan dapat menjelaskan informasi tentang pertanggungjawaban manusia sebagai makhluk yang mendapat amanah dalam mengerti entitas baik kepada manusia (horizontal) maupun kepada Allah (Vertikal). Shari’ah Enterprise Theory (SET) Tuhan sebagai Pusat Dari beberapa diskusi telah diketahui bahwa ET lebih sarat dengan nilai-nilai kapitalisme, sehingga akuntansi syari’ah lebih cenderung pada enterprise theory.

Menurut SET, stakeholders meliputi Tuhan, manusia, dan alam. Tuhan merupakan pihak paling tinggi dan menjadi satu-satunya tujuan hidup manusia. SET tidak mendudukkan manusia sebagai pusat dari segala sesuatu sebagaimana dipahami oleh antroposentrisme. Tapi sebaliknya, SET menempatkan Tuhan sebagai pusat dari segala sesuatu. Tuhan menjadi pusat tempat kembalinya manusia dan alam semesta.

Oleh karena itu, manusia di sini hanya sebagai wakilNya (khalitullah fil ardh) yang memiliki konsekuensi patuh terhadap semua hukum-hukum Tuhan. Kepatuhan manusia (dan alam) semata-mata dalam rangka kembali kepada Tuhan dengan jiwa yang tenang. Proses kembali ke Tuhan memerlukan proses penyatuan diri dengan sesama manusia dan alam sekaligus dengan hukum-hukum yang

(3)

melekat di dalamnya.

SET juga berbeda dengan Enterprise Theory yang meskipun

stakeholdersnya lebih luas dibanding dengan ET, tetapi stakeholders di sini tetap dalam pengertian manusia sebagai pusat. Dengan memahami SET secara utuh, maka tentu saja warna dan bentuk teori akuntansi syari’ah akan sangat berbeda dengan akuntansi modern. Dalam konteks ini, konsep kesejahteraan akan berbeda dengan ET dan Enterprise Theory. ET menekankan accounting income for stockholders yang dalam bentuk sederhana dapat dinyatakan sebagai profit for stockholders. Konsep kesejahteraan juga akan berbeda dengan nilai-tambah (value-added) dari Enterprise Theory.

2. Perbankan Syariah

Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah, Usaha Unit Syariah (UUS), dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Undang-Undang No.10 Tahun 1998, pasal 1 (13) tentang Perbankan, yang menyebutkan bahwa : Prinsip syariah adalah sebagai aturan perjanjian berdasarkan hukum syariah antara bank dengan pihak lain untuk penyimpanan dana dan pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain : pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan

(4)

berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa istigna). Bank syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah (Antonio, 2001: 84), yaitu : 1. Titipan atau Simpanan (Al Wadiah)

2. Bagi Hasil (Al Musyarakah, Al Mudharabah, Al Muzara’ah, Al Musaqah) 3. Jual Beli (Bai Al Murabahah, Bai As Salam, Bai Al Istishna)

4. Sewa (Al Ijarah, Al Ijarah al Muntahia bit Tamlik)

5. Jasa lainnya (Al Wakalah, Al Kafalah, Al Hawalah, Ar Rahn, Al Qardh)

Dalam peristilahan internasional bank syariah dikenal sebagai Islamic Banking atau juga disebut dengan interest-free banking. Peristilahan dengan menggunakan kata Islamic tidak dapat dilepas dari asal-usul sistem perbankan syariah itu sendiri yaitu penyedia jasa transaksi keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral dan prinsip syariah islam (Muhammad, 2004 dikutip oleh Zulmaita, 2011). Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa bank syariah adalah bank yang melakukan aktivitasnya dalam pemberian jasa dan lainnya berdasarkan prinsip syariah Islam, seperti menghindari penggunaan instrument bunga (riba) dan beroperasi dengan prinsip bagi hasil (profit and loss sharing). Hal inilah yang membedakan sistem perbankan syariah dengan sistem perbankan konvensional.

(5)

3. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Profitabilitas bank merupakan suatu kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Kemampuan ini dilakukan dalam suatu periode. Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara profitabilitas atau rentabilitas yang terus meningkat di atas standar yang ditetapkan. Parameter/indikator dalam menilai faktor rentabilitas meliputi kinerja rentabilitas, Sumber-sumber rentabilitas, sustainability, rentabilitas dan manajement rentabilitas (Ikatan Bankir Indonesia, 2016). Profitabilitas pada bank syariah harus dibagi antara bank dengan para penyandang dana, yaitu nasabah investasi, para penabung dan para pemegang saham sesuai dengan nisbah bagi hasil yang diperjanjikan.

Bank dapat menegosiasikan nisbah bagi hasil atas investasi mudharabah sesuai dengan tipe yang ada, baik sifatnya maupun jangka waktunya. Bank juga dapat menentukan nisbah bagi hasil yang sama atas semua tipe, tetapi menetapkan bobot (weight) yang berbeda-beda atas setiap tipe investasi yang dipilih oleh nasabah. Menurut (Siamat, 1995), rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur efektifitas bank dalam memperoleh laba. Disamping dapat dijadikan sebagai ukuran kesehatan keuangan, rasio-rasio profitabilitas ini sangat penting untuk diamati mengingat keuntungan yang memadai diperlukan untuk mempertahankan arus sumber-sumber modal.

(6)

(Horne dan Wachowicz, 2005:222) mengemukakan rasio profitabilitas terdiri atas dua jenis, yaitu rasio yang menunjukkan profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukkan profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi. Profitabilitas dalam hubungnya dengan penjualan terdiri atas margin laba kotor (gross profit margin) dan margin laba bersih (net profit margin). Profitabilitas dalam hubungannya dengan investasi terdiri atas tingkat pengembalian atas aktiva (return on total assets) dan tingkat pengembalian atas ekuitas (return on equity). Profitabilitas atau rentabilitas bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Profitabilitas atau sering disebut juga dengan rentabilitas menunjukkan tidak hanya jumlah kuantitas dan

trend earning tetapi juga faktor-faktor yang mempengaruhi ketersediaan dan kualitas earning. Keberhasilan bank didasarkan pada penilaian kuantitatif terhadap rentabilitas atau profitabilitas bank yang diukur dengan dua rasio yang bobot sama. Menurut (Riyadi 2006:155-156) rasio profitabilitas digolongkan menjadi :

1) Return On Equity (ROE) adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan antara laba (setelah pajak) dengan modal (modal inti) bank, rasio ini menunjukkan tingkat % (persentase) yang dapat dihasilkan. 2) Return on Asset (ROA) adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan

perbandingan antara laba (sebelum pajak) dengan total asset bank, rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan asset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan.

(7)

ROA adalah rasio keuangan perusahaan yang berhubungan dengan aspek

earning atau profitabilitas (Wardiah, 2013). Untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja suatu perusahaan, analisa keuangan membutuhkan suatu ukuran. Ukuran yang sering dipergunakan dalam hal ini adalah rasio atau indeks yang dihubungkan dua data keuangan. Ukuran profitabilitas yang digunakan adalah Return on Equity (ROE) untuk perusahaan pada umumnya dan Return on Asset (ROA) pada industri perbankan. Return on Asset (ROA) memfokuskan kemampuan perusahaan untuk memperoleh earning dalam operasi perusahaan, sedangkan Return on Equity (hanya mengukur return yang diperoleh dari invesatsi pemilik perusahaan dalam bisnis tersebut.

Tabel 2.1

Kriteria Penilaian Return On Asset (ROA)

Kriteria Infomasi

ROA > 1,5 % Sangat Baik

1,25% < ROA 1,5% Baik

0,5% < ROA 1,25% Cukup Baik

0 % < ROA 0,5% Buruk

ROA 0% Sangat Buruk

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No 9/24/DPbS 2007 pada (Abdillah, 2016)

Bank Indonesia lebih mementingkan penilaan ROA daripada ROE karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank, diukur dengan asset yang dananya sebagian besar

(8)

dari dana simpanan masyarakat (Dendawijaya, 2009). Sehingga ROA lebih mewakili dalam mengukur tingkat profitabilitas perbankan. Karena Return on Asset (ROA) digunakan untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam menghasilkan laba. Semakin kecil rasio ini mengindikasikan kurangnya kemampuan manajemen bank dalam hal mengelola aktiva untuk meningkatkan pendapatan dan atau menekan biaya. Return on Asset (ROA) sangat penting, karena rasio ini mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset produktif yang dananya sebagian besar berasal dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai dan semakin baik posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Berdasarkan ketentuan BI tingkat CAR harus dimiliki bank syariah adalah 8%. Sehingga apabila Bank Syariah mampu memenuhi kebutuhan CAR sesuai dengan ketentuan BI berati bank mampu membiayai operasi bank, sehingga bank dapat menjaga likuiditas dan memperoleh keuntungan.

Return on assets (ROA) menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam menghasilkan laba dari pengelolaan asset yang dimiliki (Kasmir, 2014). Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank, dan semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan asset (Dendawijaya, 2009). (Wibowo, 2013) menyatakan bahwa rasio rentabilitas ekonomi mengukur kemampuan aset perusahaan memperoleh laba dari operasi perusahaan. Menurut Riyadi (2006:155) rasio profitabilitas adalah : “Rasio profitabilitas adalah perbandingan laba (setelah pajak) dengan modal (modal inti) atau laba (sebelum pajak) dengan total asset yang dimiliki bank pada periode

(9)

tertentu”. ROA dihitung berdasarkan perbandingan laba sebelum pajak dan total aset. Rasio ini dirumuskan berdasarkan SE BI No. 9/24/DPbS tanggal 30 Oktober 2007 tentang penilaian kesehatan bank syariah.yaitu :

4. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang menunjukkan kemampuan bank dalam mempertahankan kecukupan modal serta kemampuan manajemen bank dalam mengontrol risiko-risiko yang mungkin timbul dari operasional perbankan (Rizal, 2016). Rasio ini bertujuan memastikan bahwa bank dapat menyerap kerugian yang timbul dari aktivitas yang dilakukannya. Kenyataan bahwa modal bank merupakan sumber daya yang sangat mahal sehingga harus mengelolanya seefesien dan seefektif mungkin (Latumaerissa, 2014). Permodalan dalam perbankan dapat diukur dengan rasio

Capital Adequacy Ratio (CAR). Modal merupakan salah satu faktor penting dalam rangka pengembangan usaha bisnis dan menampung resiko kerugian. Besarnya modal suatu bank akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kinerja bank. Rendahnya CAR menyebabkan turunnya kepercayaan masyarakat yang pada akhirnya dapat menurunkan profitabilitas. Namun sebaliknya, semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko (Ruslim, 2012). Semakin besar CAR maka semakin besar kesempatan bank dalam

(10)

menghasilkan laba karena dengan modal yang besar, manajemen bank sangat leluasa dalam menempatkan dananya kedalam aktivitas investasi yang menguntungkan. Rendahnya CAR dikarenakan peningkatan ekspansi aset beresiko yang tidak diimbangi dengan penambahan modal menurunkan kesempatan bank untuk berinvestasi dan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada bank sehingga berpengaruh pada profitabilitas (Werdaningtyas, 2002).

Tabel 2.2

Kinerja Peringkat Komponen Permodalan (CAR)

Kriteria Level Keterangan

CAR 12 % Peringkat 1 Sangat Sehat

9% CAR < 12% Peringkat 2 Sehat

8% CAR < 9% Peringkat 3 Cukup Sehat

6% < CAR < 8% Peringkat 4 Tidak Sehat

CAR 6 % Peringkat 5 Sangat Tidak Sehat

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No 9/24/DPbS 2007 pada (Abdillah, 2016) Pembentukan dan peningkatan peranan aktiva bank sebagai penghasil keuntungan harus memperhatikan kepentingan pihak-pihak ketiga sebagai pemasok modal bank. Jika nilai CAR tinggi (sesuai ketentuan BI 8%) berarti bank tersebut mampu membiayai operasional bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. Dalam menelaah CAR bank syariah, terlebih dahulu harus dipertimbangkan, bahwa aktiva bank syariah dapat dibagi atas:

(11)

a. Aktiva yang didanai oleh modal sendiri dan/kewajiban atau hutang (wadiah atau qard dan sejenisnya).

b. Aktiva yang didanai oleh rekening bagi hasil (Profit and loss Sharing Investment Account) yaitu mudharabah (General Investment Account/mudharabah mutlaqah, Restricted Investment Account / mudharabah muqayyadah).

Rasio CAR dirumuskan (Kasmir, 2014:233) :

Dengan demikian bank harus menyediakan modal minimum yang cukup untuk menjamin kepentingan pihak ketiga (Sinungan, 2000:162). Seperti yang diteliti oleh (Setiawan, 2009) menunjukkan pengaruh terhadap profitabilitas bank. Sementara penelitian (Krisnawati, 2014) menyatakan bahwa CAR tidak berpengaruh terhadap ROA.

5. Non Performing Finance (NPF)

Non Performing Finance (NPF) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh bank (Firmansyah, 2014). Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar. Menurut peraturan Bank Indonesia Nomor 6/9/PBI/2004, melakukan rasio kredit non mana dalam perbankan Islam disebut sebagai non performing financing

(12)

(NPF) adalah maksimum 5%. NPF lebih rendah berarti risiko kredit yang lebih rendah dijamin oleh bank. Bank dengan tinggi NPF akan mendapatkan biaya yang lebih besar bahkan dalam cadangan aktiva produktif atau biaya lain. NPF mencerminkan risiko pembiayaan. Semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk. Risiko pembiayaan yang diterima bank merupakan salah satu risiko usaha bank, yang diakibatkan dari tidak dilunasinya kembali cicilan pokok dan bagi hasil dari pinjaman yang diberikan atau investasi yang sedang dilakukan oleh pihak bank (Muhammad, 2009:358).

Tabel 2.3

Kriteria Non Performing Financing (NPF)

Kriteria Level Keterangan

NPF 2 % Peringkat 1 Sangat Baik

2% NPF < 5% Peringkat 2 Baik

5% NPF < 8% Peringkat 3 Cukup Baik

8% NPF < 12% Peringkat 4 Buruk

NPF 12 % Peringkat 5 Sangat Buruk

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No 9/24/DPbS 2007

Kredit macet pada mulanya selalu diawali dengan terjadinya “wanprestasi” (ingkar janji/cedera janji), yaitu suatu keadaan dimana debitur tidak mau dan tidak mampu memenuhi janji-janji yang telah dibuatnya sebagaimana tertera dalam perjanjian kredit (termasuk perjanjian pembiayaan) (Umam, 2016).

Pengelolaan pembiayaan sangat diperlukan oleh bank, mengingat fungsi pembiayaan sebagai penyumbang pendapatan terbesar bagi bank syariah. Tingkat

(13)

kesehatan pembiayaan (NPF) ikut mempengaruhi pencapaian laba bank (Suhada, 2009). Dengan demikian semakin besar NPF akan mengakibatkan menurunnya ROA. Begitu pula sebaliknya, jika NPF turun, maka ROA akan meningkat. NPF mencerminkan risiko pembiayaan, semakin tinggi rasio ini, menunjukkan kualitas pembiayaan bank syariah semakin buruk. Pengelolaan pembiayaan sangat diperlukan oleh bank, mengingat fungsi pembiayaan sebagai penyumbang pendapatan terbesar bagi bank syariah. Bertambahnya NPF akan mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari pembiayaan yang diberikan sehingga mempengaruhi perolehan laba dan berpengaruh buruk pada ROA. Rumus yang digunakan untuk mencari NPF (Kasmir, 2014:228) :

Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Setiawan, 2009) menunjukkan bahwa NPF berpengaruh terhadap ROA. Sedangkan menurut (Arianti, 2011) menyatakan bahwa faktor rasio NPF tidak berpengaruh terhadap kinerja Bank Muamalat Indonesia.

6. Financing to Deposit Ratio (FDR)

Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas suatu bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya, yaitu dengan cara membagi jumlah pembiayaan yang

(14)

diberikan oleh bank terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) (Suryani, 2012). Semakin tinggi rasio ini, likuiditas semakin menurun karena jumlah dana yang diperlukan untuk pembiayaan juga semakin banyak dan keuntungan yang diperoleh juga semakin besar. Semakin tinggi Financing to Deposit Ratio (FDR) maka semakin tinggi dana yang disalurkan ke Dana Pihak Ketiga (DPK). Dengan penyaluran Dana Pihak Ketiga (DPK) yang besar maka pendapatan laba bank akan semakin meningkat, karena laba merupakan komponen yang membentuk Return on asset (ROA).

Financing to Deposit Ratio (FDR) yaitu seberapa besar dana pihak ketiga bank syariah dilepaskan untuk pembiayaan (Muhammad, 2009:265). Rasio likuiditas ini menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengendalikan kredit/pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini, memberikan indikasi semakin rendahnya likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit/pembiayaan semakin besar (Dendawijaya, 2009:116). Sebaliknya semakin rendah FDR menunjukkan kurangnya efektivitas bank dalam pembiayaan. Oleh karena itu pihak manajemen harus dapat mengelola dana yang dihimpun dari masyarakat untuk kemudian disalurkan kembali dalam bentuk pembiayaan yang nantinya dapat menambah pendapatan bank baik dalam bentuk bonus maupun bagi hasil, yang berarti profit bank syariah juga akan meningkat.

Berdasarkan bank indonesia no. peraturan 6 / 23 dpnp / 2004 untuk rasio

(15)

Financing to Deposit Ratio (FDR) suatu bank berada pada angka dibawah 80% (misalkan 60%), maka dapat disimpulkan bahwa bank tersebut hanya dapat menyalurkan sebesar 60% dari seluruh dana yang berhasil dihimpun. Karena fungsi utama dari bank adalah sebagai intermediasi (perantara) antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana, maka dengan rasio

Financing to Deposit Ratio (FDR) 60% berarti 40% dari seluruh dana yang dihimpun tidak tersalurkan kepada pihak yang membutuhkan, sehingga dapat dikatakan bahwa bank tersebut tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Kemudian jika rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) bank mencapai lebih dari 110%, berarti total pembiayaan yang diberikan bank tersebut melebihi dana yang dihimpun. Oleh karena dana yang dihimpun dari masyarakat sedikit, maka bank dalam hal ini juga dapat dikatakan tidak menjalankan fungsinya sebagai pihak intermediasi (perantara) dengan baik. Semakin tinggi Financing to Deposit Ratio

(FDR) menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah Financing to Deposit Ratio (FDR) menunjukkan kurangnya efektifitas bank dalam menyalurkan pembiayaan. Jika rasio Financing to Deposit Ratio

(FDR) bank berada pada standar yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, maka laba yang diperoleh oleh bank tersebut akan meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan pembiayaannya dengan efektif). Rasio ini dirumuskan (Kasmir, 2014:228) sebagai berikut :

(16)

Menurut (Muliawati dan Khoiruddin, 2015) berpendapat bahwa FDR berpengaruh terhadap kinerja bank. Sedangkan menurut (Hakiim, 2016) FDR tidak berpengaruh terhadap kinerja bank.

7. Net Pofit Margin (NPM)

Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih (Sriyana, 2015). Menurut (Bastian dan Suhardjono, 2006), Net Profit Margin

adalah perbandingan antara laba bersih dengan penjualan. Net Profit Margin yang menggambarkan tingkat keuntungan (laba) yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya (Dendawijaya, 2005). Bank syariah memiliki nilai rata-rata yang lebih tinggi jika dibandingkan bank konvensional, yang artinya bank syariah lebih menunjukkan kualitas manajemen bank dalam mengidentifikasi, mengukur, mengawasi dan mengontrol risiko-risiko yang timbul. Rasio NPM ini sangat penting bagi manajer operasi karena mencerminkan strategi penetapan harga penjualan yang diterapkan perusahaan dan kemampuannya untuk mengendalikan beban usaha. Semakin besar Net Profit Margin berarti semakin efisien perusahaan tersebut dalam mengeluarkan biaya-biaya sehubungan dengan kegiatan operasinya.

(17)

Tabel 2.4

Kriteria Net Profit Margin (NPM)

Kriteria Level Keterangan

NPM 100 % Peringkat 1 Sangat Baik

81% NPM < 100% Peringkat 2 Baik

66% NPM < 81% Peringkat 3 Cukup Baik

51% NPM < 66% Peringkat 4 Buruk

NPM 51 % Peringkat 5 Sangat Buruk

Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP tahun 2004

Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Hubungan antara laba bersih dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam menjalankan perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu risiko. Hal yang mendasar pada bank syariah adalah pada pengembalian dan pembagian keuntungan yang diberikan nasabah kepada bank. Di dalam laporan laba rugi bank syariah tidak ada pendapatan bunga, melainkan adanya pendapatan bagi hasil. Dimana besar pendapatan bagi hasil ditentukan pada waktu akad dengan berpedoman pada

(18)

kemungkinan untung atau rugi, besarnya bagi hasil pun berdasarkan besarnya keuntungan yang diperoleh.

Net Profit Margin ini dapat dihitung dengan rumus menurut (Kasmir, 2014:235) :

8. Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO)

Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO) adalah perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional dalam mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya (Hakiim, 2016). Semakin kecil rasio BOPO berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan, dan setiap peningkatan pendapatan operasi akan berakibat pada berkurangnya laba sebelum pajak yang pada akhirnya akan menurunkan laba atau profitabilitas (ROA) bank yang bersangkutan (Lukman, 2005).

Tabel 2.5

Kriteria Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)

Kriteria Level Keterangan

BOPO 94 % Peringkat 1 Sangat Baik

94% BOPO 95% Peringkat 2 Baik

95% BOPO 96% Peringkat 3 Cukup Baik

96% BOPO 97% Peringkat 4 Buruk

BOPO 97 % Peringkat 5 Sangat Buruk

(19)

BOPO (Biaya Operasional/Pendapatan Operasional) dijadikan variabel independen yang mempengaruhi ROA didasarkan hubungannya dengan tingkat risiko bank yang bermuara pada profitabilitas bank (ROA). Kegiatan utama bank pada prinsipnya sebagai perantara yang menghimpun dana masyarakat, maka biaya dan pendapatan operasional bank lebih banyak pada biaya bunga dan hasil bunga. Menurut (Veithzal, dkk 2007:722) Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, besarnya BOPO yang normal berkisar antara 94%–96% (Lukman, 2005). Biaya Operasional per Pendapatan Operasional (BOPO), semakin efisien kinerja operasional suatu bank maka laba yang akan diperoleh akan semakin besar. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional yang dikeluarkan bank. Sehingga semakin kecil rasio operasional, maka akan semakin meningkatkan profitabilitas bank. Kemungkinan bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus penghitungan BOPO sebagai berikut (Kuncoro, 2002:570) :

Pengelolaan pembiayaan sangat diperlukan oleh bank, mengingat fungsi pembiayaan sebagai penyumbang pendapatan terbesar bagi bank syariah. Semakin kecil BOPO menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan aktivitas usahanya. Bank yang sehat rasio BOPO nya kurang dari 1 sebaliknya bank yang kurang sehat rasio BOPO-nya lebih dari 1. Semakin tinggi biaya pendapatan bank berarti kegiatan operasionalnya semakin tidak efisien sehingga pendapatanya juga semakin kecil. Menurut (Akhirudin, 2014), (Widodo, 2014) menyatakan bahwa

(20)

BOPO berpengaruh terhadap kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia. Sedangkan menurut (Damastuti, 2010) tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan Bank Muamalat Indonesia.

9. Penelitian Terdahulu

Jaka Sriyana (2015) melakukan penelitian tentang Islamic Banks’ Profitability AMID The Competitive Financing In Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa NPM dan FDR berpengaruh positif terhadap ROA, NPM dan OER berpengaruh negatif terhadap ROA dan CAR berkorelasi negatif terhadap ROA.

Siti Yuhanah (2016) melakukan penelitian tentang Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Profitabilitas Perbankan Syariah di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pangsa pasar, CAR dan PDB tidak berpengaruh terhadap ROA, BOPO dan NPM berpengaruh negatif terhadap ROA.

Fitra Rizal (2016) melakukan penelitian tentang Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Finance dan Operational Efficiency Ratio

Terhadap Profitabilitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. Hasil peneltian menunjukkan bahwa CAR tidak berpengaruh terhadap ROA, NPM dan BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA.

Erika Amelia (2015) melakukan penelitian tentang Financial Ratio and Its Influence To Profitability In Islamic Banks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, NPM dan FDR tidak berpengaruh terhadap ROA, BOPO berpengaruh terhadap ROA.

(21)

Fitri Zulifiah dan Joni Susilowibowo (2014) melakukan penelitian tentang Pengaruh Inflasi, BI Rate, Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Finance (NPM), Biaya Operasional Dan Pendapatan Operasional (BOPO) Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah Periode 2008-2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inflasi tidak berpengaruh terhadap ROA, BI Rate berpengaruh negatif terhadap ROA, CAR dan NPM berpengaruh positif terhadap ROA, BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA.

Edhi Satriyo Wibowo dan Muhammad Syaichu (2013) melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, CAR, BOPO, NPM terhadap profitabilitas bank syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, NPM, Inflasi dan Bunga Bank tidak berpengaruh terhadap ROA, BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA.

Saiful Bachri (2013) melakukan penelitian tentang Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, NPM, FDR tidak berpengaruh terhadap ROA, OER berpengaruh negatif terhadap ROA.

Era Rizkita Alhamditia dan Mohamad Heykal (2013) melakukan penelitian tentang Analisis Estimasi dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tingkat Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia (Studi Kasus PT Bank Syariah Mandiri Periode 2008-2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, BOPO, FDR berpengaruh terhadap ROA, Tingkat pembiayaan bagi hasil tidak berpengaruh terhadap ROA.

(22)

Muh. Sabir (2012) melakukan penelitian tentang Pengaruh Rasio Kesehatan Bank Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah dan Bank Konvensional di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR dan NPM tidak berpengaruh terhadap ROA pada bank umum syariah, NOM dan FDR berpengaruh positif terhadap ROA pada bank umum syariah, CAR dan NIM berpengaruh positif terhadap ROA pada bank konvensional, NPL dan LDR berpengaruh negatif terhadap ROA pada bank konvensional, BOPO tidak berpengaruh terhadap ROA pada bank konvensional.

Ningsukma Hakiim (2016) melakukan penelitian tentang Pengaruh Internal Capital Adequency Ratio (CAR), Financing To Deposit Ratio (FDR), dan Biaya Operasional Per Pendapatan Operasional (BOPO) dalam Peningkatan Profitabilitas Industri Bank Syariah di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR dan FDR tidak berpengaruh terhadap ROA, BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA.

Sri Muliawati dan Moh. Khoiruddin (2015) melakukan penelitian tentang Faktor-Faktor Penentu Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa DPK, NPM, FDR dan SWBI tidak berpengaruh terhadap ROA, BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA.

(23)

Tabel 2.6

Ringkasan Penelitian Terdahulu

No Peneliti Judul Media

Publikasi

Hasil Penelitian

1. Jaka Sriyana

(2015) Islamic Banks’ Profitability AMID The Competitive Financing In Indonesia I J A B E R, Vol. 13, No. 4, (2015): 1695-1710 Hasil penelitian menunjukkan bahwa NPM dan FDR berpengaruh positif terhadap ROA, NPM dan OER berpengaruh negatif terhadap ROA dan

CAR berkorelasi negatif terhadap ROA. 2. Siti Yuhanah (2016) Pengaruh Struktur Pasar Terhadap Profitabilitas Perbankan Syariah di Indonesia Jurnal Bisnis dan Manajemen Volume 6 (1), April 2016 P-ISSN: 2087-2038; E-ISSN: 2461-1182 Halaman 125 – 138 Hasil penelitian menunjukkan bahwa pangsa pasar, CAR dan PDB tidak berpengaruh terhadap ROA, BOPO dan NPM berpengaruh negatif terhadap ROA. 3. Fitra Rizal (2016) Pengaruh Capital Adequacy Ratio, Non Performing Finance dan Operational Efficiency Ratio Terhadap Profitabilitas Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Muslim Heritage, Vol. 1, No. 1, Mei - Oktober 2016 Hasil peneltian menunjukkan bahwa CAR tidak berpengaruh terhadap ROA, NPM dan BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA. 4. Erika Amelia

(2015) Financial Ratio and Its Influence To Profitability In Islamic Banks

Al-Iqtishad: Vol. VII No. 2, Juli 2015 Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, NPM dan FDR tidak berpengaruh terhadap ROA,

(24)

terhadap ROA. 5. Fitri Zulifiah dan Joni Susilowibowo (2014) Pengaruh Inflasi, BI Rate, Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Finance (NPM), Biaya Operasional Dan Pendapatan Operasional (BOPO) Terhadap Profitabilitas Bank Umum Syariah Periode 2008-2012 Jurnal Ilmu Manajemen Volume 2 Nomor 3 Juli 2014 Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inflasi tidak berpengaruh terhadap ROA, BI Rate berpengaruh negatif terhadap

ROA, CAR dan NPM berpengaruh positif terhadap ROA, BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA. 6. Edhi Satriyo Wibowo dan Muhammad Syaichu (2013) Analisis Pengaruh Suku Bunga, Inflasi, CAR, BOPO, NPM terhadap profitabilitas bank syariah Diponegoro Journal of Management Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 1-10 Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, NPM, Inflasi dan Bunga Bank tidak berpengaruh terhadap ROA, BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA. 7. Saiful Bachri

(2013) Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kinerja Keuangan Bank Syariah Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) Vol. 1 No. 2 April 2013 Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, NPM, FDR tidak berpengaruh terhadap ROA, OER berpengaruh negatif terhadap ROA. 8. Era Rizkita Alhamditia dan Mohamad Heykal (2013) Analisis Estimasi dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Tingkat Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia (Studi Kasus PT Bank Syariah Binus Business Review Vol. 4 No. 1 Mei 2013: 186-196 Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR, BOPO, FDR berpengaruh terhadap ROA, Tingkat pembiayaan bagi hasil tidak berpengaruh

(25)

2008-2011)

9. Muh. Sabir

(2012) Pengaruh Rasio Kesehatan Bank Terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah dan Bank Konvensional di Indonesia Jurnal Analisis, Juni 2012, Vol.1 No.1 : 79 – 86 Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR dan NPM tidak berpengaruh

terhadap ROA pada bank umum syariah, NOM dan FDR berpengaruh positif terhadap ROA pada bank umum syariah, CAR dan NIM berpengaruh positif terhadap ROA pada bank konvensional,

NPL dan LDR

berpengaruh negatif terhadap ROA pada bank konvensional,

BOPO tidak

berpengaruh

terhadap ROA pada bank konvensional. 10. Ningsukma Hakiim (2016) Pengaruh Internal Capital Adequency Ratio (CAR), Financing To Deposit Ratio (FDR), dan Biaya Operasional Per Pendapatan Operasional (BOPO) dalam Peningkatan Profitabilitas Industri Bank Syariah di Indonesia Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM) Vol 14 No 1, 2016 Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAR dan FDR tidak berpengaruh terhadap ROA, BOPO berpengaruh negatif terhadap ROA. 11. Sri Muliawati dan Moh. Khoiruddin (2015) Faktor-Faktor Penentu Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia Management Analysis Journal 4 (1) (2015) Hasil penelitian menunjukkan bahwa DPK, NPM, FDR dan SWBI tidak berpengaruh

(26)

BOPO berpengaruh

negatif terhadap

ROA. Sumber : Dari beberapa jurnal

B. Rerangka Pemikiran

1. Pengaruh Variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Return on Asset

(ROA)

Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkan kemampuan bank dalam menyediakan dana untuk keperluan pengembangan usaha dan pelindung risiko kerugian yang diakibatkan oleh kegiatan operasional (Rizal, 2016). Semakin tinggi CAR semakin baik kondisi sebuah bank. CAR dapat dipahami sebagai rasio kecukupan modal yang digunakan dalam membiayai operasional perbankan dalam memperoleh laba dan sebagi pelindung ketika terjadi kerugian dan goncangan dari kegiatan operasional perbankan tersebut. CAR juga merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva yang berisiko. Rendahnya CAR dikarenakan peningkatan ekspansi aset beresiko yang tidak diimbangi dengan penambahan modal menurunkan kesempatan bankuntuk berinvestasi dan dapat menurunkan kepercayaan masyarakat kepada bank sehingga berpengaruh pada profitabilitas (Werdaningtyas, 2002). Pembentukan dan peningkatan peranan aktiva bank sebagai penghasil keuntungan harus memperhatikan kepentingan pihak-pihak ketiga sebagai pemasok modal bank. Dengan demikian bank harus menyediakan modal minimum yang cukup untuk menjamin kepentingan pihak ketiga (Sinungan, 2000)

(27)

2. Pengaruh Faktor Variabel Non Performing Finance (NPM) terhadap Return on Asset (ROA)

Non Performing Finance (NPM) merupakan tingkat kredit macet pada bank tersebut. Semakin rendah NPM maka bank akan semakin naik keuntungannya, sebaliknya bila tingkat NPM tinggi bank akan mengalami kerugian yang diakibatkan tingkat pengembalian kredit macet. Semakin besar nilai NPM maka semakin buruk kinerja bank tersebut (Setiawan, 2009). (Pramesti, 2009) juga menyatakan bahwa dengan adanya pembiayaan bermasalah yang tercermin dalam NPM dapat mengakibatkan hilangnya kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari pembiayaan yang diberikan.

3. Pengaruh Faktor Variabel Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap

Return on Asset (ROA)

Financing to Deposit Ratio (FDR) kemampuan bank tersebut mampu membayar hutangnya dan membayar kembali kepada deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan (Suryani, 2012). Nilai FDR menunjukkan efektif tidaknya bank dalam menyalurkan pembiayaan. Semakin tinggi FDR menunjukkan semakin riskan kondisi likuiditas bank, sebaliknya semakin rendah FDR menunjukkan kekurangan efektivitas bank dalam menyalurkan pembiayaan.

(28)

4. Pengaruh Faktor Variabel Net Profit Margin (NPM) terhadap Return on Asset (ROA)

Net Profit Margin (NPM) adalah rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih (Sriyana, 2015). Net Profit Margin yang menggambarkan tingkat keuntungan (laba) yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya (Dendawijaya, 2005). Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Net Profit Margin ini dapat dihitung dengan rumus berdasarkan SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004.

5. Pengaruh Faktor Variabel Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO) terhadap Return on Asset (ROA)

Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO) mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operational yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan operasional (Hakiim, 2016). Semakin besar tingkat BOPO suatu bank maka kinerja dan opersional bank akan menurun karena besarnya beban yang diterima. BOPO merupakan upaya bank untuk meminimalkan resiko operasional, yang merupakan ketidakpastian mengenai kegiatan usaha bank. BOPO memberikan indikasi bahwa apabila manajemen

(29)

mampu menekan BOPO yang berarti efisiensi meningkat (Kosmidou, 2008) juga menyatakan bahwa jika hubungan antara pendapatan dan pengeluaran berbanding lurus masih mencerminkan profit yang rendah karena beban yang begitu tinggi.

H1 H2 H3 H4 H5 Gambar 2.1

Model Konseptual Penelitian

C. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan diatas sebelumnya, maka dengan ini penulis dapat merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1 : Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh positif terhadap Return On

Asset (ROA).

H2 : Non Performing Finance (NPM) berpengaruh negatif terhadap Return

on Asset (ROA).

H3 : Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh positif Return on Asset

CAR NPF FDR NPM ROA BOPO

(30)

(ROA)

H4 : Net Profit Margin (NPM) berpengaruh positif terhadap Return on Asset (ROA).

H5 : Biaya Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya penelitian bertema Hidroarkeologi dilakukan pada tahun 2014 yang bertujuan untuk mendata kembali potensi arkeologi di kawasan Petang sekaligus secara khusus

1) Pekerjaan, berkaitan dengan ancaman fisik pekerjaan, kondisi tidak sehat terdapat dalam pekerjaan, misalnya pekerjaan yang memiliki resiko terhadap keselamatan

Secara ekonomis, pendirian pabrik formaldehid menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari harga formaldehid yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga metanol dan biaya

The findings indicate that grain prices at the farmer s level, number of family members, and dummy of soil fertility are significant variables influencing farmers decision

Sama halnya dengan CAR, suatu perusahaan memiliki kinerja yang baik jika kepemilikan institusional tinggi maka akan meningkatkan nilai CAR.. Akan tetapi hasil pengujian

Metode dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisa deskriptif pada produk radar seperti CMAX, SWI, VSHEAR, HWIND dan juga data dukung sounding dan data observasi

revealed the essential meaning of the Quran and brought out the meaning to be a guidance for the spiritual seeker (salik) to obtain Knowledge of God (ma’rifatullah). Artikel ini

Dibangunnya jembatan penyebrangan orang (JPO) dijalan Sultan Syarif Kasim dikota Dumai menjadi suatu prasarana yang penting untuk pejalan kaki yang akan