• Tidak ada hasil yang ditemukan

PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN CITRA DIRI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) Naskah Publikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN CITRA DIRI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) Naskah Publikasi"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN CITRA DIRI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

Naskah Publikasi

Disusun Oleh: Jarot Subakti T 100 090 117

PROGRAM PROFESI PSIKOLOGI

(2)

PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN CITRA DIRI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

Naskah Publikasi

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Profesi Psikologi

Di Bidang Psikologi Klinis

Diajukan Oleh : Oleh : Jarot Subakti T 100 090 117

MAGISTER PROFESI PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

(3)
(4)
(5)

ABSTRAKSI

PELATIHAN KETERAMPILAN SOSIAL UNTUK MENINGKATKAN CITRA DIRI PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pelatihan keterampilan sosial terhadap citra diri ABK. Hipotesis yang diajukan Ada perbedaan citra diri sebelum dan sesudah pelatihan keterampilan sosial. Citra diri subjek setelah mengikuti pelatihan keterampilan sosial lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan. Subjek penelitian. Subjek penelitian adalah ABK (anak berkebutuhan khusus) SMK BOPKRI 2 Yogya karta sebanyak 20 siswa, yaitu 10 subjek dalam kelompok eksperimen, dan 10 subjek dalam kelompok kontrol. Metode pengumpulan data menggunakan skala citra diri, wawancara dan observasi. Intervensi yang digunakan yaitu pelatihan keterampilan sosial. Metode analisis data menggunakan mann whitney

u test. Hasil analisis data menunjukkan ada perbedaan citra diri sebelum dan sesudah

pelatihan keterampilan sosial. Citra diri subjek setelah mengikuti pelatihan keterampilan sosial lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan. Secara deskripsi pada kelompok eksperimen sebelum pelatihan (pretest), dari 10 subjek diketahui ada 4 subjek (40%) yang memiliki citra diri rendah, dan terdapat 6 subjek (60%) yang memiliki citra diri sedang. Setelah pelatihan (posttest) diketahui 5 subjek (50%) memiliki citra diri sedang dan 5 subjek (50%) memiliki citra diri tinggi, adapun ketika dilakukan amatan ulang (follow up) ada 5 subjek (50%) memiliki citra diri sedang dan 5 subjek (50%) memiliki citra diri tinggi.

(6)

PENGANTAR

Setiap manusia tidak pernah lepas dari berbagai kesulitan. Hal ini juga dialami oleh para siswa inklusi yang dalam hidupnya tidak pernah lepas dari kesulitan-kesulitan. Kondisi kelainan baik secara fisik maupun psiks yang dialaminya semenjak lahir ini sangat mengganggu aktivitas sehari-hari mereka, serta sangat berpengaruh terhadap penyesuaian dengan lingkungan dan kepribadiannya. Seseorang yang memiliki kelainan baik fisik atau mental, seperti cacat anggota tubuh atau rusaknya salah satu indera merupakan kekurangan yang terlihat oleh orang lain. Seseorang dengan sendirinya amat merasakan kekurangan yang ada pada dirinya jika dibandingkan dengan orang lain. Fenomena mengenai perlakuan masyarakat yang terkadang hanya memandang sebelah mata pada akan berkebutuhan khusus menyebabkan para ABK tersebut membentuk citra diri yang negatif sehingga menarik diri, merasa rendah diri, depresi dan perasaan-perasan negatif lainnya Individu yang tidak bisa bereaksi secara positif, timbullah rasa rendah diri (minder) yang akan berkembang menjadi rasa tidak percaya diri dan dapat membentuk citra diri yang negatif.

Centi (1993) mengemukakan citra diri adalah gambaran pada dirinya sendiri akan mempengaruhi proses berpikir, perasaan, keinginan maupun tingkah laku. Citra diri merupakan inti kepribadian seseorang dari pengalaman individu dalam berhubungan atau berinteraksi dengan individu lain. Dari interaksi, individu memperoleh tanggapan yang akan dijadikan cermin bagi individu tersebut untuk menilai dan memandang dirinya. Beberapa penelitian memaparkan citra diri dapat ditingkatkan melalui suatu metode pelatihan Menurut Noe. (2003) seseorang lebih menyukai untuk belajar melalui pelatihan dimana dapat memberikan suatu

(7)

kesempatan untuk melatih keterampilan. Salah satu bentuk pelatihan yang diharapkan dapat meningkatkan citra diri adalah menggunakan pelatihan keterampilan sosial. Ulasan ini didukung oleh beberapa hasil penelitian, antara lain Ramdhani (1995) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa pelatihan keterampilan sosial dapat meningkatkan citra diri dan perilaku sosial. Sementara hasil penelitian Anggraeni dkk. (2008) menyatakan pelatihan keterampilan sosial meningkatkan kemampuan bersosialisasi, memecahkan masalah yang timbul antara anak satu dengan teman sekelasnya sehingga anak dapat berhubungan dengan baik satu dengan yang lainnya.

Menurut Petersen (2004) manfaat pelatihan keterampilan sosial antara lain meningkatkan kemampuan bersosialisasi, memecahkan masalah yang timbul antara anak dengan teman sekelasnya, meningkatkan kepercayaan diri. Apabila anak mampu berpikir bagaimana menghadapi masalah serta bagaimana harus berperilaku sesuai dengan norma dan perannya, maka dapat dikatakan ia dapat menyesuaikan diri dengan orang lain dan lingkungannya. Dengan demikian ia akan dapat diterima di lingkungan sosialnya.

Kelly (2003) mengatakan bahwa pelatihan keterampilan sosial dapat diberikan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan secara individual dan kelompok. Pendekatan kelompok dapat diberikan dalam format pendek (workshop format) dan dalam format panjang. Format pendek ditujukan bagi klien dengan fungsi sosial yang tergolong tinggi. Sedangkan format panjang efektif bagi klien dengan sifat pemalu yang sangat ekstrim atau klien dengan permasalahan gangguan kecemasan sosial; dalam setting kelompok kecil. Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan

(8)

format pendek, karena kondisi psikologis subjek belum pada tahap yang ekstrim, misalnya mengalami ketakutan sosial (phobia sosia).

Penelitian Augustine (2011) menyatakan bahwa pelatihan keterampilan sosial efektif untuk meningkatkan citra diri. Clay dkk (2004) pada penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa faktor-faktor sosialkultural berpengaruh terhadap penampilan dan citra diri remaja. Schoyen (2004) pada penelitian mengenai keterampilan sosial pada anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi menyatakan bahwa pelatihan keterampilan sosial dapat meningkatkan kualitas persahabatan. Adapun Kaligis dkk (2009) dalam penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa citra diri dapat ditingkatkan melalui pelatihan kecakapan hidup. Atas dasar ulasan tersebut maka diharapkan keterampilan sosial berperan untuk meningkatkan citra diri individu.

Penelitian Puurula dkk. (2001) memaparkan bahwa Intervensi Peningkatan keterampilan sosial sering memusatkan pada aspek praktek pembelajaran keterampilan baru untuk meningkatkan perilaku siswa dalam merespon. Berkaitan dengan hal ini Gresham dan Elliot (dalam Cartledge & Milburn, 1995) mengidentifikasi keterampilan sosial dengan beberapa aspek , yaitu :

a. Aspek intrapersonal. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri. Merupaka n keterampilan mengatur diri sendiri dalam situasi sosial, misalnya keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sejenisnya. Dengan kemampuan ini, individu dapat memperkirakan kejadian-kejadian yang mungkin akan terjadi dan dampak perilakunya pada situasi sosial tertentu.

b. Aspek Perilaku interpersonal. Merupakan perilaku yang menyangkut keterampilan yang dipergunakan selama melakukan interaksi sosial. Perilaku ini disebut

(9)

juga keterampilan menjalin persahabatan, misalnya memperkenalkan diri, menawarkan bantuan, dan memberikan atau menerima pujian. Keterampilan ini kemungkinan

berhubungan dengan usia dan jenis kelamin. Perilaku interpersonal sosial memiliki

beberapa fungsi di antaranya sebagai alat ekspresi dan katarsis bagi individu, memberi klasifikasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan diri, pandangan-pandangan, sikap opini maupun perasaan, memberi kemungkinan bagi individu untuk mendapatkan dukungan atau persetujuan dari orang lain, memungkinkan individu memiliki kontrol sosial terhadap orang lain dan situasi yang dihadapinya.

c. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis. Merupakan perilaku atau keterampilan sosial yang dapat mendukung prestasi belajar di sekolah, misalnya mendengarkan dengan tenang saat guru menerangkan pelajaran, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, melakukan apa yang diminta oleh guru, dan semua perilaku yang mengikuti aturan kelas. Selain siswa diharapkan mampu membuat manajemen waktu dalam belajar, mengumpulkan tugas tepat waktu, dan dapat membuat skala prioritas kegiatan.

Mewujudkan citra diri yang positif dapat dilakukan melalui pelatihan. Pelatihan keterampilan sosial merupakan salah satu teknik modifikasi perilaku yang mulai banyak digunakan. Penelitian Ramdhani (1995) menyimpulkan bahwa pelatihan keterampilan sosial dapat meningkatkan citra diri dan perilaku sosia l. Pelatihan keterampilan sosial juga sudah digunakan sebagai pelengkap dari pelatihan asertif untuk menurunkan tingkat kecemasan interpersonal. Sementara menurut penelitian Anggraeni dkk. (2008) manfaat pelatihan keterampilan sosial antara lain meningkatkan kemampuan bersosialisasi, memecahkan masalah yang timbul antara

(10)

anak satu dengan teman sekelasnya sehingga anak dapat berhubungan dengan baik satu dengan yang lainnya.

METODE

1. Variabel terikat (dependen) : Citra Diri

2. Variabel bebas (independen) : Pelatihan keterampilan sosial

Subjek penelitian ini adalah ABK (anak berkebutuhan khusus) SMK BOPKRI 2 Yogyakarta. 10 subjek kelompok eksperimen dan 10 subjek kelompok kontrol.

Metode pengumpulan data menggunakan skala citra diri, observasi dan wawancara. Skala citra diri disusun berdasarkan aspek-aspek citra diri yang dikemukakan oleh Calhoun dan Accocela (1996) meliputi aspek: a) pengetahuan tentang diri, b) pengharapan mengenai diri, c) penilaian tentang diri sendiri.

Modul keterampilan sosial disusun mengacu pada pendapat Gresham dan Elliot (dalam Cartledge & Milburn, 1995) melalui aspek keterampilan berhubungan dengan diri sendiri (bersifat intrapersonal); keterampilan berhubungan dengan orang lain

(bersifat interpersonal); keterampilan berhubungan dengan akademis. Teknik analisis

yang digunakan adalah mann whitney u test. Hasil dan Pembahasan

Deskripsi data diperoleh dari hasil nilai atau skor perhitungan skala citra diri yang meliputi beberapa skor, maksimum, minimum mean, SD dan selisih mean antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

(11)

Tabel I

Deskripsi Data Empirik dan Hipotetik

Skor Data Empirik

Data Hipotetik Kel. Eksperimen Kel. Kontrol

Pre test Post test Follow up Pre test Post test Follow up Maksimum 50 72 68 61 60 61 80 Minimun 37 44 43 37 37 39 20 Mean 44 59,40 57,70 46,50 47,90 45 50 SD 6,831 9,902 9,730 8,784 9,632 7,102 20

Berikut ini skor dan perhitungan tingkat kategorisasi dari masing-masing kelompok.

Tabel 2

Skor dan Kategorisasi Citra Diri Kelompok Eksperimen

No.

Subjek Pretest Posttest Follow up

Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori 1 TW 37 rendah 44 sedang 45 sedang 2 AG 47 sedang 50 sedang 45 sedang 3 RW 39 rendah 48 sedang 43 sedang 4 RR 44 sedang 62 tinggi 66 tinggi 5 AY 42 sedang 68 tinggi 63 tinggi 6 BS 48 sedang 69 tinggi 64 tinggi 7 DS 37 rendah 58 sedang 58 sedang 8 BO 50 sedang 68 tinggi 66 tinggi 9 HW 38 rendah 55 sedang 59 sedang 10 NV 60 sedang 72 tinggi 68 tinggi

(12)

Tabel 3

Skor dan Kategorisasi Citra Diri Kelompok Kontrol

No.

Subjek Pretest Posttest

Gained

score

Skor Kategori Skor Kategori Skor Kategori

1 OR 59 sedang 58 sedang 61 tinggi

2 IS 36 rendah 38 rendah 40 sedang

3 TM 43 sedang 45 sedang 50 sedang

4 YP 54 sedang 56 sedang 43 sedang

5 AE 38 rendah 37 rendah 39 rendah

6 BT 61 tinggi 60 tinggi 52 sedang

7 O 45 sedang 44 sedang 42 sedang

8 VS 46 sedang 60 tinggi 41 sedang

9 CS 38 rendah 37 rendah 40 sedang

10 FM 45 sedang 44 sedang 42 sedang

Perhitungan analisis data menggunakan teknik analisis mann whitney u test. Hasil dari analisis data pada kelompok eksperimen dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4

Hasil Analisis Kelompok eksperimen

Perlakuan Nilai Z Signifikansi Kesimpulan Pretest-Posttest -3.031 0.002 (p<0,05) Signifikan Pretest-Follow up -2.763 0.006 (p<0,05) Signifikan Posttest Follow up -0.568 0.570 (p>0,05) Tidak signifikan

Tabel di atas dapat diinterpretasi sebagai berikut:

1. Hasil analisis mann whitney u test antara pretest dengan posttest diperoleh nilai Z -3.031; signifikansi (p) =0,002 (p<0,01). Artinya ada perbedaan yang sangat signifikan citra diri sebelum pelatihan dan setelah pelatihan.

2. Hasil analisis mann whitney u test antara pretest dengan follow up diperoleh nilai Z -2.763; signifikansi (p) =0,006 (p<0,01). Artinya ada perbedaan yang sangat signifikan citra diri sebelum pelatihan (pretest) dan follow up.

(13)

3. Hasil analisis mann whitney u test antara posttest dengan follow up diperoleh nilai Z -0.568; signifikansi (p) =0,570 (p>0,05). Artinya tidak ada perbedaan antara posttest dengan follow up ).

Berdasarkan dari hasil analisis mann whitney u test diketahui adanya perbedaan citra diri yang sangat signifikan pada kelompok eksperimen pada saat pretest dan postest, sehingga dapat disimpulkan pelatihan keterampilan sosial efektif meningkatkan citra diri, adapun pada saat amatan ulang (follow up) kondisi kategori citra dirinya masih tetap konsisten, atau tidak mengalami penurunan.

Perhitungan analisis data menggunakan teknik analisis mann whitney u test pada kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5

Hasil Analisis Kelompok Kontrol

Perlakuan Nilai Z Signifikansi Kesimpulan Pretest-Posttest -0,076 0,939 (p>0,05) Tidak signifikan Pretest-Followup -0,379 0,705 (p>0,05 Tidak signifikan Posttest Followup -0,530 0,596 (p>0,05 Tidak signifikan

Tabel 5 dapat diinterpretasi sebagai berikut:

1. Hasil analisis mann whitney u test antara pretest dengan posttest diperoleh nilai Z -0,076; signifikansi (p) =0,939 (p>0,05). Artinya tidak ada perbedaan citra diri sebelum pelatihan (pretest) dan setelah pelatihan (posttest).

2. Hasil analisis mann whitney u test antara pretest dengan amatan ulang (followup) diperoleh nilai Z -0,379; signifikansi (p) =0,596 (p>0,0>). Artinya tidak ada perbedaan citra diri sebelum pelatihan (pretest) dan setelah follow up.

3. Hasil analisis mann whitney u test antara posttest dengan follow up diperoleh nilai Z -0,530; signifikansi (p) =0,596 (p>0,05). Artinya tidak ada

(14)

perbedaan antara posttest dengan follow up.

Berdasarkan hasil analisis disimpulkan tidak ada perbedaan yang signifikan citra diri sebelum pelatihan (pretest), postest maupun saat amatan ulang (follow up) pada kelompok kontrol; hal karena subjek pada kelompok kontrol tidak mendapatkan pelatihan keterampilan sosial, sehingga tidak ada peningkatan citra diri. Perhitungan analisis data antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6

Hasil Analisis Kelompok Eksperimen - Kontrol

Perlakuan Nilai Z Signifikansi Kesimpulan Pretest -0,530 0,596 (p>0,05) Tidak signifikan

Posttest -2,237 0,025 (p<0,05 Signifikan

Followup -2,916 0,004 (p<0,05 Signifikan

Tabel 6 dapat diinterpretasi sebagai berikut:

1. Hasil analisis mann whitney u test antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada saat pretest diperoleh nilai Z -0,530; signifikansi (p) =0,596 (p>0,05). Artinya tidak ada perbedaan citra diri antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada saat pretest.

2. Hasil analisis pada saat posttest diperoleh nilai Z -2,237; signifikansi (p) =0,025 (p<0,05). Artinya ada perbedaan citra diri antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada saat posttest.

3. Hasil analisis saat follow up diperoleh nilai Z -2,916; signifikansi (p) =0,004 (p<0,05). Artinya ada perbedaan citra diri antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol pada saat amatan ulang (follow up).

Berdasarkan ha sil analisis data antara kelompok kontrol dengan kelompok ekspeirmen disimpulkan sebelum diberi perlakuan pelatihan (pretest) citra diri pada

(15)

kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen relatif sama, setelah kelompok eksperimen diberi pelatihan keterampilan sosial kondisi citra diri lebih tinggi (baik ) dibandingkan kelompok kontrol yang tidak diberi pelatihan. Hasil ini menunjukkan pelatihan keterampilan sosial efektif untuk meningkatkan citra diri.

Tingkat keberhasilan pelatihan dapat diketahui dari perhitungan gain score, yaitu selisih skor citra diri sebelum dan sesudah pelatihan yang diperoleh masing-masing subjek. Gain score menunjukkan tingkat perubahan skor, semakin meningkat gain score maka semakin tinggi peningkatan citra diri subjek pelatihan. Ada pun

gained score dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 7 Hasil Gain score

No. Subjek Kelompok eksperimen Kelompok kontrol Skor Kategori Skor Kategori

1 TW 7 Rendah -1 Rendah 2 AG 3 Rendah 2 Rendah 3 RW 9 Rendah 2 Rendah 4 RR 18 Sedang 2 Rendah 5 AY 26 Tinggi -1 Rendah 6 BS 21 Tinggi -1 Rendah 7 DS 21 Tingi -1 Rendah 8 BO 18 Sedang 14 Tinggi 9 HW 17 Sedang -1 Rendah 10. NV 14 Sedang -1 Rendah kriteria:

Gain klpk eksperimen = 10 = rendah; > 10 s/d < 21 = sedang; = 21 = tinggi Gain klpk kontrol = 5 = rendah; > 5 s/d < - 10 = sedang; = 10 = tinggi

Nilai positif menunjukkan adanya peningkatan skor citra diri dari pretest ke posttest ataupun dari postest ke follow up, sedangkan nilai negatif mengartikan sebaliknya yaitu adanya penurunan skor, namun demikian penurunan atau

(16)

peningkatan skor tidak serta merta merubah tingkat kategori, kecuali kalau penurunan atau peningkatan skor tersebut cukup besar.

Data tabel di atas menunjukkan gain score pada kelompok eksperimen adalah subjek AY dengan peningkatan skor sebesar 26, sedangkan gain score terendah yaitu subjek AG dengan nilai 3. Hasil ini menunjukkan tingkat keberhasilan tertinggi mencapai 26%, sedangkan tingka t keberhasilan terkecil 3%, Sementara pada kelompok kontrol peningkatan skor tertinggi 14 point dan terendah menurun sebanyak 1 point. Ini menunjukkan pada kelompok kontrol tidak ada perubahan skor yang signifikan.

Pembahasan

Hasil analisis menyatakan ada perbedaan citra diri sebelum dan sesudah pelatihan keterampilan sosial. Citra diri subjek setelah mengikuti pelatihan keterampilan sosial lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan.Dengan demikian aspek-aspek pelatihan yang digunakan sebagai dasar atau acuan dalam penyusunan modul yaitu keterampilan yang berhubungan dengan diri sendiri (bersifat intrapersonal) aspek keterampilan yang berhubungan dengan orang lain (bersifat interpersonal); serta aspek keterampilan yang berhubungan dengan akademis mampu membawa perubahan

yang cukup signifikan pada kondisi citra diri subjek pelatihan. Secara deskripsi pada

kelompok eksperimen sebelum pelatihan (pretest), dari 10 subjek diketahui ada 4 subjek (40%) yang memiliki citra diri rendah, dan terdapat 6 subjek (60%) yang memiliki citra diri sedang. Setelah pelatihan (posttest) diketahui 5 subjek (50%) memiliki citra diri sedang dan 5 subjek (50%) memiliki citra diri tinggi, adapun ketika dilakukan amatan ulang (follow up) ada 5 subjek (50%) memiliki citra diri sedang dan 5 subjek (50%) memiliki citra diri tinggi. Berdasarkan data deskripsi

(17)

dari kelompok eksperimen tersebut terlihat ada peningkatan citra diri sebelum dan sesudah pelatihan, kondisi ini menunjukkan pelatihan keterampilan sosial yang diikuti mampu meningkatkan citra diri para peserta pelatihan.

Hasil penelitian ini mendukung beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, antara lain Ramdhani (1995) pada penelitiannya menyimpulkan bahwa pelatihan keterampilan sosial dapat meningkatkan citra diri dan perilaku sosia l.

Adanya peningkatkan citra diri merupakan salah satu hasil atau feedback dari perubahan perilaku positif. Salah satu sum ber perubahan positif tersebut yaitu keberhasilan subjek mengikuti pelatihan dan mengimplementasikan materi-materi yang diperoleh selama pelatihan. Berkaitan dengan hal tersebut Secara lebih spesifik, Gresham dan Elliot (dalam Cartledge & Milburn, 1995) memberi penjelasan sebagai berikut:

a. Aspek intrapersonal. Perilaku yang berhubungan dengan diri sendiri. Merupakan keterampilan mengatur diri sendiri dalam situasi sosial, misalnya keterampilan menghadapi stress, memahami perasaan orang lain, mengontrol kemarahan dan sejenisnya. Dengan kemampuan ini, individu dapat memperkirakan kejadian-kejadian yang mungkin akan terjadi dan dampak perilakunya pada situasi sosial tertentu. Aspek ini diaplikasikan dalam beberapa materi, diantaranya penjelasan mengenai

regulasi drii dan coping stress, serta role play “ mendengarkan teman” Aspek in

imenekankan adanya interaksi dari pengetahuan dan pengharapan bagi diri sendiri yang kemudian disatukan pada cira diri. Individu memiliki kemampuan untuk mengamati, menyadari dan menilai penampilan perilakunya. Sesuai dengan pendapat Bandura (1996) yang mengatakan bahwa tingkah laku manusia bukan semata-mata

(18)

sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri. Prinsip dasar sosial learning menyatakan sebagian besar dari yang dipelajari manusia terjadi melalui peniruan (imitation), penyajian contoh perilaku (modelling). Seseorang belajar mengubah perilaku sendiri melalui penyaksian cara orang/ sekelompok orang mereaksi /merespon sebuah stimulus tertentu.

b. Aspek Perilaku interpersonal. Merupakan perilaku yang menyangkut keterampilan yang dipergunakan selama melakukan interaksi sosial. Perilaku ini disebut juga keterampilan menjalin persahabatan, misalnya memperkenalkan diri, menawarkan bantuan, dan memberikan atau menerima pujian. Keterampilan ini kemungkinan

berhubungan dengan usia dan jenis kelamin. Perilaku interpersonal sosial memiliki

beberapa fungsi di antaranya sebagai alat ekspresi dan katarsis bagi individu, memberi klasifikasi tentang berbagai hal yang berkaitan dengan diri, pandangan-pandangan, sikap opini maupun perasaan, memberi kemungkinan bagi individu untuk mendapatkan dukungan atau persetujuan dari orang lain, memungkinkan individu memiliki kontrol sosial terhadap orang lain dan situasi yang dihadapinya. Aspek ini diterapkan pada beberapa materi, selain role play “memberi pujian” juga melalui Video inspiratif“jangan pernah takut menjadi diri sendiri”. Video inspiratif ini merupakan salah satu materi yang diberikan dalam pelatihan, berkisah tentang seorang gadis tuli yang dengan segala keterbatasannya mampu memiliki keyakinan dan kepercayaan diri yang tinggi sehingga mampu memiliki keterampilan atau kemampuan memainkan biola dengan sangat baik sekali. Video ini relevan untuk ditampilkan dalam sesi pelatihan karena adegan-adegan dalam video tersebut dapat menjadi sumber inspirasi para peserta untuk melakukan peniruan atau imitasi

(19)

bagaimana seseorang dengan keterbatasan fisik dapat memiliki kepercayaan diri yang tinggi terhadap diri sendiri.

Pada aspek ini tema role play atau bermain peran ini yaitu “ berani danx bertanggung jawab”. Manfaat dalam role play yaitu melatih peserta untuk berani dan bertanggung jawab terhadap perbuatan pada orang lain, peserta dilatih bersikap asertif, terbuka, percaya diri dan dapat mengakui kesalahan yang telah dilakukan pada orang lain juga berperan positif terhadap perubahan perilaku subjek terutama pada aspek bertanggung jawab, yaitu kesediaan individu untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya. Serta aspek Rasional dan realistis, yaitu kemampuan menganalisa suatu masalah, sesuatu hal, sesuatu kejadian dengan menggunakan pemikiran yang dapat diterima oleh akal dan sesuai dengan kenyataan. Sesuai dengan pendapat Bandura (1996) memperhatikan model dan mempertahankan apa yang telah diobservasi, kemudian individu (peserta pelatihan) memproduksi perilaku tersebut melalui contoh perilaku nyata. Proses mengubah representasi kognitif ke dalam tindakan yang tepat, harus bertanya pada diri sendiri beberapa pertanyaan mengenai perilaku yang akan ditiru, sehingga muncul pertanyaan, “Bagaimana saya dapat melakukan hal ini?” Setelah secara simbolis mengulang respons-respons yang relevan, individu mencoba perilaku baru tersebut. Selama melakukannya, individu biasanya mengevaluasi diri dengan pertanyaan, “Apa yang sedang saya lakukan?” Terakhir, mengevaluasi performa dengan bertanya, “Apakah saya melakukannya dengan benar?” Pertanyaan terakhir ini tidak selalu mudah untuk dijawab, karena ada subjektifitas penilaian yang berbeda-beda dari masing-masing individu. Sesuai pendapat tersebut maka dengan menggunakan role play peserta

(20)

c. Perilaku yang berhubungan dengan kesuksesan akademis. Merupakan perilaku atau keterampilan sosial yang dapat mendukung prestasi belajar di sekolah, misalnya mendengarkan dengan tenang saat guru menerangkan pelajaran, mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, melakukan apa yang diminta oleh guru, dan semua perilaku yang mengikuti aturan kelas. Selain siswa diharapkan mampu membuat manajemen waktu dalam belajar, mengumpulkan tugas tepat waktu, dan dapat membuat skala prioritas kegiatan.

Smith (2006) mengemukakan pendidikan inklusi ialah program pendidikan yang mengakomodasi seluruh siswa dalam kelas yang sama sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya, termasuk di dalamnya siswa yang berkelainan. Pendidikan inkluasi tidak hanya membicarakan anak berkelainan, tetapi membicarakan semua siswa yang masing-masing mempunyai kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Sementara itu, Sapon-Shevin (O’Neil, 1995) menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak luar biasa dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi kominitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat penanganan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Hasil analisis data menunjukkan perbedaan citra diri sebelum dan sesudah pelatihan keterampilan sosial. Citra diri subjek setelah mengikuti pelatihan keterampilan sosial lebih tinggi dibandingkan sebelum pelatihan. Secara deskripsi

(21)

pada kelompok eksperimen sebelum pelatihan (pretest), dari 10 subjek diketahui ada 4 subjek (40%) yang memiliki citra diri rendah, dan terdapat 6 subjek (60%) yang memiliki citra diri sedang. Setelah pelatihan (posttest) diketahui 5 subjek (50%) memiliki citra diri sedang dan 5 subjek (50%) memiliki citra diri tinggi, adapun ketika dilakukan amatan ulang (follow up) ada 5 subjek (50%) memiliki citra diri sedang dan 5 subjek (50%) memiliki citra diri tinggi. Berdasarkan data deskripsi dari kelompok eksperimen tersebut terlihat ada peningkatan citra diri sebelum dan sesudah pelatihan, kondisi ini menunjukkan pelatihan keterampilan sosial yang diikuti mampu meningkatkan citra diri para peserta pelatihan.

Saran

Disarankan mencoba menerapkan pelatihan keterampilan sosial dengan karakteristik subjek yang berbeda, karena hasil penelitian ini masih terbatas pada populasi tempat penelitian dilkakukan yaitu siswa-siswi ABK SMK Bopkri Yogyakarta., serta mengontrol variabel luar yang dimungkinkan berpengaruh terhadap citra diri, misalnya status sosial ekonomi keluarga dan model pengajaran di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, S. Christanti, D., dan Susilo D.J. (2008). Pengaruh Pelatihan Keterampilan Sosial Menggunakan Metode StopThink Do terhadap Penyesuaian Sosial Anak Sekolah Dasar. Manasa. Juni. Volume 2 Nomor 1. Fakultas Psikologi Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya.

Augustine, V., Miriam Longmore Mannam Ebenezer & Richard. (2011). Effectiveness of Social Skills Training for reduction of self-perceived Stigma in Leprosy Patients in rural India. Lepr Rev (2012) 83, 80 – 92. Oxford University, Oxford, England, UK.

Bandura, A. 1996. Self-efficacy : The Exercise of control. New York, NY : W.H. Freman and Company.

(22)

Cartledge, G.& Milburn, J. F., (1995). Teaching Social Skill to Children and Youth , Boston : Allyn and Bacon.

Centi, P.J. (1993). Mengapa Rendah Diri. Yogyakarta : Kanisius.

Clay, D. Vivian L. Vignoles, and Helga Dittmar. 2004. Body Image and Self -Esteem Among Adolescent Girls: Testing the Influence of Sociocultural Factors. Journal Of Research On Adolescence, 15(4), 451–477

Kaligis F. Wiguna, Widyawati I. (2009). Efektivitas Pelatihan Kecakapan Hidup terhadap Citra Diri Remaja. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 59,

Nomor: 3, Maret 2009

Kelly, A. 2003. Social Skills Training, A. Practical Guide for Interventions. Springer Publishing Co., New York.

Noe, R.A., Hollenbeck,.M. (2003). Human Resource Management Gaining A

Competitive Advantage. 4 th ed. New York: McGraw-Hill Higher Educatuion

Oniel, P.G. (1995). Implicit Prejudice and Stereotyping: How Automatic Are They Introduction to The Special Section. Journal of Personality and Social

Psychology. 81 (5). 757-759.

Palupi, F.E dan Nashori, D. (2009). Pengaruh Pelatihan Keterampilan Sosial Terhadap Tingkat Kepercayaan Diri Remaja Panti Asuhan. Naskah Publikasi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Yogyakarta

Petersen, L. (2004). Bagaimana memotivasi anak belajar stop and think Learning. Alih bahasa: Ismail Isdito. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Puurula, A., Neill, S., Vasileiou, L., Husbands, c., Lang, P., Katz, YJ., Romi, S.,

Menezes, 1., & Vriens, L. (2001). Teacher and student attitudes to affective education: a European collaborative research project. Compare, 31(2), 165-187.

Ramdhani, N. (1995) Perubahan Perilaku dan Konsep Diri pada Remaja yang Sulit Bergaul Setelah Menjalani Pelatihan Ketrampilan Sosial, Laporan Penelitian. Yogya-karta: Fakultas Psikologi UGM.

Schoyen, J. (2004). The Impact Of Social Skills Training On The Friendships Of Children With Special Needs: A Model To Better Inclusion. Thesis. Trinity western university

Gambar

Tabel  7  Hasil Gain score

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan menulis teks iklan bahasa Makassar pada aspek kesesuaian isi dengan tema, aspek penggunaan bahasa Makassar,

8 Tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan penawaran umum sebagai kegiatan penawaran yang dilakukan emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan

PENGARUH PENGETAHUAN DEWAN TENTANG ANGGARAN DAN KETERLIBATAN MASYARAKAT TERHADAP PENGAWASAN DEWAN PADA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) (Studi Empiris

Untuk itu penulis menggunakan metode kuadrat terkecil pada perusahaan untuk mengistimasi biaya reparasi dan pemeliharaan mesin Diaf KB 100 Cone Mixer, Jadi perusahaan dapat

 Jadi OR kontemporer adalah salah satu cabang olahraga yang bersifat kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah olahraga yang tidak. terikat oleh aturan-aturan jaman dulu

Disusun untuk memenuhi syarat dalam mencapai gelar diploma III (Amd. RMIK) pada program studi DIII Rekam Medis dan Informasi Kesehatan.

Dengan menggunakan metode weight of evidence dan defoliant technique, akan ditunjukkan bagaimana pemetaan potensi deposit mineral pada wilayah tropis yang selama ini sulit