• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Dan Masalah Pengembangan Lahan Pekarangan Mendukung Peningkatan Produksi Buah-Buahan Di Sumatera Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi Dan Masalah Pengembangan Lahan Pekarangan Mendukung Peningkatan Produksi Buah-Buahan Di Sumatera Barat"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Potensi Dan Masalah Pengembangan Lahan Pekarangan Mendukung Peningkatan Produksi Buah-Buahan

Di Sumatera Barat Nasrul Hosen

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat Jl. Raya Padang-Solok, Km. 40, Sukarami

ABSTRACT

Home gardens were potential for fruit crops. This study aimed to identify the potency and constraint of developing the home gardens for fruit crops in West Sumatra. The study was done in 2007. Results indicated that the farmings in home gardens were mixtured system with limited unproductive crops. In West Sumatra, total home gardens was 92,276 hectare which was potential for perennial fruit crops like banana, mangosteen, avocado, chicoo, orange, and others. The development of fruit crops in home gardens required revitalization of home garden function so that it can support food resilience and increase earnings of farmers.

Keywords: Home garden, fruits, production, earnings.

PENDAHULUAN

kstensifikasi pertanian semakin sulit dilakukan, karena semakin terbatasnya ketersediaan lahan untuk usahatani. Oleh karena itu, intensifikasi melalui diversifika-si pertanian akan sangat membantu pening-katan produktivitas, tanpa merusak ling-kungan.

Pemanfaatan lahan pekarangan perlu menjadi perhatian, terutama untuk pengembangan buah-buahan berumur pan-jang. Sasaran pengembangan buah-buahan pada lahan pekarangan adalah: (i) mem-bangun kawasan agribisnis buah-buahan pa-da suatu kawasan potensial, pa-dan (ii) men-dukung ketahanan pangan keluarga di pe-desaan. Buah-buahan yang menjadi fokus pengembangan oleh Dinas Pertanian Pro-vinsi Sumatera Barat adalah jeruk, pisang, dan manggis (Dipertahor, 2007). Dalam po-la pangan harapan (PPH) Departemen Per-tanian, sumber energi dari buah-buahan di-harapkan mencapai 3%, sementara dari gu-la hanya 5%. Hal ini menunjukkan potensi konsumsi buah masyarakat meningkat (Pus-bang Ketersediaan Pangan, 2005).

Berbagai kemajuan telah dicapai dalam pembangunan pertanian di Sumatera Barat.

Indikator pembangunan pertanian tersebut di antaranya: (i) Peningkatan intensitas pertanaman yang berdampak pada surplus beras dan peningkatan areal tanaman per-kebunan unggulan; (ii) Perbaikan mutu sa-yuran, terbangunnya kawasan pertanian or-ganik; (iii) Peningkatan populasi ternak; (iv) Ekspor produk pertanian mulai baik; serta (v) Mulai berkembang dan mem-baiknya kelembagaan petani dan infra-struktur pertanian. Pembangunan pertanian tersebut telah meningkatkan kontribusi sektor pertanian dalam PDRB Sumatera Ba-rat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006, sumbangan sektor pertanian terhadap PDRB mencapai 25,26% (Bappeda Sumatera Ba-rat, 2007).

Kebijakan optimalisasi pemanfaatan sumberdaya yang dikuasai oleh petani sangat penting. Pertanian masih tetap mendominasi perekonomian di pedesaan, karena sektor pertanian merupakan lapang-an kerja utama bagi sebagilapang-an besar pendu-duk Sumatera Barat. Jumlah rumah tangga yang berusaha di sektor pertanian lebih da-ri 60% dada-ri total rumah tangga (Dipertahor, 2005). Meskipun kontribusi sektor pertanian pada PDRB sudah meningkat, namun pen-dapatan petani masih rendah. Penpen-dapatan yang besarnya sekitar 25% dari PDRB

ter-E

(2)

sebut diraih oleh >60% penduduk, sedang-kan >75% PDRB dinikmati oleh sekitar 40% penduduk yang bergerak di sektor non per-tanian.

Tekad pemerintah untuk mengurangi keluarga miskin secara bertahap perlu di-dukung dengan upaya pengembangan ko-moditas buah-buahan pada lahan pekarang-an. Strategi swasembada yang didasarkan pada paradigma ketersediaan pangan (food availability) terbukti tidak dapat menjamin akses bagi semua keluarga atau individu yang merupakan inti dari ketahanan pangan. Paradigma yang dipandang lebih tepat ialah perolehan pangan (food entitlement) yang mencakup dimensi ke-tersediaan, akses, dan penggunaan. Dengan paradigma ini, swasembada pangan bergu-na untuk ketersediaan pangan, bergu-namun ti-dak merupakan keharusan untuk ketahanan pangan (Simatupang, 2007).

Tulisan ini menyajikan beberapa infor-masi tentang potensi dan masalah pengem-bangan lahan pekarangan mendukung pengembangan buah-buahan pada bebera-pa kawasan di Sumatera Barat.

MATERI DAN METODE

Unit analisis adalah lahan pekarangan pada wilayah pedesaan di Sumatera Barat. Ruang lingkup kegiatan meliputi desk study dan eksplorasi lapang mengenai peman-faatan lahan pekarangan yang dilakukan pada tahun 2007. Desk study bertujuan mengkompilasi data sekunder dalam ben-tuk potensi biofisik, jenis dan luas tanaman buah-buahan, serta ketersediaan teknologi dan hasil-hasil penelitian yang mendukung pengembangan buah-buahan. Eksplorasi la-pang dilakukan pada beberapa kabupaten contoh yaitu Kabupaten Padang Pariaman, Limapuluh Kota dan Tanah Datar. Tujuan-nya adalah untuk memahami kondisi, po-tensi dan permasalahan dalam peman-faatan lahan pekarangan. Prosedurnya ada-lah penelusuran kawasan untuk melihat ke-ragaan pertanaman, sistem usahatani, dan

peluang pengembangan buah-buahan. Da-lam hal ini dilakukan diskusi dengan sejum-lah petani yang ditentukan secara acak se-derhana. Analisis data dilakukan secara deskriptif, tabulasi (%, nisbah, rata-rata) dan analisis ekonomi.

POTENSI DAN MASALAH LAHAN PEKARANGAN

Luas Lahan Pekarangan

Potensi sumberdaya pertanian di Suma-tera Barat cukup besar. Luas lahan yang su-dah dimanfaatkan untuk pertanian sekitar 34,89% dari total luas daerah + 42.226,64 km2. Berdasarkan survai dan pemetaan la-han pertanian oleh Balai Besar Penelitian Sumberdaya Lahan (2006), luas lahan sa-wah irigasi dan tadah hujan 266.785 ha, sawah pasang surut 97.190 ha, tegalan dataran rendah 69.580 ha, tegalan dataran tinggi 25.450 ha, lahan perkebunan 670.155 ha, dan lahan pekarangan 92.276 ha (Tabel 1). Sebagian lahan tersebut telah diman-faatkan untuk usaha pertanian, namun pe-manfaatannya belum optimal. Untuk mengoptimalkan lahan tersebut dapat dila-kukan dengan mengusahakan komoditas bernilai ekonomi tinggi dan sesuai permin-taan pasar. Sistem usahatani yang ter-integrasi dan skala usaha yang mengarah pada skala ekonomi menurut kawasan sangat mendukung pengembangan komodi-tas buah-buahan.

Profil Usahatani pada Lahan Pekarangan Sistem usahatani pada lahan pekarang-an umumnya berupa campurpekarang-an pekarang-aneka ta-naman, di antaranya buah-buahan, tanam-an perkebuntanam-an dtanam-an ttanam-anamtanam-an ptanam-angtanam-an, na-mun ada beberapa tanaman yang dominan. Di setiap kabupaten, komoditas dominan pada lahan pekarangan adalah kelapa, ke-cuali di dataran tinggi. Komoditas dominan lainnya dalam sistem usahatani berbeda antar kabupaten. Komoditas tersebut jum-lahnya 2-3 jenis pada setiap kabupaten. Komoditas penunjang lain jumlahnya 1-3

(3)

Tabel 1. Distribusi luas lahan pekarangan di kabupaten dan perkotaan di Sumatera Barat, 2006.

No. Kabupaten/Kota Luas (ha) budidaya pertanian % terhadap lahan

1. Mentawai 2.684 12,9 2. Pesisir Selatan 12.220 23,3 3. Solok 7.682 26,5 4. Sawahlunto/Sijunjung 8.996 45,4 5. Tanah Datar 6.501 21,0 6. Padang Pariaman 4.902 18,6 7. Agam 8.302 19,1 8. Limapuluh Kota 8.332 22,5 9. Pasaman 2.697 9,7 10. Solok Selatan 2.534 32,5 11. Dharmasraya 10.238 17,8 12. Pasaman Barat 4.982 38,6 13. Perkotaan 12.206 45,1 Jumlah 92.276 25,5

Sumber: Bappeda Provinsi Sumbar (2007).

batang per rumahtangga dan jenisnya be-ragam antar kabupaten (Tabel 2).

Permasalahan usahatani pada lahan pe-karangan saat ini adalah: (i) Pemanfaatan lahan belum optimal, produktivitas tanam-an relatif rendah, dtanam-an belum berorientasi ekonomi; (ii) Penataan tanaman tidak ter-atur dan pemeliharaan belum optimal; (iii) Mutu hasil relatif rendah terutama komodi-tas buah-buahan; (iv) Belum dilakukan pengolahan hasil buah-buahan tingkat ru-mahtangga untuk memperoleh nilai tam-bah. Hal demikian terjadi karena lemahnya kelembagaan (permodalan dan pemasaran) dan sistem alih teknologi serta pembinaan oleh instansi terkait. Karena itu, pengem-bangan komoditas pada suatu kawasan yang didukung oleh inovasi teknologi perlu men-dapat perhatian.

PELUANG PENGEMBANGAN BUAH-BUAHAN Aspek Biofisik

Secara fisik peluang pengembangan buah-buahan pada lahan pekarangan cukup besar, berdasarkan pertimbangan: (i) Luas lahan yang tersedia per rumahtangga tani 0,10-0,25 ha; (ii) Dukungan agroklimat; (iii) Kecocokan sejumlah jenis buah-buahan se-perti manggis, pisang, durian, rambutan, sawo, pepaya, markisa manis, dan lain-lain. Salak pondoh juga berhasil baik pada lahan pekarangan seperti di Bukittinggi, Kawasan Malibo Anai di Kabupaten Padang Pariaman, dan bahkan pada dataran rendah di Lunang Silaut Kabupaten Pesisir Selatan.

Tabel 2. Keragaman komoditas di pekarangan pada beberapa wilayah contoh di Sumatera Barat, 2007.

No. Kabupaten Komoditas utama Komoditas penunjang 1. Padang Pariaman Kelapa, pisang Durian, manggis, rambutan 2. Tanah Datar Kelapa, pisang, jagung, sawo Tebu, ikan air tawar, rambutan 3. Solok Kelapa, pisang, alpokad, markisa manis Sawo, rambutan

4. Limapuluh Kota Kelapa, pisang, jagung, kakao Ubi kayu, manggis, rambutan 5. Pasaman Kelapa, pisang, rambutan Ikan air tawar, sawo, durian 6. Pasaman Barat Kelapa, jagung, pisang Kakao, rambutan, durian 7. Sawahlunto/Sijunjung Kelapa, rambutan, durian Pisang

8. Agam Kelapa, pisang Rambutan 9. Pesisir Selatan Kelapa, durian, rambutan Mangga, manggis

(4)

Tabel 3. Profil komoditas buah-buahan pada lahan pekarangan di Sumatera Barat, 2007.

No. Indikator Kondisi

1. Bentuk Sistem Usahatani (SUT) Campuran

2. Muatan lahan Padat

3. Tata pertanaman Tidak teratur

4. Populasi/jenis buah-buahan 1-3 batang

5. Pemeliharaan Kurang baik

6. Teknologi Rendah

7. Produktivitas tanaman Rendah-sedang

8. Tujuan produksi Bukan pasar

9. Kontribusi terhadap pendapatan keluarga tani Sangat rendah (0-5%)

Dalam jangka pendek pemanfaatan la-han pekarangan dapat dilakukan dengan pi-lihan komoditas yang toleran dengan faktor-faktor pembatas di lahan pekarang-an. Beberapa jenis buah-buahan yang co-cok dengan kondisi agroklimat spesifik di-kemukakan pada Tabel 4. Dari segi iklim, Sumatera Barat cukup mendukung pengem-bangan buah-buahan dan secara ekonomi mempunyai akses pasar ke provinsi tetang-ga terutama Jambi, Riau, dan Sumatera Utara, di samping untuk memenuhi potensi pasar dalam provinsi atau peningkatan ke-tahanan pangan keluarga.

Aspek Ekonomi

Secara ekonomi, usahatani an cukup menguntungkan, terutama buah-buahan berumur panjang yang umumnya tanpa biaya produksi. Pemeliharaannya mudah dan petani tinggal memetik buah pada musimnya. Berbeda dengan buah-buahan tertentu seperti pepaya dan jeruk yang pemeliharaannya lebih intensif dan membutuhkan modal cukup besar mulai tahun pertama dan selama umur produktif. Namun demikian, usahatani tersebut menguntungkan dan dapat diusahakan dengan skala kecil 10-30 batang per rumah-tangga (Tabel 5).

Tabel 4. Persyaratan tumbuh beberapa jenis tanaman buah-buahan berdasarkan kondisi agroklimat.

Jenis tanaman Elevasi ( md DPL) Iklim dan ketinggian muka air tanah yang bisa ditolerir Ketahanan terhadap kekeringan

Jeruk 0-1000 Abcd-Bcd-Cbc-Dbc Baik sekali

Durian 0-800 Abcd-B1abd Tidak baik

Mangga 0-1000 B2abcd-Cabc-Cbc Baik

Sirsak 0-800 Aabcd-Babc-Cabc Baik

Pisang 0-1000 Aabcd-Babc-Cab Baik

Pepaya 0-1000 Aabcd-Babc-Cab-Dab Baik

Jambu mete 0-500 B2bcd-Cbc Baik

Melinjo 0-1000 Abcd-B1abc Baik

Rambutan 0-1000 Abcd-Bcd-Cbc-Dbc Baik sekali

Manggis 0-1000 Abcd-Bcd-Cbc-Dbc Baik sekali

Markisa manis >1000 B1a Baik

Alpokad 500-1000 Abcd-Bcd-Cbc-Dbc Baik sekali

Sawo 0-1000 Abcd-Bcd-Cbc-Dbc Baik sekali

Sumber: Buharman et al. (1997). Keterangan:

A1 = 12 Bulan Basah (BB) dan 0 Bulan Kering (BK); A2 = <12 BB dan 0BK

B1 = <12 BB, 1 BK hingga 9-10 BB dan 3 BK; B2 = <9 BB dan 2 BK hingga 7-8 BB dan 6 BK C = <7 BB dan 4 BK hingga 5-6 BB dan 6 BK; D = <5 BB dan 6 BK hingga 2-4 BB dan 8 BK

E = BB (bulan basah) curah hujan 100 mm/bulan; BK = bulan kering, curah hujan <60 mm/bulan

a = kedalaman muka air tanah <50 cm; b = kedalaman muka air tanah 50-150 cm; c = kedalaman muka air tanah 150-200 cm; d = kedalaman muka air tanah tidak terjangkau akar tanaman.

(5)

Aspek Teknologi

Banyak masalah dalam pengembangan buah-buahan, teknis maupun non teknis. Prioritas masalah atau isu pokok yang perlu dicarikan pemecahannya secara cepat ada-lah: (i) Masalah ketersediaan bibit bermutu dari jenis buah-buahan unggul; (ii) Aspek budidaya menuju peningkatan produktivi-tas; (iii) Peningkatan mutu hasil; (iv) Ke-tersediaan sarana produksi dan teknologi di lingkungan petani; (v) Pengembangan ko-moditas dengan pendekatan skala ekonomi (kawasan) dan skala usaha rumahtangga yang layak; (vi) Masalah alih teknologi dan adopsi; serta (vii) Pemasaran dan penum-buhan agroindustri pedesaan. Beberapa produk buah-buahan telah tersedia tekno-loginya, khusus untuk manggis telah terse-dia teknologi pengolahan buah manggis da-lam bentuk jus, sirup, xanthones kulit manggis, dan pure (Iswari et al., 2007).

Sejumlah teknologi untuk pengembang-an buah-buahpengembang-an berumur ppengembang-anjpengembang-ang seperti manggis, mangga, jeruk, rambutan, pisang, pepaya dan lainnya, cukup tersedia yang dihasilkan oleh Lembaga Penelitian (UPT) Badan Litbang Pertanian. Teknologi terse-but mulai dari varietas unggul, teknik budi-daya, pengendalian OPT, pengolahan hasil, dan komponen teknologi lainnya. Dari segi varietas, adopsi teknologi untuk komoditas buah-buahan sudah cukup maju dibanding komoditas pangan (BPTP Sumbar, 2002). Namun pemeliharaan dan penataan tanam-an di lahtanam-an pekartanam-angtanam-an belum optimal ser-ta pewilayahannya belum terser-taser-ta dengan baik. Hal ini yang perlu diperbaiki ke depan

dalam pengembangan buah-buahan khusus-nya pada lahan pekarangan.

Aspek Pasar

Pemasaran buah-buahan cukup baik ka-rena infrastruktur serta sarana dan prasa-rana transportasi cukup. Buah-buahan sifat musiman dan ada musim berbuah ber-samaan 2 atau 3 jenis buah-buahan. Oleh karena itu permintaannya selalu stabil. Persaingan terjadi antar buah yang sama dengan kualitas berbeda. Sawo asal Malalo selama ini cukup terkenal dan produksinya hampir kontinyu sepanjang tahun, dipasar-kan pada pasar lokal Sumatera Barat dan provinsi sekitarnya. Rambutan dihasilkan pada kawasan Sawahlunto/Sijunjung, Pesi-sir Selatan dan Kota Padang, daerah pasar-nya adalah kota-kota dalam provinsi dan provinsi tetangga tergantung musim yang sama di provinsi tujuan pasar tersebut. Du-rian dihasilkan juga di kawasan Sawah-lunto/Sijunjung, Pesisir Selatan, Pasaman Barat dan Padang Pariaman. Pisang ber-kembang di Padang Pariaman, sehingga kios-kios pasar pisang banyak tumbuh di kawasan Pasar Usang di Kabupaten Padang Pariaman dan Kawasan Salimpaung di Kabu-paten Tanah Datar. Markisa manis dengan sentra produksi kawasan Alahan Panjang, Kabupaten Solok dipasarkan terutama ke luar provinsi terutama Jakarta dan provinsi tetangga (Hosen et al., 1998). Pasar induk buah utama adalah Jatinegara, Cibitung dan Tangerang. Fasilitas penyimpanan ane-ka buah yang datang dari luar Jawa ter-utama dari Sumatera, ada di pasar induk tersebut. Oleh karena itu dukungan pasar Tabel 5. Analisis ekonomi beberapa alternatif komoditas buah-buahan pada lahan pekarangan

di Sumatera Barat, 2007.

Komoditas Rataan usaha per KK Harga (Rp./unit) Hasil per tahun Pendapatan (Rp./th)

Sawo 10 btg 200/bh 2.000 bh 400.000,-Alpokad 5 btg 2.000/kg 250 kg 500.000,-Pepaya 20 btg 2.000/bh 400 bh 800.000,-Pisang 20 rp 20.000/td 30 td 600.000,-Rambutan 5 btg 300/kg 500 kg 150.000,-Markisa manis 0,25 ha 100/bh 1,12 t

(6)

induk ini cukup besar terhadap pendistri-busian produksi buah-buahan di Indonesia, baik untuk paar tradisional maupun super market (Napitupulu, 2007). Dalam mem-bangun kawasan pengembangan buah-buahan, prioritas pilihan konsumen (Tabel 6) perlu dipertimbangkan.

Infrastruktur

Kondisi infrastruktur (sarana/prasarana) di daerah ini cukup baik, sehingga aksesi-bilitas penduduk dari nagari/desa ke ibu kecamatan, ibu kabupaten ataupun pusat-pusat pelayanan masyarakat lainnya terma-suk lancar. Jalan penghubung antar nagari relatif baik dan perhubungannya lancar. Apalagi rumah penduduk biasanya berke-lompok pada pinggiran jalan raya. Sarana transportasi yang lancar sangat mendukung arus produksi serta input pertanian.

Tabel 6. Prioritas pilihan komoditas buah-buahan oleh konsumen di Sumatera Barat, 2007.

Peringkat pilihan Prioritas jenis buah-buahan 1 Pisang, pepaya, jeruk

2 Mangga, salak

3 Manggis, alpokad

4 Rambutan, durian

5 Sawo, markisa manis

STRATEGI PENGEMBANGAN BUAH-BUAHAN Strategi pengembangan buah-buahan seharusnya disusun berdasarkan kebutuhan petani dengan pendekatan kawasan. Pada prinsipnya pendekatan kawasan bertujuan agar terpenuhinya prinsip ekonomi, antara lain: (i) skala usaha optimal, (ii) efisiensi usaha, (iii) jaminan pasar, dan (iv) keber-lanjutan usaha. Dengan pendekatan kawas-an perkawas-an dkawas-an dukungkawas-an kelembagakawas-an men-jadi sangat penting.

Beberapa strategi yang perlu diperhati-kan dalam pengembangan buah-buahan pada lahan pekarangan dengan pendekatan kawasan adalah: (i) Memperhatikan komo-ditas buah yang sudah mulai berkembang pada suatu kawasan dan Dinas terkait memberdayakan sesuai dengan kendala pengembangan yang ada (Tabel 7); (ii) Me-numbuhkan kios-kios pemasaran sekaligus mempromosikan produk primer atau olahannya; (iii) Melakukan pembinaan dan dukungan teknologi menuju efisiensi dan keberlanjutan usaha.

KESIMPULAN DAN SARAN

Lahan pekarangan cukup potensial un-tuk pengembangan komoditas buah-buahan tahunan. Sistem usahatani lahan pekarang-

Tabel 7. Arahan pengembangan buah-buahan berumur panjang menurut kawasan dan alternatif atau kombinasi buah-buahan pada beberapa daerah di Sumatera Barat. Kabupaten/kota Komoditas Kawasan

Padang Pariaman Pepaya, pisang Sepanjang jalan raya Padang-Bukittinggi, Kec. Batang Anai

Salak pondoh, durian Sepanjang jalan raya Padang-Bukittinggi, Kec. Kayutanam

Manggis Sepanjang jalan raya Padang-Bukittinggi, Kec. 2x11 Enam Lingkung

Bukittinggi Salak pondoh, jeruk keprok

Kawasan Panorama Baru

Tanah Datar Sawo, kuini Kawasan Sumpur-Ombilin, Danau Singkarak Pesisir Selatan Mangga Tarusan Kawasan Kec. Tarusan

Durian Kawasan Singkeh, Tarusan

Solok Alpokad, markisa manis Sepanjang jalan raya Padang-Solok, Kec. Gunung Talang Padang Rambutan Sepanjang jalan by pass dan Lubuk Minturun

(7)

an saat ini dalam bentuk campuran, muat-an lahmuat-an sedmuat-ang sampai padat, dmuat-an seba-gian tanaman tidak produktif. Potensi luas lahan pekarangan 92.276 ha dan sebagian besar bisa dimanfaatkan untuk pengem-bangan tanaman buah-buahan berumur panjang, seperti pisang, manggis, alpokad, sawo, jeruk, dan lain-lain sesuai agroeko-sistem. Pendekatan pengembangan buah-buahan adalah kawasan agar skala ekonomi bisa terpenuhi meskipun skala per rumah-tangga tani kecil (3-10 batang tanaman buah). Saat ini komoditas buah di peka-rangan belum berorientasi pasar karena jumlah batang yang dimiliki sedikit (1-2 btg/KK). Untuk pengembangan buah perlu revitalisasi fungsi lahan pekarangan, agar mampu mendukung ketahanan pangan dan pendapatan petani. Pendekatan kawasan akan sangat mendukung terwujudnya bebe-rapa kawasan buah-buahan tertentu di Su-matera Barat.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Besar Penelitian Sumberdaya Lahan. 2006. Arahan penggunaan lahan untuk per-tanian. Badan Litbang Pertanian, Jakarta. Bappeda Sumatera Barat. 2007. Sumatera

Barat dalam Angka. Kerjasama Bappeda dengan Badan Pusat Statistik Provinsi Suma-tera Barat.

BPTP Sumbar. 2002. Edisi Khusus: 35 Paket Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Suma-tera Barat. Monograf No. 07. Balai Pengka-jian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. Buharman B, N. Hasan, Busyra BS, Yunizar,

dan A. Taher. 1997. Pengembangan sistem usahatani kawasan DAS Singkarak berwa-wasan konservasi dan agrowisata. Laporan

Teknis. BPTP Sukarami (tidak dipublikasi-kan).

Dipertahor. 2005. Potensi, program dan per-masalahan pengembangan tanaman pangan dan hortikultura di Sumatera Barat. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikul-tura. Padang.

Dipertahor. 2007. Pengembangan agribisnis hortikultura Provinsi Sumatera Barat mela-lui pendekatan kawasan dan supply chain

management (SCM). Dinas Pertanian

Ta-naman Pangan dan Hortikultura. 2007. Padang.

Napitupulu, T.A. 2007. Marketing fresh fruits and markets. Palawija News. The UNESCAP-CAPSA Bogor. Newsletter 24 (3): 1-4. Hosen, N., Buharman B., Nasrun D., dan Zul

Irfan. 1998. Kelayakan usaha dan tataniaga markisa manis di Alahan Panjang, Solok, Sumatera Barat. Prosiding Dinamika Eko-nomi Pedesaan dan Peningkatan Daya Saing Sektor Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Hlm. 345-356.

Iswari, K., Harnel, Edial A., F. Artati, dan Azman. 2007. Pengembangan teknologi pengolahan manggis skala rumahtangga di sentra produksi manggis di Sumatera Barat. Makalah dalam Sosialisasi Teknologi Peng-olahan Manggis di Padang, 10 April 2007. Pusat Pengembangan Ketersediaan Pangan.

2005. Analisis ketersediaan pangan nabati dan hewani untuk memenuhi kecukupan gizi. Makalah Seminar Ketahanan Pangan di Padang, 28 Desember 2005.

Simatupang, P. 2007. Analisis kritis terhadap paradigma dan kerangka dasar kebijakan ketahanan pangan nasional. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor. FAE 25(1) : 1-18.

Gambar

Tabel 2.  Keragaman komoditas di pekarangan pada beberapa wilayah contoh di Sumatera  Barat, 2007
Tabel 4.   Persyaratan tumbuh beberapa jenis tanaman buah-buahan berdasarkan kondisi  agroklimat

Referensi

Dokumen terkait

Predictors: (Constant), EVR, CAR, DPO, ASGR, ROI, ASS, LVRG a...

Adat istiadat sebagai bagian dari kearifan lokal masih dipegang dengan sangat kukuh oleh masyarakat Baduy, dan adat istiadat tersebut telah menjadi benteng diri bagi masyarakat

Berdasarkan hasil penelitian bahwa data yang diperoleh terdiri dari dua variabel yaitu hasil belajar Mekanika materi kinematika dan dinamika pada mahasiswa yang

Alasan ibu tunggal bekerja sebagai buruh tani karena sorang suami sudah tiada dan harus mengambil peran suami untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin hari semakin

Signaling theory menyatakan bahwa stock split dianggap perusahaan memberikan sinyal yang baik kepada publik berkaitan dengan prospek perusahaan yang bagus dimasa

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai ujian kompetensi keahlian kejuruan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam POS UN yang ditetapkan oleh BSNP. Kepala Sekolah

Materi yang diajarkan dalam penelitian ini yaitu materi segiempat pada siswa kelas VII SMPN 1 Pogalan semester 2. Model pembelajaran yang digunakan adalah

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran keluhan subjektif kelelahan mata serta hubungannya dengan faktor karakteristik pekerja, durasi kerja, alat kerja, dan