• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUTUSAN SERTA MERTA DAN PELAKSANAANNYA (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PUTUSAN SERTA MERTA DAN PELAKSANAANNYA (Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda Aceh)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

29 - Volume 2, No. 2, November 2013

PUTUSAN SERTA MERTA DAN PELAKSANAANNYA

(Suatu Penelitian di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Banda

Aceh)

Muhammad Husni 1, Ilyas Ismail 2, Muzakkir Abubakar2 1)

Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

2)Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Abstract: A sentence form court can be executed if it has legal provision. Articles 180 HIR and 191 R.Bg.

warrant that district cour prosecutor may sentence a verdict which can be executed even if it doesn’t have any legal provisions. This thesis was written to explain role factors why judges stiil tend to sentence immediately inforceable verdict even though appeals or cassation are on process, execution of district court’s sentences which are immediately inforceable (uitvoerbaar bij voorraad), and effort made by judges if Appellate Court or Supreme Court revoke District Court’s sentences. The data used in this thesis was abtained through library research and field research was done by studying books or literatures, scientific journals, legislation that have to do with the obiect under study. Field research was conducted by interviewing the renpondents and informans. Result from the sdudy shows that factors that are considered by the judges on sentencing immediately enforceable verdict are freedom of the judges in reaching decisions, strong legal basis, and demands were granted. The executions of immediately enforceable verdict in banda Aceh Court District mus comply with the provision of Articel 191 R.Bg and Indonesian Supreme Court orders in its Circular Namber 3 of 2000 and olso must be approved by The High Court. Efforts are being made if the Court of appeal and Cassation Court overturned the verdict is Chairman of the District Court asking for bail money or good, and the restoration of the executed objects. It’s recommended to then District Court in its verdict that can be exesuted in advance should be careful considering the consequences that will arise later when the verdict was overtuned on appeal and cassation level. To the Chairman of Court of Appeal and Charman of Supreme Couis, it is suggested that prioritize examination of the cases which have been decided by the District Court with immediately enforceable verdict. Chaiman of the District Court requires security prior to the implementation of the plaintiffs who appealed the decision immediately.

Keyword: Immediately Enforceable Verdict

Abstrak: Suatu putusan pengadilan dapat dilaksanakan bila telah berkekuatan hukum tetap. Ketentuan Pasal 180 HIR dan Pasal 191 R.Bg membenarkan hakim Pengadilan Negeri menjatuhkan putusan yang sifatnya dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun putusan itu belum berkekuatan hukum tetap. Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan tentang faktor-faktor yang menyebabkan hakim cenderung menjatuhkan putusan serta merta, pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri yang Uit Voebaar Bij Voorraad, dan Upaya yang dilakukan oleh hakim jika pengadilan tingkat banding maupun kasasi membatalkan putusan Pengadilan Negeri. Metote penelitian yang dipergunakan adalah melalui penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku atau literatur, jurnal-jurnal ilmiah, peraturan perundang-undangan. Penelitian lapangan dilakukan dengan mewawancarai para responden dan informan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang menjadi pertimbangan hakim menjatuhkan putusan serta merta adalah adanya kebebasan hakim dalam memberikan keputusan, adanya dasar hukum yang kuat, dan adanya tuntutan provisi yang dikabulkan. Disarankan kepada hakim Pengadilan Negeri dalam menjatuhkan putusan yang sifatnya dapat dijalankan lebih dahulu hendaknya harus berhati-hati mengigat akibat-akibat yang akan timbul di kemudiannya manakala putusan itu dibatalkan dalam tingkat pemeriksaan banding dan kasasi. Kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Mahkamah Agung, agar memprioritaskan pemeriksaan perkara yang telah diputuskan oleh hakim Pengadilan Negeri dengan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu. Ketua Pengadilan Negeri meminta jaminan lebih dahulu kepada penggugat yang memohon pelaksanaan putusan serta merta.

(2)

Volume 2, No. 2, November 2013 - 30 PENDAHULUAN

Pasal 10 ayat (1) Undang-undang Nomor. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa atau mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya.

Hakim berkewajiban untuk mempertimbangkan tentang benar tidaknya suatu peristiwa atau fakta yang diajukan kepadanya dan kemudian menentukan hukumnya. Apabila hukum sudah jelas dan tegas, maka hakim harus memberi putusan yang selaras bedasarkan atas kenyataan sosial yang hidup dalam masyarakat, hal ini sesuai dengan bunyi Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor. 48 Tahun 2009, “Hakim sebagai Penegak hukum dan keadilan wajib menggadili, mengikuti dan memahami nilai-nilai yang hukum yang hidup dalam masyarakat”.

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 189 ayat (3) Rechtsreglement Voor de Buiten Gewesten (R.Bg) dan Pasal 178 ayat (2) Herziene Inlands Reglement (HIR) bahwa hakim dilarang memutus hal-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih daripada yang digugat. Dengan demikian terlihatlah kebebasan bagi seorang hakim, kebebasan itu hanya meliputi kewenangan untuk menyelesaikan sengketa yang dikemukakan oleh para pihak kemudian menjatuhkan putusan.

Penyelesaian suatu perkara perdata dimulai dari tingkat pertama pada saat diajukannya gugatan ke Pengadilan Negeri kemudian banding pada Pengadilan Tinggi dan Kasasi kepada Mahkamah Agung. Terakhir dengan diajukannya permohonan eksekusi oleh pihak yang menang dalam perkara itu, yang biasanya memerlukan waktu yang cukup lama. Hal ini sangat merugikan bagi para pencari keadilan, ditambah lagi dengan masalah biaya-biaya perkara yang harus dikeluarkan selama proses perkara itu berlangsung, belum lagi beban psikologis yang dialami oleh pihak-pihak yang berperkara.

Menurut undang-undang, kekuasaan kehakiman merupakan suatu fundamen sebagai asas bahwa peradilan itu harus dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan, namun kenyataannya asas ini sering kali dilupakan dan kurang diperhatikan.

Dengan adanya putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde) terhadap perkata perdata maka tujuan dari para pencari keadilan telah terpenuhi. Hal ini karena melalui putusan pengadilan itu dapatlah diketahui hak dan kewajiban dari masing-masing pihak yang berperkara, namun hal itu bukan berarti tujuan akhir dari para pihak yang berperkara tersebut telah selesai terutama bagi pihak yang menang, hal ini disebabkan pihak yang menang tidak mengharapkan kemenangannya itu hanya di

(3)

31 - Volume 2, No. 2, November 2013 atas kertas belaka tetapi harus ada pelaksanaan dari putusan tersebut.

Pasal 180 ayat (1) HIR/Pasal 191 ayat (1) R.Bg memberikan kewenangan bagi hakim untuk menjatuhkan putusan serta-merta, namun dalam prakteknya untuk melaksanakan kewenangan tersebut masih simpangsiur sehingga sering menyimpang dari patokan undang-undang.

Mahkamah Agung sebagai badan yang berwenang untuk mengawasi jalannya penerapan peraturan hukum telah banyak menaruh perhatian terhadap putusan serta-merta (uitvoerbaar bij voorraad) yang sering menimbulkan banyak kesulitan. Oleh karena itu Mahkamah Agung mengeluarkan instruksi dan beberapa surat edaran yang ditujukan kepada hakim Pengadilan Negeri agar jangan secara mudah menjatuhkan putusan serta-merta.

Untuk dapat mengabulkan tuntutan permohonan putusan serta-merta, para hakim wajib memperhatikan beberapa Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) tetapi di samping itu juga perlu dipenuhinya syarat-syarat seperti yang tercantum dalam Pasal 180 ayat (1) HIR/Pasal 191 ayat (1) R.Bg.

Memang tindakan hakim menjatuhkan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu, tidak dilarang oleh ketentuan hukum acara perdata. Akan tetapi terkesan bahwa putusan Pengadilan Negeri yang demikian, seakan-akan telah ada kepastian tentang kebenaran dan keadilan bagi pihak-pihak sulit untuk diukur secara pasti. Di samping itu putusan

pengadilan yang demikian bukan tidak mungkin nantinya, di tingkat pengadilan yang lebih tinggi, putusan yang dijatuhkan itu amarnya akan berbeda dengan amar putusan Pengadilan Negeri semula. Kalaulah demikian halnya, maka akan mengalami hambatan-hambatan dalam pelaksanannya disebabkan objek terpekara telah dieksekusikan terlebih dahulu pada tingkat Pengadilan Negeri sebelumnya.

Hasil penelitian menunjukkan banyak Kasus perkara perdata yang belum mempunyai kekuatan hukum tetap, namun hakim dalam putusannya menyatakan bahwa putusan tersebut dapat dilaksanakan terlebih dahulu meskipun terjadi verzet, banding, maupun kasasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis. Penelitian yang bersifat deskriptif analisis adalah penelitian dengan mencari ketentuan hukum yang belum jelas dan tersebut dalam beberapa peraturan yang ada. Dengan demikian penelitian ini bersifat menjelajah untuk mencari sumber yang diperlukan. Hasil dari rangkaian atau perhimpunan terhadap peraturan-peraturan yang berhubungan dengan putusan pengadilan tersebut dipresentasikan sebagaimana adanya (deskriptif). Setelah kedua pendekatan tersebut dilalui maka data akan dianalisis dengan tidak keluar dari permasalahan tentang teori hukum yang bersifat umum kemudian dijelaskan berdasarkan

(4)

Volume 2, No. 2, November 2013 - 32 seperangkat data atau menunjukkan

komparasi data yang ada hubungan dengan seperangkat data yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan pelaksanaan putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis analitis. Pendekatan yuridis, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Jadi melihat pelaksanaan putusan pengadilan dari aspek yuridis. Selanjutnya dengan pendekatan analitis akan dilihat pula pelaksanaan putusan pengadilan dari aspek kenyataan.

Data sekunder digunakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang diolah dan dianalisis secara kualitatif. Kemudian data primer digunakan dalam menjawab permasalahan-permasalahan yang dianalisis secara deskriptif kualitatif. Dari hasil penelitian lapangan tersebut selanjutnya dilakukan pembahasan secara yuridis dengan cara mengkomparasikan data terhadap teori-teori maupun ketentuan-ketentuan yang ada dalam hukum dengan metode berfikir deduktif dan induktif.

KAJIAN KEPUSTAKAAN

Tinjauan Umum Tentang Putusan Serta Merta Dalam Perkara Perdata

Uitvoerbarr bij voorrad atau dalam

bahasa indonesianya sering diterjemahkan dengan putusan serta merta, adalah merupakan

suatu putusan pengadilan yang bisa dijalankan terlebih dahulu, walaupun terhadap putusan tersebut dilakukan upaya hukum Banding, Kasasi dan Perlawanan oleh pihak yang kalah atau pihak ketiga yang merasa berhak.

Pada prinsipnya putusan Pengadilan baru dapat dilaksanakan apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap, akan tetapi undang-undang yaitu Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg memberikan kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan dengan perintah putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada verzet, banding. Kewenangan hakim tersebut bersifat eksepsional, oleh karena itu hakim dalam memeriksa dan memutus perkara perdata yang didalamnya terdapat petitum gugatan tentang putusan serta merta sebelum memutuskan untuk menolak atau mengabulkan harus memahami sifat penggunaan atau penerapan lembaga putusan serta merta (Uitvoerbaar bij voorraad).

Penerapan Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg bersifat fakultatif bukan imperatif, hakim tidak wajib untuk mengabulkannya akan tetapi dapat mengabulkan.

Putusan serta merta adalah putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun masih ada upaya hukum banding ataupun kasasi. Istilah hukum yang dipergunakan berkaitan dengan putusan serta merta ini, ada yang menyebut putusan pelaksanaan terlebih dahulu. Subekti mempergunakan istilah ini sebagai terjemahan dari bahasa aslinya

(5)

33 - Volume 2, No. 2, November 2013 Maksudnya hakim berwenang menjatuhkan putusan akhir yang mengandung amar, memerintahkan supaya putusan yang dijatuhkan tersebut, dijalankan atau dilaksanakan lebih dahulu, meskipun : Putusan itu belum berkekuatan hukum tetap (res

judicata), terhadap putusan itu diajukan

perlawanan atau banding.

Berdasarkan ketentuan yang digariskan Pasal 180 HIR, Pasal 191 RBg dan Pasal 54 Rv, pemberian wewenang kepada hakim untuk menjatuhkan putusan yang berisi diktum memerintahkan pelaksanaan lebih dahulu putusan, meskipun belum mempunyai kekuatan hukum tetap adalah bersifat eksepsional. Penerapan Pasal 180 HIR dimaksud, tidak bersifat generalisasi, tetapi bersifat terbatas berdasarkan syarat-syarat yang sangat khusus. Karakter yang memperbolehkan eksekusi atas putusan yang berisi amar dapat dijalankan lebih dahulu sekalipun putusan tersebut belum memperoleh kekuatan hukum tetap, merupakan ciri eksepsional yakni sebagai pengecualian yang sangat terbatas berdasarkan syarat-syarat yang ditentukan undang-undang. Syarat-syarat dimaksud merupakan pembatasan kebolehan menjatuhkan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu. Pelanggaran atas batas-batas yang digariskan syarat-syarat itu, mengakibatkan putusan mengandung pelanggaran hukum atau melampaui batas wewenang yang diberikan undang-undang kepada hakim, sehingga tindakan hakim itu

dapat dikategorikan sebagai tindakan yang tidak professional.

HASIL PEMBAHASAN

Faktor yang menjadi Pertimbangan Hakim Menjatuhkan Putusan Serta Merta

Untuk mengetahui tentang faktor-faktor yang menyebabkan hakim menjatuhkan putusannya yang dapat dijalankan lebih dahulu perlu dikaji dasar hukum dapat tidaknya dijatuhkan putusan itu dalam hukum acara perdata dewasa ini.

Dalam ketentuan Pasal 180 HIR dan 191 RBg. tercantum kata-kata “dapat” yang berarti bahwa kata tersebut dapat atau tidak mengandung suatu keharusan atau bukanlah berarti “harus”. Akan tetapi mengandung makna “bolehlah”.

Di samping itu kata “dapat” juga mengandung pengertian bahwa jika salah satu syarat yang ditentukan dalam ketentuan Pasal 180 HIR/191 RBg telah terpenuhi bedasarkan fakta-fakta yang terungkap di persidangan, maka terserah kepada kebijakan hakim yang mengadili perkara dimaksud untuk menjatuhkan putusan dengan ketentuan dapat dijalankan lebih dahulu atau putusan dalam bentuk yang biasa.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam bab-bab terdahulu, bahwa tindakan hakim menjatuhkan putusannya dengan ketentuan dapat dijalankan terlebih dahulu, merupakan tindakan yang dibenarkan Undang-undang. Namun pada prinsipnya suatu putusan baru

(6)

Volume 2, No. 2, November 2013 - 34 dapat dijalankan apabila setelah putusan itu

memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Pelaksanaan Putusan Serta Merta

Dasar Hukum Pemeriksaan perkara memang diakhiri dengan putusan, akan tetapi dengan dijatuhkan putusan saja belumlah selesai persoalannya. Putusan itu harus dapat dilaksanakan atau dijalankan. Suatu putusan pengadilan tidaklah ada artinya apabila tidak dapat dilaksanakan. Oleh karena itu putusan hakim harus mempunyai kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan untuk melaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat negara.

Suatu putusan pada asasnya dapat dilaksanakan apabila telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Pelaksanaan putusan ditunda bila terjadi upaya hukum perlawanan, banding dan kasasi yang menyebabkan perkaranya mentah kembali. Pengecualian dari asas ini adalah bila dalam petitum terdapat tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dahulu (uitvoerbaar bij

voorraad), meskipun terhadap putusannya

dilakukan upaya hukum serta majelis hakim mengabulkan tuntutan uitvoerbaar bij voorraad tersebut. Namun harus dipahami

bahwa hukum acara perdata sifatnya formil, di mana hakim bersifat menunggu maka hakim secara ex officio (tanpa diminta) tidak dapat memutuskan dan memerintahkan, putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad) dapat dilaksanakan terlebih dahulu.

Sebagaimana halnya dalam bab terdahulu telah dikemukakan bahwa dengan adanya suatu putusan Pengadilan, maka akan melahirkan suatu hubungan hukum yang harus berlaku dan ditaati oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Hubungan hukum yang timbul dalam sebuah putusan pengadilan merupakan tujuan akhir yang didambakan oleh pihak-pihak yang bersengketa dan bila perlu putusan itu segera dapat diwujudkan dalam kenyataan, sehingga mampu memberi nilai.

Upaya Yang Dilakukan Jika Pengadilan Tingkat Banding Maupun Kasasi Membatalkan Putusan Pengadilan Negeri

Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) R.Bg diundangkan pada tahun 1848, dimana kondisi dan paradigma masyarakat pada waktu itu jauh berbeda dengan kondisi dan paradigma masyarakat saat ini, khususnya dalam penegakan hukum. Surat Edaran Mahkamah Agung yang mengatur mengenai putusan serta merta timbul karena biasanya terdapat keinginan dari pihak penggugat untuk memohon dan meminta kepada majelis hakim agar ditetapkan putusan serta merta agar obyek sengketa tersebut tidak musnah atau tidak dinikmati oleh pihak tergugat. Hal ini kemudian menjadi masalah tersendiri ketika hakim sudah mengabulkan putusan serta merta tersebut, ternyata dikemudian hari dalam upaya hukum yang dilakukan oleh pihak yang dikalahkan ternyata pada pengadilan tingkat atasnya, yaitu banding dan kasasi dimenangkan. Hal ini

(7)

35 - Volume 2, No. 2, November 2013 menimbulkan ketidakpastian hukum dalam proses pemberian putusan serta merta tersebut.

Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi adanya putusan banding yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri Banda Aceh sehingga pihak tereksekusi ternyata menjadi pihak yang dimenangkan, sebagai berikut :

 Ketua Pengadilan Negeri Meminta Jaminan Uang Atau Barang.

 Pemulihan Kembali Obyek Eksekusi

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisis pada laporan sebelumnya, maka dapatlah ditarik beberapa kesimpulan dan diajukan saran sebagai berikut :

Pertama, Pada prinsipnya putusan Pengadilan baru dapat dilaksanakan apabila putusan telah berkekuatan hukum tetap, akan tetapi undang-undang yaitu Pasal 180 ayat (1) HIR atau Pasal 191 ayat (1) RBg memberikan kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan dengan perintah putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun ada verzet ataupun banding. Meskipun tindakan hakim telah dibatasi oleh Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000, namun dalam praktek di pengadilan masih terdapat putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan hakim menjatuhkan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu adalah didasarkan

pada empat faktor yaitu: Adanya kebebasan hakim dalam memberikan putusan; Adanya dasar hukum yang kuat, Adanya tuntutan provisi yang dikabulkan.

Kedua, Untuk menjatuhkan putusan serta merta, dalam praktek di Pengadilan Negeri Banda Aceh haruslah dilihat secara kasuistis, selain harus memenuhi ketentuan dalam pasal 191 R.Bg dan SEMA Nomor 3 Tahun 2000, harus ada syarat-syarat lain yang harus dipenuhi oleh pihak yang dimenangkan sebelum putusan itu dieksekusi sehingga putusan yang dijatuhkan dapat dilaksanakan dengan baik. Menjatukan putusan serta merta dalam suatu putusan harus memenuhi babarapa syarat dan mendapat persetujuan dari Pengadilan Tinggi.

Ketiga, Untuk mengantisipasi dibatalkan Putusan Pengadilan Negeri yang dapat dijalankan lebih dahulu oleh Pengandilan Tinggi atau melaksanakan amar putusan yang dapat dijalankan lebih dulu, hakim lebih dulu meminta kesanggupan penggugat untuk menyerahkan jaminan baik berupa benda maupun dalam bentuk uang, hal ini dilakukan untuk tidak mempersulit upaya pemulihan kembali bila putusan verzet, banding dan kasasi saling bertolak.

Saran

Pertama, Disarankan kepada hakim Pengadilan Negeri dalam menjatuhkan putusan yang sifatnya dapat dijalankan lebih dahulu hendaknya harus berhati-hati mengingat akibat-akibat yang akan timbul di

(8)

Volume 2, No. 2, November 2013 - 36 kemudian hari manakala putusan itu

dibatalkan dalam tingkat pemeriksaan banding dan kasasi.

Kedua, Disarankan kepada Ketua Pengadilan Tinggi dan Ketua Mahkamah Agung, untuk memperioritaskan pemeriksaan perkara yang telah diputuskan oleh hakim Pengadilan Negeri dengan putusan yang dapat dijalankan lebih dahulu. Berhubung benda terperkara itu telah di eksekusikan sebelum putusan itu berkekuatan hukum tetap.

Ketiga, Kebijaksanaan Ketua Pengadilan Negeri meminta jaminan lebih dahulu kepada penggugat yang memohon pelaksanaan putusan serta merta, disarankan hendaknya sikap itu harus dipertahankan untuk memudahkan upaya pemulihan kepada keadaan semula.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdulkadir, M., 1988. Hukum Acara. Perdata

Indonesia. Bandung: Alumni.

Abdurrahman dan Ridwan Syahrani, 1978. Hukum

dan Keadilan. Bandung: Alumni.

Acmad, I., Hukum Perdata I. B, 1986. Jakarta: Pembimbing Masa.

Andi, H., 1986. Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Liberty.

Arief. S (ed), Kamus Hukum Edisi Lengkap, Surabaya: Pustaka Tirta Mas,

Ateng, A., 1983. Melaksanakan Putusan Hakim

Perdata. Bandung: Alumni.

Chidir Ali, 1981. Seri Hukum Perdata Yurisprudensi

Indonesia Tentang Hukum Pembuktian.

Bandung: Bina Cipta.

Engelbrecht, 1992. Himpunan Peraturan

Perundang-undangan RI. Jakarta: Internusa.

Indriyanto, S. A., Menuju Peradilan yang

Independen, Suatu Tela’ah Problematik.

Kansil, C. S. T, 1986. Kitab Undang-undang

Kehakiman dan Penjelasan. Jakarta: Bina

Angkas.

Kansil, C. S. T, 1984. Hukum Tata Negara Republik

Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, 1989.

Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Mahkamah Agung, Rangkuman Yurisfrudensi

tanggal 3 Desember 1974.

Mahadi, 1980. Majalah Hukum. BPHN.

Mulya Lubis, T., 1982. Hak Asasi Manusia dan

Kita, Jakarta: Sinar Harapan.

Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002.

Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta:

BPFE.

Pitlo. A. , 1986. Pembuktian dan Daluarsa. Jakarta: PT. Inter Masa.

Rubini. I., 1974. Pengantar Hukum Acara Perdata, Bandung: Alumni.

Retnowulan Sutantio dan Iskandar Deripkartawinata, 1988. Hukum Acara Perdata Dalam Teori

dan Praktek. Bandung: Alumni.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1975.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2000.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2001.

Subekti. R., 1977. Hukum Acara Perdata. Bandung: Bina Cipta.

Subekti. R., 1987. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradya Paramita.

Sudikno, M., 1988. Hukum Acara Perdata

Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Sunaryati, H., 1975. Peranan Peradilan dalam

Pembinaan dan Pembaharuan Hukum

Nasional. Jakarta: Bina Cipta.

Soepomo. R., 1972. Hukum Acara Perdata

Pengadilan Negeri. Jakarta: Pradya Paramita.

Susilo. R., 1979. RIB/HIR Dengan Penjelasannya. Bandung: Politia.

Sugeng, B., 2009. Hukum Acara Perdata dan

Dokumen Litigasi Perkara Perdata. Jakarta.

Suwardi, 2012. Penggunaan Lembaga Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar bij voorraad). Suatu

Paparan pada Rakernas Mahkamah Agung RI. Manado.

Tresna. R., 1975. Komentar HIR. Jakarta: Pradya Paramita.

Undang-undang Nomor. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

Wantjik, S., , 1981. Hukum Acara Perdata RBg/

HIR. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Wirjono, P., 1970. Hukum Acara Perdata di

Indonesia. Bandung: Sumur.

Wirjono, P., 1988. Asas- asas Ilmu Negara dan

Politik. Bandung: Eresco.

Wahyu, A., 1981. Hakim dan Penegak Hukum. Bandung: Alumni.

Yahya, H. M., 2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.

Referensi

Dokumen terkait

Overzeese Bank (Indover) dalam PT Saseka Gelora sebanyak 71.788 saham atau setara dengan 3,99% dari seluruh saham yang telah dikeluarkan oleh Saseka, dengan harga pembelian

Bantuan Operasional Sekolah Daerah Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menegah Kejuruan yang selanjutnya disebut BOSDA adalah program bantuan untuk operasional sekolah

Dengan hanya rahmat serta hidayah-Nya pula penulisan skripsi yang berjudul, PASAL 9 UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 SEBAGAI ALASAN PERCERAIAN DI PENGADILAN

Surat Keterangan tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dari pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi

Bahasa merupakan sistem simbol yang memiliki makna, dan makna adalah arti yang mengacu pada suatu fakta dan realita. Artinya, tidak akan terwujud suatu bahasa yang hanya

Cangkang kelapa sawit disamping sebagai limbah dengan potensi yang cukup banyak juga memiliki nilai kalor yang cukup tinggi (> 5000 kalori/gram), sehingga berpotensi untuk

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menggali pengetahuan lokal komunitas tertentu mengenai penggunaan tumbuhan sebagai obat adalah etnofarmasi.. Melalui

37 Meningkatnya kepatuhan terhadap putusan pengadilan Terwujudnya peningkatan pelayanan permohonan eksekusi atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap Prosentase