• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan sesuatu. Sementara perputaran (turnover) adalah berhentinya seorang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan sesuatu. Sementara perputaran (turnover) adalah berhentinya seorang"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Turnover Intention

2.1.1 Pengertian Turnover Intention

Keinginan (intention) adalah niat yang timbul pada individu untuk melakukan sesuatu. Sementara perputaran (turnover) adalah berhentinya seorang karyawan dari tempat bekerja secara sukarela atau pindah kerja dari tempat kerja ke tempat kerja lain. Turnover yang tinggi mengindikasikan bahwa karyawan tidak betah bekerja diperusahaan tersebut. Jika dilihat dari segi ekonomi tentu perusahaan akan mengeluarkan cost yang cukup besar karena perusahaan sering melakukan recruitment, pelatihan yang memerlukan biaya yang sangat tinggi, dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi suasana kerja menjadi kurang menyenangkan.

Menurut Mathis dan Jackson (2006:125), perputaran adalah proses dimana karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan. Sedangkan menurut Rivai (2009:238) turnover merupakan keinginan karyawan untuk berhenti kerja dari perusahaan secara sukarela atau pindah dari satu tempat ke tempat kerja yang lain menurut pilihannya sendiri. Perputaran (turnover) dikelompokkan ke dalam beberapa cara yang berbeda antara lain:

1. Perputaran secara tidak sukarela: jadi berupa pemecatan (PHK) karena kinerja yang buruk dan pelanggaran peraturan kerja.

2. Perputaran secara sukarela; dimana karyawan meninggalkan perusahaan karena keinginannya sendiri.

(2)

Menurut Siregar (2006:214) Turnover Intention adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri. Turnover intention dipengaruhi oleh stres kerja dan lingkungan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk pindah kerja, yaitu karateristik individual dan faktor lingkungan kerja. Faktor individual meliputi umur, pendidikan, serta status perkawinan sedangkan faktor lingkungan kerja terbagi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Lingkungan kerja fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, serta lokasi pekerjaan sedangkan lingkungan kerja non fisik meliputi sosial budaya di lingkungan kerjanya, besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima, hubungan kerja se-profesi, serta kualitas kehidupan kerjanya.

Menurut Mobley (2002:44), turnover karyawan adalah suatu fenomena penting dalam kehidupan organisasi. Namun turnover lebih mudah dilihat dari sudut pandang negatif saja. Padahal ada kalanya turnover justru memiliki implikasi-implikasi sebagai perilaku manusia yang penting, baik dari sudut pandang individual maupun dari sudut pandang sosial. Organisasi selalu mencari cara untuk menurunkan tingkat perputaran karyawan, terutama perputaran disfungsional yang menimbulkan berbagai potensi biaya seperti biaya pelatihan dan biaya rekrutmen. Walaupun pada kasus tertentu perputaran kerja terutama terdiri dari karyawan dengan kinerja rendah tetapi tingkat perpindahan karyawan yang terlalu tinggi mengakibatkan biaya yang ditanggung organisasi jauh lebih tinggi dibanding kesempatan memperoleh peningkatan kinerja dari karyawan baru. Berikut rumus persentasi turnover yang digunakan dalam penelitian ini:

(3)

Tabel. 2.1

Rumus perputaran (turnover)

Jumlah karyawan yang masuk + jumlah karyawan yang keluar

Jumlah karyawan awal tahun + jumlah karyawan akhir tahun x 100%

Sumber: Panggabean (2004:20)

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi Turnover Intention

Menurut Siagian (2004:230), berbagai faktor yang mempengaruhi keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi (turnover intention) antara lain adalah tingginya stres kerja dalam perusahaan, rendahnya kepuasan yang dirasakan karyawan serta kurangnya komitmen pada diri karyawan untuk memberikan semua kemampuannya bagi kemajuan perusahaan. Sedangkan menurut Mobley (2002:45), faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk pindah kerja (turnover intention) antara lain:

1. Karateristik Individu

Organisasi merupakan wadah bagi individu untuk mencapai tujuan yang ditentukan secara bersama oleh orang-orang yang terlibat didalamnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan adanya interaksi yang berkesinambungan dari unsur-unsur organisasi. Karakter individu yang mempengaruhi keinginan pindah kerja antara lain umur, pendidikan dan status perkawinan.

2. Lingkungan kerja

Lingkungan kerja dapat meliputi lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, dan lokasi pekerjaan. Sedangkan lingkungan sosial meliputi sosial budaya di lingkungan kerjanya,

(4)

se-profesi, dan kualitas kehidupan kerjanya. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi turnover intention pada karyawan. Hal ini dapat disebabkan apabila lingkungan kerja yang dirasakan oleh karyawan kurang nyaman sehingga menimbulkan niat untuk keluar dari perusahaan. Tetapi apabila lingkungan kerja yang dirasakan karyawan menyenangkan maka akan membawa dampak positif bagi karyawan, sehingga akan menimbulkan rasa betah bekerja pada perusahaan tersebut dan dapat menghilangkan keinginan pindah kerja (turnover intention).

Menurut Oetomo dalam Riley (2006:2), keinginan untuk keluar dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu:

1. Organisasi

Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar antara lain berupa upah/gaji, lingkungan kerja, beban kerja, promosi jabatan, dan jam kerja yang tidak fleksibel.

2. Individu

Faktor organisasi yang dapat menyebabkan keinginan karyawan untuk keluar antara lain berupa pendidikan, umur, dan status perkawinan.

Menurut Rivai (2009:240), beberapa karateristik pekerjaan yang dapat mempengaruhi keinginan pindah kerja adalah sebagai berikut:

a. Beban Kerja

Beban kerja merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas, lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, keterampilan, perilaku, dan persepsi dari pekerjaan. Beban kerja dibedakan

(5)

menjadi dua yaitu secara kuantitatif dan kualitatif. Beban kerja kuantitatif timbul karena tugas-tugas yang terlalu banyak yang diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, sedangkan secara kuantitatif yaitu jika seseorang tidak dapat mengerjakan suatu tugas atau tugas yang diberikan tidak menggunakan keterampilan potensi yang sesuai dari tenaga kerja.

b. Lama Kerja

Pada dasarnya, karyawan yang ingin pindah dari tempat kerja disebabkan karena setelah lama bekerja, dimana harapan - harapan yang semula dari pekerjaan itu berbeda dengan kenyataan yang didapat. Adanya korelasi yang negatif antara masa kerja dengan kecenderungan turnover, yang berarti semakin lama masa kerja semakin rendah kecenderungan perpindahan tenaga kerja. Perpindahan tenaga kerja ini lebih banyak terjadi pada karyawan dengan masa kerja lebih singkat.

c. Dukungan Sosial

Dukungan sosial yang dimaksud adalah adanya hubungan saling membantu untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Dukungan sosial memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mendukung aspek psikologis karyawan, sehingga mereka mampu bekerja dengan tenang, konsentrasi, termotivasi, dan mempunyai komitmen yang tinggi terhadap organisasinya. Sedangkan karyawan yang kurang mendapatkan dukungan sosial bisa mengalami frustasi, stress dalam bekerja sehingga prestasi kerja menjadi buruk, dan dampak lainnya tingginya

(6)

absensi kerja, keinginan pindah kerja bahkan sampai pada berhenti bekerja. d. Kompensasi

Kompensasi didefenisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi. Kompensasi mempunyai arti yang sangat penting karena kompensasi mencerminkan upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkan kesejahteraan karyawannya. Kompensasi yang tidak memadai akan menimbulkan terjadinya turnover intention pada karyawan. Kompensasi terbagi menjadi kompensasi finansial dan kompensasi nonfinansial. Kompensasi finansial adalah kompensasi yang diwujudkan dengan sejumlah uang, sedangkan kompensasi nonfinansial adalah balas jasa yang diterima karyawan bukan dalam bentuk uang. Bentuk dari kompensasi nonfinansial yaitu lingkungan fisik/psikologi dimana seseorang bekerja.

2.1.3 Prediktor Turnover

Menurut Rivai (2006:129), ada beberapa aspek yang bisa dipakai sebagai prediktor dari turnover, yakni:

1. Variabel Kontekstual (Contextual Variables)

Permasalahan mengenai konteks adalah komponen yang penting dalam mempelajari perilaku. Faktor yang penting dalam permasalahan mengenai turnover adalah adanya alternatif-alternatif organisasi dan bagaimana individu tersebut menerima nilai atau menghargai perubahan kerja (perceived costs of job change). Variabel kontekstual ini tercangkup didalamnya adalah:

(7)

Dikarenakan adanya kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi di saat mereka memiliki tempat yang menjadi tujuan, maka literatur lebih menekankan pada persepsi mengenai alternatif eksternal sebagai prediktor dari turnover intention organisasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka pengangguran yang rendah berkaitan dengan peningkatan angka turnover. b. Alternatif-alternatif yang ada di dalam organisasi (Internal Alternatives)

Bagi banyak karyawan, minat dan ketertarikan pada pekerjaan tidak hanya semata didasarkan pada posisi yang tersedia namun juga konteks organisasi secara keseluruhan. Ketersediaan dan kualitas pekerjaa yang bisa dicapai dalam organisasi bisa digunakan sebagai indeks utilitas dari turnover disamping persepsi terhadap alternatif eksternal. Karyawan tidak akan melakukan turnover dari organisasi jika dia merasa bahwa dia bisa atau mempunyai Kesempatan untuk pindah (internal transfer) ke pekerjaan lain, di organisasi yang sama yang dianggapnya lebih baik.

c. Harga atau nilai dari perubahan kerja (cost of job change)

Individu meninggalkan organisasi seringkali dikarenakan tersedianya alternatif yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi. Namun ada faktor lain yang membuat individu memilih untuk tetap bertahan, yakni faktor keterikatan (embeddedness). Individu yang merasa terikat dengan organisasi cenderung untuk tetap bertahan di organisasi. Keterikatan menunjukkan pada kesulitan yang dihadapkan kepada individu untuk berpindah/mengubah pekerjaan, meski dia mengetahui adanya alternatif yang lebih baik. Salah satu faktor yang meningkatkan harga dari turnover intention adalah asuransi kesehatan dan

(8)

benefit yang didapat dari organisasi (misal pension dan bonus - bonus). 2. Sikap Kerja (Work Attitides)

Hampir semua model turnover dimulai dengan alasan yang menyatakan bahwa keputusan untuk turnover dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan komitmen organisasi yang rendah.

a. Kepuasan Kerja (Work Satisfaction)

Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap turnover intention. kepuasan ini adalah variabel memaksa. Kepuasan ini dapat dikonsepsikan sebagai ketidaksesuaian antara apa yang dinilai individu dengan apa yang disediakan oleh organisasi. Beberapa bentuk kepuasan adalah :

1) Kepuasan terhadap pekerjaan secara menyeluruh 2) Kepuasan terhadap pembayaran

3) Kepuasan terhadap promosi

4) Kepuasan terhadap beban pekerjaan 5) Kepuasan terhadap rekan kerja 6) Kepuasan terhadap penyelia 7) Kepuasan terhadap kondisi kerja

b. Komitmen Organisasi (Organizational Commitment)

Selain kepuasan dengan pekerjaan, komitmen seseorang terhadap organisasi dan tujuannya merupakan salah satu alasan seseorang untuk tetap bertahan. Beberapa teori menempatkan komitmen organisasi sebagai faktor kuat yang menghambat terjadinya turnover intention dibanding faktor kepuasan.

(9)

3. Kejadian-Kejadian Kritis (Critical Events)

Kebanyakan orang jarang memutuskan apakah mereka tetap bertahan di pekerjaan yang ada ataupun tidak, dan tetap mempertahankan pekerjaan yang sama sebagai fungsi dari suatu pilihan dibanding dengan suatu kebiasaan. Kejadian-kejadian kritis, memberikan kejutan yang cukup kuat bagi sistem kognitif individu untuk menilai ulang kembali situasi yang dihadapi dan melakukan tindakan nyata. Contoh dari kejadian-kejadian kritis diantaranya adalah perkawinan, peceraian, sakit atau kematian dari pasangan, kelahiran anak, kejadian yang berkaitan dengan pekerjaan seperti diabaikan dalam hal promosi, menerima tawaran yang lebih menjanjikan atau mendengar tentang kesempatan kerja yang lain. Semua kejadian-kejadian tersebut bisa meningkatkan atau menurunkan kecenderungan seseorang untuk turnover, karena setiap kejadian bisa disikapi secara berbeda antara individu yang satu dengan yang lain.

4. Organizational Withdrawal

Penarikan diri dari organisasi (organizational withdrawal) adalah suatu konstruk yang menjelaskan berbagai variasi perilaku yang berkaitan dengan proses penarikan diri yang merupakan substitusi atau pertanda akan adanya keputusan melakukan turnover. Menurut Sofyandi (2000:191), ada dua macam model penarikan diri, yaitu:

a. Mengurangi Jangka Waktu Dalam Bekerja (Work Withdrawal)

Karyawan yang merasa tidak puas dalam bekerja akan melakukan beberapa kombinasi perilaku seperti tidak menghadiri rapat, tidak masuk kerja, menampilkan kinerja yang rendah dan mengurangi keterlibatannya secara

(10)

psikologis dari pekerjaan yang dihadapi. b. Mencari Alternatif (Search for Alternative)

Pada model ini, ada keinginan dari individu yang bersangkutan untuk meninggalkan tempat ia bekerja secara permanen. Jika turnover adalah proses rasional, individu akan mencari alternatif sebanyak mungkin untuk mencari yang terbaik.

2.1.4 Kategori Turnover

Menurut Handoyo (2004:56), berhentinya karyawan dari suatu perusahaan berdasarkan siapa yang memunculkan inisiatif untuk berhenti kerja, dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu :

1. Turnover yang terjadi sukarela (Voluntary turnover)

Hal ini terjadi apabila karyawan memutuskan baik secara personal ataupun disebabkan oleh alasan profesional lainnya untuk menghentikan hubungan kerja dengan perusahaan, misalnya karyawan berkeinginan untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih baik ditempat lain .

2. Turnover yang dipisahkan (Involuntary turnover)

Terjadi jika pihak manajemen/pemberi kerja merasa perlu untuk memutuskan hubungan kerja dengan karyawannya dikarenakan tidak ada kecocokan atau penyesuaian harapan dan nilai-nilai antara pihak perusahaan dengan karyawan yang bersangkutan atau mungkin pula disebabkan oleh adanya permasalahan ekonomi yang dialami perusahaan.

(11)

2.2 Stres Kerja

2.2.1 Pengertian Stres Kerja

Stres sangat bersifat individual dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak ada keseimbangan antara daya tahan mental individu dengan beban yang dirasakannya. Namun, berhadapan dengan suatu stressor (sumber stres) tidak selalu mengakibatkan gangguan secara psikologis maupun fisiologis. Terganggu atau tidaknya individu, tergantung pada persepsinya terhadap peristiwa yang dialaminya. Faktor kunci dari stres adalah persepsi seseorang dan penilaian terhadap situasi dan kemampuannya untuk menghadapi atau mengambil manfaat dari situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, bahwa reaksi terhadap stress dipengaruhi oleh bagaimana pikiran dan tubuh individu mempersepsikan suatu peristiwa.

Stres tidak hanya dilihat dari suatu kondisi karyawan didalam menghadapi lingkungan kerja, namun stres kerja dapat merupakan suatu perasaan. Stres kerja merupakan perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Menurut Rivai (2009:307), stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Stres tidak hanya dilihat dari suatu kondisi karyawan didalam menghadapi lingkungan kerja namun stres kerja dapat merupakan suatu perasaan. Terdapat dua faktor penyebab stres atau sumber munculnya stres kerja yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor

(12)

lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri.

Menurut Mangkunegara (2008:28) menyatakan bahwa stres kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini tampak dari simpton antara lain emosi tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami ganguan pekerjaan. Stres lebih sering dikaitkan dengan tuntutan dan sumber daya. Tuntutan merupakan tanggung jawab, tekanan, kewajiban dan bahkan ketidakpastian yang dihadapi para individu ditempat kerja. sumber daya adalah hal-hal (benda-benda) yang berada dalam kendali seorang individu yang dapat digunakan untuk memenuhi tuntutan.

2.2.2 Penyebab Stres Kerja

Menurut Handoko (2001:201), suatu kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressors. Meskipun stres dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya karyawan mengalami stres karena kombinasi stressors. Ada dua kategori penyebab stres, yaitu on-the-job dan off-the-job. Ada sejumlah kondisi kerja di dalam perusahaan yang sering menyebabkan stres bagi para karyawan. Di antara kondisi-kondisi kerja yang menyebabkan stres “on-the- job” tersebut adalah sebagai berikut:

(13)

2. Tekanan atau desakan waktu; 3. Kualitas supervisi yang jelek; 4. Iklim politik yang tidak aman;

5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai;

6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab; 7. Memenduaan peranan (role ambiguity);

8. Frustasi;

9. Konflik antar pribadi dan antar kelompok;

10. Perbedaan antar nilai-nilai perusahaan dan karyawan; 11. Berbagai bentuk perubahan.

Di lain pihak, stres kerja juga dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi di luar perusahaan yang dapat menyebabkan stres bagi para karyawan. Adapun penyebab-penyebab stress ”off-the-job” antara lain:

1. Kekhawatiran finansial

2. Masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak 3. Masalah-masalah fisik

4. Masalah-masalah perkawinan (misal; perceraian) 5. Perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal

6. Masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara.

Menurut Siagian (2004:140), stres merupakan interaksi antara seseorang dengan lingkungannya dengan ciri ketegangan emosional yang mempengaruhi Kondisi fisik dan mental seseorang. Terdapat tiga kelompok ”stressor” dalam kehidupan seseorang, yaitu faktor-faktor lingkungan, faktor-faktor organisasional,

(14)

dan faktor-faktor individual. Faktor-faktor lingkungan merupakan salah satu faktor penyebab seseorang menghadapi stres yang menyangkut masalah-masalah ketidakpastian dalam bidang ekonomi, politik dan dampak dari perkembangan teknologi.

Faktor-faktor organisasional yang dapat menjadi stressor bagi karyawan berasal dari lingkungan pekerjaannya seperti tekanan untuk menghindar dari berbuat kesalahan, menyelesaikan tugas pada satu jangka waktu tertentu, beban tugas yang terlalu berat, atasan yang kaku, tidak peka dan terlalu banyak menuntut, rekan sekerja yang tidak mendukung. Dengan perkataan lain, faktor-faktor organisasional yang dapat menjadi ”stressor” ialah:

1. Tuntutan tugas 2. Tuntutan peran

3. Tuntutan hubungan interpersonal, 4. Struktur organisasi

5. Kepemimpinan dan siklus hidup organisasi.

Faktor-faktor individual merupakan faktor yang berasal dari apa yang terjadi atau tidak terjadi pada jam-jam di luar jam kerja seorang karyawan yang berpengaruh pada timbul tidaknya stres dalam kehidupan kekaryaaan seseorang. Terdapat faktor-faktor yang bersifat individual yang menjadi stressor dalam kehidupan seseorang seperti masalah-masalah keluarga, masalah-masalah ekonomi dan kepribadian seseorang.

(15)

2.2.3 Akibat dari Stres Kerja

Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun, pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya. Reaksi terhadap stres dapat merupakan reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stresakan menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku terjadi pada diri manusia sebagai usaha untuk mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres (flight) atau berdiam diri(freeze).

Menurut Mangkunegara (2008:30), akibat dari stres dapat dikelompokkan dalam tiga kategori umum yaitu:

1. Fisiologis (Physiological)

Memiliki indikator yaitu terdapat gangguan jantung, pernapasan, darah tinggi, perubahan metabolisme tubuh, dan sakit kepala.

2. Psikologis (Psychological)

Memiliki indikator yaitu terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, cemas mudah marah, rasa bosan/jenuh, rasa jengkel, dan sering menunda pekerjaan. 3. Perilaku (Behavour)

Memiliki indikator yaitu perubahan tingkat produktivitas, kemangkiran dalam bekerja, perasaan tidak tenang, dan kehadiran.

Stres yang dapat timbul karena adanya tekanan atau ketegangan yang bersumber pada ketidakselarasannya seseorang dengan lingkungan dan apabila saran dan tuntutan tugas tidak selaras dengan kebutuhan dan kemampuan

(16)

seseorang maka ia akan mengalami stres, stres juga dapat melahirkan tantangan bagi yang bersangkutan.

2.2.4 Tindakan-tindakan untuk Mengurangi Stres Kerja

Menurut Siagian (2008:302) ada berbagai langkah yang dapat diambil untuk menghadapi stres para karyawan antara lain:

1. Merumuskan kebijaksanaan manajemen dalam membantu para karyawan menghadapi berbagai stress.

2. Menyampaikan kebijaksanaan tersebut kepada seluruh karyawan sehingga mereka mengetahui kepada siapa mereka dapat meminta bantuan dan dalam bentuk apapun jika mereka menghadapi stress.

3. Melatih para manajer dengan tujuan agar mereka peka terhadap timbulnya gejala-gejala stres di kalangan para bawahannya dan dapat mengambil langkah-langkah tertentu sebelum stress itu berdampak negatif terhadap prestasi kerja para bawahannya.

4. Melatih para karyawan mengenali dan menghilangkan sumber stress.

5. Terus membuka jalur komunikasi dengan para karyawan sehingga mereka benar-benar diikutsertakan untuk mengatasi stres yang dihadapinya.

6. Memantau terus-menerus kegiatan organisasi sehingga kondisi yang dapat menjadi sumber stress dapat teridentifikasi dan dihilangkan secara dini.

7. Menyempurnakan rancang bangun tugas dan tata ruang kerja sedemikian rupa sehingga berbagai sumber stress yang berasal dari kondisi kerja dapat teratasi.

(17)

2.2.5 Strategi Manajemen Stres Kerja

Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampak yang negatif. Manajemen stres lebih dari pada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif. Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja keras yang berlebihan. Ini bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh.

Menurut Munandar (2001:45), secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial.

1. Strategi Penanganan Indivudual

Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

a. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perbuatan reaksi kognitif.

Artinya, jika seorang karyawan meras a dirinya ada kenaikan ketegangan, para karyawan tersebut seharusnya (time out) terlebih dahulu. Cara time out ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudhu bagi orang Islam, dan sebagainya.

(18)

Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. Dengan demikian karyawan yang melakukan relaksasi diharapkan dapat mentransfer kemampuan dalam membangkitkan perasaan rileks ke dalam perusahaan di mana mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.Melakukan diet dan fitnes.

c. Melakukan diet dan fitnes

Beberapa cara yang bisa ditmpuh adalah mengurangi masukan atau konsumsi makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayur-sayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tennis, bulutangkis, dan sebagaianya.

2. Strategi Penanganan Organisasional

Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol penekan tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres kerja untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan dengan:

a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung.

Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi dengan menyertakan infleksibel, iklim impersonal. Ini

(19)

dapat membawa dampak pada stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi pengaturan mungkin membuat struktur tebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan aliran komunikasi ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan Iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau mengurangi stres kerja mereka.

b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik dengan meningkatkan faktor isi pekerjaan atau dengan meningkatkan karateristik pekerjaan pusat seperti skill, identitas tugas, signifikasi tugas, otonomi, dan timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung jawab, dan pengetahuan hasil-hasil.

2.3 Lingkungan Kerja

2.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Seorang karyawan akan mampu bekerja secara optimal apabila didukung oleh suatu kondisi lingkungan kerja yang baik. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila manusia dapat melakukan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Sedangkan lingkungan kerja yang tidak baik dapat memberikan akibat dalam waktu jangka panjang.

Lingkungan kerja merupakan bagian terpenting dalam suatu organisasi yang memiliki pengaruh besar terhadap perputaran karyawan. Menurut Sedarmayanti (2001:183), lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan

(20)

kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok.

Menurut Nitisemito (2000:183), lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja merupakan tempat dimana karyawan melakukan aktifitas. Lingkungan kerja yang kondusif akan memberikan rasa aman dan nyaman yang memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja secara optimal, jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktifitas sehingga waktu kerja dapat di pergunakan secara efektif. Produktifitas akan semakin tinggi dan otomatis prestasi kerja karyawan juga akan semakin tinggi.

2.3.2 Jenis-jenis Lingkungan Kerja

Menurut Sedarmayanti (2001:21), secara garis besar lingkungan kerja terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sebagai berikut:

1. Lingkungan Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi dalam dua kategori, yakni:

a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan (seperti: pusat kerja, kursi, meja dan sebagainya).

b. Lingkungan perantara atau lingkungan urnum dapat juga disebut lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya: temperatur, kelembaban,

(21)

sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau tidak sedap, warna, dan lain-lain.

2. Lingkungan Kerja Non Fisik

Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.

2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja

Suasana dan kondisi lingkungan kerja yang baik akan dapat tercipta dengan adanya penyusunan tata letak secara baik dan benar sebagaimana yang dikatakan oleh Sedarmayanti (2001:21), bahwa faktor yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah:

1. Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja

Cahaya atau penerangan besar manfaatnya terhadap keselamatan dan kelancaran kerja. Diperlukan cahaya yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang atau terlalu menyilaukan akan menghambat pekerjaan sehingga akan menjadi lamban, mengalami kesalahan dan tidak efisien dalam pelaksanaan pekerjaan.

2. Temperatur di tempat kerja

Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan

(22)

menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. 3. Kelembapan di Tempat Kerja

Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. 4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja

Dengan sirkulasi udara yang bagus akan membantu memberikan rasa sejukpada para pekerja sehingga pekerja dapat bekerja tanpa adanya gangguan udara.

5. Kebisingan di Tempat Kerja

Pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien.

6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja

Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekwensi alam ini beresonansi dengan frekuensi dari getaran mekanis.

7. Bau-bauan di Tempat Kerja

Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau -bauan yang terjadi terus- menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman.

8. Tata Warna di Tempat Kerja

Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan suatu dekorasi, sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang,

(23)

sedih, dan lain-lain karena warna dapat merangsang perasaan manusia. 9. Dekorasi di Tempat Kerja

Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja. 10. Musik di Tempat Kerja

Menurut para pakar musik, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan menggagu konsentrasi kerja.

11. Keamanan di Tempat Kerja

Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan ditempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM).

2.3.4 Indikator Lingkungan Kerja

Berdasarkan indikatornya, Nitisemito (2000:183) membagi lingkungan kerja menjadi dua macam, yaitu lingkungan fisik (kondisi kerja) dan lingkungan non-fisik (iklim kerja).

1. Lingkungan Fisik (kondisi kerja)

(24)

ruang gerak yang diperlukan. 2. Lingkungan Non-Fisik (iklim kerja)

Sebagai hasil persepsi karyawan terhadap lingkungan kerja yang tidak dapat dilihat atau disentuh tetapi dapat dirasakan oleh karyawan tersebut. Lingkungan non-fisik meliputi hubungan yang baik antar sesame rekan kerja dan rasa peduli.

2.4 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu No Nama

(Tahun)

Variabel Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 1 Syafira (2006) Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Niat Pindah Karyawan Pada Bank Danamon Cabang Medan Analisis Linier Regresi Sederhana Lingkungan Kerja berpengaruh terhadap niat pindah karyawan pada Bank Danamon Cabang Medan. 2 Tarigan (2011)

Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Niat Pindah Kerja Karyawan Pada PT.

Pertamina (Persero) Cabang Wilayah I Medan Analisis Regresi Linier Sederhana Lingkungan Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Niat Pindah Karyawan. 3 Agustina (2013)

Pengaruh Stres Kerja Terhadap Turnover

Karyawan Bagian Produksi PT. Longvin Indonesia Sukabumi Jawa Barat

Analisis Regresi Berganda Variabel stres kerja berpengaruh signifikan terhadap turnover karyawan.

(25)

4 Paramita (2013)

Pengaruh Kepuasan Kerja dan Stres Kerja Terhadap Turnover Intention pada Karyawan PT. Unitex di Bogor Analisis Regresi Berganda Kepuasan kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap turnover intention, sedangkan stres kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap turnover intention. 5 Qureshi, Iftikhar, dkk (2013)

Relationship Between Job Stress,Wokload,Environme nt,And Employees Turnover Intention : What We Know, What Should We Know

Analisis Regresi Berganda Stres kerja, lingkungan kerja dan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap turnover intention. 6 Iqbal, Ehsan, dkk (2014)

The Impact of Organizational Commitment, Job Satisfaction, Job Stress and Leadership Support on Turnover Intention in Educational Institutes Analisis Regresi Berganda Hasil penelitian menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover intention karyawan.

(26)

2.5 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual merupakan penjelasan tentang hubungan antar variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan (Sugiyono, 2008:89). Seorang peneliti harus terlebih dahulu menetapkan variabel - variabel penelitian sebelum memulai pengumpulan data. Hal ini tertuang dalam kerangka konsep dengan menetapkan variabel, sehingga akan memudahkan sipeneliti untuk melaksanakan penelitiannya.

Menurut Siregar (2006:214) Turnover Intention adalah kecenderungan atau niat karyawan untuk berhenti bekerja dari pekerjaannya secara sukarela menurut pilihannya sendiri. Turnover intention dipengaruhi oleh stres kerja dan lingkungan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang untuk pindah kerja, yaitu karateristik individual dan faktor lingkungan kerja. Faktor individual meliputi umur, pendidikan, serta status perkawinan sedangkan faktor lingkungan kerja terbagi dua yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik. Lingkungan kerja fisik meliputi keadaan suhu, cuaca, kontruksi, bangunan, serta lokasi pekerjaan sedangkan lingkungan kerja non fisik meliputi sosial budaya di lingkungan kerjanya, besar atau kecilnya beban kerja, kompensasi yang diterima, hubungan kerja se-profesi, serta kualitas kehidupan kerjanya.

Menurut Rivai (2009:310), stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal mengenai seseorang, misalnya objek-objek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara objektif adalah berbahaya. Stres juga bisa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan tidak menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang. Stres tidak hanya dilihat dari suatu kondisi karyawan didalam

(27)

menghadapi lingkungan kerja namun stres kerja dapat merupakan suatu perasaan. Terdapat dua faktor penyebab stres atau sumber munculnya stres kerja yaitu faktor lingkungan kerja dan faktor personal. Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan. Sedangkan faktor personal bisa berupa tipe kepribadian, peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial ekonomi keluarga dimana pribadi berada dan mengembangkan diri.

Menurut Nitisemito (2000:183), lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Lingkungan kerja merupakan tempat dimana karyawan melakukan aktifitas. Lingkungan kerja yang kondusif akan memberikan rasa aman dan nyaman yang memungkinkan karyawan untuk dapat bekerja secara optimal, jika karyawan menyenangi lingkungan kerja dimana dia bekerja, maka karyawan tersebut akan betah di tempat kerjanya, melakukan aktifitas sehingga waktu kerja dapat di pergunakan secara efektif. Produktifitas akan semakin tinggi dan otomatis prestasi kerja karyawan juga akan semakin tinggi. Yang menjadi indikator - indikator lingkungan kerja yaitu lingkungan fisik dan lingkungan non-fisik. Lingkungan fisik mencakup: penerangan/cahaya, sirkulasi udara, suara bising, bau ruangan, ruang gerak yang diperlukan. Sedangkan lingkungan non-fisik mencakup keamanan kerja dan hubungan karyawan.

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa stress kerja dan lingkungan kerja mempengaruhi turnover intention karyawan. Maka terbentuklah

(28)

kerangka konseptual sebagai berikut:

Sumber: Nitisemito (2000:183), Handoyo (2004:54), dan Siregar (2006:214)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.6 Hipotesis

Hipotesis merupakan kesimpulan sementara dari tinjauan teoritis yang mencerminkan antar variabel yang sedang diteliti dan merumuskan hipotesis yang berbentuk alur yang dilengkapi dengan penjelasan kualitatif. Menurut Setyosari (2010:92), hipotesis adalah suatu keadaan atau peristiwa yang diharapkan dan menyangkut hubungan variabel-variabel penelitian. Berdasarkan rumusan masalah dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Stres Kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap Turnover Intention karyawan.

2. Lingkungan Kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Turnover Intention karyawan.

3. Stres Kerja dan Lingkungan Kerja berpengaruh negatif dan positif secara signifikan terhadap Turnover Intention karyawan.

Turnover Intention (Y) Lingkungan Kerja(X2)

Gambar

Tabel 2.2  Penelitian Terdahulu  No   Nama

Referensi

Dokumen terkait

UJI ANTIPIRETIK PATCH EKSTRAK ETANOL BAWANG MERAH ( Allium ascalonicum L.) DENGAN ENHANCER SPAN-80 DAN MATRIKS HPMC TERHADAP TEMPERATUR TIKUS PUTIH.. FITRI ILLA KHOLI SOTUN

Saya tidak sungkan mengeluarkan uang hanya untuk mengubah penampilan diri saya agar menjadi berbeda dengan orang lain.. Saya membeli sesuatu hanya karena

Hasil observasi tingkat partisipasi belajar siswa pada siklus I sudah mengalami peningkatan dibandingkan pra tindakan, yaitu pada pra tindakan hasil observasi rata-rata

Ditinjau dari uraian permasalahan dalam latar belakang diatas, penulis mengangkat tema yang berjudul ”Perancangan dan Pembuatan Aplikasi Sensus Harian Rawat Inap

Variabel penelitian yang digunakan untuk menentukan kriteria pengembangan agrowisata di Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo antara lain atraksi, jenis komoditas

Untuk Pengguna moda bus berdasarkan hasil pengujian variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable), maka dapat diketahui bahwa

Dalam penelitian ini, dapat disimpulkan jaringan yang menggunakan variabel input harga opening, high, low dan close dan variabel output open, high, low dan close dengan

Berdasarkan tabel 19 terlihat sebanyak 9 (22,5%) responden menyatakan organisasi profesi kepustakawanan tidak melakukan perlindungan terhadap pustakawan dalam upaya