• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA GOAL ORIENTATION DENGAN STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SEKOLAH MASJID TERMINAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA GOAL ORIENTATION DENGAN STUDENT ENGAGEMENT PADA SISWA SEKOLAH MASJID TERMINAL"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA

GOAL ORIENTATION

DENGAN

STUDENT

ENGAGEMENT

PADA SISWA SEKOLAH MASJID TERMINAL

Maulana Firza Mahesa, Gagan Hartana TB Fakultas Psikologi

Abstrak

Manfaat dari adanya pendidikan sangat ditentukan oleh pemahaman dan pendalaman materi dalam proses belajar siswa. Penguasaan materi ini tidak akan terjadi tanpa adanya keterlibatan siswa dalam proses belajar. Padahal, untuk mencapai manfaat dan keberhasilan dari pendidikan yang diperoleh oleh siswa, seharusnya siswa terlibat dalam proses pembelajaran. Pada siswa sekolah Masjid Terminal, keterlibatan dalam proses belajar menjadi suatu hal yang amat penting di saat mereka tidak hanya belajar, namun juga bekerja. Untuk memaksimalkan proses belajar tersebut, siswa sekolah Masjid Terminal harus memaksimalkan student engagement-nya pula. Student engagement merupakan inisiasi dari tindakan, usaha, dan kegigihan siswa dalam pekerjaan sekolah mereka juga keadaan emosional mereka secara keseluruhan selama aktivitas pembelajaran. Penting bagi siswa untuk mengetahui tujuan dan cara bagaimana mencapai tujuan yang dituju dalam proses belajarnya. Kemampuan siswa untuk mengetahui tujuan dan cara mencapai tujuan yang dituju disebut sebagai goal orientation. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling Penelitian ini melibatkan 84 responden siswa sekolah menengah atas Masjid Terminal. Hasil korelasi menunjukan terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara goal orientation dan student engagement pada siswa sekolah Masjid Terminal Selain itu, faktor mastery goals dalam goal orientation merupakan korelasi tertinggi dibanding performance goals.

Kata kunci:

goal orientation;keterlibatan;siswa sekolah Masjid Terminal;student engagement

Abstract

The benefits of the education is highly determined by the understanding and deepening of the material in the students' learning process. Mastery of this material will not happen without the involvement of students in the learning process. In fact, to achieve the benefits and successes of education obtained by the students, the students should be involved in the learning process. At Terminal Masjid school student, involvement in the process of learning to be a crucial point when they not only study, but also to work. In order to optimize that study time, Terminal Masjid school student should also optimize his/her student engagement. Student engagement is defined as student’s initiation of action, effort, persistence on schoolwork, as well as their ambient emotional states during learning activities. It is important for student to know the goals and the ways how to achieve the intended purpose in their learning. The ability of the student to know the goals and the ways of achieving the intended referred to as goal orientation. Researcher use purposive sampling as sampling method in this study. This study involved 84 high school students in Masjid Terminal school as research samples. The result shows that there is a positive and significant correlation, between goal orientation and student engagement in high scool student in Masjid Terminal school. In addition, mastery goals is the highest correlation in goal orientation factors than performance goals

Key words:

(2)

PENDAHULUAN

Selain adanya siswa yang terlibat dalam belajar, Appleton, Christenson, dan Furlong (2008) menjelaskan bahwa terdapat pula siswa-siswa yang tidak terlibat (uninvolved), bersikap apati, dan tidak bersemangat dalam proses belajarnya. Sebagian dari siswa lebih memilih untuk mengobrol dengan temannya, memikirkan hal-hal lain di luar pembelajaran, atau bahkan tidur di kelas saat pelajaran berlangsung. Perilaku siswa yang kurang maksimal dalam proses belajar juga terlihat dari penelitian High School Survey of Student Engagement (Yazzie-Mintz, 2009) yang mendapatkan bahwa tidak jarang siswa sering mengalami kebosanan di sekolah dan tidak banyak siswa yang dapat memanfaatkan waktu belajarnya saat berada di dalam bahkan di luar kelas. Hal tersebut sejalan dengan fenomena di sekolah Masjid Terminal depok di mana terdapat siswa yang terlibat dan tidak terlibat dalam proses belajar.

Yayasan Bina Insan Mandiri yang terkenal dengan nama sekolah Masjid Terminal merupakan sekolah alternatif yang menggratiskan seluruh biaya pendidikan di sekolah. Sekolah yang berdiri dengan bangunan semi permanen ini memiliki 14 kelas lokal yang mampu menampung dua ribu siswa mulai dari SD Paket A, B, dan C hingga SMP maupun SMA dengan sistem shift (Puji, Republika, 2011). Sebagai sekolah alternatif, kurikulum yang digunakan dalam proses belajar tidak jauh berbeda dengan sekolah pada umumnya karena kurikulum yang digunakan merujuk pada kurikulum di SMP 10, SMA 5, dan SMA 4 depok. Ijasah yang diterima dari sekolah Masjid Terminal pun merupakan ijasah yang diakui oleh pemerintah. Mengenai staf pendidik di sana, sebagian besar diisi oleh pengajar volunteer yang rela mengajar sebagai bentuk pengabdian mereka bagi masyarakat yang kurang mampu.

Kembali pada permasalahan keterlibatan siswa dalam proses belajarnya, berbeda dengan siswa pada umumnya yang cenderung hanya berkutat pada aktivitas sekolah saja. Sebagian besar siswa di sekolah Masjid Terminal memiliki kendala lain, yaitu bekerja. Hal tersebut disebabkan sebagian besar siswa sekolah Masjid Terminal merupakan anak-anak jalanan, terminal, yang berasal dari keluarga kurang mampu di sekitar depok (Puji, Republika, 2011). Sebagai siswa yang berasal dari keluarga kurang mampu, tugas yang mereka emban bukan hanya belajar, melainkan juga bekerja untuk membantu kondisi keluarga mereka. Terkadang, hal tersebut membuat mereka lebih memilih untuk bekerja dibanding pergi ke sekolah (Samsul, wawancara personal, 14 Mei 2013). Samsul juga mengatakan siswa di sekolah Masjid Terminal memang mengalami kendala dalam memanfaatkan waktu dalam proses belajarnya. Hal tersebut terlihat dari sebagian siswa yang jarang membaca buku pelajaran saat di luar kelas, tidak mengajukan pertanyaan saat belum memahami apa yang

(3)

pengajar sampaikan, dan banyak yang terlihat kurang siap saat memulai pembelajaran di sekolah. Padahal kurangnya pemanfaatan waktu dalam proses belajar menyebabkan pemahaman yang diperoleh menjadi tidak sempurna. Tidak sempurnanya pemahaman menyebabkan siswa kurang maksimal dalam mencapai manfaat dari adanya pendidikan.

Untuk mengatasi kurangnya waktu dalam proses belajarnya, siswa sekolah Masjid Terminal perlu memaksimalkan proses belajar selama di sekolah. Proses belajar tersebut dapat dimaksimalkan dengan melibatkan sisi afeksi, sisi kognisi, dan interaksi sosial siswa. Keterlibatan sisi afeksi, kognisi, dan interaksi sosial siswa dalam proses belajar dikenal sebagai student engagement (Handelsman, dkk., 2005).

Student engagement ini penting dikarenakan student engagement menunjukkan tingkat perhatian, usaha, kegigihan, emosi positif, dan komitmen dari seorang siswa dalam proses belajarnya (Skinner dkk., 1990, dalam Handelsman, dkk., 2005). Dengan melibatkan sisi afeksi, kognisi, serta interaksi sosial dalam proses belajarnya, maka siswa akan lebih berusaha untuk memahami dan menguasai materi yang telah diajarkan.

Reyes, Brackett, Rivers, White, & Salovey (2012) mengungkapkan bahwa saat siswa memiliki student engagement yang baik, maka dalam proses belajarnya siswa akan memberikan perhatian yang penuh dan berpartisipasi dalam diskusi kelas, dan menunjukkan minat dan motivasi selama pembelajaran berlangsung. Student engagement juga dapat mengukur seberapa baik proses belajar siswa dan sekaligus merupakan acuan dari pengajaran yang efektif (Guhrie & Anderson, 1999, dalam Handelsman, dkk., 2005). Dengan mengetahui dan memahami seberapa baik proses belajar dan pengajaran yang efektif bagi siswa, pengajar dapat memberikan evaluasi dan umpan balik atas pencapaian dan kekurangan dalam proses belajar yang telah mereka lakukan.

Kurangnya keterlibatan dalam proses belajar mengurangi keefektifan proses belajar siswa yang hanya terjadi sebagian besar di dalam kelas. Perilaku siswa yang tidak terlibat, bersikap apati, dan tidak fokus selama pembelajaran menunjukkan rendahnya motivasi dan semangat dalam belajar (Appleton, dkk 2008). Stokes, Sheridan, dan Baird (2009) menjelaskan bahwa padatnya kurikulum dan penekanan persepsi keberhasilan pada institusi pendidikan membuat sebagian besar siswa memiliki motivasi belajar yang rendah dan bersikap apati terhadap proses belajarnya. Penuhnya aktivitas yang dilakukan dan banyaknya tugas yang harus dikerjakan menyebabkan siswa memiliki motivasi yang rendah dalam proses belajar. Rendahnya motivasi belajar dan sikap apati pada siswa cenderung membuat mereka bukan lagi fokus pada pemahaman materi pelajaran, melainkan pada sekedar menjalani proses belajar yang dilakukan. Hattie (2009, dalam Gibbs &Poskitt, 2010) mengungkapkan bahwa

(4)

untuk mendorong dan memotivasi siswa secara akademis maka siswa perlu dibantu untuk merencanakan dan melakukan penilaian terhadap tujuan pembelajaran yang mereka lakukan, yang meliputi perencanaan tujuan yang jelas yang memungkinkan mereka untuk dapat mengarahkan dan mengevaluasi pembelajaran mereka sendiri. Perencanaan tujuan dan cara mencapai tujuan tersebut merupakan bagian dari yang dikenal sebagai goal orientation.

Menurut Gibbs dan Poskitt (2010), Salah satu hal yang terpenting untuk memunculkan adanya student engagement adalah goal orientation. Goal orientation merefleksikan standar yang digunakan siswa dalam mengukur performa atau kesuksesan mereka, yang kemudian memberikan arahan, dorongan, serta cara mencapai apa yang diinginkan. Goal orientation dibagi menjadi dua, yaitu mastery (penguasaan) dan performance (performa) goals (Ames, 1992; Ames & Archer, 1988, dalam Pintrich, 2003).

Dengan adanya orientasi tujuan yang jelas dalam belajar siswa akan lebih mengetahui apa yang harus siswa lakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan, sehingga dalam proses belajarnya pun ia akan lebih terarah dan terlibat secara personal dalam aktivitas pembelajaran. Hyde (2009) mengungkapkan bahwa bila tujuan dari pendidikan adalah membentuk siswa yang memahami dan memaknai pembelajaran yang dilakukan serta menjadikan siswa sebagai pemelajar seumur hidup, akan sangat baik bila siswa mencoba meningkatkan keterlibatan dan menumbuhkan pendekatan mastery goals (sementara tetap mempertahankan performance goals pada tingkat yang lebih rendah) dalam proses belajarnya. Melihat hal tersebut, faktor goal orientation memiliki pengaruh yang cukup signifikan dalam mencapai manfaat dari pendidikan yang mana siswa harus terlibat dalam proses belajarnya.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan amatlah penting student engagement dalam proses belajar siswa di sekolah Masjid Terminal. Bukan hanya adanya student engagement, goal orientation pun penting dimiliki oleh siswa sekolah Masjid Terminal. Dengan adanya orientasi goal yang jelas, siswa akan mampu untuk membangkitkan, mengarahkan, dan mempertahankan tingkah laku dalam mencapai tujuan tujuan yang ingin diraihnya misal mendapat pemahaman yang baik di sekolah. Sehingga siswa di sekolah Masjid Terminal yang tidak memiliki banyak waktu luang untuk belajar dapat lebih memanfaatkan waktu belajar yang dimiliki dengan sebaik mungkin dan memaksimalkan setiap proses belajar yang ada di sekolah.

Peneliti melihat goal orientation sebagai pendorong motivasi siswa untuk memaksimalkan proses belajar, di sisi lain student engagement menunjukkan tingkat keterlibatan siswa dalam pembelajaran yang dapat membantu siswa mengefektifkan proses belajar yang dimiliki. Maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah student engagement ini

(5)

berkorelasi dengan goal orientation dikarenakan keduanya penting untuk memaksimalkan proses belajar para siswa, terlebih pada siswa yang bekerja dan tidak bekerja di sekolah Masjid Terminal. Selain itu, peneliti juga ingin melihat apakah mastery goals ataukah performance goals yang lebih berkorelasi terhadap student engagement pada siswa sekolah Masjid Terminal.

2. Tinjauan Teoritis

2.1 Student Engagement

Student engagement merupakan inisiasi dari tindakan, usaha, dan kegigihan siswa dalam tugas sekolah serta keadaan emosional mereka secara keseluruhan selama kegiatan pembelajaran (Skinner, dkk., 1990, dalam Handelsman, dkk., 2005). Dengan adanya inisiasi dari tindakan, usaha, serta kegigihan dalam proses belajar menjadikan siswa akan lebih berusaha untuk memahami dan menguasai materi yang telah diajarkan dalam proses belajarnya. Handelsman dkk (2005) menjelaskan bahwa dari berbagai definisi yang ada, student engagement secara keseluruhan dapat dilihat dari empat dimensi. Empat dimensi tersebut adalah skill engagement, emotional engagement, participation/interaction engagement, dan performance engagement.

Dimensi yang pertama adalah skill engagement. Siswa menunjukan skill engagement-nya melalui perilaku yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengasah kemampuan yang dimiliki, baik berupa pemahaman maupun keterampilan. Seorang siswa yang memiliki skill engagement yang baik akan memiliki targetan belajar mengenai materi-materi yang ingin dikuasainya, memiliki fokus dalam berusaha untuk memahami pelajaran yang diinginkan, memiliki ketahanan dalam belajar, membuat, dan memiliki catatan dari berbagai materi pelajaran, mengerjakan tugas yang diberikan oleh pengajar, memberikan atensi saat pengajar menyampaikan suatu materi yang dibawakan, dan berupaya selalu menghadiri setiap pelajaran di kelas.

Dimensi berikutnya adalah emotional engagement. Siswa menampilkan emotional engagement-nya dengan melibatkan emosinya dalam proses belajar. Emotional engagement juga meliputi hubungan perasaan siswa dengan sekolah mereka dan bagaimana perasaan siswa saat mereka berada di sekolah. Siswa dengan emotional engagement yang baik akan secara pribadi ingin menjalani proses belajar, bersemangat dalam proses belajar, memiliki apresiasi keberhasilan di sekolah, kecewa ketika belum sepenuhnya memahami materi dan merefleksikan materi-materi yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari.

(6)

Kemudian, terdapat dimensi participation/interaction engagement. Siswa menampilkan student engagement-nya melalui keterlibatan siswa di sekolah seperti interaksi dengan pengajar maupun dengan teman-temannya. Siswa dengan participation/interaction engagement yang baik akan berusaha memanfaatkan waktu di kelas untuk mengembangkan pemahamannya dengan aktif bertanya kepada guru saat tidak memahami suatu materi yang diajarkan, selain aktif bertanya siswa juga akan berinsisiatif untuk menjawab pertanyaan yang diberikan oleh pengajar, dan ia akan terlibat dalam diskusi kelas, dan membantu teman memahami materi yang belum ia pahami.

Dimensi yang terakhir adalah performance engagement. Siswa menampilkan student engagement-nya melalui tingkat performanya di kelas. Siswa dengan performance engagement yang baik tidak mengalami masalah dalam mengerjakan ujian pelajaran yang dihadapinya, memiliki kepercayaan diri untuk menghadapi ujian dalam materi pelajaran, siswa juga memiliki keyakinan akan meraih hasil yang diharapkan, serta siswa akan mengharapkan umpan balik dari pengajar untuk melihat sejauh mana pemahaman yang telah ia dapatkan.

2.2Goal Orientation

Goal orientation didefinisikan sebagai tujuan atau alasan dari keterlibatan dalam perilaku mencapai tujuan (pintrich, 2003). Goal orientation merefleksikan standar yang digunakan siswa dalam mengukur performa atau kesuksesan mereka, yang kemudian memberikan arahan, dorongan, serta cara mencapai apa yang diinginkan. Goal orientation dibagi menjadi dua, yaitu mastery (penguasaan) dan performance (performa) goals (Ames, 1992; Ames & Archer, 1987, dalam Pintrich, 2003).

2.2.1 Mastery Goals

Mastery goal orientation merefleksikan fokus dalam belajar, menguasai tugas sesuai dengan standar pribadi, mengembangkan keterampilan-keterampilan baru, meningkatkan kompetensi, berusaha mencapai sesuatu yang menantang, dan berusaha memperoleh pemahaman (Schunk, Pintrich, & Meece, 2008).

Siswa yang fokus pada mastery goals akan terkait dengan peningkatan kompetensi belajar, cenderung termotivasi secara intrinsik, mencari tantangan dan lebih kuat dalam menghadapi kesulitan (Dweck, 1999; MiIler & Nichols, 1996, dalam Gibbs & Poskitt, 2010). Siswa yang memiliki mastery goals akan terfokus pada pembelajaran, penguasaan tugas dengan standar pribadi, mengembangkan keterampilan baru, meningkatkan kompetensi dirinya, mencoba untuk menaklukan sesuatu yang menantang, dan berusaha mendapatkan pemahaman atau insight (Schunk, Pintrich, & Meece, 2008)

(7)

2.2.2 Performance Goals

Performance goal orientation merefleksikan fokus pada mendemostrasikan kompetensi atau kemampuan dan bagaimana kemampuan tersebut dinilai oleh orang lain; misalnya dengan melampaui standar performa normative, berusaha menjadi yang lebih baik dari orang lain, membandingkan diri dengan orang lain, menghindari penilaian yang buruk dari orang lain, tidak ingin terlihat bodoh, dan mencari perhatian orang lain mengenai performa yang baik (Ames, 1992; Dweck & Leggett, 1988; Midgley et al., 1998; Pintrich 2000)

Selain itu performance goals pada siswa juga dikatakan sebagai keinginan untuk menunjukkan kemampuan yang tinggi atau hanya untuk menyenangkan guru (Schunk, Pintrich, & Meece, 2008). Goal orientation jenis ini digambarkan sebagai penilaian terhadap kesuksesan yang mengacu pada membandingkan kinerja diri dengan kinerja orang lain (Gibbs & Poskitt, 2010). Siswa dengan performance goals cenderung berfokus pada pembuktian kemampuan mereka dan lebih termotivasi oleh motivasi ekstrinsik (Dweck, 1999; MiIler, Greene, Montalvo, Ravindran, & Nichols, 1996 dalam Gibbs & Poskitt, 2010).

3. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian korelasional dengan mengambil data hanya sekali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara goal orientation dengan student engagement pada siswa sekolah Masjid Terminal. Berdasarkan tujuan tersebut, maka permasalahan yang ingin diteliti adalah :

1) “Apakah terdapat hubungan antara goal orientation dengan student engagement pada siswa di sekolah Masjid Terminal?”

2) “Apakah terdapat hubungan antara mastery goals dengan student engagement pada siswa di sekolah Masjid Terminal?”

3) “Apakah terdapat hubungan antara performance goals dengan student engagement pada siswa di sekolah Masjid Terminal?”

4) Di antara mastery goals dan performance goals, manakah yang memiliki korelasi terkuat terhadap student engagement pada siswa di sekolah Masjid Terminal?”

Partisipan penelitian ini adalah siswa kelas sepuluh, sebelas sekolah menengah atas Masjid Terminal. Kelompok partisipan di sekolah Masjid Terminal dipilih karena di sekolah ini peneliti mencari karakteristik siswa yang aktivitas sehari-harinya belajar dan siswa yang juga memiliki aktivitas selain belajar, yaitu bekerja. Peneliti memilih partisipan remaja yang berada di kelas sebelas dan dua belas atas dasar pertimbangan dari Duvall dan Miller (1985)

(8)

yang mengemukakan bahwa salah satu tugas perkembangan yang harus diselesaikan remaja yang berkaitan dengan masa depannya adalah memperoleh pendidikan agar dapat mempersiapkan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan atau mempertimbangkan pilihan karir yang sesuai dengan minat, kemampuan, serta kesempatan yang dimiliki. Atas dasar tersebut peneliti menetapkan bahwa siswa sekolah menengah atas Masjid Terminal merupakan karakteristik partisipan yang sesuai dengan apa yang peneliti cari. Melihat kondisi mereka yang cenderung berkemampuan ekonomi rendah tahap setelah masa SMA merupakan tahap dimana mereka harus menentukan jalan karir mereka di masa depan, entah mereka harus bekerja atau melanjutkan ke tahap pendidikan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu mereka harus benar-benar memanfaatkan pendidikan yang mereka jalani.

Alat ukur untuk student engagement yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil adaptasi dari alat ukur Student Engagement versi Doko (2012) yang merujuk pada alat ukur Student Course Engagement Quotient dari Handelsman (2005). Skala yang digunakan adalah skala 1 – 4 dimana 1 berarti tidak sesuai dan 4 berarti sesuai. Jumlah item dari alat ukur versi Doko terdapat 25 item, tetapi dalam penelitian ini hanya digunakan 23 item dengan reliabilitas alpha cronbach sebesar 0,982 untuk keseluruhan item. Validitas alat ukur ini dengan menggunakan criterion validity adalah 0,976.

Alat ukur goal orientation yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil adaptasi dari alat ukur goal orientation Larasati (2010 yang terdiri dari 22 item dalam alat ukur aslinya. Alat ini peneliti adaptasi dan sesuaikan dengan karakteristik partisipan yang ingin diteliti. Skala yang digunakan adalah skala 1 – 4 dimana 1 berarti tidak sesuai dan 4 berarti sesuai. Jumlah item dari alat ukur ini sesuai dengan jumlah alat ukur goal orientation Larasati, yaitu berjumlah 22 item. Reliabilitas alpha cronbach alat ukur ini sebesar 0.946 untuk mastery goals dan 0.966 untuk performance goals. Validitas alat ukur ini dengan menggunakan criterion validity adalah 0.805 untuk mastery goals dan 0.960 untuk performance goals.

4. Hasil Penelitian

4.1 Gambaran Partisipan

Dari 84 kuesioner yang disebar, semua data bisa digunakan dalam penelitian ini. Berikut adalah gambaran demografis partisipan

(9)

Tabel 4.1

Gambaran Demografis Partisipan Penelitian

Mayoritas dari partisipan berjenis kelamin perempuan, duduk di kelas XI, beraktivitas tidak bekerja, dan berusia 17 tahun.

Tabel 4.2

Gambaran Student Engagement dan Dimensi-dimensinya

No. Dimensi Mean SD Total

Mean/dimensi 1 Skill Engagement 20 4,1 240 2 Interaction/Participation Engagement 14,17 3,29 238 3 Performance Engagement 14,89 2,61 250,2 4 Emotional Engagement 18,85 3,63 264

Karena jumlah item pada tiap dimensi berbeda, maka tidak seimbang jika membandingkan mean, SD antar dimensi secara langsung. Peneliti menggunakan perbandingan jumlah total seluruh mean yang telah dibagi item per dimensi, sehingga didapatkan nilai skor yang setara dan dapat dibandingkan satu sama lainnya. Perbandingan tiap dimensi ini digunakan juga untuk mendapatkan skor total dari student engagement.

Dari Tabel di atas diketahui bahwa nilai dimensi student engagement yang paling dominan pada siswa sekolah Masjid Terminal adalah emotional engagement. Dari data tersebut diketahui bahwa secara keseluruhan hal yang paling menonjol dalam keseharian

Karakteristik Partisipan Jumlah (%)

Jenis Kelamin Perempuan 46 (54,8) Laki-laki 38 (45,2) Kelas Kelas X 23 (27,4) Kelas XI 61 (72,6) Aktivitas Bekerja 31 (36.9) Tidak Bekerja 53 (63,1)

Karakteristik Partisipan Jumlah (%)

Usia 15 4 (4,8) 16 28 (33,3) 17 31 (36,9) 18 18 (21,4) 19 2 (2,4) 20 1 (1,2)

(10)

siswa di sana adalah mengenai semangat dalam proses belajar dan semangat untuk menerapkan apa yang telah dipelajari di sekolah ke dalam hidupnya.

Tabel 4.3

Gambaran Goal Orientation dan Faktor-faktornya

No. Faktor Mean SD Total

Mean/Faktor

1 Mastery Goals 20

4,1 265,4

2 Performance Goals 14,17 3,29 238,5

Dari Tabel di atas diketahui bahwa secara keseluruhan faktor mastery goals memiliki skor yang lebih dominan dibanding skor faktor performance goals. Hal tersebut menunjukkan siswa di Sekolah Masjid terminal dalam belajar sebagian besar cenderung lebih berfokus pada peningkatan pemahaman penguasaan tugas dengan standar pribadi, mengembangkan keterampilan baru dan meningkatkan kompetensi dirinya.

4.2 Hasil Analisis Utama

Teknik statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara student engagement dengan goal orientation pada siswa sekolah Masjid Terminal adalah dengan teknik korelasi multiple regression. Dari hasil uji statistik ditemukan hasil yang positif dan signifikan antara skor total student engagement dengan keseluruhan faktor goal orientation (

R

Yx1x2x31 = 0,746). Peneliti juga meneliti student engagement dengan faktor faktor goal

orientation yaitu mastery goals dan performance goals. Dari hasil uji statistik ditemukan kedua faktor tersebut menunjukkan hasil yang positif terhadap student engagement dan korelasi tertinggi berada pada faktor mastery goals( rSM.PA2 = 0,674) sedangkan performance

goals sebesar

r

SP.MA= 0,114.

1 R / r = Korelasi Y / S = Student Engagement X1 / M = Mastery Goals X2 / P = Performance Goals X3 / A = Aktivitas Siswa

(11)

4.3 Hasil Tambahan Penelitian

Setelah menjawab masalah utama penelitian, peneliti melakukan tambahan penelitian untuk melihat hubungan karakteristik responden terhadap variable, yaitu aktivitas siswa terhadap student engagement.

Tabel 4.4

Gambaran Student Engagement Berdasarkan Data Demografis Terkait Aktivitas Siswa

Data Demografis N Student Engagement

( rSA.MP2) Sig Aktivitas 1. Bekerja 31 -0.09 0.939 2. Tidak Bekerja 83

Berdasarkan hasil yang didapat, dengan degree of freedom sebesar 82 dan nilai p = .939, (p > .05), two tail. Peneliti tidak mendapatkan hubungan yang signifikan terkait data demografis aktivitas siswa antara siswa yang bekerja dan tidak bekerja terhadap student engagement.

5. Pembahasan

Dalam penelitian ini ditemukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara goal orientation dengan student engagement pada siswa sekolah Masjid Terminal. Hasil penelitian ini sesuai dengan penjelasan Gibbs dan Poskitt (2010) yang menyatakan bahwa salah satu hal yang terpenting untuk adanya student engagement adalah goal orientation. Di mana dalam goal orientation terdapat motivasi dan arahan yang jelas yang menggerakan siswa untuk lebih engage dalam belajar. Siswa yang lebih engage di sini diartikan sebagai siswa yang memberikan upaya dan perhatian yang lebih saat proses pembelajaran berlansung. Hal tersebut sesuai dengan karaktristik siswa yang memiliki engagement yang baik dimana ia akan menunjukkan minat dan motivasi yang lebih selama pembelajaran berlansung (Reyes, dkk., 2012). Hal sebaliknya pun berlaku di mana semakin rendah tingkat goal orientation siswa, maka akan semakin rendah juga tingkat student engagement-nya.

(12)

Lebih detil lagi, hubungan antara goal orientation dan student engagement pada siswa Masjid Terminal ini juga bisa dilihat dari hubungan antara faktor-faktor goal orientation, yaitu mastery dan performance goals dengan variabel student engagement. Hasil utama penelitian menunjukkan bahwa student engagement berkorelasi lebih kuat dengan mastery goals dibandingkan dengan performance goals pada variabel goal orientation. Peneliti berasumsi hal tersebut dapat terjadi disebabkan adanya unsur motivasi instrinsik dalam mastery goal di mana unsur motivasi intrinsik tersebut kurang terlihat pada performance goals yang lebih cenderung berfokus pada pembuktian kemampuan mereka dan lebih termotivasi oleh motivasi ekstrinsik (Dweck, 1999; MiIler, Greene, Montalvo, Ravindran, & Nichols, 1996, dalam Gibbs & Poskittt, 2010). Steele dan Fullagar (2009) menguatkan hal ini di mana student engagement memang ditandai dengan adanya motivasi intrinsik dari siswa untuk menjalani proses belajarnya, sehingga motivasi intrinsik merupakan jembatan yang mengaitkan hubungan antara mastery goals dengan student engagement. Di mana motivasi intrinsik menandai adanya student engagement dan mendorong siswa dalam berperforma pada pendekatan mastery goals.

Saat seorang siswa memiliki mastery goals, ia akan memiliki niat untuk menguasai proses pembelajaran secara menyeluruh dan serius dalam bertingkah saat pembelajaran berlansung. Sebagai contoh siswa yang menanyakan materi yang tidak dipahami kepada pengajar agar dirinya dapat memahami pelajaran tersebut. Keinginan untuk menguasai pembelajaran yang tinggi dapat menentukan tingkat keterlibatan siswa di sekolah. Pihak pengajar pun menilai bahwa pendekatan mastery goals merupakan pendekatan yang diinginkan dalam berbagai situasi. Alasan dibalik penilaian tersebut adalah jika siswa termotivasi untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan dalam belajar, mereka akan termotivasi untuk mencapai hal tersebut baik di kelas maupun di luar kelas; mereka akan menjadi pelajar “seumur hidup” (Ames, 1992; Ames & Archer, 1988; Barron & Harackiewicz, 2001; Lau & Nie, 2008, dalam Hyde, 2009). Dari semua uraian yang telah dijelaskan mengenai mastery goals, akan sangat baik bila siswa dapat meningkatkan mastery goals dalam proses belajar yang mereka miliki untuk dapat meningkatkan student engagement dalam dirinya.

Lebih khusus lagi peneliti akan membahas pentingnya student engagement dan goal orientation terutama mastery goals bagi siswa sekolah Masjid Terminal. Bagi siswa sekolah Masjid Terminal yang memiliki kemampuan ekonomi rendah melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (perkuliahan) akan menjadi permasalahan baru bila mereka tidak memiliki kemampuan yang amat baik dalam belajar (National Research Council and Institute

(13)

of Medicine 2004, dalam Fredrick, dkk., 2011). Harapannya setelah lulus sekolah menengah atas nanti, mereka dapat memanfaatkan ilmu yang telah dipelajarinya untuk melanjutkan kehidupan, baik untuk bekerja, berwirausaha maupun melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi.

Penelitian dari National Research Council and Institute of Medicine (2004, dalam

Fredrick, dkk., 2011) menjelaskan bahwa bagi siswa sekolah yang memiliki kemampuan

ekonomi yang rendah, masa setelah lulus dari sekolah menengah merupakan masa di mana mereka akan mengalami banyak hambatan dan permasalahan. Mulai dari lapangan pekerjaan yang terbatas, keahlian yang kurang memadai, kemungkinan kondisi ekonomi menjadi lebih terpuruk, dll. Kondisi tersebut bisa saja terjadi pada siswa sekolah menengah atas Masjid Terminal saat mereka lulus nanti. Maka dari itu mereka harus benar-benar dapat memanfaatkan ilmu dari pendidikan yang mereka jalani. Dengan memahami materi pelajaran yang diajarkan serta memaksimalkan waktu yang mereka miliki saat belajar, maka manfaat dari pendidikan yang mereka jalani dapat tercapai. Harapannya setelah mereka lulus nanti mereka cukup memiliki bekal dalam menjalani hidup dikemudian hari. Baik bila mereka memiliki kemampuan yang amat baik dalam belajar mereka bisa melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi melalui jalur beasiswa atau mereka dapat bekerja atau berwirausaha sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.

Untuk penelitian tambahan yang mana melihat adakah perbedaan antara kelompok siswa yang bekerja dengan tidak bekerja terhadap student engagement menunjukan hasil yang tidak signifikan. Hasil tersebut menjelaskan dalam penelitian ini tidak ditemukan adanya perbedaan student engagement pada kelompok siswa yang bekerja dan tidak bekerja. Penelitian dari High School Survey of Student Engagement (Yazzie-Mintz, 2009) menemukan bahwa memang keterlibatan siswa dalam proses pada umumnya masih rendah tergolong rendah sehingga proses pembelajaran yang terjadi tidak efektif, baik di dalam maupun di luar kelas. Pada sampel yang lebih khusus, yaitu siswa yang bekerja paruh waktu menunjukkan tingkat keterlibatan mereka cenderung lebih rendah dan tidak sebaik siswa yang tidak bekerja paruh waktu (Weller, dkk., 2003). Hal penelitian dari peneliti ini menegasikan hasil penelitian dari Weller dkk (2003) yang menemukakan bahwa seharusnya siswa yang bekerja pada paruh waktu cenderung lebih rendah dalam keterlibatan dan performanya dibanding dengan siswa yang tidak bekerja.

Peneliti berasumsi bahwa tidak adanya perbedaan antara student engagement pada siswa yang bekerja dan tidak bekerja disebabkan pada kelompok siswa yang bekerja, mereka telah menyadari dan memahami pentingnya pembelajaran. Hal tersebut didasarkan dari

(14)

perbedaan mean total student engagement yang sedikit lebih tinggi pada siswa yang bekerja dibanding siswa yang tidak bekerja (68.25 > 67.77). Kurangnya waktu luang untuk belajar bagi siswa yang bekerja mengurangi peluang mereka untuk mendapatkan manfaat dari adanya proses pembelajaran secara maksimal. Peneliti berasumsi, sebagian siswa yang bekerja cenderung memiliki kesadaran atas kondisi dirinya yang memiliki keterbatasan waktu sehingga mereka berupaya untuk lebih memaksimalkan waktu dan keterlibatannya dalam pembelajaran yang mereka miliki

Selain itu, karakteristik siswa di sekolah Masjid Terminal berbeda dengan siswa sekolah yang bekerja dan tidak bekerja pada umumnya. Hal ini didasarkan dari kondisi kelas, kurikulum yang diajarkan, hingga staf pengajar yang tidak tetap ditenggarai mempengaruhi tingkat student engagement yang ada pada siswa di sana. Fredricks, Blumenfeld, and Paris (2004) mengungkapkan keterlibatan guru di kelas memiliki pengaruh yang postif terhadap student engagement siswa. Di sekolah Masjid Terminal, staf pengajar di sana sebagian merupakan staf pengajar yang tidak tetap dan bersifat volunteer. Hal itu berpengaruh pada gaya ajar yang berbeda saat pemberian materi diberikan oleh pengajar yang tidak tetap. Peneliti melihat kondisi-kondisi seperti itu yang mungkin memiliki pengaruh terhadap student engagement siswa di sana, sehingga tidak terdapat perbedaan antara siswa yang bekerja dan tidak bekerja di sekolah Masjid Terminal.

6. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara goal orientation dengan student engagement pada siswa sekolah Masjid Terminal. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara goal orientation dengan student engagement pada siswa sekolah Masjid Terminal. Semakin tinggi goal orientation pada siswa sekolah Masjid Terminal maka akan semakin tinggi kemungkinan munculnya student engagement pada siswa tersebutdan begitu pun sebaliknya.

Selain itu, berdasarkan hasil korelasi antara skor total variabel student engagement dengan skor di tiap faktor variabel goal orientation, peneliti mendapatkan korelasi yang positif antara mastery goals dan performance goals dengan student engagement siswa sekolah Masjid Terminal. Nilai korelasi tertinggi antara student engagement dengan faktor-faktor goal orientation berada pada faktor mastery goals yang dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi skor faktor mastery goals maka akan semakin tinggi pula skor total student engagement dan begitu pun sebaliknya. Peneliti juga melakukan analisis tambahan berdasarkan data demogafi, terkait aktivitas siswa dihubungkan dengan student engagement. Analisis tambahan tersebut

(15)

melalui persamaan regresi menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada sampel penelitian ini terkait aktivitas siswa yang bekerja dan tidak bekerja di sekolah Masjid Terminal.

7. Saran

7.1 Saran Metodologis

Dalam penelitian selanjutnya, perlu dilakukan penambahan jumlah sampel secara keseluruhan sehingga data yang didapatkan menjadi lebih representative dalam menggambarkan student engagement dan goal orientation siswa sekolah Masjid Terminal. Pada penelitian ini, peneliti hanya mengambil sampel pada siswa kelas sepuluh dan sebelas saja dikarenakan kelas dua belas sudah tidak memiliki aktivitas belajar. Kemudian untuk memperkaya hasil penelitian berikutnya, peneliti merekomendasikan untuk membandingkan student engagement pada siswa sekolah negeri, swasta, dan sekolah khusus seperti sekolah Masjid Terminal. Dari penelitian tersebut akan mendapatkan hasil pengumpulan data yang bervariasi dan dapat mengetahui gambaran serta perbandingan student engagement pada tiap sekolah-sekolah sehingga bisa didapatkan norma student engagement.

Mengenai pengambilan sampel untuk penelitian berikutnya, peneliti juga merekomendasikan adanya pengklasifikasian data demografis partisipan yang lebih detail dibandingkan dengan penelitian ini. Penelitian berikutnya bisa membagi jenis pekerjaan dan durasi waktu bekerja serta menambahkan jumlah pekerjaan yang dimiliki oleh siswa. Terakhir untuk saran metodologis, diharapkan penelitian berikutnya bisa menjelaskan arah hubungan terkait variabel-variabel penelitian. Dari penelitian ini sebenarnya sudah terlihat tanda-tanda arah hubungan antara goal orientation dengan student engagement. Maka dari itu ada baiknya penelitian berikutnya melihat pengaruh antara kedua variable ini

7.2 Saran Praktis

Hasil penelitian mengenai hubungan antara goal orientation dan student engagement pada siswa ini sangat relevan digunakan untuk meningkatkan proses belajar mengajar di sekolah ke arah yang lebih efektif. Tentunya, hasil penelitian ini juga bisa digunakan oleh pelajar, terutama siswa sebagai evaluasi pencapaian hasil pembelajaran. Untuk hal-hal tersebut, peneliti memiliki beberapa saran praktis berdasarkan hasil penelitian ini.

Pertama, Sekolah Masjid Terminal dapat melakukan survey terhadap para siswanya untuk mendeteksi bagaimana gambaran goal orientation dan student engagement mereka. Survey tersebut juga sudah mencakup apa apa saja yang kiranya dapat membuat siswa disana

(16)

lebih memacu proses belajarnya sehingga motivasi belajarnya semakin tinggi. Tidak hanya yang memacu proses belajar siswa di sana, namun pihak sekolah juga bisa mencari tahu apakah yang membuat siswa di sana merasa tidak bersemangat dalam proses belajar.

Kedua, Sekolah Masjid Terminal dapat menerapkan program-program atau tambahan metode-metode pengajaran yang menanamkan pentingnya pembelajaran serta pemberian ilmu aplikatif yang dapat memacu para siswa agar lebih mengetahui tujuan dari proses pembelajaran yang ia lakukan.

Ketiga, hasil penelitian ini juga bisa menjadi pertimbangan siswa dalam menilai sudahkah mereka memiliki tujuan dalam proses belajar dan sudah tepatkah pendekatan cara belajar yang dimiliki dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai. Penelitian ini juga dapat memberikan gambaran apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan dari pembelajaran yang dilakukan. Siswa juga dapat menilai seberapa besar keterlibatannya dalam proses belajar sehingga bisa mengetahui perilaku apa saja yang perlu ditingkatkan untuk mengefektifkan proses belajarnya.

Daftar Pustaka

Ames, C. (1992). Classrooms: Goals, structures, and student motivation. Journal of Educational Psychology

Ames, C & Archer, J. (1988). Achievement Goals in the Classroom: Students Learning Strategies and Motivation Process. Journal of Educational Psychology

Appleton, J. J., Christenson, S.L., & Furlong, M. J. (2008). Student Engagement with School: Critical Conceptual And Methodological Issues of The Construct. Psychology in the Schools, 45(5)

Barron, K. E., Harackiewicz, J. M., & Tauer, J. M. (2001, April). The interplay of ability and motivational variables over time: A 5 year longitudinal study of predicting college student success.

Doko, A. F. (2012). Hubungan Student Autonomy dengan Student Engagement pada Mahasiswa

Duvall, E. M., & Miller, B. C. (1985). Marriage and Family Development (6th ed). New York: Harper & Row, Publishers

Dweck, C. (1999). Self-theories; Their role in motivation, personality and development. Philadelphia: Psychology Press

(17)

Dweck, C. S., & Leggett, E. L. (1988). A social–cognitive approach to motivation and personality. Psychological Review

Fredricks, J. A., Blumenfeld, P. C., & Paris, A. (2004). School engagement: potential of the concept: state of the evidence. Review of Educational Research, 74, 59–119.

Fredricks, J., McColskey, W., Meli, J., Mordica, J., Montrosse, B., and Mooney, K. (2011). Measuring Student Engagement in Upper Elementary Through High School

Gibbs. R, & Poskitt, J. (2010). Student Engagement in The Middle Years of Schooling (Years 7-10): A literature Review

Handelsman, M. M., Briggs, W. L., Sullivan, N., & Towler, A. (2005). A Measure of College Student Engagement. The Journal of Educational Research, 98, 3, 184-191.

Hyde, C.E (2009). The Relationship Between Teacher Assesment Practices, Student Goal Orientation, and Student Engagement in Elementary Mathematics

Larasati, W. L. (2010). Goal-Orientation dan Kematangan Karir Pada Siswa Sekolah Menengah Atas

Midgley, C., Kaplan, A., & Middleton, M. (2001). Performance-approach goals: Good for what, for whom, under what circumstances, and at what cost? Journal of Educational Psychology

Pintrich, P. R. (2000c). Multiple goals, multiple pathways: The role of goal orientation in learning and achievement. Journal of Educational Psychology,92, 544–555

Pintrich, P. R. (2003). A Motivational Science Perspective on the Role of Student Motivation in Learning and Teaching Contexts. Journal of Educational Psychology, 4, 667-686

Puji, S. T. (2011, April 14). Alhamdulillah...450 Siswa Masjid Terminal Siap Ikuti UN.

Retrieved Februari 20, 2013, from Republika:

http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita-pendidikan/11/04/14/ljmumq-alhamdulillah450-siswa-masjid-terminal-siap-ikuti-un

Samsul. (2013, 14 Mei). Personal interview.

Schunk, D. H., Pintrich, P. R., & Meece, J. L. (2008). Motivation in Education: Theory, Research, and Applications. New Jersey: Upper Saddle River.

(18)

Steele, J. P. & Fullagar, C. J. (2009). Facilitators & Outcomes of Student Engagement in a College Setting. The Journal of Psychology, 143, 5-27

Stokes, T., Sheridan, B., & Baird, D. (2009). A Student‟s Guide to Taking Back the Classroom. Encounter, 22, 31–36.

Weller, Nancy, Kelder, Steven ; Cooper, Sharon, Karen;Tortolero, Susan., R. (2003). School-Year Employment among High School Students: Effects on Academic, and Physical Functioning Social.

Yazzie-Mintz, E. (2009). Engaging the voices of students: A report on the 2007 & 2008 High School Survey of Student Engagement. Bloomington, IN: Center for Evaluation & Education Policy.

Referensi

Dokumen terkait

Menurut data yang diperoleh kesalahan yang dilakukan mahasiswa meliputi kesalahan konsep, prinsip, dan operasi Faktor-faktor penyebab kesalahan adalah mahasiswa kurang

Akan tetapi dibalik perkembangan tekonologi smartphone yang semakin meningkat, masih banyak aplikasi pendukung yang hanya dapat dilakukan melalui perangkat komputer,

a) Persepsi, merupakan hasil pengamatan unsur lingkungan yang dikaitkan dengan proses pemaknaan. Individu akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan

 Guru menjelaskan cara menghitung keliling bangun datar segitiga siku-siku, segitiga samasisi, segitiga samakaki, dan segitiga sembarang dengan menggunakan

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya penulis mampu menyelesaikan Skripsi ini, yang berjudul PENGARUH STRES KERJA TERHADAP KUALITAS LAYANAN

Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran dan informasi yang jelas dan akurat mengenai seberapa besar pengaruh dari iklim

Metode ini dapat dengan efektif, mudah dan reliabel dalam menentukan nilai frekuensi natural, indeks resonansi dan indeks kerentanan bangunan seperti pada

Dalam draf rancangan undang-undang dasar pertama, 16 terdapat tiga pasal yang eksplisit menyebut fungsi legislasi atau pembentukan undang-undang, yaitu Pasal 3 dalam