• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1. Likuiditas

Likuiditas sering digunakan oleh perusahaan maupun investor untuk mengetahui tingkat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Kewajiban tersebut bersifat jangka pendek. Kewajiban jangka pendek itu seperti, membayar tagihan listrik, gaji pegawai, atau hutang yang telah jatuh tempo. Tetapi terkadang ada beberapa perusahaan tidak sanggup membayar hutang tersebut pada waktu yang telah ditentukan, dengan alasan perusahaan tidak memiliki dana yang cukup untuk menutupi hutang yang telah jatuh tempo tersebut.

Kasus tersebut akan mengganggu hubungan antara perusahaan dengan para kreditor, maupun para distributor. Dalam jangka panjang, kasus tersebut akan berdampak kepada para pelanggan. Artinya pada akhirnya perusahaan akan mengalami krisis ekonomi. Hal tersebut dikarenakan perusahaan tidak memperoleh kepercayaan dari pelanggan. Menurut Kasmir (2012:128), ketidakmampuan perusahaan membayar kewajibannya terutama jangka pendek (yang sudah jatuh tempo) disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu:

1. Bisa dikarenakan memang perusahaan sedang tidak memiliki dana sama sekali, atau

2. Bisa mungkin saja perusahaan memiliki dana, namun saat jatuh tempo perusahaan tidak memiliki dana (tidak cukup dana secara tunai sehingga harus menunggu dalam waktu tertentu, untuk mencairkan aktiva lainnya seperti menagih piutang, menjual surat-surat berharga, atau menjual sediaan atau aktiva lainnya).

Likuiditas ini merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek. Likuiditas sangat penting bagi suatu perusahaan dikarenakan berkaitan dengan mengubah aktiva menjadi kas. Menurut Sartono (2008:116) mengatakan bahwa :

(2)

“Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya.”

Pengertian likuiditas menurut Brigham dan Houston (2010:134), mengatakan bahwa :

Aset likuid merupakan asset yang diperdagangkan di pasar aktif sehingga dapat dikonversi dengan cepat menjadi kas pada harga pasar yang berlaku, sedangkan posisi likuiditas suatu perusahaan berkaitan dengan pertanyaan, apakah perusahaan mampu melunasi utangnya ketika utang tersebut jatuh tempo di tahun berikutnya.”

Menurut Subramanyam (2012:43) likuiditas, adalah:

“Untuk mengevaluasi kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek.” Pengertian likuiditas menurut Fred Weston dalam Kasmir (2012:129) adalah:

“…rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek. Artinya apabila perusahaan ditagih, maka akan mampu memenuhi utang (membayar) tersebut terutama utang yang sudah jatuh tempo.”

2.1.1. Rasio-Rasio Likuiditas

Likuiditas merupakan suatu indikator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban financial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Likuiditas tidak hanya berkenaan dengan keadaan keseluruhan keuangan perusahaan, tetapi juga berkaitan dengan kemampuan untuk mengubah aktiva lancar tertentu menjadi uang kas.

Menurut Munawir (2002:2) suatu perusahaan dikatakan mempunyai posisi keuangan yang kuat apabila mampu :

“1. Memenuhi kewajiban-kewajibannya tepat waktunya, yaitu pada waktu ditagih (kewajiban keuangan erhadap pihak ekstern);

2. Memelihara modal kerja (likuiditas) yang cukup untuk operasi normal (kewajiban keuangan terhadap pihak intern);

3. Membayar bunga dan dividen yang dibutuhkan; 4. Memelihara tingkat kredit yang menguntungkan.”

(3)

Tidak hanya bank dan para kreditur jangka pendek saja yang tertarik (yang terutama memperhatikan) terhadap angka-angka modal kerja, yaitu rasio yang digunakan unuk menganalisa dan menginterpretasikan posisi keuangan jangka pendek, tetapi juga sangat membantu bagi manajemen untuk mengecek efisiensi modal kerja yang digunakan dalam perusahaan, juga penting bagi kreditor jangka panjang dan pemegang saham yang akhirnya atau setidak-tidaknya ingin mengetahui prospek dari dividen dan pembayaran bunga dimasa yang akan datang.

Menurut Kasmir (2008 : 129), rasio likuiditas merupakan:

“Rasio yang menggambarkan kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban (utang) jangka pendek.”

Rasio likuiditas (Liquidity Ratio) menurut Alwi, (1993:110) adalah

“Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek yang berupa hutang-hutang jangka pendek (short term debt).”

Rasio likuiditas dikenal sebagai rasio neraca, rasio ini dihitung berdasarkan data yang berasal dari neraca.

Lukman Syamsudin (2002:43-51), mengatakan bahwa rasio atau pengukuran likuiditas terbagi menjadi dua (2) yaitu :

1. Pengukuran Likuiditas Perusahaan secara keseluruhan

Dengan likuiditas perusahaan secara keseluruhan dimaksudkan bahwa aktiva lancar dan hutang lancar dipandang masing-masing sebagai satu kelompok. Ada tiga cara penting dalam pengukuran tingkat likuiditas secara menyeluruh ini, yaitu :

a. Net Working Capital

Net working capital merupakan selisih antara current assets (aktiva lancar) dengan current liabilities (utang lancar). Jumlah net working capital berguna untuk kepentingan pengawasan intern didalam suatu perusahaan. Tidak jarang terjadi apabila perusahaan bermaksud untuk mencari pinjaman jangka panjang, maka kreditur menetapkan beberapa persyaratan dimana salah satu diantaranya adalah penetapan jumlah

(4)

minimum net working capital yang harus tetap dipertahankan. Hal ini digunakan untuk memaksa perusahaan agar tetap mempertahankan jumlah operating liquidity pada tingkat tertentu serta untuk menjamin pinjaman-pinjaman yang dilakukan oleh perusahaan. Pembandingan net working capital dari tahun ke tahun juga bisa memberikan gambaran tentang jalannya perusahaan. Jumlah net working capital yang semakin besar menunjukkan tingkat likuiditas yang semakin tinggi pula. Perhitungan net working capital adalah sebagai berikut :

Net Working Capital = Current Asset – Current Liabilities

b. Current Ratio

Current Ratio merupakan salah satu rasio financial yang sering digunakan. Tingkat current ratio dapat ditentukan dengan jalan membandingkan antara current asset dengan current liabilities.

Current assets Current Ratio =

Current Liabilities

Tidak ada suatu ketentuan mutlak tentang berapa tingkat current ratio

yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan karena biasanya tingkat current ratio ini juga sangat tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan. Akan tetapi sebagai pedoman umum, tingkat current ratio 2,00 sudah dapat dianggap baik.

c. Acid-test Ratio atau Quick Ratio

Acid-test ratio hampir sama dengan current ratio hanya saja jumlah persediaan (inventory) sebagai salah satu komponen dari akiva lancar harus dikeluarkan. Alasan yang melatarbelakangi hal tersebut adalah bahwa persediaan adalah merupakan komponen aktiva lancar yang paling tidak likuid, sementara dengan acid-test ratio dimaksudkan

(5)

untuk membandingkan aktiva yang lebih lancar (Quick Assets) dengan utang lancar. Perhitungannya sebagai berikut :

Current Assets-Inventory

Acid-test ratio =

Current Liabilities

Acid-test ratio sebesar 1,0 pada umumnya sudah dianggap baik, tetapi seperti halnya dengan current ratio, berapa besar acid-test ratio yang seharusnya, sangat tergantung pada jenis usaha dari masing-masing perusahaan. Acid-test ratio akan memberikan gambaran likuiditas yang lebih tepat hanya bila inventory sulit untuk dijual dengan segera tanpa menurunkan nilainya.

2. Ukuran tingkat likuiditas atau aktivitas dari current account tertentu

(Measure of liquidity or activity of specific current account)

Pengukuran tingkat likuiditas dengan menggunakan net working ratio capital, current ratio, dan acid-test ratio belumlah cukup karena pengukuran ini tidak memperhatikan masing-masing komponen current asssets maupun current liabilities. Adanya komposisi yang berbeda dari masing-masing komponen current assets dan current liabilities akan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap tingkat likuiditas yang sesungguhnya. Sejumlah rasio dapat digunakan untuk mengukur likuiditas/aktivitas dari jumlah masing-masing current account, misalnya pengukuran inventory, account receivable atau account payable. Pada pengukuran rasio-rasio ini diasumsikan bahwa 1 (satu) tahun 360 hari dan 1 (satu) bulan 30 hari, yaitu :

(6)

a. Tingkat Perputaran Persediaan (Inventory turnover)

Likuiditas atau aktivitas dari inventory di dalam suatu perusahaan diukur dengan tingkat perputaran dari inventory tersebut.

Cost of Good Sold Inventory turnover =

Average Inventory

b. Umur Rata-rata Persediaan

Dengan umur rata-rata inventory dimaksudkan berapa hari secara rata-rata inventory berada di dalam perusahaan. Umur rata-rata-rata-rata persediaan atau average inventory dapat dihitung sebagai berikut :

360

Average Inventory =

Inventory turnover

Umur rata-rata inventory dapat dianggap sebagai jumlah waktu/hari sejak saat pembelian bahan mentah sampai dengan penjualan produk akhir.

c. Tingkat Perputaran Piutang (Account Receivable turnover)

Seperti halnya dengan inventory turnover, account receivable turnover

dimaksudkan untuk mengukur likuiditas atau akivitas dari piutang perusahaan.

Annual Credit Sales Account Receivable Turnover =

Average Account Receivable

d. Umur Rata-rata Piutang (The average age of account receivable) Umur rata-rata piutang atau dikenal juga dengan umur rata-rata pengumpulan piutang (average collection period), adalah merupakan

(7)

alat yang sangat penting di dalam menilai kebijaksanaan kredit dan pengumpulan piutang.

360

Average of Account Receivable =

Account Receivable Turnover

e. Tingkat Perputaran Utang Dagang (Account Payable turnover)

Pengukuran account payable turnover sama saja dengan pengukuran

account receivable turnover. Perhitungan account payable turnover ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa kali utang dagang perusahaan berputar dalam setahun.

Annual Credit Purchases Account Payable Turnover =

Average Account Payable

f. Umur Rata-rata Utang Dagang (The average age of account payable) Umur rata-rata utang dagang atau rata-rata periode pembayaran

(average payment periode) dihitung dengan cara sebagai berikut :

360

Average of Account Payable =

Account Payable Turnover

Dari banyaknya rumus di atas pada penelitian ini rumus yang akan digunakan yaitu rumus Current Ratio. Karena rasio lancar mudah dihitung. Disamping itu rasio lancar mempunyai kemampuan prediksi kebangkrutan yang baik.

2.2. Leverage

Rasio leverage atau rasio utang yang biasa dikenal dengan rasio solvabilitas. Menurut Sawir (2000:13) menjelaskan rasio leverage sebagai berikut:

(8)

Rasio leverage mengukur tingkat solvabilitas suatu perusahaan. Rasio ini menunjukan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya seandainya perusahaan pada saat itu dilikuidasi. Dengan demikian solvabilitas berarti kemampuan perusahaan untuk membayar utang – utangnya, baik jangka pendek maupun jangka panjang.

Menurut Brigham dan Houston (2010:140) rasio leverage merupakan: “rasio yang mengukur sejauh mana perusahaan menggunakan pendanaan melalui utang (financial leverage).”

Menurut Horne dan Wachoviz (1998:425) mendefinisikan:

“leverage The use of fixed costs in an attempt to increase (or lever up) profitability”.

Leverage merupakan penggunaan biaya tetap untuk meningkatkan keuntungan dari suatu perusahaan. Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian rasio leverage atau rasio utang adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang dan jangka pendek. Hal ini umumnya sangat penting bagi seorang kreditur karna akan menunjukan posisi keuangan perusahaan. Semakin kecil rasio ini maka semakin kecil pula risiko yang akan dialami oleh kreditur untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut.

2.2.1. Jenis–Jenis Rasio Leverage

Menurut Agnes Sawir (2000:13) ada dua jenis rasio leverage yaitu rasio utang terhadap asset dan rasio utang terhadap modal.

1. Rasio Utang terhadap Aktiva atau Debt to Total Asset Ratio

Rasio ini memperlihatkan proporsi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki. Semakin tinggi hasil persentasenya cenderung semakin besar risiko keuangannya bagi kreditor maupun pemegang saham.

Total Hutang

DAR = X 100% Total Aktiva

(9)

2. Rasio Utang terhadap Modal atau Debt to Equity Ratio

Rasio ini menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya.

2.2.2. Debt To Equity Ratio (DER)

Adapun pengertian debt to equity ratio (DER) akan dijelaskan pada pembahasan ini. Menurut Gibson (2008:260)

“Debt equity ratio is another computation thats determines the entity’s long-term debt paying ability.”

Menurut Husnan (2004:70) menjelaskan bahwa:

“Debt to equity ratio menunjukan perbandingan antara hutang dengan modal sendiri.”

Menurut Horne dan Wachoviz (1998:145)

“Debt to equity is computed by simply dividing the total debt of the firm (lincluding current liabilities) by its shareholders equity.”

Sedangkan menurut Sawir (2000:13) menjelaskan bahwa :

“Debt to equity ratio adalah “Rasio yang menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya.”

Kreditur melihat ekuitas atau dana yang diberikan oleh pemilik sebagai batas pengaman. Dengan menghimpun dana melalui hutang maka pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan dengan jumlah investasi ekuitas yang terbatas. Rasio ini dapat menggambarkan potensi manfaat dan resiko yang berasal dari penggunaan utang. DER dapat digunakan untuk melihat struktur modal suatu perusahaan karena DER yang tinggi menandakan srtuktur permodalan usaha lebih

Total Hutang

DER = X 100% Ekuitas

(10)

banyak memanfaatkan hutang – hutang relatif terhadap ekuitas. Semakin tinggi DER mencerminkan resiko perusahaan relatif tinggi karena perusahaan dalam operasi relatif tergantung terhadap hutang dan perusahaan memiliki kewajiban untuk membayar bunga hutang akibatnya para investor cenderung menghindari saham – saham yang memiliki nilai DER yang tinggi.

Namun, penggunaan hutang tidak selalu berdampak negatif bagi perusahaan karena pada kondisi tertentu penggunanaan hutang. Perusahaan dengan hutang yang kecil sekilas terlihat menguntungkan namun hal ini tidaklah benar, kita perlu mempertimbangkan jumlah uang yang telah diinvestasikan oleh pemegang saham. Sedangkan perusahaan yang dalam operasinya menggunakan hutang akan memiliki EBIT yang sama dalam setiap kondisi. Walaupun dalam penggunaan hutang ini perusahaan akan dikenakan bunga dalam kondisi usahanya namun bungaini akan dikurangkan dengan EBIT untuk mendapatkan laba kena pajak. Bunga ini juga dapat menjadi pengurang pajak, penggunaan utang akan mengurangi kewajiban pajak dan menyisakan laba operasi yang lebih besar bagi investor perusahan.

2.3. Profitabilitas

Profitabilitas ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana kinerja perusahaan yang dicapai yang dilihat dari aspek keuntungan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli:

Menurut Martono dan Harjito (2005 : 53), bahwa:

“Rasio keuntungan (Profitability Ratio) atau rentabilitas, yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan dari penggunaan modalnya.”

Sedangkan rasio profitabilitas manurut Van Horne and Machowicz (2005:145), bahwa :

“ Profitability ratios is ratios that relate profits to sales and investment.”

Artinya bahwa profitabilitas adalah rasio yang memperlihatkan keuntungan yang diperoleh atas penjualan saham dan kegiatan investasi perusahaan. Dari beberapa pengertian diatas, dapat ditarik simpulan bahwa

(11)

profitabilitas merupakan suatu bentuk rasio yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana perusahaan tersebut menjalankan aktivitas untuk memperoleh keuntungan dari tingkat penjualan, jumlah asset dan modal sendiri. Dalam hal ini profitabilitas merupakan suatu kemampuan perusahaan untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan. Analisis terhadap keuntungan perusahaan merupakan hal yang sangat penting bagi para pemegang saham pada saat menentukan pendapatan dalam bentuk dividen. Selanjutnya, semakin bertambahnya tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan akan meningkatkan harga pasar saham, serta akan menentukan pula terhadap perolehan capital gain. Laba atau keuntungan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi kreditor karena laba salah satu sumber yang dapat dijadikan jaminan bagi pembayaran utang. Pihak manajemen menggunakan aspek laba sebagai ukuran kinerja keuangan. Rasio ini menggambarkan perputaran aktiva di ukur dari volume penjualan. Semakin besar rasio ini maka semakin baik yang berarti bahwa aktiva lebih cepat berputar dan meraih laba.

2.3.1 Ukuran Rasio Profitabilitas

Seorang pemodal harus melakukan penilaian terhadap kinerja (performance) perusahaan yang menjadi objek investasinya, baik dalam aspek tingkat keuntungan yang diperoleh maupun resiko yang ditanggung. Untuk dapat melakukan penilaian tersebut, haruslah mengetahui aspek-aspek apa saja yang menjadi ukuran dalam penilaian.

Pengertian Ratio Profitabilitas menurut (Syafri, 2008:304) adalah:

“Rasio profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya.”

Menurut Sutrisno (2005:253), tedapat 5 bentuk rasio keuntungan diantaranya:

1. Profit Margin

(12)

keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai.

Gross profit margin dihitung dengan formula:

2. Return On Asset (ROA)

ROA juga sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT.

3. Return On Equity (ROE)

ROE ini sering disebut dengan Rate of Return on Nte Worth yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai rentabiitas modal sendiri. Laba yang diperhitungkan adalah laba bersih setelah dipotong pajak atau EAT.

4. Return On Investment (ROI)

ROI merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan. Laba yang digunakan untuk mengukur rasio ini adalah laba bersih setelah pajak atau EAT.

EBIT

Return On Asset =

Total Assets Penjualan - HPP

Gross Profit Margin =

Penjualan

Laba bersih setelah pajak

Return On Equity =

Ekuitas

Laba bersih setelah pajak

Return On Invesment =

(13)

5. Earning per Share

Kadang-kadang pemilik juga menginginkan data mengenai keuntungan yang diperoleh untuk setiap lembar sahamnya. EPS atau laba per lembar saham merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham pemilik. Laba yang digunakan sebagai laba bagi pemilik atau EAT.

2.3.2 Net Profit Margin (NPM)

Menurut Alexandri (2008: 200) Net Profit Margin (NPM) adalah:

“Rasio yang digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bersih setelah dipotong pajak.”

Menurut Bastian dan Suhardjono (2006: 299) Net Profit Margin adalah: “Perbandingan antara laba bersih dengan penjualan.”

Syamsuddin (2007:62), mendefinisikan NPM sebagai berikut:

Net profit margin adalah merupakan rasio antara laba bersih (Net Profit)

yaitu penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expense termasuk pajak dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi NPM, semakin baik operasi suatu perusahaan”.

Semakin besar NPM, maka kinerja perusahaan akan semakin produktif, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Rasio ini menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Semakin besar rasio ini, maka dianggap semakin baik kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang tinggi. Hubungan antara laba bersih sesudah pajak dan penjualan bersih menunjukkan kemampuan manajemen dalam mengemudikan perusahaan secara cukup berhasil untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Hasil dari

Laba bersih setelah pajak – Dividen saham prefern EPS =

Jumlah saham biasa yang beredar

Laba bersih setelah pajak – Dividen saham prefern EPS =

(14)

perhitungan mencerminkan keuntungan netto per rupiah penjualan. Para investor pasar modal perlu mengetahui kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Dengan mengetahui hal tersebut investor dapat menilai apakah perusahaan itu profitable atau tidak. Menurut Sulistyanto (tanpa tahun: 7) angka NPM dapat dikatakan baik apabila > 5 %. Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rasio margin laba (profit margin) menurut Harahap (2007 : 304) merupakan bagian dari rasio profitabilitas dan menunjukan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Margin laba dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut :

Net Profit Margin = Net Operating Profit After Tax (NOPAT)

Sales

Menurut Bambang Riyanto (2001:336) net profit margin diartikan sebagai keuntungan netto per rupiah penjualan Menurut beliau, rumus perhitungan net profit margin dapat ditulis sebagai berikut :

NPM = Keuntungan Setelah Pajak (EAT) Penjualan Neto

2.4. Dividen

2.4.1. Pengertian Dividen

Dividen merupakan bagian dari laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa (earning available for common stockholders) yang dibagikan kepada para pemegang saham biasa dalam bentuk tunai (Warsono, 2003: 271). Menurut Hanafi (2004:361) menyatakan bahwa:

“Dividen merupakan kompensasi yang diterima oleh pemegang saham, disamping capital gain. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividen ditentukan berdasarkan dalam rapat umum anggota pemegang saham dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pimpinan”.

(15)

2.4.2. Jenis-Jenis Dividen

Menurut Skousen (2004: 907) dividen dilihat dari alat pembayarannya dibagi menjadi lima jenis yaitu:

1) Dividen tunai (Cash Dividend)

Dividen jenis ini dibagikan dalam bentuk kas atau uang tunai. Dividen tunai paling umum dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham.besar kecilnya pembagian dividen tergantung pada pembatasan pembatasan, undang-undang, kontrak-kontrak dan jumlah uang yang dimiliki atau tersedia dalam perusahaan.

2) Dividen saham (Stock Dividend)

Pembayaran dividen dalam bentuk saham yaitu berupa pemberian tambahan saham kepada para pemegang saham tanpa diminta pembayaran dan dalam jumlah saham yang sebanding dengan saham yang dimiliki.

3) Sertifikat dividen (Script Dividend)

Dividen dalam bentuk skrip maksudnya perusahaan tidak membayar pada saat itu tetapi memilih membayar pada masa yang akan datang karena saldo kas yang ada di tangan tidak mencukupi. Dividen ini dibagikan dengan tujuan agar perusahaan tetap dapat mempertahankan citra dan nama baik perusahaan.

4) Dividen harta

Aktiva yang dibagi dapat berupa surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan lain,barang-barang persedian lain atau aktiva lain.

5) Dividen likuidasi

Dividen likuiditas merupakan pembayaran kembali modal yang disetor atau ditanam. Pembagian dividen dalam bentuk ini biasanya berasal dari selain laba ditahan.

2.4.3. Prosedur Pembayaran Dividen

Prosedur pembayaran dividen yang sebenarnya adalah sebagai berikut (Brigham & Houston, 2001: 84):

(16)

2) Tanggal pencatatan pemegang saham (holder of record date),

3) Tangal pemisahan dividen (ex-dividen date),

4) Tanggal pembayaran (payment date)

2.5. Pengaruh Likuiditas, Leverage dan Profitabilitas terhadap Dividend Payout Ratio.

2.5.1. Pengaruh Likuiditas terhadap Dividend Payout Ratio

Likuiditas merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dividend payout ratio. Salah satu cara mengukur likuiditas adalah dengan menggunakan

current ratio. Dan salah satu faktor bagi perusahaan yang memiliki current ratio

yang kuat akan semakin besar kemampuannya dalam membayar dividen karena dividen merupakan arus kas keluar, maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuditas perusahaan, semakin besar juga kemampuan perusahaan untuk membayar dividen dan perusahaan yang memiliki current ratio yang baik maka akan mampu untuk membayar dividen yang lebih banyak karena perusahaan tersebut mempunyai kemampuan dalam melunasi kewajiban pendek dan mendanai operasional usahannya.

Hal ini sesuai dengan teori manajemen keuangan menurut Martono dan Agus Harjito (2010:255) dan menurut Ridwan, Inge dan Dharma (2010:386). Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Tita Deitiana (2009) bahwa current ratio bergerak searah terhadap dividend payout ratio, tetapi berbeda dengan hasil penelitian Rizky Pebriani Utami (2009), bahwa current ratio

berbanding terbalik terhadap dividend payout ratio. Menurut Damayanti dan Achyani (2006), perusahaan untuk membayar dividen memerlukan aliran kas keluar sehingga harus tersedia likuiditas yang cukup. Semakin tinggi likuiditas yang dimiliki perusahaan semakin mampu membayar dividen, salah satu alat ukur likuiditas adalah Current Ratio.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dirumuskan menjadi hipotesis alternative pertama (H1) sebagai berikut:

(17)

2.5.2. Pengaruh Leverage terhadap Dividend Payout Ratio

Leverage merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi dividend payout ratio. Dalam skripsi ini Leverage diukur dengan menggunakan debt to equity ratio, semakin besar debt to equity ratio menunjukkan semakin besar kewajibannya dan rasio yang semakin rendah akan menujukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Peningkatan hutang ini akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan, akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen, sehingga debt to equity ratio

berbanding terbalik dengan dividend payout ratio karena kewajiban untuk membayar hutang lebih diutamakan daripada pembagian dividen untuk mengurangi ketergantungan akan pendanaan secara eksternal. Hal ini sesuai dengan teori menurut Martono dan Agus Harjito (2010:255), Bambang Riyanto (2001:267) dan Ridwan, Inge dan Dharma (2010:386). Hal Ini juga sesuai dengan penelitian yang telah di lakukan oleh Sutrisno (2001) dan Prihantoro (2003), bahwa DER mempunyai hubungan signifikan dan tidak searah terhadap dividend payout ratio. Akan tetapi berbeda dengan penelitian yang di lakukan Lisa dan Clara (2009); Rizky Pebriani Utami (2009), bahwa DER mempunyai hubungan yang tidak signifikan dan searah dengan dividend payout ratio. dan berbeda dengan hasil penelitian oleh Tita Deitiana (2009) bahwa DER mempunyai pengaruh tidak signifikan dan tidak searah terhadap dividend payout ratio.

Menurut Purwanto dan Haryanto (2004), DER merupakan indikator struktur modal dan risiko finansial, yang merupakan perbandingan antara hutang Dan modal sendiri. Bertambah besarnya DER suatu perusahaan menunjukan resiko distribusi laba usaha perusahaan semakin besar terserap untuk melunasi kewajiban perusahaan. Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio hutang terhadap modal.Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang, dimana semakin tinggi nilai rasio inimenggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan (Sartono, 2001). Oleh karena itu, semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya. Jika beban hutang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi

(18)

dividen akan semakin rendah, sehingga Leverage mempunyai hubungan negatif dengan Dividend Payout Ratio.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dirumuskan menjadi hipotesis alternatif kedua (H2) sebagai berikut:

H2: Terdapat pengaruh negatif Leverage terhadap Dividend payout ratio (DPR)

2.5.3. Pengaruh Profitabilitas terhadap Dividend Payout Ratio

Menurut Crutcheley dan Hansen (1989) dalam Suhartono (2004) apabila tingkat keuntungan perusahaan semakin stabil maka perusahaan dapat memprediksi keuntungan-keuntungan di masa yang akan datang dengan ketepatan yang lebih tinggi. Profitabilitas diukur dengan menggunakan net profit margin

(NPM) berfungsi untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari aktivitas penjualan. Semakin besar nilai NPM menunjukkan tingginya kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih. Semakin tinggi rasio ini mengindikasikan bahwa semakin baik perusahaan menghasilkan laba sehingga semakin tinggi pula porsi dividen yang dapat dibayarkan oleh perusahaan.

Hipotesis ini konsisten dengan penelitian yang dilakukakan Dwiyani (2007) yang menyatakan bahwa NPM berpengaruh positif terhadap

dividen payout ratio.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dirumuskan menjadi hipotesis alternatif ketiga (H3) sebagai berikut:

H3: Terdapat pengaruh positif Profitabilitas terhadap Dividend Payout Ratio (DPR)

2.5.4. Bagan Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1

Bagan Kerangka Pemikiran

Likuiditas (X1)

Leverage (X2) Profitabilitas (X3)

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis tindakan siklus kedua adalah bagaimana gerak estetik permainan tradisional suk-suk pariambruk dan jamuran dapat mengembangkan nilai- nilai moral dan agama pada

Catatan : Bagi warga Jemaat yg berkenan untuk memberikan Dukungan, bisa diserahkan kepada Pengurus Blok masing-masing, atau langsung diserahkan ke Kantor Sekretariat Gereja,

Anak tunagrahita lebih sering mengerjakan pekerjaan rumah atau pekerjaan lainnya yang sudah biasa mereka lakukan dengan cukup baik, anak tunagrahita dalam berinteraksi

Misalnya, durasi film yang sama akan terasa lebih lama jika dalam fim tersebut. menggunakan efek transisi daripada penggunaan

Dengan dasar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa keadilan akan dapat terwujud apabila aktifitas politik yang melahirkan produk-produk hukum memang berpihak pada nilai-nilai

Phase transformation was found to result in the change of the characteristics of the samples which related to cordierite formation, including de- creased porosity, density, and

masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait dengan kebijakan, rencana, dan/atau program.. mendapatkan legitimasi atau kepercayaan publik. Tahapan pelaksanaan

Safeguard Lingkungan, dimaksudkan untuk membantu Pemerintah Kabupaten untuk melakukan evaluasi secara sistematik dalam penanganan, pengurangan dan pengelolaan resiko lingkungan