• Tidak ada hasil yang ditemukan

SISTEM PENERANGAN TANPA LISTRIK : TEROBOSAN PEMANFAATAN SINAR MATAHARI DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SISTEM PENERANGAN TANPA LISTRIK : TEROBOSAN PEMANFAATAN SINAR MATAHARI DI INDONESIA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

63 

SISTEM PENERANGAN TANPA LISTRIK : TEROBOSAN PEMANFAATAN

SINAR MATAHARI DI INDONESIA

Muhamad Azhar Ma’arif

1,*

, Kukuh Azis Waluyo

1,**

, Giner Maslebu

1,2

,

Made Rai S. S. N. A.

1,2

1

Program Studi Pendidikan Fisika, Fakultas Sains dan Matematika UKSW

2

Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Matematika UKSW

Email : * muhamadazharmaarif @ymail.com;

**enersimekanik@gmail.com

PENDAHULUAN

Ketergantungan akan energi, terutama

bahan bakar fosil masih menjadi faktor

penentu dalam keberlangsungan hidup umat

manusia saat ini. Namun, faktanya cadangan

energi yang tidak dapat diperbaharui ini

semakin menipis di alam sehingga menjadi

permasalahan pemenuhan energi, terutama

energi listrik bagi manusia. Selama ini telah

banyak penelitian guna mencari solusi dari

permasalahan tersebut, yaitu mencari sumber

energi alternatif. Berbagai sumber energi

alternatif ini dapat berupa energi matahari,

panas bumi, bahkan energi nuklir yang masih

menjadi bahan perdebatan sampai saat ini.

Rumah dan bangunan komersial

merupakan tempat dimana energi listrik

banyak dimanfaatkan untuk menyalakan

lampu sebagai media penerangan di dalam

ruangan. Faktanya kebanyakan penerangan

di kantor, sekolah, maupun sektor bisnis

lainnya dilakukan selama manusia

beraktifitas di tempat tersebut. Dengan kata

lain lampu-lampu tempat tersebut menyala

selama hampir setengah hari (12 jam) dari

pagi sampai sore. Hal ini diperparah dengan

harga tanah di perkotaan maupun daerah

industri yang mahal sehingga desain

bangunannya cenderung bertingkat dan tidak

memperhitungkan aspek penerangan alami

sehingga membutuhkan lampu sebagai

penerangan di setiap ruangan, bahkan daerah

basement gedung selalu gelap dan butuh

penerangan dengan intensitas yang besar.

Matahari sebagai sumber energi memang

telah dimanfaatkan sebagai sumber energi

listrik, antara lain dengan fotovoltaik (PV),

fotosintesis, maupun efek Seebeck dalam

generator termoelektrik (TEG). Meskipun

demikian, masih banyak yang belum

menyadari bahwa selain sebagai sumber

energi, matahari dari terbit sampai

terbenamnya merupakan sumber penerangan

alami terbesar di bumi yang disediakan

Tuhan Yang Maha Kuasa secara cuma-cuma

dan melimpah.

Letak

astronomis

Indonesia

yang

berada di wilayah khatulistiwa menyebabkan

sudut jatuh sinar matahari ke bumi dapat

dikatakan tegak lurus. Maka jumlah sinar per

kesatuan luas mencapai angka yang besar

[Mangunwijaya,1997]. Dengan demikian,

pemanfaatan cahaya matahari sebagai sumber

penerangan alami di Indonesia tentunya akan

(2)

64 

sangat bermanfaat. Hal ini dikarenakan

Indonesia menerima lebih banyak cahaya

matahari sepanjang tahun jika dibanding

negara lain yang terletak di wilayah sub

tropis maupun lainnya.

DASAR TEORI

Intensitas Cahaya

Dalam instalasi, suatu kuat

penerangan atau iluminasi merupakan

suatu ukuran dari cahaya yang jatuh pada

sebuah bidang permukaan. Bidang kerja

dapat berupa meja atau bangku kerja, atau

bidang horisontal khayal Satuan iluminasi

sesuai dengan Satuan Internasional (SI)

adalah lux (lx) yaitu iluminasi yang

dihasilkan oleh satu intensitas cahaya

pada permukaan seluas 1 m

2

atau lm/m

2

(lumen per meter persegi). Tujuan dari

perhitungan iluminasi pencahayaan

adalah untuk mendapatkan hasil yang

akurat dan dapat dipakai sebagai

perbandingan dengan hasil pengukuran

secara langsung sehingga diperoleh

instalasi pencahayaan yang paling

optimal. Cahaya yang dipancarkan

matahari ke permukaan bumi

menghasilkan iluminasi yang sangat

besar, yaitu lebih dari 100.000 lux pada

kondisi langit cerah dan 10.000 lux pada

saat langit berawan.

Setiap pekerjaan memerlukan

tingkat pencahayaan pada permukaannya.

Pencahayaan yang baik menjadi penting

untuk menampilkan tugas yang bersifat

visual. Pencahayaan yang lebih baik akan

membuat orang bekerja lebih produktif.

Membaca buku dapat dilakukan dengan

100 sampai 200 lux. Hal ini merupakan

pertanyaan awal perancang sebelum

memilih tingkat pencahayaan yang benar.

CIE (Commission International de

l’Eclairage) dan IES (Illuminating

Engineers Society) telah menerbitkan

tingkat pencahayaan yang

direkomendasikan untuk berbagai

pekerjaan. Nilai-nilai yang

direkomendasikan tersebut telah dipakai

sebagai standar nasional dan internasional

bagi perancangan pencahayaan (Tabel

diberikan dibawah). Pertanyaan kedua

adalah mengenai kualitas cahaya. Dalam

kebanyakan konteks, kualitas dibaca

sebagai perubahan warna. Tergantung

pada jenis tugasnya, berbagai sumber

cahaya dapat dipilih berdasarkan indeks

perubahan warna.

(3)

65 

Tabel 1. Tingkat Penerangan (Lux) berdasarkan area kegiatan

Sumber : Pedoman Efisiensi Energi untuk Industri di Asia (www.energyefficiencyasia.org), hal. 18

METODE PENELITIAN

Alat yang dibutuhkan dalam penelitian

ini adalah, menyediakan alat dan bahan yang

diperlukan seperti : ( dibuat dalam satu alenia

bukan tabel)Gergaji, palu, Kikir kayu, paku,

ember, papan, kayu, katrol (besar, sedang,

dan kecil), eyelet, lem lilin, keran, pipa

paralon, pelat aluminium, pemotong cermin,

pemotong aluminium, selang plastik ukuran

diameter 2 dan 3 cm, Pylox berwarna silver,

air, pemutih(bleach).

Dengan menggunakan alat dan bahan

yang sudah disediakan, maka dibuat

rancangan alat yang diharapkan yang

meliputi :

1 Pembuatan Sistem Penjejak Matahari

Sistem ini wooden based dan mengingat

dalam studi sebelumnya oleh Saswata Nath,

dkk tidak disebutkan mengenai

ukuran-ukuran, maka pembuatan sistem ini dengan

ukuran sendiri

(4)

66 

Gambar 4. Sistem mekanis penjejak matahari

2. Pembuatan Sistem Distribusi Sinar

Matahari

Ide awal dalam penelitian ini adalah

menggunakan selang plastik yang dibelah dan

bagian dalamnya diberi warna pylox silver

dengan tujuan memberi efek pemantulan

sehingga terjadi peristiwa total internal

reflection seperti pada serat optik. Tapi,

setelah dilakukan tidak berhasil sehingga

sistem distribusi dirancang menggunakan

pelat aluminium yang dibentuk seperti

periskop dengan kaca di dalamnya sebagai

reflektor.

Gambar 5. Desain sistem sistem distribusi

cahaya matahari

3. Pembuatan Lampu Sederhana

Pembuatan lampu sederhana ini

mengacu kepada desain yang dibuat dalam

proyek di Filipina yang dinamakan

”isanglitrongliwanag”.

Desainnya sangat

sederhana dengan menggunakan botol bekas

minuman bersoda yang diisi air dan

ditambahkan sedikit pemutih (bleach)

Gambar 6. Desain lampu sederhana dari botol

minuman bersoda

Pengujian alat

Sebelum semua desain alat dirangkai

menjadi satu sistem, setiap komponen diuji

apakah sudah berfungsi sebagaimana yang

diharapkan. Jika belum, maka perbaikan alat

terus dilakukan sampai dapat berfungsi secara

optimal sehingga dapat dilanjutkan ke tahap

penelitian selanjutnya.

Pengambilan Data

Pengambilan data dalam penelitian

ini diutamakan pada perbandingan intensitas

cahaya dari sumber cahaya dengan yang

terbaca pada lampu sederhana. Pengambilan

data dilakukan melalui 2 cara : 1) Pengujian

dengan lampu senter sebagai sumber cahaya,

2) Pengujian langsung pada sinar matahari

sebagai sumber cahaya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan pengujian awal dengan

menggunakan lampu senter sebagai sumber

cahaya diperoleh hasil bahwa intensitas

cahaya sumber 250 Lux dan hasil yang

didapatkan saat pembacaan intensitas pada

desain lampu sebesar 5 Lux. ini berarti faktor

berkurangnya intensitas cahaya adalah

sebesar

5 : 250 = 1 : 50

 

(5)

67 

Dengan perbandingan seperti ini,

maka asumsi kita berdasarkan data dari

Pedoman Efisiensi Energi untuk Indoustri di

Asia (

www.energyefficiencyasia.org

) bahwa

intensitas sinar matahari berkisar antara

10.000-100.000 Lux, maka dengan desain

seperti ini, nilai intensitas cahaya yang bisa

didistribusikan ke dalam ruangan berkisar

antara :

(1 : 50) x 10.000 = 200 Lux sampai (1 :

50) x 100.000 = 2000 Lux

 

Sebaran nilai ini berada pada daerah

kebutuhan pencahayaan yang dibutuhkan

dalam banyak aktivitas manusia seperti yang

tercantum dalam tabel 1.

Untuk pengujian secara langsung

dengan sinar matahari mengalami hambatan

karena fungsi lensa Fresnel dalam sistem

penjejak matahari adalah memfokuskan

cahaya ternyata membuat suhu titik fokus

cahayanya menjadi sangat tinggi dan

membuat efek terbakar. Oleh karena itu,

pengujian dilakukan tanpa menggunakan

lensa Fresnel tetapi langsung pada sistem

disrtribusi cahaya pada 3 selang waktu

berbeda didapatkan data sebagai berikut :

 

Tabel 1. Pengukuran Intensitas cahaya matahari dan cahaya lampu

No. Waktu (Jam) Intensitas cahaya matahari (Lux)

Intensitas cahaya lampu (Lux)

1 08.00

61.000

501

2 12.00

88.000

620

3 16.00

57.800

420

Dari hasil ini,diperoleh nilai yang

berbeda dengan perbandingan 1 : 50 Lux dari

pengujian dengan sumber cahaya senter.

Akan tetapi, dari data ini, dapat kita lihat

bahwa asumsi kisaran nilai intensitas cahaya

yaitu 200-2.000 Lux dapat tercapai di siang

hari. Nilai intensitas ini sangat fluktuatif dari

420-620 Lux. Sebagaimana yang dapat

dipahami bahwa sistem seperti ini disadari

memiliki kelemahan yaitu hanya dapat

diterapkan dalam kondisi ideal, yaitu langit

cerah. Kalau tidak demikian maka intensitas

cahaya akan berubah-ubah setiap saat

tergantung kondisi langit apakah berawan

atau tidak.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian ini,

dapat disimpulkan bahwa sinar matahari

dapat dijadikan sebagai sumber penerangan

alami di waktu siang. Hal ini didukung oleh

letak Indonesia di daerah khatulistiwa yang

menerima cahaya matahari dengan

berlimpah. Intensitas sinar yang trbaca pada

lampu sederhana merupakan kisaran normal

bagi banyak aktivitas manusia, hanya saja

nilainya fluktuatif tergantung kondisi langit.

Kelebihannya adalah sistem ini kemudahan

akses untuk mendapatkan bahan-bahan yang

dibutuhkan.

Untuk penelitian lebih lanjut

diharapkan mampu untuk memperbaiki

mekanisme kerja sistem penjejak matahari,

terkhusus kajian terhadap fungsi lensa fresnel

sebagai alat pemfokus cahaya. Selain itu,

perlu dipikirkan metode lain agar bisa

mengendalikan nilai intensitas cahaya yang

terbaca pada lampu buatan berada pada satu

nilai konstan tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Anonim. Fresnel Lens.

http://en.wikipedia.org/wiki/Fresnel_lens

//. (diakses tanggal 20 Mei 2012)

[2] Anonim. Light Bottle.

http://isanglitrongliwanag.org/ (diakses

tanggal 20 Mei 2012)

[3] Chairul Gagarin Irianto. 2006. Studi

Optimasi Sistem Pencahayaan Ruang

Kuliah Dengan Memanfaatkan Cahaya

Alam. Volume 5, Nomor 2, Februari

2006, Halaman 1-20, ISSN 1412-0372.

[4] Halliday, David dan Robert Resnick.

1985. Fisika Jilid 1 Edisi ketiga. Jakarta:

Erlangga

[5] Henri Sukmajaya. 2009. Rancang

Bangun Sistem Pencahayaan Hybrid

Menggunakan

Serat

Optik Dan

Ultrabright LED. Surabaya : Institut

Teknologi Sepuluh Nopember.

[6] Jeong Tai Kim, et.al. 2009. Healthy

Sunlighting Systems in

Korea:Development & Efficiency. Seoul

: 1st International Conference on

Sustainable Healthy Buildings.

(6)

68 

[7] Melbourne City Council Offices. Natural

Lighting Opportunities. 2003. Advanced

EnvironmentalConcepts.

AESY820000\0\2\MMC30108\Draft.0

[8] Pencahayaan : Pedoman Efisiensi Energi

untuk Industri di Asia.

www.energyefficiencyasia.org

[9] Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif

Tenaga Listrik yang Disediakan oleh

Perusahaan Perseroan (Persero) PT

Perusahaan Listrik Negara.

[10]S.P.Honggowidjaja. Pengaruh Signifikan

Tata Cahaya Pada Desain Interior.

Universitas Kristen Petra Surabaya :

Dimensi Interior, Vol. 1, No. 1, Juni

2003: 1–15.

[11] Saswata Nath, Tamal Ghosh, Subham

De Sarkar, Tanmoy Chakraborty.

Designing Of A Low Cost Solar Led

Lamp For Scarcely Electrfied Area.

Department of Industrial Engineering &

Management, West Bengal University of

Technology, India.

[12] Stanford University Global Climate &

Energi Project. 2006. An Assessment of

Solar Energi Conversion Technologies

and Research Opportunity, GCEP Energi

Assessment Analysis Summer 2006.

Technical Assessment Report.

Gambar

Tabel 1. Tingkat Penerangan (Lux)  berdasarkan area kegiatan
Gambar 4. Sistem mekanis penjejak matahari  2. Pembuatan Sistem Distribusi Sinar  Matahari

Referensi

Dokumen terkait

memperhatikan penggunaan ejaan (huruf besar, tanda titik, tanda koma, dll). Menentukan judul karangan deskripsi. Menulis karangan deskripsi dengan memperhatikan penggunaan

Business model mendefinisikan bagaimana perusahaan memberikan nilai pada pelanggannya dan mentransfer pembayaran menjadi keuntungan (Teece, 2010:172). Business model

Seperti halnya pula saat petugas pelayanan pendaftaran PPL Panwaslu Kecamatan Samarinda Ilir, dalam memberikan pelayanan kepada calon pendaftar PPL, petugas

BOD menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme untuk menguraikan bahan-bahan organik di dalam air.. Rendahnya nilai BOD

Mendapatkan pengalaman berharga selama penempatan kerja lapangan dan dibekali dengan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang diperlukan untuk bekerja dalam layanan

Termasuk semua komponen sistem yang diperlukan, GPU driver, pra penginstallan software untuk berbagai mata uang, dan package skrip easyMINE untuk pengelolaan dan komunikasi

Sejak tahun 2009, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Selatan mempermasalahkan vaksin meningitis yang mengandung babi karena pada saat itu belum ada produsen vaksin yang

Layanan responsif yang dilaksanakan di MTs Yaketunis Yogyakarta memiliki beberapa strategi pelaksanaan yaitu konseling individual, konseling kelompok, referal,