• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perancangan Rangka Sepeda Pasca Stroke Dengan Konsep Delta (1 Roda Depan dan 2 Roda Belakang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perancangan Rangka Sepeda Pasca Stroke Dengan Konsep Delta (1 Roda Depan dan 2 Roda Belakang)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

i TUGAS AKHIR – TM 141585

Perancangan Rangka Sepeda Pasca Stroke

Dengan Konsep Delta

(1 Roda Depan dan 2 Roda Belakang)

RAHADIAN CHANDRA LUKMANA NRP. 2112100134

DOSEN PEMBIMBING

Prof. Dr. Ing. Ir. I MADE LONDEN BATAN, M.Eng JURUSAN TEKNIK MESIN

Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2017

(2)

ii FINAL PROJECT – TM 141585

Design of Post Stroke Bike Frame Using

Delta Concept

(1 Front Wheel and 2 Rear Wheels)

RAHADIAN CHANDRA LUKMANA NRP. 2112100134

ADVISOR

Prof. Dr. Ing. Ir. I MADE LONDEN BATAN, M.Eng DEPARTMENT OF MECHANICAL ENGINEERING Faculty of Industrial Technology

Sepuluh Nopember Institute of Technology Surabaya 2017

(3)
(4)

iv

(5)

v

(1 RODA DEPAN DAN 2 RODA BELAKANG)

Nama : Rahadian Chandra Lukmana NRP : 2112100134

Jurusan : Teknik Mesin FTI-ITS

Dosen Pembimbing : Prof. Dr.Ing.Ir. I Made Londen Batan, M.Eng.

ABSTRAK

Stroke merupakan gangguan fungsi otak yang disebabkan oleh pembuluh darah pada otak yang tersumbat atau pecah. Apabila tidak segera mendapatkan pertolongan pertama, stroke dapat berakibat fatal dan mengakibatkan kematian. Laboratorium Perancangan dan Pengembangan Produk sejak tahun 2014 telah mengembangkan sepeda khusus untuk rehabilitasi pasien pasca stroke. Dari tiga buah sepeda yang telah dibuat, semuanya menggunakan tiga buah roda dimana dua roda terdapat didepan dan satu roda dibelakang. Pada ketiga sepeda tersebut masih terdapat kekurangan sehingga belum bisa untuk diproduksi massal. Oleh karena itu, dibutuhkan evaluasi dan pengembangan agar tercipta sebuah desain sepeda pasca stroke baru yang aman (kuat dan stabil), ergonomis dan ekonomis.

Sebagai langkah awal, dilakukan kajian lapangan berupa observasi langsung ke bagian rehabilitasi medis RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Setelah itu, dilakukan evaluasi dari sepeda pasca stroke terakhir yang dibuat oleh saudara Sandy,dkk. (2016). Setelah dilakukan kajian, diketahui bahwa sepeda dengan dua roda didepan memiliki kekurangan yakni kemudi yang susah untuk dibelokkan. Selain berbahaya ketika digunakan dijalan umum, kemudi yang berat menyebabkan otot lengan atas bekerja lebih keras dan berpotensi menimbulkan penyakit hipertensi bagi pasien pasca stroke. Salah satu alternatif yang dapat menjadi solusi adalah dengan mengubah desain sepeda pasca stroke dari

(6)

vi

Delta). Dari hasil kajian diatas, maka dibuat sebuah desain sepeda pasca stroke baru dengan menggunakan konsep Delta.

Dari hasil analisa untuk desain rangka sepeda pasca stroke konsep Delta, diketahui bahwa sepeda yang dirancang memiliki nilai RULA 3 yang berarti sepeda pasca stroke memiliki resiko cedera yang rendah. Berdasarkan hasil perhitungan, tegangan terbesar pada sepeda pasca stroke ini adalah 24.7MPa. Material yang dipilih untuk digunakan adalah Aluminium yang memiliki yield strength sebesar 270MPa. Aluminium dipilih karena ringan, harga yang relatif murah, mudah dilas dan tidak mudah berkarat. Untuk menambah kestabilan sepeda ketika berbelok, ditambahkan differential gear pada poros belakang sepeda pasca stroke. Rangka sepeda pasca stroke mampu dibuat dan dirakit. Waktu proses permesinan dan pembentukan yang dibutuhkan mencapai 105.564menit. Proses permesinan yang digunakan diantaranya cut-off, mitter cut, dan face milling, sedangkan proses pembentukan yang digunakan adalah proses bending. Proses perakitan yang digunakan untuk menyambung pipa aluminium adalah proses pengelasan dengan menggunakan las Tungsten Inert Gas (TIG).

Kata Kunci : Stroke, Rehabilitasi, Sepeda Pasca Stroke, Konsep Delta, Rangka Sepeda.

(7)

vii

(1 FRONT WHEEL AND 2 REAR WHEELS)

Name : Rahadian Chandra Lukmana NRP : 2112100134

Department : Mechanical Engineering FTI-ITS Advisor : Prof. Dr.Ing.Ir. I Made Londen

Batan, M.Eng. ABSTRACT

Stroke is brain function disorder caused by blocked or ruptured blood vessels in the brain. If not quickly get a first aid, a stroke can be fatal and result in death. Since 2014, Product Design and Development Laboratory has developed a special bike for rehabilitation of poststroke patient . Of the three bikes that have been made, all using three wheels where two wheels in front and one behind the wheel. In the last bike development there is still a shortage that caused bike not fit for mass production. Therefore, evaluation and development is necessary in order to create a new post stroke bike design that safe (strong and stable), ergonomic and economical.

As a first step, field studies conducted in the form of direct observation in medical rehabilitation department on Dr. Soetomo Hospital. After that, evaluation conducted on last post-stroke bike developed by Sandy, et al. (2016). After the study, it is known that bike with two front wheels have flaws that are difficult to steer. Besides dangerous when used public road, the heavy steering is causing upper arm muscles to work harder and potentially cause hypertension for post stroke patients. One alternative that could be the solution is change the design of post stroke bike with two wheels in front and one rear wheel (Tadpole concept) into a single front wheel and two rear wheels (Delta concept). From the results studies above, its decided to create a new post stroke bike design using the Delta concept.

(8)

viii

RULA value of 3 which means the post-stroke bike has a low risk of injury. Based on calculations, the greatest stress on post-stroke bike is 24.7MPa. The material selected for use is aluminum that has a yield strength of 270MPa. Aluminium chosen because it is light, the price is relatively cheap, easily welded and does not easily corroded. To increase bike stability when turning, differential gear was added on post stroke bike rear shaft. Post stroke bike frame is manufacturable and assembled. Time needed for machining and forming processes theoritically is 105.564 minute. Machining processes used include cut-off, mitter cut, and face milling, while the forming process used is the bending process. Assembly process that is used to connect the aluminum pipes is the welding process using a Tungsten Inert Gas (TIG).

Keywords : Stroke, Rehabilitation, Post Stroke Bike, Delta Concept, Bike Frame

(9)

ix

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat menjalankan dan menyelesaikan penulisan laporan tugas akhir ini. Dalam penyusunan laporan tugas akhir ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dan bantuan, oleh sebab itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan kesehatan, kemudahan, kelancaran dan perlindungan kepada penulis selama dalam penyelesaian penulisan laporan ini;

2. Orang tua dan keluarga penulis yang senantiasa mendukung aktivitas penulis terutama dalam menjalankan dan pengerjaan laporan tugas akhir;

3. Prof. Dr. Ing. Ir. I Made Londen Batan, M.Eng. selaku dosen pembimbing yang telah rela meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis selama proses pengerjaan tugas akhir ini.

4. Bapak

Ir. Sampurno, MT

, Ibu Dinny Harnany S.T, M.Sc., dan Bapak

Arif Wahjudi, S.T., M.T., Ph.D.

selaku dosen penguji yang telah membuka wawasan penulis dan memberikan banyak informasi penting untuk kemajuan tugas akhir.

5. Bapak Ir. Bambang Pramujati S.T , M.Eng. Sc., Ph.D, selaku ketua jurusan Teknik Mesin ITS dan seluruh dosen serta karyawan Teknik Mesin ITS yang telah memberikan ilmu dan mendidik penulis selama ini;

6. Muhammad Wahyu Hikmawan selaku sahabat dan rekan dalam mengerjakan tugas akhir ini

7. Seluruh mahasiswa Teknik Mesin ITS khususnya angkatan 2012 / M55, keluarga besar LDJ Ash-Shaff Teknik Mesin

(10)

x

membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah di Teknik Mesin ITS ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati saran dan kritik terhadap penulis sangatlah diperlukan demi menyempurnakan tugas akhir ini. Dan akhirnya semoga tugas akhir ini dapat berguna bagi semua pihak yang membutuhkan.

Surabaya, 26 Januari 2017

Rahadian Chandra Lukmana 2112 100 134

(11)

xi

HALAMAN JUDUL……… i

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

ABSTRAK……… v

ABSTRACT.……… vii i KATA PENGANTAR.……… ix

DAFTAR ISI……… xi

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR TABEL………... xv BAB I PENDAHULUAN………..………….. 1 1.1 Latar Belakang……… 1 1.2 Rumusan Masalah……….. 3 1.3 Tujuan Penelitian……… 3 1.4 Batasan Masalah………. 3 1.5 Manfaat Penelitian………... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 5

2.1 Alat Terapi Pasca-Stroke ………... 5

2.1.1 Sepeda Statis……….… 5

2.1.2 Shoulder Wheel……….… 6

2.1.3 Leg and Arm/Upper Body Trainer……… 6

2.2 Penelitian Terdahulu………... 7

2.3 Kajian Kendaraan Roda Tiga……….. 10

2.3.1 Konsep Delta………. 10

2.3.2 Konsep Tadpole………. 10

2.3.3 Peletakan Titik Berat………. 11

2.3.3.1 Akselerasi dan Pengereman…………...………. 13

2.3.3.2 Stabilitas Dinamis……… 13

2.3.4 Sistem Kemudi…….………. 13

2.3.5 Aerodinamika………....… 14

2.4 Penentuan Geometri Rangka Sepeda……… 14

2.5 Teori Kegagalan Energi Distortik……….... 19

2.6 Faktor Keamanan (Safety Factor) …...……… 20

2.7 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)……... 21

(12)

xii

2.8.3 Proses Cut-Off ……… 28

2.9 Proses Perakitan……….. 29

BAB III METODOLOGI………... 31

3.1 Diagram Alir Penelitian………. 31

3.1.1 Studi Pustaka dan Lapangan………. 31

3.1.2 Kajian Produk Eksisting……….. 31

3.1.3 Perancangan Frame Sepeda……….. 32

3.1.4 Analisa Kekuatan Material……….. 32

3.1.5 Gambar Detail Sepeda……….. 32

3.1.6 Perancangan Proses Pembuatan……… 32

3.1.7 Perancangan Proses Perakitan……….. 33

3.1.8 Kesimpulan dan Saran……….. 33

BAB IV PEMBAHASAN……… 35

4.1 Kajian Produk Existing ………... 35

4.2 Pengembangan Sepeda Pasca Stroke Baru……… 37

4.2.1 Batasan Dasar……… 37

4.2.2 Daftar Kebutuhan……….. 37

4.2.3 Rancangan Sepeda Pasca Stroke………. 38

4.2.4 Cara Penggunaan Sepeda Pasca Stroke …..……… 44

4.3 Analisa………...………. 45

4.3.1 Analisa Kekuatan ………... 45

4.3.1.1 Analisa Kekuatan Rangka………. 45

4.3.1.2 Analisa Kekuatan Differential Gear………….. 54

4.3.2 Analisa Ergonomi……….. 60

4.3.3 Analisa Radius Putar……… 61

4.3.4 Analisa Manufacturability……… 63

4.3.5 Analisa Perakitan………... 68

4.3.6 Analisa Biaya……… 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….. 75

5.1 Kesimpulan………. 76

5.2 Saran……… 76

DAFTAR PUSTAKA……….. 77

(13)

xiii

Gambar 1.1 Sepeda untuk rehabilitasi pasien Pasca Stroke yang sudah pernah dibuat …..………... 2 Gambar 1.2 Beberapa konsep Sepeda Pasca Stroke yang dibuat oleh Anas, dkk. (2014) …..……….……….... 2 Gambar 2.1 Sepeda Statis yang digunakan untuk

rehabilitasi di RSUD Dr. Soetomo ....……… 5 Gambar 2.2 Shoulder Wheel yang digunakan untuk

rehabilitasi di RSUD Dr. Soetomo ..………... 6 Gambar 2.3 Leg and Arm/Upper Body Trainer beserta

contoh penggunaannya …..……..……….………. 7 Gambar 2.4 Sepeda Pasca stroke [Rodika, dkk, 2013]…….. 7 Gambar 2.5 Konsep sepeda pasca stroke [Anas, dkk., 2014]. 8 Gambar 2.6 Pengembangan Sepeda Pasca stroke [Syifa’, dkk, 2015]………...……….……… 9 Gambar 2.7 Pengembangan Sepeda Pasca stroke [Sandy, dkk, 2016]………...………. 10 Gambar 2.8 Contoh Three-Wheeled Vehicle dengan konsep Delta dan konsep Tadpole………...………. 11 Gambar 2.9 Reliant Robin terjungkal ketika berbelok dan terangkat ketika melakukan akselerasi……..………. 11 Gambar 2.10 Illustrasi peletakan titik berat pada

kendaraan………...……….. 12 Gambar 2.11 Perbedaan jarak horizontal dari titik berat ke sumbu putar terdekat pada kendaraan roda 4 dan roda 3…... 12 Gambar 2.12 Perbedaan Sistem kemudi pada tipe Delta dan Tadpole ………..…..……….………. 13 Gambar 2.13 Perbedaan Aerodinamika pada tipe Delta dan Tadpole...……….... 14 Gambar 2.14 Hubungan jarak antara three-pivot Sepeda

(Sadel, Handle dan Pedal) mempengaruhi desain rangka…. 15 Gambar 2.15 Ilustrasi sudut α dan β pada pengendara

sepeda………. 16 Gambar 2.16 Penentuan nilai RULA untuk grup A……….. 22

(14)

xiv

Gambar 2.18 Skema Proses Turning ………..…….. 27

Gambar 2.19 Skema Proses Bending ……….... 28

Gambar 2.20 Skema Proses Cut-off .……….... 28

Gambar 2.21 Contoh bagan perakitan...………. 29

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian.………. 34

Gambar 4.1 Pengembangan Sepeda Pascastroke oleh Sandy, dkk, 2016……….…..………. 35

Gambar 4.2 Desain sepeda pasca stroke dengan 2 roda dibelakang .………...……….. 39

Gambar 4.3 Dimensi umum sepeda pasca stroke …….…... 39

Gambar 4.4 Bagian-bagian sepeda pasca stroke ….………. 40

Gambar 4.5 Posisi Stem yang terbalik 180o ……….... 41

Gambar 4.6 Sistem penggerak sepeda tampak atas ………. 42

Gambar 4.7 Pengunci seatpost konsep 1……… 43

Gambar 4.8 Pengunci seatpost konsep 2……… 43

Gambar 4.9 Illustrasi pasien ketika mengendarai sepeda pasca stroke ………...……….. 44

Gambar 4.10 Struktur truss dari rangka sepeda pasca stroke ……… 45

Gambar 4.11 Hasil Simulasi Tegangan Von Mises ….….... 53

Gambar 4.12 Hasil Simulasi Displacement ………….….... 54

Gambar 4.13 Skema Differential Gear …….……… 55

Gambar 4.14 Free Body Diagram Bevel Gear ………. 57

Gambar 4.15 RULA ketika sepeda berjalan lurus ...….…... 60

Gambar 4.16 Posisi tangan dan kaki ketika sepeda berbelok ke kiri……….………. 61

Gambar 4.17 Illustrasi perhitungan sudut metode Ackermann ……….... 62

Gambar 4.18 Pembagian Sub-Part untuk rangka depan ….. 63

Gambar 4.19 Pembagian Sub-Part untuk rangka belakang... 64

Gambar 4.20 Bagan Perakitan rangka depan……….……… 68

Gambar 4.21 Bagan Perakitan rangka belakang...….……… 69

(15)

xv

Tabel 2.1 Hasil simulasi muscle stress untuk pengendara

tinggi 1600mm………....………... 17

Tabel 2.2 Koordinat sadel (A) dan handle (C) ideal untuk tinggi 1600–19500mm .…...………..………... 18

Tabel 2.3 Jarak Sadel ke Handle (AC) dan Pedal (AB) ideal untuk tinggi 1500-1800mm………... 19

Tabel 2.4 Tahapan aplikasi metode RULA………... 21

Tabel 2.5 Tabel RULA bagian A ..………... 23

Tabel 2.6 Tabel RULA bagian B …..………... 24

Tabel 2.7 Tabel RULA bagian C …..………... 25

Tabel 4.1 List of Requirement sepeda pasca stroke……... 38

Tabel 4.2 Bagian-bagian sepeda pasca stroke……... 40

Tabel 4.3 Hasil perhitungan beban secara manual pada setiap batang………... 51

Tabel 4.4 Hasil perhitungan tegangan maksimal pada berbagai macam pipa………... 52

Tabel 4.5 Kode dan Nama Sub-Part rangka depan…... 63

Tabel 4.6 Kode dan Nama Sub-Part rangka belakang... 64

Tabel 4.7 Hasil evaluasi manufaktur tiap sub-part rangka depan sepeda…….………... 66

Tabel 4.8 Hasil evaluasi manufaktur tiap sub-part rangka belakang sepeda………... 67

Tabel 4.9 Kode Komponen-komponen sepeda pasca stroke 69 Tabel 4.10 Material yang sering digunakan untuk frame sepeda ………... 71

(16)

xvi

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stroke merupakan gangguan fungsi otak yang disebabkan oleh pembuluh darah pada otak yang tersumbat atau pecah. Apabila tidak segera mendapatkan pertolongan pertama, stroke dapat berakibat fatal dan mengakibatkan kematian. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi tentang pertolongan pertama pada pasien stroke semakin mudah didapatkan dan dilakukan sehingga jumlah kematian akibat stroke dapat dikurangi. Akan tetapi selamat dari serangan stroke bukanlah akhir dari cerita, pasien yang sudah pernah terkena stroke akan mengalami gangguan pada fungsi tubuh berupa pelemasan otot-otot gerak atas dan bawah. Pasien pasca stroke juga cenderung lebih tertutup dan tidak dapat berinteraksi sosial seperti ketika sebelum terkena stroke. Oleh karena itu, perlu dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan kondisi fisik dan psikis pasien pasca stroke.

Di Indonesia, rehabilitasi untuk pasien pasca stroke pada umumnya hanya tersedia di rumah sakit umum tingkat provinsi. Rehabilitasi tersebut dilakukan didalam ruangan oleh fisioterapis-fisioterapis yang sudah terlatih dan dengan menggunakan alat bantu seperti sepeda statis dan shoulder wheel. Selain di rumah sakit, rehabilitasi juga dapat dilakukan didalam rumah dengan menggunakan alat-alat bantu rehabilitasi seperti leg and arm body trainer yang dibuat oleh perusahaan MOTOmed.

Untuk mengubah paradigma bahwa rehabilitasi harus dilakukan di dalam ruangan, pada tahun 2013 saudara Rodika dan Riva’i telah merancang dan membuat sepeda untuk rehabilitasi pasien pasca stroke (gambar 1.1a). Karena dimensi sepeda yang terlalu besar, sepeda tersebut kemudian dikembangkan oleh saudara Syifa’ pada tahun 2015 agar menjadi lebih ringkas dan bisa dilipat (gambar 1.1b). Ternyata sepeda buatan Syifa’ belum rigid sehingga pada tahun 2016, saudara

(18)

Sandy mengembangkan sepeda buatan Syifa’ sehingga menjadi seperti pada gambar 1.1c. Selain ketiga sepeda yang sudah dibuat tersebut, pada tahun 2014 saudara Anas, dkk. juga telah membuat beberapa desain alternatif berdasarkan aspek manufaktur, waktu perakitan dan efisiensi desain perakitan seperti terlihat pada gambar 1.2.

(a) (b) (c)

Gambar 1.1 Sepeda untuk rehabilitasi pasien Pasca Stroke yang sudah pernah dibuat oleh Rodika, dkk. (2013), Syifa’, dkk.

(2015) dan Sandy, dkk. (2016)

Gambar 1.2 Beberapa konsep Sepeda Pasca Stroke yang dibuat oleh Anas, dkk. (2014)

Sepeda yang terakhir dibuat (sepeda yang dikembangkan oleh Sandy, 2016), masih terdapat beberapa kekurangan, diantaranya frame yang terlalu berat dan mekanisme kemudi yang susah untuk dibelokkan. Oleh karena itu, pada tugas akhir

(19)

ini dilakukan pengembangan sepeda pasca stroke yang ringan tetapi kuat dan aman untuk digunakan oleh pasien pasca stroke. Rancang bangun sepeda ini dibuat dengan harapan dapat membantu rehabilitasi pasien pasca stroke.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan diatas, permasalahan yang dapat dirumuskan dalam tugas akhir ini adalah:

1. Bagaimana rancangan geometri rangka sepeda pasca stroke yang aman (kuat dan stabil), ergonomis dan ekonomis?

2. Bagaimana rancangan sepeda pasca stroke yang dapat digunakan sebagai alat bantu rehabilitasi?

3. Bagaimana rancangan proses pembuatan dan perakitan rangka sepeda pasca stroke?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah:

1. Merancang geometri rangka sepeda pasca stroke yang aman (kuat dan stabil), ergonomis dan ekonomis.

2. Merancang sepeda yang dapat digunakan sebagai alat bantu rehabilitasi

3. Merancang proses pembuatan dan perakitan rangka sepeda pasca stroke

1.4 Batasan Masalah

Agar tujuan dari penulisan tugas akhir ini lebih terarah dan sistematik, maka ditetapkan batasan masalah sebagai berikut: 1. Rancangan dikhususkan pada rangka utama dan sistem

(20)

2. Tempat duduk menggunakan konsep hasil rancangan saudara Wahyu (2016)

3. Komponen standar menggunakan komponen yang sudah ada di pasaran (roda, mur dan baut, sprocket, shockbreaker, fork, stem, handlebar, pedal)

4. Sepeda ditujukan untuk penderita pasca stroke, yaitu penderita yang sudah mampu menyangga badan dan duduk

5. Sepeda dirancang untuk pengendara orang Indonesia dengan tinggi antara 150-180 cm dan berat maksimal 100 kg

6. Proses pembuatan dan perakitan hanya dijelaskan secara garis besar

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Memberikan pengembangan geometri rangka sepeda

pasca stroke yang aman (kuat dan stabil), ergonomis dan ekonomis.

2. Memberikan gambaran proses pembuatan dan perakitan sepeda pasca stroke

3. Dapat menjadi dasar ilmu pengetahuan, terutama dalam hal perancangan dan pengembangan produk

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Terapi Pasca Stroke

Dalam rehabilitasi pasca stroke, terdapat beberapa alternatif alat terapi yang digunakan tergantung kebutuhan terapi pasien. Dalam penelitian ini, penulis sudah melakukan tinjauan dan mencoba beberapa alat terapi untuk pasien pasca stroke yang ada di RSUD Dr.Soetomo. Beberapa diantaranya adalah:

2.1.1 Sepeda Statis

Alat terapi sepeda statis merupakan alat terapi yang umum terdapat dirumah sakit maupun toko alat-alat kesehatan dan olahraga. Sepeda statis dapat digunakan untuk rehabilitasi pasien yang sakit pengapuran, nyeri lutut, stroke, atau pasca kecelakaan yang dianjurkan dokter untuk melatih kaki, lutut atau persendiannya. Khusus untuk pasien pasca stroke yang biasanya mengalami gangguan keseimbangan, pasien tersebut harus sudah dapat duduk dan menjaga keseimbangannya sebelum diijinkan menggunakan sepeda statis. Karena pasien pasca stroke cenderung lemah ketika mencengkeram benda, dalam penggunaan sepeda statis biasanya pergelangan tangan dan kaki pasien akan dibebat dengan perban agar tidak terjatuh ketika mengayuh. Sepeda statis menjadi alat terapi yang sering dijual ditoko karena dapat digunakan untuk latihan dan olahraga orang normal.

Gambar 2.1 Sepeda Statis yang digunakan untuk rehabilitasi di RSUD Dr. Soetomo

(22)

2.1.2 Shoulder Wheel

Shoulder Wheel atau Roda Putar adalah alat terapi yang digunakan untuk melatih gerakan anggota gerak tubuh bagian atas. Cara penggunaan dari Shoulder Wheel cukup mudah, yakni pengguna berdiri membelakangi atau disamping Shoulder Wheel. Posisi bahu berada diporos roda, sedangkan tangan memegang pegangan yang disediakan. Kemudian lengan digerakkan keatas dan kebawah dengan tetap memegang pegangan, gerakan lengan akan mengikuti bentuk roda. Untuk pasien pasca stroke biasanya disarankan hanya mencapai sudut 120° dari seperti yang ditunjukkan pada gambar2.2 dibawah. Jumlah gerakan bervariasi tergantung dari kondisi pasien.

Gambar 2.2 Shoulder Wheel yang digunakan untuk rehabilitasi di RSUD Dr. Soetomo

2.1.3 Leg and Arm/Upper Body Trainer

Leg and Arm/Upper Body Trainer adalah alat bantu khusus rehabilitasi yang dikembangkan oleh perusahaan MOTOmed. Alat ini berfungsi seperti sepeda statis, yakni terdapat kayuhan untuk kaki. Bedanya pada alat ini, pasien tidak perlu berpindah tempat duduk dari kursi roda atau kursi biasa yang luas permukaanya lebih lebar dan nyaman dibandingkan kursi sepeda statis yang kecil. Selain itu terdapat juga kayuhan untuk tangan dan monitor yang dapat menunjukkan feedback dari rehabilitasi yang sedang dijalani.

(23)

Gambar 2.3 Leg and Arm/Upper Body Trainer beserta contoh penggunaannya [MOTOmed]

2.2 Penelitian Terdahulu

Sepeda pasca stroke dirancang dan dibuat Rodika (2013) untuk membantu penanganan pasien pasca stroke. Secara prinsip, sepeda tersebut sudah cukup memenuhi fungsinya, yaitu dapat digerakkan dengan kayuhan kaki dan tangan. Namun sepeda tersebut masih terdapat beberapa kekurangan, yaitu jarak antara poros roda belakang dan depan masih panjang. Akibat dimensi yang besar, maka sepeda tersebut cukup berat, sehingga sepeda masih susah dikayuh oleh penderita pasca stroke dan juga masih sulit dipindahkan dari tempat satu ke tempat yang lain (Riva’i, 2013).

(24)

Kekurangan-kekurangan tersebut diperbaiki dan dilakukan pengembangan desain oleh Andi (Andi, 2014). Alternatif konsep dari pengembangan juga dianalisa oleh Arifa dari segi analisa kekuatan material, analisa gerak serta ergonomi (Arifa, 2014) dan Anas dari segi manufaktur, waktu perakitan dan efisiensi desain perakitan di tahun yang sama (Anas, 2014).

Gambar 2.5 a) Konsep 1, b) Konsep 2, c) Konsep 3, d) Konsep 4 Sepeda Pasca stroke [Anas, dkk., 2014]

Berdasarkan hasil analisa, dipilih konsep 1. Rincian analisa tersebut adalah analisa kekuatan, analisa gerak, analisa ergonomi, serta analisa manufaktur dan perakitan dipilih konsep 1 yang dapat dikatakan aman (Arifa, 2014). Estimasi waktu manufaktur yang dibutuhkan untuk konsep 1= 254.78 menit dan nilai efisiensi desain perakitan konsep 1= 24,10 % (Anas, 2014).

Pada tahun 2015, konsep pengembangan sepeda pasca stroke dilakukan oleh saudara Syifa’ dapat dilihat pada gambar 2.6. Konsep sepeda tersebut memiliki panjang 1710 mm, lebar 850 mm, dan tinggi 1030 mm. Konsep sepeda tersebut dilengkapi dengan mekanisme lipat pada bagian belakang dan pada rangka depan bagian kanan dan kiri. Sehingga sepeda dengan mudah dapat diangkat.

(25)

Gambar 2.6 Pengembangan Sepeda Pasca stroke [Syifa’, dkk, 2015]

Hasil evaluasi rancangan dari konsep tersebut adalah mekanisme kayuh dengan fungsi steering terpisah, sehingga pada saat sepeda hendak dikayuh dan dibelokkan harus mengganti posisi tangan atas dan bawah. Hal ini dapat membahayakan bagi pengemudi pasien pasca stroke. Kemudian steering sepeda pada saat hendak dibelokkan memiliki sudut radius yang besar dan tidak ringan bagi pengemudi pasien pasca stroke sehingga membuat tidak nyaman. Selain itu posisi sambungan sepeda pada rangka tengah tidak rigid sehinga hal ini juga membahayakan bagi pasien pasca stroke.

Pada tahun 2016, konsep pengembangan sepeda pasca stroke dilakukan oleh saudara Sandy dapat dilihat pada gambar 2.7. Konsep sepeda tersebut memiliki panjang 1551 mm, lebar 737 mm, dan tinggi 1032 mm. Konsep sepeda tersebut memperbaiki konsep milik Syifa’ dari sisi kekuatan sepeda yang dirasa kurang. Selain itu mekanisme kayuh yang sebelumnya terpisah dengan kemudi, pada konsep ini dijadikan satu agar memudahkan pengemudi ketika berbelok.

(26)

Gambar 2.7 Pengembangan Sepeda Pasca stroke [Sandy, dkk, 2016]

2.3 Kendaraan Roda Tiga (Three-Wheeled Vehicle)

Three-Wheeled Vehicle adalah kendaraan yang menggunakan tiga buah roda yang disusun membentuk segitiga sama kaki. Kendaraan jenis ini sempat popular diawal abad ke-20 karena dinilai lebih stabil dari kendaraan roda dua seperti sepeda dan motor tetapi lebih ringan dan murah dibanding kendaraan roda empat seperti mobil. Berdasarkan peletakkan rodanya, Three-Wheeled Vehicle dapat dibagi menjadi 2 konsep, yaitu:

2.3.1 Konsep Delta

Konsep Delta adalah konsep kendaraan roda tiga dengan 1 roda didepan dan 2 roda dibelakang. Dengan 1 roda didepan, sistem kemudi pada konsep delta lebih sederhana dan mudah dibelokkan karena memiliki radius belok yang lebih kecil. Konsep ini terkenal digunakan pada mobil Reliant Robin (Gambar 2.8a).

2.3.2 Konsep Tadpole

Konsep Tadpole adalah konsep kendaraan roda tiga dengan 2 roda didepan dan 1 roda dibelakang. Dengan 1 roda dibelakang, tenaga yang digunakan untuk memutar roda penggerak juga semakin sedikit sehingga lebih hemat energi. Konsep ini

(27)

digunakan pada mobil SapuAngin 5 kategori prototype (Gambar 2.8b).

(a) (b)

Gambar 2.8 Contoh Three-Wheeled Vehicle dengan konsep Delta dan konsep Tadpole [Graham, 2015 dan ITS Sapuangin

Team, 2011]

2.3.3 Peletakan Titik Berat (Center of Gravity)

Peletakan titik berat (Center of Gravity) berpengaruh besar bagi kendaraan roda tiga, baik pada konsep Delta maupun Tadpole. Peletakan titik berat berdampak langsung terhadap akselerasi, pengereman dan stabilitas dinamis kendaraan. Kasus yang paling terkenal adalah mobil Reliant Robin yang sering terjungkir ketika berbelok dalam kecepatan tinggi dan roda depan yang terangkat ketika melakukan akselerasi. Kedua hal tersebut terjadi karena peletakkan beban yang kurang baik sehingga mempengaruhi titik berat kendaraan.

Gambar 2.9 Reliant Robin terjungkal ketika berbelok dan terangkat ketika melakukan akselerasi [Graham, 2015]

(28)

Untuk mengatasi hal tersebut, Regulasi keamanan Kanada untuk kendaraan roda 3 bermotor pada tahun 2003 menyatakan bahwa “Tinggi titik berat pada motor atau kendaraan roda 3 lainnya tidak boleh melebihi jarak horizontal dari titik berat ke sumbu putar terdekat”. Untuk illustrasi detailnya dapat dilihat pada gambar 2.10 dan gambar 2.11 dibawah dimana garis berwarna merah adalah Tinggi titik berat dari permukaan dan garis berwarna hijau adalah jarak horizontal dari titik berat ke sumbu putar terdekat.

Gambar 2.10 Illustrasi peletakan titik berat pada kendaraan [Patodi, 2014]

Gambar 2.11 Perbedaan jarak horizontal dari titik berat ke sumbu putar terdekat pada kendaraan roda 4 dan roda 3 [Patodi,

(29)

2.3.3.1 Akselerasi dan Pengereman

Untuk mendapat rasio yang baik, salah satu caranya adalah dengan meletakkan titik berat di dekat dua roda depan/belakang. Tetapi, titik berat tidak boleh terletak terlalu dekat dengan kedua roda tersebut karena akan membuat kendaraan mudah terjungkal kedepan atau kebelakang.

Pada tipe Delta, dimana dua roda terdapat dibelakang, kendaraan akan cenderung terjungkal ke belakang (roda depan terangkat) ketika melakukan akselerasi seperti pada contoh Reliant Robin diatas. Sebaliknya, pada tipe tadpole, dimana dua roda terdapat didepan, ketika melakukan pengereman kendaraan akan cenderung terjungkal kedepan karena roda depan menerima beban pengereman lebih besar dibandingkan roda belakang 2.3.3.2 Stabilitas Dinamis

Ketika berbelok dalam kecepatan tinggi dan terjadi selip, terdapat dua kemungkinan: Oversteer dan Understeer. Ketika terjadi Oversteer, roda belakang akan selip terlebih dahulu. Tipe Delta cenderung melakukan Oversteer. Sebaliknya, ketika terjadi Understeer, roda depan akan selip lebih dahulu. Tipe Tadpole cenderung Understeer. Dari kedua peristiwa tersebut, Understeer dinilai lebih aman karena lebih mudah untuk mengembalikan kendali. Masalah Oversteer pada tipe Delta bisa diatasi dengan mengatur distribusi beban dan variasi ukuran dan tekanan ban. 2.3.4 Sistem Kemudi

Gambar 2.12 Perbedaan Sistem kemudi pada tipe Delta dan Tadpole [Graham, 2015]

(30)

Secara umum, sistem kemudi tipe Delta dinilai lebih sederhana karena tidak diperlukan mekanisme tambahan (Ackerman Steering Geometry) seperti yang terlihat pada gambar 2.12. Selain itu, radius putar tipe Delta lebih kecil dibandingkan tipe Tadpole. Hal ini dikarenakan sumbu putar tipe Delta lebih besar dibandingkan tipe Tadpole.

2.3.5 Aerodinamika

Gambar 2.13 Perbedaan Aerodinamika pada tipe Delta dan Tadpole [Graham, 2015]

Secara umum, Tipe Tadpole lebih Aerodinamis karena bentuknya sesuai dengan bentuk hambatan udara yang berbentuk teardrop (tetesan air) seperti yang terlihat pada gambar 2.13. Akan tetapi untuk kegiatan rehabilitasi yang menggunakan kecepatan rendah dan jarak relatif pendek, perbedaan aerodinamika antara tipe Delta dan Tadpole tidak terlalu signifikan

2.4 Penentuan Geometri Rangka Sepeda

Rangka merupakan bagian penting dari sepeda. Rangka menerima beban pengendara dan menjadi penghubung antara handlebar, fork dan wheels. Oleh karena itu, performa sepeda bisa ditentukan dari desain rangkanya, dimana hal ini biasanya didapat dari pengalaman. Sepeda yang berbeda tipe memiliki parameter frame yang berbeda pula. Akan tetapi, karena perbedaan tinggi, berat dan panjang lengan dan kaki setiap orang berbeda-beda, spesifikasi produk yang didesain tidak selalu sesuai dengan kebutuhan pengendara.

(31)

Gambar 2.14 Hubungan jarak antara three-pivot Sepeda (Sadel, Handle dan Pedal) mempengaruhi desain rangka [Zhongxia,

2011]

Posisi relatif antara sadel, handle dan poros kayuh pedal seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.14 sering didefinisikan sebagai three-pivot sepeda. Komponen-komponen tersebut merupakan parameter utama dalam merancang sepeda. Jarak antara komponen-komponen tersebut telah diteliti oleh XIANG Zhongxia pada tahun 2011. Dalam jurnalnya, Xiang meneliti tentang jarak ideal antara sadel, handle dan poros kayuh pedal untuk berbagai tinggi pengendara dengan pendekatan persamaan matematis seperti yang dijelaskan dibawah.

Berdasarkan teori ergonomi, postur tubuh yang paling nyaman bagi pengendara sepeda adalah ketika sudut antara upper thorac pada tulang belakang dan lengan atas (sudut β pada gambar 2.15) membentuk sudut 50o. Dari situ, jarak optimal

antara Sadel dan Handle serta sudut antara garis horizontal dan garis yang menghubungkan Sadel dan Handle (sudut α pada gambar 2.15) dapat diperoleh. Untuk pengendara dengan tinggi 1600mm, didapat α=10.2o.

(32)

Gambar 2.15 Ilustrasi sudut α dan β pada pengendara sepeda [Zhongxia, 2011]

Pengendara sepeda merupakan sumber tenaga penggerak dari sepeda, karena itu kelelahan otot dapat memberikan dampak yang sangat besar ketika berkendara. Berdasarkan evaluasi kelelahan otot oleh CROWNISHIELD, diketahui bahwa kelelahan otot dapat dievaluasi berdasarkan jumlah kuadrat dari tegangan otot gerak bawah. Semakin kecil nilainya, maka semakin kecil pula kelelahan yang dirasakan oleh pengendara.

Menghitung tegangan pada otot (muscle stress):

J = ∑σi2 = ∑(Fi/Si)2 ……(2.1)

Dimana :

J - Jumlah kuadrat dari tegangan otot σi - Tegangan pada blok otot ke-i

Fi - Gaya pada blok otot ke-i

Si - Luas area penampang pada blok otot ke-i

Fi Si

(33)

Dari persamaan diatas, dilakukan simulasi dengan berbagai variasi posisi sadel (xA dan yA) dengan poros kayuhan kaki

sebagai koordinat x=0 dan y=0 sepertu yang ditunjukkan pada gambar 2.14 diatas. Hasil dari percobaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1 dibawah.

Tabel 2.1. Hasil simulasi muscle stress untuk pengendara tinggi 1600mm [Zhongxia, 2011]

Hasil simulasi muscle stress untuk pengendara tinggi 1600mm yang didapat ada tabel 2.1 diatas kemudian diubah menjadi persamaan regressi untuk memperoleh hubungan antara koordinat sadel xA, yA dan nilai tegangan otot (J). Persamaannya

adalah:

J = 0.4089 – 1.45x10-4 x

A – 1.59x10-3 yA – 4.77x10-7 xA yA

+ 1.03x10-6 x2

(34)

Persamaan regressi yang sudah didapat ini kemudian disimulasi ulang dengan variasi tinggi pengendara antara 1600-1900mm. Selain variasi tinggi pengendara, ditambahkan juga koordinat posisi handle (xc,yc) berdasarkan perbandingan tinggi orang china dan perhitungan sudut α dan β seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Dari simulasi tersebut, didapatkan posisi sadel (xA, yA) dan handle (xc,yc) yang ideal untuk variasi tinggi

pengendara antara 1600-1950mm. Hasil dari simulasi tersebut dapat dilihat pada tabel 2.2 dibawah ini.

Tabel 2.2. Koordinat sadel (A) dan handle (C) ideal untuk tinggi 1,6-1,95m [Zhongxia, 2011]

Hasil simulasi untuk mencari koordinat sadel dan handle yang ideal pada tabel 2.2 diatas kemudian kembali diubah menjadi persamaan regressi untuk memperoleh hubungan antara koordinat sadel (xA, yA), koordinat handle (xC, yC) dan tinggi

pengendara (h). Persamaannya adalah:

xA = 1879.034 - 2.05044 h + 0.000621h2 ……(2.3)

yA = -1268 + 1.497 h + 0.00025h2 ……(2.4)

xC = 2199.475 - 2.764 h + 0.00072h2 ……(2.5)

(35)

Persamaan yang sudah didapat tersebut kemudian digunakan untuk mencari koordinat sadel dan handle yang baru untuk pengendara orang Indonesia dengan tinggi antara 1500-1800mm. Setelah posisi sadel dan handle yang ideal diketahui dalam bentuk koordinat, hasil tersebut langsung dikonversi kedalam satuan jarak (mm) dengan menggunakan prinsip phytagoras untuk memudahkan dalam proses perancangan. Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 2.3 dibawah ini: Tabel 2.3 Jarak Sadel ke Handle (AC) dan Pedal (AB) ideal untuk tinggi 1500-1800mm

Dari tabel 2.3 dapat diketahui jarak Sadel ke Handle (AC) dan Sadel ke Pedal (AB) yang ideal untuk orang Indonesia dengan tinggi 1500-1800mm. Hasil ini kemudian dijadikan batas bawah (tinggi 1500mm) dan batas atas (tinggi 1800mm) dalam merancang rangka dan tempat duduk sepeda pasca stroke.

2.5 Teori Kegagalan Energi Distortik

Kegagalan dari suatu elemen mesin yang menerima pembebanan dinyatakan apabila elemen tersebut tidak dapat berfungsi lagi dengan baik sesuai dengan fungsinya. Oleh sebab itu perlu diberikan kriteria- kriteria kapan elemen mesin tersebut dapat dikatan gagal. Secara umum untuk pembebanan static terdapat dua tipe kriteria, yaitu:

xA yA xB yB xC yC 1500 -200.624 415 0 0 328.025 519.262 538.8323764 460.9500942 1520 -197.124 429.84 0 0 339.837 534.8264 547.1278006 472.8849112 1540 -194.12 444.48 0 0 351.073 550.1996 555.3485762 485.0206643 1560 -191.613 458.92 0 0 361.733 565.3816 563.4945335 497.3159809 1580 -189.603 473.16 0 0 371.817 580.3724 571.5655165 509.734989 1600 -188.09 487.2 0 0 381.325 595.172 579.5613816 522.2467694 1620 -187.074 501.04 0 0 390.257 609.7804 587.4819966 534.8248437 1640 -186.554 514.68 0 0 398.613 624.1976 595.3272399 547.4467073 1660 -186.531 528.12 0 0 406.393 638.4236 603.0969998 560.0934056 1680 -187.005 541.36 0 0 413.597 652.4584 610.7911731 572.7491549 1700 -187.976 554.4 0 0 420.225 666.302 618.4096652 585.4010049 1720 -189.444 567.24 0 0 426.277 679.9544 625.9523889 598.0385399 1740 -191.408 579.88 0 0 431.753 693.4156 633.4192643 610.6536145 1760 -193.869 592.32 0 0 436.653 706.6856 640.8102177 623.2401215 1780 -196.827 604.56 0 0 440.977 719.7644 648.1251818 635.7937875 1800 -200.282 616.6 0 0 444.725 732.652 655.3640948 648.3119924 Jarak A ke B (mm) Tinggi (dalam mm)

Posisi Sadel (A) Posisi Handle (C)

Jarak A ke C (mm) Posisi Poros Pedal (B)

(36)

1. Distorsi (distorsion) atau deformasi plastis (plastic strain) Deformasi plastik adalah perubahan bentuk yang merupakan kelanjutan dari deformasi elastik yang bersifat permanen meskipun tegangan dihilangkan. Elemen dinyatakan gagal apabila material dari elemen mesin tersebut sudah mengalami deformasi plastic karena sudah melewati harga batas tertentu. Harga batas ini adalah tegangan atau lulur (yield point) material. Atau jika material tidak memiliki data yield point, maka dapat digunakan standar 0.2 offset yield point

2. Patah/ rusak (fracture)

Kegagalan ini dinyatakan apabila material dari elemen mesin tersebut sudah patah atau terpisah menjadi dua bagian atau lebih. Untuk tipe kegagalan ini dipergunakan batas harga tegangan maksimum (tarik maupun tekan) yang diijinkan pada material. Untuk pembebanan dinamik atau beban siklik kriteria kegagalan untuk pembebanan statik dapat dipergunakan, sedangkan pada prediksi keadaan tegangan dikombinasikan dengan fatigue limitnya.

2.6 Faktor Keamanan (Safety Factor)

Faktor keamanan merupakan rasio dari tegangan maksimum dengan tegangan kerja atau desain, yang secara matematis sebagai berikut :        Desain atau Kerja Tegangan Maksimum Tegangan anan FaktorKeam …...(2.7)

Pada kasus material yang ulet misalnya baja lunak dimana tegangan luluhnya telah diketahui maka dibagi dengan tegangan kerja. Sedangkan pada material yang getas misalnya besi tuang dimana tegangan luluhnya sulit diprediksi maka faktor keamanannya diambil dari tegangan maksimum (Ultimate Strength) material dibagi dengan tegangan kerja. Rumus tersebut di atas hanya berlaku pada pembebanan statis. [Aaron D. Deutchman, Machine Design.1975]

(37)

Penentuan besarnya faktor keamanan yang sesuai tergantung pada beberapa pertimbangan antara lain material, proses pembuatan, tipe pembebanan, kondisi kerja dan betuk komponen. Berikut merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan faktor keamanan yaitu:

1. Ketahanan sifat material selama proses pembebanan. 2. Kehandalan pada saat menerima pembebanan. 3. Tingkat pembebanan.

4. Menurunnya umur komponen saat terjadi kegagalan. 5. Kerugian material bila terjadi kegagalan.

Penentuan faktor keamanan haruslah cermat karena tingginya faktor keamanan akan menyebabkan besarnya dimensi komponen dan borosnya material, sedangkan rendahnya faktor keamanan menyebabkan besarnya resiko yang tidak diinginkan.

2.7 Rapid Upper Limb Assessment (RULA)

Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah suatu metode yang digunakan untuk penilaian terhadap bagian tubuh dan otot seseorang saat beraktivitas, metode ini diukur dengan tingkat risiko cedera (degree of injury risk). Resiko yang dimaksud adalah resiko kecelakaan atau cedera tubuh atau otot, akibat dari bagian tubuh bergerak, karena tidak sesuai dengan pola gerak yang benar disebut sebagai gerak bagian tubuh yang tidak ergonomis. Menurut [McAtamney, 1993], untuk menerapkan metode RULA pada gerak atau kerja tubuh ada 3 (tiga) langkah yang perlu dilakukan, seperti terlihat pada tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 Tahapan aplikasi metode RULA [McAtamney, 1993]

LANGKAH URAIAN

1 Penilaian postur kerja tubuh 2 Penilaian kelompok postur kerja tubuh 3 Penjumlahan nilai total

Tubuh dibagi dalam segmen-segmen untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat. Segmen-segmen yang

(38)

digunakan adalah dengan membentuk dua kelompok atau grup yaitu grup A dan B. Grup A meliputi bagian lengan atas dan bawah, serta pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher, punggung, dan kaki. Hal ini untuk memastikan bahwa seluruh postur tubuh terekam, sehingga segala kejanggalan atau batasan postur oleh kaki, punggung atau leher yang mungkin saja mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas dapat tercakup dalam penilaian.

1. Grup A. Lengan Bagian Atas, Lengan Bagian Bawah dan Pergelangan Tangan.

Gambar 2.16 Penentuan nilai RULA untuk grup A [McAtamney, 1993]

(39)

Tabel 2.5 Tabel RULA bagian A [McAtamney, 1993]

Jangkauan untuk gerakan lengan atas (upper arm) nilainya adalah :

 1 untuk ekstensi 20° dan fleksi 20°

 2 untuk ekstensi lebih dari 20° atau fleksi antara 20-45°;  3 untuk fleksi antara 45-90°;

(40)

2. Grup B. Bagian Leher, Punggung dan Kaki

(41)

Sebagai tambahan untuk tabel 2.6, jika leher (neck) dipuntir nilai bertambah 1. Jika leher bergerak menyamping, maka nilai ditambah 1. Nilai yang didapatkan akan dimasukan pada tabel B pada kolom leher.

Dari hasil tabel A dan B, kemudian nilai-nilai tersebut ditempatkan pada tabel C, seperti tabel 2.7 dibawah ini:

Tabel 2.7 Tabel RULA bagian C [McAtamney, 1993]

Penjelasan dari nilai yang didapat pada tabel 2.7, dapat dilihat pada tabel 2.8 dibawah ini:

Tabel 2.8 Nilai tingkat resiko cedera [McAtamney, 1993]

Skor Keterangan

1 dan 2 Tidak ada resiko cedera, tidak diperlukan perubahan desain 3 dan 4 Resiko cedera kecil, perubahan desain mungkin dibutuhkan

5 dan 6 Resiko cedera cukup besar, dibutuhkan penyelidikan dan perubahan segera

7 Resiko cedera sangat besar, dibutuhkan penyelidikan dan perubahan sesegera mungkin (mendesak)

(42)

2.8 Proses Manufaktur

Proses manufaktur merupakan suatu suatu proses untuk menciptakan alat atau produk baru, dengan suatu tahapan dari bahan baku dan di proses dengan cara-cara tertentu dengan urut dan sestematis untuk mendapatkan suatu produk yang berfungsi.

Suatu komponen yang mempunyai karakteristik yang ideal apabila suatu komponen tersebut sesuai yang kita kehendaki dengan mempunyai suatu ukuran ukuran, bentuk yang sempurna dan mempunyai permukaan yang halus. Sebelum mendapatkan hasil yang demikian maka kita harus membuat alat tersebut membutuhkan suatu proses manufaktur.

2.8.1 Proses Miter Cut

Proses Miter Cut dikerjakan dengan menggunakan mesin bubut. Proses miter cut dilakukan dengan menggunakan pahat saw hole seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.17 dibawah.

Gambar 2.17 Pahat Saw Hole di mesin bubut untuk membuat profil pada ujung pipa [Lenox]

Perhitungan proses miter cut diasumsikan sama dengan perhitungan proses turning. Bedanya, dalam proses turning pahatnya diam dan benda kerjanya yang berputar sedangkan dalam proses miter cut, pahatnya yang berputar dan benda kerjanya yang diam. Persamaan untuk proses Miter Cut adalah sebagai berikut:

(43)

Gambar 2.18 Skema Proses Turning [custompartnet.com] Perhitungan waktu pemotongan proses miter cut

tm = Lp

( nb . fb ) ……(2.8)

dimana

tm : waktu potong proses miter (min) Lp : panjang pemotongan pipa (mm) nb : putaran mesin bubut (put/min) fb : gerak makan bubut (mm/put) 2.8.2 Proses Bending

Proses Bending dilakukan dengan menggunakan mandrel pipe bender atau pipe bender machine. Mandrel digunakan untuk radius bending maksimal 4 kali diameter pipa, untuk radius yang lebih besar, digunakan pipe bender machine.

nb

fb Lp

(44)

(a) (b) Gambar 2.19 Skema Proses Bending dengan menggunakan

mandrel (a) dan mesin (b) [thefabricator.com]

Untuk pipa hollow, sebelum dibending bagian dalamnya diisi dengan pasir agar bentuk pipa tetap terjaga dan tidak penyok. Untuk perhitungan lama waktu pengerjaan proses bending pipa aluminium diasumsikan sekitar 5 menit untuk satu lekukan. 2.8.3 Proses Cut-Off

Proses Cut-Off adalah memotong pipa sampai pipa tersebut terbelah menjadi dua. Proses Cut-Off dilakukan dengan menggunakan mesin gerinda potong. Contoh proses cut-off dengan menggunakan gerinda potong dapat dilihat pada gambar 2.20

Gambar 2.20 Skema Proses Cut-Off [medfordtools.com] Ng

(45)

Perhitungan waktu pemotongan proses cut off dapat dilakukan dengan persamaan dibawah ini:

tc = ( ng . fg )Dp ……(2.9) dimana

tc : waktu proses cut-off (min)

Dp : diameter pipa (mm)

ng : putaran mesin gerinda potong (put/min) fg : gerak makan gerinda potong (mm/put) 2.9 Proses Perakitan

Setelah dilakukan analisa untuk proses permesinan, selanjutnya dilakukan analisa untuk proses perakitan. Analisa untuk proses perakitan ini dijabarkan secara singkat menggunakan bagan perakitan seperti dapat dilihat pada gambar 2.21 dibawah ini.

\

(46)
(47)

BAB III

METODOLOGI

3.1 Langkah-Langkah Penelitian

Pengembangan sepeda pasca stroke dilakukan berdasarkan tahapan sebagai berikut:

1. Studi Pustaka dan Lapangan 2. Kajian Produk yang Sudah Ada 3. Perancangan Rangka Sepeda 4. Analisa Kekuatan Material 5. Gambar Detail Sepeda 6. Rancangan Proses Pembuatan 7. Rancangan Proses Perakitan 8. Evaluasi dan Kesimpulan 3.1.1 Studi Pustaka dan Lapangan

Studi Pustaka dan Lapangan mengenai sepeda dan alat bantu rehabilitasi penyakit stroke ini dilakukan sebagai tahap awal penelitian. Studi Pustaka dan Lapangan dilakukan agar mendapatkan gambaran awal mengenai sepeda beserta komponen-komponennya secara umum dan rehabilitasi pasien pasca stroke pada khususnya.

Studi pustaka mengenai sepeda beserta komponen-komponennya dan alat bantu rehabilitasi pasca stroke melalui jurnal-jurnal ilmiah yang terdapat di Internet. Sedangkan studi lapangan dilakukan dengan cara observasi dan jajak pendapat secara langsung di Pusat Rehabilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

3.1.2 Kajian Produk yang Sudah Ada

Mengamati dan mempelajari desain sepeda pasca stroke yang sudah dibuat beserta komponen-komponennya. Melakukan analisa pada sepeda, yaitu mencari kelebihan dan kelemahan ataupun hal yang menyebabkan desainnya kurang efisien. Dalam hal ini yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah sepeda

(48)

hasil rancangan dari Rodika,dkk. (2013), Syifa’,dkk. (2015) dan Sandy,dkk. (2016).

3.1.3 Perancangan Frame Sepeda

Berdasarkan Studi Pustaka dan Lapangan serta Kajian Produk yang sudah ada, dilakukan pengembangan desain frame sepeda pasca stroke yang baru. Perancangan frame sepeda pasca stroke yang baru difokuskan agar dapat memenuhi seluruh fungsi sebagai alat bantu untuk rehabilitasi dan transportasi pasien pasca stroke.

Frame sepeda dirancang berdasarkan pengembangan konsep dengan mempertimbangkan aspek perakitan, kekuatan material dan manufaktur. Rancangan digambar dengan software Autodesk Inventor 2015 dan CATIA V5R20.

3.1.4 Analisa Kekuatan Material

Frame yang telah dirancang dihitung kekuatan material bahan terhadap beban yang diterima sebesar 100 kg. Beban tersebut dipilih dengan asumsi pengendara adalah orang Indonesia dengan tinggi 150-180cm. Perhitungan dilakukan secara manual dan hasilnya dibandingkan dengan hasil analisa software Autodesk Inventor 2015. Analisa kekuatan yang dilakukan meliputi analisa tegangan Von Misess, analisa Displacement dan analisa Safety Factor.

3.1.5 Gambar Detail Sepeda

Setelah proses analisa kekuatan material dilakukan maka selanjutnya dibuat gambar detail dari sepeda. Gambar detail ini dibuat dengan tujuan memudahkan produsen ketika melakukan proses pembuatan dan perakitan. Gambar detail sepeda dengan bantuan fitur drafting pada software Autodesk Inventor 2015. 3.1.6 Rancangan Proses Pembuatan

Rancangan Proses Pembuatan dilakukan dengan tujuan memudahkan produsen dalam melakukan proses pembuatan.

(49)

3.1.7 Rancangan Proses Perakitan

Rancangan Proses Perakitan dilakukan dengan tujuan memudahkan produsen dalam melakukan proses perakitan. 3.1.8 Kesimpulan dan Saran

Dari hasil pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan dan saran untuk pengembangan sepeda pasca stroke selanjutnya.

(50)
(51)

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Kajian Produk Existing

Pada tahun 2016, saudara Sandy membuat sebuah desain sepeda yang memperbaiki rancangan saudara Syifa’ pada tahun 2015. Desain sepeda milik Sandy lebih difokuskan untuk memperbaiki sisi kekuatan sepeda sebelumnya, pengembangan sepeda tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1 dibawah. Selain memperbaiki sisi kekuatan rangka sepeda, pengembangan sepeda oleh saudara Sandy adalah dengan mengubah mekanisme kayuh yang sebelumnya terpisah dengan kemudi, pada konsep ini dijadikan satu dengan harapan memudahkan pengemudi ketika berbelok.

Gambar 4.1 Pengembangan Sepeda Pascastroke oleh Sandy, dkk, 2016

Setelah dilakukan kajian terhadap sepeda buatan Sandy, dkk. (2016), didapatkan beberapa evaluasi. Diantaranya adalah: 1. Jumlah part rangka yang terlalu banyak sehinga membuat

beban keseluruhan sepeda sangat berat (mencapai 17kg). Selain 35

(52)

itu, mekanisme kemudi yang kompleks juga turut menyumbang berat yang signifikan.

2. Sistem kemudi berat ketika dibelokkan. Hal ini dikarenakan terdapat dua buah roda depan yang harus digerakkan ketika berbelok, maka permukaan yang bersentuhan dengan jalan semakin banyak dan tenaga yang dibutuhkan untuk menggerakkan kemudi semakin besar. Bagi pasien pasca stroke hal ini sangat berbahaya karena penggunaan otot gerak atas yang berlebihan ketika masih tahap rehabilitasi justru cenderung menimbulkan penyakit Hipertensi.

3. Radius putar jauh, mencapai 2.5m. Hal ini menyebabkan sepeda tidak bisa putar balik secara langsung (untuk putar balik, dibutuhkan dua kali radius putar sehingga membutuhkan 5m untuk putar balik langsung) ketika berada di gang (asumsi jalan di gang dapat dilewati dua mobil dengan lebar 1.8m, maka lebar jalan di gang tersebut 3.6m).

4. Suspensi yang terletak pada roda depan kurang bermanfaat ketika digunakan untuk berbelok, karena ketika rehabilitasi sepeda biasanya digunakan pada kecepatan rendah di jalanan yang rata

5. Kayuhan tangan untuk rehabilitasi yang terdapat pada kemudi besifat parsial sehingga pengaruh rehabilitasi hanya ke 1 sisi saja

6. Kayuhan tangan juga terlalu berat dan longgar sehingga kecepatan ketika turun dari titik tertinggi sangat besar. Hal ini tidak baik untuk pasien pasca stroke karena bisa menyebabkan otot gerak atas tertarik secara paksa dalam rentang waktu. 7. Tempat duduk terlalu tinggi, yakni mencapai 75cm dari

permukaan tanah. Selain menyulitkan pasien untuk naik, hal ini juga tidak baik untuk kestabilan kendaraan roda tiga karena berat cenderung tertumpu di 1 roda belakang. Untungnya karena mekanisme kemudi roda depan yang berat menyebabkan titik beratnya terletak lebih kedepan.

Dari evaluasi diatas, maka perlu dilakukan pengembangan sepeda pasca stroke (roda tiga), sehingga fungsi utama dapat terpenuhi. Untuk mengatasi beberapa kekurangan yang ada,

(53)

terdapat sebuah alternatif yakni membuat desain sepeda yang menggunakan satu buah roda didepan dan dua roda dibelakang. 4.2 Pengembangan Sepeda PascaStroke Baru

Berdasarkan hasil studi pustaka dan lapangan serta kajian produk existing diatas, maka dibuatlah desain sepeda pascastroke baru. Sepeda yang didesain menggunakan satu buah roda didepan dan dua roda dibelakang (konsep Delta). Konsep tersebut dapat menjadi alternatif solusi dari kekurangan sepeda pascastroke yang ada saat ini.

4.2.1 Batasan Dasar

Sesuai dengan tujuan dan batasan masalah yang sebelumnya telah dijabarkan pada pendahuluan, bahwa sepeda ini dirancang untuk digunakan oleh orang Indonesia dengan tinggi antara 150-180cm, maka dalam perancangan rangka sepeda pascastroke ini ditentukan beberapa constraint sebagai berikut:

- Tempat duduk tidak lebih tinggi dari 75cm diatas permukaan tanah untuk memudahkan pengendara sepeda naik

- Rangka penghubung terletak dibawah dengan tinggi tidak lebih dari 50cm diatas permukaan tanah untuk memudahkan pengendara sepeda naik

- Panjang total sepeda (termasuk roda) tidak lebih dari 180cm agar memudahkan sepeda ketika berbelok dan tidak makan banyak tempat ketika disimpan/diparkir

- Lebar total sepeda tidak lebih dari 140cm (2 kali lebar sepeda motor) agar memudahkan sepeda ketika berbelok dan tidak makan banyak tempat ketika disimpan/diparkir

4.2.2 Daftar Kebutuhan (List of Requirement)

Untuk mempermudah dan memperjelas kebutuhan-kebutuhan yang harus terpenuhi pada sepeda pascastroke, maka disusunlah List of Requirement seperti yang dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut

(54)

Tabel 4.1 List of Requirement sepeda pascastroke

No Bagian Uraian S/H 1. Model Rangka a. Fungsi - Mampu mengakomodasi kebutuhan terapi S - Mudah untuk dinaiki S

b. Dimensi

- Panjang (L) Tidak lebih dari 180 cm S - Lebar (W) Tidak lebih dari 140 cm S - Tinggi (H) Tidak lebih dari 100 cm S 2. Kuat dan Aman a. Kuat Mampu menahan beban minimal 100kg S b. Aman dikendarai - Tidak menimbulkan cedera bagi pengendara S - Tidak mudah selip/terjungkal ketika berbelok S

3. Berat

a. Berat rangka Berat rangka tidak lebih dari 7kg S

4. Ergonomis

a. Kenyamanan Nyaman digunakan oleh orang Indonesia H (tinggi 150-180cm) b. Risiko cedera pengguna Risiko cedera kecil H 5. Manufaktur dan - Bisa untuk dibuat dan dirangkai S Perakitan - Komponen pendukung dan aksesoris dapat S menggunakan komponen yang ada dipasar 6. Pemeliharaan/Perawatan Tidak diperlukan perawatan khusus H 7. Biaya dan Harga Biaya produksi tidak tinggi H Harga jual terjangkau H

4.2.3 Rancangan Sepeda Pasca Stroke

Dari List of Requirement yang telah disusun, dibuatlah sebuah desain sepeda pasca stroke baru dengan 2 roda dibelakang. Desain tersebut dapat dilihat pada gambar 4.2 dibawah.

(55)

Gambar 4.2 Desain sepeda pasca stroke dengan 2 roda dibelakang

Sepeda pasca stroke yang dirancang memiliki panjang total 1708,05mm, lebar 730mm dan tinggi total (termasuk kursi) mencapai 1224,30mm untuk posisi kursi terendah dan 1354,02 untuk posisi kursi tertinggi. Dimensi umum dari desain sepeda pasca stroke yang baru ini dapat dilihat pada gambar 4.3 dibawah.

(56)

Gambar 4.4 Bagian-bagian sepeda pasca stroke Tabel 4.2 Bagian-bagian sepeda pascastroke

Nomor Nama 1 Handlebar 2 Stem 3 Rangka 4 Fork Depan 5 Roda Depan (20”) 6 Pedal 7 Poros Tengah 8 Drum Brake 9 Roda Belakang (20”) 10 Differential Gear 11 Seatpost

Rangka dibuat dengan bentuk Step-through, bentuk rangka ini termasuk favorit dan sering digunakan oleh berbagai macam kalangan termasuk wanita dan orang tua karena mudah untuk

(57)

dinaiki (tidak ada rangka tinggi seperti bentuk diamond yang digunakan untuk sepeda balap) dan lebih aman (mudah untuk melepaskan diri ketika terjadi kecelakaan). Ukuran geometri dari rangka seperti jarak antara pedal ke sadel dan jarak antara sadel ke handle menyesuaikan dengan hasil perhitungan yang telah ditunjukkan pada tabel 2.3 yang ada di tinjauan pustaka.

Komponen-komponen penunjang seperti handlebar, stem, fork depan, roda, pedal, sprocket dan drum brake menggunakan komponen yang sudah terdapat dipasaran sehingga tidak diperlukan biaya tambahan untuk pembuatan komponen-komponen tersebut.

(a) (b)

Gambar 4.5 Posisi Stem yang terbalik 180o (a) dibandingkan

dengan posisi stem pada umumnya (b)

Stem yang digunakan sama seperti yang digunakan pada sepeda konvensional, hanya saja arahnya dibalik 180o. Putar

balik arah stem ini dilakukan untuk mengurangi jarak antara headset ke sadel sehingga tangan dapat meraih handlebar dengan mudah. Kekurangan dengan diputarnya handle ini, pengendara sepeda normal harus menyesuaikan kembali gerakan tangan ketika memutar handlebar, tetapi hal ini tidak mengganggu kestabilan sepeda atau membuat sepeda terguling karena sebagian besar berat sepeda ditumpu oleh 2 roda dibelakang.

(58)

Gambar 4.6 Sistem penggerak sepeda tampak atas Sistem penggerak sepeda menggunakan sprocket dan rantai seperti sepeda pada umumnya, akan tetapi terdapat dua buah poros (Gambar 4.6). Poros pertama berisi 2 buah sprocket yang berfungsi untuk menyalurkan putaran dari sprocket yang ada di pedal ke sprocket yang ada di belakang (poros kedua). Pada poros pertama juga terdapat rem jenis drum brake untuk menghentikan putaran dari poros ini. Pada poros kedua terdapat differential gear untuk membuat sepeda menjadi lebih stabil ketika berbelok. Penjelasan detail mengenai differential gear ini dapat dilihat pada sub-bab dibawah.

Sepeda pasca stroke yang dirancang ini terintegrasi dengan 2 rancangan tempat duduk yang dibuat saudara Wahyu. Untuk tempat duduk konsep 1 dimana terdapat mekanisme naik-turun dengan menggunakan engsel berlubang, pada seatpost rangka sepeda ditambahkan mekanisme pengunci yang dilengkapi dengan pegas kecil untuk mengunci seatpost seperti dapat dilihat pada gambar 4.7 dibawah

(59)

Gambar 4.7 Pengunci seatpost untuk tempat duduk konsep 1 Sedangkan untuk tempat duduk konsep 2 dimana terdapat mekanisme naik-turun dengan menggunakan gas spring, pengunci seatpost sebelumnya diganti dengan pengunci seatpost dengan diameter yang lebih kecil dan tanpa mekanisme pegas. Pada bagian bawah seatpost juga terdapat lubang pengarah tabung gas spring yang sekaligus berfungsi sebagai pembatas ruang gerak tabung. Pengunci seatpost untuk tempat duduk konsep 2 dapat dilihat pada gambar 4.8

(60)

4.2.4 Cara Penggunaan Sepeda Pasca Stroke

Cara penggunaan sepeda pasca stroke ini berbeda dengan sepeda pada umumnya. Pasien yang diperbolehkan untuk mengendarai sepeda ini adalah pasien pascastroke yang sudah mampu untuk duduk dan berdiri secara mandiri. Sebelum mengendarai sepeda, ada baiknya pasien tersebut memeriksa dulu kondisi kesehatannya saat itu. Pemeriksaan yang dilakukan diantaranya pemeriksaan vital sign, kekuatan otot dan Postural Assessment Scale for Stroke (PASS). Apabila tidak ada kendala, pasien bisa langsung duduk diatas sepeda, mengatur ketinggian tempat duduk dan memasang sabuk pengaman yang ada dikursi. Pasien pasca stroke yang sedang melakukan rehabilitasi dengan sepeda ini lebih baik tetap diawasi oleh keluarga.

Gambar 4.9 Illustrasi pasien ketika mengendarai sepeda pasca stroke

(61)

4.3 Analisa

4.3.1 Analisa Kekuatan

4.3.1.1.1 Analisa Kekuatan Rangka

Analisa kekuatan rangka dilakukan saat kondisi Statis, yakni ketika pengendara menaiki sepeda dalam posisi diam. Pada analisa ini, beban terbagi ke 3 tempat yakni tempat duduk, pedal dan handle sepeda. Berdasarkan buku Human Body Dynamics: Classical Mechanics and Human Movement [Aydin Tozeren, 2000], berat anggota gerak atas dan bawah manusia adalah 10% dan 31,8% dari total berat tubuh.

Untuk pengendara dengan beban 100kg berarti memiliki berat tangan dan kaki masing-masing 10kg dan 31,8kg. Dengan mengasumsikan percepatan gravitasi adalah 10m/s2, maka

pembebanan yang diberikan pada masing-masing lokasi adalah 100N pada handle, 582N pada dua seatpost (masing-masing 291N) dan 318N pada pedal

Perhitungan analisa kekuatan dilakukan secara manual untuk memastikan bagian rangka mana yang menerima beban terbesar. Untuk mempermudah perhitungan secara manual, maka rangka disederhanakan menjadi struktur truss seperti dapat dilihat pada gambar 4.10 dibawah.

(62)

Besar Gaya: F1 = 291N (seatpost) F2 = 291N (seatpost) F3 = 318N (pedal) F4 = 100N (handle) Reaksi di tumpuan: ∑ Fy = 0 Fy1 + Fy2 – F1– F2– F3– F4 = 0 Fy1 + Fy2 – (291N) – (291N) – (318N) – (100N) = 0 Fy1 + Fy2 = 1100N ...(4.1) ∑MA = 0 1200(Fy2) – 221.08(F1) – 361.08(F2) – 696.55(F3) – 836.69(F4) = 0 1200(Fy2) – (64334.28) – (105074.28) – (221502.9) – (8366.9) = 0 1200(Fy2) – (399278.36) = 0 Fy2 = 399278.36 / 1200 Fy2 = 332.732 N ...(4.2)

Substitusi persamaan 4.2 ke persamaan 4.1 Fy1 + Fy2 = 1100N

Fy1 + (332.732N) = 1100N Fy1 = 1100N - (332.732N) Fy1 = 767.268N ...(4.3) Reaksi di titik B: ∑ Fy = 0 Fy2 = FBC cos 17 FBC = 332.732N / (0.956) FBC = 348.046N

F

y2

F

BC

(63)

Reaksi di titik C:

∑ Fy = 0

FCD cos 17 + FCE cos 49.37 = FCB cos 17

FCD (0.956) + FCE (0.651) = 332.732N ...(4.4) ∑ Fx = 0

FCD sin 17 + FCE sin 49.37 = FCB sin 17

FCD (0.292) + FCE (0.759) = 101.759N ...(4.5)

Substitusi persamaan 4.4 ke persamaan 4.5 Fy1 + Fy2 = 1100N

FCD = 347.888N FCE = 0.231N

Reaksi di titik E:

∑ Fy = 0

FEM sin 4.48 + FEG sin 49.37 = F3 + FCE cos 17

FEM (0.078) + FEG (0.759) = 318N + 0.175N ...(4.6) ∑ Fx = 0

FEM cos 4.48 - FEG cos 49.37 = FCE cos 49.37

FEM (0.997) - FEG (0.651) = 0.15N ...(4.7)

Substitusi persamaan 4.9 ke persamaan 4.10 Fy1 + Fy2 = 1100N

FEM = 256.651N FEG = 392.828N

F

CB

F

CD

F

CE

F3

F

CE

F

EG

F

EM

(64)

Reaksi di titik G: ∑ Fx = 0 FGH = FGE cos 49.37 FGH = 239.625N Reaksi di titik H: ∑ Fy = 0 FHI = F2 FHI = 291N ∑ Fx = 0 FHJ = FHG FHJ = 239.625N Reaksi di titik J: ∑ Fy = 0 FJK = F1 FJK = 291N

F

GE

F

GH

F2

F

HJ

F

HI

F

HG

F1

F

JK

F

JH

(65)

Reaksi di titik M:

∑ Fy = 0

FML sin 4.48 + FMI sin 49.37 = FME sin 4.48

FML (0.078) + FMI (0.759) = 20.047N ...(4.8) ∑ Fx = 0

FML cos 4.48 - FMI cos 49.37 = FME cos 4.48

FML (0.997) – FMI (0.651) = 255.867N ...(4.9)

Substitusi persamaan 4.8 ke persamaan 4.9 Fy1 + Fy2 = 1100N

FML = 256.661N FMI = 0.036N

Reaksi di titik I:

∑ Fy = 0

FIL sin 43.27 = FIH + FIM sin 49.37 FIL (0.685) = 291N + 0.027N

FIL = 424.857N ∑ Fx = 0

FIK - FIL cos 43.27 = FIM cos 49.37 FIK - FIL (0.728) = 0.023N FIK = 0.023N + 309.296N FIK = 309.319N

F

ML

F

MI

F

ME

F

IH

F

IM

F

IK

F

IL

(66)

Reaksi di titik K: ∑ Fy = 0 FKA sin 43.27 = FKJ FKA (0.685) = 291N FKA = 424.817N Reaksi di titik L: ∑ Fy = 0

FLA sin 4.48 = FLI sin 43.27+ FLM sin 4.48

FLA (0.078) = FLI (0.685) + FLM (0.078) FLA (0.078) = 291.027 + 20.019

FLA = 3987.769N

Untuk mempermudah dalam mencari batang dengan gaya terbesar, hasil dari perhitungan gaya diatas kemudian ditabelkan dalam tabel 4.3 dibawah ini

F

KJ

F

KA

F

KI

F

LA

F

LM

Gambar

Gambar 2.1 Sepeda Statis yang digunakan untuk rehabilitasi di  RSUD Dr. Soetomo
Gambar 2.2 Shoulder Wheel yang digunakan untuk rehabilitasi  di RSUD Dr. Soetomo
Gambar 2.3 Leg and Arm/Upper Body Trainer beserta  contoh penggunaannya [MOTOmed]
Gambar 2.5 a) Konsep 1, b) Konsep 2, c) Konsep 3, d) Konsep 4  Sepeda Pasca stroke [Anas, dkk., 2014]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Desain yang sudah ada akan dikembangkan sesuai dengan aspek-aspek yang sesuai dengan permintaan dari konsumen, yaitu dengan cara membuat sepeda motor dengan 2 roda di belakang

Salah satu cara untuk mengatasi kendala yang dialami oleh kaum difabel daksa adalah memodifikasi kendaraan roda dua (sepeda motor) menjadi kendaraan roda tiga

tubuh merupakan manifestasi pasien pasca stroke yang terdiri dari kemampuan. motorik, sensorik, fungsi otak lain, fungsi luhur,

kemampuan fungsi tubuh dan dukungan keluarga dengan depresi pada pasien.