• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK J BADU PURBA SIBORO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI SINGKAT BAPAK J BADU PURBA SIBORO"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN BIOGRAFI

SINGKAT BAPAK J BADU PURBA SIBORO

Bab ini merupakan penjelasan tentang gambaran umum wilayah

penelitian dan biografi singkat bapak Martuah Saragih sebagai seniman alat musik

tradisional Simalungun. Wilayah yang dimaksud disini adalah bukan hanya lokasi

penelitian, tetapi lebih terfokus kepada gambaran masyarakat Simalungun

khususnya yang ada di Pematangsiantar secara umum. Namun sebelum membahas

topik tersebut, akan diuraikan lebih dahulu Desa Lestari Indah Kecamatan Siantar

Kebupaten Simalungun.

2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang penulis teliti berada di Desa Lestari Indah yang

merupakan tempat tinggal sekaligus sebagai tempat pembuatan tulila instrument

bapak, J Badu Purba yang bertempat tinggal di Jalan Nangka I no.18 , Kecamatan

Siantar Kabupaten Simalungun. Menurut data yang didapat dari Kantor Lurah Desa

Lestari Indah, secara geografis Desa Lestari Indah adalah terletak antara 02,56

o

LU-80,03

o

BT. Dengan suhu maksimum rata-rata 30

o

C, dan suhu minimum rata-rata 21

o

C. Adapun luas wilayah Kecamatan siantar adalah 14.536 Ha. Kecamatan yang

terluas adalah Kecamatan Siantar Sitalasari dengan Luas Wilayah 23.476 km

2

1. Sebelah timur berbatasan dengan Kebun

Adapun batas-batas wilayah Desa Lestari Indah adalah sebagai berikut :

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Dolok Hataran

3. Sebelah barat berbatasan dengan Sitalasari

(2)

2.2 Keadaan penduduk

Pada awalnya penduduk asli Desa Lestari Indah didominasi oleh suku

Simalungun, namun setelah terjadi urbanisasi kependudukan, Desa Lestari Indah

menjadi bersifat heterogen, kerena terdiri dari berbagai ragam suku dan etnis, yaitu

Simalungun, Toba, Mandailing, Angkola, Jawa, Aceh, Pakpak, Minang kabau,

Melayu dan WNI (Warga Negara Indonesia) keturunan asing seperti China, India, dan

Pakistan. Pada tahun 2009 penduduk Desa Lestari Indah mencapai 243.768 jiwa

dengan kepadatan penduduk 3.146 jiwa per km

2

. Sedangkan laju pertumbuhan

penduduk Desa Lestari Indah pada tahun 2010 sebesar 0,53 persen. Penduduk

perempuan di Desa Lestari Indah lebih banyak dari penduduk laki-laki. Pada tahun

2009 penduduk Desa Lestari Indah yang berjenis kelamin perempuan berjumlah

117.516 jiwa dan penduduk laki-laki 127.381 jiwa.

Secara etimologi kata “Simalungun” dapat dibagi kedalam tiga suku kata

yaitu: Si berarti “Orang”, ma sebagai kata sambung berarti “yang” dan lungun

berarti “sunyi, kesepian”. Dengan demikian, Simalungun berarti “ia yang bersedih

hati, sunyi dan kesepian.

Secara umum masyarakat Simalungun yang tinggal di wilayah Simalungun

maupun di perantauan merupakan suatu pribadi yang pendiam dan tertutup. Menurut

Hendrik Kraemer ketika berkunjung ke Tanah Batak pada bulan Februari-April tahun

1930 melaporkan bahwa jika dibandingkan dengan orang Batak Toba, orang

Simalungun jelas lebih berwatak halus, lebih suka menyendiri di hutan dan secara

alamiah kurang bersemangat dibandingkan dengan orang Batak Toba. Hal yang

senada juga dikatakan oleh Walter Lempp tentang tabiat daripada masyarakat

Simalungun yaitu orang Simalungun lebih halus dan tingkah lakunya hormat sekali,

(3)

suku Simalungun satu-satunya yang pernah dijajah oleh suatu kerajaan di Jawa yang

berkedudukan di Tanah Jawa. Masyarakat Simalungun yang bertempat tinggal di

Pematangsiantar mengenal satu lembaga adat yang disebut Partuha Maujana

Simalungun. Lembaga adat ini telah ada mulai dari tingkat Serikat Tolong menolong

(STM), Desa, Kecamatan, Kabupaten dan Pusat.

Masyarakat yang tinggal di Kecamatan Siantar, Jalan nangka I ,

Pematangsiantar, pada umumnya bekerja sebagai Petani, Buruh, Wiraswasta, dan

Pegawai Negeri Sipil. Menurut wawancara penulis dengan bapak J Badu pekerjaan

beliau adalah pengurus museum siantar. Menjadi pemain musik merupakan pekerjaan

sampingan bagi beliau. Membuat tulila Simalungun dilakukan beliau apabila adanya

pesanan untuk membuat alat musik tersebut.

2.3

Sistem Bahasa

Asal usul kependudukan masyarakat Simalungun banyak dipengaruhi oleh

berbagai aspek dan juga berbagai pendapat atau teori yang berbeda-beda untuk

memberikan pembuktian terhadap kebenarannya. Sistem kemasyarakatan dalam

suatu daerah temtu didasari oleh bahasa sehari-hari yang digunakan oleh

masyarakat di dalamnya. Menurut informasi dari informan saya dengan terkaitnya

lokasi penelitian penulis bahwa keragaman seuku yang berada di daerah tersebut

menggunakan bahasa simalungun untuk komunikasi bahasa sehari-harinya.

Sejak berabad-abad yang lampau suku-suku bangsa yang tinggal di berbagai

kepulauan di Nusantara memiliki bahasa masing-masing yang dipergunakan dalam

pergaulan dan komunikasi antar sesama suku tersebut. Bahasa itu dinamakan sebagai

“bahasa daerah” yang disebutkan sesuai dengan suku bangsa yang memiliki bahasa

tersebut. Misalnya bahasa Batak Toba dipergunakan oleh Batak Toba. Demikian juga

dengan bahasa Simalungun. Disamping itu masyarakat Simalungun juga memiliki

(4)

aksara yang sudah sangat tua usianya. Menurut seorang peneliti bahasa Dr. P.

Voorhoeve, yang menjadi Pejabat Taalambtenaar di Simalungun tahun 1937,

mengatakan bahwa bahasa Simalungun merupakan bahasa rumpun austronesia yang

lebih dekat dengan bahasa sansekerta yang banyak sekali mempengaruhi

bahasa-bahasa di Nusantara.

Voorhoeve mengatakan kedekatan bahasa Simalungun dengan bahasa

Sansekerta ditunjukkan dengan huruf pentup suku kata mati yaitu, uy dalam kata apuy

dan babuy, huruf g dalam kata dolog, huruf b dalam kata arbab, huruf d dalam kata

bagod, huruf ah dalam kata babah dan sabah, juga ei dalam kata simbei dan ou dalam

kata sopou dan lapou. Salah satu ciri masyarakat simalungun adalah memiliki

tingkatan bahasa yang disebut dengan ratting ni hata. Adapun tingkatan tersebut

adalah:

1. Lapung ni hata, merupakan bahasa sehari hari yang dipakai oleh masyarakat biasa

atau bahasa yang dipakai sehari-hari.

2. Guru ni hata, merupakan bahasa yang dipakai untuk mengucapkan sesuatu dan

dianggap lebih halus. Guru ni hata merupakan bahasa tertinggi yang digunakan oleh

kalangan keturunan raja-raja. Dimana bahasa tersebut adalah bahasa yang sopan

hormat, dan berisi nasehat, yang sering disampaikan melalui perumpamaan. Misalnya

adalah Simakidop artinya mata, Jambulan artinya rambut. Simakulsop artinya mulut.

3. Sait ni hata, yaitu bahasa yang dipakai ketika seseorang marah atau menghina

seseorang, karena tersinggung atas sesuatu. Sait ni hata merupakan bahasa yang

kasar, karena berisi kata-kata yang pedas, berisikan sindiran sehingga dapat

menyakitkan hati orang lain. Misalnya panjamah (tangan) bahasa kasarnya tiput.

(5)

2.4 Sistem Kesenian

Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan,

dalam kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif

(Koentjaraniningrat, 1980:395-397). Kesenian pada masyarakat simalungun sangat

banyak dan beragam. Taralamsyah Saragih dalam Seminar Kebudayaan Simalungun

1964 mengatakan bahwa kesenian yang ada di Simalungun dapat dibagi atas Seni

Musik (Gual), Seni Suara (doding), Seni Tari (Tortor).

2.4.1 Seni Musik

Seni musik digunakan untuk upacara-upacara hiburan dan upacara-upacara

adat lainnya misalnya upacara dukacita (pusok ni uhur) dan sukacita (malas ni uhur).

Alat-alat musik pada masyarakat simalungun dapat dimainkan secara ensamel dan

dapat pula dimainkan secara tunggal. Alat musik yang dimainkan secara ensambel

adalah Gonrang Sidua-dua dan Gonrang Sipitu-pitu. Penggunaan instrumen sarunei

dalam ensambel Gonrang Sidua-dua dan Gonrang Sipitu-pitu sangat penting,

diantaranya:

1

. Manombah yaitu suatu upacara untuk mendekatkan diri kepada

sembahan

2. Maranggir yaitu upacara untuk membersihkan badan dari

perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan juga membersihkan diri dari gangguan

roh-roh jahat

3. Ondos Hosah yaitu upacara khusus yang dilakukan suatu desa atau

keluarga agar terhindar dari mara bahaya.

4. Rondang Bittang yaitu acara tahunan yang diadakan suatu desa karena

mendapatkan panen yang baik. Muda-mudi menggunakan kesempatan

tersebut untuk mencari jodoh.

(6)

Adapun alat-alat musik yang dimainkan secara tunggal diantaranya

Jatjaulul/Tengtung, Husapi, Hodong-hodong, Tulila, Ole-ole, Saligung, Sordam dsb.

Alat-alat musik tersebut dimainkanuntuk hiburan pribadi ketika lelah bekerja di

ladang, maupun setelah pulang dari pekerjaan.

2.4.2 Seni Suara (Doding)

Musik vokal Simalungun dikenal dengan istilah doding dan ilah. Doding

dipakai untuk nyanyian solo sedangkan ilah dipakai sebagai nyanyian kelompok.

(Sihotang 1993:31). Nyanyian dalam masyarakat Simalungun sangat banyak dan

memiliki fungsi masing-masing. Selain itu masyarakat Simalungun memiliki teknik

bernyanyi yang disebut inggou. Adapun nyanyian tersebut diantaranya adalah :

1. Taur-taur yaitu nyanyian yang dilagukan oleh sepasang muda-muda secara

bergantian untuk mengungkapkan perasaan stu sama lainnya.

2. Ilah yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok pemuda dan

pemudi sambil menepuk tangan sambil membentuk lingkaran.

3. Doding-doding yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok pemuda

dan dan pemudi atau orang tua untuk menyampaikan pujian atau sindiran.

Nyanyian inijuga dapat dilagukan untuk mengungkapkan kesedihan dan

kesepian.

4. Urdo-urdo atau Tihtah yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang

ibu kepada anaknya atau seorang anak perempuan kepada adiknya. Urdo-urdo

untuk menidurkan sementara Tihtah untuk bermain.

5. Tangis-tangis yaitu suatu nyanyian yang dinyanyikan seorang gadis karena

putus asa ataupun karena berpisah dengan keluarga karena akan menikah.

(7)

6. Manalunda/Mangmang adalah mantera yang dinyanyikan oleh seorang datu

untuk menyembuhkan suatu penyakit ataupun menobatkan seorang raja pada

waktu dulu.

2.4.3 Seni Tari (Tor-Tor)

Seni tari dalam masyarakat Simalungun banyak mengalami penurunan dari segi

pertunjukan dimana pada saat ini sudah jarang dijumpai tor-tor yang sering dilakukan

pada zaman dahulu. Tor-tor yang dapat bertahan sampai saat ini adalah Tor-tor

Sombah. Adapun tor-tor yang sering dipertunjukkan pada zaman dahulu antara lain:

1. Tor-Tor Huda-Huda atau Toping-Toping yaitu tarian yang dilakukan untuk

menghibur orang yang meninggal sayur matua yaitu orang yang telah berusia

lanjut. Tarian ini merupakan tarian yang meniru gerakan kuda dan sebagian

permainannya memakai topeng. Pada waktu dulu tarian ini digunakan untuk

menghibur keluarga raja yang bersedih karena anaknya meninggal. Tarian ini

bertujuan untuk menyambut berbagai kelompok adat( tondong,boru, dan sanina)

dan menghibur para tamu undangan, namun mereka juga bertugas mengumpulkan

oleh-oleh dari para tamu

undangan. Jaman dulu kegiatan tersebut biasa dilakukan

dalam pemakaman seorang raja.

2. Tor-tor Turahan yaitu Tor-tor yang dilakukan untuk menarik kayu untuk

membangun istana atau rumah besar. Seorang mandor bergerak melompati batang

kayu yang ditarik sambil mengibaskan daun-daun yang dipegan ke batang kayu

dan ke badan orang yang menarik untuk memberi semangat.

Pada masyarakat Simalungun juga terdapat kesenian lain yang pada saat sekarang

ini sudah sangat jarang dijumpai diantaranya adalah Seni Gorga yaitu seni ukir yang

(8)

terdapat pada dinding-dinding rumah, Seni Pahat, yaitu seni membuat patung-patung

dari batu ataupun dari kayu, Seni Tenun yaitu seni membuat kayu dengan

menggunakan benang-benang yang dibentuk dengan suatu keahlian, dan Seni

Arsitektur yaitu seni untuk membangun rumah dengan arsitektur tradisional.

Bentuk-bentuk kesenian tersebut telah banyak yang ditinggalkan oleh masyarakat

karena kurang sesuai dengan perkembangan zaman. Namun meskipun begitu masih

ada sebagian orang yang tetap mempertahankan pengetahuan tersebut seperti Seni

Tenun karena kain yang dihasilkan dari buatan tangan jauh lebih bagus daripada

buatan pabrik.

2.5 Sistem Kekerabatan

Menurut M.D. Purba dalam bukunya yang berjudul Adat Perkawinan

Simalungun(1985), ada dua cara yang umum yang dipakai untuk menarik garis

keturunan, yaitu :

1. Menarik garis keturunan hanya dari satu pihak, yaitu mungkin dari pihak

laki-laki dan mungkin pula dari pihak permpuan. Masyarakat demikian

dinamakan masyarakat unilateral. Jika masyarakat tersebut menarik garis

keturunan dari pihak laki-laki atau ayah saja, maka keturunan tersebut disebut

masyarakat patrilineal. Dan jika menarik dari garis keturunan perempuan (ibu)

maka disebut matrilineal.

2. Menarik garis keturunan dari kedua orang tua, yaitu ayah dan ibu,

masyarakat demikian disebut masyarakat bilateral atau masyarakat parental.

Dari kedua cara tersebut diatas,masyarakat Simalungun termasuk masyarakat

yang menarik garis

keturunan dari salah satu pihak saja, yaitu dari pihak laki-laki

atau ayah. Dengan demikian masyarakat Simalungun adalah masyarakat

(9)

unilateral-patrilineal, yang artinya bahwa setiap anak-anak yang lahir baik laki-laki maupun

perempuan dengan sendirinya akan mengikuti klan atau marga dari ayahnya

(1985:108).

Bukti bahwa garis keturunan diambil dari pihak laki-laki adalah dengan adanya

marga dalam masyarakat Simalungun. Setiap anak yang lahir dalam satu keluarga

di etnis Simalungun, secara otomatis akan memiliki marga yang sama dengan

marga si ayah.

Susunan masyarakat Simalungun didukung oleh berbagai marga yang

mempunyai hubungan tertentu, yang disebabkan oleh hubungan perkawinn.

Hubungan perkawinan antar marga-marga mengakibatkan adanya penggolongan

antar tiap-tiap marga. Marga yang satu akan mempunyai kedudukan tertentu

terhadap marga lain. Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai

Partuturan. Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya

hubungan kekeluargaan

(pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:

1. Tutur Manorus / Langsung

Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri. Misalnya: Botou

artinya saudara perempuan baik lebih tua atau lebih muda. Mangkela (baca:

Makkela) artinya suami dari saudara perempuan dari ayah. Sima-sima artinya

anak dari Nono/Nini,

2. Tutur Holmouan / Kelompok

Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat

Simalungun. Misalnya: Bapa Tongah artinya saudara lelaki ayah yang lahir

dipertengahan (bukan paling muda, bukan paling tua). Tondong Bolon artinya

pambuatan (orang tua atau saudara laki dari istri/suami). Panogolan artinya

kemenakan, anak laki/perempuan dari saudara perempuan

.

(10)

3. Tutur Natipak / Kehormatan

Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak

berbicara sebagai tanda hormat. Misalnya: Kaha digunakan pada istri dari saudara

laki-laki yang lebih tua. Bagi wanita, kaha digunakan untuk memanggil suami boru

dari kakak ibu. Ambia Panggilan seorang laki terhadap laki lain yang seumuran atau

bawahan.

Ikatan kekerabatan diklasifikasikan dalam suatu sistem yang dalam bahasa

Simalungun dikenal Tolu Sahundulan, yaitu :

1. Tondong (Pemberi istri)

2. Anak Boru/Boru (Penerima Istri)

3. Sanina/Sapanganonkon (Sanak saudara, individu semarga atau pembawa garis

keturunan)

Dalam masyarakat Simalungun seorang pria belum dianggap sebagai orang

dewasa dan belum dapat berperan serta dalam fungsi-fungsi adat bila yang

bersangkutan belum menikah atau sudah menikah tapi belum mempunyai

keturunan.

2.5.1 Marga-marga Simalungun

Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim

SISADAPUR, yaitu:

1. Sinaga

2. Saragih

3. Damanik

4. Purba

(11)

Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (Permusyawaratan

besar) antara empat raja besar berjanji untuk tidak saling menyerang dan tidak saling

bermusuhan, Marsiurupan bani hasunsuhan na legan, rup mangimbang

munsuh,keempat raja tersebut adalah:

1. Raja Nagur bermarga Damanik

Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun,

Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma,

agung/terhormat, paling cerdas). Raja ini berasal dari kaum bangsawan India Selatan

dari Kerajaan Nagore. Pada abad ke-12, keturunan raja Nagur ini mendapat serangan

dari Raja Rajendra Chola dari India, yang mengakibatkan terusirnya mereka dari

Pamatang Nagur di daerah Pulau Pandan hingga terbagi menjadi 3 bagian sesuai

dengan jumlah puteranya: Marah Silau yang menurunkan Raja Manik Hasian, Raja

Jumorlang, Raja Sipolha, Raja Siantar, tuan raja siantar dan tuan raja damanik Soro

Tilu (yang menurunkan marga rajaNagur di sekitar gunung Simbolon: Damanik

Nagur, Bayu, Hajangan, Rih, Malayu, Rappogos, Usang, Rih, Simaringga, Sarasan,

Sola) Timo Raya (yang menurunkan raja Bornou, Raja Ula dan keturunannya

Damanik Tomok). Selain itu datang marga keturunan Silau Raja, Ambarita Raja,

Gurning Raja, Malau Raja, Limbong, Manik Raja yang berasal dari Pulau Samosir

dan mengaku Damanik di Simalungun.

2. Raja Banua Sobou bermarga Saragih

Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih

berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau

pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.

(12)

• Saragih Garingging yang pernah merantau ke Ajinembah dan kembali ke

Raya. Saragih Garingging kemudian pecah menjadi dua, yaitu: Dasalak, menjadi

raja di Padang Badagei, Dajawak merantau ke Rakutbesi dan Tanah Karo dan

menjadi marga Ginting Jawak.

Saragih Sumbayak keturunan Tuan Raya Tongah, Pamajuhi, dan Bona ni

Gonrang.

Walaupun jelas terlihat bahwa hanya ada dua keturunan Raja Banua Sobou, pada

zaman Tuan Rondahaim terdapat beberapa marga yang mengaku dirinya sebagai

bagian dari Saragih (berafiliasi), yaitu: Turnip, Sidauruk, Simarmata, Sitanggang,

Munthe, Sijabat, Sidabalok, Sidabukke, Simanihuruk. Ada satu lagi marga yang

mengaku sebagai bagian dari Saragih yaitu Pardalan Tapian, marga ini berasal

dari daerah Samosir. Rumah Bolon Raja Purba di Pematang Purba, Simalungun.

3. Raja Banua Purba bermarga Purba

Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu Purwa yang berarti

timur, gelagat masa datang, pegat

ur, pemegang Undang-undang, tenungan

pengetahuan, cendekiawan atau sarjana. Keturunannya adalah: Tambak,

Sigumonrong, Tua, Sidasuha (Sidadolog, Sidagambir). Kemudian ada lagi Purba

Siborom Tanjung, Pakpak, Girsang, Tondang, Sihala, Raya. Pada abad ke-18 ada

beberapa marga Simamora dari Bakkara melalui Samosir untuk kemudian menetap di

Haranggaol dan mengaku dirinya Purba. Purba keturunan Simamora ini kemudian

menjadi Purba Manorsa dan tinggal di Tangga Batu dan Purbasaribu.

4. Raja Saniang Naga bermarga Sinaga

Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal

sebagai penebab Gempa dan Tanah Longsor. Keturunannya adalah marga Sinaga

di Kerajaan Tanah Jawa, Batangiou di Asahan. Saat kerajaan Majapahit

(13)

melakukan ekspansi di Sumatera pada abad ke-14, pasukan dari Jambi yang

dipimpin Panglima Bungkuk melarikan diri ke kerajaan Batangiou dan mengaku

bahwa dirinya adalah Sinaga.

Menurut Taralamsyah Saragih, nenek moyang mereka ini kemudian menjadi

raja Tanoh Djawa dengan marga Sinaga Dadihoyong setelah ia mengalahkan

Tuan Raya Si Tonggang marga Sinaga dari kerajaan Batangiou dalam suatu ritual

adu sumpah (Sibijaon). (Tideman, 1922).

2.6 Sistem Kepercayaan

Sepanjang yang dapat diketahui melalui catatan (analisis) Tiongkok sewaktu

Dinasty SWI (570-620) Kerajaan Nagur sebagai Simalungun Tua, telah banyak

disebut-sebut dalam hasil penelitian Sutan Martua Raja Siregar yang dimuat dalam

Buku Sejarah Batak oleh Batara Sangti Simanjuntak, dimana dinyatakan bahwa pada

abad ke V sudah ada Kerajaan “Nagur” sebagai satu “Simalungun Batak Friest

Kingdom” yang sudah mempunyai hubungan dagang dengan bangsa-bangsa lain

terutama dengan Tiongkok (China).

Menurut Hikayat “Parpandanan Na Bolag” (Pustaha Laklak lama Simalungun)

bahwa wilayah Kerajaan Parpandanan Na Bolag (Nagur) hampir meliputi seluruh

Perca (Sumatera) bagian Utara , yang terbentang luas dari pantai Barat berbatas

dengan Lautan Hindia, sampai ke Sebelah Timur dengan Selat Malaka, dari Sebelah

Utara berbatas dengan yang disebut Jayu (Aceh sekarang) sampai berbatas dengan

Toba di sebelah Selatan.

Agama yang dianut kerajaan Nagur adalah Animisme yang disebut dengan

supajuh begu-begu/sipele begu. Sebagai jabatan pendeta disebut Datu, mereka

(14)

percaya akan adanya sang pencipta alam yang bersemayam di langit tertinggi, dan

mengenal adanya tiga Dewa, yaitu :

1. Naibata na i babou/i nagori atas (di Benua Atas)

2. Naibata na i tongah/i nagori tongah (di Benua Tengah)

3. Naibata na i toruh/i nagori toruh (di Benua Bawah)

Pemanggilan arwah nenek moyang disebut “Pahutahon” yaitu melalui upacara

ritual, dimana dalam acara itu roh tersebut hadir melalui “Paninggiran” (kesurupan)

salah seorang keturunannya atau seseorang yang mempunyai kemampuan sebagai

perantara (paniaran).

Menurut penelitian G.L Tichelman dan P. Voorhoeve seperti dimuat dalam

bukunya “Steenplastiek Simaloengoen” terbitan Kohler & Co Medan tahun 1936

bahwa di Simalungun (kerajaan Nagur) terdapat 156 Panghulubalang (Berhala) yaitu

patung-patung batu yang ditempatkan pada tempat yang dikeramatkan (Sinumbah)

dan ditempat inilah dilakukan upacara pemujaan.

Pelaksanaan urusan kepercayaan diserahkan kepada “Datu” yang disebut juga

“Guru”. Pimpinan “datu-datu” ini ialah “GURU BOLON”. Setiap Datu/Guru

mempunyai “Tongkat Sihir” atau “Tungkot Tunggal Panaluan” (yang diperbuat dari

kayu tanggulan yang diukir dengan gana-gana bersambung-sambung untuk mengusir

penyakit). Acara kepercayaan itu dipegang penuh oleh Datu, baik di istana maupun di

tengah-tengah masyarakat umum. Raja-raja dan kaum bangsawan mereka sebut juga

“tuhan” bukan saja disegani tetapi ditakuti masyarakat, tetapi akhirnya sesudah

masuknya agama Islam dan Kristen sebutan tersebut berubah menjadi Tuan.

Masuknya Agama Islam ke Simalungun adalah pada abad ke-15 melalui

daerah Asahan dan Bedagai yang dibawa oleh orang-orang dari kerajaan Aceh.

(15)

Awalnya perkembangan Agama Islam berada di daerah sekitar Perdagangan dan

Bandar ( Sihotang 1993:23).

Kemudian sekitar tahun 1903, Gereja Batak Toba (HKBP) yang berada

dalam fase perkembangan kemudian berkembang hingga menjangkau masyarakat

di luar lingkungan mereka sendiri. Pada suatu konferensi yang dilakukan pada

tahun tersebut diambil suatu keputusan untuk memulai karya misi pada

masyarakat Simalungun. Kelompok Kristen Simalungun yang masuk dari upaya

ini pada awalnya hanya sekadar bagian dari Gereja Batak Toba (dinamakan

HKBP-S). Namun pada tahun 1964 terjadi pemisahan dan lahirlah organisasi baru

yang menamakan diri sebagai Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS).

Salah satu bagian integral dari proses Kristenisasi adalah berupa pendirian

gereja-gereja dan sekolah-sekolah. Di sana anak-anak dan orang-orang dewasa dapat

belajar membaca dan menulis dalam bahasa mereka sendiri dan kemudian dalam

bahasa Indonesia.

2.7 Biografi Singkat Bapak J Badu Purba Siboro

Pada Sub Bab ini, penulis akan membahas tentang riwayat hidup bapak J

Badu Purba, terutama yang berkaitan dengan peranan beliau sebagai pemusik dan

pembuat alat musik tradisioanal Simalungun di kota Pematangsiantar. Biografi yang

akan dibahas disini hanya berupa biogarfi ringkas, artinya hanya memuat hal-hal

umum mengenai kehidupan bapak Martuah Saragih dimulai dari masa kecil hingga

masa kehidupannya sekarang ini, temasuk pula pengalaman beliau sebagai pemusik

tradisional Simalungun, sebagai pembuat instrumen musik tradisional Simalungun,

dan pengalaman berkesenian lainnya. Biografi yang di bahas di sini sebagain besar

adalah hasil wawancara dengan bapak J Badu Purba Soboro, dan juga wawancara

(16)

dengan saudara-saudara beliau, sahabat-sahabat beliau dan keluarga beliau, dan juga

beberapa musisi tradisional dan seniman musik. Hal ini dianggap perlu untuk

melengkapi dan menguji keabsahan biografi beliau.

Bapak J Badu lahir di Siantar, pada tanggal 18-Februari-1942 yang berumur

72 tahun dan penganut agama nasrani. Bapak J Badu lahir dari pasangan Bapak (alm)

Ismail Purba dan Ibu (alm) R.Damanik yang merupakan anak ke satu dari empat

bersaudara. Keterampilan bapak J badu dalam memainkan tulila diturunkan oleh

ayahanda beliau yang merupakan seorang pemain sarunei. Tetapi untuk mempelajari

tulila bapak J badu belajar dengan kawan-kawan dan tidak boleh belajar dengan

orangtuanya, untuk belajar dengan kawan-kawan cara bapak J badu adalah melihat,

mendengar, dan menghafal. Menurut hasil wawancara yang penulis dapatkan

Mengapa anak tidak boleh belajar dengan orang tua, menurut ceritanya bahwa orang

tua yang memberikan langsung pengetahuan terhadap anak, maka umurnya akan

pendek. Untuk permainan tulila bapak j badu melakukannya secara otodidak, dan

berumur tujuh tahun. Dan bermain secara professional sejak berumur 15 tahun.

Secara lambat lambat laun beliau mulai bisa memainkan tulila dua atau riga repertoar

lagu.

Pada saat ini bapak J badu telah menikah, yang diadakan pernikahan bapak J

badu pada tanggal 20-Juli-2002, dan memiliki istri yang bernama Saptaria Sri Rejeki

Purnami dan bapak J tidak memiki anak. Pendidikan terakhir bapak J badu adalah

SGA (Sekolah Guru A).

Dulunya bapak J badu mempunyai group yaitu dotorsi dan harungguan.

Bapak J badu Masuk ke group dotorsi pada tahun 1961 dan Harungguan pada tahun

1971. Didalam group inilah bapak J badu memperdalam mempelajari tulila, sehingga

(17)

bapak J badu dipercaya didalm group partulila utama di dalam group sampai

sekarang. Awal mulanya bapak J badu memainkan alat musik adalah gondang dua.

Dalam proses pembuatan satu buah tulila, apabila tulila ini harus disiapkan

maka membutuhkan waktu satu hari, apabila dilakukan dengan cara normal

membutuhkan waktu kurang lebih satu minggu. Menurut pengakuan beberapa

Partulila Simalungun yang penulis jumpai, tulila buatan bapak J badu ini telah banyak

digunakan. Baik oleh partulila yang baru belajar maupun partulila yang sudah

profesional. Mereka beranggapan bahwa selain bapak J badu mahir memainkan

tulilanya, kualitas dari tulila buatannya juga dinilai baik. Menurut beliau yang bnayak

memesan tulila beliau adalah orang-orang mempelajari tulila Simalungun.

Banyak even-even / acara-acara di kota Pematang Siantar maupun di beberapa

Negara yang telah dijalani oleh bapak j badu dalam kariernya sebagai pemusik,

diantaranya PRSU(

Pekan Raya Sumatera Utara ) Medan, dan Senayan Jakarta,

untuk di luar negeri bapak j badu memainkan gonrang sidua-dua. Beliau adalah

partulila yang telah dikenal oleh masyarakat dikota pematang siantar khususnya

masyarakat simalungun.

Beliau juga telah banyak mendapatkan berbagai penghargaan dari pemerintah

khususnya untuk simalungun, diantaranya adalah piagam penghargaan dari Program

Revitalisasi musik Tradisi Sumatera Utara pada tahun 2007-2008 sebagai instruktur,

dengan kerjasama Universitas Sumatera Utara dan The Ford Foundation Jakarta dan

Pemberian Penghargaan Kepada Seniman Berprestasi di Sumut dan kerjasama Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara.

Walaupun demikian, menjadi peniup dan pembuat tulila bukanlah pekerjaan

tetap beliau. Pekerjaan tetap beliau adalah PNS (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan

Kabupaten Simalungun) dan sekarang bapak J badu adalah salah satu pengurus

Museum Siantar.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh dari penggunaan obat antidiabetes dan obat antihipertensi pada penderita hipertensi Diabetes Melitus tipe 2 dengan pada rawat inap di bangsal

Penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan guna menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan masalah yaitu: proses pelaksanaan lelang barang jaminan hak

Enkapsulan seharusnya memiliki sifat-sifat seperti: viskositasnya rendah, mampu menyebar atau mengemulsikan materi inti dan menstabilkan emulsi, tidak reaktif dengan materi

Untuk sementara, asumsi konservatif yang akan digunakan sehingga angka hipotesis total hutang peradaban umat Islam karena kurang bayar zakat selama 1200 tahun di

Selain itu, BBN digunakan untuk menyempurnakan konten kurikulum yang terkait dengan mata kuliah Pengembangan Pribadi Konselor (S1), yakni agar mata kuliah tersebut

Kelengkapan yang trarus dibawa pada saat pembuktian kualifikasi adalah o'Eiffk&s Asli" seluruh. file Dokumen Penawaran yang telah dimasukan/diunggah melalui

Berdasarkan tahapan dan jadwal lelang yang telah ditetapkan serta memperhatikan hasil evaluasi kualifikasi terhadap peserta yang lulus evaluasi dokumen penawaran,

1. Untuk melihat Good Corporate Governance dalam hal dewan komisaris independen akan berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Untuk melihat Good Corporate