• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S.I) Dalam Ilmu Syari'ah.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S.I) Dalam Ilmu Syari'ah."

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Program Strata Satu (S.I)

Dalam Ilmu Syari'ah

Oleh : Eka Tyas Listiana

062311009

JURUSAN MUAMALAH

FAKULTAS SYARI'AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO

SEMARANG

(2)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Lamp. : 4 (empat) eks Hal : Naskah skripsi

A.n. Eka Tyas Listiana

Kepada Yth.

Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka bersama ini saya kirimkan naskah saudara:

Nama : Eka Tyas Listiana NIM : 062311009

Jurusan : Hukum Ekonomi Islam (Muamalah)

Judul : TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA SEPIHAK (Studi Kasus Dalam Jual Beli Daging Sapi Antara Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kec. Ampel Kab. Boyolali)

Dengan ini saya mohon kiranya skripsi tersebut dapat segera dimunaqasahkan.

Demikian harap maklum adanya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Semarang, 22 November 2011

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Ghufron Ajib, M.Ag Dra. H. Noor Rosyidah, M.Si NIP.19660325 199203 1001 NIP.19650909 199403 2002

(3)

iii

PENGESAHAN Nama : Eka Tyas Listiana

NIM : 062311009

Fakultas/Jurusan : Syari‟ah/Muamalah

Judul Skripsi : Tinjauan Hukum Islam Terhadap Perubahan Harga Sepihak (Studi Kasus Dalam Jual Beli Daging Sapi Antara Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali)

Telah dimunaqasahkan oleh Dewan Penguji Fakultas syariah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, pada tanggal:

27 Desember 2011

Dan dapat diterima sebagai kelengkapan ujian akhir dalam rangka menyelesaikan studi program sarjana strata I (S.I) tahun akademik 2011 guna memperoleh gelar sarjana dalam ilmu syari‟ah.

Semarang, 27 Desember 2011 Ketua Sidang, Sekretaris Sidang,

Dra. H. Noor Rosyidah, M.Si Drs. Ghufron Ajib, M.Ag NIP. 19650909 199403 2 002 NIP. 19660325 199203 1 001

Penguji I Penguji II

Moh. Arifin, S.Ag., M.Hum Nur Fatoni, M.Ag

NIP. 19711012 199703 1 002 NIP. 19730811 200003 1 004

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Ghufron Ajib, M.Ag Dra. H. Noor Rosyidah, MSi NIP. 19711012 199703 1 002 NIP. 19650909 199403 2 002

(4)

iv

















































Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka

sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS An-Nisa‟: 29)

(5)

v

Kupersembahkan skripsi ini teruntuk Orang-orang yang ku cintai & ku sayangi yang selalu hadir mengiringi hari-hariku dalam menghadapi perjuangan disaat sedih dan

bahagia.

Kupersembahkan bagi mereka yang tetap setia mendukung & mendoakanku Di setiap ruang & waktu dalam kehidupanku khususnya buat:

1. Bapak dan ibuku tersayang (Bapak Ansori & Ibu Sutinah)

Yang selalu mendoakan, mendukung baik moral maupun material dan selalu mencurahkan kasih sayang, perhatian dan memberikan motivasi kepada ananda dalam segala hal. Semoga Allah Swt selalu melindungi mereka berdua.

2. Adik-adikku tersayang (Muhammad Arif Pribadi & Happy Nur Amalia)

Yang selalu mendukung dan mendoakanku. Kalian menjadi sumber inspirasi dan penyemangat dalam perjuangan hidupku. Semoga Allah Swt senantiasa memberinya kekuatan dan semoga dapat menjadi anak yang lebih bisa dibanggakan kedua orang tua. amin

3. Mas Jhonie

Yang selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan skripsi, mendoakan, mendukung baik moral maupun material, dan selalu memberikan motivasi dalam segala hal. Semoga Allah Swt selalu memberikan yang terbaik bagimu. amin 4. Sahabat-sahabat MUA‟06 & MUB‟06 (Baiti, Sani, elly, Helin, Yeni, Uus, Eni,

Hani, Miftah, Nazil, NH, fitri) & Sahabat-sahabat seperjuangan angkatan 2006 yang tak dapatku sebutkan satu persatu.

Terimakasih atas doa dan dukungan kalian semua, kalian selalu memberi motivasi dan selalu mewarnai hari-hariku dengan penuh tangis dan tawa.

(6)

vi

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi matari yang telah pernah ditulis orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pemikiran-pemikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

(7)

vii

atas dasar saling merelakan. Dalam jual beli terdapat rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli tersebut dapat dikatakan sah oleh syara‟. Salah satu syarat sah jual beli yaitu barang yang diperjual belikan diketahui jenis dan kualitasnya, tidak mengandung unsur tipuan maupun paksaan. Namun demikian, dalam prakteknya syarat dan rukun jual beli tersebut terkadang tidak terpenuhi. Seperti dalam pelaksanaan jual beli daging sapi yang terjadi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Dalam jual beli tersebut seringkali pihak pedagang pengecer melakukan perubahan harga secara sepihak pada supplier. Oleh karena itu, menarik untuk dikaji: 1) Bagaimana proses terjadinya perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk, apa saja faktor yang melatar belakanginya? 2) Bagaimana perubahan harga yang dilakukan sepihak oleh pembeli, jika ditinjau menurut hukum Islam?

Jenis penelitian ini dilihat dari objeknya termasuk penelitian lapangan atau field research yang dilakukan di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Untuk mendapatkan data yang valid, penulis menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Setelah data terkumpul maka penulis menganalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan harga sepihak yang dilakukan oleh pedagang pengecer dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali sering kali dialami oleh supplier. Jika daging yang didapat dirasa kurang baik bagi pedagang pengecer, maka mereka tidak akan segan melakukan potongan harga, dan potongan harga tersebut dilakukan tanpa ada kesepakatan ulang dengan pihak supplier. Perubahan harga tersebut dilakukan karena berbagai sebab, diantaranya: warna daging yang agak keputihan, banyaknya gajih/otot yang menempel pada daging, dan timbangan mati. Dalam hal ini sebenarnya tidak sepenuhnya kesalahan supplier, dari berbagai sebab diatas itu supplier tentunya tidak akan mengetahuinya dari awal, karena kondisi daging sapi baru akan diketahui setelah pemotongan. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, kebanyakan supplier memilih untuk pasrah, karena penjualan akhir itu berada pada pedagang pengecer dan supplier memilih tidak menggunakan potongan harga jika daging yang dikirim kurang bagus, mereka lebih memilih menunggu pedagang pengecer melakukan potongan harga, karena jika potongan harga mereka terapkan, maka harga akan menjadi lebih turun lagi. Dilihat dari hukum Islam perubahan harga oleh pedagang pengecer yang disebabkan karena adanya cacat pada barang yang diperjualbelikan itu boleh dilakukan, akan tetapi perubahan harga itu harus mendapatkan kerelaan pihak lainnya. Karena jual beli yang terdapat unsur paksaan itu temasuk jual beli yang fasid, sebab paksaan meniadakan kerelaan yang merupakan unsur penting bagi keabsahan jual beli.

(8)

viii Bismillahirrahmanirrahim.

Dengan segala puji syukur alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah Swt atas taufik, hidayah dan inayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA SEPIHAK (Study Kasus Dalam Jual Beli Daging Sapi Antara Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali)”.

Skripsi ini diajukan untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) dalam ilmu mua‟malah (Hukum Ekonomi Islam) di Fakultas Syari‟ah, Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah berusaha dengan segala daya dan upaya guna menyelesaikannya. Namun tanpa bantuan dari berbagai pihak , penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat terwujud. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka yang banyak memberikan sumbangan pada penulis dalam rangka penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis menyampaikan terimakasih kepada:

1. Dr. Imam Yahya, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang

2. Drs. Ghufron Ajib, M.Ag dan Dra. H. Noor Rosyidah, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu serta tenaganya yang sangat berharga semata-mata demi mengarahkan dan membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Kajur, Sekjur, dosen-dosen dan karyawan Fakultas Syari‟ah IAIN Walisongo Semarang, atas segala didikan, bantuan dan kerjasamanya.

4. Kedua orang tua penulis, adik beserta segenap keluarga, atas segala doa, dukungan, perhatian, arahan dan kasih sayangnya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi.

5. Keluarga besar yang ada di Dukuh Banyusodo Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, terkhusus bagi keluarga bapak sarji dan mbo‟ isih, (Alm) mas joko,

(9)

ix masyarakat Tanduk

7. Masyarakat Surodadi ( keluarga besar pak lurah, pak manten, pak carik, remaja Desa Surodadi, dll), banyak hal yang penulis dapatkan selama KKN disana. Tim KKN Posko 35 Surodadi (elly, aini, linda, mb‟ khanif, mas ihya‟,sukron, budi dan pak kordes (ulil), walau kita dipertemukan sesaat tapi persaudaraan kita semoga akan terbina selamanya. Amien

8. Sahabat-sahabatku semua yang selalu memberi do‟a, dukungan, dan semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. “Semoga Allah membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan yang lebih dari mereka berikan padaku” amin.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tanpa bantuan moral dari semua pihak diatas, mustahil skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Dengan memohon kepada Allah Swt semoga amal sholeh mereka mendapat balasan yang lebih baik.

Pada akhirnya, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian dan khususnya bagi penulis.

Semarang, Desember 2011 Penulis

Eka Tyas Listiana NIM. 062311009

(10)

x

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN DEKLARASI ... vi

HALAMAN ABSTRAK ... vii

HALAMAN KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN DAFTAR ISI... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9 C. Tujuan Penelitian ... 9 D. Manfaat Penelitian ... 9 E. Telaah Pustaka ... 10 F. Metode Penelitian ... 13 G. Sistematika Penelitian ... 16

BAB II KONSEP UMUM TENTANG OBYEK JUAL BELI DAN KHIYAR A. Ketentuan tentang Obyek Jual Beli ... 18

1. Pengertian Obyek Jual Beli ... 18

2. Perbedaan Harga (Tsaman) dan Barang (Mabi‟) ... 18

3. Syarat Objek Jual Beli ... 19

(11)

xi

3. Khiyar Ru‟yah ... 26

4. Khiyar Tadlis ... 27

5. Khiyar Ghaban ... 28

6. Khiyar Syarat ... 29

C. Pendapat Ulama tentang Perubahan Perjanjian Secara Sepihak dalam Jual Beli ... 30

BAB III KASUS PERUBAHAN HARGA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI DESA TANDUK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI A. Profil Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ... 33

1. Kondisi Geografis ... 33

2. Kondisi Sosial ... 34

3. Kondisi Ekonomi ... 36

B. Kasus Perubahan Harga Sepihak Dalam Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ... 38

1. Pelaksanaan Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali... 38

2. Kasus Perubahan Harga Sepihak dalam Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ... 41

C. Pendapat Ulama dan Tokoh Masyarakat di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali ... 47

BAB IV ANALISIS

A. Analisis Terhadap Kasus Perubahan Harga Sepihak Dalam Jual Beli Daging Sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali 49

(12)

xii BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 62 B. Saran-Saran ... 63 C. Penutup ... 63 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(13)

1 A. Latar Belakang Masalah

Hubungan sesama manusia merupakan manifestasi dari hubungan dengan pencipta. Jika baik hubungan dengan manusia lain, maka baik pula hubungan dengan penciptanya. Karena itu hukum Islam sangat menekankan kemanusiaan.1 Hukum Islam (Syari‟ah) mempunyai kemampuan untuk berevolusi dan berkembang dalam menghadapi soal-soal dunia Islam masakini. Semangat dan prinsip umum hukum Islam berlaku di masa lampau, masakini, dan akan tetap berlaku di masyarakat.2

Setiap manusia memerlukan harta untuk mencukupi segala kebutuhan hidupnya. Karenanya, manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satunya dengan bekerja, sedangkan salah satu dari ragam bekerja adalah berbisnis. Dengan landasan iman, bekerja untuk mencukupi kebutuhan hidup dalam pandangan Islam dinilai sebagai ibadah yang di samping memberikan perolehan material, juga insya Allah akan mendatangkan pahala. Banyak sekali tuntunan dalam Al-Qur‟an yang mendorong seorang muslim untuk bekerja.3 Rasulullah SAW bersabda :

1

Faturrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta: 1997, hal. 71 2 Muhammad Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, PT Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta: 1995, hal. 27

3 Yusanto, M.I. dan M. K. Widjayakusuma, Menggagas Bisnis Islami, Cet. I, Gema Insani Press, Jakarta: 2002, hal. 9

(14)

”Dari Rifa‟ah bin Rafi, bahwasannya Rasulullah SAW ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling baik. Rasulullah ketika itu menjawab: usaha tangan manusia dan setiap jual beli yang diberkati”.4

Allah SWT menciptakan manusia dengan karakter saling membutuhkan antara sebagian mereka dengan sebagian yang lain. Tidak semua orang memiliki apa yang dibutuhkannya, akan tetapi sebagian orang memiliki sesuatu yang orang lain tidak memiliki namun membutuhkannya. Sebaliknya, sebagian orang membutuhkan sesuatu yang orang lain telah memilikinya. Karena itu Allah SWT mengilhamkan mereka untuk saling tukar menukar barang dan berbagai hal yang berguna, dengan cara jual beli dan semua jenis interaksi, sehingga kehidupanpun menjadi tegak dan rodanya dapat berputar dengan limpahan kebajikan dan produktivitasnya.5 Oleh sebab itu Islam membolehkan pengembangan harta dengan berbisnis, yang salah satunya melalui jalur perdagangan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an surat An-Nisa : 29.

                         

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” 6

4

Ibnu Hajar „Al-Asqalani, Tarjamah Bulughul-Maram, CV Diponegoro, Bandung: 1988, hal.384

5 Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram Dalam Islam, Era Intermedia, Surakarta: 2007, hal.354 6 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, Toha Putra, Semarang: 1989, hal. 122

(15)

Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai’, al-Tijarah dan al-Mubadalah, sebagaimana Allah SWT, berfirman dalam Al-Qur‟an surat Faathir : 29.



































“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan seagian dari rizki yang kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan. Mereka itu mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan merugi”7

Menurut istilah yang dimaksud dengan jual beli salah satunya adalah: menukar barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.8

Jual beli mempunyai 5 unsur, yaitu:9

1. Penjual: pemilik harta yang menjual hartanya atau orang yang diberi kuasa untuk menjual harta orang lain. Penjual harus cakap melakukan penjualan (mukallaf).

2. Pembeli: orang yang cakap yang dapat membelanjakan hartanya (uangnya). 3. Barang jualan: sesuatu yang dibolehkan oleh syara‟ untuk dijual dan

diketahui sifatnya oleh pembeli.

4. Transaksi jual beli yang berbentuk serah terima: transaksi dimaksud, dapat berbentuk tertulis, ucapan atau kode yang menunjukkan terjadinya jual beli.

7 Ibid, hal. 700

8 Hendi Suhendi, Fiqh Mu’amalah, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2008, hal. 67 9

(16)

Sebagai contoh: penjual mengatakan baju ini harganya Rp 50.000,00 atau baju itu diberikan perangko oleh penjual dengan harga tersebut. Kemudian pembeli menyerahkan uang sebagai harga baju. Hal itulah yang di sebut serah terima (ijab qobul).

5. Persetujuan kedua belah pihak: pihak penjual dan pihak pembeli setuju untuk melakukan transaksi jual beli.

Jual beli sesuatu yang terdapat unsur penipuan adalah dilarang oleh hukum perdata Islam. Dengan demikian, penjual tidak boleh menjual ikan yang masih ada di dalam air, daging yang masih ada di dalam perut domba, janin binatang yang masih ada di dalam perut, air susu yang masih ada di dalam susu binatang, buah-buahan yang masih kecil (belum matang), barang yang tidak dapat dilihat atau diterima atau diraba ketika sebenarnya barang dagang tersebut ada, dan bila barang dagang itu tidak ada maka tidak boleh memperjual belikannya tanpa mengetahui sifat ataupun jenis dan keberadaannya (kualitasnya).10 Setiap transaksi jual beli yang memberi peluang terjadinya persengketaan, karena barang yang dijual tidak transparan, atau ada unsur penipuan yang dapat membangkitkan permusuhan antara dua pihak yang bertransaksi, atau salah satu pihak menipu pihak lain, dilarang oleh Nabi SAW. Sebagai antisipasi terhadap munculnya kerusakan yang lebih besar (saddudz

dzari’ah).11

Berdasarkan prinsip-prinsip diatas dapat dipahami bahwa modernisasi, dalam arti meliputi segala macam bentuk mu’amalat, diizinkan oleh syari‟at

10 Ibid, hal. 148 11

(17)

Islam, selama tidak bertentangan dengan prinsip dan jiwa syari‟at Islam itu sendiri. Menyadari bahwa kehidupan dan kebutuhan manusia selalu berkembang dan berubah, syari‟at Islam dalam bidang mu‟amalat pada umumnya hanya mengatur dan menetapkan dasar-dasar hukum secara umum. Sedangkan perinciannya diserahkan pada umat Islam, dimanapun mereka berada. Tentu perincian itu tidak menyimpang, apalagi bertentangan dengan prinsip dan jiwa syari‟at.

Jual beli merupakan hal yang tidak asing lagi bagi kehidupan masyarakat karena itu sudah merupakan salah satu dinamika perekonomian yang selalu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, seperti yang dilakukan oleh masyarakat Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, yang sebagian masyarakatnya mencari nafkah sebagai pedagang daging sapi. Dalam pelaksanaan jual beli itu terdapat dua pihak, yakni: supplier dan pedagang pengecer (penjual yang menjual di pasar).

Masyarakat Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali mayoritas beragama Islam. Akan tetapi, dalam melakukan transaksi jual beli daging sapi itu sering kali terjadi praktek perubahan kesepakatan secara sepihak, yang pada akhirnya merugikan salah satu pihak yang bertransaksi.

Jual beli daging sapi dilakukan dengan sistem pesanan (baik itu lewat telefon ataupun sms), yang dimana barang (daging sapi) itu ada wujudnya akan tetapi tidak bisa dihadirkan pada saat akad12 itu berlangsung. Hal itu dikarenakan penyembelehan sapi dilakukan pada waktu tengah malam sehingga bisa di

12

(18)

dapatkan daging yang masih segar dan baru. Dengan kata lain, terjadinya jual beli daging itu dilakukan oleh pihak pedagang pengecer yang memesan daging sapi pada supplier pada malam hari, dengan menyebutkan jenis dan banyaknya daging yang dibutuhkan, yang kemudian dilanjutkan oleh pihak supplier yang menyebutkan harga per Kg dari daging sapi tersebut. Sedangkan pembayarannya diberikan pada supplier, sehari setelah daging itu laku / terjual. Tidak terdapat ketentuan lebih jika daging yang dikirmkan itu terdapat cacat, akan tetapi jika terjadi hal demikian, maka pedagang pengecer tidak akan segan melakukan perubahan harga dari jumlah uang yang harus disetorkan.

Ternyata terdapat kesenjangan dalam transaksi jual beli daging sapi tersebut, yakni : pada saat pembayaran, sering kali pihak pengecer tidak melakukan pembayaran secara penuh kepada pihak supplier, dikarenakan mereka menganggap daging yang mereka terima tidak sempurna menurut perspektif mereka sendiri. Peristiwa ini sebenarnya sangat mengecewakan pihak supplier, karena hal tersebut dilakukan tanpa ada kesepakatan ulang dengan pihak supplier. Dan di sini pihak supplier sendiri juga sudah mengeluarkan modal untuk biaya produksi, yang di antaranya digunakan untuk membayar buruh jagal sapi (orang yang bertanggung jawab menyembelih sapi), buruh titik balung sapi (orang yang bertanggung jawab memisahkan daging dari tulang sapi) dan sebagainya. Pada kenyataannya, jika daging dirasa kurang baik oleh pihak supplier, pastinya pihak supplier akan memberikan harga kurang atau potongan harga pada pihak pengecer sendiri.

(19)

Menurut ulama‟ Hanafiyah, hukum jual beli orang terpaksa seperti jual beli fudhul (jual beli tanpa seijin pemiliknya) yakni ditangguhkan (mauquf). Oleh karena itu, keabsahannya ditangguhkan sampai rela (hilang rasa terpaksa). Menurut ulama‟ Malikiyah tidak lazim, baginya ada khiyar.13

Adapun menurut fuqaha Syafi‟iyah dan Hanabilah, jual beli tersebut tidak sah sebab tidak ada keridhaan ketika akad.14

Mengenai penetapan harga,15 Islam memberikan kebebasan kepada pasar. Ia menyerahkannya kepada hukum pasar untuk memainkan peranannya secara wajar, sesuai dengan penawaran dan permintaan yang ada. Rasulullah SAW, bersabda :

“Dari Anas r.a., ia berkata, pernah terjadi harga naik di masa Rasulullah saw., kemudian orang-orang berkata, ya Rasulullah, alangkah baiknya kalau sekiranya engkau menetapkan harga? Ia menjawab: Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang mencabut, yang membentangkan, dan yang memberi rezeki. Saya sungguh berharap dapat bertemu Allah dalam keadaan tidak seorangpun dari kalian yang menuntut kepadaku karena kezhaliman dalam masalah darah dan harta”.16

13 Abdul Karim Zaidan, Pengantar Study Syari’at, Cet. I, Robbani Press, Jakarta: 2008, hal.473. yang dimaksud Khiyar berarti pihak yang berakad memiliki hak untuk melangsungkan atau membatalkan akad.

14 Rahmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah, CV Pustaka Setia, Bandung: 2001, hal. 94

15 Penetapan harga (tas’ir) artinya menetapkan harga barang-barang yang hendak dijualbelikan tanpa menzalimi pemilik, tanpa memberatkan pembeli. Lihat Sayyid Sabiq, Tarjamah

Fikih Sunnah 5, Cakrawala Publishing, Jakarta: 2009, hlm.204

16 Yusuf Qardhawi, Op.Cit., hal. 357-359. Baca juga dalam A. Qadri Hassan, dkk,

Terjemahan Nailul Authar (Himpunan Hadits-Hadits Hukum), PT Bina Ilmu, Surabaya: 1983, hal.

(20)

Karena itu, bila penetapan harga mengandung unsur kezhaliman dan pemaksaan kepada masyarakat, sehingga mereka terpaksa membeli dengan harga yang tidak mereka sukai atau menghalangi mereka dari hal-hal yang diperbolehkan oleh Allah maka penetapan harga seperti itu hukumnya haram. Akan tetapi, bila ia mengandung unsur keadilan diantara sesama manusia, seperti memaksa mereka yang melakukan transaksi jual beli dengan harga yang wajar, melarang mereka dari hal-hal yang diharamkan: semisal mengambil lebih dari alat tukar yang wajar, maka penetapan harga seperti itu diperbolehkan, bahkan menjadi wajib hukumnya.

Jumhur fuqaha mensyaratkan agar orang yang melakukan akad memiliki kebebasan kehendak dalam menjual belikan barangnya. Apabila dia dipaksa agar menjual hartanya tanpa alasan yang hak maka jual beli tersebut tidak sah. Adapun jika seseorang dipaksa untuk menjual hartanya dengan alasan yang hak maka jual beli ini sah. Misalnya, seseorang yang dipaksa agar menjual rumahnya untuk perluasan jalan, masjid, atau kuburan, atau dipaksa agar menjual barangnya untuk membayar utangnya atau untuk menafkahi istrinya atau kedua orang tuanya. Dalam kondisi ini dan sejenisnya, jual beli sah demi menempatkan ridha dari syariat diatas ridhanya.17

Jual beli itu dihalalkan dan dibenarkan agama, asal memenuhi syarat- syarat yang diperlukan. Memang dengan tegas Al-Qur‟an menerangkan bahwa “jual beli itu halal, sedangkan riba itu haram” { اوَبِرّلا َمَرَّحَو َعْيَبْلْاُ هلَلا َلَّحَأَو}. Islam menghalalkan jual beli karena itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Namun

17 Sayyid Sabiq, Tarjamah Fiqih Sunnah 4, PT Pena Pundi Aksara, Jakarta Pusat: 2009, hal. 57-58

(21)

demikian dalam pelaksanannya sangat diperlukan aturan-aturan yang kuat untuk menjamin mu‟amalah yang baik.

Berdasarkan itulah yang melatarbelakangi penulis melakukan penelitian dengan judul: TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERUBAHAN HARGA SEPIHAK

(

Study Kasus Dalam Jual Beli Daging Sapi Antara Supplier dan Pedagang Pengecer di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali).

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana proses terjadinya perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk, apa saja faktor yang melatar belakanginya? 2. Bagaimana perubahan harga yang dilakukan sepihak oleh pembeli, jika

ditinjau menurut hukum Islam?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki dua tujuan inti, yaitu:

a. Untuk mengetahui proses terjadinya perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.

b. Untuk mengetahui perubahan harga yang dilakukan sepihak oleh pembeli, jika ditinjau menurut hukum Islam.

(22)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Dengan adanya penelitian ini, dapat dijadikan salah satu sarana penulis untuk dapat mengetahui praktek jual beli yang ada di masyarakat dengan ilmu pengetahuan (teori) yang penulis dapatkan selama di Institusi tempat penulis belajar.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi “cermin” bagi pihak yang melakukan jual beli untuk lebih saling terbuka, sehingga keuntungan bisa dinikmati kedua pihak.

c. Penelitian ini diharapkan bisa dijadikan bahan masukan (referensi) bagi para peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang akan datang.

E. Telaah Pustaka

Penelitian yang berkaitan dengan jual beli memang bukan untuk yang pertama kalinya, sebelumnyapun juga pernah ada penelitian yang berkaitan dengan hal tersebut. Dalam hal ini penulis mengetahui hal-hal apa yang telah diteliti dan yang belum diteliti sehingga tidak terjadi duplikasi penelitian. 1. Skripsi Umi Maghfuroh, mahasiswa IAIN Fakultas Syariah yang lulus pada

tahun 2010 dengan judul Tinjauan Hukum Islam terhadap Status Uang Muka dalam Perjanjian Jual Beli Salam (Study Kasus Tentang Status Uang Muka dalam Perjanjian Salam yang Dibatalkan di Saras Catering Semarang), di dalamnya dijelaskan bahwa sesuai dengan akad yang telah disepakati antara penjual dan pembeli, pembeli bersedia memberikan uang muka sebagai tanda jadi untuk memesan pesanan di Saras Chatering dan

(23)

menyebutkan pesanan barang dengan kriteria tertentu. Jika pembeli membatalkan pesanannya, maka uang muka menjadi milik penjual. Akan tetapi, uang muka tersebut belum dipakai penjual untuk dibelanjakan, maka status uang muka dalam perjanjian jual beli pesanan yang dibatalkan di Saras Chatering tersebut tidak sah menurut hukum Islam. Sebaiknya, uang muka dikembalikan pada pembeli ketika pembeli membatalkan pesanannya. 2. Praktek Ngebon Jual Beli Tembakau Di Kecamatan Kangkung Kabupaten

Kendal (Dalam Perspektif Hukum Islam). Oleh: Makmun (2191747), Fak. Syari‟ah IAIN Walisongo. Dalam skripsinya disimpulkan: Praktek ngebon jual beli tembakau di Kecamatan Kangkung Kabupaten Kendal adalah dilakukan oleh dua kelompok, yaitu kelompok petani kepada pedagang (tengkulak) dan kelompok pedagang (tengkulak) kepada juragan (peniam). Sedangkan salah satu yang menjadi faktor masyarakat untuk melakukan praktek ngebon jual beli, yakni kedua belah pihak saling membutuhkan dan saling mencari keuntungan. Adapun pendapat sebagian ulama‟ setempat, yaitu praktek ngebon jual beli tembakau tersebut tidak sah, namun apabila akad harga tembakau ditentukan pada waktu tembakau akan ditimbang / setelah ada barangnya boleh atau sah. Sedangkan praktek ngebon jual beli tembakau tersebut tidak sesuai dengan hukum Islam, karena syarat dan rukunnya tidak dapat terpenuhi bagi para petani, tetapi ngebon bagi pedagang kepada juragannya adalah sah karena syarat dan rukunnya bisa terpenuhi. Syarat dan rukun praktek ngebon bagi petani yang tidak terpenuhi adalah pada syarat ma‟qud „alaih, yaitu barang yang diperjualbelikan belum

(24)

ada barangnya apalagi sifat dan kadar kualitasnya. Maka jual beli dengan sistem ngebon tersebut termasuk jual beli gharar yang dilarang oleh Islam. 3. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pembatalan Jual Beli Tembakau (Study

Kasus di Desa Morobongo kecamatan Jumo Kabupaten Temanggung)”. Oleh Miftakhul Jannah, Mahasiswa Jurusan Mu‟amalah, angkatan 2006. Dalam skripsinya dijelaskan bahwasannya pelaksanaan pembatalan jual beli tembakau yang dilakukan di Desa Morobongo Kecamatan Jumo Kababupaten Temanggung ini, dikarenakan kesalahan para petani itu sendiri yang berusaha untuk menipu para tengkulak dengan berbagai cara, seperti mencampur tembakau yang kualitasnya kurang bagus kedalam tembakau yang kualitasnya bagus, dengan tujuan agar semua tembakau yang dimilikinya bisa terjual semua, memberi gula pasir yang terlalu banyak untuk menambah berat timbangan pada tembakau. Adapun menurut hukum Islam pembatalan jual beli tembakau ini boleh dilakukan, dengan alasan tembakau itu cacat atau rusak karena petani. Karena jual beli yang terdapat unsur penipuan adalah jual beli yang batal.

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian lapangan (field Research), yaitu: suatu penelitian yang dilakukan

(25)

di lingkungan masyarakat tertentu, baik di lembaga-lembaga organisasi masyarakat (social), maupun lembaga pemerintah.18

Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian dengan berkunjung langsung ke Desa Tanduk sebagai tempat yang dijadikan penelitian.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data itu diperoleh. 19 Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 sumber data, yaitu: sumber data primer dan sekunder.

a. Data Primer

Yaitu: data yang diperoleh langsung dari sumber pertama.20 Adapun yang menjadi Sumber data primer dalam penelitian ini adalah data yang didapatkan langsung dari tempat yang menjadi obyek penelitian (masyarakat Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, khususnya Pedagang daging sapi di Desa Tanduk tersebut). b. Data Sekunder

Yaitu: merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya: lewat orang lain atau lewat dokumen.21Dalam penelitian ini yang menjadi data sekunder adalah:

18 Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Cet. Ke-II, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 1998, hal. 22

19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, PT Rineka Cipta, Jakarta: 2006, hal.129

20 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode dan Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2003, hal. 30

21 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, Alfabeta, Bandung: 2008, hal.137

(26)

data monografi Desa yang didapat dari Kelurahan Tanduk dan ulama‟ atau sesepuh yang ada di Desa Tanduk.

3. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data akan menggunakan teknik sebagai berikut:

a. Pengamatan (observasi)

Yaitu: dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan sistematik fenomena-fenomena yang diselidiki.22 Dalam penelitian ini penulis mengadakan pengamatan ke lokasi, untuk mengetahui sebab terjadinya perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. b. Wawancara (interview)

Yaitu: bentuk komunikasi langsung antara peneliti dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya jawab dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal.23 Wawancara dilakukan oleh pihak yang berkompeten dalam persoalan yang terkait, yakni: pedagang daging sapi yang ada di Desa Tanduk, RPH, dan juga pendapat tokoh ulama‟ atau sesepuh di Desa Tanduk tersebut.

c. Dokumentasi

Yaitu: catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau peristiwa pada waktu tertentu, termasuk dokumen yang merupakan acuan agi

22 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta: 2007, hal. 70.

23

(27)

peneliti dalam memahami obyek penelitiannya.24 Dokumentasi ini penulis dapatkan dari data Monografi Desa Tanduk dan surat dari RPH (Rumah Pemotongan Hewan) yang berupa surat potong dan surat jalan. 4. Metode Analisis Data

Setelah data terkumpul langkah selanjutnya adalah menganalisis data dan mengambil kesimpulan dari data yang telah terkumpul. Dalam melakukan analisis data ini, penulis akan menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Penelitian deskriptif adalah: penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki lalu dianalisis.25 Dalam penelitian ini penulis akan menggambarkan bagaimana analisis perubahan harga yang dilakukan oleh pembeli secara sepihak dalam jual beli daging sapi di kalangan pedagang sapi di Desa Tanduk jika ditinjau menurut hukum Islam.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memahami persoalan yang dikemukakan di atas, maka penulis membaginya dalam 5 bab, yaitu:

24 Ibid, hal.123

25

(28)

BAB I: PENDAHULUAN, yang terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II: KONSEP UMUM TENTANG OBYEK JUAL BELI & KHIYAR, yang meliputi: ketentuan umum tentang obyek jual beli, yakni: (barang (mabi’) dan harga (tsaman)), khiyar secara umum dan pendapat para ulama‟ tentang perubahan harga sepihak pada jual beli.

BAB III: KASUS PERUBAHAN HARGA SEPIHAK DALAM JUAL BELI DAGING SAPI DI DESA TANDUK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI, diantaranya : profil Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, kasus perubahan harga sepihak dalam pelaksanaan jual beli daging sapi di Desa Tanduk, dan pendapat ulama‟ setempat dalam kasus perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk.

BAB IV: ANALISIS, pada bab ini memuat: analisis terhadap kasus perubahan harga sepihak dalam jual beli daging sapi di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, apakah sudah sesuai dengan hukum Islam.

(29)

17

Akad (perikatan, perjanjian dan kemufakatan) merupakan pertalian antara ijab dan qabul, sesuai dengan kehendak syari‟at yang berpengaruh pada obyek perikatan. Semua perikatan (transaksi) yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih, tidak boleh menyimpang dan harus sejalan dengan kehendak syari‟at. Tidak boleh ada kesepakatan untuk menipu orang lain, transaksi barang yang diharamkan dan kesepakatan untuk membunuh orang.1

Menurut fuqaha, rukun akad terdiri atas:2

1. Al-‘Aqidain, para pihak yang terlibat langsung dengan akad. 2. Mahallul ‘aqd, yakni obyek akad

3. Sighat al-‘aqd, yakni pernyataan kalimat akad, yang lazimnya dilaksanakan melalui pernyataan ijab qabul.3

Dalam jual beli, ketetapan akad adalah menjadikan barang sebagai milik pembeli dan menjadikan harga atau uang sebagai milik penjual.4 Adapun ketentuan mengenai obyek jual beli (barang dan uang) adalah sebagai berikut:

1 M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2003, hal. 101

2 Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Mu’amalah Kontekstual, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta: 2002, hal. 78

3 Ijab qobul merupakan ungkapan yang menunjukkan kerelaan / kesepakatan dua pihak yang melakukan kontrak / akad. Menurut hanafiyah, ijab adalah uangkapan yang pertama kali dilontarkan oleh salah satu dari yang akan melakukan akad. Dan dimana ia menujukkan maksud / kehendak dengan penuh kerelaan, baik datangnya dari pihak penjual atau pembeli. Qobul adalah sebaliknya, untuk menetapkan apakah itu ijab atau qobul, sangat bergantung pada awal lahirnya uangkapan tersebut, tidak memandang siapa yang mengungkapkannya. Lihat Dimyauddin Djuwaini, Pengantar

Fiqh Muamalah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2008, hal. 51

4

(30)

A. Ketentuan Tentang Obyek Jual Beli 1. Pengertian Obyek Jual Beli

Fuqaha Hanafiyah membedakan obyek jual beli menjadi dua: 1). Mabi’, yakni barang yang dijual, dan 2). Tsaman atau harga. Menurut mereka mabi’ adalah sesuatu yang dapat dikenali (dapat dibedakan) melalui sejumlah kriteria yang tidak dapat dikenali (atau dibedakan dari lainnya) melalui kriteria tertentu. Tsaman lazimnya berupa mata uang ataupun sesuatu yang dapat menggantikan fungsinya, seperti gandum, minyak atau benda-benda lainnya yang ditakar atau ditimbang. Tsaman juga dapat berupa barang dengan kriteria tertentu yang ditangguhkan pembayarannya. Misalnya: jual beli setakar gula dengan harga Rp 1000,00 atau dengan setakar kedelai secara tempo. Maka setakar gula adalah mabi’ sedangkan uang Rp 1000,00 dan setakar kedelai adalah tsaman.5

2. Perbedaan Harga (Tsaman) dan Barang (Mabi’)

Kaidah umum tentang mabi’ dan tsaman adalah segala sesuatu yang dijadikan mabi‟ adalah sah dijadikan harga, tetapi tidak semua harga dapat menjadi mabi‟.

Di antara perbedaan antara mabi’ dan tsaman adalah:6

a. Secara umum uang adalah harga, sedangkan barang yang dijual adalah mabi’

b. Jika tidak menggunakan uang, barang yang akan ditukarkan adalah mabi’ dan penukarannya adalah harga

5 Ghufron A. Mas‟adi, Op Cit , hal. 128 6

(31)

3. Syarat obyek jual beli a. Syarat barang (mabi’)

Benda yang dijadikan obyek jual beli ini haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:7

1. Bersih barangnya

Adapun yang dimaksud dengan bersih barangnya, yakni: barang yang diperjualbelikan bukanlah benda yang dikualifikasikan sebagai benda najis atau digolongkan sebagai benda yang diharamkan.

Hal ini didasarkan kepada ketentuan yang dikemukakan Rasulullah SAW;

“Bahwasannya Jabir r.a. mendengar Nabi Saw, bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mengharamkan penjualan arak, bangkai, babi dan patung-patung…”.8

2. Dapat dimanfaatkan

Pada hakikatnya seluruh barang yang dijadikan sebagai obyek jual beli adalah merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, seperti: untuk dikonsumsi (beras, buah-buahan, ikan, dan lain-lain). Jadi, yang dimaksud dengan barang yang bermanfaat adalah: bahwa kemanfaatan barang tersebut sesuai dengan ketentuan hukum Islam, maksudnya,

7 Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukun Perjanjian Dalam Islam, Sinar Grafika, Jakarta: 1994, hal. 37-41

8 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7, PT. Pustaka Rizki Putra, Semarang: 2001, hal. 3

(32)

pemanfaatan barang tersebut tidak bertentangan dengan norma-norma yang ada.

3. Milik orang yang melakukan akad

Maksudnya, bahwa orang yang melakukan perjanjian jual beli atas suatu barang adalah pemilik sah barang tersebut atau telah mendapatkan izin dari pemilik sah barang tersebut.

4. Mampu menyerahkannya

Yang dimaksud dengan mampu menyerahkan, yaitu: pihak penjual (baik sebagai pemilik maupun sebagai kuasa) dapat menyerahkan barang yang dijadikan sebagai obyek jual beli sesuai dengan bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan barang kepada pihak pembeli. Rasulullah SAW, bersabda:

"Dan dari Ibnu Mas‟ud, bahwa Nabi Saw bersabda: janganlah kamu membeli ikan didalam air, karena yang demikian itu termasuk gharar”.9

Dari ketentuan hukum diatas dapat dikemukakan bahwa wujud barang yang dijual itu harus nyata, dapat diketahui jumlahnya (baik ukuran maupun besarnya).

5. Mengetahui.

9 A. Qadri Hassan, dkk, Terjemahan Nailul Authar (Himpunan Hadits-Hadits Hukum), PT Bina Ilmu, Surabaya: 1983, hal. 1652

(33)

Apabila dalam suatu jual beli keadaan barang dan jumlah harganya tidak diketahui, maka perjanjian jual beli tersebut tidak sah, sebab bisa jadi perjanjian tersebut mengandung unsur penipuan.

6. Barang yang diakadkan ada di tangan (dikuasai penjual)

Menyangkut perjanjian jual beli atas sesuatu barang yang belum ditangan (tidak berada dalam penguasaan penjual) adalah dilarang, sebab bisa jadi barang sudah rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana telah diperjanjikan.

b. Syarat Harga (Tsaman)

Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang dijual (untuk zaman sekarang adalah uang). Terkait dengan masalah nilai tukar ini, para Ulama‟ fiqh membedakan ats-Tsaman dengan as-si’r. Menurut mereka, ast-Tsaman adalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah masyarakat secara aktual, sedangkan as-Si’r adalah modal barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen (consumption). Dengan demikian, harga barang itu ada 2, yaitu: harga antar pedagang dan harga antara pedagang dan konsumen (harga jual dipasar).10

Harga yang dapat dipermainkan para pedagang adalah ast-Tsaman, bukan harga as-Si’r. Ulama‟ fiqh mengemukakan syarat ast-Tsaman sebagai berikut:11

10 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Cetakan ke-2, Gaya Media Pratama, Jakarta: 2007, hal. 118

11

(34)

1. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya. 2. Dapat diserahkan pada waktu akad (transaksi), sekalipun secara

hukum, seperti pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila barang itu dibayar kemudian (berhutang), maka waktu pembayarannya pun harus jelas waktunya.

3. Apabila jual beli itu dilakukan secara barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan oleh syara‟ seperti babi dan khamr, karena kedua jenis benda itu tidak bernilai dalam pandangan syara‟.

4. Ketentuan Hukum Yang Berkaitan Dengan Obyek Jual Beli

Beberapa hukum yang berkaitan dengan mabi‟ dan tsaman adalah sebagai berikut:12

a. Syarat obyek jual beli harus berupa mal mutaqawwim berlaku pada mabi’. Persyaratan ini tidak berlaku pada tsaman.

b. Syarat nafadz dimana obyek jual beli harus ada (wujud) dan harus merupakan milik orang yang berakad berlaku pada mabi’. Persyaratan ini tidak berlaku pada tsaman.

c. Dalam bai’ al-salam,13 tidak boleh mendahulukan (ta’jil) tsaman, melainkan wajib mendahulukan mabi’.

d. Ongkos penyerahan tsaman wajib atas pembeli sedang ongkos penyerahan mabi‟ wajib atas pihak penjual.

12 Ghufron A. Mas‟adi, Op Cit , hal. 130

13 Bai’ al-salam adalah menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda atau menjual suatu barang yang ciri-cirnya disebutkan dengan jelas, dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan dikemudian hari. Lihat M. Ali Hasan, Op Cit , hal. 143

(35)

e. Akad jual beli yang tidak disertai penyebutan tsaman adalah fasid. Sedangkan jika tidak disertai penyebutan mabi’ adalah batal.

f. Rusaknya mabi’ setelah serah terima menghalangi iqalah,14 sedang rusaknya tsaman setelah serah terima tidak menghalangi iqalah.

g. Rusaknya mabi’ sebelum serah terima membatalkan jual beli, sedangkan rusaknya tsaman sebelum serah terima tidak membatalkan jual beli. h. Pembeli tidak berhak bertasharruf atas mabi’ sebelum serah terima,

sedang pihak penjual berhak bertasharruf atas tsaman sebelum serah terima.

i. Pihak pembeli wajib menyerahkan tsaman lebih dahulu. Dari situlah ia berhak atas penyerahan mabi’.

B. Khiyar

Hak khiyar ditetapkan Syari‟at Islam bagi orang-orang yang melakukan transaksi jual beli, agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknya. Status khiyar menurut ulama‟ fiqh adalah disyari‟atkan atau dibolehkan karena suatu keperluan yang mendesak dalam mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi.15 Adapun jenis-jenis khiyar antara lain:

14 Ghufron A. Mas‟adi, Op Cit , hal. 115. Iqalah adalah memfasakhkan akad berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak, seperti jika salah satu pihak menyesal lalu menghendaki untuk membatalkannya, yang demikian ini hanya bisa terjadi atas kesepakatan pihak lain.

15

(36)

1. Khiyar Majlis

Pihak pembali dan penjual masih berada ditempatnya, keduanya berhak menentukan pilihan mengenai jadi dan tidaknya transaksi jual beli.16 Rasulullah SAW bersabda:

“Dari Ibnu Umar r.a. Sesungguhnya Rasulullah Saw pernah bersabda: penjual dan pembeli, masing-masing mempunyai hak atau kesempatan berfikir sebelum berpisah mengenai jadi dan tidaknya jual beli”.17

Khiyar majlis dinyatakan gugur apabila dibatalkan oleh penjual dan pembeli setelah akad, apabila salah satu dari keduanya membatalkan, maka khiyar yang lain masih berlaku dan khiyar terputus dengan kematian salah satu dari keduanya.18

2. Khiyar ‘Aib (karena adanya cacat)

Hak yang dimiliki oleh salah seorang dari aqidain untuk membatalkan akad atau tetap melangsungkannya ketika menemukan cacat pada objek akad dimana pihak lain tidak memberitahukannya pada saat akad.19 Khiyar „aib ini didasarkan pada hadist dimana Uqbah Ibn Amir r.a. berbunyi:

16 Zainuddin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta: 2006, hal. 144 17

Teungku Muhammad Hasby Ash Shiddieqy, Mutiara Hadits 5 (Nikah & Hukum Keluarga,

Perbudakan, Jual Beli, Nazar & sumpah, Pidana & Peradilan, Jihad), PT Pustaka Rizki Putra,

Semarang: 2003, hal. 195

18 Sayyid Sabiq, Tarjamah Fikih Sunnah 5, Cakrawala Publishing, Jakarta: 2009, hal. 209 19

(37)

“Saya mendengar Rasulullah Saw, bersabda: Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, maka tidak halal seorang muslim menjual kepada saudaranya sesuatu yang mengandung kecacatan kecuali ia harus menjelaskan kepadanya”.20

Khiyar „aib harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. ‘Aib (cacat) tersebut terjadi sebelum akad, atau setelah akad namun belum terjadi penyerahan. Jika cacat tersebut terjadi setelah penyerahan atau terjadi dalam penguasaan pembeli maka tidak berlaku hak khiyar. b. Pihak pembeli tidak mengetahui akad tersebut ketika berlangsung akad

atau ketika berlangsung penyerahan. Jika pihak pembeli sebelumnya telah mengetahuinya, tidak ada hak khiyar baginya.

c. Tidak ada kesepakatan bersyarat bahwasannya penjual tidak bertanggung jawab terhadap segala cacat yang ada. Jika ada kesepakatan bersyarat seperti itu, maka hak khiyar pihak pembeli menjadi gugur.

Khiyar „aib ini berlaku semenjak pihak pembeli mengetahui adanya cacat setelah berlangsungnya akad. Adapun batas waktu untuk menuntut pembatalan akad terdapat perbedaan pendapat dikalangan fuqaha. Menurut fuqaha Hanafiyah dan Hanabilah, batas waktunya berlaku secara tarakhi (pihak yang dirugikan tidak harus menuntut pembatalan akad ketika ia mengetahui cacat tersebut). Sedang menurut fuqaha Malikiyah dan Syafi‟iyah, batas waktunya berlaku secara faura (seketika, artinya pihak yang dirugikan harus menggunakan hak khiyar secepat mungkin, jika ia

20 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7, Op Cit , hal. 104

(38)

ulur waktu tanpa alasan yang dapat dibenarkan maka hak khiyar gugur dan akad dianggap telah lazim / pasti).

Hak khiyar „aib ini gugur apabila:

a. Pihak yang dirugikan merelakan setelah ia mengetahui cacat tersebut. b. Pihak yang dirugikan sengaja tidak menuntut pembatalan akad.

c. Terjadi kerusakan atau terjadi cacat baru dalam penguasaan pihak pembeli.

d. Terjadi pengembangan atau penambahan dalam penguasaan pihak pembeli, baik dari sejumlah seperti beranak atau bertelur, maupun dari segi ukuran seperti mengembang.

3. Khiyar Ru’yah

Hanafiyah membolehkan khiyar ru’yah dalam transaksi jual beli, dimana pembeli belum melihat secara langsung obyek akad, jika pembeli telah melihat obyek barang, maka ia memiliki hak untuk memilih, meneruskan akad dengan harga yang disepakati atau menolak dan mengembalikan kepada penjual.21

Diantara hadist yang dijadikan sebagai dasar keabsahan khiyar ru’yah adalah:

“Barang siapa membeli barang yang belum dilihatnya, maka ia memiliki hak

khiyar ketika melihatnya”.22

21 Dimyauddin Djuwaini, Op Cit , hal. 99 22

(39)

Dalam konteks ini, ulama‟ membolehkan menjual barang yang ghaib (tidak ada ditempat akad) tanpa menyebutkan spesifikasinya, dengan catatan pembeli memiliki hak khiyar.

Pembeli akan memliki hak khiyar ru’yah dengan syarat-syarat sebagai berikut:

a. Obyek akad harus berupa real asset („ain, dzat, barang) dan bisa dispesifikasi. Jika tidak, pembeli tidak memiliki hak khiyar, seperti dalam transaksi valas.

b. Pembeli belum pernah melihat obyek transaksi sebelum melakukan kontrak jual beli.

4. Khiyar Tadlis (Penipuan)

Apabila penjual menipu pembeli untuk menaikkan harga, maka hal itu haram baginya.23 Dan pembeli memiliki hak khiyar untuk mengembalikan barang, hal ini berdasarkan riwayat Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Janganlah kamu menahan air susu unta dan sapi. Barang siapa melakukan demikian, maka hendaklah ia memegangi dua pertimbangan yang terbaik. Jika suka, ia bisa menahannya dan jika suka ia bisa mengembalikannya dengan disertai satu sha‟ kurma”.24

23

Sayyid Sabiq, Tarjamah Fiqih Sunnah 4, PT Pena Pundi Aksara, Jakarta Pusat: 2009, hal. 88

24 Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid (Analisa Fiqih Para Mujtahid), Pustaka Amini, Jakarta: 2007, hal. 809, baca juga di Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum

(40)

Tadlis itu sendiri dalam bahasa Arab maksudnya adalah menampakan suatu barang yang cacat dengan suatu tampilan seakan tidak adanya cacat. Artinya, seorang penjual karena tindak pemalsuannya telah menjerumuskan seorang pembeli dalam kegelapan, sehingga ia tidak bisa melihat atau mengamati barang yang akan ia beli dengan baik. Pemalsuan ini ada 2 bentuk yakni: Pertama, dengan cara menyembunyikan cacat yang ada pada barang bersangkutan. Kedua, dengan menghiasi atau memperindah barang yang ia jual sehingga harganya bisa naik dari biasanya.25

5. Khiyar Ghaban (kekeliruan)

Kesalahan mungkin saja terjadi pada penjual, misalnya dia menjual sesuatu yang bernilai lima dirham dengan tiga dirham. Kesalahan juga bisa terjadi pada pembeli, misalnya dia membeli sesuatu yang bernilai tiga dirham dan lima dirham. Jika seseorang membeli sesuatu dan tertipu maka dia memiliki hak untuk membatalkan jual beli sekaligus akad, dengan syarat dia tidak mengetahui harga dan tidak pandai menawar. Sebab, jual beli yang demikian mengandung unsur penipuan yang harus dihindari oleh setiap Muslim.26 Ibnu Umar r.a. berkata:

“Seorang laki-laki menerangkan kepada rasulullah SAW. Bahwasannya dia selalu tertipu dalam berjual beli, maka Rasulullah berkata kepada orang

25 Saleh Al-Fauzan, Fiqih Sehari-hari, Gema Insani, Jakarta: 2005, hal. 382 26

(41)

itu:”Kepada mereka yang ingin melakukan transaksi jual beli, katakanlah: tidak ada penipuan “.27

Sebagian ulama‟ membatasinya dengan kesalahan yang melampaui batas. Sebagian yang lain membatasinya dengan kesalahan yang kerugiannya mencapai sepertiga nilai barang. Dan, sebagian yang lain tidak membatasinya dengan apa-apa. Pembatasan ini mereka lakukan karena jual beli nyaris tidak pernah bersih dari kekeliruan dalam pengertiannya yang mutlak dan karena biasanya sesuatu yang sedikit bisa dimaafkan.

6. Khiyar Syarat

Khiyar syarat yaitu hak aqidain untuk melangsungkan aqad atau membatalkannya selama waktu tertentu yang dipersyaratkan ketika akad berlangsung. Seperti ucapan seorang pembeli: “saya beli barang dengan hak khiyar untuk diriku dalam sehari atau tiga hari”, sesungguhnya khiyar ini dimaksudkan untuk melindungi pihak yang berakad dari unsur kecurangan akad. 28

Khiyar syarat berakhir dengan salah satu dari sebab berikut ini: a) Terjadi penegasan pembatalan akad atau penetapannya.

b) Berakhirnya batas waktu khiyar.

c) Terjadi kerusakan pada objek akad. Jika kerusakan tersebut terjadi dalam penguasaan pihak penjual maka akadnya batal dan berakhirlah khiyar. Namun apabila kerusakan tersebut terjadi dalam penguasaan pembeli maka berakhirlah khiyar namun tidak membatalkan akad.

27 Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Koleksi Hadis-Hadis Hukum 7, Op Cit , hal. 67. Baca juga di Ibnu Hajar „Al-Asqalani, Tarjamah Bulughul-Maram, CV Diponegoro, Bandung: 1988, hal.408

28

(42)

d) Terjadi penambahan atau pengembangan dalam penguasaan pihak pembeli baik dari segi jumlah seperti beranak atau berrtelur atau mengembang.

e) Wafatnya shahibul khiyar, ini menurut pendapat mazhab Hanafiyah dan Hanabilah. Sedang mazhab Syafi‟iyah dan Malikiyah berpendapat bahwa hak khiyar dapat berpindah kepada ahli waris ketika shahibul khiyar wafat.29

C. Pendapat Ulama’ Tentang Perubahan Perjanjian Secara Sepihak Dalam Jual Beli

Mayoritas ulama‟ fiqh sepakat bahwa keridhaan (kerelaan) merupakan dasar bedirinya sebuah akad (kontrak). Allah SWT melarang kaum muslimin untuk memakan harta orang lain secara bathil. Secara bathil dalam konteks ini memiliki arti yang sangat luas. Di antaranya melakukan transaksi ekonomi yang bertentangan dengan syara‟, seperti halnya melakukan transaksi berbasis riba, transaksi yang bersifat spekulatif (maisir), ataupun transaksi yang mengandung unsur gharar (adanya uncertainty/resiko dalam transaksi), serta hal-hal lain yang bisa dipersamakan dengan itu. Dalam hal ini juga memberikan pemahaman bahwa supaya untuk mendapatkan harta tersebut harus dilakukan dengan adanya kerelaan semua pihak dalam transaksi, seperti kerelaan antara penjual dan pembeli.30

29 Ibid,

30

(43)

Menurut Abu Hanifah, menjual barang yang ghaib tanpa menyebutkan sifatnya dibolehkan. Kemudian si pembeli dibolehkan melakukan khiyar (pilihan) sesudah melihatnya. Jika suka, ia boleh meneruskan pembeliannya. Dan jika tidak suka, ia boleh menolaknya. Begitu pula pendapatnya terhadap barang yang dijual berdasarkan sifat-sifat tertentu dengan syarat dilakukan khiyar ru’yah (pilihan sesudah melihat) meskipun barang tersebut sesuai dengan sifat-sifat yang disebutkan itu. 31

Syekh Ahmad Abdurrahman bin Nashir as-Sa‟di ditanya bagaimana hukumnya jika ada perselisihan antara penjual dan pembeli. Beliau menjawab: perselisihan antara penjual dan pembeli dapat terjadi disebabkan beberapa hal, antara lain:32

1. Perselisihan Tentang Harga Barang, misalnya: penjual berkata bahwa barang tersebut dia jual seharga 100 sedangkan pembeli berkata bahwa barang tersebut harganya 80, dan masing-masing menguatkan pengakuannya dengan sumpah, maka keduanya harus membatalkan akad jika tidak ada kesepakatan. Apabila barang yang diakadkan mengalami kerusakan, maka harus diganti. 2. Perselisihan tentang bentuk atau ukuran barang. Menurut pendapat yang

sahih hukumya seperti perselisihan tentang harga. Karena tidak ada perbedaan antara perselisihan dalam harga atau barang yang diperjual belikan. Maka dalam hal ini yang dijadikan pegangan adalah ucapan penjual.

31 Ibnu Rusyd, Op Cit, hal. 763

32Abdurrahman as-Sa‟di, Fiqih Jual Beli Panduan Praktis Bisnis Syariah, Senayan Publishing, Jakarta: 2008, hal. 293-295

(44)

3. Apabila kedua pihak telah bersepakat melakukan akad, kemudian salah satu pihak mengakui (menuduh) rusaknya akad karena syaratnya masih diperselisihkan atau adanya sesuatu yang mencegah sahnya akad, sedangkan pihak lain mengingkarinya dan mengatakan bahwa akad tersebut telah sah. Maka yang dijadikan pegangan adalah ucapan pihak yang mengakui sahnya akad. Karena hukum asalnya akad tersebut adalah selamat dari pengingkaran. Adanya kesepakatan untuk melakukan akad dari kedua belah pihak sebelumnya menunjukkan bahwa hal itu telah sesuai dengan syara‟. Karena itu, adanya pengingkaran salah satu pihak berarti pengingkaran terhadap kesepakatan yang telah mereka buat.

4. Apabila barang yang diakadkan telah diketahui sifat maupun keadaannya, kemudian pembeli mengatakan bahwa barang yang dia dapatkan tidak sesuai dengan keadaan pada saat akad. Maka menurut pendapat mazhab yang dipegang adalah ucapan pembeli, karena hukum asalnya adalah tidak adanya kewajiban dari pembeli untuk membayar (tanpa adanya barang). Menurut pendapat lain yang dijadikan pegangan adalah pengakuan penjual karena hukum asalnya adalah tetapnya barang tersebut atas sifat dan keadaan yang ada dan terlihat.

(45)

33

SAPI DI DESA TANDUK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI

A. Profil Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali

Sebagai gambaran kondisi wilayah di Desa Tanduk Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali, maka perlu kiranya penulis laporkan keadaan Desa dari beberapa aspek kehidupan.

1. Kondisi Geografis

Desa Tanduk merupakan salah satu Desa yang terletak di Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali. Ketinggian desa ini adalah 600 m diatas permukaan laut sehingga termasuk dataran tinggi dengan suhu udara maksimal 38Ԩ, dan jumlah curah hujan 90 hari.1

Jarak pemerintahan desa menuju kecamatan adalah 2 km, jarak dari pusat pemerintahan desa menuju kabupaten adalah 10 km, sedangkan jarak pusat pemerintahan desa menuju ibukota propinsi adalah 46 km. Adapun batas-batas Desa Tanduk adalah sebagai berikut:

Sebelah utara : Desa Gladak Sari

Sebelah selatan : Desa Banyu Anyar

Sebelah barat : Desa Gubug

Sebelah timur : Desa Tompak

(46)

Desa Tanduk terbagi menjadi empat dusun, yaitu:

a. Dukuh Tanduk Wetan

b. Dukuh Tanduk Kulon

c. Dukuh Klarisan d. Dukuh Bakalan e. Dukuh Banyusodo f. Dukuh Malangan g. Dukuh Prigi h. Dukuh Besuki i. Dukuh Rejoso j. Dukuh Gatak

Jumlah penduduk Desa Tanduk seluruhnya 6274 jiwa, yang terdiri dari perempuan 3226 jiwa dan laki-laki 3048 jiwa. Dan jumlah kepala keluarga adalah 1726 KK.

2. Keadaan Sosial

Warga Desa Tanduk merupakan kelompok masyarakat yang religius, dimana kegiatan-kegiatan keagamaan sangat dominan dalam kehidupan bermasyarakat. Sebagian besar penduduk Desa Tanduk beragama Islam.

Tabel A.1. Jumlah Penduduk Menurut Agama

No Agama Jumlah (jiwa)

1 Islam 6254 2 Katholik 4 3 Protestan 3 4 Hindu 8 5 Budha 5 Jumlah 6274

(47)

Desa Tanduk mempunyai sepuluh bangunan masjid, tiga puluh bangunan musholla. Aktivitas keagamaan berupa pengajian, berjanjen, yasin dan tahlil, serta baca al-qur’an dan perkumpulan organisasi keagamaan senantiasa dilaksanakan secara rutin.

Disamping aktif dalam kegiatan keagamaan, masyarakat juga aktif dalam kegiatan olahraga seperti sepak bola, bulu tangkis, tenis meja, dan bola voli. Jumlah fasilitas olahraga yang ada adalah satu buah lapangan sepak bola, satu buah lapangan voli, satu buah lapangan bulu tangkis, dan satu buah meja tenis ping pong.2 Selain kegiatan tersebut, masyarakat Desa Tanduk juga masih ikut melestarikan budaya jawa, salah satunya kesenian Reog (gerakan tari yang diiringi oleh musik gamelan) yang ada di Dukuh Banyusodo.

Untuk menunjang sektor pendidikan, maka dibangun sarana pendidikan yaitu:

a) 1 Sekolah Dasar Negeri (SDN), 1 sekolah Madrasah Ibtidaiyyah (MI).

b) 3 buah Taman Kanak-Kanak (TK).

Tabel A.2. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan

No Pendidikan Jumlah (orang)

1 Belum sekolah 574

2 Tidak tamat SD 1441

3 Tamat SD/sederajat 1758

4 Tamat SLTP/ sederajat 1028

5 Tamat SLTA/ sederajat 701

6 Tamat Akademi/ sederajat 63

7 Tamat Perguruan Tinggi/ sederajat 87

8 Buta huruf 19

Jumlah 5671

Sumber : Data Monografi Desa Tanduk, 2010

(48)

Untuk menunjang sektor kesehatan dibangunlah sarana kesehatan berupa sebuah PUSKESMAS pembantu dan sepuluh buah POSYANDU. Tenaga kesehatan yang praktek adalah seorang Dokter Umum, seorang Dokter Khitan, dan seorang dukun bayi.

3. Keadaan Ekonomi

Sektor ekonomi terbesar memang di sektor pertanian, namun sektor peternakan juga menjadi penunjang perekonomian di Desa Tanduk.

Tabel A.3. Jumlah Penduduk Desa Tanduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Jenis pekerjaan Jumlah (orang)

1 Pemilik tanah 528 2 Buruh tani 222 3 Pengrajin/indutri kecil 91 4 Buruh industry 152 5 Buruh bangunan 101 6 Buruh perkebunan 20 7 Pedagang 253 8 Pengangkutan 75

9 Pegawai Negeri Sipil 39

10 ABRI 6

11 Pensiunan ABRI/PNS 25

12 Peternak 415

Jumlah 1927

Sumber : Data Monografi Desa Tanduk, 2010

Saat ini usaha peternakan yang berkembang di desa Tanduk lebih didominasi oleh sapi perah dan sapi biasa (sapi potong), karena pada umumnya Kabupaten Boyolali sudah terkenal sebagai pemasok daging dan susu sapi, dan Desa Tanduk merupakan salah satunya.

(49)

Tabel A.4. Banyaknya Ternak Besar, Ternak Kecil Dan Unggas.

No Jenis Ternak Banyaknya Ribu

(ekor)

1 Sapi perah (29 orang) 41

2 Sapi biasa/potong (155 orang) 189

3 Kambing (92 orang) 141

4 Kuda (2 orang) 5

5 Ayam (134 orang) 215

6 Itik (1 orang) 20

7 Peternak lainnya (2 orang) 500

Jumlah 1111

Sumber : Data Monografi Desa Tanduk, 2010

Terdapat pula industri yang menunjang sektor perekonomian di Desa Tanduk, antara lain: industri makanan 5 buah dengan 15 orang tenaga kerja, indutri alat rumah tangga 1 buah dengan 1 orang tenaga kerja, industri bahan bangunan 1 buah dengan 3 orang tenga kerja, industri alat pertanian 1 buah dengan 3 orang tenaga kerja, 3 buah restoran dengan 10 orang tenaga kerja, 1 buah angkutan dengan 25 tenaga kerja, dan 50 buah warung kelontong dengan 50 orang tenagan kerja.

Perkembangan di Desa Tanduk memang belum berjalan lancar, akan tetapi masyarakatnya selalu mau mengembangkan daya kreatifitasnya, seperti halnya yang dilakukan oleh supplier sapi, selain menyediakan stok daging yang dikirim ke berbagai daerah, akan tetapi daging itu dikembangkan lagi menjadi bakso dan abon sapi, tidak hanya itu, paru sapi juga dibuat cemilan berupa kripik paru. Di Desa Tanduk juga banyak yang membudidayakan jamur merang, yang kemudian dibuat keripik jamur.

Gambar

Tabel A.1. Jumlah Penduduk  Menurut Agama
Tabel A.2. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
Tabel A.3. Jumlah Penduduk Desa Tanduk Berdasarkan Mata Pencaharian  No  Jenis pekerjaan  Jumlah (orang)
Tabel A.4. Banyaknya Ternak Besar, Ternak Kecil Dan Unggas.

Referensi

Dokumen terkait

EDUSCOTECH: Scientific Journal of Education, Economics, and Engineering 34 Dengan mengambil keputusan dari pemaparan di atas dapat ditafsirkan bahwa dari hasil

Hal ini dipengaruhi oleh potensi peningkatan ipor pada tahun 2017, seiring dengan perbaikan pertumbuhan ekonomi ekonomi yang diperkirakan mencapai 5%-5.4%.. • Menko

Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah penderita tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan Asma, pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah

Lama-kelamaan warna putih bersih berubah menjadi kecoklatan dan permukaan tempe menjadi basah dan berlendir (Samson et al., 1987). Bakteri kontaminan dalam tempe, dapat

pihak lain yang terkait, maka solusi yang diajukan oleh penulis yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, model pembelajaran TPS merupakan salah satu cara

dilihat dari aspek regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, analisis penyebab masalah, efikasi diri, dan reaching out Berdasarkan hasil penelitian

Tersedia air yang cukup, cukup ventilasi, selalu dalam keadaan bersih dan tidak terang db. Tersedia air yang cukup, cukup ventilasi, selalu dalam keadaan bersih dan di

Untuk melaksanakan kebijakan yang telah diambil pada tahun 2020, maka perlu dijabarkan dalam 14 program dan 52 kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan.