• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syari ah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 dalam Ilmu Syari ah"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

i SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1

dalam Ilmu Syari’ah

Oleh : AHMAD MUNIF

NIM 062311004

JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARI’AH IAIN WALISONGO SEMARANG

(2)
(3)
(4)

iv

õ‹è{

ô⎯ÏΒ

öΝÏλÎ;≡uθøΒr&

Zπs%y‰|¹

öΝèδãÎdγsÜè?

ΝÍκÏj.t“è?uρ

$pκÍ5

……..

Artinya : “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan

zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan

mereka …..”

(5)

v

Dengan setulus hati dan penuh kasih, ku persembahkan karya tulis skripsi ini untuk;

¾ Bapak dan ibu tercinta (Bapak Abdul Muhyi dan Ibu Siti Halimah),

¾ Kakakku tercinta (Zimamus Surur dan Siti Ma’unah) dan adikku tersayang (Siti Mahmudah).

¾ Keluarga KH. Ahmad Izzuddin, (Ibu Siti Aisah Andayani, Aliyya Salima Izza, Najwa Fariha Izza, dan Farhan Najih Azizi),

¾ Keluarga Bapak H. Ciptono Hadi (Ibu Harni R., Soffi Izzati Sahira, dan Namira),

¾ Santri PP. Darun Najah Mantab, Sushery, Luthfi, dan Agus, ¾ Untuk semua orang yang memberi warna dalam perjalanan

(6)

vi Deklarasi

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh orang lain atau diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

Semarang, Juni 2010

Deklarator,

Ahmad Munif 062311004

(7)

vii ABSTRAK

Zakat merupakan pengambilan tertentu atas harta tertentu, menurut sifat-sifat tertentu untuk diberikan kepada golongan yang tertentu. Zakat diwajibkan kepada orang yang telah mempunyai harta sesuai ketentuan syarat dan rukun. Di antaranya adalah sudah mencapai nishab. Ketika harta yang dimiliki sudah mencapai nishab, maka ia harus segera mengeluarkan bagian zakat. Misalnya kambing, jika kambing yang dimiliki mencapai empat puluh ekor, maka zakatnya adalah seekor kambing, dan itu harus segera ditunaikan. Pada masa khalifah Umar bin khattab, ia pernah menunda penarikan zakat ternak kambing. Padahal jumlah kambing yang ada telah mencapai nishab. Hal ini diberlakukan kepada satu wilayah di daerah hijaz. Tentu ini menjadi polemik. Padahal Umar merupakan salah satu sahabat yang dikenal tegas dalam melaksanakan kewajiban agama.

Berangkat dari itu, ada tiga permasalahan yang dirumuskan, pertama, Bagaimana pendapat Umar bin Khattab tentang penundaan penarikan zakat binatang ternak kambing yang telah mencapai nishab? Kedua, Bagaimana posisi pendapat Khalifah Umar bin Khattab tentang penundaan penarikan zakat binatang ternak kambing dalam khazanah ilmu fiqh? Dan ketiga, Bagaimana kontekstualisasi pendapat Umar bin Khattab ini dengan pengelolaan zakat di Indonesia?

Skripsi ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research). Yang menelaah kisah umar bin khattab dari berbagai referensi berupa buku. Dalam penelitian ini, penulis tidak membedakan jenis data primer maupun sekunder, karena memang uamr tidak meninggalkan sebuah karya monumental berupa buku yang bisa disebut primary source. Namun data akan dikumpulkan dari berbagai sumber yang relevan dengan pembahasan tema ini. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu dengan memaparkan kembali data yang sudah ada sebelumnya. Selanjutnya menganalisa data tersebut secara logis dan sistematis untuk menguji tingkat akurasi data yang sudah ada. Disamping juga metode Ushuliyah guna memahami hakikat pendapat Khalifah Umar bin Khattab dalam menetapkan penundaan penarikan zakat binatang ternak kambing yang telah mencapai nishab. Karena Umar hidup pada beberapa abad lalu, maka digunakan pendekatan sejarah untuk merekontruksi apa yang terjadi pada masa dahulu agar bisa dicerna pada saat ini.

Hasil penelitian ini adalah, pertama, Penundaan penarikan zakat binatang ternak yang telah mencapai nishab hanya diberlakukan kepada binatang ternak yang terkena imbas dari musim paceklik tahun ramadah. Musim paceklik itu menjadikan kualitas binatang ternak menurun drastis. Kebijakan Umar memberikan zakat kepada orang yang memiliki kambing sejumlah nishab dilandasi oleh kondisi orang tersebut juga mengalami kesukaran. Seratus kambing

(8)

viii

dengan melihat bahwa pembayar tersebut adalah benar-benar oang yang mampu. Umar akan menangguhkan penarikan zakat kepada pembayar meski hartanya telah mencapai nishab bila ia mengalami kesulitan dan kesusahan. Kedua, dalam khazanah ilmu fiqh, penundaan penarikan zakat merupakan suatu keniscayaan. Meskipun para fuqaha’ lebih mengedepankan agar zakat dibayarkan segera. Apa yang dilakukan Umar dengan menunda penarikan zakat dijadikan salah satu pertimbangan oleh beberapa ulama dalam membolehkan menunda pembayaran zakat. Dan ketiga, Kondisi Indonesia yang rawan bencana, menjadikan penundaan penarikan zakat oleh Umar bisa menjadi salah satu pertimbangan untuk menunda pembayaran zakat hingga suatu daerah kembali ke keadaan seperti sedia kala.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah rabb al-alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat

Allah SWT. Karena hanya berkat rahmat, Taufiq, Hidayah, dan Inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

Sholawat dan Salam penulis haturkan kepada junjungan baginda Nabi Muhammad SAW., yang memberikan uswatun hasanah kepada umatnya bagaimana berperilaku sehari-hari, baik kepada Allah SWT, maupun kepada sesama manusia.

Penulis tidak dapat mengelak bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari peran serta orang-orang di sekitar penulis. Oleh karena itu penulis haturkan terima kasih kepada;

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Jamil, MA. selaku rektor IAIN Walisongo.

2. Bapak Drs. H. Muhyidin M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah, dan juga dosen pembimbing I yang sudi meluangkan waktu untuk mengoreksi dan memberi arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Abdul Ghafur, M.Ag., dan Bapak Moh. Arifin, M.Hum, sebagai kajur dan sekjur Muamalah yang senantiasa memberi nasehat.

4. Bapak Nur Fatoni, M.Ag., sebagai dosen pembimbing II, yang menyempatkan waktunya untuk menelaah dari bab perbab pembuatan skripsi ini.

5. Bapak H. Ahmad Izzuddin, M.Ag., selaku dosen wali dan sekaligus bapak bagi penulis di IAIN Walisongo ini. Penulis tidak tahu apa yang akan terjadi pada penulis jika seandainya dulu tidak bertemu bapak. Hanya salam takzim dan do’a jazakumullah ahsanal jaza’ yang dapat penulis haturkan.

(10)

x

selalu memberi nasehat dan guyonan saat bertemu penulis.

7. Segenap dosen yang telah mendidik dengan tulus, terima kasih atas ilmu yang ditularkan, dan para pegawai di Fakultas Syari’ah yang telah memberi pelayanan administratif kepada mahasiswa.

8. Para ketua UKM ‘beriman’ JQH, Mas Adib (2005), Bang Qosim Al-Khos (2006), Mbak Laili Mawadah(2007), Mas Sovil Mubarok (2009).

9. Sobat-sobatku di UKM JQH, Suyanto, Misabhul Huda, Khoirul Anam, Badruttamam, Taufiq, Erma Khanifa, Trisno, Sholhan, Asrof, dan banyak lagi yang lainnya,

10. Senior Justisia, Pak Iman Ef, Pak Tedi Kholiludin, Pak Syaefudin, Mas Ikrom, Mas Arif, Mas Suji, Kang Nasrudin, Mas Hendi, Mbak Rofi’, Mbak Unatin, Mbak Ana, dll

11. Wadyabala Justisia angakatan 2006; Pak Pres Yayan, Khoirudin, Mukarom, Icha, Tiara, Wahyu Galih, Munif Bams, Chambali, Ubed, Nikmah, Sumiyati, dan adik2 wadyabal justi, 07, 08,

12. Teman-teman kelas MUA angkatan 2006, Khoirudin, Ulil, Helin, Fathur, Syaefudin, Bety, Tiyas, Elly, Hendra, Aris, Yeni, Hasan, Novita, Yusmanto, Uswatun H, Saniatin, Saeful M,

13. Anak-anaknya Pak Haji Mad Nur, Pasukan rewo-rewo Posko 28 KKN IAIN Walisongo Angkatan ke-54 Tahun 2010, Kang Huda, Mas Shoim, Dek Nata, Bulek Umi Layyinah, Bu Lilif, Bu Uun, Tante Indah, Mbak Esta, Dan Miss Ririsy. Kalian adalah keluarga baruku.

14. Sahabat-sahabat PMII di manapun anda berada, baik di rayon, komisariat, cabang, korcab, dan pb. Salam pergerakan!

15. Group rebana RISMA FALAH, Wonodri; Mas Ari, Mbak Titin, dll

16. Dan semua insan di muka bumi yang pernah berinteraksi dengan penulis, yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv HALAMAN PERSEMBAHAN ... v HALAMAN DEKLARASI ... vi ABSTRAK ... vii KATA PENGANTAR ... ix DAFTAR ISI ... . xi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Telaah Pustaka ... 8

E. Metode Penelitian ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 15

BAB II BIOGRAFI UMAR BIN KHATTAB A. Kehidupan Umar bin Khattab ... 17

B. Latar Sosial Kehidupan Umar bin Khattab ... 32

(12)

xii

YANG TELAH MENCAPAI NISHAB PADA MASA UMAR BIN KHATTAB

A. Latar Belakang Penundaan Penarikan Zakat Ternak Kambing yang telah Mencapai Nishab ... 49 B. Pandangan Umar bin Khattab tentang Zakat ... 60 C. Penundaan Penarikan Zakat Ternak Kambing yang telah Mencapai

Nishab menurut Umar bin Khattab ... 68

BAB IV ANALISIS PENUNDAAN PENARIKAN ZAKAT TERNAK KAMBING YANG TELAH MENCAPAI NISHAB PADA MASA UMAR BIN KHATTAB

A. Analisis terhadap Penundaan Penarikan Zakat Ternak Kambing Yang Telah Mencapai Nishab Pada Masa Uamr Bin Khattab ... 73 B. Posisi Penundaan Zakat Binatang Ternak pada Masa Umar bin

Khattab dalam Pandangan Ulama’ ... 86 C. Kontestualisasi Pendapat Umar dengan Pengelolaan Zakat di

Indonesia ... 92

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 95 B. Saran ... 96 C. Penutup ... 97

(13)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Zakat merupakan ibadah dan kewajiban sosial bagi para aghniya’ (hartawan)

setelah kekayaannya memenuhi batas minimal (nishab) dan rentang waktu setahun

(haul). Tujuannya untuk mewujudkan pemerataan keadilan dalam ekonomi. Sebagai

salah satu aset –lembaga- ekonomi Islam, zakat merupakan sumber dana potensial

strategis bagi upaya membangun kesejahteraan umat.

1

Pada satu sisi, memang tidak diragukan lagi, bahwa zakat itu suatu rukun dari

rukun-rukun agama; suatu fardhu dari fardhu-fardhu agama yang wajib

diselenggarakan.

2

Sedangkan pada sisi lain zakat merupakan alat bantu sosial mandiri

yang menjadi kewajiban moral bagi orang kaya untuk membantu mereka yang

miskin dan terabaikan yang tidak mampu menolong dirinya sendiri meskipun dengan

semua skema jaminan sosial yang ada.

3

Hal yang hampir mirip juga dikemukakan Dr. Abdul Hamid Mahmud

al-Ba’ly (2006). Menurutnya, zakat memiliki tiga segi; segi ibadah, segi sosial, dan segi

ekonomi.

4

Konsep dasar zakat merupakan tanda terang dan tidak mengandung kekaburan

tentang keinginan Tuhan untuk menjamin tak seorang pun menderita karena

1 Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual: Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2004 hlm. 259

2 Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, Pedoman Zakat, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,

1996, hlm. 12

3 Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu, 2005, hlm.33

4 Abdul al-Hamid Mahmud al-Ba’ly, Ekonomi Zakat: Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan

(14)

kekurangan sarana-sarana untuk memenuhi kebutuhan pokok.

5

Oleh karena itu zakat

dimaknai sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada

orang-orang yang berhak menerimanya. Di samping berarti mengeluarkan jumlah tertentu

itu sendiri.

6

Perlu dipertegas bahwa zakat itu mempunyai dua aspek; yaitu pengeluaran

atau pembayaran zakat dan penerimaan atau pembagian zakat. Yang merupakan

unsur mutlak dari keislaman adalah aspek yang pertama, yaitu pengeluaran atau

pembayaran zakat (itau al-zakat) bukan penerimaan zakat. Hal ini berarti suatu

dorongan yang kuat dari ajaran Islam, supaya umatnya yang baik (khaira ummah)

berusaha keras untuk menjadi pembayar (orang yang mengeluarkan) zakat.

7

Untuk dapat mewujudkan keinginan di atas, seorang Islam harus memenuhi

syarat wajib zakat. Zakat sebagai ibadah maaliyah (kebendaan) baru diwajibkan

ketika seseorang memiliki harta dan memenuhi syarat sebagai berikut;

1) Islam,

2) Merdeka,

3) milik sempurna,

4) cukup satu nishab (batas minimal),

5) satu tahun (haul), untuk beberapa jenis zakat.

8

5 M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, Jakarta: Gema Insani Press, 2000, hlm, 270 6 Yusuf Qardawi, Fiqhuz Zakah, Terj. Hukum Zakat : Studi Komparatif Mengenai Status dan

Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadits, Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2004, hlm. 34. lihat

juga kn sofyan hasan, Pengantar Hukum Zakat dan Wakaf, Surabaya: Al-Ikhlas, 1995, hlm. 21

7 Ali Yafie, Menggagas Fiqih Sosial: Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga Ukhuwah,

Bandung: Penerbit Mizan, 1994, hlm. 231

8 Ahamad Rofiq, Fiqh Kontekstual: Dari Normatif ke Pemaknaan Sosial, op.cit. hal 266. lihat juga

Abdul al-Hamid Mahmud al-Ba’ly, Ekonomi Zakat: Sebuah Kajian Moneter dan Keuangan Syari’ah, (penerj. Muhammad Abqary Abdullah Karim), op.cit, hlm.8-9

(15)

mengeluarkan zakat. Wahbah Zuhailiy dalam bukunya al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu

menjelaskan, dengan memperhatikan jenis bendanya, maka zakat mal (emas dan

perak), harta dagangan, dan binatang ternak yang telah sempurna haulnya, diwajibkan

mengeluarkan zakat setiap tahun sekali.

9

TM Hasbi Ash-Shidiqie menuturkan,

10

penguasa wajib memungut zakat dari

muzakki (orang yang wajib membayar zakat). Ia mendasarkan pada QS. At-Taubah

ayat 103 dan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhary dari Ibnu Abbas: bahwa

Rasulullah saw. bersabda;

...

ﺀﻮﺗ

ﺎﻴﻨﻏﺃ ﻦﻣ ﺬﺧ

ﻓ ﻢﻫ

ﺩﺮﺘ

ﻠﻋ

ﺍﺮﻘﻓ ﻰ

ﻢﻫ

...

11

Artinya: ”Diambil (zakat) dari orang-orang kaya mereka, lalu diberikan kepada

orang-orang fakir mereka.”

Berdasar hadits ini, para penguasa mempunyai hak mengurusi zakat, baik itu

menerima atau mendistribusikan, sendiri. Atau dengan membentuk naib

(wakil/badan) untuk mengurusi zakat. Dengan adanya hadits ini pula barang siapa

enggan membayar zakat, maka para penguasa boleh mengambil dengan cara paksa.

12

M. Quraish Shihab dalam menafsiri QS. At-Taubah ayat 103 menjelaskan,

walau ayat ini dalam konteks uraian tentang Abu Lubabah dan rekan-rekannya,

namun ia berlaku umum. Demikian juga walau redaksi ayat ini tertuju kepada Rasul

9 Wahbah Zuhaili. Fiqhul Islam Waadillatuhu, Libanon: Dar al-Fikr al-Muashir, t.th., hlm. 1814 10 Lih. TM Hasbi ash-Shiddiqie, op.cit. hlm. 49

11 Imam an-Nasa’i, Kitab al-Sunan al-Kubro, Juz II, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1991, hlm.

5

(16)

saw., namun ia pun bersifat umum, yakni perintah ini ditujukan kepada siapapun

yang menjadi penguasa.

13

Menilik pada sejarah, pada awal kelahiran Islam zakat langsung ditangani

langsung oleh penguasa pada masa itu. Pada saat Nabi Muhammad saw. masih hidup,

Nabi senantiasa mengutus petugas untuk mengambil zakat.

14

Dan memang Pada

masa awal Islam, zakat merupakan pendapatan negara, yang dikelola Nabi langsung

dan hal ini dilanjutkan Khalifah. Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Imam Baehaqy

telah meriwayatkan dari Imam Syafi’i bahwa Abu Bakar dan Umar telah mengutus

petugas untuk mengambil zakat. Ia menambahkan, bahwa mereka tidak pernah

mengakhirkan mengambil zakat di setiap tahunnya.

15

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, penarikan zakat tetap ditegakkan.

Namun ada satu masa dimana Umar menangguhkan penarikan zakat binatang ternak

kambing yang telah mencapai nishab. Apa yang diperbuat ini belum pernah ada

sebelumnya pada masa Nabi Muhammad saw. maupun Abu Bakar. Boleh dikatakan,

ini murni ijtihad Umar bin Khattab dalam menghadapi persoalan umat.

Ibnu Sa’ad dalam kitab Ath-Thabaqat al-Kubra meriwayatkan;

ﺎﻧﱪﺧﺃ ﻝﺎﻗ

ﻝﺎﻗﺮﻤﻋ ﻦﺑ ﺪﻤﳏ

:

ﻱﺭﺰﻔﻟﺍ ﺮﺸﺑ ﻦﺑ ﺐﺷﻮﺣ ﻦﻋ ﺪﻤﳏ ﻦﺑ ﺔﺤﻠﻃ ﲏﺛﺪﺣ

ﻝﺎﻗ ﻪﻴﺑﺃ ﻦﻋ

:

ﻱﺬﻟﺍﺀﻲﺸﻟﺍﲑﺜﻜﻟﺍﺩﺪﻌﻟﺍﺪﻨﻋ ﻰﻘﺒﻴﻓ ﺔﻨﺴﻟﺍ ﺖﺼﺣﻭ ﺓﺩﺎﻣﺮﻟﺍ ﻡﺎﻋ ﺎﻨﺘﻳﺃﺭ

ﻪﻟﺮﻛﺫﻻ

,

ﺓﺎﻌﺴﻟﺍ ﺔﻨﺴﻟﺍ ﻚﻠﺗ ﺮﻤﻋ ﺚﻌﺒﻳ ﻢﻠﻓ

,

ﲔﻟﺎﻘﻋ ﺍﻭﺬﺧﺄﻓ ﻢﻬﺜﻌﺑ ﻞﺑﺎﻗ ﻥﺎﻛﺎﻤﻠﻓ

13 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Jakarta:

Lentera Hati,2002 hlm. 706

14 Yusuf Qordawi, Fiqhuz Zakah, Terj. Hukum Zakat : Studi Komparatif Mengenai Status dan

Filsafat Zakat Berdasarkan Qur’an dan Hadits, op.cit. hlm. 736

(17)

ﲔﺛﻼﺜﺑ ﻪﻴﻠﻋ ﻡﺪﻗﻭ ﻥﻮﺛﻼﺛ ﻢﺴﻘﻓ

,

ﺱﺎﻨﻟﺍﺍﻮﺗﺄﻳ ﻥﺍ ﻢﻫﺮﻣﺄﻴﻓ ﺓﺎﻌﺴﻟﺍ ﺚﻌﺒﻳ ﺮﻤﻋ ﻥﺎﻛﻭ

ﺍﻮﻧﺎﻛ ﺚﻴﺣ

16

Artinya : Ibnu Sa’ad berkata; Muhammad bin Umar menceritakan; Tholhah bin

Muhammad meriwayatkan dari Hausyab bin Basyar al-Fazari, dari ayahnya,

bahwa dia berkata, ”Kami melihat tahun ramadah, dan paceklik

mengurangkan ternak kami, sehingga tersisa pada banyak orang harta yang

tidak ada artinya; maka Umar tidak mengutus pada tahun itu para petugas

pengumpul zakat. Lalu di tahun depannya, dia mengutus para petugas

untuk mengambil dua zakat kepada pemilik hewan, lalu separuhnya

diberikan kepada orang-orang yang miskin di antara mereka dan

separuhnya yang lain dibawa kepada Umar. Dimana tidak didapatkan pada

Bani Fazarah dari semua zakat melainkan enam puluh kambing, lalu yang

tiga puluh dibagikan, sedangkan tiga puluh yang lain dibawa kepada

Umar.”

Pada sisi lain, Ibnu Sa’ad juga meriwayatkan tentang Umar bin Khattab

sebagai berikut;

ﻝﺎﻗ

:

ﻝﺎﻗ ﺮﻤﻋ ﻦﺑ ﺪﻤﳏ ﺎﻧﱪﺧﺃ

:

ﰊﺍ ﻦﺑﺍ ﻦﻋ ﺔﻨﻴﻴﻋ ﻦﺑ ﻥﺎﻴﻔﺳ ﲏﺛﺪﺣ

ﺢﻴﳒ

ﻡﺩﺮﻛ ﻦﻋ

ﻝﺎﻘﻓ ﺓﺩﺎﻣﺮﻟﺍ ﻡﺎﻋ ﺎﻗﺪﺼﻣ ﺚﻌﺑ ﺮﻤﻋ ﻥﺃ

:

ﻂﻌﺗﻻﻭ ﺎﻴﻋﺍﺭﻭ ﺎﻤﻨﻏ ﺔﻨﺴﻟﺍ ﻪﻟ ﺖﻘﺑﺃ ﻦﻣ ﻂﻋﺃ

ﲔﻴﻋﺍﺭﻭ ﲔﻤﻨﻏ ﺔﻨﺴﻟﺍ ﻪﻟ ﺖﻘﺑﺃ ﻦﻣ

Artinya : Ibnu Sa’ad berkata, Muhammad bin Umar menceritakan : Sufyan bin

‘Uyainah meriwayatkan dari Ibnu Abi Najih, dari Kardam, bahwa umar

mengutus penarik zakat pada tahun ramadah, kemudian

berkata: ”Berikanlah zakat kepada orang yang pada masa krisis ini masih

16 Ibnu Sa’ad, Ath-Thabaqat al-Kubro, Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1990, hlm. 246,

sebagaimana dikutip Dr. Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Al-Fiqhi al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar ibn

(18)

memiliki seratus kambing, dan tidak kepada orang yang dalam krisis ini

masih memiliki dua ratus kambing.”

17

Pada masa krisis ramadah, terjadi kelaparan dan kemarau panjang yang

menyebabkan harta manusia dan ternak mereka terkena imbasnya sehingga tidak

tersisa darinya ternak yang memiliki daging dan susu, sedangkan buah-buahan dan

hasil ladang menjadi puso. Ketika dalam kondisi seperti itulah Umar berpendapat

agar orang yang memiliki seratus kambing diberikan zakat.

18

Tidakkah kamu melihat

bahwa dia (Umar) mengatakan, ’Barang siapa yang tersisa padanya seratus

kambing,’ dimana dia mensyaratkan adanya krisis. Sebab nilai seratus kambing

dalam kondisi seperti itu tidak melebihi sepuluh kambing pada masa makmur

karena tertimpa kemarau panjang dan tidak ada rumput yang menjadi makanan.

Ketika demikian itulah Umar memberikan dispensasi dalam masalah zakat karena

kasihan kepada rakyatnya. Bahkan beliau melakukan kepada mereka lebih banyak

dari pada itu pada tahun ramadah, yaitu mengakhirkan zakat dari mereka pada tahun

itu dan tidak mengambilnya hingga mereka hidup. Demikian penjelasan dari Abu

Ubaid.

19

Keunikan pendapat dan alasan Umar bin Khattab iniliah yang menjadi alasan

utama penulis untuk meneliti lebih dalam pada sebuah penelitian dengan judul;

“Penundaan Penarikan Zakat Binatang Ternak; Analisis Pendapat Khalifah

17 ibid, hlm. 246. lih. juga dalam Abu Ubaid, Kitab Al-Amwal, ditahqiq oleh Kholil Muhammad

bin Haras, Beirut: Dar al-Fikr al-Muashir, 1983. hlm. 669

18 Padahal menurut ketentuan yang ada, jika jumlah kambing ada empat puluh sampai seratus dua

puluh ekor wajib dikeluarkan zakat seekor kambing. Lih. Wahbah Zuhayli, op.cit. hal 1926. lihat pula Jalaludin As-Suyuti, Sunan An-Nasa’i, Juz ke-5, Beirut: Dar al-Fikr, 1930, hlm. 29

(19)

Kambing yang Telah Mencapai Nisab”.

Ada beberapa alasan dalam menentukan fokus penelitian ini. Pertama, zakat

adalah persoalan umat. zakat pada masa awal perkembangan Islam

20

merupakan

salah satu sumber utama pendapatan dalam baitul mal.

21

Sehingga ketika seorang

Umar mengeluarkan pendapat untuk menunda penarikan zakat ini, secara tidak

langsung akan berimplikasi terhadap keberadaan baitul mal pada saat itu. Tentu kita

patut menyelidiki apa latar belakang Umar yang dikenal sebagai sosok yang tegas

dan cerdas

22

mengeluarkan pendapat ini. Umar dalam menanggapi persoalan

berusaha menyelesaikan dengan bijak serta mengedepankan kemaslahatan bersama.

Termasuk di antaranya soal penundaan penarikan zakat bintang ternak kambing ini.

Kedua, dalam khazanah fiqih, kita hanya menemukan aturan dan norma yang

menjelaskan bagaimana menunaikan zakat jika telah memenuhi syarat dan rukun

yang ada saja. Namun tidak banyak kita jumpai bagaimana seandainya bila seorang

muzakki menunda pembayarannya karena alasan tertentu atau amil dengan

pertimbangan tertentu melakukan penundaan pemungutan zakat.

Dengan demikian, keberanian dan kecerdasan Khalifah Umar untuk

mengambil langkah yang belum ada pada era Nabi Muhammad saw. dan Khalifah

Abu Bakar dalam menghadapi problem kesulitan di masa itu cukup urgen untuk

20 yakni periode masa Nabi Muhammad saw. dan khulafaur rasyidin.

21 Sumber baitul mal pada masa itu selain zakat adalah kharaj, usyur, jizyah, dan fai’. Lih. A.

Hasjmi, Sejarah Kebudayaan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979, hlm. 82-83

22 Mengenai kedalaman ilmu Umar, Nabi Muhammad saw pernah bersabda, “Ketika aku tidur

bermimpi minum susu sehingga aku melihat kesegaran mengakhir di kukuku, kemudian aku berikan kepada Umar.” Maka para sahabat bertanya, “Apa makna demikian itu ya Rasulullah?” beliau berkata, ”Ilmu.”, Dr.

Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Al-Fiqhi al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar ibn al-Khaththab (terj. Fikih

(20)

diteliti. Inilah beberapa faktor yang mendorong penulis tertarik untuk meneliti

pendapat Khalifah Umar bin Khattab lebih jauh.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pendapat Umar bin Khattab tentang penundaan penarikan zakat

binatang ternak kambing yang telah mencapai nishab?

2. . Bagaimana posisi pendapat Khalifah Umar bin Khattab tentang penundaan

penarikan zakat binatang ternak kambing dalam khazanah ilmu fiqh?

3. . Bagaimana kontekstualisasi pendapat Umar bin Khattab ini dengan pengelolaan

zakat di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pendapat Khalifah Umar bin Khattab tentang penundaan

penarikan zakat binatang ternak yang telah mencapai nishab.

2. Untuk mengetahui posisi pendapat Khalifah Umar bin Khattab tentang

penundaan penarikan zakat binatang ternak kambing dalam khazanah ilmu fiqh.

3. Untuk memahami kontekstualisasi pendapat Umar bin Khattab ini dengan

pengelolaan zakat di Indonesia

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penelusuran penulis, belum ditemukan penelitian yang spesifik

mengkaji tentang penundaan penarikan zakat yang telah mencapai nishab. penelitian

(21)

pendayagunaan harta zakat, dan persoalan kadar nishab zakat. Di antaranya adalah;

1. Penelitian Ahmad Rulmiyadi dalam bentuk skripsi yang berjudul, Prinsip-prinsip

Pengelolaan Bait al-Maal (Studi Analisis Terhadap Pendapatan dan Belanja Kas

Pemerintahan Islam di Masa Khalifah Umar Ibn Khattab), Fakultas Syariah IAIN

Walisongo tahun 2007. Penelitian ini pada berupaya mengungkap: (1)

Bagaimana Konsep Bait al-Maal (kas pemerintahan) dalam Islam (2) Apa yang

menjadi sumber pendapatan dan ruang lingkup belanja kas Bait al-Maal pada

masa Umar Ibn Khattab, dan (3) Apa yang menjadi landasan normatif - filosofis

dalam pengelolaan Bait al-Maal masa Umar Ibn Khattab.

2. Penelitian Muhamad Khoirul Umam dalam skripsi, yang berjudul Pemikiran M.

Dawam Rahardjo Tentang Manajemen Zakat, Fak.Syari'ah IAIN Walisongo

2004, penelitian ini memfokuskan pada Manajemen Zakat yang ditawarkan

Dawam ialah pembinaan kelembagaan terhadap mushanif/mustahiq oleh

LPSM/LP3S/P3M dengan cara menyelenggarakan pelatihan untuk

penyuluh/motivator zakat. Dalam teknis operasionalnya, manajemen zakat ala

Dawam terbagi menjadi dua, yaitu zakat konsumtif dan zakat produktif dan

signifikansi pembinaan kelembagaan terhadap mushanif/mustahiq oleh

LPSM/LP3S/P3M dengan cara menyelenggarakan pelatihan untuk

penyuluh/motivator zakat bagi pemberdayaan ekonomi umat Islam.

3. Penelitian Arief Budi Santoso dalam skripsi yang berjudul Pemberdayaan Zakat

PKPU Jawa Tengah Dalam Perspektif Hukum Islam, Fak.Syari'ah IAIN

Walisongo 2007, temuan dari penelitian ini yaitu Lembaga Kemanusiaan dan

(22)

Amil Zakat Nasional Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) Jawa Tengah merupakan

cabang PKPU Pusat Jakarta sebagai suatu lembaga penerimaan, pengumpulan,

pendistribusian dan pendayagunaan zakat, infak, shadaqah, waqaf dan dana

kemanusiaan lainnya dari perorangan maupun badan hukum dari para donatur di

wilayah Jawa Tengah. Dalam memberdayakan zakat, PKPU Jawa Tengah

memberlakukan manajemen modern meliputi manajemen penghimpunan,

pengelolaan dan pendayagunaan zakat. Pemberdayaan zakat PKPU Jawa Tengah

lebih mengedepankan pada upaya membangun kemandirian mustahik melalui

peningkatan produktifitas kerja.

4. Penelitian Moh. Subechi dalam skripsi yang berjudul Peran Amil Zakat Terhadap

Peningkatan Perekonomian Umat (Studi Lapangan Di Badan Amil Zakat Kota

Semarang) Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang

2006, skripsi ini memaparkan hal yang berkaitan dengan pola pengumpulan,

teknik pengelolaan, dan peran amil amil zakat di BAZ Kota Semarang dikaitkan

dengan peningkatan perekonomian umat. Dalam penelitian ini, penyusun

berusaha untuk mengamati apakah selama ini peran amil zakat sudah dapat

mengangkat ekonomi umat atau belum. Zakat sebagai salah satu instrumen

pemberdayaan ekonomi umat diartikan memberikan kepada seseorang apa yang

menjadi haknya. Dan tuntutan itu sendiri adalah keseimbangan ekonomi dan

bukan penumpukan harta pada pada segolongan tertentu. Untuk dapat

mewujudkan hal tersebut dalam masyarakat BAZ Kota Semarang menggunakan

metode prioritas dalam memberikan harta zakat.

(23)

Desa Mojokerto Kec. Kragan Kab. Rembang Fakultas Syariah IAIN Walisongo

Semarang 2006. Dalam skripsi ini peneliti membahas masalah pengelolaan zakat

fitrah yang terjadi di desa Mojokerto kec. Kragan kab. Rembang yaitu pembagian

zakat fitrah diberikan dalam bentuk zakat produktif yang dikelola panitia zakat

setempat dengan memberikan harta zakat fitrah dalam bentuk kambing yang hal

tersebut memerlukan waktu, sehingga pemberiannya sampai beberapa hari setelah

hari raya idul fitri. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut dapat

dibenarkan dengan berpegang pada dalilﻦﻴآﺎﺴﻤﻠﻟ ﺔﻤﻌﻃ. Jadi, untuk merealisasikan

dalil tersebut maka pembagian zakat fitrah yang dilakukan di desa Mojokerto kec.

Kragan kab. Rembang diberikan dalam bentuk konsumtif dan produktif.

6. Penelitian Indrawati dalam skripsi yang berjudul Sanksi Bagi Muzakki Yang

Melanggar Kewajiban Membayar Zakat Dalam Perspektif Dr. Yusuf Al

Qardhawi, Fak.Syari'ah IAIN Walisongo 1999, hasil penelitian ini menunjukkan,

Dr. Yusuf Qardhawi menyerukan tentang pentingnya menjatuhkan sanksi bagi

mereka (muzakki) yang melanggar kewajiban membayar zakat. Dr. Yusuf

Qardhawi juga mengatakan bahwa kewajiban membayar zakat tidak bisa gugur

dengan lewatnya waktu dan juga tidak bisa terhapus karena kematian.

7. Penelitian Sururi yang berjudul Rekontruksi Nishab Zakat Mal Refleksi Atas

Pemikiran Dr. Yusuf Qardhawi Fak.Syari'ah IAIN WS 2004, Menurut Dr. Yusuf

Qardhawi setiap pemimpin negara dimanapun dan kapanpun berhak menentukan

nishab zakat yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. Keputusan

tersebut harus tetap mengacu pada nilai-nilai yang terkandung di dalam nash baik

(24)

yang bersumber dari QurÂ’an maupun hadis (tujuan keadilan) yang menjadi

maqashid al-syariÂ’ah.

8. Penelitian Ulfah Ariyani yang berjudul Studi Analisis Pemikiran Yusuf

Al-Qardhawi tentang Nishab Zakat Uang Fak.Syari'ah IAIN Walisongo 2004,

Penentuan nishab zakat uang dengan menggunakan standar emas, dirasakan lebih

relevan dengan masa sekarang. Sebab, terdapat perbedaan yang sangat signifikan

antara harga emas dan harga perak (1:20). Namun sebagai upaya ihtiyath serta

demi kemaslahatan para fuqaha dan masakin, maka tidak ada salahnya mengukur

nishab zakat uang dengan standar perak.

Dari penelusuran di atas, penelitian tentang zakat masih berkutat seputar

pengelolaan dan pemanfaat sumber zakat. Dan juga baru berkisar seputar penentuan

tentang ketentuan jumlah zakat dan mustahiq zakat. Penulis belum menemukan

penelitian yang berusaha mengupas secara mendalam mengenai penundaan zakat

ketika suatu daerah mengalami krisis, padahal ada muzakki yang sudah semestinya

harus ditarik zakatnya.

Adapun penelitian tentang Umar Ibn Khattab yang ada baru mengenai

pengelolaan baitul mal secara global. Sehingga menurut penulis, penelitian ini akan

menambah khazanah baru tentang pengelolaan zakat dan menghadapi persoalan

penundaan pembayaran zakat.

E. Metodologi Penelitian

1. Jenis penelitian

(25)

Sehingga penelitian ini berupaya melakukan pengkajian dan penelaahan terhadap

literatur yang tekait dengan tema yang penulis angkat, yakni penundaan penarikan

zakat binatang ternak menurut Khalifah Umar bin Khattab.

2. Sumber data

Dalam penelitian secara umum, sumber data dibedakan atas sumber data

primer dan sumber data skunder. Sepengetahuan penulis, dalam penelitian

pendahuluan, Khalifah Umar bin Khattab tidak meninggalkan karya yang bisa

dikategorikan sebagai sumber primer. Namun demikian penulis dapat

memperoleh data primer dari Ibnu Saad dalam bukunya, Thabaqat Al-Kubra.

Sedangkan data sekunder diperoleh dari buku karya Abu Ubaid yang bertitel

Al-Amwal. Dalam penelitian ini penulis juga mengumpulkan data dari berbagai

sumber yang memberikan informasi tentang pendapat Khalifah Umar bin Khattab

mengenai penundaan penarikan zakat binatang ternak kambing yang telah

mencapai nisab. Misalnya, buku Al-Fiqhi Al-Iqtishadi Li Amiril Mukminin Umar

Ibnu Al-Khattab, yang diterjemahkan menjadi Fikih Ekonomi Umar Bin Khottob,

karya Dr. Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Yusuf Qaradhawi dalam magnum

opus-nya yang bertitel Fiqh Zakat (terj. Hukum zakat) juga menyinggung tentang

perilaku Umar ini, kemudian kitab yang disusun Muhammad Rowasy qol’ahjay

yang berjudul, Mausu’ah Fiqh Umar ibn Khaththab, dan. Ada juga buku

karangan Muhammad Ridho yang berjudul Umar bin Khottob al-Faruq. Buku ini

berisi sejarah hidup Umar dari awal hingga akhir. Juga mengisahkan bagaimana

Khalifah Umar bin Khattab menghadapi paceklik pada tahun ramadah, yang salah

(26)

satunya, membuat Umar berpendapat perlunya menunda penarikan zakat binatang

ternak. Dan buku-buku lain yang memberi informasi tentang pendapat Khalifah

Umar untuk menunda penarikan zakat binatang ternak kambing yang telah

mencapai nishab pada tahun ramadah.

3. Teknik pengumpulan data

Karena penelitian ini tergolong dalam jenis penelitian kepustakaan, maka

untuk mendapatkan data peneliti melakukan pencarian dan pengumpulan melalui

studi kepustakaan untuk mendapatkan buku maupun literatur yang relevan dengan

pokok bahasan.

4. Analisis data

a. Metode analisis

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif,

yaitu dengan memaparkan kembali data yang sudah ada sebelumnya.

Selanjutnya menganalisa data tersebut secara logis dan sistematis untuk

menguji tingkat akurasi data yang sudah ada.

Penulis juga akan menggunakan metode Usuliyah.

23

Metode ini

digunakan untuk memahami hakikat pendapat Khalifah Umar bin Khattab

dalam menetapkan penundaan penarikan zakat binatang ternak kambing yang

telah mencapai nishab. Karena pendapat Umar dalam persoalan ini berbeda

dengan apa yang dilakukan Nabi Muhammad saw. dan Khalifah Abu Bakar.

Dengan kata lain, apa yang dilakukan Umar menyimpang dari makna tekstual

dan kebiasaan Umar sendiri pada tahun-tahun sebelumnya dalam menarik

zakat.

(27)

Penelitian ini akan menggunakan pendekatan sejarah (histories).

Metode ini digunakan agar sebisa mungkin penulis memasuki kedaan

sebenarnya berkenaan dengan pemaparan suatu peristiwa, yaitu kondisi

dimana Umar mengeluarkan pendapat tentang penundaan penarikan zakat

binatang ternak kambing yang telah mencapai nishab.

F. Sistematika Penulisan

Penulisan hasil penelitian ini terdiri atas lima bab;

Pertama: pendahuluan. Bab ini meliputi latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penilitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

Kedua: Biografi Umar bin Khattab. Bab ini terdiri atas tiga sub bab. Yaitu,

Kehidupan Umar bin Khattab, Masa Umar bin Khattab, dan Metodologi ijtihad

Umar bin Khattab.

Ketiga: penundaan penarikan zakat binatang ternak kambing yang telah

mencapai nisab pada masa Khalifah Umar bin Khattab. Dalam bab ini dipaparkan

mengenai pengertian tahun ramadah, kondisi kota hijaz, upaya Umar dalam

menghadapi tahun ramadah.

Keempat: analisis pendapat Khalifah Umar bin Khattab tentang penundaan

penarikan zakat binatang ternak kambing yang telah mencapai nisab. Ada tiga hal

pokok yang akan dianalisis pada bab ini. Tentang analisis terhadap pendapat

Khalifah Umar bin Khattab tentang penundaan penarikan zakat binatang ternak

kambing yang telah mencapai nisab, dan analisis posisi pendapat Umar bin Khattab

(28)

tentang penundaan penarikan zakat binatang ternak kambing dalam khazanah ilmu

fiqh. Juga kontekstualisasi pendapat Umar dengan pengelolaan zakat di Indonesia.

(29)

BAB II

BIOGRAFI UMAR BIN KHATTAB

A. Kehidupan Umar bin Khattab 1. Nasabnya

Para sejarawan menyebutkan nasab Umar dari jalan ayah dan ibunya. Jalur ayah adalah, Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Abdil ‘Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razah bin Adi bin Kaab bin Luayyi bin Ghalib al-Quraisyi al-Adawi. Jalur ibu adalah, Hantamah binti Hasyim bin Mughirah, dari Bani Mahzumi, dimana Hantamah adalah saudara sepupu Abu Jahal.1

Kunyah (nama lain)-nya Abu Hafash;2 dan laqab (gelarnya) : Al-Faruq. Dikatakan bahwa dia digelari itu dikarenakan keberaniannya mengumumkan keislamannya, ketika yang lain menyembunyikan keislaman mereka. Maka dia membedakan antara yang hak dan yang bathil.3

2. Kelahiran dan Pertumbuhannya

1

Ibnul Jauzi, Manaqib Amirul Mukminin Umar ibn Khattab, Beirut: Dar Kitab al-Ilmiyyah, 1987, hlm. 9, Muhammad Ridho, Umar ibn al-Khattab al-Faruq, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.th, hlm. 8, Ibnu Katsir, Tartib wa Tahdzib Kitab al-Bidayah wan Nihayah, (terj. Al Bidayah Wan Nihayah Masa Khulafa’ur Rasyidin), Jakarta: Dar al-Haq, hlm, 168, Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, Jakarta: Khalifa, 2006, hlm. 17, Jalaludin as Suyuthi, Tarikh al-Khulafa’, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.th. hlm. 86

2

Muhammad Ali Quthb, Al-Khulafau al-Rasyidun, Beirut: Manahil al-Ghurfan, t.th, hlm. 92-93

3

Ibnu Katsir, op.cit. Muhammad Ali Quthb, ibid, hlm. 83, Muhammad Ridho, op.cit, hal. 19, Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, op.cit., hlm. 19, Ibnul Jauzi, op.cit., hlm. 18

(30)

Umar dilahirkan 30 tahun sebelum masa kenabian.4 Ia hidup selama 65 tahun.5 Separuh hidupnya dihabiskan dalam masa jahiliyyah. Pada masa ini Umar sama sekali tidak dikenal. Namun semua berubah ketika masuk Islam, namanya menjadi terkenal dan termasuk salah satu tokoh besar.6

Umar menghabiskan masanya dalam jahiliyah selama 30 tahun. Umar sama sekali tidak dikenal kecuali pernah menjadi wakil utusan bagi Kaum Quraisy. Sebab jika terjadi perang diantara Kaum Quraisy dan suku lain, maka Kaum Quraisy mengutus Umar sebagai utusan. Dan jika terdapat orang yang membanggakan dan menjadi hakim dalam suatu perselisihan, maka mereka rela bila Umar sebagai wakil mereka dalam hal tersebut.7

Umar berkembang dalam asuhan bapaknya yang berwatak keras dan berhati kasar. Umar dibebani ayahnya menggembala unta dan kambing, memaksa Umar bekerja sampai letih, dan Umar dipukul jika mengabaikan. Pada saat itu, Umar adalah orang biasa seperti jutaan manusia lainnya. Kemudian ketika masuk Islam, dia menjadi sosok yang

4

Muhammad Ridho, ibid., hal. 8-9, Muhammad Ali Quthb menyebutkan, Umar lahir tiga belas tahun setelah tahun gajah, yakni tahun kelahiran Nabi Muhammad saw. (570 M). lih, Muhammad Ali Quthb, ibid., hlm. 76.

5

Ibnu Katsir menyebutkan adanya perselisihan tentang berapa usia Umar. Beberapa di antaranya menyebutkan, umur Umar 55 tahun, 63 tahun, dan 57 tahun. Ibnu Katsir, op.cit, hlm. 187. lihat juga, As Suyuthi, Tarikhul Khulafa, op.cit., hlm. 108

6

Jaribah, op.cit., hlm. 18 7

Muhammad Ridho, op.cit., hlm. 10, Ibnul Jauzi, op.cit., hlm. 11, Jalaluddin as Suyuthi, op.cit., hlm. 86

(31)

pemaparan kisah-kisah indahnya dan berbagai keistimewaannya menyita perhatian para sejarawan.8

3. Sifat-sifatnya

Berbagai referensi menggambaran sosok Umar ra, bahwa beliau berbadan tinggi besar, lebat bulu badannya, terurai rambutnya dari kedua sisi kepalanya, berkulit kemerah-merahan, dan ada yang mengatakan cokelat muda, berjenggot lebat, dan menyemir ubannya dengan hana.9

Umar adalah orang yang sangat tawadhu’ kepada Allah. Kehidupan dan makanannya sangat sederhana. Beliau terkenal sangat tegas dalam urusan agama Allah, selalu menambal bajunya dengan kulit, membawa ember di atas kedua pundaknya, dengan wibawanya yang sangat besar, selalu mengendarai keledai tanpa pelana, jarang tertawa, dan tidak pernah bergurau dengan siapapun. Cincinnya bertuliskan sebuah kata-kata, “Cukuplah kematian

menjadi peringatan bagimu hai Umar.”10

Di samping sifat fisik tersebut, Umar juga memiliki sifat-sifat kejiwaan yang luhur, diantaranya: adil, penuh tanggung awab, sangat keras pengawasannya terhadap para pejabat dan aparat negara, santun terhadap rakyat dan sangat antusias dalam merealisasikan kemaslahatan mereka, tegas dalam urusan agama, berwibawa dan disegani manusia, tajam firasatnya, luas

8

Jaribah, op.cit., hlm. 18 9

Ibnul Jauzi, op.cit., hlm 10, Ibnu Katsir, op.cit., hlm. 168, Muhammad Ridho, op.cit., hlm. 10

10

(32)

dalam keilmuannya, cerdas pemahamannya, dan sifat-sifat lain yang tidak mungkin disebutkan seluruhnyadi sini.11

Di antara beberapa sifat beliau yang banyak diuraikan para sejarawan adalah;

a. Keras. Yaitu lawan dari lemah lembut. Maksudnya, keras dalam menyelesaikan berbagai masalah dan menghadapinya dengan tegar dan penuh keteguhan.12

Sifat ini menjadi ciri khas Umar ra pada masa jahiliyyah dan juga menjadi bagian kisah indahnya dalam Islam. Sebab beliau menggunakan sifat ini dalam melayani agama dan menegakkan perintah Allah SWT. Nabi Muhammad saw. pernah bersabda;

ﺭﺎﺸﺑ ﻦﺑ ﺪﻤﳏﺎﻨﺛﺪﺣ

.

ﻲﻔﻘﺜﻟﺍﺪﻴﺍ ﺪﺒﻋ ﻦﺑ ﺏﺎﻫﻮﻟﺍﺪﺒﻋ ﺎﻨﺛﺪﺣ

.

ﺪﻟﺎﺧ ﺎﻨﺛﺪﺣ

ﻝﺎﻗ ﻚﻟﺎﻣ ﻦﺑ ﺲﻧﺃ ﻦﻋ ﻪﺑﻼﻗ ﰉﺃ ﻦﻋﺃﺬﳊﺍ

:

ﻪﻴﻠﻋ ﷲﺍ ﻰﻠﺻ ﷲﺍ ﻝﻮﺳﺭ ﻝﺎﻗ

ﻢﻠﺳﻭ

:

ﱵﻣﺄﺑ ﱵﻣﺃ ﻢﺣﺭﺃ

ﺮﻜﺑﻮﺑﺃ

,

ﺮﻤﻋ ﷲﺍ ﺮﻣﺃ ﰲ ﻢﻫﺪﺷﺃﻭ

,

ﺄﻴﺣ ﻢﻬﻗﺪﺻﺃﻭ

ﻥﺎﻤﺜﻋ

,

ﺐﻌﻛ ﻦﺑ ﰊﺃ ﷲﺍ ﺏﺎﺘﻜﻟ ﻢﻫﺃﺮﻗﺃﻭ

,

ﻦﺑ ﺪﻳﺯ ﻢﻬﺿﺮﻓﺃﻭ

ﺖﺑﺎﺛ

,

ﺃﻭ

ﻞﺒﺟ ﻦﺑ ﺫﺎﻌﻣ ﻡﺍﺮﳊﺍﻭ ﻝﻼﲝ ﻢﻬﻤﻠﻋ

:

ﺎﻨﻴﻣﺃ ﻪﻣﺃ ﻞﻜﻟ ﻥﺍﻭﻻﺃ

,

ﻥﺍﻭ

ﺡﺍﺮﳉﺍ ﻦﺑ ﻩﺪﻴﺒﻋﻮﺑﺃ ﻪﻣﺀﻻﺍ ﻩﺬﻫ ﲔﻣﺃ

.

Artinya; “Muhammad bin Basysyar, Abdul Wahab bin Abdul Majid

al-Tsaqafi, Kholid al-Hadzdza’ dari Abi Qilabah dari Anas bin Malik berkata: Rasulullaah saw. Bersabda: Umatku yang paling sayang kepada umatku adalah Abu Bakar, yang paling keras dalam perkara (agama) Allah adalah Umar, yang paling benar dalam malu adalah Utsman,yang paling bagus bacaan al-Qur’an adalah Ubay bin Ka’ab, yang paling menguasai faraid adalah Zaid bin Tsabit, dan yang paling mengetahui halal dan haram adalah

11

Jaribah, op.cit., hlm. 19 12

(33)

Muadz bin Jabal. Dan ketahuilah, bahwa dalam setiap umat terdapat orang yang amanat, dan orang amanat dalam umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.”13

Para sahabat sangat mengenal sikap keras Umar ini dan takut terhadap sifat tersebut. Oleh karena itu, ketika Abu Bakar mengangkat Umar sebagai khalifah setelahnya, maka salah seorang di antara mereka berkata kepada Abu Bakar, “Apa yang kamu katakan kepada Tuhanmu jika kamu mengangkat Umar sebagai khalifah bagi kami, sedangkan kamu mengetahui sifat kerasnya?” maka Abu Bakar berkata, “Dudukkanlah aku, apakah kalian menakut-nakutiku dengan Allah? Aku katakan, “Wahai tuhanku, aku mengangkat khalifah terhadap mereka orang yang terbaik dalam agamamu.”14

Sesungguhnya Umar ra mengerti sifat tersebut pada dirinya, akan tetapi dia mengeksplorasinya dalam menolong kebenaran dan menumpas kezhaliman. Sebagai bukti hal tersebut, bahwa ketika sampai kepada Umar kekhawatiran kaum muslimin terhadap sikap kerasnya, maka dia menjelaskan kepada mereka sebab-sebab sifat kerasnya dan dalam apa dipergunakannya.15

Sesunggunya sifat keras Umar ra tidak berarti ia bengis dan tidak mengenal kasih sayang. Sebab beliau memiliki sifat lemah lembut dan

13

Sunan At-Tirmidzi, Juz V, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, t.th. hlm 623 14

As Suyuthi, op.cit., hlm 94 15

(34)

kasih sayang terhadap rakyat. Beliau tidak pernah menyerahkan pekerjaan kepada orang yang memiliki sifat bengis dan keras hati.16

Umar adalah seorang muslim yang keras dalam agamanya, dan kekerasannya itu tidaklah membahayakan manusia, bahkan menjadi jaminan bagi mereka. Bahwa seorang muslim, seorang dzimmi, dan seorang musyrik tidak perlu takut kepadanya dalam hal-hal yang di luar ketentuan al-Qur’an dan sunnah.17

b. Wibawa18

Umar memiliki wibawa besar dan disegani setiap orang yang melihatnya. Bahkan setan pun takut dan lari darinya. Nabi Muhammad saw mengukuhkan sifat tersebut kepada Umar seperti disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqash, bahwa dia berkata, Umar meminta izin untuk masuk kepada Rasulullah SAW sementara bersama beliau terdapat kaum perempuan Quraisy yang sedang berbicara banyak dengan beliau dan suara mereka keras melebihi suara beliau. Maka ketika Umar meminta izin masuk, mereka berdiri dan segera bersembunyi di balik tabir, dan Rasulullah SAW mengizinkan kepadanya untuk masuk. Lalu dia masuk, dan Rasulullah SAW tertawa. Maka dia berkata, ‘Engkau tertawa sehingga terlihat gigimu ya Rasulullah!’ nabi saw berkata, ‘Aku heran dengan kaum perempuan yang tadi berada di sisiku. Ketika mereka mendengar suaramu,

16

ibid, hlm. 21 17

Abbas Mahmoud al-Akkad, Kecemerlangan Khalifah Umar bin Khattab, Jakarta: Bulan Bintang, 1978, hlm.140

18

Maksudnya ditakuti yang disertai penghormatan dalam hati, dan sering pula disertai rasa cinta dan pengenalan.

(35)

maka mereka sembunyi di balik tabir.’ Umar berkata, ‘Engkau lebih berhak ditakuti mereka ya Rasulullah?’ kemudian Umar melanjutkan, ‘Wahai kaum yang memusuhi diri mereka sendiri, apakah kamu takut kepadaku dan tidak takut kepada Rasulullah?’ mereka menjawab, ‘ya, kamu lebih keras dari pada Rasulullah.’ Lalu rasulullah bersabda, “Demi

dzat yang diriku di tangannya; tidaklah setan bertemu kamu menempuh jalan yang manapun, melainkan dia menempuh selain jalan kamu.”19

Di samping kewibawaan tersebut, Umar adalah orang yang rendah hati, mudah kembali kepada kebenaran dan dari siapa saja tanpa keberatan sedikit pun. Ia bahkan meminta rakyatnya untuk menunjukkan kekurangannya, membantu orang yang memiliki kebutuhan dengan kedua tangannya, mengobati sendiri unta zakat, tidur di bawah pohon tanpa penjagaan, tidak menyukai fenomena kebanggaan dan kesombongan, dan sering kali embawa ember di punggungnya untuk mendidik dirinya seraya berkata, “Sesungguhnya nafsuku mendorongku ujub, maka aku ingin merendahkannya.”20

c. Ilmu

Nabi Muhammad SAW. mempersaksikan keilmuan dan pemahaman Umar yang tidak beliau lakukan kepada selainnya. Sebagaimana dalam sabda beliau; “Ketika aku tidur bermimpi minum susu sehingga aku melihat kesegaran mengalir di kukuku, kemudian aku

19

Jaribah, op.cit.., hlm. 22 20

(36)

berikan kepada Umar.” Maka para sahabat berkata, “Apa makna demikian itu, ya Rasulullah?” beliau berkata, “Ilmu.”21

Abdullah bin Mas’ud menyifati ilmu Umar seraya mengatakan, “Seandainya ilmu Umar diletakkan di piringan timbangan yang satu, dan ilmu orang-orang yang hidup di bumi diletakkan di piringan timbangan yang lain, niscaya ilmu Umar mengungguli ilmu mereka. Sungguh mereka (para sahabat) berpendapat bahwa dia pergi dengan 90% ilmu.”

4. Keislamannya

Umar masuk Islam ketika berusia 27 tahun, beliau mengikuti Perang Badar dan peperangan yang terjadi setelahnya bersama Rasulullah SAW. Beliau juga pernah diutus berangkat bersama sebagian tentara untuk memata-matai dan mencari informasi tentang musuh, terkadang menjadi pemimpin dalam tugas ini.22

Meskipun ketika Nabi Muhammad SAW. diangkat Allah sebagai Rasul yang terakhir untuk menyampaikan Islam kepada manusia, Umar termasuk orang yang paling sengit dalam memusuhi Islam dan dikenal keras tabiatnya, dimana kaum muslimin yang lemah menerima darinya berbagai bentuk gangguan dan siksaan.23

Umar masuk Islam bertepatan pada tahun ke-6 dari kenabian. Keislamannya memiliki pengaruh besar bagi kaum muslimin. Abdullah bin Mas’ud berkata, “Kami selalu sangat mulia sejak Umar masuk Islam,”

21

Ibnu Katsir, op.cit., hlm. 173, Muhammad Ali Quthb, op.cit., hlm. 85-86 22

Ibnu Katsir, ibid., hlm. 170 23

(37)

dalam riwayat lain disebutkan, Ibnu Mas’ud berkata, “Sesungguhnya keislaman Umar adalah penaklukkan, hijrahnya kemenangan, dan kepemimpinannya adalah rahmat.”24

Ibnu Abbas berkata; “Ada 39 orang lelaki dan perempuan masuk Islam bersama Rasulullah SAW., kemudian ditambah Umar. Maka jadinya empat puluh. Kemudian Jibril menurunkan firman Allah, hasbuka Allah

waman ittaba’aka min al- mukminin.”25.

Nabi Muhammad SAW. pernah berdoa, “Ya Allah jayakanlah Islam dengan salah satu dari orang yang engkau lebih cintai: Abu Jahal atau Umar bin Khattab. Maka salah satu dari keduanya yang lebih dicintai Allah adalah Umar bin Khattab.”26

5. Kekhalifahannya

Ketika Abu Bakar menghadapi kematiannya, dia mengangkat Umar sebagai khalifah setelah bermusyawarah dengan para sahabat senior dan persetujuan mereka dalam hal itu.27 Masa dua tahun bagi Khalifah Abu Bakar rupanya belum cukup menjamin stabilitas keamanan terkendali, maka penunjukkan ini dimaksudkan untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan di kalangan umat Islam. 28 Saat itu timbul kecemasannya, apabila ia tidak menunjuk atau menentukan orang yang akan menggantikan jabatannya. Profil yang akan menggantikan hendaknya

24 ibid. 25

Muhammad Ridho, op.cit., hlm 11 26 Sunan At Tirmidzi, op.cit., hlm 576-577 27

Ibnu Katsir, op.cit., hlm. 199. Umar menerima tampuk kekhalifahan dari Abu Bakar pada Bulan Jumadil Akhir tahun 13 H. Mengenai beberapa riwayat tentang pembaiatan Umar oleh Abu Bakar, lih. Ibnul Jauzi, op.cit., hlm 52-56

28

(38)

orang yang tegas, tetapi tidak kejam, orang yang ramah tetapi tidak lemah. Menurut pandangan Abu Bakar orang seperti itulah yang mampu memelihara persatuan dan umat Islam dan membendung ancaman dari luar.29

Menurut pandangan Abu Bakar orang yang memiliki kriteria seperti itu ialah Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib. Tetapi Abu Bakar cenderung memilih Umar. Alasannya, mungkin sekali, di samping pandangannya tersebut, Umar adalah seorang tokoh sahabat yang terdekat dengannya selama menduduki jabatan khalifah dan memiliki andil dalam pengangkatannya menjadi khlalifah pada peristiwa Saqifah Bani Sa’idah. Sedangkan Ali bin Abi Thalib, walaupun termasuk salah seorang tokoh sahabat yang disegani, tetapi kurang dekat dengannya bila dibandingkan Umar, apalagi Ali bin Abi Thalib baru mau mengakui kekhalifahan Abu Bakar setelah enam bulan menduduki jabatan tersebut.30

Ketika Umar telah menjadi khalifah ia berkata kepada umatnya, “Orang-orang Arab seperti halnya seekor unta yang keras kepala dan ini akan bertalian dengan pengendara dimana jalan yang akan dilalui. Dengan nama Allah, begitulah aku akan menunjukkan kepadamu ke jalan yang harus engkau lalui.”31

Meskipun peristiwa diangkatnya Umar sebagai khalifah itu merupakan fenomena yang baru, tetapi harus dicatat bahwa proses

29

HM.Sholikhin, Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rasail, 2005, hlm. 9 30

ibid., 31

(39)

peralihan kepemimpinan tetap dalam bentuk musyawarah, yaitu berupa usulan atau rekomendasi dari Abu Bakar yang diserahkan kepada persetujuan umat Islam. Untuk menjajaki pendapat umum, Khalifah Abu Bakar melakukan serangkaian konsultasi terlebih dahulu dengan beberapa sahabat, antara lain Abdurrahman bin Auf dan Utsman bin Affan.32

Pada awalnya terdapat berbagai keberatan mengenai rencana pengangkatan Umar ini, sahabat Tolhah misalnya, segera menemui Abu Bakar untuk menyampaikan rasa kecewanya. Namun oleh karena Umar adalah orang yang paling tepat untuk menduduki kursi kekhalifahan, maka pengangkatan umar Mendapat persetujuan dan baiat dari semua anggota masyarakat umum.33

Dari hasil pengumpulan pendapat itu diketahui bahwa pada umumnya tokoh-tokoh sahabat menyetujui penunjukkan Umar sebagai calon pengganti Khalifah Abu Bakar. Oleh karena itu Abu Bakar secara resmi membuat surat pengangkatan Umar bin Khattab sebagai orang yang akan menduduki jabatan khalifah, apabila Abu Bakar wafat. Di antara surat pengangkatan tersebut berbunyi;

“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Ini pernyataan Abu Bakar bin Qahafah pada akhir hayatnya di dunia yang akan ditinggalkannya dan awal masanya ke akhirat yang akan ditujunya. Sesungguhnya saya telah mengangkat Umar bin Khattab untuk menjadi khalifah untukmu. Apabila dia berlaku adil, maka itulah alasan dan

32

ibid., hlm. 53 33

(40)

harapan saya padanya. Tetapi apabila ia berubah dan beralih sikap, maka yang akan saya kehendaki hanyalah kebaikan dan saya tidak mengetahui sesuatu yang belum terjadi.”

Beberapa bulan setelah penunjukkan tersebut, Abu Bakar wafat dan Umar bin Khattab langsung menjadi khalifah. Pada waktu itu usia Umar sekitar 52 tahun, berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa Umar bin Khattab dilahirkan empat puluh tahun sebelum peristiwa hijrah ke Madinah.34

Umar melaksanakan tugas dalam kekhalifahan selama 10 tahun lebih 6 bulan, dan mampu merealisasikan banyak hal besar yang diraih.35

Beliaulah yang pertama kali digelari amirul mukminin. Beliau pula yang pertama kali membuat penanggalan hijriyah, orang yang pertama kali berkeliling di malam hari mengontrol rakyatnya di Madinah, yang pertama kali membawa tongkat pemukul untuk memberi pelajaran dan menghukum yang salah, yang pertama kali mendera peminum khamr 80 kali cambukan, khalifah yang melakukan banyak penaklukkan,36 yang pertama kali membuat kota-kota, membentuk tentara resmi, membuat undang-undang

34

HM. Sholikhin, op.cit., hlm 10 35

Jaribah, op.cit.,hlm. 25, Ali Mufrodi, op.cit., hlm. 58 36

Badri Yatim yang mengutip dari Harun Nasution menjelaskan, di zaman Umar, gelombang ekspansi pertama terjadi, ibu kota Syria, Damaskus, jatuh pada tahun 635 M dan setahun kemudian setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr ibn Ash dan ke Irak dibawah pimpinan Saad bin Abi Waqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebgian besar wilayah Persia, dan mesir. Lih. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004, hlm. 37

(41)

perpajakan, membuat sekretariat, menentukan gaji tetap, menempatkan para qadhi, membagi-bagi wilayah yang ditaklukkan, dan lain sebagainya.37

Dalam persoalan keuangan negara, Umar mendirikan diiwan

al-maali yang mengepalai administrasi pendapatan pemerintah pusat dan

pemerintah provinsi. Dewan berkewajiban mengatur penerimaan dan pengeluaran pendapatan kerajaan. Sumber pendapatan umumnya diperoleh dari jizyah, zakat, kharaj, harta rampasan perang (ghanimah), dan fai’ (pendapatan yang diperoleh dari tanah kerajaan). Di samping semua pajak atau pendapatan ini, Umar melembagakan beberapa pajak yang baru, yaitu

al-usyr atau sepersepuluh penghasilan yang ditetapkan atas perkebunan

besar, pajak perdagangan yang dipungut dari pedagang non-muslim asing, dan zakat atas benda, yang selama masa Nabi atau Abu Bakar, dibebaskan.38 Sebagai contoh adalah zakat atas kuda. Dalam hal ini Umar mengambil sepuluh dirham. Untuk zakat kuda yang kurang bagus, beliau memungut sebesar delapan dirham. Umar juga memungut zakat kuda pengangkut sebesar lima dirham.39 Mengenai zakat kuda, Muhammad Ashraf menerangkan, Umar berdalih bahwa pada zaman Rasulullah kuda

37 Ibnu Katsir, op.cit., hlm. 170 38

K. Ali, A Study of Islamic History (penerj. Adang Affandy), Bandung: Bina Cipta, 1995, hlm. 118

39

Muhammad Abdul Aziz al-Halawi, Fatwa dan Ijtihad Umar bin Khaththab : Ensikopledia Berbagai Persoalan Fiqih, Surabaya: Risalah Gusti, 1999, hlm. 100

(42)

dipelihara bukan untuk diperdagangkan, tapi pada masa pemerintahannya kuda sudah menjadi binatang yang diperdagangkan.40

6. Pemikiran Keagamaan Umar bin Khattab

Umar bin Khattab terkenal sebagai seorang khalifah yang berani berijtihad, terutama dalam menyelesaikan persoalan-persoalan hukum, yang kadang-kadang keputusannya dalam bidang hukum ini dipandang sebagai bertentangan dengan nash.41 Umpamanya tentang rampasan perang dalam penaklukkan Syria dan Irak. Dalam hal ini Umar tidak membagikan harta rampasan kepada prajurit yang ikut perang sebagaimana yang dilakukan pada masa Nabi Muhammad SAW dan Khalifah Abu Bakar.42 QS. Al-Anfal ayat 41 menjelaskan bahwa seperlima harta rampasan perang untuk Allah, Rasul-nya, kerabat Rasul, anak yatim, orang-orang miskin, dan ibnu sabil. Sedang empat perlima tidak disinggung sama sekali dalam Al-Qur’an. Terjadi pro kontra dalam menyikapi sikap Umar ini. 43

HM Sholikhin menjelaskan, pada masa pemerintahan Umar ini terjadi pertentangan kepentingan antara kepentingan prajurit yang sangat terbatas dengan kepentingan negara yang lebih luas. Jika terjadi pertentangan kepentigan khusus dan kepentingan umum, maka menurut

40

Muhammad Ashraf, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar ibn al-Khatab, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1990, hlm 78

41 HM. Sholikin, op.cit., hlm. 16 42

ibid., 43

Apa yang dilakukan Umar tentang kasus ini setidaknya dilandasi oleh, pertama, tanah rampasan yang dibagikan prajurit berperang terlantar dan tidak diurus. Kedua, bila semua hara rampasan perang dibagikan, negara mau dibiayai pakai apa saat itu, ibid.,

(43)

jiwa ajaran Islam, kepentingan umum lebih diutamakan.44 Menentukan mana kepentingan yang harus lebih diutamakan atas kepentingan khusus adalah menjadi wewenang imam atau penguasa. Menurut Umar bin Khattab, urusan pembagian rampasan perang itu diserahkan kepada imam atau pemimpin untuk mendayagunakannya sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan.45

Dalam kasus lain, Umar dikabarkan pernah tidak melaksanakan hukum potong tangan di saat masyarakat Islam sedang mengalami musibah kekurangan persediaan makanan dan bahaya kelaparan. Pada saat itu, kata Thoha Husein sebagaimana dikutip HM. Sholikin, Umar sering kali mengucapkan kata-kata yang menggambarkan keyakinannya yang begitu besar terhadap keadilan yang penuh dan persamaan yang mutlak terhadap semua manusia.46

Diceritakan pula bahwa Umar tidak melaksanakan hukum potong tangan atas seorang laki-laki yang mencuri suatu barang di baitul mal. Begitu pula Umar tidak memotong tangan beberapa budak yang terbukti karena kelaparan, mereka bersama-sama mencuri satu unta. Dan sebagai hukuman pengganti Umar membebankan kepada Hathib Abi Balta’ah, selaku pemilik budak-budak itu untuk mengganti dua kali lipat dari harga unta tersebut kepada pemiliknya.47

44 ibid., hlm. 18 45 ibid. 46 ibid,, hlm. 18 47 ibid., hlm. 19

(44)

Dalam praktek yang dilakukan Rasulullah, di samping bertindak tegas terhadap kejahatan yang diancam dengan hukuman hudud, di pihak lain beliau mengatakan perlunya menghindari pelaksanaan hudud disebabkan tidak adanya kepastian (al-syubhat). Sementara Umar berpendapat lebih baik menangguhkan (pelaksanaan) hukuman pada (kasus-kasus) yang tidak pasti dari pada melaksanakannya.48

B. Latar Sosial Kehidupan Umar bin Khattab 1. Akidah yang berlaku

Sebelum kedatangan Islam yang dibawa Muhammad SAW., di dunia Arab terdapat bermacam agama, yaitu paganisme, Kristen, Yahudi, dan Majusi. Masyarakat Arab telah mengenal agama tauhid semenjak kehadiran Ibrahim.49

Bisa dikatakan, kemusyrikan merupakan agama umum bagi orang Arab dan menjadi akidah yang berlaku dalam masa jahiliyah. Mayoritas bangsa Arab menyembah berhala dan meminta pertolongannya ketika dalam kesulitan. Mereka pergi dan mendekatkan diri kepadanya dengan berbagai bentuk korban (pendekatan), dan mengkhususkannya dengan sesuatu dari makanan dan minuman mereka.

Di samping paganime tersebut, juga terdapat agama-agama yang lain, seperti Yahudi di daerah Yaman dan Hijaz, terutama di Wadi al-Qura,

48

ibid., 49

M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book Publisher, 2007, hlm. 59

(45)

Khaibar, Taima, dan Yatsrib; dan Nasrani di Najran. Sebagaimana bangsa Arab yang tinggal di sekitar Negara Romawi juga memeluk Nasrani. Sedangkan Majusi tersebar dalam kalangan bangsa Arab yang berdekatan dengan Persia yang beragama Majusi. Juga dipeluk oleh sebagian bangsa Yaman pada masa imperialisme Persia.50

Yahudi dan Nasrani tertimpa kemerosotan, penyimpangan, penyelewengan, dan kelemahan yang menghilangkan ruh dan eksistensi mereka, sehingga mudlaratnya jauh lebih besar daripada manfaatnya.51

Sementara K. Ali menjelaskan, kecuali orang Yahudi dan Nasrani, bangsa Arab adalah penyembah berhala. Tetapi agama bangsa Yahudi dan Nasrani berada dalam keadaan hampir mati pada waktu itu. Agama mereka tidak dapat memberi kesejahteraan lahir dan batin kepada bangsa Arab secara keseluruhan.52 Sedangkan agama-agama yang selebihnya tidak berbeda dari paganisme dan penyembahan berhala.53

Agama-agama tersebut masih ada hingga Islam datang dengan akidah tauhid.54 Lalu dia mengikis paganisme dan menghancurkan eksistensi Yahudi, Nasrani, dan Majusi.

2. Kehidupan Politik 50 Jaribah, op.cit., hlm. 29 51 ibid., 52 K. Ali, op.cit., hlm. 23 53 Jaribah, op.cit.

54 Sejarah mencatat, bahwa menjelang kelahiran Muhammad, bangsa Arab masih menempatkan Allah sebagai tuhannya walaupun dalam perkembangan berikutnya mengalami proses pembasan yang mengakibatkan terjadinya pengingkaran terhadap prinsip tauhid. Pada umumnya, mereka menjadikan berhala sebagai sesuatu yang sangat dekat dengan mereka. Lih. M. Abdul Karim, op.cit,. hlm. 59.

(46)

Selama masa jahiliyah, seluruh Arabia, kecuali beberapa bagian tertentu wilayah utara berada di bawah kekuasaan kerajaan Persia dan Romawi, menikmati kemerdekaan yang sempurna.55

Ketika Islam datang, Negara-negara Arab berada di antara dua imperium terbesar ketika itu; imperium Persia di timur dan imperium Romawi di barat. Dan bangsa Arab tidak memiliki pusat pemerintahan yang menyatukan mereka dan mengatur seluruh sisi kehidupan mereka.56 Karena tidak ada pemerintahan yang terpusatkan, suku-suku bangsa ini selalu berada dalam pertentangan.57 Setiap suku mencerminkan kesatuan politik yang independen. Suku-suku bangsa Arab ketika itu saling bermusuhan, dan hidup dengan cara melakukan perampasan dan penghadangan di tengah jalan. Di antara mereka terjadi perang yang berlarut-larut lama hanya karena hal yang sangat remeh.58

Di bagian timur jazirah Arab, bangsa Persia menopang terbentuknya kerajaan Al-Hirah dari sebagian suku Arab yang bertetangga dengan imperium Persia. Dalam hal yang senada, bangsa Romawi mendukung pembentukan kerajaan Al-Ghsasanah di bagian laut Arab jazirah Arab. Tujuan pembentukan dua kerajaan ini adalah untuk melayani kepentingan kedua imperium tersebut, terutama untuk keamanan dari

55 K. Ali, op.cit., hlm. 21 56 Jaribah. op.cit., hlm. 29-30 57 K. Ali op.cit., hlm. 22 58 Jaribah, op.cit., hlm.30

(47)

serangan suku-suku Baduwi, dan untuk melindungi masing-masing kedua imperium dari serangan mendadak dari pihak imperium yang lain.59

Adapun Yaman ketika datangnya Islam, maka dia berada di bawah kekuasaan Persia. Pada mulanya bangsa Persia datang untuk mengeluarkan kaum Habsyi (Ethiopia) dari Yaman atas permintaan Saif bin Dzi Yazan, salah satu keturunan raja-raja Himyar. Tapi setelah diusirnya kaum Habsyi, bangsa Persia masih tetap di Yaman, karena mereka nilai sebagai wilayah Persia, dan para penguasa mereka selalu bergantian di Yaman hingga yang terakhir di antara mereka bernama Badzan memeluk Islam. Dengan keislaman Badzan, maka berakhirlah kekuasaan Persia di negeri Yaman.60

Ketika Islam datang, ia berupaya menyatukan bangsa Arab di bawah bendera tauhid, dan Nabi Muhammad SAW membentuk Negara Islam di Madinah, yang wilayahnya semakin melebar sedikit demi sedikit. Ketika Nabi SAW wafat, jazirah Arab telah tunduk terhadap Islam dan kekuasaan Negara Islam terbentang hingga seluruh kawasan jazirah Arab.61

Setelah Nabi Muhammad SAW wafat, Abu Bakar62 sebagai khalifah menghadapi fitnah yang terjadi di negeri Arab. Maka dia memerangi orang-orang yang mengaku sebagai nabi, orang-orang murtad,

59

Philip K Hitti menjelaskan, bahwa tingkat budaya yang dicapai orang-orang Gassan tidak diragukan lagi lebih tinggi dari pencapaian budaya musuhnya di perbatasan Persia, yakni kerajaan Lakhmi (Hirah). Philip K. Hitti, History of the Arabs, Rujukan Induk Paling Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT Serambi Ilmu, 2005, hlm. 99

60

Jaribah, op.cit., hlm. 30 61 ibid.,

62

Abu Bakar merupakan kholifah pertama khulafaur rasyidin. Lahir pada tahun 573 M dalam kelaurga bangsawan dan terhormat dari Mekkah. Dialah yang pertama dari golongan pemuda yang masuk Islam. Abu Bakar pula yang menggantikan posisi imam sholat jika Nabi berhalangan. K. Ali, op.cit., hlm. 90

(48)

dan para pemboikot zakat. Kemudian mengerahkan mujahidin untuk menaklukkan Persia dan negeri Romawi, dan mampu merealisasikan sebagian kemenangan dalam menguasai sebagian wilayah kedua imperium tersebut.63

Kemudian ketika Umar menjabat sebagai khalifah, pilar Negara Islam telah kuat dan kondisi dalam negeri sangat kondusif, maka pasukan Islam bergerak untuk merealisasikan penaklukan wilayah Persia dan Romawi. Pada masa Umar inilah Persia takluk pada negeri Islam dan hukumnya. Juga dapat ditaklukkan wilayah Romawi di Syam, Mesir, sebagian wilayah Afrika Utara.64

Dengan demikian pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.65

3. Kehidupan Ekonomi

Aktifitas ekonomi yang dilakukan bangsa Arab-sebelum Islam-sangat sederhana dan terbatas. Aktifitas mayoritas penduduk jazirah Arab adalah menggembala dan berternak binatang. Hingga orang-orang yang beraktifitas dalam bidang pertanian dan perdagangan pun tidak bisa terlepas dari peternakan. Sebab petani membutuhkan hewan untuk aktifitas di pertaniannya, dan pedagang juga menggunakan hewan dalam

63

lihat juga, K. Ali, op.cit., hlm. 93-101 64

ibid., hlm. 31 65

(49)

mengangkut barang dagangannya, bahkan seringkali dijadikan sebagai barang dagangan yang diperjualbelikan.

Arabia merupakan negeri yang sangat gersang, dan tidak mempunyai hasil pertanian dan pertambangan. Kerena itu masyarakat Arab pada waktu itu pada umumnya secara ekonomi sangat menyedihkan. Mereka mencari nafkah dengan memelihara ternak. Orang yang berstatus lebih tinggi seperti Abu Bakar dan Utsman, menjalankan usaha perniagaan di dalam negeri dan di luar negeri. Secara ekonomi keadaan mereka lebih baik, tetapi jumlah mereka sedikit sekali dan sangat langka.66

Sementara aktifitas ekonomi selebihnya sangat aktif di sebagian daerah dan bagi komunitas tertentu, dan tidak pada komunitas yang lain. Pada umumnya aktifitas tersebut memiliki ciri kesederhanaan dan dalam tingkat permulaan.

a. Perdagangan

Mayoritas aktifitas perdagangan bangsa Arab adalah di perkotaan, dan mereka memiliki pasar musiman untuk perdagangan berbagai jenis baran kebutuhan. Pasar musiman ini didatangi oleh orang-orang yang ingin berdagang dan melakukan jual beli. Sebagaimana orang-orang yang haji juga datang ke Makkah untuk memanfaatkan diadakannya pasar tersebut ketika menjelang masa

66

Referensi

Dokumen terkait

Simpulan: dapat disimpulkan bahwa terdapat dua tema umum untuk meningkatkan praktek blended learning pada pendidikan tinggi, yaitu: pertama, perbedaan belajar

EDUSCOTECH: Scientific Journal of Education, Economics, and Engineering 34 Dengan mengambil keputusan dari pemaparan di atas dapat ditafsirkan bahwa dari hasil

Pencegahan meliputi pencegahan primer yaitu mencegah penderita tersensitisasi dengan bahan yang menyebabkan Asma, pencegahan sekunder adalah mencegah yang sudah

Untuk melaksanakan kebijakan yang telah diambil pada tahun 2020, maka perlu dijabarkan dalam 14 program dan 52 kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan.

Tersedia air yang cukup, cukup ventilasi, selalu dalam keadaan bersih dan tidak terang db. Tersedia air yang cukup, cukup ventilasi, selalu dalam keadaan bersih dan di

7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan, dalam Pasal 16-nya memberikan jaminan dalam masalah pengasuhan anak dengan persamaan hak

pihak lain yang terkait, maka solusi yang diajukan oleh penulis yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS, model pembelajaran TPS merupakan salah satu cara

dilihat dari aspek regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, empati, analisis penyebab masalah, efikasi diri, dan reaching out Berdasarkan hasil penelitian