• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Teori Keagenan (Agency Theory).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Teori Keagenan (Agency Theory)."

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

8

A. Kajian Pustaka

1. Teori Keagenan (Agency Theory).

Menurut Jensen dan Meckling (1976), mendefinisikan teori keagenan sebagai hubungan antara agen (manajemen suatu usaha) dan principal (pemilik usaha). Di dalam hubungan keagenan terdapat suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama principal dan memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal.

Agensi dapat bertujuan untuk mengurangi tindakan agent agar konsisten dalam menjalankan kepentingan prinsipal secara spesifik, agensi yang terjadi dalam kasus mudharabah adalah kepentingan enterprenenur atau mugdharib bertentangan dengan shahibul al-maal. Mudharib bertindak mengabaikan hubungan kontraktual dan mendorong untuk bertindak tidak berdasarkan kepentingan shahib al-maal. Pihak shahib al-maal dalam kontrak mudharabah tidak diperbolehkan ikut campur dalam masalah pengelolaan usaha sehingga mudharib memiliki informasi privat yang lebih besar dan membuka peluang asimetri informasi.

(2)

2. Teori Persinyalan (Signaling theory)

Teori Signalling dikembangkan dalam ilmu eknomi dan keuangan untuk memperhitungkan kenyataan bahwa orang lain (insiders) perusahaan pada umumnya memiliki informasi yang lebih baik dan lebih cepat berkaitan dengan melihat kondisi mutakhir dan prospek perusahaan dibandingkan dengan investor luar.

Investor yang paham dan berfikir rasional akan memberi nilai yang lebih tinggi pada perusahaan yang membagikan dividen besar dan memberi nilai rendah pada perusahaan yang dividennya rendah (separating equilibrium). Selain dividen, keputusan manajer juga dapat dijadikan sinyal bahwa perusahaan berkinerja baik adalah ketika perusahaan memutuskan mengambil data dari eksternal untuk membiayai suatu proyek merupakan sinyal bahwa proyek tersebut memiliki nilai intrisik yang tinggi. Penambahan hutang baru juga dapat menjadi sinyal karena hanya perusahaan dengan prospek pendapatan relatif stabil yang berani untuk menambah hutang.

B. Tingkat Profitabilitas pada Bank Syari’ah 1. Bank syariah.

a. Pengertian Bank Syariah.

Menurut Amir Machmud dan H. Rukmana (2010:9) dikutip oleh Syauqi Adila (2013), Bank Syariah merupakan Bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Syariah

(3)

dapat diartikan sebagai lembaga keuangan/ perbankan yang operasionalnya dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW.

Menurut Undang- undang Nomor 21 yang dikutip dalam buku Rizal Yaya (2009:54), Perbankan Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas bank umum syariah dan pembiayaan rakyat syariah.

b. Fungsi dan Peran Bank Syariah.

Menurut Anshori (2009: 23) dikutip oleh Syauqi adila (2013) salah satu fungsi dan kegiatan bank syariah adalah menyalurkan dana atau memberi kredit, dalam terminology bank syariah kredit disebut dengan istilah pembiayaan sebagaimana yang disebutan dalam undang-undang perbankan syariah no.21 tahun 2008 pasal 19(1). Pembiayaan yang dilakukan oleh bank umum syariah harus berdasarkan akad (kontrak) yang ditetapkan undang-undang atau yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Beberapa literatur menyebut istilah akad, dengan istilah jenis, sistem skema, prinsip dan lain-lain.

c. Tujuan Bank Syariah.

Menurut Ahmad Ifham Sholihin (2010: 857) dikutip oleh Syauqi Adila (2013), tujuan perbankan sariah adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat.

(4)

Menurut Hari Sudarsono (2008: 43), tujuan bank syariah mempunyai 6 tujuan utama, yaitu :

1) Mengarahkan kegiatan ekonomi ummat untuk bermuamalah secara islam, khususunya muamalah yang berhubungan dengan perbankan, agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/ perdagangan lain yang mengandung gharar (tipuan), dimana jenis usaha tersebut selain dilarang dalam islam, juga telah menimbulkan dampak negatif terhadap kehidupan ekonomi rakyat.

2) Menciptakan suatu keadilan dibidang ekonomi dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi, agar tidak terjadi kesengajaan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak membutuhkan dana.

3) Meningkatkan kualitas hidup ummat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama kelompok miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif, menuju terciptanya kemandirian usaha.

4) Menanggulangi masalah kemiskinan, yang merupakan program utama untuk Negara berkembang. Upaya bank syariah berupa program pembinaan pengusaha produsen, pembinaan pedagang perantara, program pembinaan konsumen, program pembinaan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama.

(5)

5) Menjaga stabilitas ekonomi dan moneter. Adanya aktivitas bank syariah mampu menghindari pemanasan ekonomi yang diakibatkan adanya inflasi dan menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan.

6) Untuk menyelamatkan ketergantungan ummat islam terhadap bank non-syariah.

d. Sistem Operasional Bank Syariah.

Menurut Yaya, dkk (2009:57) sistem operasional bank umum syariah adalah sebagai berikut:

1) Sistem operasional bank syariah dimulai dari kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat. Penghimpunan dana dapat dilakukan dengan skema investasi maupun skema titipan. Dalam penghimpunan dana dengan skema investasi dari nasabah (shahibul maal), bank syariah berperan sebagai pengelola dana atau biasa disebut dengan mudharib. Adapun pada penghimpunan dana dengan skema penitipan, bank syariah berperan sebagai pemberi sewa.

2) Dana yang diterima oleh bank syariah selanjutnya disalurkan kepada berbagai pihak, antara lain mitra investasi, pengelola investasi pembeli barang dan penyewa barang atau jasa yang disediakan oleh bank syariah. Pada saat dana disalurkan dalam bentuk investasi, bank syariah berperan sebagai pemilik dana. Pada saat dana disalurkan dalam kegiatan jual

(6)

beli, bank syariah berperan sebagai penjual dan pada saat disalurkan dalam kegiatan pengadaan objek sewa, berperan sebagai pemberi sewa.

3) Dari penyaluran dana kepada berbagai pihak, bank syariah selanjutnya menerima pendapatan berupa bagi hasil dari investasi, margin dari jual beli dan fee dari sewa dan berbagai jenis pendapatan yang diperoleh dari instrumen penyaluran dana lain yang dibolehkan.

4) Pendapatan yang diterima dari kegiatan penyaluran selanjutnya dibagikan kepada nasabah pemilik atau penitip dana. Penyaluran dana kepada pemilik dana bersifat wajib sesuai dengan porsi bagi hasil yang disepakati. Adapun penyaluran dana kepada nasabah penitip dana bersifat sukarela tanpa ditetapkan dimuka sebelumnya dan biasa disebut dengan istilah bonus.

5) Selain melaksanakan aktivitas penghimpunan dan penyaluran, bank syariah dalam sistem operasionalnya juga memberikan layanan jasa keuangan seperti jasa ATM, transfer, letter of credit, bank garansi dan lain sebagainya. Oleh karena jasa tersebut dilakukan tanpa menggunakan dana dari pemilik dana maupun penitip dana, maka pendapatan yang diperoleh dari jasa tersebut dapat dimiliki sepenuhnya oleh bank syariah tanpa harus dibagi.

(7)

e. Perbedaan Bank Syariah Dan Bank Konvensional.

Perbedaan bank syariah dan bank konvensional, menurut (Ismail, 2011:38) dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 1

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional

No Bank Syariah Bank konvensional 1 Investasi, hanya untuk

proyek dan produk yang halal serta menguntungkan.

Investasi, tidak

mempertimbangkan halal atau haram asalkan proyek yang dibiayai

menguntungkan. 2 Return, yang dibayar

atau diterima berasal dari bagi hasil atau pendapatan lainnya berdasarkan prinsip syariah.

Return, baik yang dibayar kepada nasabah menyimpa dana dan return yang diterima dari nasabah

pengguna dana berupa bunga. 3 Perjanjian dibuat dalam

bentuk akad sesuai dengan syariah Islam.

Perjanjian menggunakan hukum positif.

4 Orientasi pembiayaan tidak hanya untuk keuntungan akan tetapi juga falah oriented, yaitu berorientasi pada kesejahteraan

masyarakat.

Orientsi pembiayaan, untuk memperoleh keuntungan atas dana yang dipinjamkan.

5 Hubungan antara bank dan nasabah adalah mitra.

Hubungan antara bank dan nasabah adalah kreditur dan debitur.

6 Dengan pengawas terdiri dari BI, bapepam, Komisaris, dan Dewan Pengawas

Dewan pengawas terdiri dari BI, Bapepam, dan Komisaris.

(8)

Syariah (DPS).

7 Penyelesaian sengketa, diupayakan

diselesaikan secara musyawarah antara bank dan nasabah, melalui peradilan agama.

Penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri setempat.

(Ismail, 2011:38)

2. Profitabilitas (Return on Asset) a. Return On Asset.

Profitabilitas dipandang dari sudut syariah tercantum dalam Al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 130 “ hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan.” Yang mana dari penggalan surat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa profitabilitas dilihat dari sudut pandang islam (syariah) memegang prinsip murni serta bekerjasama untuk tolong menolong.

Menurut (Riyanto,2008) dikutip oleh (Ardi Meydinar Irawan Budiono, 2013) profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktivitas operasi yang dihasilkan dari kegiatan usahanya selama periode tertentu, profitabilitas mempunyai arti yang lebih penting dari pada laba karena profitabilitas menunjukkan ukuran efisiensi kinerja perusahaan, yaitu membandingkan laba tersebut sehingga yang

(9)

harus diperhatikan oleh perusahaan ialah tidak hanya memperbesar laba, tetapi yang terpenting ialah usaha untuk meningkatkan profitabiitas.

Dari pengertian diatas dapat dikemukakan Profitabilitas (Return On Asset) adalah ukuran spesifik dari performance sebuah bank, dimana merupakan tujuan dari manajemen perusahaan untuk memaksimalkan nilai dari para pemegang saham, optimalisasi dari berbagai tingkatan return, dan minimalisasi resiko yang ada. Selain itu merupakan suatu kemampuan bank dalam menghasilkan laba dalam suatu periode.

b. Jenis-jenis rasio Profitabilitas.

Adapun jenis-jenis rasio profitabilitas menurut Sutrisno (2009:222) adalah sebagai berikut:

1) Profit Margin (NPM)

Profit Margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai.

Net Profit Margin (NPM) dapat dirumuskan sebagai berikut: Net Profit Margin (NPM) =

2) Return On Assets (ROA)

ROA sering disebut juga rentabilitas ekonomis merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan.

(10)

Secara matematis Return On Assets (ROA) dapat dirumuskan sebagai berikut :

Return On Assets (ROA) = 3) Return On Equity (ROE)

ROE yaitu kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki.

Return On Equity (ROE) dapat dirumuskan sebagai berikut: Return On Equity (ROE) =

4) Return On Investment (ROI)

ROI merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang dikeluarkan.

5) Earning Per Share (EPS)

EPS merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan per lembar saham yang pemiliki. Dalam hal ini, penulis menggunakan Return On Asset sebagai indikator dari tingkat profitabilitas bank syariah karena dapat mengetahui kemampuan manajemen dalam mengelola capital yang tersedia untuk menghasilkan net income.

Return on asset merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. Disamping itu Return on assets (ROA) merupakan metode pengukuran yang

(11)

paling objektif yang didasarkan pada data akuntansi yang tersedia, dan besarnya ROA dapat mencerminkan hasil dari serangkaian kebijakan perusahaan terutama perbankan. Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingat keuntungan yang dicapai dan semakin baik juga posisi bank tersebut dari sisi penggunaan asset. (Dendawijaya, 2009:118).

c. Perbedaan Bagi Hasil dengan Bunga Tabel 2.

Perbedaan Bagi Hasil dengan Bunga

No Bagi Hasil Bunga

1 Penentuan besarnya rasio atau nisbah ditentukan diawal akad dengan kemungkinan untung atau rugi.

Penentuan presentase dilakukan diawal akad dengan asumsi selalu untung.

2 Besarnya bagi hasil ditentukan oleh besarnya keuntungan

Besarnya persentase sesuai dengan nominal yang dipinjamkan.

3 Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan keuntungan yang diperoleh.

Jumlah pembagian laba tidak meningkat sekalipun mendapatkan laba yang bersih.

(12)

C. Pembiayaan Mudharabah

1. Definisi Mudharabah.

Menurut Yaya dkk (2013 : 53) Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis usaha dimana pihak pertama menyediakan dana (shahibul maal) dan pihak kedua bertanggung jawab atas pengelolaan usaha (mudharib). Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah bagi hasil yang disepakati bersama sejak awal. Akan tetapi, jika terjadi kerugian Shahibul maal akan kehilangan sebagian imbalan dari hasil kerjanya selama proyek berlangsung.

Menurut Slamet dan Taufan (2012:133) yang dikutip oleh Syauqi Adila (2013), Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian financial hanya ditanggung oleh pemilik dana. Kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalah gunaan dana.

2. Jenis Pembiayaan Mudharabah.

Menurut Yaya, dkk (2013:53). Dalam PSAK 105, Mudharabah dibagi atas tiga, yaitu :

a. Mudharabah Muthlaqah (Investasi tidak terkait) yaitu mudharabah yang memberi kuasa kepada mudharib secara penuh

(13)

untuk menjalankan usaha tanpa batasan (jenis usaha, tempat, pemasok dan konsumen usaha),

b. Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat) yaitu Shahibul maal memberi batasan kepada mudharib dalam pengelolaan dana (jenis usaha, tempat, pemasok maupun konsumen).

c. Mudharabah Musytaraqah adalah bentuk Mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi.

3. Ketentuan fatwa pembiayaan Mudharabah.

Berikut ini adalah ketentuan pembiayaan mudharabah berdasarkan fatwa DSN MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000, adalah sebagai berikut :

a. Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada pihak lain untuk usaha yang produktif. Dalam pembiayaan ini, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 persen kebutuhan suatu usaha. Sedangkan nasabah bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.

b. Jangka waktu usaha, tata cara pembiayaan dana dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

c. Mudharib dapat melakukan b berbagai usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah. Lembaga

(14)

Keuangan Syariah (LKS) tidak ikut serta dalam manajemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

d. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai bukan piutang.

e. Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sebagai penyedia dan menanggung semua kerugian akibat dari mudharib, kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.

f. Pada prinsipnya dalam pembiayaan mudharabah tidak ada agunan. Namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan , Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan itu hanya dapat dicairkan bila mudharib terbukti melakukan pelanggaran atas perjanjian yang telah disepakati bersama dalam akad.

g. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan dan mekanisme pembagian keuntungan diatur Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dengan memperhatikan fatwa DSN.

h. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

i. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau pelanggaran terhadap kesepakatan mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

(15)

4. Pengungkapan Transaksi Mudharabah .

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 5.4-5) hal-hal yang harus diungkapkan terkait transaksi pembiayaan mudharabah antara lain:

a. Rincian jumlah pembiayaan mudharabah berdasarkan sifat akad (mudharabah mutlaqah atau mudharabah muqayadah), jenis penggunaan dan sektor ekonomi.

b. Klasifikasi pembiayaan mudharabah menurut jangka waktu (masa akad), kualitas pembiayaan, valuta, cadangan kerugian penurunan nilai dan tingkat bagi hasil rata-rata.

c. Jumlah dan presentase pembiayaan mudharabah yang diberikan kepada pihak-pihak berelasi.

d. Jumlah pembiyaan mudharabah yang telah direstrukturisasi dan informasi lain tentang pembiayaan mudharabah yang direstrukturisasi selama periode berjalan.

e. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian risiko portofolio pembiayaan mudharabah.

f. Besarnya pembiayaan mudharabah bermasalah dan cadangan kerugian penurunan nilai untuk setiap sektor ekonomi.

g. Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan mudharabah bermasalah.

h. Ikhtisar pembiayaan mudharabah yang dihapus buku yang menunjukkan saldo awal, penghapusan selama tahun berjalan, dan penerimaan atas pembiayaan mudharabah.

(16)

D. Pembiayaan Murabahah. 1. Definisi Murabahah.

Menurut Yaya, dkk (2013:55) Jual beli dengan Skema Murabahah adalah jual beli dengan meyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pada pembiayaan dengan skema Murabahah, bank adalah penjual, sedang nasabah yang memerlukan barang adalah pembeli. Keuntungan yang diperoleh bank dalam pembiayaan ini berupa margin atau selisih antara barang yang dijual oleh bank dengan harga pokok pembelian barang. Setelah barang diperoleh nasabah, barang tersebut dapat dibayar secara tunai maupun secara angsuran kepada bank dalam jangka waktu yang disepakati.

Menurut Yaya, dkk (2013:158) Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli (PSAK 102 paragraf 5). Definisi ini menunjukkan bahwa transaksi murabahah tidak harus dalam bentuk pembayaran tangguh (kredit), melainkan dapat juga dalam bentuk tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan mencicil setelah menerima barang, ataupun ditangguhkan dengan membayar sekaligus dikemudian hari (PSAK 102 paragraf 8).

(17)

2. Jenis Pembiayaan Murabahah.

Menurut Sri Nurhayati (2009: 163), jenis Murabahah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Murabahah berdasarkan Pesanan, dalam jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :

1) Bersifat mengikat, apabila telah dipesan maka harus dibeli. 2) Bersifat tidak mengikat, walaupun nasabah tidak memesan

barang, tetapi nasabah tidak terikat, nasabah dapat meneriima atau membelikan barang tersebut.

b. Murabahah tanpa pesanan, dalam jenis ini, ada yang pesan atau tidak, ada yang beli atau tidak, bank syariah menyediakan barang dagangannya. Penyediaan barang tidak berpengaruh terkait langsung dengan ada tidaknya pembeli.

3. Ketentuan Fatwa pembiayaan Murabahah.

Berikut ini adalah ketentuan pembiayaan murabahah berdasarkan fatwa DSN MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000, adalah sebagai berikut :

a. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

(18)

c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian yang telah disepakati kualifikasinya.

d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, jika pembelian dilakukan secara utang.

f. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada masabah (pemesan) dengan harga jual plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

4. Pengungkapan Transaksi Murabahah.

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 4.14-15) hal-hal yang harus diungkapkan terkait transaksi pembiayaan dengan skema murabahah antara lain:

(19)

a. Rincian piutang murabahah berdasarkan jumlah, jangka waktu, jenis valuta, kualitas piutang, jenis penggunaan, sektor ekonomis dan cadangan kerugian penurunan nilai.

b. Jumlah piutang murabahah yang diberikan kepada pihak yang berelasi.

c. Kebijakan dan metode akuntansi untuk pengakuan pendapatan, cadangan kerugian penurunan nilai, penghapusan dan penanganan piutang murabahah yang bermasalah.

d. Besarnya piutang murabahah bbaik yang dibebani sendiri oleh bank maupun secara bersama-sama dengan pihak lain sebesar bagian pembiayaan bank.

E. Pembiayaan Musyarakah 1. Definisi Musyarakah.

Menurut Yaya, dkk. (2013:134) Musyarakah berasal dari kata Syirkah. Syirkah artinya pencampuran atau interaksi. Secara Terminologi, syirkah adalah persekutuan usaha untuk mengambil hak atau untuk beroperasi. IAI dan PSAK 106 mendefinisikan musyarakah sebagai akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dengan kondisi masing-masing pihak memberikan kontribusi dana, dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana.

(20)

2. Jenis-Jenis Pembiayaan Musyarakah.

Menurut Yaya, dkk (2013:134) Transaksi Musyarakah secara Syar’i terdiri atas dua jenis yaitu :

a. Musyarakah hak milik (syirkatul amlak).

Persekutuan atara dua orang atau lebih dengan kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan seperti jual beli, hibah atau warisan. Syirkah ini bersifat memaksa dalam hukum positif..

b. Musyarakah akad (syirkatul uqud).

Akad kerja sama atara dua orang atau lebih yang bersekutu dalam modal atau keuntungan. Yang mana setiap orang berkontribusi dana dengan bekerja, serta berbagi keuntungan dan kerugian. Syirkah ini bersifat ikhtiariyah (pilihan sendiri). Syirkah ini dapat dibagi sebagai berikut:

1) Syirkah abdan : bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dari kalangan pekerja atau professional, dengan membuat kesepakatan untuk bekerjasama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi penghasilan yang diterima. 2) Syirkah wujuh : kerjasama antara dua pihak dimana

masing-masing pihak sama sekali tidak menyertakan modal dan menjalankan usahanya berdasarkan kepercayaan pihak ketiga.

(21)

3) Syirkah inan : sebuah persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak-pihak yang terlibat didalamnya adalah tidak sama, baik dalam modal maupun pekerjaan.

4) Syirkah muwafadah : persekutuan dimana posisi dan komposisi pihak yang terlibat harus sama, baik modal, pekerjaan, agama, keuntungan maupun resiko kerugian. Musyarakah Berdasarkan PSAK :

1) Musyarakah permanen : musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan saat akad dan jumlahnya tetap hingga akhir akad. (PSAK No 106 par.4) 2) Musyarakah menurun (Musyarakah mutanaqisah) :

musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada masa akhir masa akad mitra lain akan menjadi pemilik penuh usaha musyarakah tersebut.

3. Ketentuan Fatwa Pembiayaan Musyarakah.

Menurut Yaya, dkk (2013:135). Dewan Syariah nasioanal menetapkan aturan tentang pembiayaan Musyarakah sebagaimana tercantum dalam fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 13 April 2000 (Fatwa, 2006) yaitu :

a. Bank dan nasabah harus melakukan akad musyarakah yang bebas riba.

(22)

b. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh yariat Islam. c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian yang

telah disepakati kualifikasinya.

d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, jika pembelian dilakukan secara utang.

f. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada masabah (pemesan) dengan harga jual plus keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.

g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.

h. Untuk mencegah terjadinya penyalah gunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.

i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli musyarakah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.

4. Pengungkapan Transaksi Musyarakah.

Berdasarkan PAPSI 2013 (h. 5.9-10) hal-hal yang harus diungkapkan terkait transaksi pembiayaan musyarakah antara lain:

(23)

a. Rincian jumlah pembiayaan musyarakah berdasarkan modal mitra, jenis valuta, jenis penggunaan, sektor ekonomi, status bank dalam pembiayaan musyarakah

b. Klasifikasi pembiayaan musyarakah menurut jangka waktu akad pembiayaan, kualitas pembiayaan, dan tingkat bagi hasil rata-rata. c. Jumlah dan persentase pembiayaan musyarakah yang diberikan

kepada pihak-pihak berelasi.

d. Jumlah dan persentase pembiayaan musyarakah yang yang telah direstrukturisasi dan informasi lain tentang pembiayaan musyarakah yang direstrukturisasi selama periode berjalan.

e. Kebijakan manajemen dalam pelaksanaan pengendalian risiko portofolio pembiayaan musyarakah.

f. Besarnya pembiayaan musyarakah bermasalah dan cadangan kerugian penurunan nilai untuk setiap sektor ekonomi.

g. Kebijakan dan metode yang dipergunakan dalam penanganan musyarakah bermasalah.

h. Ikhtisar pembiayaan musyarakah yang dihapus buku yang menunjukkan saldo awal, penghapusan selama tahun berjalan, dan penerimaan atas pembiayaan musyarakah.

(24)

F. Penelitian Terdahulu.

Penelitian yang berkaitan dengan pengaruh pembiayaan mudharabah, murabahah serta musyarakah terhadap return on asset bank syariah, telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya oleh :

Tabel 5 Penelitian Terdahulu

No. Nama dan Tahun Judul Hasil

1. Yessi Oktriani (2012) Pembiayaan Musyarakah, Mudharabah dan Murabahah terhadap Profitabilitas.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a). pembiayaan musyarakah terhadap profitabilitas secara parsial tidak berpengaruh secara parsial, (b) pembiayaan mudharabah terhadap profitabilitas secara parsial tidak berpengaruh signifikan, (c) pembiayaan murabahah terhadap profitabilitas secara parsial berpengaruh secara parsial, (d) pembiayaan musyarakah, mudharabah dan murabahah terhadap profitabilitas secara simultan berpengaruh signifikan.

2. Russely Inti Dwi Permata, Fransisca Yaningwati dan Zahroh Z.A (2012) Pembiayaan mudharabah, pembiayaan musyarakah dan profitabilitas (ROE)

Pembiayaan mudharabah memberikan pengaruh negative dan signifikan terhadap tingkat ROE, pembiayaan musyarakah memberian pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat ROE secara parsial. Secara simultan, pembiayaan mudharabah dan musyarakah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ROE. Pembiayaan mudharabah merupakan pembiayaan bagi hasil yang paling dominan mempengaruhi tingkat ROE.

3. Fauzan Fahrul,

Muhammad Arfan dan Darwanis (2012) Risiko Pembiayaan musyarakah, murabahah dan profitabilitas

Risiko pembiayaan musyarakah dan murabahah secara simultan berpengaruh terhadap tingkat profitabilitas, pengujian secara parsial pembiayaan musyarakah berpengaruh terhadap profitabilitas dan risiko pembiayaan murabahah berpengaruh terhadap profitabilitas.

4. Dina Ariyani (2013) Pembiayaan Mudharabah, bagi hasil dan Qardh Terhadap laba bersih

Pembiayaan mudharabah dan pembiayaan bagi hasil berpengaruh terhadap pertumbuhan laba bersih sedangkan Qardh tidak berpengaruh terhadap laba bersih.

5. Aulia Fuad Rahman dan Ridha Rochmanika (2012)

Pembiayaan jual beli, bagi hasil dan Rasio Non Performing Financing terhadap profitabilitas.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial, pembiayaan jual beli, pembiayaan bagi hasil dan rasio NPF berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas.

(25)

G. Rerangka Pemikiran.

Menurut Mira (2008: 87) dikutip oleh Devita Nandasari Rinadi (2013) sesuai dengan perkembangan perbankan syariah yang terus mengalami perkembangan, maka saat ini bank syariah tidak hanya berprinsip bagi hasil saja. Saat ini bank syariah telah menyalurkan dananya sebagai pembiayaan kepada para nasabahnya. Secara garis besar produk pembiayaan kepada para nasabahnya. Secara garis besar produk pembiayaan yang berada di bank syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuannya, yaitu “ pembiayaan dengan prinsip jual beli, pembiayaan dengan prinsip sewa, pembiayaan dengan prinsip bagi hasil dan pembiayaan dengan akad pelengkap.

Menurut Saeed (2008: 140) pembiayaan murabahah memiliki kelebihan dibanding dengan pembiayaan yang menggunakan prinsip bagi hasil (mudharabah dan musyarakah), diantaranya sebagai berikut :

1. Murabahah adalah mekanisme penanaman modal jangka pendek. Jika dibandingkan dengan pembagian untung rugi atau bagi hasil.

2. Mark up dalam murabahah dapat ditetapkan dengan cara yang menjamin bahwa bank mampu mengembalikan dibandingkan dengan bank-bank yang berbasis bunga dimana bank-bank islam sangat kompetitif.

3. Murabahah menghindari ketidakpastian yang dilekatkan dengan perolehan usaha berdasarkan sistem PLS.

(26)

4. Murabahah tidak mengijinkan bank islam untuk turut campur dalam manajemen bisnis karena bank syariah bukanlah partner dengan klien tetapi hubungan mereka sebagai seorang kreditur dan debitur.

H. Hipotesis.

1. Hubungan antara Pembiayaan Mudharabah terhadap Return On Asset pada Bank Umum Syariah.

Tingkat profitabilitas bank syariah merupakan suatu kualitas yang dinilai berdasarkan keadaan/ kemampuan suatu bank syariah dalam menghasilkan laba. Selain itu merupakan hasil bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan manajemen yang akan memberikan jawaban akhir tentang efektifitas manajemen perusahaan. Gitman (2009). Selain memperhatikan tingkat profitabilitasnya, perlu diperhatikan juga perihal masalah sistem pembiayaannya disini yang mana Pembiayaan Mudharabah merupakan salah satu tonggak ekonomi syariah yang mewakili perinsip islam untuk mewujudkan Pembiayaan Mudharabah Return on asset Pembiayaan Murabahah Pembiayaan Musyarakah

(27)

keadilan masyarakat melelui sistem bagi hasil. Pembiayaan Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk penghimpunan dana dan pembiayaan, seperti tabungan berjangka yang mana dimaksudkan untuk tabungan khusus, selain itu bisa berupa deposito biasa, deposito spesial yang mana dimaksudkan untuk suatu bisnis tertentu. Adapun pada sisi pembiayaan, Mudharabah diterapkan untuk pembiayaan modal kerja, serta investasi khusus.

Bukti Empiris dari Rusely Inti Dwi Permata, Fransisca Yaningwati dan Zahroh Z.A (2012) menunjukkan bahwa Pembiayaan Mudharabah (bagi hasil) merupakan pembiayaan yang paling dominan dalam mempengaruhi tigkat ROE.

Dari kajian teori diatas, maka dibuat perumusan hipotesis sebagai berikut :

H₁ :Pembiayaan Mudharabah berpengaruh Signifikan Terhadap Return On Asset.

2. Hubungan antara Pembiayaan Murabahah terhadap Return On Asset pada Bank Umum Syariah.

Berbagai macam produk pembiayaan perbankan syariah, Pembiayaan Murabahah merupakan salah satu bentuk pembiayaan yang paling dominan diterapkan dalam praktik perbankan syariah. Dominasi pembiayaan murabahah menunjukkan bahwa pembiayaan tersebut mempunyai banyak keuntungan bagi bank syariah. Pembiayaan murabahah merupakan salah satu bentuk untuk

(28)

menghindari risiko kerugian terhadap nasabah yang tidak mampu membayar hutangnya, dengan kata lain merupakan salah satu upaya untuk menjaga kelangsungan usaha pembiayaan nasabah. Pembiayaan Murabahah dilakukan atas nasabah yang memiliki prospek usaha atau kemampuan membayar.

Buki empiris dari Yesi Oktriani (2012) jika pembiayaan murabahah semakin tinggi maka semakin tinggi pula profitabilitas bank umum syariah.

Dari kajian teori diatas, maka dapat dibuat perumusan hipotesis sebagai berikut :

H₂ :Pembiayaan Murabahah berpengaruh signifikan terhadap Return On Asset.

3. Hubungan antara Pembiayaan Musyarakah terhadap Tingkat Return On Asset pada Bank Umum Syariah.

Pembiayaan musyarakah merupakan pembiayaan dengan penyertaan modal, dimana dua atau lebih mitra berkontribsi untuk memberikan modal suatu investasi. Sehingga, pembiayaan musyarakah merupakan perjanjian kerja sama antara dua pihak atau lebih pemilik modal (uang atau barang) untuk membiayai suatu usaha dimana masing-masing pihak berhak atas segala sesuatu keuntungan dari usaha tersebut dibagi berdasar persetujuan sesuai porsi masing-masing. Dan keuntungan usaha secara musyarakah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.

(29)

Bukti empiris dari Dina Ariyani (2012) dengan diperolehnya pendapatan dari pembiayaan Musyarakah, diharapkan profitabilitas bank akan membaik. Dari kajian teori diatas, maka perumusannya: H₃ : Pembiayaan Musyarakah berpengaruh signifikan terhadap Return

Gambar

Tabel 5  Penelitian Terdahulu

Referensi

Dokumen terkait

Teori ini mengikuti pendapat Modigliani dan Miller (MM) yang menyatakan bahwa Nilai suatu perusahaan hanya bergantung pada pendapatan yang dihasilkan oleh

1) Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana. 2) Dalam kapasitasnya

Murabahah Adalah suatu perjanjian yang disepakati antara Bank Syariah dengan nasabah, dimana Bank menyediakan pembiayaan untuk pembelian bahan baku atau modal kerja

Sistem bagi hasil pada bank syariah adalah merupakan suatu bentuk pembagian keuntungan yang akan diperoleh nasabah sebagai pemilik modal dengan bank sebagai

Tingkat bagi hasil (profit distribution) yang akan diterima nasabah akan sangat bergantung pada jumlah dana yang disalurkan dan seberapa baik kualitas pembiayaan

Dalam pembiayaan ini LKS sebagai pemilik dana (shahibul maal) membiayai 100% untuk kebutuhan usaha, sedangkan nasabah bertindak sebagai pengelola dana

pasal 1 angka 23 UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan antara keuangan pusat dan keuangan daerah dijelaskan bahwa “dana alokasi khusus selanjutnya disebut

1. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul mal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib,