• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Sesuatu yang diyakini, tidak dapat dihilangkan dengan sesuatu yang diragu-ragukan (Al-Yaqinuha Yuzalu bis Syakki) 3. Kesukaran itu menyebabkan kemu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2. Sesuatu yang diyakini, tidak dapat dihilangkan dengan sesuatu yang diragu-ragukan (Al-Yaqinuha Yuzalu bis Syakki) 3. Kesukaran itu menyebabkan kemu"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan dibidang hukum yang digalakkan oleh pemerintah adalah bertujuan untuk menata perilaku setiap anggota masyarakat agar dalam melakukan perbuatan atau bertindak tidak menyimpang dari norma hukum dan norma-norma sosial lainnya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat sehingga tercipta suatu ketertiban dalam lingkungan masyarakat.

Salah satu bentuk pembangunan hukum yang telah dibangun tersebut adalah lahirnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pelaksanaannya (Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975), Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jo Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1989 dan Kompilasi Hukum Islam Inpres Nomor 1 tahun 1991.1

Secara teoritis, hukum Islam yang bersumber Al Qur’an, Hadits dan dalil-dalil lain yang telah dirumuskan untuk mencapai kemaslahatan dan menghindarkan dari kemudharatan. Para ulama merumuskan lima istilah yang dikenal dengan sebutan Maqasidus Syari’ah2, yaitu :

1. Semua pekerjaan itu menurut tujuannya (Al-Umuru bi Maqasidiha)

1

Dirjen Badilag, Himpunan Peraturan Perundang-undangan dalam Lingkungan Peradilan Agama, Jakarta, 2004, Hlm 100

2

Ismuha, Pencaharian bersama suami isteri di Indonesia, Bulan Bintang, Jakarta, 1997, Hlm 88-94

(2)

2. Sesuatu yang diyakini, tidak dapat dihilangkan dengan sesuatu yang diragu-ragukan (Al-Yaqinuha Yuzalu bis Syakki)

3. Kesukaran itu menyebabkan kemudahan (Al-Masyaqqatu Tajlihit Taisir) 4. Kemudharatan itu dihilangkan (Adl-Dlararu Yuzalu)

5. Kebutuhan itu menduduki tempat keadaan darurat (Al-Hajatu Tanzilu Manzilatat Dlaruri)

6. Adat kebiasaan itu dapat menjadi hukum (Al-Adatu Muhakkamah).

Urgensi membicarakan Maqasid As-Syari’ah dalam kaitannya dengan tugas hakim dalam penerapan hukum, artinya keputusan hakim harus sejalan dengan tujuan hukum yang hendak dicapai oleh Syari’at. Apabila penerapan suatu rumusan hukum akan bertentangan hasilnya dengan kemaslahatan manusia, maka penerapan hukum itu harus ditangguhkan dan harus dicarikan bentuk rumusan yang lain dari segi kemaslahatannya lebih menguntungkan bagi subyeknya.

Sejak saat terjadinya perkawinan maka ada suatu cara agar kehidupan bersama dapat dipertahankan, seringkali yang terjadi adalah suami isteri mencari penghasilan untuk kehidupan bersama sehingga timbul harta kekayaan keluarga. Harta kekayaan keluarga meliputi :

a) Harta Bawaan / Harta Pribadi

Harta yang diperoleh dari masing-masing suami atau isteri yang diperoleh baik karena hibah, warisan, hadiah. Mengenai harta bawaan menjadi hak sepenuhnya masing-masing untuk melakukan perbuatan hukum atas harta bendanya.

(3)

b) Harta Bersama

Mengenai harta bersama, berdasarkan ketentuan pasal 35 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebutkan bahwa harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan.

Berdasarkan pengertian pasal 35 tersebut terlihat bahwa terjadinya harta bersama adalah semenjak perkawinan dilangsungkan sampai perkawinan tersebut putus. Kenyataan tersebut dapatlah disimpulkan bahwa termasuk dalam harta bersama adalah :

i. Hasil dari pendapat suami ii. Hasil dari pendapat isteri

iii. Hasil dari pendapatan dari harta pribadi suami maupun isteri sekalipun harta pokoknya tidak termasuk dalam harta bersama, asal kesemuanya itu

diperoleh sepanjang perkawinan.3

Menurut Hukum Islam, harta yang diperoleh bersama dalam suatu perkawinan disebut harta Syirkah. Harta tersebut digunakan untuk kepentingan bersama dari suami isteri dan menjadi milik bersama.

Berdasarkan ketentuan tersebut terlihat bahwa dalam hukum Islam isteri tetap cakap untuk melakukan tindakan hukum. Dalam hal ini terhadap harta bawaan tetap menjadi milik dan kekuasaannya, demikian juga dengan harta benda bawaan milik suami tetap menjadi milik dan kekuasaannya. Oleh karena itu dalam hukum Islam dijelaskan pengertian tentang harta yang

3

(4)

bersama atau tercampur (syirkah) dan harta yang tidak tercampur (harta kekayaan isteri tetapi menjadi milik isteri, harta kekayaan suami milik suami).

Mengenai harta yang tidak tercampur terdapat ketentuan bahwa seseorang suami tidak boleh mempergunakan harta untuk keperluan rumah tangganya. Apabila suami terpaksa mempergunakannya maka akan menjadi hutang suami terhadap isteri. Hutang suami terhadap isteri tersebut akan menjadi hilang apabila isteri membebaskannya.

Ketentuan terhadap harta yang tidak tercampur berlainan, apabila dipergunakan isteri untuk keperluan rumah tangganya karena suami tidak pernah memberi nafkah untuknya, maka hal tersebut dengan izin hakim dapat diperbolehkan.

Salah satu Syari’at Islam adalah di syari’atkannya perkawinan, dimana perkawinan menurut istilah keagamaan disebut dengan nikah yaitu :

“Melakukan akad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan suatu kebahagiaan hidup yang diliput rasa ketentraman serta kasih

sayang dengan cara yang di ridhoi Allah SWT”4

Sebagaimana Firman Allah dalam Surat An-Nissa ayat 1 yang artinya : “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada TuhanMu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya dan daripada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”.

Adapun tujuan perkawinan sebagaimana Firman Allah dalam Surat Ar-Rum ayat 21 yang artinya :

“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan

4

(5)

merasa tentram kepada Nya,,dan dijadikannya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.

Berdasarkan ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa di tetapkannya ketentuan tentang perkawinan adalah untuk dapat diwujudkannya keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah dengan mendapat Ridho dari

Allah SWT5. Secara ringkas perkawinan adalah ikatan lahir batin untuk

membina rumah tangga yang bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha

Esa6. Dalam suatu kehidupan rumah tangga, meskipun pada mulanya suami

isteri penuh kasih saying yang tidak akan pudar selamanya, namun kenyataannya rasa kasih sayang itu bila tidak dirawat bisa menjadi pudar bisa hilang menjadi kebencian.

Mengenai sebab-sebab putusnya suatu perkawinan terdapat dalam pasal 38 Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 yaitu :

1. Karena kematian 2. Karena perceraian

3. Atas keputusan pengadilan

Mengenai masalah perceraian, di Indonesia sudah ada upaya-upaya yang membatasi pasangan suami isteri agar tidak akan bercerai, salah satunya adalah dengan alasan-alasan yang harus dikukuhkan oleh Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan oleh Pengadilan Negeri bagi yang Bergama non muslim.

5

Muhammad Amin, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, PT. Rahardja Grapindo Persada, Jakarta, 2004, Hlm 17

6

(6)

Menurut penjelasan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 39, disebutkan alasan-alasan untuk bercerai yaitu7 :

a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

b) Meninggalkan tempat tinggal bersama dengan itikad jahat

c) Penghukuman dengan hukuman penjara lima tahun atau lebih, yang diucapkan setelah perkawinan

d) Melukai berat atau menganiaya dilakukan oleh suami atau dianiaya sehingga mengakibatkan luka-luka yang membahayakan.

e) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat atau tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami isteri.

f) Antara suami isteri terus menerus terjadi perselisihan,

pertengkaran, dan tak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Berdasarkan ajaran Islam, perceraian diakui atas alasan ketetapan hati setelah mempertimbangkan secara matang, serta dengan alasan-alasan yang bersifat darurat dan mendesak. Perceraian diakui secara sah untuk mengakhiri hubungan perkawinan berdasarkan adanya petunjuk Syari’at dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Namun, secara normatif Rasulullah memperingatkan bahwa Allah sangat membenci perbuatan itu meskipun halal

7

(7)

untuk dilakukan. Secara tersirat Rasulullah mengharapkan keluarga (muslim) sedapat mungkin menghindarkan dari perceraian.

Suami isteri dalam ajaran Islam tidak boleh terlalu cepat dalam mengambil keputusan bercerai karena benang kusut tersebut sangat mungkin untuk disusun kembali. Namun biasanya dua hati yang tadinya penuh dengan kasih sayang disebabkan dalam berbagai hal, sekarang sudah tidak dapat dipertemukan lagi atau didamaikan lagi maka terjadilah perceraian. Dengan perceraian berarti isteri atau suami tersebut mengambil jalan hidupnya masing-masing.

Berbagai faktor menjadi penyebab perceraian, ada yang disebabkan salah satu pihak telah mengabaikan kewajibannya atau tidak ada yang mengalah. Disamping itu dapat disebabkan oleh faktor ekonomi namun bagaimana upaya yang dilakukan perlu disadari bahwa manusia mempunyai batas kemampuan dalam segala hal, maka pada kondisi tertentu perceraian itu merupakan salah satu jalan untuk mengakhiri kemelut dalam rumah tangga.

Perceraian dengan berbagai alasan apabila ditinjau dari segi hukum berakibat pada :

1) Diri pribadi suami isteri. 2) Terhadap anak.

3) Terhadap harta kekayaan (harta bersama).

Maka dalam uraian tersebut, titik berat pada masalah akibat perceraian terhadap harta kekayaan (harta bersama).

(8)

Pembagian harta bersama dapat ditempuh berbagai cara yaitu apabila antara pasangan tersebut melakukan musyawarah maka mereka dapat membagi harta bersama tersebut dengan sukarela. Apabila pasangan suami isteri tersebut tidak ingin melakukan musyawarah maka mereka bisa menggugat di Pengadilan Agama. Apabila gugatan tersebut dikabulkan dan putusannya sudah mempunyai kekuatan hukum tetap maka dapat dilakukan eksekusi jika para pihak tidak bersedia dibagi secara sukarela dalam memenuhi isi putusan tersebut.

Terhadap harta yang diperoleh selama perkawinan, Ahmad Azhar Basyir menyatakan bahwa dalam Al Qura’an maupun Hadits, tidak memberikan ketentuan dengan tegas bahwa harta benda yang diperoleh suami selama perkawinan berlangsung sepenuhnya menjadi hak suami dan hak isteri hanya terbatas atas nafkah yang diberikan suami. Al Qur’an dan Hadits juga tidak menegaskan bahwa harta benda yang diperoleh suami dalam perkawinan secara langsung isteri juga ikut berhak atasnya. Sehingga dalam menentukan apakah harta benda yang diperoleh selama perkawinan berlangsung menjadi harta bersama atau tidak.8

Perkawinan diketahui bahwa masalah harta gono-gini merupakan masalah yang sangat penting. Masyarakat masih menganggap harta bersama (harta gono-gini) sebagai masalah yang tidak penting. Hal ini menyebabkan pembagian harta bersama diantara suami isteri yang bercerai justru sering berujung pada perseteruan. Masing-masing pihak mengklaim hak-haknya

8

(9)

dalam pembagian harta bersama. Kasus perceraian artis Dewi Hughes dengan mantan suaminya, Arfin, yang pernah menjadi berita besar di media massa merupakan salah satu contoh kasus yang menarik. Gugatan cerai Hughes dikabulkan oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Pengadilan Agama menetapkan bahwa pembagian harta bersama yang dikumpulkan suami isteri ketika terikat perkawinan adalah 50:50. Atas ketetapan itu, Hughes naik banding karena menurutnya harta yang dianggap Arifin sebenarnya adalah harta milik Hughes sendiri. Selain itu, selama perkawinan Hughes merasa telah bekerja keras, sedangkan Arfin hanya bertindak sebagai manajer Hughes beberapa saat setelah menikah. Menurut peraturan yang berlaku, manajer

hanya berhak sepuluh persen (10%) dari honor yang diperoleh klien.9

Berdasarkan kasus Hughes tersebut menunjukkan betapa rumitnya urusan membagi gono-gini. Masing-masing pihak ingin mempertahankan apa yang dianggap menjadi haknya, sedangkan Hakim Pengadilan Agama tetap pada ketentuan dalam Pasal 97 Kompilasi Hukum Islam (KHI) bahwa “janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua (1/2) dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”, yang oleh sebagian orang dianggap tidak mendukung keadilan janda, maksudnya pembagian harta bersama 50:50 belum tentu dianggap adil karena perlu juga memperhatikan siapa yang berkontribusi lebih besar terhadap harta bersama,oleh karena itu banyak kasus praktek pembagian harta bersama yang

9

(10)

banyak merugikan kaum perempuan karena posisi mereka lemah dan keadaan demikian merupakan realitas dalam kehidupan masyarakat.

Perkawinan yang berakhir dengan perceraian dapat menyebabkan timbulnya permasalahan terhadap pembagian harta bersama sehingga di kota Pontianak juga terdapat permasalahan tersebut dimana kadang-kadang pembagian harta bersama tersebut tidak dibagi secara adil pada saat pengajuan perkara perceraian komulasi perkara pembagian harta bersama atau perkara pembagian harta bersama saja (harta gono-gini) di Pengadilan Agama Pontianak sehingga para pihak yang tidak setuju dengan keputusan Pengadilan akan mengajukan banding serta kadang suami ada yang tidak memberikan nafkah kepada isterinya pada saat masa iddah padahal itu masih kewajiban suami.

Penyelesaian perkara harta bersama di Pontianak sebagian para pihak saling bertahan terhadap perolehan harta bersama sehingga para pihak yang menguasai surat-surat bukti, tidak mau memperlihatkan surat bukti tersebut seperti sertifikat, surat jual-beli dan buku-buku bank. Sehingga hal tersebut membuat kesulitan dalam proses penyelesaian perkara maupun eksekusi. Disamping itu setelah ada putusan perkara harta bersama, mereka mengajukan banding sebagai pertanda bahwa mereka tidak menerima putusan pengadilan yang telah menetapkan pembagian harta antara mantan suami dan isteri itu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Disisi lain peraturan perundang-undangan telah menetapkan bahwa pembagian harta bersama tersebut masing-masing pihak mendapat separuh,

(11)

sebagaimana diatur dalam pasal 97 Kompilasi Hukum Islam yang berisi “janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan”. Dilihat dari permasalahan di kota Pontianak tersebut maka timbul masalah yang akan diteliti oleh penulis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana akibat hukum terhadap pembagian harta bersama setelah terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Pontianak?

2. Bagaimana pelaksanaan penyelesaian pembagian harta bersama setelah terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Pontianak?

C. Tujuan penelitian

Berdasarkan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan penelitian akibat hukum dari pembagian harta bersama setelah terjadinya perceraian adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum dari pembagian harta bersama setelah terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Pontianak.

b. Untuk mengetahui bagaimana penyelesaian pembagian harta bersama setelah terjadinya perceraian di Pengadilan Agama Pontianak.

(12)

D. Tinjauan pustaka

Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa suatu keluarga yang semula berbahagia, harmonis dan rukun belum tentu perkawinannya berakhir sampai akhir hayat, keluarga tersebut dapat saja mengalami cobaan ditengah perjalanan bahtera rumah tangga yang akhirnya kandas dan rumah tangga tersebut bubar. Dalam perjalanan rumah tangga mereka telah berhasil mengumpulkan sejumlah harta bersama yang diperoleh selama perkawinan.

Proses perceraian bila tidak digabung dengan pembagian harta bersama maka penyelesaian harta bersama diajukan setelah selesai perkara perceraian. Dalam istilah lain, harta bersama artinya dengan harta gono-gini. Pasangan suami isteri yang telah bercerai justru semakin diributkan dengan masalah pembagian harta gono-gini yang memang terkenal rumit dalam penyelesaiannya. Kadang masing-masing pihak mengklaim bahwa dirinya yang berhak mendapatkan bagian harta gono-gini yang lebih besar

dibandingkan pasangannya.10

Ketentuan tentang harta gono-gini harus jelas karena berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia, yang boleh dibagi secara bersama diantara pasangan suami isteri adalah sebatas pada harta gono-gini asalkan tidak ditentukan hal lain dalam perjanjian perkawinan.

Membahas masalah harta gono-gini sangat penting dalam kehidupan rumah tangga, yang mana masalah ini bisa menyangkut pengurusan, penggunaan dan pembagian harta gono-gini tersebut jika ternyata hubungan

10

Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadi Perceraian, Jakarta, Trans Media, tahun 2008, Hlm 10

(13)

perkawinan pasangan suami isteri tersebut bubar karena perceraian maupun karena kematian.

Memperhatikan kenyataan yang sering terjadi masalah ini sering berbelit-belit. Mereka selalu berdebat dan mempersoalkan harta yang menjadi bagiannya. Berdasarkan hukum positif yang berlaku di Indonesia, harta bersama(gono-gini) itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Kompilasi Hukum Islam. Selanjutnya dijelaskan pengaturan harta gono-gini ini diakui secara hukum, termasuk didalam hal pengurusan, penggunaan dan pembagiannya. Ketentuan tentang harta gono-gini juga diatur dalam Hukum Islam. Meskipun secara umum dan mendasar tidak diakuinya percampuran harta kekayaan suami isteri (dalam hukum Islam) ternyata setelah dianalisis yang tidak dapat dicampur adalah harta bawaan dan harta perolehan. Hal ini sama ketentuannya dengan hukum positif, bahwa kedua macam harta itu harus terpisah dari harta gono-gini (harta bersama)”.

Menurut perspektif hukum Islam, harta gono-gini bisa ditelusuri melalui pendekatan Qiyas dan Ijtihad yang bisa disebut dengan konsep Syirkah (kerjasama). Dalam hal ini Drs.H.Ismuha dalam bukunya yang berjudul “Pencaharian Bersama Suami Isteri di Indonesia” menjelaskan “harta gono-gini dan sarekat termasuk Syirkah Inan dan Muwafadlah menurut para fuqaha atau perkongsian tenaga dan perkongsian tidak terbatas, baik Syirkah Inan dan Syirkah Muwafadlah itu boleh menurut Mazhab Hanafi, Maliki dan

(14)

bahwa beliau berpendapat bahwa kedua macam perkongsian tersebut diatas boleh hukumnya. Oleh karena itu maka perkongsian suami isteri dalam bentuk

gono-gini dan syarikat itu dibolehkan menurut hukum islam11.

Pendapat tersebut dikuatkan dengan pendapat K.H. Ma’ruf Amin, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, mengatakan bahwa konsep harta gono-gini dapat disamakan atau digabungkan dengan kedalam harta syirkah yaitu harta benda yang terkumpul selama menikah yang harus dibagi secara profesional jika terjadi perpisahan seperti perceraian. Ditegaskan juga bahwa istilah harta gono-gini merupakan produk khusus kultur Indonesia sedangkan Arab Saudi yang merupakan pusat kegiatan Islam, tidak ditemukan istilah ini. Kaitan antara gono-gini dan syirkah bisa dipahami sebagai harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung dan selanjutnya disebut sebagai

harta bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa pun12.

Adapun pembagian harta gono-gini umumnya dibagi menjadi dua sama rata antara suami dan isteri. Hal ini berdasarkan pada pasal 128 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata maupun pasal 96 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam. Secara umum pembagian harta gono-gini baru bisa dilakukan setelah adanya gugatan cerai yang mana daftar harta gono-gini disebutkan juga didalam proses gugatan dan adanya permintaan harta gono-gini didasarkan pada kondisi yang menyertai hubungan suatu perkawinan seperti kematian, perceraian dan sebagainya.

11

Ismuha, Loc Cit, Hlm 101

12

(15)

Mengenai perceraian kaitannya dengan harta bersama (gono-gini) mereka, apabila dapat diselesaikan dengan sukarela maka pembagiannya dapat diselesaikan dengan mudah tetapi jika pembagiannya tidak ada sukarela antara para pihak yang bersengketa maka penyelesaiannya dapat diselesaikan melalui Pengadilan Agama bagi yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri bagi yang selain beragama Islam.

Sejauh mana pelaksanaan pembagian harta bersama setelah terjadi perceraian di Pengadilan Agama Pontianak, melalui studi kasus-kasus yang terjadi maka akan dapat diketahui dari hasil penelitian terhadap kasus-kasus tersebut, serta bagaimana akibat hukumnya terhadap anak, mantan isteri atau mantan suami serta pihak ketiga.

E. Metode penelitian 1. Objek Penelitian

Akibat hukum setelah terjadinya perceraian terhadap pembagian harta bersama setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 di Pengadilan Agama Pontianak .

2. Subjek Penelitian

a. Para pihak yang mengajukan perkara pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Pontianak.

b. Hakim Pengadilan Agama Pontianak c. Panitera Pengadilan Agama Pontianak

(16)

3. Sumber Data

a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek penelitian tentang akibat hukum setelah terjadinya perceraian terhadap pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Pontianak sejak tahun 2005 - tahun 2007.

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari buku-buku atau literatur, peraturan perundang-undangan, dan bahan lain yang berkaitan dengan yang diteliti.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara yaitu dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung dengan subyek penelitian tentang akibat hukum setelah adanya perceraian terhadap pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Pontianak.

b. Studi Kepustakaan yaitu mengumpulkan data yang bersumber dari buku literatur, peraturan perundang-undangan dan yurisprudensi tentang akibat hukum setelah terjadinya perceraian terhadap pembagian harta bersama di Pengadilan Agama Pontianak.

5. Metode Pendekatan

Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dari sudut pandang menurut ketentuan hukum atau perundan-undangan yang berlaku.

6. Analisis Data

Data yang diperoleh dalam penelitian kemudian dianalisis dengan metode kualitatif, yaitu data yang diperoleh dipilih yang berkaitan dengan

(17)

masalah yang akan diteliti. Berdasarkan analisis tersebut diharapkan nantinya akan menghasilkan uraian yang bersifat deskriptif, yaitu uraian yang menguraikan kenyataan-kenyataan yang terjadi pada para pihak yang berperkara yang berkaitan dengan akibat hukum setelah perceraian terhadap pembagian harta bersama.

F. Sistematika

BAB I. PENDAHULUAN

Dalam bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika.

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG PERCERAIAN DAN

HARTA BERSAMA

Dalam bab ini memuat tentang pengertian tentang perceraian, alasan perceraian, akibat perceraian, pengertian harta bersama dan dasar hukumnya yang berkaitan dengan harta bersama memuat tentang pembagian harta bersama serta permasalahan yang berkaitan dengan harta bersama tersebut dalam hukum Islam dan peraturan perundang-undangan.

BAB III. AKIBAT HUKUM SETELAH TERJADINYA PERCERAIAN TERHADAP PEMBAGIAN HARTA BERSAMA

Dalam bab ini memuat mengenai bagaimana proses pembagian harta bersama dan hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan

(18)

pembagian harta bersama terhadap mantan suami atau mantan isteri dan atau anak serta pihak ketiga.

BAB IV. PENUTUP

Referensi

Dokumen terkait

di dunia seperti Konstitusi Ekuador 2008 dan Konstitusi Perancis 2005, selaras dengan UUD NRI Tahun 1945 pasca amandemen yang memuat konsep Green Constitution sebagaimana

Lembar observasi dalam penelitian ini hanya dijadikan sebagai data pendukung untuk membuktikan bahwa peserta didik pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen memiliki

Herkes, cephey bekrleyecek bir gürültü işitmek için kulak kabartı yor .Porta, onun artık Rusya'da değil, Ren nehri üze rinde olduğunu, çünkü Ren'in çok kez Almanya'mı

Dengan menggunakan sejumlah kecil ddNTP (dibandingkan dengan dNTP), maka setelah 20-30 siklus suhu akan diperoleh.. 48 fragmen-fragmen DNA yang panjangnya

Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut penulis membuat kerangka penelitian disertai beberapa hipotesa mengenai wallpaper “Ragnarok” Online Games versi Indonesia yaitu

Penelitian ini bertujuan mengukur kinerja sistem MFC pada limbah cair perikanan dalam menghasilkan biolistrik serta menurunkan beban limbahnya dengan penggunaan jenis elektroda

Pembongkaran 40 bangunan liar di atas saluran penghubung (Phb) di Jalan Hadiah RT 010/03 Kelura- han Jelambar, Kecamatan Grogol Petamburan, Jakarta Barat, Senin (27/7)

pengabdian yang telah dilakukan dapat memberikan gambaran kepada siswa- siswa tingkat sekolah dasar mengenai jajanan makanan dan minuman yang aman dan sehat